Anda di halaman 1dari 27

Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan TUTORIAL KLINIK

RSUD Abdul Wahab Sjahranie


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

MIOMA UTERI

OLEH :
Syahriza Pahlevi 1710029040
Jumadil Akbarriansyah 1710029077
Joko Trisutrisno F M 1710020081

Pembimbing
dr. Erwin Ginting, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mioma uteri, juga dikenal dengan leiomioma, fibromioma, atau fibroid,


adalah tumor jinak yang terdapat otot polos uterus dan jaringan ikat di sekitarnya.
Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun (kurang lebih
25%), namun jarang ditemukan pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause.
Wanita yang sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk perkembangan
mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu
kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita
yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali. Namun insiden tumor ini pada
kehamilan mungkin sekitar sekitar 2 persen. Prevalensi meningkat apabila
ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara. Mioma belum pernah
ditemukan sebelum terjadinya menarkhe, sedangkan setelah menopause hanya
kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri
sekitar 20%-30% dari seluruh wanita (Cunningham, 2012).

Gejala akibat mioma uteri terutama bergantung pada lokasinya. Tumor ini
dapat terletak tepat di bawah lapisan endometrium atau desidua di rongga uterus
(submukosa), tepat di bawah serosa uterus (subserosa), atau mungkin terbatas di
dalam miometrium (intramural). Sewaktu tumbuh, mioma intramural dapat
menghasilkan komponen subserosa dan submukosa, atau keduanya, yang
signifikan. Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan
terapi yang efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai
etiologi mioma uteri itu sendiri. Walaupun jarang menyebabkan mortalitas,
namun morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena
mioma uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta
diperkirakan dapat menyebabkan kesuburan rendah (Cunningham, 2012).
Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik umumnya adalah tindakan
operasi yaitu histerektomi atau pada wanita yang ingin mempertahankan
uterusnya, miomektomi dapat menjadi pilihan. Namun pembedahan jarang
dilakukan selama kehamilan, tetapi insiden seksio sesarea pada kasus kehamilan
dengan mioma uteri sangat meningkat.

1.2 Tujuan
Pada tutorial klnik ini akan dibahas lebih lanjut mengenai mioma uteri
terkait alur diagnosis hingga penatalaksanannya
BAB II
LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 18 Februari


2019 pukul 12.00 WITA di ruang nifas Mawar RSUD AW.Sjahranie Samarinda.

2.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ny.S
Usia : 41 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Juanda, Samarinda
MRS : Senin, 18 Februari 2019 pkl 13.00 WITA

Identitas Suami
Nama : Tn.Supriyanto
Usia : 50 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Juanda, Samarindaa
Keluhan Utama:
Nyeri perut bawah

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke RS Abdul Wahab Sjahranie Samarinda dengan keluhann


nyeri perut bagian bawah sejak, memberat dalam 2 minggu terakhir. Dalam
sehari pasien dapat mengganti pembalut hingga 3-4 kali Pasien juga
merasakan bahwa jadwal menstruasi tidak teratur dan sering mengeluhkan
adanya nyeri pinggang ketika duduk terlalu lama. Selain itu pasien
mengeluhkan nyeri perut bagian bawah sejak 1 bulan dan juga pusing yang
hilang timbul . Nyeri perut yang dirasakan seperti keram yang awalnya hilang
timbul, namun kemudian muncul terus menerus hingga saat ini. Pasien
menyangkal adanya keluhan gangguan penglihatan, nyeri kepala. Riwayat
merokok dan minum alkohol disangkal oleh pasien. Riwayat perdarahan dan
nyeri saat berhubungan seksual disangkal oleh pasien. Riwayat keputihan
juga tidak ada.

Riwayat penyakit dahulu


Hipertensi (-), asma (-), alergi dingin

Riwayat penyakit keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa serta tidak memiliki
penyakit-penyakit lain.

Riwayat menstruasi
Pasien menarche pada usia 16 tahun, dengan durasi menstruasi selama 3-4
hari dan siklus yang tidak teratur. Dalam sehari dapat mengganti 3-4 kali
pembalut.
Riwayat perkawinan
Perkawinan pertama, umur menikah 25 tahun, dan lama menikah 17 tahun

Riwayat obstetrik
1. 2003. Aterm. spontan. bidan, laki-laki. BB 3800 gr, hidup
2. 2010. Aterm, SC, dokter, BB 3000 grr, hidup
3. 2013, Aterm, SC, dokter, BB 3000 gr, hidup

Kontrasepsi
Pasien menggunakan suntik KB selama 6 tahun

2.2 Pemeriksaan Fisik


Berat badan : 45 kg, tinggi badan : 143 cm
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 83x/menit, regular isi cukup, kuat angkat
Frekuensi Nafas : 19x/menit, regular
Suhu : 36,5oC, aksiler

Status Generalis
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), Pupil isokor (3
mm/3mm), Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Deviasi septum nasi (-), Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Gangguan pendengaran (-)
Mulut : Sianosis (-), Pucat (-)
Leher : Deviasi trakea (-), Pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru
 Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Pelebaran
ICS (-)
 Palpasi : Gerakan dada simetris.
 Perkusi :
D S
Sonor Sonor
 Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing
Sonor Sonor (-/-), Suara Nafas (+)
Sonor Sonor

Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba
 Perkusi : batas jantung kanan : axilaris anterior line dekstra,
batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra
 Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
 Inspeksi : datar
 Palpasi : Soefl, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-), nyeri tekan perut bawah (+)
 Perkusi : timpani di seluruh lapangan abdomen
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas
 Superior : Hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik
 Inferior : Hangat (+), edema (-) CRT <2 detik

Status obstetri
Pemeriksaan dalam vagina (VT) tidak dilakukan
2.3 Pemeriksaan Laboratorium
DARAH LENGKAP
Tanggal 18-02-2019
Hb 12,3
Hct 38,8 %
Leukosit 7.84
Trombosit 345.000

2.4 Diagnosis Kerja


Mioma Uteri

2.4 Penatalaksanaan
 R/Laparatomi
 PRC II kolf

2.5 Observasi di ruangan nifas


WAKTU OBSERVASI

17-02-2019 S: Nyeri Perut Bawah


12.00
O:
Nifas Tanda vital :
TD : 110/70 mmhg, N: 83x/menit, RR : 19x/menit, T:
36,7oC

Pemeriksaan fisik ;
Inspeksi : nyeri tekan perut (+)

A : Mioma Uteri
P:
 Observasi KU dan tanda vital
 Rencana laparaomi
 Siap PRC II kolf
18-02-2019 S: Nyeri Perut Bawah
12.00
Nifas O:
Tanda vital :
TD : 110/80 mmhg, N: 86x/menit, RR : 20x/menit, T:
36,6oC
Pemeriksaan fisik ;
Inspeksi : nyeri tekan perut (+)

A : Mioma Uteri
P:
Observasi KU dan tanda vital
Rencana laparaomi
Profilaksis Inj. Cefotaxime 1 gr/IV

BAB III
Tinjauan Pustaka

3.1 Definisi Mioma Uteri

Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid, atau


leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan
jaringan ikat yang menumpanginya (Cunningham, 2012). Mioma uteri berbatas
tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga
mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan
berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang dominan (Stewart, 2001).

3.2 Epidemiologi Mioma Uteri

Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun (kurang
lebih 25%), namun jarang ditemukan pada wanita 20 tahun dan wanita post
menopause. Wanita yang sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk
perkembangan mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau
hanya satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada
wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali. Namun insiden tumor
ini pada kehamilan mungkin sekitar sekitar 2 persen.Prevalensi meningkat apabila
ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara (Cunningham, 2012).

Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan


setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Di
Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologik
yang dirawat. Selain itu dilaporkan juga ditemukan pada kurang lebih 20-25%
wanita usia reproduksi dan meningkat 40% pada usia lebih dari 35 tahun
(Cunningham, 2012).

3.3 Eiologi Mioma Uteri


Hal yang mendasari tentang penyebab mioma uteri belum diketahui secara
pasti, diduga merupakan penyakit multifaktorial. Namun terdapat beberapa
hormon yang mempengaruhi pertumbuhan dari tumor ini, yaitu: (Djuwantono,
2004).
1. Estrogen

Dengan adanya stimulasi estrogen, menyebabkan terjadinya proliferasi


di uterus, sehingga menyebabkan perkembangan yang berlebihan dari garis
endometrium, sehingga terjadilah pertumbuhan mioma. Mioma uteri
dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang
cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan
mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Mioma uteri
banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan
sterilitas. Selama fase sekretorik, siklus menstruasi dan kehamilan, jumlah
reseptor estrogen di miometrium normal berkurang. Pada mioma, reseptor
estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekskresi
reseptor tersebut tertekan selama kehamilan.
2. Progesteron

Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang


siklus menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis natural
dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan dua
cara yaitu, mengaktifkan 17-Beta hidroxydesidrogenase dan menurunkan
jumlah reseptor estrogen pada mioma.
3. Hormon Pertumbuhan

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi


hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat
pada periode ini memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari mioma
selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara
hormon pertumbuhan dan estrogen.
Faktor risiko terjadinya mioma uteri adalah sebagai berikut :
a. Umur

Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun
yaitu mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20
tahun. Sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah
ditemukan.Pada usia sebelum menarke, kadar estrogen rendah, dan
meningkat pada usia reproduksi, serta akan turun pada usia menopause.
Pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10% (Ganong,
2008).

b. Riwayat Keluarga

Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita


mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri
(Parker, 2007).

c. Obesitas

Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh
enzim aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah
estrogen tubuh, dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan
peningkatan prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri (Parker, 2007).

d. Paritas

Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk


terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah
hamil atau satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri
berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali
(Stewart et al, 2002)
e. Kehamilan

Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar


estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Kedua
keadaan ini ada kemungkinan dapat mempercepat pembesaran mioma uteri.
Kehamilan dapat juga mengurangi resiko mioma karena pada kehamilan
hormon progesteron lebih dominan (Manuaba, 2003).

3.4 Klasifikasi

Mioma uteri berasal dari miometrium. Berdasarkan lokasinya di uterus dan


menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi menjadi 3 jenis, antara
lain: (Ganong, 2008).
1. Mioma Submukosa

Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus.


Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis ini
sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa
umumnya dapat diketahui dengan tindakan kuretase, dengan adanya
benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump. Mioma submukosa
dapat tumbuh bertangkai menjadi polip atau mioma submukosa pedinkulata.
Dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama
mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami torsi
dan nekrosis sehingga risiko infeksi sangat tinggi.
2. Mioma Intramural

Mioma yang berkembang di antara serabut miometrium. Bila di dalam


dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai
bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang
terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan
dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan
gangguan miksi.
3. Mioma Subserosa
Mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa sehingga tumbuh ke arah
luar uterus. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter. Mioma jenis ini juga
dapat menjadi parasit omentum atau usus untuk vaskularisasi tambahan bagi
pertumbuhannya.

3.5 Tanda dan Gejala Klinis

Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma serta komplikasi yang terjadi.
Hanya dijumpai pada 20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan
sisanya tidak mengeluh apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan
gejala klasik dari mioma uteri. Gejala perdarahan yang paling sering adalah jenis
mioma submukosa, selain itu, penderita mioma mengeluh dismenore, nyeri perut
bagian bawah, serta nyeri pinggang (Ganong, 2008).
Massa di Perut Bawah. Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa
atau benjolan di perut bagian bawah (Ganong, 2008).
a. Perdarahan Abnormal Uterus (Ganong, 2008).
Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri
menyatakan terjadi perubahan struktur vena pada endometrium dan
miometrium yang menyebabkan terjadinya venule ectasia. Endometrium
tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma diantara serabut
miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang
melaluinya dengan baik (Ganong, 2008).

Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin


dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran
darah langsung dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini.
Growth factor yang merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus
vaskuler dan yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan
perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial. Sebagai
pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau vasoconstricting
factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan
perdarahan uterus yang abnormal (Ganong, 2008)

b. Nyeri Perut.

Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini
timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai
dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma
submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe. Dapat
juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang bertangkai. Dalam
hal ini sifatnya akut, disertai dengan mual dan muntah. Pada mioma yang
sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada pleksus
uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah (Ganong, 2008).
c. Pressure Effects ( Efek Tekanan )

Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada


organ-organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa
dan sulit untuk dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada
kandung kencing, polakisuria dan disuria. Bila uretra tertekan bisa
menimbulkan retensio urin. Bila berlarut-larut dapat menyebabkan
hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak begitu besar, kadang-
kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi (Ganong, 2008).
d. Infertilitas dan Abortus
Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau
menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat
memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan
bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi
reproduksi. Gangguan implasntasi embrio dapat terjadi pada keberadaan
mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena
kompresi massa tumor.Apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan
dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu
indikasi untuk dilakukan miomektomi (Cunningham, 2012).
3.6 Diagnosis
a. Anamnesis

Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma


lainnya, faktor risiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Biasanya
ada keluhan teraba massa menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan
bertambah panjang serta adanya riwayat perdarahan pervaginam terutama
pada wanita usia 40-an. Kadang juga dikeluhkan perdarahan kontak (Parker,
2007).

b. Pemeriksaan Fisik

Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemriksaan bimanual rutin


uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur
uterus oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk
memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus (Parker,
2007).

c. Pemeriksaan penunjang
1) Temuan Laboratorium

Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini


disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat
besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang pada
beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara
polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma
terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan
kemudian menginduksi pembentukan eritropoietin ginjal (Parker, 2007).

2) Imaging
a) Pemeriksaan dengan USG (Ultrasonografi) transabdominal dan
transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri.
Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang
kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui
ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas
menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan
irregularitas kontur maupun pembesran uterus (Cunningham,
2012).
b) Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri
submukosa, jika mioma kecil serta bertangkai. Mioma tersebut
sekaligus dapat diangkat (Cunningham, 2012).
c) MRI (Magnetic Resonance Imaging) sangat akurat dalam
menggambarkan jumlah, ukuran, dan likasi mioma tetapi jarang
diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap
berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI
dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan
jelas, termasuk mioma (Cunningham, 2012).

Diagnosis banding mioma uteri adalah kehamilan, neoplasma ovarium, dan


adenomiosis (Cunningham, 2012).

3.7 Penatalaksanaan
a. Konservatif

Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan


pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih
besar dari kehamilan 10-12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi
torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi (FK Unhas, 2000).

b. Medikamentosa

Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan


pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini.
Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi
pengganti sementara dari operatif. Preparat yang selalu digunakan untuk
terapi medikamentosa adalah analog GnRHa (Gonadotropin Realising
Hormon Agonis), progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin,
antiprostaglandin, agen-agen lain seperti gossypol dan amantadine (FK
Unhas, 2000).

c. Operatif

Indikasi terapi operatif untuk mioma uteri menurut American College


of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) adalah: (Parker, 2007).
1) Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
2) Dugaan adanya keganasan
3) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
4) Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi
tuba
5) Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
6) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
7) Anemia akibat perdarahan

Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan


embolisasi arteri uterus (Parker, 2007).
1) Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada
mioma mioma submukosa pada mioma geburt dengan cara ekstirpasi
lewat vagina.

2) Histerektomi, adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan


terpilih. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan
mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi
dilakukan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia,
keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia
kehamilan 12-14 minggu. Tindakan histerektomi dapat dilakukan
secara abdominal (laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus
dilakukan laparoskopi. Histerektomi perabdominal dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal
abdominal hysterectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk
menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang
banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum.
Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, dimana
kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH,
jaringan granulasi yang timbul pada vagina dapat menjadi sumber
timbulnya sekret vagina dan perdarahan paska operasi di mana
keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginanm, dimana tindakan
operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi
vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi
ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal
sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi.
Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi
sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu
kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan
masa penyembuhan lebih cepat dibandng histerektomi abdominal.

3) Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE), adalah


injeksi arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter
yang nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan
menyebabkan nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada
setelah pembedahan mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi serta
waktu penyembuhannya yang cepat.

3.8 Komplikasi
Komplikasi mioma uteri yang dapat terjadi adalah degenerasi ganas dan
torsi. Degenerasi ganas mioma uteri dapat menjadi leiomiosarkoma. Keganasan
umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan
apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause. Selanjutnya, torsi
(putaran tangkai) dapat menjadi komplikasi pula. Sarang mioma yang bertangkai
dapat mengalami, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis.
Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-
lahan, gangguan akut tidak terjadi (Prawirohardjo, 2012).

3.9 Prognosis

Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif.


Miomektomi yang ekstensif dan secara signifikan melibatkan miometrium atau
menembus endometrium. Mioma yang kambuh kembali (rekurens) setelah
miomektomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3nya memerlukan tindakan lebih
lanjut (Cunningham, 2012).
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Ny. S usia 41 tahun datang ke IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda 11 Februari 2019 dengan keluhan nyeri perut kiri bawah. Setelah
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
didapatkan diagnosis ektopik terganggu.

4.1. Anamnesis
Teori Kasus
Dalam anamnesis dicari keluhan
utama serta gejala klinis mioma Pasien datang ke RS Abdul Wahab
lainnya, faktor risiko serta Sjahranie Samarinda dengan keluhann
kemungkinan komplikasi yang terjadi. nyeri perut bagian bawah sejak,
Biasanya ada keluhan teraba massa memberat dalam 2 minggu terakhir.
menonjol keluar dari jalan lahir yang Dalam sehari pasien dapat mengganti
dirasakan bertambah panjang serta pembalut hingga 3-4 kali Pasien juga
adanya riwayat perdarahan merasakan bahwa jadwal menstruasi
pervaginam terutama pada wanita usia tidak teratur dan sering mengeluhkan
40-an. Kadang juga dikeluhkan adanya nyeri pinggang ketika duduk
perdarahan kontak (Parker, 2007). terlalu lama. Selain itu pasien
mengeluhkan nyeri perut bagian
bawah sejak 1 bulan dan juga pusing
yang hilang timbul . Nyeri perut yang
dirasakan seperti keram yang awalnya
hilang timbul, namun kemudian
muncul terus menerus hingga saat ini.
Pasien menyangkal adanya keluhan
gangguan penglihatan, nyeri kepala.
Riwayat merokok dan minum alkohol
disangkal oleh pasien. Riwayat
perdarahan dan nyeri saat
berhubungan seksual disangkal oleh
pasien. Riwayat keputihan juga tidak
ada.

4.2 Pemeriksaan Fisik


Teori Kasus
Mioma uteri mudah - KU: Tampak sakit sedang
ditemukan melalui
- Kesadaran : Composmentis, GCS
pemeriksaan bimanual rutin
E4V5M6
uterus. Diagnosis mioma uteri
menjadi jelas bila dijumpai - Tanda vital: Tekanan darah : 110/70
gangguan kontur uterus oleh mmHg; Frekuensi nadi : 83 x/menit, kuat
satu atau lebih massa yang angkat, reguler; Frekuensi napas:
licin, tetapi sering sulit untuk 19x/menit, reguler; Suhu: 36,7°C
memastikan bahwa massa
- Status generalis: Conjungtiva anemis (-/-),
seperti ini adalah bagian dari
sklera ikterik (-/-), akral teraba hangat,
uterus (Parker, 2007).
CRT <2detik.

- Abdomen: soefl, bising usus (+) kesan


normal, nyeri tekan abdomen pada kuadran
bawah (+) palpasi: teraba benjolan pada
kuadran bawah. hepar: pembesaran (-)
limpa: pembesaran (-)

- Pemeriksaan ginekologi:

Pemeriksaan Inspekulo: Tidak Dilakukan

4.3 Pemeriksaan Penunjang


Teori Kasus
1. Temuan laboratorium : Anemia Pemeriksaan Darah Lengkap
merupakan akibat paling sering dari mioma. (18/02/2019)
Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang
Hb :12,3 gr/dl
banyak dan habisnya cadangan zat besi.
Hct :38,8 %
Kadang-kadang mioma menghasilkan
3
eritropoetin yang pada beberapa kasus Leukosit: 7.84 /mm
menyebabkan polisitemia. Adanya PLT :345.000 / mm3
hubungan antara polisitemia dengan
penyakit ginjal diduga akibat penekanan
mioma terhadap ureter yang menyebabkan
peninggian tekanan balik ureter dan
kemudian menginduksi pembentukan
eritropoietin ginjal
2. Pemeriksaan USG transabdominal dan
transvaginal bermanfaat dalam menetapkan
adanya mioma uteri. Ultrasonografi
transvaginal terutama bermanfaat pada
uterus yang kecil

4.4 Penatalaksanaan
Teori Kasus
Penatalaksanaan:
1.Konservatif : Pada mioma kecil dan  R/ Laparatomi
tanpa gejala tidak memerlukan  Inj. Cefotaxime 1gr/IV
pengobatan, tetapi harus diawasi  Persiapan pre-op PRC II kolf
perkembangan tumornya. Jika mioma
lebih besar dari kehamilan 10-12 minggu,
tumor yang berkembang cepat, terjadi
torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan
operasi.
2.Medikamentosa: Terapi yang dapat
memperkecil volume atau menghentikan
pertumbuhan mioma uteri secara menetap
belum tersedia pada saat ini. Terapi
medikamentosa masih merupakan terapi
tambahan atau terapi pengganti sementara
dari operatif. Preparat yang selalu
digunakan untuk terapi medikamentosa
adalah analog GnRHa (Gonadotropin
Realising Hormon Agonis), progesteron,
danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin,
antiprostaglandin, agen-agen lain seperti
gossypol dan amantadine.
3.Operasi: Indikasi terapi operatif untuk
mioma uteri menurut American College
of Obstetricians and Gynecologist
(ACOG) adalah: (Parker, 2007).
1) Perdarahan uterus yang tidak
respon terhadap terapi
konservatif
2) Dugaan adanya keganasan
3) Pertumbuhan mioma pada
masa menopause
4) Infertilitas karena gangguan
pada cavum uteri maupun
karena oklusi tuba
5) Nyeri dan penekanan yang
sangat mengganggu
6) Gangguan berkemih maupun
obstruksi traktus urinarius
7) Anemia akibat perdarahan
Pengobatan operatif meliputi
miomektomi, histerektomi dan embolisasi
arteri uterus.
BAB V
KESIMPULAN

1. Mioma uteri, juga dikenal sebagai leiomioma uterus adalah tumor jinak pada
daerah rahim, yaitu otot rahim dan jaringan ikat di sekitarnya, terutama
merupakan tumor pada otot polos uterus.
2. Gejala akibat mioma uteri terutama bergantung pada lokasinya. Tumor ini
dapat terletak tepat di bawah lapisan endometrium atau desidua di rongga
uterus (submukosa), tepat di bawah serosa uterus (subserosa), atau mungkin
terbatas di dalam miometrium (intramural). Sewaktu tumbuh, mioma
intramural dapat menghasilkan komponen subserosa dan submukosa, atau
keduanya, yang signifikan.
3. Gejala mioma uteri berupa perdarahan uterus abnormal, rasa nyeri saat
menstruasi, dyspareunia, nyeri pinggang, efek penekanan ke ureter, vesical
urinaria, dan rectum, dan infertilitas.
4. Terapi mioma simptomatik berupa analgesia dan observasi, dimana umumnya
gejala dan tanda akan mereda dalam beberapa hari. Peradangan yang terjadi
dapat memicu persalinan pada pasien hamil dengan mioma uteri. Pengobatan
mioma uteri dengan gejala klinik umumnya adalah tindakan operasi yaitu
histerektomi (pengangkatan rahim) atau pada wanita yan ingin
mempertahankan kesuburannya, miomektomi (pengangkatan mioma) dapat
menjadi pilihan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham. 2012. Obstetri William Jilid 2. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.
2. Djuwantono T. 2004. Terapi GnRH agonis sebelum histerektomi. Mioma:
Farmacia 3:38-41
3. FK Unhas. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUP dr. Wahidin
Soedirohusodo. Ujung Pandang: Bursa Buku Kedokteran Aesculapius.
4. Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 2.
Jakarta: EGC.
5. Manuaba B.G. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan
Ginekologi Edisi Kedua. Jakarta: EGC, pp: 309-312.
6. Parker WH. 2007. Etiology, syptomatology and diagnosis of uterin
Miomas. 87: 725-733.
7. Prawirohardjo S. 2012. Ilmu Kebidanan, edisi IV. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sawono Prawirohardjo.
8. Stewart AA, Faur AV, Wise LA. 2002. Predictors of subsequent surgery
for uterin leiomiomata after abdominal myomectomi. 99: 426-432
9. Stewart E. 2001. Fibroid Rahim. 357: 293-298

Anda mungkin juga menyukai