Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia Billier adalah suatu penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari
10.000 anak anak dan lebih sering terjadi pada anak anak perempuan dari pada anak laki
laki dan pada bayi baru lahir di Asia dan Afrika. atresia billier tidak diketahui
penyebabnya dan perawatan hanya sebagian yang berhasil. Atresia billier adaah alasan
paling umum untuk pencangkokan hati pada anak anak ( Santoso, Agus 2010. Healthy
Academy ).
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan
aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian
atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu.
Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan
bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan
bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila
pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%.
Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia 8
minggu (Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI).
Kerusakan hati yang timbul dari atresia bilier disebabkan oleh atresia dari saluran-
saluran empedu yang bertanggung jawab untuk mengalirkan empedu dari hati. Empedu
dibuat oleh hati dan melewati saluran empedu dan masuk ke usus di mana ia membantu
mencerna makanan, lemak, dan kolesterol. Hilangnya saluran empedu menyebabkan
empedu untuk tetap di hati. Ketika empedu mulai merusak hati, menyebabkan jaringan
parut dan hilangnya jaringan hati. Akhirnya hati tidak akan dapat bekerja dengan baik
dan sirosis akan terjadi. Setelah gagal hati, pencangkokan hati menjadi perlu. Atresia
bilier dapat menyebabkan kegagalan hati dan kebutuhan untuk transplantasi hati dalam 1
sampai 2 tahun pertama kehidupan (Santoso, Agus.2010. Health Academy).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi atresia billier ?
2. Apa saja klasifikasi dari atresia billiard ?
3. Apa penyebab atresia billier ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari atresia billiard ?
5. Bagaimana patofisilogi atresia billier ?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan atresia billiar ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa itu atresia billiar.
2. Mengetahui klasifikasi dari atresia billiard.
3. Mengetahui penyebab atresia billiard.
4. Mengetahui manifestasi klinis dar atresia billiard.
5. Mengetahui patofisilogi atresia billiard.
6. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan atresia billiard.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-
saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran
(Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).
Atresia Billiary merupakan kelainan kongenital yang berhubungan dengan
kolangio hepatic intra uteri dimana saluran empedu mengalami fibrosis. Proses ini sering
berjalan terus setelah bayi lahir sehingga prognosis umumnya buruk (Sjamsu Hidajat,
1998).
Atresia Billiary merupakan obstruksi total aliran empedu karena destruksi/tidak
adanya saluran/sebagian saluran empedu ekstra hepatic (Robbins Contrans, 1999).
Atresia Billiary adalah tidak adanya/kecilnya lumen padasebagian/keseluruhan traktus
bilier ekstra hepatic (Ringoringo P.).
Jadi Atresia Billiary adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak
berbentuk atau tidak berkembang secara normal.
Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik darihati dan
mengangkut garam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus.
Pada Atresia Billiary terjadi penyumbatan aliran empedudari hati ke kandung empedu.
Hal ini bisa menyebabkan skerusakan hati dansirosis hati.
Proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada
duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia
bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus
bilier ekstrahepatik yang menyebabkan inflamasi. Akibatnya di dalam hati dan darah
terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan degenerasi edema hepatic dan
bilirubin direk (Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI).

3
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala
seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini
berkembang ketika tingkat ikterus meningkat.
2. Klasifikasi Atresia Billiar

Tipe tipe atresia billier berdasarkan pembedahannya yaitu :


a. Tipe I, saluran empedu umum dipotong sedangkan saluran empedu proksimal
tetap
b. Tipe II, atresia saluran hepatic terlihat.
 Tipe II-a kistik da saluran empedu umum terlihat
 Tipe II-b kistik dan saluran empedu umum dipotong
c. Tipe III, atresia mengarah pada diskontinuitas saluran kanan dan kiri hepar. Ke
daerah porta hepatis. Dan tipe ini yang umum dan kasusnya 90%.
Atresia Billiary cibagi menjadi 2 bagian yaitu:
a. Atresia Billiary Intra Hepatik
Atresia Billiary Intra Hepatik merupakan atresia yang dapat dikoreksi. Bentuk ini
lebih jarangdibandingkan ekstra hepatik yang hanya 10 % dari penderita
atresia.Ditemukan saluran empedu proksimal yang terbuka lumennya. Tetapitidak
berhubungan dengan duodenum. Atresia hanya melibatkan duktuskoledukus
distal. Sirosis bilier terjadi lambat.

4
b. Atresia Billiary Ekstra Hepatik
Atresia Billiary Ekstra Hepatik merupakan Atresia yang tidak dapat dikoreksi.
Bentuk ini sekitar 90 %dari penderita atresia. Prognosis buruk menyebabkan
kematian.Ditemukan bahwa seluruh sistem saluran empedu ekstra hepatik
mengalami obliterasi sirosis bilier terjadi cepat. Gejala klinik dan patologik
bergantung pada awal proses penyakitnya dan bergantung padasaat penyakit
terdiagnosis.
Atresia Ekstra Hepatik terbagi menjadi 2 yaitu:
1) Embrional
1/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa embrional.
Awal prosesnya merusak saluran empedu mulai sejak masa
intrauterinhingga saat bayi lahir. Pada penderita tidak ditemukan masa
bebasikterus setelah pperiode ikterus neonatorum fisiologis (2 minggu
pertama kelahiran).
2) Perinatal
2/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa perinatal.
Awal prosesnya adalah gejala ikterus setelah periode ikterus psikologik
menghilang. Kemudian diteruskan ikterus yang progresif.
3. Etiologi
Penyebab Atresia Billiary masih belum diketahui dengan pasti. Atresia Billiary
terjadi antara lain karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstra hepatik sehingga menyebabkan hambatan aliiran
empedu.
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali
memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Namun, Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang
terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu"
dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:
a. infeksi virus atau bakteri
b. masalah dengan sistem kekebalan tubuh
c. komponen yang abnormal empedu

5
d. kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
e. hepatocelluler dysfunction
4. Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan
aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan
traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total
maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering
obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus
koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca
peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran
normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati
menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena
portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
5. Manifestasi klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala
termasuk:
a. Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat
tinggi (pigmen empedu) tertahan di dalam hati dan akan dikeluarkan dalam aliran
darah. Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi
baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari
kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir,
tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga minggu setelah lahir.

6
b. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang
dalam urin.
c. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang
masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak
akibat pembesaran hati.
d. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
e. degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut
dalam air sehingga menyebabkan 11 kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut
dalam air serta gagal tumbuh
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
a. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.
b. Gatal-gatal : karena asam empedu yang menumpuk dan menyebar kedalam aliran
darah yang menyebabkan kulit merasa gatal
c. Rewel
d. splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal /
Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah
dari lambung, usus dan limpa ke hati).
6. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan Diagnosis Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat
sepenuhnya diandalkan untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan
ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
pemeriksaan :
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan rutin Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan
pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari
hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi
lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak
sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan
pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler.

7
Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali,
lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum
total atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam
menentukan atresia bilier.
1) Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien
yang mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini
menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
2) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada
tinja / stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
3) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin
time, partial thromboplastin time.
4) Pemeriksaan khusus Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan
upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan
bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja.
Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu
hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%,
maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan duodenum dapat
menentukan adanya atresia bilier.
b. Pencitraan
a. Pemeriksaan ultrasonografi 17 Theoni mengemukakan bahwa
akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan
bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa,
saat minum dan sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah
minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia bilier
kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal
duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu, dan
meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosis atresia
bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak

8
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe
I / distal.
b. Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop
Technetium 99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%.
Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien diberikan
fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama
5 hari. Pada kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh
hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal,
sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal
tetapi ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di
lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang beratjuga tidak akan
ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan
sensitivitas danspesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan
penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop dihati dan
jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat
menyingkirkan kemungkinanatresia bilier, sedangkan indeks
hepatik < 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya atresia
bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT,
dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan
bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang terbaik
adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.
c. Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA
(Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan
pada 18 jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat
menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.
d. Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreaticography). Merupakan upaya diagnostik dini yang
berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan kolestasis

9
intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat
dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam. Sampai
saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas
untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
c. Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat
diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi
diagnostiknya mencapai 95%,sehingga dapat membantu pengambilan keputusan
untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan
operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh
diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus100
200 u atau 150 400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya
menganjurkan agar dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi,
untuk menentukan apakah portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran
histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan intervensi
bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal
untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler
(gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak
patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk
melakukan biopsi pada usia < 6 minggu
7. Penatalaksanaan
a. Terapi medikamentosa
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam
empedu (asamlitokolat), dengan memberikan :
- Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
- Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk
mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk);
enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+
ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin 1
gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.

10
Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam empedu
sekunder
2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam
ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam
ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat
yang hepatotoksik
b. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides
(MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat
metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang dipercepat akan secara
efisien segera dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh
organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh.
Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega,
minyak kelapa, dan lainnya.
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti
vitamin A, D, E, K
c. Terapi bedah
1) Kasai Prosedur
20 Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin
dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan
langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan
yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan
pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan
hati.
2) Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk
atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara
dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ

11
satusatunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan
fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan
atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah
mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga
meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi pada
anakanak dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil
yang dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok.
Baru21 baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati
orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi,
untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.

12
8. Pathway

13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA BILLIER

A. Pengkajian
1. Data Identitas
Identitas Klien

Nama : An. D
Alamat : Garut kota
Tanggal Lahir : 7 januari 2019
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal MRS : 11 Agustus 2019 jam 16.00 WIB
Diagnosa medis : Atresia bilier

Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. D
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : wiraswasta
Hubungan dg klien : ayah klien
2. Keluhan utama
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Demam selama 4 hari, rewel, perut klien buncit dan keras, kulit
tampak kuning, kencing klien berwarna gelap, dan feses pucat.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
c. Riiwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada

14
d. Riwayat Imunisasi
Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan
saat lahir, Polio oral diberikan bersamaan dengan DTP.
I. Status Gizi : Kekurangan gizi akibat gangguan penyerapan
makanan terutama vitamin larut lemak (A,D,E,K)
II. Tahap kepribadian anak menurut teori psikoseksual : Klien An D
menujukkan karakter awal kepribadiannya dengan mengenali siapa
yang mengasuhnya. Klien menyukai saat digendong dan diayun-
ayun Perilaku kegiatan motorik sederhana terkoordinasi, dengan
menggerakkan jari tangan, menggenggam ibu jari.

4. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing )
- RR meningkat = 40x/meni
- SuhU (38,4 °C),
- pernapasan cuping hidung
- napas pendek
- Menggunaan otot bantu pernapasan,
b. B2 (blood) :
- TD = 100/150 mmHg
- N = 103x/ menit
c. B3(brain) :
- gelisah (rewel)
- gangguan koordinasi/ keseimbangan
- Penurunan kesadaran sampai koma
d. B4 (bladder) :
- Perubahan warna urin dan feses
- Urine : warna gelap, pekat
- Feses : warna pucat, steatorea, diare
e. B5 (bowel)
- Anoreksia

15
- mual muntah
- tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas
- penurunan berat badan BB (5,1 Kg)
- distensi abdomen
- hepatomegali.
f. B6 (bone) :
- letargi atau kelemahan
- otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan
- Ikterik
- kulit berkeringat dan gatal (pruritus)
- kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K)
- oedem perifer, jaundice, kerusakan kulit.
5.
B. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah keperawatan

1. DS pasien menangis dan Inflamasi yg progresiv Hypertermi


rewel ↓
kerusakan progresif pada
DO:
duktus bilier ekstrahepatik
S : 38,4°C

N : 103x/menit (takikardi)
Mekanisme tubuh untuk
RR: 40x/menit
meningkatkan suhu tubuh


Hypertermi
2. DS: Pasien terlihat sesak cairan asam empedu balik Pola
DO: ke hati napas tidak efektif
RR: 40x/menit ↓
Menggunakan alat bantu
Peradangan sel hati
pernafasan

16
Hepatomegali (pembesaran
hepar)


distensi abdomen


menekan diafragma
peningkatan Komplain
paru


Kebutuhan oksigen
meningkat


Frekuensi napas
meningkat
3. DS : klien tidak mau makan, Obstruksi aliran dari hati Gangguan pemenuhan
rewel , mual/muntah ke dalam usus Nutrisi kurang dari
DO : ↓ kebutuhan tubuh
-BB menurun (6 kg menjadi
gangguan penyerapan
5,I kg)
lemak dan vitamin larut
-Muntah
lemak (A, D, E, dan K)
-Konjungtiva anemis

Nutrisi kurang dari
kebutuhan
4. DS: cairan asam empedu balik Kerusakan integritas
DO : ke hati kulit
Anak tampak tidak nyaman ↓
dengan posisi tidurnya itching dan akumulasi dari
Terdapat pruritus di daerah toksik
pantat & punggung anak ↓
Albumin 3,27 g/dL tersebar ke dalam darah

17
dan kulit

Pruiritis (gatal) pd kulit

C. Diagnose Keperawatan
1. Hypertermi berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif pada
duktusbilier ekstrahepatik
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi abdomen
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan berat badan turun
dan konjungtiva anemis.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam
jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.
D. Intervensi Keperawatan

Diagnose NOC NIC Rasional


Hypertermi b.d Setelah dilakukan Mandiri:  Dapat membantu
inflamasi akibat tindakan  Berikan kompres mengurangi
kerusakan progresif keperawatan selama air biasa pada demam.
pada duktusbilier 1 x 24jam, suhu aksila, kening,  Mengetahui
ekstrahepatik akan kembali leher dan lipatan kemungkinan
normal dengan paha. adanya kenaikan
criteria hasil :  Pantau suhu suhu secara
 suhu normal minimal setiap 2 mendadak
36,50 – 37,5 C jam sekali, sesuai  Membantu
 Nadi dan kebutuhan mengurangi
pernapasan  Berikan pasien panas di tubuh
dalam rentan pakaian tipis  Memberikan rasa
normal (N= <  Manipulasi nyaman dengan
160 x / menit , lingkungan mengurangi
RR= 20-30 seperti keadaan panas
x/menit) penggunaan AC/ akibat suhu
18
kipas angin pengaruh
Kolaborasi: lingkungan
 Berikan obat anti  Digunakan untuk
piretik sesuai mengurangi
kebutuhan demam dengan
aksi sentralnya
pada
hipotalamus.
Pola nafas tidak Setelah dilakukan  Kaji distensi  dengan
efektifb.d tindakan abdomen mengukur lilitan
peningkatan keperawatan selama  Kaji RR, atau lingkar
distensi abdomen proses keperawatan kedalaman, dan abdomen
diharapkan pola kerja pernafasan.  Untuk
nafas menjadi  Waspadakan klien mengetahui
efektif dengan agar leher tidak adanya gangguan
criteria hasil : tertekuk/posisikan pernafasan pada
Tidak ada semi ekstensi atau pasien
penggunaan otot eksensi pada saat  Menghindari
bantu nafas beristirahat penekanan pada
jalan nafas untuk
meminimalkan
penyempitan
jalan nafas
Gangguan Setelah dilakukan Mandiri:  Distensi abdomen
pemenuhan nutrisi tindakan  Kaji distensi merupakan tanda
kurang dari keperawatan selama Abdomen non verbal
kebutuhan tubuh proses keperawatan  Pantau masukan gangguan
berhubungan diharapkan nutrisi dan frekuensi pencernaan.
dengan anoreksia polanutrisi adekuat. muntah  Mengidentifikasi
dan gangguan dengan criteria  Timbang BB setiap kekurangan /
penyerapan lemak, hasil : hari. kebutuhan nutrisi

19
 BB pasien stabil.  Berikan dengan
 Konjungtiva makanan /minuman mengetahui
tidak anemis sedikit tapi sering. intake dan output
Kolaborasi: klien.
 Konsul dengan ahli  Mengawasi
diet sesuai keefektifan
indikasi. rencana diet
 Berikan diet  . Untuk
rendah lemak, menurunkan
tinggi serat dan rangsang
batasi makanan mual/muntah
penghasil gas.  Berguna dalam
 Berikan makanan memenuhikebutu
yang mengandung han nutrisi
medium chain individudengan
triglycerides diet yang paling
(MCT) sesuai tepat.
indikasi. Monitor  Memenuhi
laboratorium; kebutuhan
albumin, protein nutrisidan
sesuai program. meminimalkan
 Berikan vitamin- rangsang pada
vitaminyang larut kantung empedu.
dalaam lemak (A,  Meningkatkan
D, E dan K) pencernaan dan
absorbsi lemak
serta vitamin
yang larut dalam
lemak.
 Memberi
informasi tentang

20
keefektifan terapi.
 Vitamin-vitamin
tersebut
terganggu
penyerapannya.
Kerusakan Setelah dilakukan  Gunakan air  Mencegah kulit
integritas kulit b.d tindakan mandi biasa atau kering berlebihan,
akumulasi garam keperawatan selama pemberian lotion/ memberikan
empedu dalam proses keperawatan cream, hindari penghilang rasa
jaringan, ditandai diharapkan sabun alkali. gatal, Sekaligus
dengan adanya integritas kulit baik  Berikan minyak menghindari
pruritis. dengan criteria kalamin sesuai infeksi.
hasil : indikasi.  Bermanfaat dalam
 tidak ada  Berikan meningkatkan
pruritus/lecet massage pada tidur dan
 jaringan/ kulit waktu tidur. menurunkan
utuh bebas eskortasi  Pertahankan integritas kulit.
sprei kering dan  Kelembaban
bebas lipatan. meningkatkan
 Gunting kuku pruritus dan
jari, berikan meningkatkanresi
sarung tangan bila ko kerusakan
diindikasikan. kulit.
 Mencegah pasien
dari cidera
tambahan pada
kulit, khususnya
bila tidur.

21
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam
pipa/saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke

22
kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti
terjadi saat kelahiran. Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti.
Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan
dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya
anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis
berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak
duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi. Bayi dengan atresia bilier biasanya
muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua
minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap
Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika tingkat
ikterus meningkat.
2. Saran
Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang
tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal
bagi penderita atresia bilier.

Daftar Pustaka

23

Anda mungkin juga menyukai