Refarat Compartment Syndrome
Refarat Compartment Syndrome
“COMPARTMENT SYNDROME ”
Pembimbing :
Oleh:
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan refarat ini guna
memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu Bedah di Rumah
Sakit Umum Deli Serdang, Lubuk Pakam dengan judul “Compartment Syndrome”.
Refarat ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teori-teori yang
diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Bedah di RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam dan mengaplikasikannya untuk kepentingan klinis kepada pasien. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada dr. Rico Alexander, M.Kes, Sp.OT yang telah
membimbing penulis dalam refarat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa refarat ini masih memiliki kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari semua pihak yang membaca
refarat ini. Harapan penulis semoga refarat ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang membacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
ii
2
2
3
2.2.1 Definisi.............................................................................................3
2.2.2 Epidemiologi....................................................................................4
2.2.3 Klasifikasi.........................................................................................4
2.2.4 Etiologi.............................................................................................4
2.2.5 Patofisiologi......................................................................................6
2.2.6 Gejala Klinis.....................................................................................7
2.2.7 Diagnosis..........................................................................................8
2.2.8 Diagnosis Banding.........................................................................10
2.2.9 Penatalaksanaan..............................................................................10
2.2.10 Komplikasi...................................................................................15
2.2.11 Prognosis......................................................................................15
16
17
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
a. Lengan atas:
1. Kompartemen volar, berisi otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan,
nervus ulnar dan nervus median.
2. Kompartemen dorsal, berisi otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan,
nervus interosseous posterior.
b. Lengan bawah:
1. Kompartemen volar, berisi otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan,
nervus ulnar dan nervus median.
2. Kompartemen dorsal, berisi otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan,
nervus interosseous posterior.
3. Mobile wad, berisi otot ekstensor carpi radialis longus, otot ekstensor carpi
radialis brevis, otot brachioradialis.
c. Wrist joint:
1. Kompartemen I, berisi otot abduktor pollicis longus dan otot ekstensor pollicis
brevis.
2. Kompartemen II, berisi otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor carpi
radialis longus.
3. Kompartemen III, berisi otot ekstensor pollicis longus.
3
1. Kompartemen anterior, berisi otot tibialis anterior dan ekstensor ibu jari kaki,
nervus peroneal profunda.
2. Kompartemen lateral, berisi otot peroneus longus dan brevis, nervus peroneal
superfisial.
3. Kompartemen posterior superfisial, berisi otot gastrocnemius dan soleus, nervus
sural.
4. Kompartemen posterior profunda, berisi otot tibialis posterior dan flexor ibu jari kaki,
nervus tibia.
2.2.1 Definisi
4
2.2.2 Epidemiologi
Di Amerika, ekstremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak dipelajari
untuk sindroma kompartemen. Dianggap sebagai yang kedua paling sering untuk trauma
sekitar 2-12%. Dari penelitian McQueen (2000), sindroma kompartemen lebih sering
didiagnosa pada pria daripada wanita, tapi hal ini memiliki bias, dimana pria lebih sering
mengalami luka trauma. McQueen memeriksa 164 pasien yang didiagnosis sindroma
kompartemen, 69% berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia. Menurut
Qvarfordt, sekelompok pasien dengan nyeri kaki, 14% pasien dengan sindroma kompartemen
anterior. Sindroma kompartemen ditemukan 1-9% fraktur pada kaki.3,4
2.2.3 Klasifikasi
2.2.4 Etiologi
Ada banyak penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang
kemudian menyebabkan sindroma kompartemen, akan tetapi ada tiga mekanisme yang
seringkali mendasari terjadinya sindroma kompartemen yaitu adanya peningkatan akumulasi
cairan dalam ruang kompartemen, menyempitnya ruang kompartemen dan tekanan dari luar
yang menghambat pengembangan volume kompartemen.3
Merupakan mekanisme yang paling sering menyebabkan sindroma kompartemen. Hal ini
dapat disebabkan oleh hal – hal dibawah ini :
Jahitan tertutup pada fascia, seringkali terjadi pada atlit marathon yang memiliki
otot hernia serta kerusakan fascia. Hernia biasanya bilateral dan berkembang pada
sepertiga tungkai bawah pada kompartemen anterior dan lateral. Selama ini
seringkali dilakukan jahitan ketat pada hernia otot yang mengalami kerusakan
fascia. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengurangan volume kompartemen dan
meningkatkan tekanan intra kompartemen sehingga menimbulkan sindroma
kompartemen akut. Oleh karena itu terapi utama pada pelari dengan nyeri pada
tungkai dan hernia otot adalah fascial release bukan fascial closure.
Luka bakar derajat tiga, luka bakar ini mengurangai ukuran kompartemen dan
menimbulkan jaringan parut pada kulit, jaringan subkutan dan fascia menjadi satu.
Hal ini membutuhkan dekompresi escharotomy segera.3
2.2.5 Patofisiologi
1. Pain
Dikarenakan peregangan yang berlebihan ataupun karena desakan pada saraf perifer.
2. Pallor
3. Pulselesness
Denyut nadi yang makin lemah bahkan menghilang. Oleh karena adanya desakan dari
tamponade yang terbentuk sehingga fungsi distribusi pembuluh darah menjadi
terganggu.
4. Parestesia
Rasa kesemutan ataupun baal yang terjadi akibat dari terganggu nya saraf perifer oleh
desakan yang ada.
5. Paralisis
Pada sindrom kompartemen akan timbul beberapa gejala khas, antara lain
Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutma saat olahraga. Biasanya setelah berlari atau
beraktivitas kuarang lebih 20 menit
Nyeri bersifat sementara dan akan mereda setelah istirahat.
Terjadi kelemahan atau atrofi otot
2.2.7 Diagnosis
Anamnesis
9
o Riwayat trauma
Perlu ditanyakan riwayat trauma, terutama pada daerah daerah tertentu yang
beresiko tinggi untuk sindrom kompartemen seperti tibia dan antebrachii. Laly
ditanyakan penanganan bila memang terdapat trauma, apa di–imobilisasi
dengan segera,apa dibalut terlalu kencang.
o Nyeri
o Parestesi
Pemeriksaan fisik
o Inspeksi
o Palpasi
Apa terdapat nyeri tekan, nyeri raba. Coba diraba apa masih dapat teraba
denyut nadi. Coba periksa sensorik bilamana dicurigai ada sindroma
kompartemen.
Pemeriksaan penunjang
o Foto rontgent
Beberapa hal yang dapat dijadikan diagnosis banding untuk sindrom kompartemen,
antara lain :6
Cellulitis
Coelenterate and jellyfish envenomation
DVT dan thrombophlebitis
Gas gangrene
Necrotizing fasciitis
Cedera vascular perifer
Rhabdomyolisis
2.2.9 Penatalaksanaan
o Pada kasus penurunan unuran kompartemen, lepas gips dan pembalut kontriksi
o Koreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah bila diperlukan
Operatif
Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu insisi tunggal dan ganda. Insisi
ganda pada tungkai bawah sering digunakan karena lebih aman dan efektif, sedangkan
insisi tunggal memerlukan diseksi yang lebih luas dan juga resiko untuk kerusakan
arteri dan vena lebih besar.7,8
Gambaran klinik yang tidak terlalu jelas atau meragukan, namun pasien
dalam resiko tinggi (koma, masalah psikitrik atau dalam pengaruh
alcohol/obat obatan)
12
Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai dari distal caput
fibula sampai 3-4 cm proksimal malleolus lateralis. Kulit dibuka pada bagian anterior dan
jangan sampai melukai nervus peroneal superficial. Dibuat fasciotomy longitudinal pada
kompartemen anterior dan lateral. Berikutnya kulit dibuka ke bagian posterior dan dilakukan
fasciotomi kompartemen posterior superficial. Batas antara kompartemen superficial dan
lateral dan interval ini diperluas ke atas dengan memotong soleus dari fibula. Otot dan
13
pembuluh darah peroneal ditarik ke belakang. Kemudian diidentifikasi fascia otot tibialis
posterior ke fibula dan dilakukan inisisi secara longitudinal.
Insisi sepanjang 20-25 cm dibuat pada kompartemen anterior, setengah antara fibula
dan caput tibia. Diseksi subkutaneus digunakan untuk mengekspos fascia kompartemen.
Insisi tranversal dibuat pada septum intermuskular lateral dan identifikasi nervus peroneal
superficial pada bagian posterior septum. Buka kompartemen anterior kearah proksimal dan
distal pada garis tibialis anterior. Kemudian dilakukan fasciotomi pada kompartemen lateral
ke arah proksimal dan distal pada garis tubulus fibula.
Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama dengan pendekatan Henry.
Lengan disupinasikan dan insisi mulai dari medial bagian atas tendon bisep, melewati lipat
siku, terus ke bawah melewati garis ulnar lengan bawah, dan sampai ke carpal tunnel
sepanjang lipat thenar. Fascia superficial pada fleksor carpi ulnaris diinsisi ke atas sampai ke
aponeurosis siku dan ke carpal tunnel ke arah distal. Kemudian dicari batas antara fleksor
carpi ulnaris dan fleksor digitorum sublimis. Pada dasar fleksor digitorum sublimis terdapat
arteri dan nervus ulnaris, yang harus dicari dan dilindungi. Fascia pada kompartemen fleksor
profunda kemudian diinsisi.8
Pendekatan Dorsal
2.2.10 Komplikasi
Kegagalan dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat menyebabkan
nekrosis jaringan, selama perfusi kapiler masih kurang dan menyebabkan hipoksia
pada jaringan tersebut.
Kontraktur volkmann adalah deformitas pada tungkai dan lengan yang merupakan
kelanjutan dari sindroma kompartemen akut yang tidak mendapat terapi selama lebih
dari beberapa minggu atau bulan.
16
Infeksi.
Hipestesia dan nyeri.
Komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi gagal
ginjal akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang fatal jika
terjadi sepsis kegagalan organ secara multisistem.
2.2.11 Prognosis
Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek. Toleransi
otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversibel terjadi bila lebih dari 8
jam. Jika diagnosa terlambat, dapat menyebabkan trauma saraf dan hilangnya fungsi otot.
Walaupun fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien mengalami
defisit motorik dan sensorik yang persisten.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA