PENDAHULUAN
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberi kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan ini ditandai
oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus
optikus dan pengecilan lapangan pandang. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya
fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa
ekstravasasi (penggaungan/cupping) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat
berakhir dengan kebutaan 1
Menurut World Health Organization (WHO) (2012), penyebab kebutaan
terbanyak di seluzruh dunia adalah katarak (51%), diikuti oleh glaukoma (8%) dan
Age related Macular Degeneration (AMD) (5%). Glaukoma merupakan penyebab
kebutaan terbanyak setelah katarak di seluruh dunia 2. Di Indonesia, glaukoma diderita
oleh 3% dari total populasi penduduk. Umumnya penderita glaukoma telah berusia
lanjut. Pada usia diatas 40 tahun, tingkat resiko menderita glaukoma meningkat
sekitar 10%. Dari hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, responden yang pernah
didiagnosis glaukoma oleh tenaga kesehatan sebesar 0,46%, Sumatera Selatan berada
pada urutan ke-8 untuk kasus glaukoma di Indonesia dengan prevalesi 0,72% 3.
Glaukoma dapat di klasifikasikan menjadi glukoma primer, glukoma sekunder
dan glaukoma kongenital. Glukoma primer adalah glukoma yang tidak diketahui
penyebabnya. Glukoma primer sudut terbuka (primary open angle glaucoma)
biasanya merupakan glaukoma kronis, sedangkan glaukoma primer sudut tertutup
primary angle closure glaucoma) bias berupa glaukoma sudut tertutup akut atau
kronik.4
Glaukoma akut didefenisikan sebagai peningkatan tekanan intraorbita secara
mendadak dan sangat tinggi, akibat hambatan mendadak pada anyaman trabekulum.
Glaukoma akut ini merupakan kedaruratan okuler sehingga harus diwaspadai, karena
1
dapat terjadi bilateral dan dapat menyebabkan kebutaan tetapi resiko kebutaan dapat
dicegah dengan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat 4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
2.1.1. Limbus
Anatomi sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah
bagian yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran
descement dan membran Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian ke
dalam mengelilingi kanal schlemn dan trabekula sampai ke bilik mata depan.
Akhir dari membran descement disebut garis schwalbe5.
Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari a.
siliaris anterior. Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang
terdiri dari:
1. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari dalam stroma kornea
dan menuju ke belakang, mengelilingi kanal schlemn untuk berinsersi
pada sklera.
2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea,
menuju ke skleralspur (insersi dari m. siliaris) dan sebagian ke m. siliaris
meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran descement (garis schwalbe), menuju
jaringan pengikat m. siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris
menuju depan trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan
seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus
pandang, sehingga ada darah di dalam kanal schlemn, dapat terlihat dari luar5.
Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi
kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0.5 mm. Pada
2
dinding sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat
hubungan langsung antara trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn,
keluar saluran kolektor 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena didalam
jaringan sklera dan episklera dan v. siliaris anterior di badan siliar5.
3
posterior, humor akueus mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior
lalu ke jalinan trabekular di sudut kamera anterior (sekaligus, terjadi
pertukaran diferensial komponen – komponen dengan darah di iris),
melalui jalinan trabekular ke kanal schlemn menuju saluran kolektor,
kemudian masuk kedalam pleksus vena, ke jaringan sklera dan episklera
juga ke dalam v.siliaris anterior di badan siliar. Saluran yang mengandung
cairan camera oculi anterior dapat dilihat di daerah limbus dan
subkonjungtiva, yang dinamakan aqueus veins. 6
Humor akueus akan mengalir keluar dari sudut COA melalui dua jalur,
yakni 6:
4
- Outflow melalui jalur trabekular yang menerima sekitar 85% outflow
kemudian akan mengalir kedalan canalis Schlemm. Dari sini akan
dikumpulkan melalui 20-30 saluran radial ke plexus vena episcleral (sistem
konvensional)
- Outflow melalui sistem vaskular uveoscleral yang menerima sekitar 15%
outflow, dimana akan bergabung dengan pembuluh darah vena
2.2. Glaukoma
2.2.1. Definisi
2.2.2. Epidemiologi
Terdapat 70 juta orang yang menderita glaukoma di seluruh dunia, dan 7
juta menjadi buta karena penyakit tersebut. Glaukoma merupakan penyakit
5
kedua tersering yang menyebabkan kebutaan pada negara berkembang setelah
diabetes mellitus. Dimana 15-20% kebutaan mengalami kehilangan pandangan
sebagai hasil dari glaukoma. Di negara Jerman, sebagai contohnya kurang lebih
10% dari populasi diatas usia 40 tahun mengalami peningkatan tekanan
intraokular. Kurang lebih 10% pasien yang menemui dokter spesialis mata
menderita glaukoma. Pada populasi di negara Jerman, 8 juta penduduk
memiliki risiko untuk berkembangnya glaukoma, dimana pada 800.000 orang
glaikoma tersebut telah berkembang, dan 80.000 menghadapi kenyataan adanya
risiko untuk menjadi buta apabila glaukoma tidak terdiagnosis dan tidak diobati
pada saat itu. Di Indonesia, glaukoma menjadi penyebab lebih dari 500.000
kasus kebutaan di Indonesia dan kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma
bersifat permanen.3
2.2.3 Klasifikasi
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi 7
A. Glaukoma primer
1. Glukoma sudut terbuka
a. Glaukoma sudut terbuka (glaukoma sudut terbuka kronik,
glaukoma sederhana kronik)
b. Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah)
2. Glaukoma sudut tertutup
a. Akut
b. Sub akut
c. Kronik
d. Iris plateau
B. Glaukoma kongenital 7
1. Glaukoma kongenital primer
2. Glaukoma berkatan dengan kelainan perkembangan mata lain
a. Sindrom pembelahan kamera anterior
b. Anaridia
6
3. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstra
ocular
a. Sindrom Sturge-weber
b. Sindrom Marfan
c. Neurofibromatosis
d. Sindrom Lowe
e. Rubella kongenital
C. Glaukoma sekunder
D. Glaukoma Absolut
Klasifikasi menurut AAO (American Association of Ophtalmology) :
1. Glaukoma sudut terbuka
a. Glaukoma sudut terbuka primer
b. Glaukoma normo tensi
c. Glaukoma juvenile sudut terbuka
d. Glaukoma suspect
e. Glaukoma sekunder sudut terbuka
2. Glaukoma sudut tertutup
a. Glaukoma primer sudut tertutup, relatif blok pupil
b. Acute angle clocure primer
c. Subacute angle cloture
d. Chronic angle closure
e. Secunder angle clozure dengan blok pupil dan tanpa blok pupil
3. Kombinasi
4. Gangguan perkembangan sudut COA (Camera Oculi Anterior)
7
cepat sehingga menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan kekaburan
penglihatan. Glaukoma Akut merupakan kedaruratan okuler sehingga harus
diwaspadai, karena dapat terjadi bilateral dan dapat menyebabkan kebutaan bila
tidak segera ditangani dalam 24 – 48 jam
2.3.2 Epidemiologi
Glaukoma akut terjadi pada 1 dari 1000 orang yang berusia di atas 40
tahun dengan angka kejadian yang bertambah sesuai usia. Perbandingan wanita
dan pria pada penyakit ini adalah 4:1. Pasien dengan glaukoma sudut tertutup
kemungkinan besar rabun dekat karena mata rabun dekat berukuran kecil dan
struktur bilik mata anterior lebih padat.
8
2. Hipermetropi. Pasien hipermetropi mempunyai bilik mata depan yang
dangkal, sudut bilik mata depan yang sempit dan sumbu mata yang
pendek. Pada waktu pupil berdilatasi, iris bagian tepi akan menebal,
sehingga sudut bilik mata depan yang asalnya sudah sempit akan mudah
tertutup.8
3. Glaukoma akut akibat midriatik sudah lama dikenal (mydriatic
glaucoma). Penggunaan tetes mata homatropin, atropine dan skopolamin
dapat mengakibatkan glaukoma akut. Bahkan suntikan atropine untuk
kasus muntah berak atau untuk persiapan pembiusan dapat
mengakibatkan glaukoma akut karena dilatasi pupil. 8
4. Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan glaukoma akut sudut tertutup.
Obat-obatan turunan sulfa seperti acetazolamide, sulfamethoxazole, dan
hydrochlorothiazide. Topıramate, merupakan antiepileptik baru,
belakangan ini juga dilaporkan menyebabkan glaukoma akut sudut
tertutup. Mekanıisme penutupan sudut diperkirakan karena
pembengkakan badan siliar dengan pergeseran diafragma lensa-ıns ke
anterior.8
5. Penyebab lain. Beberapa mekanisme dapat menyebabkan diafragma
lensa-iris terdorong ke depan. Space Occupying Lesion (seperti
pembengkakan yang berhubungan dengan inflamasi badan siliar) dapat
menyebabkan iris menutup jaringan trabekulum. 8
Beberapa hal yang memperberat risiko glaukoma 8
- Tekanan bola mata
- Usia Hipertensi, risiko 6 x lebih sering
- Riwayat glaukoma pada keluarga, nisko 4 x lebih sering
- Tembakau, 4 x lebih sering
- Miopi, risiko 2x lebili sering
- Diabetes mellitus, risiko 2 x lebih sering
9
Glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan intra-okuler yang
disertai pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang. Pada
sebagian besar kasus tidak terdapat penyakit mata lain (glaukoma primer).
Tekanan intra-okuler tersebut ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor
akueus dan tahanan terhadap aliran keluarnya air mata. Mekanisme peningkatan
tekanan intra-okuler pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar humor
akueus akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior (glaukoma sudut
terbuka) atau gangguan akses humor akueus ke sistem drainase (glaukoma
sudut tertutup). Patofisiologi peningkatan tekanan intra-okuler-baik disebabkan
oleh mekanisme sudut terbuka atau sudut tertutup akan berhubungan dengan
bentuk-bentuk glaukoma.8
Efek peningkatan tekanan intra-okuler di dalam mata ditemukan pada
semua bentuk glaukoma, yang manifestasinya ditentukan oleh perjalanan waktu
dan besar peningkatan tekanan intra-okuler. Mekanisme utama pada penurunan
penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difus, yang menyebabkan
penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya
akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran
cekungan optik. Iris dan korpus siliare juga menjadi atrofik, dan prosesus
siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada glaukoma sudut tertutup akut,
tekanan intra-okuler mencapai 60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan
iskemik pada iris yang disertai edema kornea. 8
Pada glaukoma sudut tertutup yang akut terjadi apabila terbentuk iris
bombe yang menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer.8
Hal ini menyumbat aliran humor akueus dan tekanan intra-okuler
meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan kekaburan
penglihatan. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah mengalami
penyempitan anatomik sudut kamera anterior (dijumpai terutama pada
hipermetropi). 8
Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup yang kronik, sejumlah kecil
pasien dengan predisposisi penutupan sudut kamera anterior tidak pernah
10
mengalami episode peningkatan akut tekanan intra-okuler tetapi mengalami
sinekia anterior perifer yang semakin luas disertai peningkatan bertahap
tekanan intra-okuler. Para pasien ini memperlihatkan manifetasi yang
diperlihatkan oleh pasien glaukoma sudut tertutup primer, sering dengan
pengecilan ekstensif lapangan pandang. Kadang-kadang para pasien tersebut
mengalami serangan-serangan penutupan sudut subakut.8
11
2.3.6 Diagnosis Glaukoma Akut
Dalam anamnesis, keluarganya akan menceritakan bahwa sudah sekian
hari penderita tidak bisa bangun, sakit kepala dan terus muntah-muntah, nyeri
dirasakan di dalam dan di sekitar mata. Penglihatannya kabur sekali dan
dilihatnya warna pelangi di sekitar lampu.
Apabila mata diperiksa, ditemukan kelopak mata bengkak, konjungtiva
bulbi yang sangat hiperemik (kongestif), injeksi siliar dan kornea yang suram.
Bilik mata depan dangkal dapat dibuktikan dengan memperhatikan bilik mata
depan dari samping. Pupil tampak melebar, lonjong miring agak vertikal atau
midriasis yang hampir total.
Reflek pupil lambat atau tidak ada. Tajam penglihatan menurun sampai
hitungan jari. Sebenarnya dengan tanda-tanda luar ini ditambah anamnesis yang
teliti sudah cukup untuk membuat suatu diagnosis persangkaan yang baik.
Diagnosis baru dapat ditegakkan kalau tekanan bola mata diukur, lalu
didapatkan tinggi sekali. Apabila tidak ada tonometer Schiotz, terpaksa harus
dipakai cara digital. Mereka yang tidak biasa untuk menafsir tekanan bola mata
dengan jari dan merasa ragu-ragu, dianjurkan untuk membandingkan dengan
mata orang lain atau mata sendiri.
Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksa penunjang, diantaranya,
pemeriksaan tekanan intra okular dengan menggunakan tonometri, melihat
sudut COA, menilai CDR, pemeriksaan lapang pandang, tonografi, serta tes
kamar gelap.
12
- Bilik mata depan tidak terlalu dangkal atau normal
- Tekanan bola mata biasa atau rendah
Konjungtivitis akut :
- Tidak ada nyeri atau mungkin hanya sedikit
- Tidak ada perubahan tajam penglihatan
- Ada secret mata
- Hiperemi konjungtiva berat, tidak ada hiperemi perikorneal
2.3.8 Tatalaksana
13
Penghambat beta andrenergik adalah obat yang paling luas digunakan.
Dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Preparat
yang tersedia antara lain Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol
0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, dan metipranolol 0,3%.
Apraklonidin adalah suatu agonis alfa adrenergik yang baru yang
berfungsi menurunkan produksi humor akueous tanpa efek pada aliran
keluar. epinefrin dan dipiferon juga memiliki efek yang serupa. Inhibitor
karbonat anhidrase sistemik asetazolamid digunakan apabila terapi topikal
tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma akut dimana tekanan
intraokuler sangat tinggi dan perlu segera dikontrol. Obat ini mampu
menekan pembentukan humor akueous sebesar 40-60%.
Fasilitasi aliran keluar humor akueous
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akueous
dengan bekerja pada jalinan trabekuler melalui kontraksi otot siliaris.
Obat pilihan adalah pilokarpin, larutan 0,5-6% yang diteteskan beberapa
kali sehari atau gel 4% yang dioleskan sebelum tidur. Semua obat
parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya
penglihatan, terutama pada pasien dengan katarak, dan spasme
akomodatif yang mungkin mengganggu bagi pasien muda.
Penurunan volume korpus vitreum
Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga
air tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus
vitreum. Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam
pengobatan glaukoma akut sudut tertutup. Gliserin 1ml/kgBB dalam
suatu larutan 50% dingin dicampur dengan sari lemon, adalah obat yang
paling sering digunakan, tetapi pemakaian pada pasien diabetes harus
berhati-hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral atau manitol intravena.
Miotik, Midriatik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi
14
pupil penting dalam penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia
posterior. Apabila penutupan sudut diakibatkan oleh pergeseran lensa ke
anterior, atropine atau siklopentolat bisa digunakan untuk melemaskan
otot siliaris sehingga mengencangkan apparatus zonularis.
Bila tidak dapat diobati dengan obat – obatan, maka dapat dilakukan tindakan
2.2.9 Prognosis
15
BAB III
KESIMPULAN
Glaukoma akut didefenisikan sebagai peningkatan tekanan intraorbita secara
mendadak dan sangat tinggi, akibat hambatan mendadak pada anyaman trabekulum.
Glaukoma akut ini merupakan kedaruratan okuler sehingga harus diwaspadai, karena
dapat terjadi bilateral dan dapat menyebabkan kebutaan tetapi resiko kebutaan dapat
dicegah dengan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat.
16
intra-okuler mencapai 60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskemik pada iris
yang disertai edema kornea.
DAFTAR PUSTAKA
17
7. Whitcher J.H and Eva P.R. 2007. General Ophthalmology : edition 17 th.
Lange : United State
8. Lestari M.U. 2013. Glaukoma Akut (Makalah Ilmiah). Fakultas Kedokteran
Universita Andalas : Sumatera Barat
9. Ilyas, Sidarta. 2004 Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta :Fakultas
KedokteranUniversitas Indonesia
10. Gondowihardjo T, Simanjuntak G. editor. Glaukoma Akut dalam Panduan
Manajemen Klinis Perdami. PP Perdami: Jakarta. 2006
18