Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSU OLEH :
INAWANNA
P17010
A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka
sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka
organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Smeltzer,
2015)
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang femur (mansjoer,
2017). Sedangkan menurut sjamsuhidajat & jong (2018) fraktur femur adalah fraktur pada
tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung.
Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur
femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan
jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat disimpulkan bahwa fraktur
femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan kontinuitas tulang femur
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung disertai
dengan adanya kerusakan jaringan lunak.
A. TANDA GEJALA
Nyeri
Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atau kerusakan
jaringan sekitarnya.Bengkak Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang
terlokalisir pada daerah fraktur danvekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
Memar
Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.Spasme otot Merupakan
kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.
Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot, paralisis
dapat terjadi karena kerusakan saraf.
Mobilisasi abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya tidak
terjadi pergerakan.
Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.
Deformitas
Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan
otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan menyebabkan tulang
kehilangan bentuk normalnya.
B. PATOFISIOLOGI
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu
tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment. (Brunner & Suddarth, 2015)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau
organ jauh pada trauma multipel.
Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel,
atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan transfusi darah jika
ada kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan.
D. THERAPI
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi serta usia. Berikut
adalah tindakan pertolongan awal pada penderita fraktur :
a. Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi karena benturan,
terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat pasien mengalami fraktur.
b. Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan bersihkan perdarahan
dengan cara dibebat atau diperban.
c. Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini tidak boleh dilakukan
secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli dengan cara operasi oleh ahli bedah
untuk mengembalikan tulang pada posisi semula.
d. Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan dari kedua posisi
tulang yang patah untuk menyangga agar posisi tetap stabil.
e. Berikan analgetik untuk mengaurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan. Beri perawatan
pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post operasi.
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula
(reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang
(imobilisasi). (Sjamsuhidajat & Jong, 2010)
Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai
perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh
meresap dilakukan : pembersihan luka, exici, hecting situasi, antibiotik.
Ada bebearapa prinsipnya yaitu :
a. Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang membahayakan jiwa airway,
breathing, circulation.
b. Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang memerlukan
penanganan segera yang meliputi pembidaian, menghentikan perdarahan dengan
perban tekan, menghentikan perdarahan besar dengan klem.
c. Pemberian antibiotika.
d. Debridement dan irigasi sempurna.
e. Stabilisasi.
f. Penutup luka.
g. Rehabilitasi.
h. Life saving
Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai penderita dengan
kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang serius. Hal ini perlu
ditekankan mengingat bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang
cukup kuat yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi berakibat multi organ.
Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway, breath and circulation.
i. Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat.
j. Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang tersebut terancam untuk
terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang tebuka
luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah waktu
tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patuah tulang
terbuka harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir
penanganan patah tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas
penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan prioritas ke 6. Sasaran akhir
di maksud adalah mencegah sepsis, penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
k. Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi tergantung dimana
patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan hany
saja sebagai pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas untuk
kuman gram positif maupun negatif.
l. Debridemen dan irigasi
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah terbuka baik
berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati. Irigasi untuk mengurangi
kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah
banyak baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan.
m. Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi fragmen tulang, cara
stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah tulang terbukanya dan fasilitas yang
ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara
primer. Untuk derajat
3 dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera
dilakukan langkah awal dari rahabilitasi penderita.
Seluruh Fraktur
Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis.
OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara reduksi
terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external fixation=OREF) sehingga
diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah
memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa
penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian
antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah
lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga
ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan
tulang secara sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota
gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan
hambatan lain dalam melakukan gerakan). ORIF adalah suatu bentuk pembedahan
dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi
ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya
digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers.
Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang
harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik
gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang
berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan
sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda
gangguan neurovaskuler.
B. Asuhan Keperawatan
FOKUS PENGKAJIAN
Primery survey
a. Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya
sumbatan atau obstruksi,
b. Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas
teratur, tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung,dan
suara napas vesikuler,
c. Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan
darah dibawah normal bila terjadi syok, pucat oleh karena
perdarahan, sianosis, kaji jumlah perdarahan dan lokasi, capillary
refill >2 detik apabila ada perdarahan.
d. Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor
apabila adanya diskontinuitas saraf yang berdampak pada medulla
spinalis.
e. Exposure/Environment: fraktur tertutup di femur sinistra, luka
laserasi pada wajah dan tangan, clavicula.
Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam
masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua,
alamat, umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama
dan suku bangsa.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien kesadaran comosmentis. Klien mengeluh nyeri pada bagian
paha dan Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus dan
menetap. Nyeri berkurang saat di berikan posisi yang nyaman dan
di beri obat.
c. Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti batuk
dll, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-obatan yang
pernah digunakan, apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi
apa yang pernah diderita.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya kelainan tulang dari generasi terdahulu.
1. Pre operasi
a. Pengkajian Pre Operasi
o Pengkajian yang dilakukan pada pola persepsi kesehatan dan
pemeliharaan kesehatan adalah kebiasaan olahraga pada pasien,
kemudian tentang diit, Hal lain yang perlu dikaji adalah mengenai
riwayat kesehatan klien tentang close fracture femur sinistra dll.
o Pengkajian mengenai pola nutrisi metabolik pada klien adalah
mengenai berat badan klien apakah mengalami obesitas atau tidak.
Selain itu juga perlu dikaji apakah klien mengalami hipotensi apa
tidak.
o Pengkajian pola aktivitas dan latihan pada klien mengenai
kurangnya aktivitas dan kurangnya olahraga pada klien.
o Pengkajian pola persepsi kognitif yang perlu dikaji adalah keluhan
yg di alami pasien
o Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah apakah klien mengalami
gangguan pola tidur karena close fracture femur sinistra
o Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap nyeri. Koping yang
digunakan dan alternatif pemecahan masalah
b. Diagnosa keperawatan
- Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
- Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan.
c. Intervensi keperawatan
- Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
o Tujuan : Nyeri berkurang
o Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang, klien
tampak rileks dan mampu istirahat dengan tepat
o Tindakan :
a. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri
dan merupakan
indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan
selanjutnya
b. Ajarkan teknik nafas dalam
Rasional : napas dalam dapat menghirup O2 secara
adequate sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga
dapat mengurangi rasa nyeri.
c. Berikan posisi nyaman pada pasien
Rasional : Dengan posisi nyaman dapat menghilangkan
tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi
telentang
d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
Rasional : sebagai profilaksis untuk dapat
menghilangkan rasa nyeri.
- Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan
Tujuan yang diharapkan adalah setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x30 menit klien mampu mengontrol rasa
takut dan mempunyai mekanisme koping yang positif dengan
kriteria hasil sebagai berikut:
klien mampu mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan
tehnik untuk mengontrol rasa takut, secara verbal klien mengatakan
lebih tenang, ekspresi klien tenang dan rileks, TTV dalam batas
normal, dengan TD: 110-120/70-80mmHg, N: 60-100x/menit, RR:
16-22x/menit. Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan:
kaji tingkat kecemasan pasien, lakukan pemeriksaan TTV, ajarkan
klien teknik relaksasi, jelaskan prosedur dan tindakan pembedahan
dengan jelas dan singkat.
e. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan mulai dilakukan penulis pada jam 08.00
WIB, memeriksa TTV, respon subjektif klien menanyakan berapa lama
operasi akan berlangsung dan respon objektif TD: 120/80mmHg, N:
84x/menit, RR: 20x/menit. Mengkaji tingkat kecemasan pasien, respon
subjektif klien mengatakan cemas dengan tindakan operasi yang akan
di jalaninya, respon objektif klien melihat-lihat sekitar ruang operasi,
tangan klien saling menggenggam erat. Jam 08.20 WIB mengajarkan
klien untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam, respon
subjektif klien mengatakan paham dengan teknik relaksasi nafas
dalam, respon objektif klien kooperatif mempraktekkan relaksasi nafas
dalam, ekspresi klien lebih tenang dan rileks. Jam 08.35 WIB
menjelaskan prosedur dan tindakan pembedahan dengan jelas dan
singkat, respon subjektif klien mengatakan lebih tenang dan siap
menghadapi operasi, respon objektif klien tenang.
f.Evaluasi keperawatan
Evaluasi pada jam 09.00 WIB dengan data sebagai berikut:
data subjektif klien mengatakan cemas berkurang setelah
melakukan teknik nafas dalam, klien mengatakan lebih tenang dan
siap menghadapi operasi.
Data objektif klien kooperatif dan mampu melakukan teknik nafas
dalam dengan baik, klien tenang dengan TTV TD: 120/80mmHg, N:
84x/menit, RR: 20x/menit. Masalah keperawatan ansietas teratasi
sebagian yaitu secara verbal klien mengatakan terjadi penurunan
tingkat kecemasan, untuk planningnya intervensi dihentikan.
2. Intra operasi
a. Diagnosa keperawatan
1. Resiko perdarahan berhubungan dengan prosedur invasif dan insisi
pembedahan
2. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan akibat
pembedahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan barier pertahanan
tubuh sekunder terhadap tindakan operasi.
b. Intervensi keperawatan
1. Resiko perdarahan berhubungan dengan prosedur invasif dan insisi
pembedahan
Kriteria hasil: Tidak terjadi pendarahan, vital sign normal
Rencana tindakan:
a. Monitor perdarahan pada daerah yang di lakukan insisi
Rasional: Mengetahui jumlah perdarahan
b. Monitor vital sign
Rasional: Vital sign untuk mengetahui perkembangan status pasien
c. Kolaborasi pemberian obat antifibrinolitik (Asam Traneksamat)
Rasional: kolaborasi obat dapat digunakan untuk membantu
mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan
d. Pasang transfusi bila perlu
Rasional: Transfusi merupakan terapi pengganti kehilangan darah
5. Post operasi
a. Pengkajian Pre Operasi
o Pengkajian yang dilakukan pada pola persepsi kesehatan dan
pemeliharaan kesehatan adalah kebiasaan olahraga pada pasien,
kemudian tentang diit, Hal lain yang perlu dikaji adalah mengenai
riwayat kesehatan klien tentang close fracture femur sinistra dll.
o Pengkajian mengenai pola nutrisi metabolik pada klien adalah
mengenai berat badan klien apakah mengalami obesitas atau tidak.
Selain itu juga perlu dikaji apakah klien mengalami hipotensi apa
tidak.
o Pengkajian pola aktivitas dan latihan pada klien mengenai
kurangnya aktivitas dan kurangnya olahraga pada klien.
o Pengkajian pola persepsi kognitif yang perlu dikaji adalah keluhan
yg di alami pasien
o Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah apakah klien mengalami
gangguan pola tidur karena close fracture femur sinistra
o Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap nyeri. Koping yang
digunakan dan alternatif pemecahan masalah
b. Diagnosa keperawatan
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan sirkulasi dan
penurunan sensasi akibat insisi pembedahan.
c. Intervensi keperawatan
Kontrol Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
a. kriteria hasil : control resiko : proses infeksi
b. Rencana tindakan:
- Pertahankan teknik isolasi yang sesuai
Rasional: untuk meminimalkan penularan
- Batasi jumlah pengunjung
Rasional: untuk meminimalkan microba bakteri masuk
- Ajarka pasien mengenai cuci tangan
Rasional: untuk meminimalkan perkembangan bakteri
- Pakai sarung tangan steril ketika akan melakukan perawatan luka
Rasional: untuk meminimalkan penularan bakteri
- Lakukan perawatan luka
Rasional: untuk menjaga kesterilan area insisi
Tujuan yang diharapkan adalah setelah dilakukan asuhan
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dilakukan pada
jam 13.00 WIB, dari hasil implementasi diperoleh
data subyektif: klien mengatakan bersedia untuk istirahat.
Data obyektif: pada bekas insisi bedah tidak keluar darah atau
cairan yang merembes, balutan kering, S: 36⁰C, ekspresi klien
tenang dan rileks dengan posisi semi fowler. Masalah kerusakan
integritas kulit teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan dengan
memberikan intervensi: ukur TTV dan lakukan perawatan luka
setiap hari dengan teknik aseptik.