Disusun Oleh:
Disetujui oleh :
Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Apoteker
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan,
dan kebijaksanaan sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode
01 Februari – 31 Maret 2020 dengan baik. Laporan ini ditulis berdasarkan teori dan
hasil pengamatan selama melakukan PKPA di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto periode 01 Februari – 31 Maret 2020.
Penyusun menyadari bahwa dalam melaksanakan praktik kerja profesi apoteker
dan penyusunan laporan ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung berupa bimbingan,
arahan dan masukan. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada:
1. dr. Tri Kuncoro,MMR sebagai Direktur RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo yang
telah mengizinkan kami melaksanakan praktik kerja profesi apoteker.
2. Widi Warindra R.S., S.Farm., Apt. Kepala Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo yang telah memberikan waktu, tenaga dan ilmunya yang
berharga untuk memberikan arahan, masukan, saran, dan bimbingan dengan sabar
hingga terselesaikannya laporan praktik kerja profesi apoteker.
3. Sarmoko, S.Farm,Apt., M.Sc selaku dosen pembimbing praktik kerja profesi
apoteker atas waktu, bimbingan dan arahan dalam proses penyusunan laporan.
4. Drs. Budi Raharjo, Apt., Sp.FRS., Dra. Farida Dyah Setiani, Apt., Dewanto,
M.Farm., Apt., Vina Septiana B., M.Sc., Apt., Molina Galuh M.Sc., Apt., Febrian
Pradana S. Farm., Apt., selaku apoteker pembimbing PKPA di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan
arahan, saran, bimbingan, dan masukan yang sangat membangun dalam
ii
pelaksanaan praktik kerja profesi apoteker dan penyusunan laporan praktik kerja
profesi apoteker.
5. Segenap apoteker, asisten apoteker, dan karyawan Instalasi Farmasi RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo yang telah menerima, membantu, dan kerja sama yang
diberikan kepada mahasiswa dalam pelaksanaan praktik kerja profesi apoteker.
6. Bapak dan ibu serta segenap keluarga dan rekan-rekan yang telah memberi
dukungan moral dan material selama praktik kerja profesi apoteker berlangsung.
7. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkansatu per satu yang telah membantu
sehingga praktik kerja profesi apoteker dapat berjalan dengan sukses dan lancar
hingga tersusunnya laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini tidak lepas dari kesalahan
sehingga jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Besar harapan kami,
semoga laporan ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di
bidang kefarmasian dan menjadi bekal untuk pengabdian profesi Apoteker. Terima
kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
BAB III TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROF. DR.
MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO ....................................................... 41
iv
A. Gudang Logistik Sediaan Farmasi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo .. 49
G. Pelayanan Distribusi Obat, PIO dan Konseling di Satelit Farmasi IBS dan
IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto ............................. 98
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Struktur Organisasi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto .... 44
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto .................................................................................................................. 48
Gambar 4.3 Struktur Organisasi Gudang Farmasi RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto .................................................................................................................. 49
Gambar 4.4 Denah Gudang Farmasi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
..................................................................................................................................... 50
Gambar 4. 5 Tata Letak Gudang Farmasi R1 ............................................................. 51
Gambar 4. 6 Tata Letak Gudang Farmasi R2 ............................................................. 51
Gambar 4. 7 Tata Letak Gudang Farmasi R3 ............................................................. 52
Gambar 4. 8 Tata Letak Gudang Farmasi R4 ............................................................. 52
Gambar 4. 9 Tata Letak Gudang Farmasi R5 ............................................................. 53
Gambar 4. 10 Tata Letak Gudang Farmasi R6 ........................................................... 53
Gambar 4. 11 Sistem Pengadaan sediaan farmasi di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo...................................................................................................................... 57
Gambar 4. 12 Skema Alur Pelayanan Gudang............................................................ 59
Gambar 4. 13 Skema Alur Pemeriksaan Barang di Gudang Farmasi RSMS ............. 63
Gambar 4. 14 Alur Penerimaan Barang di Gudang .................................................... 64
Gambar 4. 15 Alur Pembuatan Formularium .............................................................. 70
Gambar 4. 16. Alur Evaluasi Waktu Tunggu Pelayanan Resep ................................. 72
Gambar 4. 17. Alur Evaluasi Tingkat Kepuasan Pelanggan ....................................... 76
Gambar 4. 18. Struktur Organisasi Pelayanan Farmasi Apotek Rawat Inap RSUD.
Prof. Dr. Margono Soekarjo ....................................................................................... 82
Gambar 4. 19. Surat Permintaan Perbekalan Farmasi ke Gudang Logistik ................ 84
Gambar 4. 20. Contoh Penanganan Obat LASA ........................................................ 85
Gambar 4. 21. Contoh sediaan High Alert Medicine .................................................. 85
Gambar 4.22. Contoh Pengelolaan Obat Hampir Kadaluarsa .................................... 85
Gambar 4. 23. .Alur Pelayanan Resep di Satelit Farmasi Rawat Inap ....................... 87
Gambar 4. 24. Layout Apotik Instalasi Rawat Inap .................................................... 87
vi
Gambar 4. 25. Contoh Pemberian Nomor Urut dan Prioritas Pengerjaan Resep ....... 88
Gambar 4. 26. Contoh Etiket UDD ............................................................................. 89
Gambar 4. 27. Layout Apotik Instalasi Maternal dan Perinatal .................................. 90
Gambar 4. 28. Alur Pelayanan Resep di Apotek IMP (Kamar Bersalin ..................... 91
Gambar 4. 29. Alur Pelayanan Resep di Apotek IMP (Ruang Rawat Maternal dan
Neonatal) ..................................................................................................................... 92
Gambar 4. 30. Struktur Organisasi Satelit Farmasi Rawat Jalan ................................ 93
Gambar 4. 31. Alur Pelayanan Obat Rawat Jalan ....................................................... 94
Gambar 4.32. Struktur Organisasi IBS ....................................................................... 98
Gambar 4. 33. Skema pelayanan resep di IBS ............................................................ 99
Gambar 4. 34. Struktur Organisasi IGD.................................................................... 101
Gambar 4. 35. Alur pelayanan pasien dengan kondisi gawat darurat ....................... 102
Gambar 4. 36. Alur pelayanan pasien dengan kondisi gawat tetapi tidak darurat .... 102
Gambar 4. 37. Alur pelayanan pasien Hemodialisa .................................................. 103
Gambar 4.38. .Alur pelayanan pasien Operatio Kamer (OK) IGD ........................... 104
Gambar 4. 39. Alur pelayanan pasien yang diperbolehkan pulang........................... 104
Gambar 4. 40. Alur Pelayanan di Satelit Farmasi ICU/HCU/ICCU ........................ 108
Gambar 4. 41. Alur Pelayanan di Satelit Farmasi Kemoterapi ................................. 110
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
10
11
seorang calon apoteker tentang pelayanan farmasi rumah sakit secara lengkap serta
memperoleh pengetahuan tentang peran apoteker dalam situasi antara lain mampu
memahami konsep pharmaceutical care dan mampu berkomunikasi secara efektif
dengan pasien atau tenaga kesehatan lain. Selain itu, sebagai calon apoteker juga harus
terlatih tentang pekerjaan kefarmasian dan mempelajari teorinya sebelum mengabdi
langsung kepada masyarakat. Dalam melatih skill tersebut memerlukan banyak praktik
dan latihan seperti kegiatan PKPA di rumah sakit. Terbiasa berpraktik dan terjun ke
lapangan langsung serta melihat kondisi-kondisi masalah yang ada akan membuat
calon apoteker lebih terlatih dan siap menghadapi beragam masalah kefarmasian yang
terkadang berbeda dengan teori. Oleh karena itu, melalui Praktik Kerja
ProfesiApoteker (PKPA), diharapkan calon apoteker dapat belajar secara langsung
tentang praktik kefarmasian dirumah sakit dan mampu mempraktikkannya serta
membandingkannya dengan teori yang selama ini diterima dibangku kuliah. PKPA di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo (RSMS) Purwokerto yang dilaksanakan pada 1
Oktober – 30 November 2019 ini merupakan suatu sarana untuk belajar sebagai bekal
bagi calon apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian dirumah sakit serta
menghadapi berbagai masalah pelayanan kesehatan di dunia kerja yang nyata.
B. Tujuan PKPA di Rumah Sakit
1. Mendidik dan melatih mahasiswa calon Apoteker agar lebih kompeten di
dunia kerja.
2. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktis mahasiswa calon
Apoteker dalam menjalankan profesinya dengan penuh amanah di bidang
Rumah Sakit.
3. Menjalin kerjasama dan komunikasi dengan Rumah Sakit dalam bidang
pendidikan dan pelatihan.
C. Manfaat Praktik Kerja Profesi Apoteker
1. Calon apoteker dapat mengetahui dan memahami peran, fungsi, dan
tanggung jawab apoteker mengenai pekerjaan kefarmasian di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
2. Dapat mempraktikkan kegiatan farmasi klinik dan penerapannya dalam
12
13
14
habis pakai.
n. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai.
dan Bahan Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung
jawab Instalasi Farmasi, sehingga tidak ada pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang dilaksanakan selain
oleh Instalasi Farmasi sehingga Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal :
a. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan;
b. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
c. Penjaminan mutu;
d. Pengendalian harga;
e. Pemantauan terapi Obat;
f. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan (keselamatan pasien);
g. Kemudahan akses data yang akurat;
h. Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan
i. Peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan pegawai.
Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016, meliputi:
a) Pemilihan
Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini
berdasarkan:
1) Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
2) Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
telah ditetapkan
3) Pola penyakit
4) Efektifitas dan keamanan
5) Pengobatan berbasis bukti
6) Mutu
7) Harga
8) Ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium
Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf
medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh
18
b) Perencanaan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya
kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan
untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman
perencanaan harus mempertimbangkan (Menkes RI 2016) :
a) Anggaran yang tersedia. Penetapan prioritas.
b) Sisa persediaan.
c) Data pemakaian periode yang lain sebelumnya Waktu tunggu pemesanan
d) Rencana pengembangan
Perencanaan dapat dibuat berdasarkan beberapa metode, yaitu konsumsi,
epidemiologi, serta kombinasi antara metode konsumsi dan epidemiologi
(Menkes RI 2008).
1) Metode Konsumsi
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data
konsumsi obat periode sebelumnya. Perhitungan kebutuhan obat dengan metode
konsumsi perlu memperhatikan hal-hal berikut:
a. Pengumpulan dan pengolahan
b. Data Analisa data untuk informasi Evaluasi
Perhitungan perkiraan kebutuhan obat
c. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode
konsumsi adalah sebagai berikut :
a) Daftar obat
b) Stok awal
c) Penerimaan
20
d) Pengeluaran
e) Sisa stok
f) Obat hilang/rusak, kadaluarsa
g) Kekosongan obat
h) Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun
i) Waktu tunggu
j) Stok pengaman/safetystock
k) Perkembangan pola kunjungan
Metode konsumsi merupakan pengumpulan dan pengolahan data,
analisa data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan
perbekalan farmasi, dan penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi
dengan alokasi dana. Rumus metode konsumsi yang telah disederhanakan:
Keterangan : CT = (CA x T) + SS – Sisa Stock
CT = jumlah konsumsi per periode waktu.
CA = rata-rata penggunaan per bulan (satuan/bulan).
T = lama periode kebutuhan (bulan atau tahun).
SS = safety stock.
2) Metode Epidemiologi
Metode ini dapat juga disebut dengan metode morbiditas. Metode ini dalam
perhitungannya menggunakan data pola penyakit. Metode epidemiologi didasarkan
pada jumlah kunjungan, frekuensi penyakit, serta standar pengobatan. Langkah-
langkah yang dilakukan dalam metode ini yaitu menghitung jumlah pasien yang akan
dilayani, menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit, serta
menghitung kebutuhan obat berdasarkan standar pengobatan yang disesuaikan dengan
jumlah pasien yang akan dilayani. Adapun data yang diperlukan dalam menggunakan
metode ini adalah:
a) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur dan penyakit.
b) Menyiapkan data populasi penduduk.
yang dapat dilakukan agar perencanaan dapat sesuai dengan tujuan, antara lain :
a) EOQ (Economic Order Quantity)
Merupakan metode analisa yang dilakukan dengan jumlah pemesanan
barang yang paling ekonomis dengan memperhitungkan biaya pemesanan, harga
barang per unit dan jumlah yang dibutuhkan serta biaya penyimpanan.
b) EOI (Economic Order Interval)
Merupakan metode analisa yang dilakukan pada interval-interval waktu
tertentu yang dianggap paling ekonomis.
c) ROP (Re-Order Point)
Metode analisa yang berdasarkan titik pemasaran kembali, melihat pada
safety stock dan lead time.
d) Sistem ABC (Pareto)
Merupakan metode analisa yang didasarkan atas nilai ekonomis barang
dimana barang-barang persediaan dikategorikan dalam golongan A, B, dan C.
Golongan A menghabiskan 75% biaya dengan jumlah 20% dari total persediaan,
golongan B menghabiskan 10% biaya dengan jumlah 30%, dan golongan C hanya
5% biaya dengan jumlah 50%.
e) Metode VEN (Vital, Esensial dan Non Esensial)
Merupakan metode analisa yang digunakan pada anggaran terbatas karena dapat
membantu memperkecil penyimpangan pada proses pengadaan perbekalan farmasi
dengan menetapkan prioritas di muka. Klasifikasi barang persediaan menjadi
golongan VEN ditentukan oleh faktor makro (misalnya peraturan pemerintah atau data
epidemiologi wilayah) dan faktor mikro (misalnya jenis pelayanan kesehatan yang
tersedia di rumah sakit yang bersangkutan). Kategori obat-obat sistem VEN yaitu:
a. V (Vital), merupakan obat-obat yang termasuk dalam potensial life saving drug,
mempunyai efek samping withdrawl secara signifikan (pemberian harus secara
teratur dan penghentiannya tidak tiba- tiba) atau sangat penting dalam penyediaan
pelayanan kesehatan dasar.
b. E (Esensial), merupakan obat-obat yang efektif untuk mengurangi kesakitan,
namun demikian sangat signifikan untuk bermacam- macam penyakit tetapi tidak
23
vital secara absolut (penting tetapi tidak vital), untuk penyediaan sistem kesehatan
dasar.
c. NE (Non Esensial), merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit minor
atau penyakit tertentu yang efikasinya masih diragukan, termasuk terhitung
mempunyai biaya tinggi untuk memperoleh keuntungan terapetik
d. PUT (Prioritas, Utama, Tambahan)
dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang
dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
2. Persyaratan pemasok.
berikut:
1) Pengadaan secara elektronik atau e-procurement adalah pengadaan
barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi
dan transaksi elektronik. E- procurement terbagi menjadi e-purchasing dan
e-tendering.
2) e-purchasing merupakan tata cara pembelian barang/jasa melalui e-
catalogue. e-catalogue merupakan daftar obat yang tersedia secara online di
website Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari
berbagai penyedia barang/jasa pemerintah.
3) e-tendering adalah tatacara pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan
secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang
terdaftar dalam sistem pengadaan secara elektronik dengan cara
menyampaikan 1 kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan. Hal
ini dilakukan jika barang yang diinginkan belum tercantum di e-catalogue.
4) Pelelangan umum Merupakan metode pemilihan penyedia barang/jasa yang
dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang memenuhi syarat.
Pelelangan untuk paket pengadaan barang/jasa ini bernilai paling tinggi Rp
100.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Jenis pengadaan ini dilakukan untuk
pembelian obat non e-catalogue dengan jumlah biaya pembelian > Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
5) Pelelangan sederhana merupakan metode pemilihan penyedia barang/jasa
lainnya untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah). Jenis pengadaan ini dilakukan untuk pembelian obat
non e- catalogue dengan jumlah biaya pembelian > Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
6) Pengadaan langsung merupakan pengadaan barang/jasa, tanpa melalui
pelelangan /seleksi/ penunjukkan langsung yang bernilai paling tinggi Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Jenis pengadaan ini dilakukan untuk
pembelian obat non e-catalogue dengan jumlah biaya pembelian < Rp
27
penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain adalah :
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label
yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal
kadaluwarsa dan peringatan khusus;
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting;
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi
dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang
dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati;
dan
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa oleh
pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya
yang menyebabkan kontaminasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara benar dan
diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:
1) Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda
khusus bahan berbahaya
2) Narkotika dan psikotropika
3) High alert
Sistem penyimpanan di gudang dapat dibedakan berdasarkan:
a) Bentuk Sediaan dan Jenisnya
b) Penyimpanan perbekalan farmasi berdasarkan jenis sediaannya meliputi:
a. Obat narkotika di simpan dilemari terpisah, tertutup, rangkap dua
dan terkunci
b. Obat psikotropika di simpan dilemari terpisah, tertutup, dan terkunci
c. Obat generik
d. Obat HIV
29
e. Obat paten
b.) Suhu dan Kestabilannya
Suhu penyimpanan perbekalan farmasi meliputi :
1. Suhu dingin (2°–8°C): penyimpanan dapat menggunakan
“Pharmaceutical Refrigerator” untuk menjaga kestabilan suhu
penyimpanan obat yang diingikan. Contoh obat-obat yang disimpan pada
suhu ini adalah insulin, Erithropoetin, Ketoprofen sup.
2. Suhu ruang terkontrol (15°- 25°C): penyimpanan bisa diruangan
penyimpanan yang diberikan AC dan dilengkapi dengan termometer
ruangan untuk memantau suhu sesuai yang diinginkan contoh obat-
obatan yang disimpan pada suhu ini adalah injeksi ranitidin,ondansetron,
furosemid, salep,tetes mata, sirup, sitostatika dan obat-obat oral.
c) Sediaan yang Tidak Tahan Terhadap Cahaya.
Penyimpanan obat yang tidak tahan cahaya dilakukan di dalam
kemasan tertutup dan gelap.
d) Kelembaban
Lembab udara mempunyai pengaruh yang cukup berarti bagi sediaan
farmasi dalam bentuk padat terutama yang bersifat higroskopis dan tidak
stabil dengan adanya air, sehingga dapat ditambahkan silika untuk
mengurangi kelembaban pada tempat penyimpanan sediaan farmasi yang
bersifat higroskopis.
Metode penyimpanan sediaan farmasi disamping menggunakan sistem
penyusunan secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out
(FEFO) dan First In First Out (FIFO) juga harus memperhatikan penyusunan
obat-obat LASA (Look Alike Sound Alike), obat-obat yang memiliki
penampilan dan penamaan yang mirip tidak ditempatkan berdekatan dan harus
diberi penandaan khusus seperti stiker bertuliskan “LASA” untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengambilan Obat. Sedangkan untuk penyimpanan
sediaan farmasi yang perlu diwaspadai penggunaannya harus diberi diberi label
“HIGH ALERT” dan disimpan ditempat terpisah dari sediaan farmasi lain.
30
BAB III
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROF. DR.
MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
41
42
di bidang kesehatan
3) Mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui
peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan
4) Mengembangkan sarana dan prasarana yang unggul, tepat dan aman
5) Mengembangkan sistem manajemen yang handal, transparan,
akuntabel, efektif dan efisien.
d. Motto
“Melayani Dengan Sepenuh Hati”
e. Tujuan RSMS
1) Tujuan Umum
a. Terwujudnya derajat kesehatan pasien rumah sakit secara
optimal, sehingga memuaskan semua pihak.
b. Terwujudnya dokter dan tenaga profesi kesehatan lainnya yang
siap pakai dan mampu bersaing di tingkat global.
2) Tujuan Khusus
a. Terwujudnya kesehatan paripurna yang lengkap dan terjangkau.
b. Terselenggaranya pelayanan kesehatan spesifalistik yang
bermutu internasional.
c. Terlaksananya pelayanan kesehatan secara tepat waktu dan tepat
sasaran dan penuh rasa empati.
d. Terlaksananya pendidikan dokter dan tenaga profesi kesehatan
lainnya sesuai dengan standar pelayanan dan etika profesi bertaraf
internasional.
e. Terwujudnya kesejahteraan dan kepuasan semua pihak.
C. Struktur Organisasi RSUD Prof. Dr.Margono Soekarjo
Sistem kepengurusan organisasi yang terdapat pada RSUD Prof. Dr.Margono
Soekarjo Purwokerto serta tata kerjanya dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Jawa Tengah melalui Peraturan Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 4 tahun
1997. Kepemimpinan tertinggi dipegang oleh seorang direktur yang dibantu oleh tiga
orang wakil, yaitu wakil direktur pelayanan, wakil direktur penunjang dan pendidikan
43
dan wakil direktur keuangan. Struktur organisasi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 3.1 Struktur Organisasi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
44
45
48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
PJ LOGISTIK
FARMASI
TRANSPORTER
(4 orang)
Gambar 4.3 Struktur Organisasi Gudang Farmasi RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
49
50
Pintu Utama
Gambar 4.4 Denah Gudang Farmasi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Keterangan:
- Kulkas untuk menyimpan sediaan yang penyimpanannya pada suhu dingin
2-8o C
- R1 : Ruang suhu 15-25oC untuk penyimpanan sediaan injeksi, dan
sebagian obat luar
- R2 : Ruang suhu 15-25oC untuk menyimpan sediaan sitostatika
- R3 : Ruang dengan suhu sejuk penyimpanan sediaan infus
- R4 : Ruang suhu 15-25oC untuk penyimpanan obat oral dan injeksi
- R5 : Ruang penyimpanan obat-obatan semi padat pada suhu 15-25oC
- R6 : (lantai 2) Ruang penyimpanan alkes
- R7 : Ruang penyimpanan B3 (Bahan Berbahaya & Beracun)
51
Pintu
Gambar 4. 7 Tata Letak Gudang Farmasi R3
Pintu
Gambar 4. 11 Sistem Pengadaan sediaan farmasi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
1 ABIYASA
2 RAWAT JALAN
3 RAWAT INAP
4 ICU
5 ICCU
6 IGD
7 IBS
8 HCU
9 KEMOTERAPI
10 IMP
Tabel 4.2 Pengelolaan Penyimpanan Sediaan Farmasi di Gudang RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo
Pelaksanaan Penyimpanan di
Standar Penataan Obat Gudang Farmasi RSUD Prof.
(SK Menkes No. Dr. Margono Soekarjo
1197/Menkes/SK/X/2004) Purwokerto
Ya Tidak
Metode FIFO √
Metode FEFO √
Penggolongan berdasarkan abjad √
Penggolongan berdasarkan jenis dan
√
macam sediaan
Penggolongan berdasarkan kelas terapi √
Beberapa kendala yang dapat terjadi pada saat pemeriksaan barang datang
yaitu:
a) Jumlah dan bentuk sediaan yang tidak sesuai dengan Surat Permintaan.
64
b) Distributor tidak membawa faktur melainkan Surat Jalan kurang teliti karena
barang datang dalam satu waktu dengan jumlah yang banyak.
c) Barang datang diluar jam kerja, serta administrasi salah.
Pada saat penerimaan barang terdapat tiga komponen penting yaitu barang,
faktur, dan SP. Barang terdiri dari kualitas (spesifikasi barang, expired date,
kesesuaian fisik item) dan kuantitas (jumlah, harga dan diskon). Proses penerimaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dari
distributor harus menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu waktu
penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi
fisik yang baik.
Pemusnahan sediaan farmasi di RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo tidak
dilakukan secara langsung dirumah sakit, tetapi dilakukan dengan bantuan pihak
ke-3 yang sudah ditunjuk atau memenangkan tender sebagai penyedia jasa
pemusnahan. Berikut adalah tahapan pemusnahan menurut Standar Prosedur
Operasional RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo yaitu:
a. Semua data sediaan farmasi yang ED atau rusak dari semua satelit farmasi di
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo dikumpulkan ke gudang dan dikeluarkan
dalam sistem inventori (penyimpanan) gudang farmasi RSUD Prof. DR.
Margono Soekarjo, dan akan masuk dalam data kerugian Rumah Sakit.
Perbekalan farmasi yang kadaluwarsa atau rusak dari gudang farmasi, dalam
suatu wadah khusus dan diberi label kadaluwarsa/rusak.
b. Sediaan farmasi yang akan dimusnahkan dikumpulkan dan di data setiap 6
bulan sekali untuk dilakukan pelaporan dan perencanaan pemusnahan.
65
Dinas Kesehatan Provinsi dan atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan
Makanan setempat mengirimkan petugas sebagai saksi
Pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan
pemusnahan
Melaksanakan pemusnahan bila sudah ada disposisi dari direktur setelah
ada koordinasi dengan BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah) Pemprov Jateng dan Dinas Kesehatan Provinsi dan atau Balai
Besar/ Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, dengan cara dibakar
atau dilarutkan, kemudian limbah dibuang dengan pengolahan atau dengan
cara lain yang sesuai pihak ke-3, dengan disaksikan oleh kepala Instalasi
Farmasi, Penanggung Jawab Logistik Farmasi, Instasi Penyehatan
Lingkungan, Bagian Logistik Farmasi, Instasi Penyehatan Lingkungan,
Bagian Rumah Tangga Rumah Sakit, dan saksi lain yang ditunjuk.
Membuat berita acara pemusnahan rangkap 3 (tiga) yang memuat:
1) Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan
2) Tempat pemusnahan
3) Nama penanggung jawab farmasi/kepala instalasi farmasi
4) Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi
lainbadan/sarana tersebut
5) Nama dan jumlah narkotika, psikotropika dan perkursor
farmasi yang dimusnahkan
6) Cara pemusnahan
7) Tanda tangan petugas dan saksi yang ditunjuk.
8) Menandatangi berita acara pemusnahan
9) Melaporkan kepada direktur hasil pemusnahan sediaan farmasi
dan tembusannya disampaikan kepada Direktur Jendral dan
Kepala Badan/Kepala Balai menggunakan formulir yang
berlaku.
Sediaan farmasi dan alkes tercatat near ED jika masih belum digunakan
pada masa mendekati 6 bulan dari waktu kadarluarsa. Obat/alat kesehatan dikatakan
mengalami stok macet atau stok mati (dead stock) apabila dalam waktu 3 bulan obat
tersebut tidak mengalami transaksi atau tidak pernah digunakan. Pengelolaan
67
sediaan farmasi yang rusak/hampir kadaluwarsa pada RSUD Prof. DR. Margono
Soekarjo melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1) Memisahkan dan mencatat sediaan farmasi yang rusak untuk kemudian
dikembalikan ke gudang farmasi pada formulir yang telah disediakan
2) Memisahkan dan memberi tanda sediaan farmasi yang hampir kadaluwarsa
(minimal 6 bulan sebelum tanggal kadaluwarsa) untuk digunakan terlebih
dahulu
3) Mencatat sediaan yang hampir kadaluwarsa dalam formulir yang telah
disediakan dan melaporkan ke gudang farmasi
4) Memberitahukan ke dokter, sediaan farmasi yang hampir kadaluwarsa
untuk bisa segera dimanfaatkan
5) Penanggung jawab logistik memberitahukan pihak distributor bahwa ada
sediaan farmasi yang hampir kadaluwarsa dan meminta jadwal tanggal
penukaran apabila dokter tidak mau menggunakan
6) Menukar sediaan farmasi yang hampir kadaluwarsa ke pihak distributor,
7) Mengumpulkan sediaan farmasi yang rusak / hampir kadaluwarsa diruang
khusus untuk selanjutnya dilaksanakan pemusnahan
8) Membuat laporan kepada kepala instalasi farmasi catatan sediaan farmasi
yang sudah kadaluwarsa/rusak untuk diteruskan ke direktur
9) Melaksanakan tindak lanjut apabila ada dasposisi dari direktur.
B. Formularium RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 72
tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit TFT (Tim
Farmasi dan Terapi) merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi
kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan penggunaan Obat di
Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari Dokter yang mewakili semua
spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta tenaga
kesehatan lainnya apabila diperlukan. Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai
oleh seorang Dokter atau seorang Apoteker, apabila diketuai oleh Dokter maka
sekretarisnya adalah Apoteker, namun apabila diketuai oleh Apoteker, maka
sekretarisnya adalah Dokter. Tim Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat
secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk Rumah Sakit besar
68
rapat diadakan sekali dalam satu bulan dimana rapat dapat mengundang pakar
dari dalam maupun dari luar Rumah Sakit yang dapat memberikan masukan
bagi pengelolaan Tim Farmasi dan Terapi, memiliki pengetahuan khusus,
keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi Komite/Tim
Farmasi dan Terapi.
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan.
Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini
berdasarkan:
1) Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
2) Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang telah ditetapkan
3) Pola penyakit
4) Efektifitas dan keamanan
5) Pengobatan berbasis bukti
6) Mutu
7) Harga
8) Ketersediaan di pasaran
1. Alur Pelayanan
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium
Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf
medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh
Pimpinan Rumah Sakit. Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit
dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari
penggunaan Obat agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu
mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional. Tahapan
proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
a) Membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik
Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik
b) Mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi
c) Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi, jika
diperlukan dapat meminta masukan dari pakar
69
2. Prosedur Pembuatan
Membuat kolom yang terdiri dari Diagnosis, Kelas terapi, Sub kelas
terapi/golongan, Nama obat, Bentuk dan kekuatan sediaan, Dosis, Keterangan
Non ≤ 30
Racikan 67,40 74,44 47,13 74,11 36,2 41,16 49,48 menit
73
Tabel 4.5. Evaluasi tahap proses pelayanan baik resep racikan maupun non racikan di satelit
farmasi rawat jalan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa waktu tunggu yang lama baik
obat rackan maupun non racikan yaitu pada tahap entry, dispensing, dan cek
akhir. Pada resep racikan proses dispensing lebih lama dikarenakan perlu
dilakukannya pencampuran obat, pembuatan sediaan farmasi (seperti kapsul,
puyer) pengemasan obat. Pada obat non-racikan memerlukan waktu yang hampir
sama dengan obat racikan hal ini dapat terjadi karena beberapa hal, seperti resep
yang sangat banyak hingga menumpuk serta SDM yang terbatas.
Resep non racikan harapannya mampu mencapai standar pelayanan
minimum yang telah ditetapkan yaitu 30 menit, namun terdapat beberapa
kendala pada saat pelayanan resep, diantaranya adalah :
Pada saat tahap entry, meliputi:
a. Penerimaan resep, resep terlalu lama menumpuk karena terdapat pembatas
ruang antara ruang penerimaan resep dengan ruang entri sehingga tidak
segera dientrioleh staf farmasi.
b. Keterbatasan sumber daya manusia pada tahap entri sehingga resep banyak
yang tertumpuk.
c. Data administrasi pasien yang tidak lengkap, jumlah obat tidak sesuai,
ketidaktersediaan perbekalan farmasi atau obat sehingga menghambat
proses entri.
Pada saat tahap dispensing, meliputi:
a. Keterbatasan sumber daya manusia pada tahap dispensing sehingga resep
banyak yang tertumpuk.
b. Ketika proses dispensing dilakukan tidak sesuai nomor urut antrian,
75
sehingga nomor antrian awal terkadang tertumpuk oleh obat lain yang
antriannya lebih lama.
c. Penataan ruang atau layout terkadang menghambat proses dispensing
dikarenakan peletakkan berjauhan.
Pada saat tahap cek akhir yaitu keterbatasan sumber daya manusia pada tahap
cek akhir sehingga resep banyak yang tertumpuk.
Solusi atas kendala-kendala yang dihadapi pada pelayanan di satelit
farmasi rawat jalan yaitu sebagai berikut:
Solusi pada saat tahap entri, meliputi :
- Penambahan tenaga Apoteker untuk mengisi bagian dari beberapa proses
pelayanan kefarmasian, dengan pemberdayaan SDM dari unit lain seperti
misalnya Apoteker Farmasi Klinis pada jampelayanan yang padat. Menurut
Permenkes 72 tahun 2016, petugas yang bekerja di rawat jalan, terdapat 4
(empat) Apoteker yang dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) Tenaga
Teknis Kefarmasian. Jumlah tersebut sebenarnya sudah terpenuhi untuk di
Satelit farmasi Rawat Jalan. Akan tetapi, jumlah tersebut harus disesuaikan
juga dengan jumlah resep yang masuk setiap harinya.
- Penambahan sumber daya manusia (SDM) yaitu Tenaga Teknis
Kefarmasian. pada tahap entri untuk mempercepat proses entri serta
dilakukan perubahan tata letak ruangan untuk meningkatkan mobilitas.
- Menyarankan kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya dalam penulisan
resep sebaiknya menggunakan E-Prescribing, sehingga proses entri bisa
lebih cepat.
- Melakukan pengecekan stok fisik dan pengadaan untuk memastikan obat
selalu tersedia dan jumlahnya sesuai dengan stok di sistem.
Solusi pada saat dispensing, meliputi :
Penambahan Tenaga Teknis Kefarmasian pada proses dispensing, dapat
dilakukan dengan pemberdayaan SDM dari unit lain, misalnya pada unit
dengan beban kerja ringan, ketika resep pada unit tersebut sudah terlayani
semua, maka bisa membantu untuk proses dispensing di Satelit Farmasi
rawat Jalan.
Mengupayakan proses dispensing berdasarkan nomor urut antrian resep
76
sehingga nomor resep urutan awal tetap mendapatkan obat lebih awal.
Memperbaiki tata ruang atau layout sehingga proses dispensing lebih cepat
karena tempat yang berdekatan.
Solusi pada saat cek akhir yaitu dapat dilakukan dengan pemberdayaan SDM
dari unit lain, misalnya pada unit dengan beban kerja ringan, ketika resep pada
unit tersebut sudah terlayani semua, maka bisa membantu untuk proses
dispensing di Satelit Farmasi rawat Jalan.
2. Evaluasi Tingkat Kepuasan Pelanggan di Satelit Pelayanan RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo
Pengambilan data dengan cara membagikan kuesioner kepada responden (pasien) rawat
jalan dan rawat inap RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO,
waktu pengambilan data tanggal 18,19,20,21,22 dan 24 Februari 2020.
Data yang terkumpul kemudian diolah dan dibuat hasil dalam bentuk persentase.
Setelah data hasil di dapat lalu di buat pembahasan dengan membandingkan hasil
kepuasan pasien yang ada di RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO dengan standar kepmenkes no 129 tahun 2008.
Tabel 4. 6. Pengolahan Data Responden selama 6 hari perlakuan di Satelit Rawat Jalan RSUD
Prof. DR. Margono Soekarjo
Σ Skor Item
% Kepuasan = x 100%
Σ Skor
9360
% SS = 37197 x 100% = 25,16%
25698
%S = 37197 x 100% = 69,09%
2090
% TS = 37197 x 100% = 5,62 %
49
% STS = 37197 x 100% = 0,13 %
Tabel 4. 7. Hasil Tingkat Kepuasan Pelanggan di Satelit Rawat Jalan RSUD Prof. DR. Margono
Soekarjo
Tabel 4. 8. Pengolahan Data Responden selama 6 hari perlakuan di Satelit Rawat Inap RSMS
Σ Skor Item
% Kepuasan = x 100%
Σ Skor
88
% SS = x 100% =15,44 %
570
438
%S = x 100% = 76,84%
570
44
% TS = x 100% = 7,72%
570
0
% STS = x 100% = 0.00%
570
Total tingkat kepuasan = % Sangat Puas + % Puas
= 15,44 % + 76,84 %
= 92.28 %
Total tingkat ketidakpuas = % Sangat tidak puas + % tidak puas
= 0,00 % + 7,72 %
= 7,72 %
Hasil evaluasi menunjukkan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
kefarmasian di satelit rawat inap sebesar 92,28% dan ketidakpuasan 7,72 % dari
total jumlah 19 responden. Hasil yang didapatkan sesuai dengan persentase standar
79
minimal pelayanan rumah sakit yaitu ≥90% (KEPMENKES No. 129 Tahun 2008).
Hal ini menunjukkan bahwa kinerja tenaga kefarmasian di satelit farmasi rawat inap
baik dan perlu dipertahankan.
D. Pelayanan Farmasi Klinik
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian resep yang dilakukan untuk menganalisa adanya masalah
terkait obat, pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, farmasetik
dan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang
pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.
Kegiatan yang dilakukan meliputi :
a. Penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya.
b. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien.
3. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan
untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan
Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu
Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien
yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Tahap proses rekonsiliasi
Obat yaitu:
a. Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan
digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat
mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi
pasien serta efek samping Obat yang pernah terjadi. Data riwayat
penggunaan Obat didapatkan dari pasien dan semua Obat yang
80
digunakan oleh pasien baik Resep maupun Obat bebas termasuk herbal
harus dilakukan proses rekonsiliasi.
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah,
sedang dan akan digunakan. Discrepancy adalah suatu istilah bilamana
diantara data-data tersebut ditemukan ketidakcocokan/perbedaan.
Ketidakcocokan terjadi ketika ada obat yang hilang, berbeda,
ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan
pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja
oleh dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja dimana
dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep.
c. Konfirmasi
Jika ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang
dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
- Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak
disengaja;
- Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau
pengganti.
- Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya
rekonsilliasi Obat.
d. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien
atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker
bertanggung jawab terhadap informasi Obat yang diberikan.
4. Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat yang bertujuan untuk menyediakan informasi
obat kepada pasien dan tenaga Kesehatan di Lingkungan Rumah Sakit dan
Pihak di luar RumahSakit. Hal ini berupa leaflet dan poster pada Kawasan
RSMS.
5. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk
81
Gambar 4. 18. Struktur Organisasi Pelayanan Farmasi Apotek Rawat Inap RSUD. Prof. Dr.
Margono Soekarjo
3) Penerimaan
Penerimaan obat yang dimaksud adalah re-stok sediaan farmasi
dari gudang atau adanya mutasi dari satelit farmasi lainnya, atau
adanya pengembalian atau retur obat dari pasien. Pada proses
penerimaan disertai dengan bukti serah terima atau dokumen yang
bersangkutan baik dari gudang logistik atau returan obat dari pasien.
4) Penyimpanan
Pada satelit farmasi rawat inap terdapat 2 gudang penyimpanan
yang berada di lantai 1 dan 2. Pada gudang penyimpanan lantai 1
digunakan untuk menyimpan sediaan injeksi, buffer obat-obat HAM
(High Alert Medicine), narkotika, sediaan dengan pengaturan suhu
tertentu dan lain-lain sedangkan gudang penyimpaan lantai 2
digunakan untuk penyimpanan sediaan tablet/sirup dan alat
kesehatan.Kategori penyimpanan sediaan farmasi di gudang
penyimpanan menggunakan sistem FEFO (First Expire First Out)
sedangkan pada rak sediaan farmasi dan alkes pada proses dispensing
disusun berdasarkan kelompokkan obat fast moving, obat paten, obat
generik, narkotika, HAM, alat kesehatan dll. Selain itu, penanda
dengan “NEAR ED” yang artinya durasi ED obat dalam jangka waktu
85
KETERANGAN : :
: Resep masuk
A : Skrining Resep
B : Entry Resep dan Pembuatan Etiket
C.1 : Lemari Sediaan Fast Moving
C.2 : Lemari Sediaan Tablet, Injeksi, Syrup danSalep/Krim
C.3 : Lemari Sediaan Tablet
C.4 : Lemari Sediaan HIGH ALERT
C.5 : Lemari Sediaan TABLET
C.6 : Lemari Sediaan Alkes
C.7 : Lemari Sediaan Infus
D : Meja Dispensing dan Pengemasan
E.1 : Meja Checking 1
E.2 : Meja Checking 2
F : Meja Final Packaging
Resep masuk
Resep datang diantar oleh perawat dengan menyerahkan kartu
obat kepada Apoteker maupun Tenaga Teknis Kefarmasian,
kemudian dipisahkan berdasarkan urutan nomor antrian dan
didahulukan untuk resep Cito. Pengorderan obat dapat juga
dilakukan oleh perawat dari ruang perawatan untuk diberikan ke
apotek rawat inap menggunakan electronic prescribing yang disebut
LO (List Order).
Pemberian nomor urut
Pemberian nomor urut atau antrian didasarkan urutan orderan
dan urgensi dari resep, untuk resep Cito Ditunggu atau Cito dikirim
atau List Order didahulukan dari resep Non Cito.
Gambar 4. 25. Contoh Pemberian Nomor Urut dan Prioritas Pengerjaan Resep
Skrining resep
Skrining dilakukan oleh beberapa apoteker dan dibantu
Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) supaya meminimalisir atau
mengurangi kesalahan dalam peresepan. Proses skrining resep
89
Dispensing
Resep yang lolos entry kemudian dilakukan dispensing obat,
untuk mempermudah dan membedakan resep Non-Cito dengan Cito
pada proses dispensing maka dibedakan berdasarkan warna
keranjang (Merah = Cito dan Warna lainnya = Non-Cito).
Packaging
Obat-obat UDD dikemas ke dalam kemasan yang memiliki
warna yang berbeda, warna kuning untuk pemakaian pada pagi hari,
warna biru untuk pemakaian siang, warna hijau untuk pemakaian
sore, dan warna bening untuk pemakaian malam dan untuk obat-
obatan high alert menggunakan kemasan berwarna merah. Hal ini
bertujuan untuk memudah kan perawat dalam memberikan obat
kepada pasien serta meminimalisir kesalahan pemberian obat.
Sistem distribusi ODD tidak memiliki pembedaan kemasan, semua
kemasan menggunakan kemasan berwarna bening. Semua obat yang
sudah selesai dikemas kemudian dilakukan pengecekan oleh petugas
90
farmasi.
Checking (double check)
Setelah obat dan alkes lengkap maka diserahkan ke bagian
pengecekan akhir untuk dilakukan pengecekan ulang (double
checking). Tujuannya adalah meminimalkan kesalahan pemberian
obat dan alat kesehatan. Double checking meliputi: benar identitsas
pasien dan resep yang didapat, benar obat, benar dosis, benar bentuk
sediaan benar rute pemberian, dan benar waktu pemberian.
Pengecekan akhir dilakukan oleh petugas farmasi, jika sudah
dipastikan benar dilanjutkan ke tahap distribusi yang disertai
pengemasan akhir.
Distribusi
Sebelum dilakukan distribusi, obat dan alkes dimasukkan
kedalam kantong plastik yang disertai pemberian identitas meliputi
nama pasien dan kamar perawatan. Pendistribusian dikelompokan
berdasarkan kamar perawatan untuk mempermudah transpoter
dalam menyalurkan obat. Prioritas pendistribusian dengan
penandaan sesuai nomor urut.
c. Kegiatan Pelayanan Resep Di Instalasi Maternal Perinatal (IMP)
Instalasi Maternal Perinatal (IMP) meruakan salah satu
pelayanan darurat yang ada di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
yang berfokus pada pelayanan kesehatan ibu dan anak dalam proses
persalinan. Berikut layout ruangan dan tata letak sediaan farmasi dan
alkes di Instalasi Maternal Perinatal (IMP) :
Keterangan:
: Pintu Masuk
A : Lemari ATK
B : Lemari Sediaan INFUS
C.1 : Lemari Sediaan INFUS DASAR
C.2 : Lemari Sediaan ALKES
D : Lemari Sediaan HIGH ALERT
E.1 : Lemari Sediaan TABLET GENERIK
E.2 : Lemari Sediaan TABLET PATEN
E.3 : Lemari Sediaan INJEKSI GENERIK
E.4 : Lemari Sediaan ALKES
F : Meja Komputer
G : Lemari Es
H : Meja Dispensing, Peracikan Obat, dan Pengemasan
4. Pelayanan Resep IMP :
1) Untuk pasien di kamar bersalin:
Gambar 4. 29. Alur Pelayanan Resep di Apotek IMP (Ruang Rawat Maternal dan Neonatal)
93
KEPALA INSTALASI
FARMASI
ADMINISTRASI
PJ PELAYANAN
FARMASI RAWAT
JALAN
KOOR. SATELIT KOOR. SATELIT KOOR. SATELIT KOOR. SATELIT KOOR. SATELIT
FARMASI FARMASI FARMASI FARMASI BEDAH FARMASI
RAWAT JALAN RAWAT JALAN BEDAH SENTRAL GAWAT
RSMS ABIYASA SENTRAL RSMS ABIYASA DARURAT
biasanya obat suntik tersebut akan segera dipakai dan untuk fast track
yaitu obat untuk lansia yang usianya lebih dari 70 tahun maka mendapat
prioritas karena kondisinya tidak memungkinkan untuk menunggu obat
terlalu lama. Disini ada 2 macam penyerahan obat yaitu dari loket satelit
rawat jalan langsung dan bisa juga melalui transporter halodoc, disini
transporter halodoc untuk obat hantaran dengan syarat obatnya bukan
merupakan narkotik, psikotropik maupun precursor serta alamat
lengkap, ada nomor telfon dan radius 15 km. Layanan obat hantaran ini
prosedurnya obat di kirimkan melalui go-send akan dikirimkan
langsung kerumah pasien tersebut. Obat yang diserahkan langsung dari
loket, akan di panggil berdasarkan antrian, lalu pasien datang ke loket
dengan menyebutkan nama dan alamatnya untuk menhindari kesalahan
dalam penyerahan obat pada nama atau alamat yang sama. Pemberian
obat disertai dengan pemberian informasi seputar obat dan jika
diperlukan dilakukan konseling. Konseling dilakukan biasanya ketika
pasien merasa belum paham tentang obatnya terutama cara pakai obat,
jika pasien menghendaki untuk diberikan konseling maka pasien akan
dikonseling diruangan konseling yang disediakan.
f. Sistem Distribusi Obat
Sistem distribusi obat pada unit rawat jalan RSMS yaitu
menggunakan sistem resep perorangan (Individual Prescribing). Sistem
individual prescribing merupakan metode yang cocok digunakan untuk
pelayanan resep rawat jalan dimana metode ini memiliki keuntungan
yaitu pasien langsung dapat berinteraksi dengan apoteker saat
penyerahan obat, memudahkan cara pembayaran obat, memungkinkan
farmasis memeriksa langsung semua peresepan obat, mudah dalam
mengontrol persediaan obatnya, namun kekurangannya yaitu pada
waktu, adanya keterlambatan pada proses penyiapan obat sampai ke
pasien.
Pemesanan obat secara langsung ke bagian gudang pusat RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo tiap minggunya sebanyak 3 kali pemesanan
menggunakan surat pesanan, kemudian barang yang diterima dicek
98
KEPALA IFRS
ADMINISTRASI
PJ PELAYANAN FARMASI
RAWAT JALAN (1 orang)
Jadwal operasi
Skrining Dispensing
keluar
Checking dan
Returning Use
Entrying
Keterangan :
1) Jadwal Operasi, keluar minimal 1 hari sebelum operasi dilakukan sehingga
petugas dapat mulai menyiapkan obat dan alkes untuk operasi.
2) Skrining merupakan dilakukannya pemeriksaan terhadap identitas pasien
beserta diagnosa dan tindakan operasi dan juga penggunaan dosis anastesi
untuk anak-anak.
3) Dispensing (anastesi dan bedah) merupakan penyiapan obat dan alkes
berdasarkan paket kebutuhan operasi pada masing-masing OK berupa
tindakan untuk anastesi dan pembedahan sesuai kasus.
100
4) Use merupakan penggunaan obat dan alkes untuk OK diambil oleh petugas
pembedahan seperti dokter anestesi, perawat anastesi atau perawat bedah.
Apabila terdapat penambahan obat ataupun alkes selama operasi
berlangsung, maka petugas dapat mengambil di SF IBS.
5) Checking dan Entrying merupakan pengecekan dan pencatatan baik obat
anastesi yang digunakan selama operasi oleh perawat anastesi dan juga
alkes bedah yang digunakan selama operasi dicatat oleh perawat bedah di
Kartu Obat yang berwarna hijau. Setelah itu dilakukan entry data ke SIM
RSMS mengenai penggunaan obat oleh petugas farmasi.
6) Returning merupakan proses pengembalian apabila terdapat obat dan alkes
yang di-return ke tempat penyimpanan di SF IBS.
4. Alur Distribusi di Satelit Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS)
Satelit Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS) di RSUD Prof. dr. Margono
Soekarjo merupakan bagian dari Sub Satelit Farmasi Rawat Inap. Gedung IBS
terdiri dari 2 lantai yaitu lantai 2 dan lantai 3. Pada lantai 2 terdapat. ruang
operasi atau disebut Operatie Kamer (OK) yang terdiri dari OK 1 dan 2 untuk
bedah orthopedi; OK 3 dan 4 untuk bedah umum dan onkologi; OK 5 dan 6
untuk bedah mata; OK 7 dan 8 untuk bedah obgyn. Sedangkan pada lantai 3
terdapat OK 9 dan 10 untuk bedah urologi; OK 11 dan 12 untuk bedah
orthopedi; OK 13 dan 14 untuk THT bedah mulut dan plastik; OK 15 dan 16
untuk bedah syaraf. Pelayanan operasi yang dilakukan di IBS bersifat selektif
dan terjadwal, dimana jadwal operasi sudah ada minimal 1 hari sebelum
dilakukan tindakan operasi dan dapat diambil dari admin IBS. Pada operasi
yang bersifat emergency atau dadakan dilakukan di IGD.
Sebagian besar obat yang tersedia di satelit farmasi IBS adalah obat
anastesi dan obat – obat life saving. Tujuan dari pelayanan resep bedah sentral
adalah agar sediaan farmasi yang diberikan kepada pasien yang dioperasi
dikamar bedah tepat pasien, tepat jumlah dan dosis obat, tepat waktu, serta
sesuai dengan standar. Pengelolaan obat di Satelit Farmasi IBS disediakan oleh
Gudang Sentral Farmasi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo yang akan
mengirim obat tersebut ke gudang satelit Farmasi IBS lantai 3 sesuai dengan
permintaan. Kemudian obat didistribusikan ke sub satelit farmasi IBS lantai 2
101
dan 3. Distribusi obat dari gudang sentral farmasi ke satelit farmasi IBS
dilakukan pada hari Rabu dan Sabtu.
Perencanaan pengadaan sediaan farmasi di satelit farmasi IBS didasarkan
pada pola dan jumlah pemakaiannya di IBS. Permintaan stok barang ditujukan
ke gudang pusat RSMS dengan surat pemesanan (SP) elektronik. Permintaan
stok barang ke gudang pusat RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dilakukan
setiap hari Rabu dan Sabtu. Namun jika ada permintaan cito, pengadaan
langsung dilakukan. Sistem distribusi obat dan alkes yang digunakan pada
Satelit Farmasi IBS adalah sistem paket dimana sistem paket tersebut
digunakan untuk satu kali tindakan dan selesai operasi, paket dikembalikan ke
satelit farmasi IBS.
5. Struktur Organisasi IGD
KEPALA IFRS
ADMINISTRASI
PJ PELAYANAN FARMASI
RAWAT JALAN (1 orang)
pasien lalu akan menentukan apakah pasien diperbolehkan pulang atau harus
rawat inap. Jika pasien diperbolehkan pulang, dokter akan memberikan resep
kepada pasien atau keluarga pasien yang kemudian akan diambil ke SF IGD.
Petugas /Apoteker
Petugas SF IGD
IGD memeriksa Kartu obat
menyerahkan kartu
kembali kartu diserahkan kepada
obat ke petugas
obat dan petugas/Apoteker SF
transporter atau
memasukkan data di IGD
admisintrasi
SIM
Alur pelayanan pasien dengan kondisi gawat tetapi tidak darurat kurang
lebih sama dengan pasien gawat darurat. Langkah yang membedakan yaitu
perawat membawa kartu obat ke SF IGD, lalu kemudian petugas farmasi
memeriksa kelengkapan resep (nama pasien, alamat pasien, nomor rekam
medik, nama dan paraf dokter penulis resep). Selanjutnya petugas akan
mengambil dan menyerahkan obat dan/atau alkes kepada perawat. Obat yang
diserahkan di entry ke SIM. Untuk pasien yang akan dipindahkan ke rawat
inap, maka resep pasien diserahkan kepada petugas transporter, sedangkan
untuk pasien pulang resep diserahkan pada bagian administrasi IGD.
Gambar 4. 36. Alur pelayanan pasien dengan kondisi gawat tetapi tidak darurat
103
Petugas HD
Mengirim Entry obat
menerima dan
set HD ke dan/atau
memeriksa
ruang HD alkes
kembali
Untuk pasien yang diperbolehkan pulang, kartu obat dibawa oleh pasien
atau petugas IGD untuk diberikan ke petugas farmasi untuk di diperiksa
kelengkapannya. Selanjutnya petugas farmasi akan mengentri resep dan
konfirmasi harga. Jika pasien setuju, petugas akan menulis harga obat diresep
dan pasien akan melakukan pembayaran dikasir. Setelah itu petugas akan
menyiapkan obat sesuai resep dan cetak etiket. Selanjutnya obat akan
diperiksakembali lalu diserahkan kepada pasien dan dilakukan konseling jika
diperlukan.
Penyerahan obat
Pemeriksaan
Dispensing dan konseling ke
kembali
pasien
Pasien datang
Dokter meresepkan
Apoteker
Ya Tidak
jaga?
Dispensing
A. Kesimpulan
111
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2014, Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Margono Soekarjo (RSMS
No.445/23608/VI/2014, Purwokerto
Dirjen Binfar, 214, Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Nomor
HK.02.03/III/1346/2014 tentang Pedoman Penerapan Formularium
Nasional. Dirjen. Binfar dan Alkes, Jakarta.
KARS, 2017, Standar Akreditasi Rumah Sakit tahun 2017, Kerjasama Direktorat
JenderalBinaUpayaKesehatan,KementrianKesehatanRepublikIndonesia
dengan Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS),Jakarta.
Menkes RI, 2006, Peraturan Menteri Kesehatan No. 1045 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Menkes RI, 2008a, Peraturan Menteri Kesehatan No. 129 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Menkes RI, 2008b, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1121
Tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
untuk Pelayanan Kesehatan Dasar, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Menkes RI, 2010, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat
Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
[Menkes RI], 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012
Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Menkes RI, 2014a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Menkes RI, 2014b. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.63
Tahun2014TentangPengadaanObatBerdasarkanKatalogElektronik(E-
Catalogue), Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
112
Menkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan
RepublikIndonesia, Jakarta
Presiden RI, 2009, Undang-Undang Nomor 44 tentang Rumah Sakit, Presiden
Republik Indonesia, Jakarta.
Presiden RI, 2012, Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Presiden Republik
Indonesia, Jakarta
WHO, 2003, Introduction to Drug Utilization Research, Oslo, Norwegia.
113
LAMPIRAN
114
Lampiran 1 Lembar Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Laboratorium Rutin /
Laboratorium Rutin
Urdahex 2 x 1 250 mg √ √ √ √ √
RUTE ORAL
Curcuma 3x1 √ √ √ √ √
D5 % - √ √ √ √ √
D.
I.V.F.
BB : Berat Badan; TB : Tinggi Badan; RPM : Riwayat Penyakit saat MRS; RPD : Riwayat Penyakit Dahulu
115
Lampiran 2 Asuhan Kefarmasian
14 - Nyeri ulu - Diagnosis DPJP Tidak ada DRP - Monitoring nilai bilirubin
Feb hati dan Cholesistitis Hepatitis direk, indirek dan total
2020 perut - Terapi sesuai - Monitoring efektivitas
menjalar instruksi DPJP terapi antibiotik setelah 4
hingga – 7 hari pemakaian
punggung - Bilirubin direk 4,48 melalui nilai leukosit,
- BAK seperi mg/dL suhu tubuh dan inflamasi
teh - Bilirubin indirek 1,93 (Gomi et al., 2018)
- Mata mg/dL
Kuning - Bilirubin total 6,41
mg/dL
116
- Bilirubin indirek 1,93
mg/dL
- Bilirubin total 6,41
mg/dL
Pasien Tn Tumirah dengan usia 46 tahun datang ke RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo rujukan dari Puskesmas Rawalo dengan keluhan nyeri di ulu hati dan perut
menjalar hingga punggung serta mata kuning pada tanggal 13 Februari 2020. Pasien
kemudian masuk ke bangsal Mawar dengan No 8.6. Pasien tidak memiliki riwayat
alergi, merokok dan minum kopi. DPJP mendiagnosis pasien Cholesistitis Hepatitis
dan memberi terapi Inj Cefotaxim, Inj Ranitidin, Inj Ketorolac, Inj SNMC,
Urdahex, Curcuma, D5% dan Aminofusin Hepar.
a. Inj Cefotaxim
Pada kasus ini pasien termasuk cholesistitis grade 2 karena memiliki
salah satu dari kriteria yang harus dipenuhi yaitu :
- Leukositosis
- Massa teraba di abdomen kuadran atas
- Keluhan berlangsung lebih dari 72 jam
117
- Inflamasi lokal yang jelas (peritonis biler, abses perikolesistikus, abses
hepar, kolesistitis gangrenosa, kolesistitis emfisematosa) (Firmansayh,
2015)
118
tatalaksana cholesistitis grade 2. Antibiotik sefalosporin generasi 3 dapat
membunuh bakteri gram negatif yang merupakan penyebab cholesistitis (Gomi et
al., 2018).
b. Inj Ranitidin
Ranitidin termasuk golongan H2RA yang bekerja dengan menghambat
senyawa histamin 2 yang dapat melepaskan zat asam lambung. Namun, pada pasien
ini ranitidin bekerja secara offlabel untuk terapi profilaksis stress ulcer pasien yang
masuk ke Rumah Sakit. Dosis pemberian ranitidin untuk profilaksis stress ulcer
yaitu 50 mg/ml/hari untuk sediaan injeksi, pasien mendapatkan ranitidin 1 ampul/12
jam atau 50mg/ml/hari (Medscape, 2020)
c. Inj Ketorolac
Ketorolac termasuk golongan NSAID yang bekerja dengan menghambat
sintesis prostaglandin yang merupakan mediator yang berperan dalam inflamasi,
nyeri, demam dan sebagai penghilang rasa nyeri perifer (MIMS, 2020). Obat ini
hanya untuk penggunaan jangka pendek (tidak lebih dari 5 hari) karena dapat
merusak ginjal dan menyebabkan pendarahan. Dosis penggunan ketorolac pada
pasien sudah benar yaitu 1 ampul/8 jam (Medscape, 2020). Penggunaan ketorolac
pada tanggal 17 Februari direkomendasikan untuk dihentikan dan menggantinya
dengan paracetamol 3 x 1 tab (500mg/tab) karena sudah digunakan selama 5 hari
dan nyeri yang dirasakan pasien sudah membaik (Medscape, 2020).
d. Inj SNMC
Inj SNMC digunakan untuk memperbaiki fungsi hati yang abnormal.
Abnormal fungsi hati ditandai dengan meningkatnya nilai bilirubin direk (4,48
mg/dL), indirek (1,93 mg/dL), total (6,41 mg/dL) dan data subjektif yaitu mata
kuning pada pasien (Shiha et al, 2009). SNMC merupakan suplemen yang berisi
Glycyrrhizin (JP) 40 mg, amino acetic acid 400 mg, L-cycteine HCl 20 mg. Dosis
harian inj SNCM yaitu 40-60 ml melalui iv digunakan satu kali sehari (MIMS,
2020).
e. Urdahex
Urdahex (Ursodeoxycholic Acid) yang mampu menurunkan nilai bilirubin
serum dan kolesterol yang merupakan faktor pembentuk batu empedu serta
memperbaiki gambaran histologi hepar (Tazuma et al, 2017). Dosis Urdahex 8-
119
12 mg/kg/BB, sehingga dengan berat badan perkiraan pasien sebesar 55 kg maka
pasien direkomendasikan 400-660 mg. Oleh karena itu, penggunaan Urdahex 2 x
250 mg sejak tanggal 13 Februari sudah tepat penggunaannya (MIMS, 2020).
f. Curcuma
Curcuma dapat berfungsi sebagai hepatoprotektor dengan melindungi sel-
sel hati dari zat toksik. Curcuma dapat menurunkan nilai SGOT dan SGPT yang
merupakan indikator kerusakan hati. Dosis penggunaan curcuma sirup yaitu 3 x 1
sendok takar (15 ml) untuk orang dewasa (MIMS, 2020)
g. Aminofusin Hepar
Aminofusin hepar digunakan sebagai nutrisi parenteral esensial pada pasien
dengan hepatitis. Aminofusin hepar mengandung asam amino 50 gr, karbohidrat
dan elektrolit. Amiofusin hepar untuk pasien gangguan hati digunakan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi yang kurang pada pasien (Saraf, 2008).
120
Lampiran 3 SK Pembentukan Instalasi di lingkungan RSUD Prof Dr
Margono Soekarjo Purwokerto
121
122
123
Lampiran 4 Contoh Lembar Kuisioner
124
125