Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENGUJIAN VOLUMETRI GRAVIMETRI


1.1. Dasar Teori
Tanah dikelompokkan menjadi 2 jenis, tanah berbutir kasar (krikil dan
pasir) yang sering disebut sebagai granula atau tanah kohesif, dan tanah berbutir
halus (lanau dan lempung) biasanya disebut tanah non kohesif. Susunan tanah
terdiri dari butir butir dengan ruang kosong yang mengandung butiran, air, dan
udara. Tanah yang tidak memiliki ruang kosong atau tidak memiliki pori-pori
maka sudah tidak ada unsur air didalamnya.

Gambar 1.1 Susunan Tanah


Sumber : Braja M. Das, Mekanika Tanah 1 (1995)

Pada pengujian Volumetri Gravimetri ini sering digunakan untuk


mngetahui parameter-parameter tanah, cara untuk mengetahui parameter dapat
dilakukan beberapa pengujian sebagai berikut:
1. Pengujian kadar air tanah.
2. Pengujian berat volume tanah.
3. Pengujian Spesific Grafity (GS).
Sebelum memulai pengujian hal pertama adalah menyiapkan beberapa
sampel tanah yang dikeluarkan dari alat Extruder. Lalu lakukan prosedur
pelaksanaan untuk pengujian nomor 1 dan 2.

1
1.1.1Kadar Air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar
air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan
kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen (Syarif dan Halid,
1993).
Secara umum tanah terdiri dari bahan yaitu butiran tanahnya sendiri, air dan
udara yang terdapat didalam ruangan antara butiran – butiran tanah. Apabila tanah
sudah benar-benar kering maka tidak ada air sama sekali dalam porinya. Keadaan
semacam ini jarang ditemukan pada tanah dalam keadaan asli di lapangan.
Air hanya dapat dihilangkan sama sekali dari tanah apabila dengan tindakan
khusus untuk tujuan tertentu, misalnya memanaskan tanah dengan cara dioven pada
suhu (100̊C - 110̊C) pada waktu tertentu untuk mengetahui perbandingan antara berat
air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki.Menurut kadar air (wc)
yang juga disebut sebagai water content didefinisikan sebagai perbandingan antara
berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki (Das,1995).
Tujuan dari pengujian kadar air yaitu untuk mengetahui persentase kadar air
yang terkandung dalam tanah, yang kemudian dari persentase kadar air tersebut
dapat diklasifikasikan untuk mengetahui jenis tanah menurut spesifikasi kadar
airnya. Hal tersebut ditunjukkan pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Jenis Tanah berdasarkan Kadar Air
Jenis tanah Kadar air (%)
Pasir lepas dengan butiran seragam 30
Pasir padat dengan butiran seragam 16
Pasir berlanau yang lepas dengan butiran bersudut 25
Pasir berlanau yang padat dengan butiran bersudut 15
Lempung kaku 21
Lempung lembek (soft clay) 30 – 50
Tanah 25
Lempung organik lembek 90 – 120
Glacial till 10
Sumber: Das, 1995

2
Berikut ini merupakan persamaan dasar untuk mengetahui atau mencari kadar air,
tertulis pada persamaan 1.1, 1.2, dan 1.3
Berat air = W2 – W3 ..........................................................................................(1.1)
Berat tanah kering = W3 – W1...........................................................................(1.2)
w2 −w3
wc = X 100% ........................................................................................(1.3)
w3 −w1
Keterangan :
W1 = Berat cawan
W2 = Berat cawan + tanah basah
W3 = Berat cawan + tanah kering
1.1.2Berat Volume Tanah
Berat volume (γ) merupakan perbandingan berat tanah dengan volume. Berat
volume dapat juga dinyatakan dalam berat butiran padat, kadar air, dan volume total.
Tujuan dari pengujian berat volume tanah yaitu untuk mengetahui berat dan volume
benda uji. Sehingga dari berat volume tanah tersebut kemudian dapat diklasifikasikan
tipe tanah nya menurut berat volume keringnya.
Para ahli tanah terkadang menyebut perbandingan berat per satuan volume
sebagai berat volume basah. Kadang-kadang juga perlu mengetahui berat kering per-
satuan volume tanah. Perbandingan tersebut dinamakan berat volume kering (γd)
(Das,1995). Untuk mengetahui jenis tanah, dapat dilihat pada tabel 1.2.
Tabel 1.2 Jenis Tanah Berdasarkan Berat Volume
Berat Volume Kering
Tipe Tanah
(lb/ft³) (kN/m³)
Pasir keras butiran seragam 92 14,5
Pasir padat butiran seragam 115 18
Pasir berlanau yang lepas dengan butiran bersudut 102 16
Pasir berlanau yang padat dengan butiran
121 19
bersudut
Lempung kaku 108 17
Lempung lembek 73-93 11,5-14,5
Tanah 86 13,5
Lempung organik lembek 38-51 6-8 
Glacial till 134  21
Sumber: Das,1995

3
Dalam menentukan berat volume tanah, dilakukan beberapa pengukuran seperti
yang tertulis pada persamaan 1.4 dan 1.5.
 Pengukuran volume tanah
W2
V= ........................................................................................................... (1.4)
13,6
 Pengukuran berat volume tanah
W1
γt = ........................................................................................................... (1.5)
V
Keterangan :
Wc = Berat cawan Wct = Berat tanah + Cawan
W2 = Berat air raksa yang dipindahkan W3 = Air raksa + Cawan
W1 = Berat tanah basah γ = Berat volume tanah
V = Volume tanah 13,6 = Berat jenis air raksa
1.1.3Spesific Gravity (Gs)
Spesific Gravity (Gs) adalah perbandingan berat jenis suatu zat pada tempratur
standart dengan berat jenis zat yang lain pada tempratur tertentu. (Muharram, dkk,
2017). Tujuan praktikum ini untuk menentukan berat jenis tanah yang mempunyai
butiran lolos saringan no.50 dengan piknometer. Untuk mineral tanah lempung yang
lain dapat dilihat di Tabel 1.3 yang menunjukan harga-harga berat spesifik beberapa
mineral yang umum terdapat pada tanah. Kemudian pada tabel 1.4 digunakan untuk
mengklasifikasikan jenis tanah yang diuji.
Tabel 1.3 Berat Spesifik Mineral Penting
Mineral
Berat Spesifik (Gs)
Kaolinite 2,6
Illite 2,8
Montmorillonite 2,65-2,8
Halloysite 2,0-2,55
Potassium Feldspar 2,57
Sodium and calcium Feldspar 2,62-2,76
Chlorite 2,6-2,9
Biolite 2,8-3,2
Muscovite 2,76-3,1
Hornblende 3,0-3,47
Limonite 3,6-4,0
Olivine 3,27-3,37
Sumber : Das,1995

4
Tabel 1.4 Jenis Tanah
Jenis Tanah Berat Jenis ( Gs )
Kerikil 2,65 – 2,68
Pasir 2,65 – 2,68
Lanau Anorganik 2,62 – 2,68
Lempung Organik 2,58 – 2,65
Lempung Anorganik 2,68 – 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 – 1,80
Sumber : hardiyatmo, 2002
Persamaan dasar untuk mengetahui atau mencari nilai specific gravity dapat
diketahui pada persamaan 1.6 dan 1.7.
W4
Gs = ........................................................................................... (1.6)
( W3 + W 4 ) - W 2
Gs (pada 28o C) = Gs (pada T10C) x A............................................................... (1.7)
Keterangan :
Gs = specific gravity
W2 = berat piknometer + tanah + air.
W3 = berat piknometer + air
W4 = berat tanah kering
A = parameter (Ditunnjukkan pada tabel 1.5)
Tabel 1.5 Harga Parameter A
Temperatur, T (°C) A
18 1,004
19 1,002
20 1,000
22 0,9996
24 0,9991
26 0,9986
28 0,9980
Sumber : Modul Praktikum Mekanika Tanah 1, 2019

5
1.2. Prosedur Praktikum
1.2.1 Kadar Air
a. Pengambilan sampel tanah dari alat Extruder.
b. Memotong sampel tanah berukuran 2x2x2 cm sebanyak 3 buah.
c. Menimbang sampel tanah + cawan. Contoh tanah merupakan berat tanah basah.
d. Contoh tanah + cawan dimasukkan kedalam oven selama 24 jam.
e. Setelah 24 jam contoh tanah dikeluarkan kemudian ditimbang berat tanah
kering + cawan. Contoh tanah merupakan berat tanah kering.

1.2.2 Berat Volume Tanah


a. Mengambil tanah basah dari extruder.
b. Menyiapkan potongan tanah basah dari extruder, kemudian dipotong ukuran
2cm3, kemudian menimbangnya.
c. Memasukkan air raksa kedalam cawan sampai rata.
d. Tanah basah dimasukkan ke dalam air raksa, kemudian tanah tersebut ditekan
dengan kaca datar sehingga air raksa akan tumpah. Kemudian air raksa yang
tumpah ditimbang.
e. Setelah semua data yang diperlukan sudah didapatkan, dihitung berat volume
tanah dengan persamaan 1.4.

1.2.3 Spesific Gravity (Gs)


a. Menyiapkan tanah lolos no. 50
1
b. Tanah dimasukkan kedalam piknometer sebanyak bagian piknometer.
3
c. Selanjutnya memasukkan air kedalam piknometer sampai permukaan air di leher
piknometer. Kemudian piknometer ditimbang.
d. Piknometer yang berisi air dan tanah dikocok selama ±10 menit sehingga air dan
tanah bercampur.
e. Setelah dikocok, busa pada leher piknometer dibersihkan menggunakan tisu
sampai busa pada leher piknometer tersebut hilang.
f. Air yang bercampur tanah dibuang dan piknometer dibersihkan.
g. Kemudian air bersih dimasukkan kedalam piknometer, dan suhu air diukur
menggunakan thermometer.

6
h. Specific Gravity dihitung sesuai dengan persamaan 1.6 dan untuk suhu 28o
dihitung dengan persamaan 1.7. dengan pengalian koefisien pada tabel 1.5.
1.3 Dokumentasi Praktikum
1.3.1 Kadar Air
Tabel 1.6 Dokumentasi praktikum Kadar Air
Gambar Keterangan

Pengambilan benda uji dari sampel


tanah yang ada pada alat Extruder.

Gambar 1.2

Memotong sampel tanah berukuran


2x2x2 cm sebanyak 3 buah.

Gambar 1.3

Menimbang sampel tanah + cawan.


Contoh tanah merupakan berat
tanah basah.

Gambar 1.4
Setelah 24 jam contoh tanah
dikeluarkan kemudian
ditimbang berat tanah kering +
Gambar 1.5
cawan. Contoh tanah merupakan
berat tanah kering.

Sumber: Hasil Olahan pribadi, 2019

1.3.2 Berat Volume Tanah


Tabel 1.7 Dokumentasi praktikum Berat Volume Tanah

7
Gambar Keterangan

Mengambil tanah basah dari


Gambar 1.6 extruder.

Pembuatan benda uji dari sampel


tanah yang telah diambil pada alat
extruder.

Gambar 1.7

Benda uji ditimbang untuk


mendapatkan berat tanah basah.

Gambar 1.8

Mencari volume air raksa yang


` tumpah.

Gambar 1.9

Penimbanngan volume air raksa


yang tumpah.

Gambar 1.10
Sumber: Hasil Olahan Pribadi, 2019

1.3.3 Spesific Gravity (Gs)


Tabel 1.8 Dokumentasi praktikum Spesific Gravity

8
Gambar Keterangan

Tanah dimasukkan kedalam

1
piknometer sebanyak bagian
3
piknometer.

Gambar 1.11

Selanjutnya memasukkan air


kedalam piknometer sampai
permukaan air di leher piknometer.

Gambar 1.12

Pembersihan busa menggunkan


tissue.

Gambar 1.13

Pengukuran suhu air pada


piknometer yang berisi campran air
dan tanah menggunakan termometer.

Gambar 1.14

Sumber: Hasil Olahan Pribadi, 2019

1.4. Data dan Analisa Praktikum


1.4.1 Kadar Air

9
A. Data Praktikum
Data praktikum didapatkan dari hasil pengamatan dan pengujian selama proses
praktikum berjalan. Hasil pengujian terhadap kadar air tanah dapat dilihat pada
tabel 1.9.
Tabel 1.9 Data perhitungan uji praktikum Kadar Air
Pecobaan Nomor 1 2 3
No. Cawan 18 1 32
Berat Cawan, W1 (gr) 49,7 39,3 38
Berat Cawan + Tanah Basah, W2 65.5 55.1 51.7
(gr)
Berat Cawan + Tanah Kering, W3 60.4 50.3 47.4
(gr)
Sumber: Hasil Olahan pribadi (2019)

Berdasarkan data dari pengujian di laboratorium yang kemudian telah


dihimpun dalam tabel 1.9, data tersebut dapat digunakan untuk mengetahui data
lainnya melaui proses perhitungan, yaitu data berat air, tanah kering, dan kadar air
tanah. Untuk menghitung berat air, tanah kering, dan kadar air tanah dapat
menggunakan persamaan 1.1, 1.2, dan 1.3.
 Berat air (W2 – W3)
1. Berat air = W2-W3 = 65.5 – 60.4 = 5.1
2. Berat air = W2-W3 = 55.1 – 50.3 = 4.8
3. Berat air = W2-W3 = 51.7 – 47.4 = 4.3
 Tanah kering ( W3-W1)
1. Berat tanah kering = W3 – W1 = 60.4 – 49.7 = 10.7
2. Berat tanah kering = W3 – W1 = 50.3 – 39.3 = 11
3. Berat tanah kering = W3 – W1 = 47.4 – 38 = 9.4
 Kadar air
w2 −w3
1. wc = X 100 = 47.66 %
w3 −w1
w2 −w3
2. wc = X 100 = 43.64 %
w3 −w1
w2 −w3
3. wc = X 100 = 45.74 %
w3 −w1
Dari hasil perhitungan kemudian dikelompokkan pada tabel 1.10.

10
Tabel 1.10 Data hasil uji praktikum Kadar Air
Pecobaan Nomor 1 2 3
Kadar Air, wc (%) 47.66 43.64 45.74
Rata-rata (%) 45.68
Sumber: Hasil Olahan Pribadi, 2019
B. Analisa Praktikum Kadar air
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan nilai kadar
air sebesar 47.66%, 43.64% dan 45.74%. Dari hasil tersebut didapat rata-rata
kadar air sebesar 45.68%. Dari beberapa percobaan, meskipun jenis tanahnya
sama tetapi didapat nilai kadar air yang relatif sedikit berbeda, maka dari itu nilai
kadar air yang diambil adalah nilai kadar air rata-rata yaitu 45.68%. Dari
persentase kadar air yang didapatkan pada tabel 1.10, kemudian dikarakteristikkan
sesuai dengan tabel 1.1 maka dapat disimpulkan bahwa jenis tanah tersebut
merupakan jenis tanah lempung lembek (soft clay) yang presentase kadar airnya
berada pada kisaran 30 -50 %.

1.4.2 Berat Volume Tanah


A. Data Praktikum
Data praktikum didapatkan dari hasil pengamatan dan pengujian selama
proses praktikum berjalan. Hasil pengujian terhadap berat volume tanah kemudian
dicantumkan pada tabel 1.11.
Tabel 1.11 Data perhitungan uji praktikum Berat Volume Tanah

Percobaan Nomor 1 2 3
Cawan No. 18 2 32
Berat cawan (gr) 49.7 39.3 38
Berat tanah basah, W1 (gr) 15.8 15.8 13.7
Berat air raksa yang dipindahkan
135.1 134.3 102.4
oleh tanah yang ditest, W2 (gr)
Sumber: Hasil Olahan Pribadi, 2019

Berdasarkan data dari pengujian di laboratorium yang kemudian telah


dihimpun dalam tabel 1.11, data tersebut dapat digunakan untuk mengetahui data
lainnya melaui proses perhitungan, yaitu data volume tanah dan berat volume
tanah. Untuk menghitung volume tanah dan berat volume tanah dapat
menggunakan persamaan 1.4 dan 1.5.

11
 Volume tanah
W2 135,1
1. V= = = 9.93 cm3
13,6 13,6
W2 134.3
2. V= = = 9.9 cm3
13,6 13,6
W2 102.4
3. V= = = 7.5 cm3
13,6 13,6
 Berat Volume Tanah
W 1 15.8
1. γ= = = 1.59 gr/cm3
v 9.93
W 1 15.8
2. γ= = = 1.60 gr/cm3
v 9.9
W 1 13.7
3. γ= = = 1.82 gr/cm3
v 7.5
Dari hasil perhitungan kemudian dikelompokkan pada tabel 1.12.
Tabel 1.12 Data hasil uji praktikum Berat Volume Tanah
Percobaan Nomor 1 2 3
Volume tanah ( V ) (cm3) 9.93 9.9 7.5
Berat volume tanah (γ) (gr/cm3) 1.59 1.6 1.82
Rata - rata 1.67
Sumber: Hasil Olahan Pribadi, 2019
B. Analisa Praktikum Berat Volume Tanah
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada Tabel 1.12.
didapatkan berat volume tanah sebesar 1,59 gr/cm 3, 1.6 gr/cm3 dan 1,82 gr/cm3.
Hasil tersebut menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu jauh. Hal ini bisa terjadi
karena pada saat pemotongan sampel tanah yang diuji ukurannya kurang tepat
yaitu 2 x 2x 2 cm. Oleh karena itu, nilai berat volume perlu dirata-rata dari ketiga
hasil percobaan tersebut yaitu sebesar 1.67 (gr/cm3) = 16.36 kN/m3.
Untuk mengetahui jenis tanah tersebut bisa dilihat pada Tabel 1.2.
Berdasarkan Tabel 1.2 tidak terdapat jenis tanah yang sesuai, maka dipilih nilai
yang mendekati hasil perhitungan. Berdasarkan nilai yang diperoleh maka dapat
ditentukan bahwa tanah tersebut adalah tipe tanah pasir berlanau yang lepas
dengan butiran bersudut.

1.4.3 Specific Gravity (Gs)


A. Data Praktikum

12
Data hasil percobaan uji specific gravity tercatat pada tabel 1.13 dan analisis
perhitungannya dapat dilakukan sesuai perumusan yang telah dijelaskan dalam
persamaan 1.6 dan 1.7. Dari percobaan yang dilakukan dalam praktikum,
diperoleh data yang dihimpun dalam tabel 1.13.
Tabel 1.13 Data perhitungan uji praktikum Specific Gravity
Sampel Tanah Dari Vol. Grav. Dari Proktor
Test Nomor 1 2 3 4
Nomor Piknometer 1 2 1 2
Berat Piknometer, Wp (gr) 34.6 33.2 34.6 33.2
Suhu Ruangan 28 0 0,998
Berat Piknometer + tanah kering, W1 (gr) 67.7 67.7 69.2 67.9
Berat piknometer + tanah + air, W2 (gr) 136.1 132.6 142.5 139.2
Berat Piknometer + air, W3 (gr) 115.2 110.9 121 117
Berat tanah kering, W4 (gr) 33.40 34.50 34.60 34.70
Sumber: Hasil Olahan Pribadi, 2019
Berdasarkan data dari pengujian di laboratorium yang kemudian telah
dihimpun dalam tabel 1.13, data tersebut dapat digunakan untuk mengetahui
data lainnya melalui proses perhitungan, yaitu data berat jenis (Specific Gravity).
Untuk menghitung data berat jenis (Specific Gravity) dapat menggunakan
persamaan 1.6 dan 1.7.
Perhitungan specific gravity
 Gs (Pada T10C)
W4 33.40
1. Gs = = = 2,67
( W3 + W 4 ) - W 2 ( 115.2 + 33.40 ) - 136.1
W4 34.50
2. Gs = = = 2,70
( W3 + W 4 ) - W 2 ( 110.9 + 34.50 ) - 132.6
W4 34.60
3. Gs = = = 2,64
( W3 + W 4 ) - W 2 ( 121 + 34.60 ) - 142.5
W4 34.70
4. Gs = = = 2,78
( W3 + W 4 ) - W 2 ( 117 + 34.70 ) - 139,2
 Gs (Pada T280C)
1. Gs (pada T10C) x A = 2,67 x 0.998 = 2.67
2. Gs (pada T10C) x A = 2,70 x 0.998 = 2.69
3. Gs (pada T10C) x A = 2,64 x 0.998 = 2.64
4. Gs (pada T10C) x A = 2,78 x 0.998 = 2.77
Dari hasil perhitungan kemudian dikelompokkan pada tabel 1.14.

13
Tabel 1.14 Data hasil uji praktikum Specific Gravity
Sampel Tanah Dari Vol. Grav. Dari Proktor
Test Nomor 1 2 3 4
Nomor Piknometer 1 2 1 2
Gs (Pada T10C) 2,67 2,70 2,64 2,78
Gs (pada 28o C) = Gs (pada T10C) x A 2,67 2,69 2,64 2,77
Gs (Pada T10C) Rata-rata 2,69
Sumber: Hasil Olahan Pribadi, 2019
B. Analisa Praktikum Spesific Gravity (GS)
Berdasarkan hasil dari 4 percobaan dengan menggunakan dua sampel
tersebut, didapat nilai Specific Gravity rata-rata sebesar 2,69 seperti yang tertulis
pada tabel 1.14. Dari hasil rata-rata tersebut kemudian berat jenis tanah
diklasifikasikan berdasarkan tabel 1.3 dan 1.4. Berdasarkan tabel 1.3 dan 1.4 jenis
tanah yang terkandung yaitu tanah lempung Anorganik yang mengandung mineral
sodium and calsium feldspar.
Tanah lempung Anorganik adalah tanah berbutir halus dengan plastisitas
kecil berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur buatan. Sodium and calsium
feldspar merupakan senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan, fosil, dan batuan
yang mengalami proses pelapukan atau proses kimia lainnya. Dari proses tersebut
maka terbentuklah senyawa kimia yang mengendap dan tercampur pada lapisan
tanah. (Fitria dkk, 2018)

14
1.5 Kesimpulan
Berdasarkan Pengujian Volumetri Gravimetri didapatkan data dan kemudian
dapat disimpulkan sebagai berikut ini.
 Kadar air
1. wc = 47.66 %
2. wc = 43.64 %
3. wc = 45.74 %
Berdasarkan hasil pengujian kadar air, dapat diketahui bahwa menurut
klasifikasi tanah menurut kadar airnya samper tanah tersebut diklasifikasikan
dalam lempung lembek (soft clay).
 Berat Volume Tanah
1. γ = 1.59 gr/cm3
2. γ = 1.60 gr/cm3
3. γ = 1.82 gr/cm3
Berdasarkan hasil pengujian untuk mengetahui berat volume tanah pada
praktikum, dapat diketahui bahwa menurut klasifikasi berat volume tanah, tanah
tersebut diklasifikasikan dalam pasir berlanau.
 Spesific Gravity (GS)
Gs ( Pada T10C) = 2,69  Tanah lempung Anorganik yang mengandung
mineral sodium and calsium feldspar.
Berdasarkan pengujian Volumetri Gravimetri dapat disimpulakan bahwa
tanah yang diuji berjenis campuran. Hal tersebut dibuktikan dari pengujian kadar
air dan berat volume tanah yang mendapatkan hasil klasifikasi tanah yang
berbeda. Pada pengujian Kadar air didapatkan hasil tanah berjenis lempung
lembek, sedangkan pada pengujian berat volume tanah didapatkan hasil tanah
berjenis pasir berlanau yang padat dengan butiran bersudut. Sedangkan pada
percobaan Specific Gravity didapatkan jenis tanah lempung Anorganik yang
mengandung mineral sodium and calsium feldspar.

15
BAB II
PENGUJIAN ATTERBERG LIMIT
2.1. Dasar Teori
Pada awal tahun 1900, seorang ilmuwan dari Swedia bernama Atterberg
mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir
halus pada kadar air yang bervariasi. Bilamana kadar airnya sangat tinggi, campuran
tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar
air yang dikandung tanah, tanah dapat di pisahkan kedalam empat keadaan dasar,
yaitu : padat, semi padat, plastis, dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar
2.1. (Braja M. Das ,1995).

Gambar 2.1. Batas-batas Atterberg


Sumber : Braja M. Das, Mekanika Tanah 1 (1995)
Kadar air dinyatakan dalam persen, di mana terjadi transisi dari keadaan
padat ke keadaan semi-padat didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit),
keadaan semi-padat ke keadaan plastis terjadi dinamakan batas plastis (plastic limit),
dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair (liquid limit). Batas-
batas ini dikenal juga sebagai batas-batas Atterberg (Atterberg limits). Untuk
klasifikasi mineral lempung Atterberg limits dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Harga-harga batas atterberg untuk mineral lempung
Mineral Batas cair (LL) Batas plastis (PL) Batas susut (SL)

Montmorillonite 100-900 50-100 8,5-15

Nontronite 32-72 19-27 -

Illite 60-120 35-60 15-17

Kaolinite 30-110 25-40 25-29

16
Mineral Batas cair (LL) Batas plastis (PL) Batas susut (SL)

Halloysite terdehidrasi 50-70 47-60 -

Halloysite 35-55 30-45 -

Attapulgite 160-230 100-120 -

Chlorite 44-47 36-45 -

Allophane 200-250 130-140 -

*Menurut Mitchell (1976)


Sumber : Braja M. Das, Mekanika Tanah 1 (1995)
2.1.1Batas Cair (liquid limit)
Batas cair (liquid limit), adalah di mana perilaku tanah berubah dari kondisi
plastis ke cair. Pada batas cair tanah mempunyai kuat geser dengan kekuatan rendah.
Untuk melakukan uji batas cair, pasta tanah diletakkan di dalam mangkok kuningan
kemudian digores tepat di tengahnya dengan menggunakan alat penggores.
Selanjutnya dengan menjalankan alat pemutar, mangkok kemudian dinaik-turunkan
dari ketinggian 10 mm. Kadar air dinyatakan dalam persen, dari tanah yang
dibutuhkan untuk menutup goresan yang berjarak 12,7 mm, sesudah 25 pukulan
didefinisikan sebagai batas cair (liquid limit). Kadar air (wc) didapatkan dengan
Persamaan 2.1.
(W ¿ ¿ 2 – W 3 )
LL = wc (%) =
(W ¿ ¿ 2 – W 1)¿
¿ x 100%

.........................................................................( 2.1 )
Keterangan :
wc = kadar air (%)
W1 = berat cawan kosong (gram)
W2 = berat cawan + tanah basah (gram)
W3 = berat cawan + tanah kering setelah dioven (gram)
2.1.2Batas Plastis ( Plastic Limit)
Batas plastis merupakan transisi kadar air dari keadaan semi-padat ke keadaan
plastis. Batas ini juga merupakan batas terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah.
Kadar air (wc) didapatkan dengan Persamaan 2.2.

17
(W ¿ ¿ 2 – W 3 )
PL = wc (%) = ¿ x 100% .......................................................................
(W ¿ ¿ 2 – W 1) ¿
( 2.2. )

Keterangan :
wc = kadar air (%)
W1 = berat cawan kosong (gram)
W2 = berat cawan + tanah basah (gram)
W3 = berat cawan + tanah kering setelah dioven (gram)

Indeks plastisitas (IP) adalah perbedaan antara batas cair dan batas plastis suatu
tanah. Oleh karena itu, indeks plastisitas merupakan parameter yang penting sebagai
tolak ukur stabilitas tanah. Nilai indeks plastisitas didapatkan dengan Persamaan 2.3.
IP = LL – PL..........................................................................................................(2.3.)
Keterangan :
IP = Indeks plastisitas
LL = Batas cair
PL = Batas plastis
Untuk mendapatkan sistem klasifikasi tanah dengan menggunakan data Indeks
Plastisitas dan Batas Cair, digunakan bagan plastisitas seperti pada Gambar 2.2.

18
Gambar 2.2. Bagan Plastisitas
Sumber : Braja M. Das, Mekanika Tanah 1 (1995)

2.1.3Batas Susut ( Shrinkage Limit)


Batas susut merupakan
transisi kadar air dari
keadaan padat ke keadaan
semi-padat. Suatu tanah
akan menyusut
apabila air yang
dikandungnya secara
perlahan- lahan
hilang. Dengan
hilangnya air secara terus
menerus, tanah akan mencapai suatu tingkat keseimbangan, di mana saat kehilangan
air, tanah tidak akan mengalami perubahan volume. Seperti yang ada pada Gambar
2.11.

Gambar 2.3. Definisi batas susut


Sumber : Braja M. Das, Mekanika Tanah 1 (1995)
Untuk mendapatkan nilai dari batas susut dapat digunakan Persamaan 2.4 ,
Persamaan 2.5. dan Persamaan 2.6.

19
(W 2 −W 3 )
SL=Wi = ×100 %.....................................................................................
(W 3 −W 1 )
(2.4)
W 4−W 5
SL=W = ×100 % .............................................................................
13,6 x (W 3−W 1 )
(2.5)
Selanjutnya untuk nilai batas susut (shrinkage limit) merupakan selisih antara
persamaan 2.4 dan 2.5. Sehingga dapat digunakan Persamaan 2.6.
SL =W i −¿ W............................................................................................................
(2.6)
Keterangan :
Wi = Kadar airi.
W = Kadar air.
W1 = Berat mangkok.
W2 = W1 + berat tanah basah.
W3 = W1 + berat tanah kering.
W4 = Berat air raksa yang mempunyai volume sama dengan mangkuk
shringkage limit.
W5 = Berat air raksa yang mempunyai volume yang sama dengan volume
Tanah kering
2.2. Prosedur Praktikum
2.2.1Batas Cair (liquid limit)
1. Menyiapkan tanah lolos ayakan no. 50.
2. Mencampur tanah dengan air.
3. Meletakkan campuran kedalam mangkok kuningan alat uji batas cair
(cassagrande) sampai rata kemudian digores tepat di tengahnya dengan
menggunakan alat penggores.
4. Kran yang ada di mangkok kuningan alat uji batas cair (cassagrande) diputar
sehingga mangkok terangkat dan jatuh setiap putaran (ketukan) kemudian tanah
akan menutup alur.
5. Pemutaran dilakukan sampai alur tertutup sekitar 1,27 cm. Setelah alur goresan
tertutup, diambil sampel untuk mencari kadar airnya.

20
6. Percobaan dilakukan 4 kali dengan kadar air yang berbeda, dengan 2 kali
percobaan kurang dari 25 ketukan, dan 2 kali lebih dari 25 ketukan.
7. Menghitung nilai kadar air (wc) dengan persamaan (2.1) kemudian dibuat skala
log hubungan kadar air dengan jumlah ketukan.
2.2.2Batas Plastis ( Plastic Limit)
1. Tanah lolos ayakan no. 200 dicampur dengan air secukupnya.
2. Campuran kemudian digelintir diatas plat kaca sampai retak-retak pada
diameter 3 mm. Catatan: jika sebelum diameter 3 mm sudah retak, campuran
ditambahkan air, kemudian digelintir lagi sampai retak pada diameter 3 mm.
3. Tanah yang sudah digelintirkan kemudian diletakkan di cawan dan ditimbang.
4. Kemudian tanah dimasukkan kedalam oven selama 24 jam, lalu ditimbang.
5. Dihitung nilai Plastic Limit (PL)-nya sesuai dengan persamaan 2.3.
2.2.3Prosedur Praktikum Batas Susut ( Shrinkage Limit)
1. Mengambil 200 gr sample tanah yang telah dikeringkan.
2. Mencampurkan tanah dengan air.
3. Cawan diisi dengan campuran sampai terisi penuh dan udara dalam tanah harus
dikeluarkan.
4. Kemudian menimbang berat cawan beserta tanah didalamnya.
5. Meletakkan cawan kedalam oven.
6. Menimbang cawan dan tanah yang sudahdioven selama 24 jam.
7. Mengeluarkan tanah dari cawan.
8. Permukaaan air raksa pada gelas kaca diratakan dengan kaca datar.
9. Tanah kering kemudian diletakkan diatas gelas kaca yang berisi air raksa. Tekan
tanah tersebut dengan kaca datar sehingga air raksa yang tumpah ke mangkuk
peluberan.
10. Air raksa yang di mangkuk peluberan dihitung beratnya untuk dipakai
menghitung volume tanah yang dites.
2.3. Dokumentasi Praktikum
2.3.1Batas Cair (liquid limit)
Tabel 2.2. Dokumentasi praktikum Batas Cair (liquid limit)

21
Gambar Keterangan

Alat untuk uji batas cair


(cassagrande).
Gambar 2.4.

Pengujian batas cair dengan


goresan pada bagian tengah
mangkok cassagrande.

Gambar
2.5.

Pengukuran berat sample batas


cair.

Gambar 2.6.

Sumber: Hasil Olahan Pribadi, 2019


2.3.2Batas Plastis ( Plastic Limit)
Tabel 2.3. Dokumentasi praktikum Batas Plastis (plastic limit)
Gambar Keterangan

22
Penggelintiran tanah.

Gambar 2.7.

Pengukuran berat sampel tanah


batas plastis.

Gambar 2.8.

Retakan tanah pada diameter 3mm.

Gambar 2.9.

Sumber: Hasil Olahan Pribadi, 2019


2.3.3Batas Susut ( Shrinkage Limit)
Tabel 2.4. Dokumentasi praktikum Batas Susut (shrinkage limit)
Gambar Keterangan

Pengeringan sample tanah sebelum


dimasukkan kedalam oven.

23
Gambar Keterangan

Gambar 2.10.

Pengukuran berat sample tanah


kering setelah dioven.

Gambar 2.11.

Tanah setelah dioven dicelupkan


ke air raksa.

Gambar 2.12.

Sumber: Hasil Olahan Pribadi, 2019


2.4 Data dan Analisa Praktikum
2.4.1Batas Cair (liquid limit)
A. Data Paktikum Batas Cair (liquid limit)
Pada praktikum uji batas cair yang telah dilakukan, didapatkan hasil pada
Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Data perhitungan uji praktikum Batas Cair (Liquid Limit)

Percobaan No. 1 2 3 4
Cawan No. 20 18 16 29 15 25 28 43

24
Berat cawan, W1 (gr) 18,7 13,3 13,4 13 13,3 12,8 13,1 20
Berat cawan + tanah
30,8 26,8 29,5 25,1 23,4 22,3 22,6 29,6
basah W2 (gr)
Berat cawan + tanah
25,7 21,1 22,5 19,8 18,9 18 18,2 25,1
basah W3 (gr)
Kadar air, Wc(%)
72,8 73,08 76,9 77,9 80,3 82,3 86,3 88,2
w2 −w3 % % % % % % % %
X 100%
w3 −w1
Jumlah Pukulan (N) 33 33 27 27 20 20 16 16
Sumber : Data olahan pribadi 2019
Dari hasil percobaan yang telah diperoleh pada Tabel 2.5. dapat dihitung kadar air
menggunakan Persamaan 2.1.
 Sample Tanah 1
Cawan no 20 :
(30,8−25,7)
 Wc %= x 100 %=72,8 %```
(25,7−18,7)
Cawan no 18 :
(26,8−21,1)
 Wc %= x 100 %=73,08 %
(21,1−13,3)
 Sample tanah 2
Cawan no 16 :
(29,5−22,5)
 Wc %= x 100 %=76,9 %
(22,5−13,4 )
Cawan no 29 :
(25,1−19,8)
 Wc %= x 100 %=77,9%
(19,8−13)
 Sample tanah 3
Cawan no 15 :
(23,4−18,9)
 Wc %= x 100 %=80,3 %
(18,9−13,3)
Cawan no 25 :
(22,3−18)
 Wc %= x 100 %=82,3 %
(18−12,8)
 Sample tanah 4

25
Cawan no 28 :
(22,6−18,2)
 Wc %= x 100 %=86,3 %
(18,2−13,1)
Cawan no 43 :
(29,6−25,1)
 Wc %= x 100 %=88,2 %
(25,1−20)
Selanjutnya berdasarkan data pada Tabel 2.5., nilai kadar air dihubungkan dengan
jumlah pukulan seperti yang ada pada Gambar 2.13.

100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Kadar Air

50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34

Jumlah Pukulan

Gambar 2.13. Grafik aliran untuk penentuan batas cair.


Sumber : Olahan pribadi (2019)
Pada jumlah pukulan 25 kali, selanjutnya dihibungkan dengan jumlah
pukulan pada praktikum uji batas cair, didapatkan nilai kadar air sebesar 79%.
B. Analisa Praktikum Batas Cair (liquid limit)

26
Nilai kadar air dari empat percobaan yang kemudian didapatkan delapan
sample tanah batas cair, didapatkan data pada grafik yang ditunjukkan pada
Gambar 2.13. Selanjutnya hasil hubungan antara kadar air dan jumlah pukulan
dalam grafik tersebut didapatkan nilai kadar air batas cair sebesar 79%. Dapat
disimpulkan berdasarkan Tabel 2.1 tentang harga harga batas atterberg untuk
mineral lempung bahwa dengan kadar air pada pengujian Batas Cair (liquid limit)
sebesar 79% maka termasuk dalam kategori :
Illite : Bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral kelompok
illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium
oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra. Sepintas
skematik strukturnya mirip dengan lempung montmorillonite, tetapi sifat
ikatannya sangat berbeda. Pada lempung Illite, lembaran oktahedral bisa
mengalami subtitusi parsial terhadap aluminium oleh magnesium (Mg)
dan/atau besi (Fe). (Darwis, Dasar-dasar Perbaikan Tanah, 2017)
Kaolinite : Mineral lempung yang terdiri atas susunan satu lembar silika
tetrahedral dan satu lembar aluminium oktahedra, dengan satuan
susunan setebal 7,2 Angstrom (Ao). (Darwis, Dasar-dasar Perbaikan
Tanah, 2017)
2.4.2Batas Plastis ( Plastic Limit)
A. Data Paktikum Batas Plastis ( Plastic Limit)
Pada praktikum uji batas plastis yang telah dilakukan, didapatkan hasil
pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Data perhitungan uji praktikum Batas Plastis (Plastic Limit)
Percobaan No. 1 2

Cawan No. 35 73

Berat Cawan, W1 (gr) 16,9 17,2

B Cawan + T. Basah , W2 (gr) 24,1 22,9

B Cawan + T. Kering, W3 (gr) 22,6 21,7

Plastic Limit (%) 26,32% 26,67%

Rata-rata 26,49%

Sumber : Data olahan pribadi (2019)

27
Dari hasil percobaan yang telah diperoleh pada Tabel 2.5 dapat dihitung kadar air
menggunakan Persamaan 2.2 :
 Sample tanah 1 Cawan no 35
(24,1−22,6)
 PL= x 100 %=26,32 %
(22,6−16,9)
 Sample tanah 2 Cawan no 73
( 22,9−21,7 )
 PL= x 100 %=26,67 %
( 21,7−17,2 )
Dari kedua percobaan tersebut didapatkan nilai rata-rata sebesar 26,49%.
Selanjutnya digunakan data dari uji batas cair dan uji batas plastis untuk
menghitung nilai indeks plastisitas. Didapatkan data dalam Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Data perhitungan Plasticity Index, PI
Parameter Hasil

LL 79%

PL 27,49%

PI = LL-PL 52,51%

Sumber : Data olahan pribadi, 2019


Nilai dari indeks plastisitas didapatkan dengan menggunakan Persamaan
2.3. dengan nilai indeks plastisitas dinyatakan dalam persen. Berdasarkan hasil
dari perhitungan indeks plastisitas pada Tabel 2.7. didapatkan nilai indeks
plastisitas sebesar 52,51%
B. Analisa Praktikum Batas Plastis ( Plastic Limit)
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari perhitungan batas plastis antara
percobaan 1 dengan 2 tidak berbeda jauh, dari kedua percobaan tersebut
didapatkan nilai rata-rata kadar air sebesar 26,49%. Dapat disimpulkan
berdasarkan Tabel 2.1 tentang harga harga batas atterberg untuk mineral lempung
bahwa dengan kadar air pada pengujian Batas Plastis (plastic limit) sebesar
26,49% maka termasuk dalam kategori :
Nontronite : Zat besi (III) yang kaya dari kelompok mineral lempung smektit.
Nontronite biasanya memiliki komposisi kimia yang terdiri dari
lebih dari 30% Fe2O3 dan kurang dari ~ 12% Al2O3 (dasar
dinyalakan). Nontronit memiliki sangat sedikit simpanan ekonomi
seperti montmorillonite. Seperti montmorillonite, nontronite dapat

28
memiliki jumlah air teradsorpsi yang bervariasi terkait dengan
permukaan interlayer dan kation pertukaran. (Darwis, Dasar-dasar
Perbaikan Tanah, 2017).
Kaolinite : Mineral lempung yang terdiri atas susunan satu lembar silika
tetrahedral dan satu lembar aluminium oktahedra, dengan satuan
susunan setebal 7,2 Angstrom (Ao). (Darwis, Dasar-dasar Perbaikan
Tanah, 2017).
Selanjutnya dengan menghubungkan nilai batas cair dan nilai indeks plastisitas
dapat diketahui pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Bagan Plastisitas


Sumber : Braja M. Das, Mekanika Tanah 1 (1995) dengan
Olahan pribadi (2019)

29
Berdasarkan nilai Plasticity Index sebesar 52,51%, dan Liquid Limit sebesar
79%. Selanjutnya hasil dari hubungan diagram plastisitas sample tanah yang
digunakan termasuk jenis Inorganic clays of high plasticity (CH). Hal tersebut
dikarenakan nilai Liquid Limit yang melebihi 50%, dimana nilai tersebut
digunakan sebagai batas antara plastisitas rendah dengan plastisitas tinggi.
Inorganic clays of high plasticity merupakan tanah lempung tak organik dengan
plastisitas tinggi.
2.4.3Batas Susut ( Shrinkage Limit)
A. Data Praktikum Batas Susut ( Shrinkage Limit)
Dari praktikum yang telah dilakukan, dikelompokkan pada Tabel 2.8
Tabel 2.8. Data perhitungan uji praktikum Batas Susut (Shrinkage Limit)
Percobaan No. 1 2
Cawan No. 7 34
Berat Cawan ,W1 (gr) 18,1 13
Berat Cawan + Tanah Basah,W2 (gr) 49,5 47,6
Berat Cawan + Tanah Kering,W3 (gr) 40 39,5
Kadar Air1 (%) 43,38 30,57
Berat Air Raksa Untuk Mengisi Cawan , W4(gr) 265,4 262,2
Berat Air Raksa Yang Dipindah Tanah , W5(gr) 157,6 178,3
Kadar Air2 (%) 36,19 23,38
SL (%) 7,19 7,29
Rata-rata 7,24
Sumber : Data olahan pribadi (2019)
Dari hasil percobaan yang telah diperoleh pada Tabel 2.8 dapat dihitung
menggunakan Persamaan 2.4. , Persamaan 2.5. dan Persamaan 2.6. :
 Sample tanah 1 Cawan no 7
(49,5−40)
 Wi= x 100 %=43,38 %
(40−18,1)
(265,4−157,6)
 W= x 100 %=36,19 %
13,6 (40−18,1)
 SL = 43,38% - 36,19% = 7,19%
 Sample tanah 2 Cawan no 34
(47,6−39,5)
 Wi= x 100 %=30,57 %
(39,5−13)
(262,2−178,3)
 W= x 100 %=23,38%
13,6 (39,5−13)
 SL = 30,57% - 23,38% = 7,29%

30
Berdasarkan hasil dari data uji batas susut, didapatkan nilai SL dari percobaan 1
sebesar 7,19% dan pada percobaan 2 sebesar 7,29%.
B. Analisa Praktikum Batas Susut ( Shrinkage Limit)
Beradasarkan hasil yang telah didapatkan dari percobaan praktikum batas
susut, didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda antara percobaan 1 dan percobaan
2. Selanjutnya dari kedua percobaan tersebut didapatkan nilai rata-rata dengan
hasil sebesar 7,24%.
2.5. Kesimpulan Pengujian Atterberg
Setelah dilakukan analisa dari ketiga pengujian atterberg yang meliputi Uji
Batas Cair (liquid limit), Uji Batas Plastis (plastic limit) dan Uji Batas Susut
(shrinkage limit). Dapat disimpulkan sebagai berikut :
 Batas Cair (liquid limit) sebesar 79% maka termasuk dalam kategori Illite dan
Kaolinite .
 Batas Plastis (plastic limit) sebesar 26,49% termasuk dalam kategori Nontronite
dan Kaolinite.
 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Gambar 2.15. Bagan Plastisitas


Sumber : Braja M. Das, Mekanika Tanah 1 (1995) dengan
Olahan pribadi (2019)

31
Berdasarkan bagan plastisitas diatas, Indeks Plastisitas termasuk jenis Inorganic
clays of high plasticity (CH) yang merupakan tanah lempung tak organik dengan
plastisitas tinggi.
 Batas Susut (shrinkage limit) sebesar 7,24% tidak termasuk dalam kategori
mineral lempung yang ada pada Tabel 2.1 tentang harga harga batas atterberg
untuk mineral lempung.
 Maka didapatkan SL (7,24%) < PL (26,49%) < LL (79%).

32
BAB III
PENGUJIAN IDENTIFIKASI BUTIRAN TANAH
3.1 Dasar Teori
Analisis ayakan adalah proses menganalisa butiran tanah dengan cara mengayak
dan menggetarkan tanah dalam satu set ayakan, dimana lubang-lubang ayakan tersebut
makin kecil secara berurutan. Untuk standar ayakan di Amerika Serikat, nomor ayakan
dan ukuran lubang diberikan dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Ukuran Ayakan Standard berdasarkan ASTM.
Ayakan Nomor Lubang (mm)
4 4,76
6 3,35
8 2,36
10 2,00
16 1,180
20 0,850
30 0,595
40 0,425
50 0,300
60 0,250
80 0,180
100 0,150
140 0,160
170 0,088
200 0,075
Sumber : ASTM, 1995
Gradasi baik apabila tidak ada partikel yang menyolok dalam suatu perentang
distribusi, gradasi tanah buruk jika partikel tanah yang berbutir besar terhadap
keloncatan ukuran yang mencolok dan gradasi tanah sebagian jika partikel tanah
tersebut mempunyai ukuran yang seragam antara satu dengan yang lain. Untuk
menentukan gradasi tanah kita dapat mencari dengan persamaan 3.1 dan 3.2 :
D60
Cu= ............................................................................................................... (3.1)
D10
D 302
Cc = ..................................................................................................... (3.2)
D60 X D 10
Keterangan :
Cu = Koefisien keseragaman
Cc = Koefisien gradasi
D60 = Diameter yang sesuai dengan 60 % lolos

33
D30 = Diameter yang sesuai dengan 30 % lolos
D10 = Diameter yang sesuai dengan 10 % lolos
Tanah dikatakan bergradasi baik apabila tanah tersebut mempunyai kooefisien
tersebut mempunyai kooefisien gradasi kelengkungan ( Cc ) antara 1 sampai dengan 3.
Jenis butiran tanah dikatakan baik apabila tanah tersebut mempunyai kooefisien
tersebut mempunyai kooefisien keseragaman ( Cu ) > 6.(Das 1995)
Selain mengetahui jenis gradasi, analisa ayakan juga dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan jenis. Saat ini ada dua sistem klasifikasi tanah yang selalu dipakai
oleh para ahli teknik sipil. Kedua sistem tersebut memperhitungkan distribusi ukuran
butir dan batas-batas atterberg. Sistem-sistem tersebut adalah: Sistem Klasifikasi
AASHTO dan Sistem Klasifikasi Unified. Sistem klasifikasi AASHTO pada
umumnya dipakai oleh departemen jalan raya di semua negara bagian di Amerika
Serikat. Sedangkan sistem klasifikasi Unified pada umumnya lebih disukai oleh para
ahli geoteknik untuk keperluan-keperluan teknik yang lain.
1. Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem klasifikasi ini dikembangkan dalam tahun
Tanah 1929 sebagai Public Road
berbutir
Klasifikasi Umum (35% atau kurang dari seluruh contoh tanahlolos ayakan No,200)
Administration Classification System. Sistem ini sudah mengalami beberapa
A-1 A-2
perbaikan
Klasifikasi versi yangA-1-a
kelompok saat iniA-1-b
berlaku adalah
A-3 yang
A-2-4 diajukan
A-2-5 oleh Committee
A-2-6 A-2-7 on

Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway
Analisis ayakan
(%lolos)
Research Board dalam tahun 1945 (ASTM Standard no D-3282, AASHTO
No.10 maks 50
metode No.40
M145). Untuk
maks mengetahui
30 maks 50 jenis
Min 51tanah berdasarkan sistem klasifikasi
No,200 maks 15 maks 25 Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35
tanah, data hasil uji lab dicocokkan dengan angka-angka padaa Tabel 3.2.
Sifat fraksi yang lolos
ayakan No.40
Batas cair (LL) maks 40 min 41 maks 40 min 41
Indeks plastisitas (PL) Maks 6 NP maks 10 maks 10 min 11 min 11

Tipe material yang Batu pecah ,kerikil pasir kerikil dan pasir yang berlanau atau
paling dominan dan pasir halus berlempung
penilaian sebagai
bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik

Tanah lanau - lempung


klasifikasi umum (Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No 200
Tabel 3.2. Klasifikasi Tanah untuk Sistem AASHTO A-7
A-7-5*
klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7-6
Analisis ayakan
No.10
No.40
No 200 Min 36 Min 37 Min 38 Min 39
sifat fraksi yang lolos
ayakan no 40
Batas Cair (LL) Maks 40 Maks 41 Maks 40 Min 41
Indeks Plastis(PL) min 10 maks 10 min 11 min 11
34
tipe material yang
paling dominan Tanah berlanau Tanah berlempung
penilaian sebagai
bahan tanah dasar Biasa sampai jelek
simbol
Tanah berbutir kasar 5 0% atau lebih butiran tertahan pada

Divisi utama Nama umum


kelompok
Kerikil 50% atau lebih dari

(hanya kerikil)
fraksi kasar tertahan pada

Kerikil bergradasi baik dan campur kerikil


K erikil bersih

Gw ,sedikit atau sama sekali tidak mengandung


butiran halus
ayakan No.4

kerikil bergradasi buruk dan campuran


GP kerikil pasir , sedikit atau sama sekali tidak
mengandung bbutiran halus
butiran halus

GM Kerikil berlanau campuran kerikil pasir lanau


dengan
Kerikil
ayakan No 200

Kerikil berlempung campuran kerikil pasir


GC
lempung
Pasir lebih dari 50% fraksi
kasar lolos ayakan N o.4

Pasir bergradasi baik , pasir berkerikil ,


(hanya pasir)

Sumber : Das, 1995


Pasir bersih

SW sedikit atau sama sekali tidak mengandung


2. Sistem Klasifikasi USCS butiran halus
pasir bergradasi buruk dan pasir berkerikil
Sistem ini pada mulanya diperkenalkan
SP
oleh Casagrande dalam tahun 1942
, sedikit atau sama sekali tidak
untuk dipergunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan
mengandung butiranterbang
halus yang
dengan
butiran

SM
dilaksanakan oleh The Army Corps Pasir berlanau
of Engineers , campuran
selama Perang pasirII.
Dunia lanau
Dalam
Pasir

rangka kerja sama dengan United


SCStates Bureau
Pasir of Reclamation
berlempung tahun
campuran pasir 1952,
lempung
lem pung dan lem pungLanau dan lem pung batas
Tanah Berbutir Halus 50% atau lebih lolos

sistem ini disempurnakan. Pada masa kini, sistem klasifikasi tersebut digunakan
batas cair lebih dari 50% cair 50% atau kurang

Lanau anorganik ,pasir halus sekali ,serbuk


batuan ,pasir halus berlanau atau ML
secara luas oleh para ahli teknik. Sistem Klasifikasi Unified diberikan dalam
beerlempung
Tabel 3.3. Lempung anorganik dengan plastisitas
rendah sampai dengan sedang lempung
CL
berkerikil ,lempung beerpasir ,lempung
ayakan No 200

Tabel 3.3 Sistem Klasifikasi USCS berlanau ,lempung "kurus" (lean clays)
Lanau anorganik dan lempung berlanau
OL
organik dengan plastisitas rendah
Lanau anorganik atau pasir halus dlatomae
MH
,atau lanau diatomae lanau elastis

Lempung anorganik dengan plastisitas


CH
tinggi ,lempung "gemuk "(fat clays)
35
Lempung organik dengan plastisitas
OH
sedang sampai dengan tinggi
Tanah tanah dengan kandungan Peat (gambut),muck,dan tanah tanah lain
PT
organik tinggi dengan kandungan organik tinggi
Sumber : Das, 1995
Simbol-simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi USCS adalah:
W = well graded (tanah dengan gradasi baik)
P = poorly graded (tanah dengan gradasi buruk)
L = low plasticity (plastisitas rendah)(LL < 50)
H = high plasticity (plastisitas tinggi) (LL > 50)
Dalam sistem Unified, tanah berkerikil dan berpasir dipisahkan dengan
jelas, tapi dalamsistem AASHTO tidak. Kelompok A-2 berisi tanah-tanah yang
bervariasi. Tanda-tanda seperti GW, SM, CH, dan lain-lain yang digunakan dalam
sistem Unified menerangkan sifat-sifat tanah lebih jelas daripada simbol yang

36
digunakan dalam sistem AASHTO. Klasifikasi tanah organik seperti OL, OH, dan
PT telah diberikan dalam sistem Unified, tapi sistem AASHTO tidak memberikan
tempat untuk tanah organik
3.2 Prosedur Praktikum Analisa Ayakan
1. Memecahkan gumpalan tanah dengan alat penumbuk hingga menjadi butir-butir
tanah yang terpisah satu sama lainnya .
2. Menimbang anah yang akan diuji seberat 500 gram.
3. Memasukkan tanah ke dalam ayakan yang telah disusun dari ukuran diameter
besar ke kecil.
4. Menggoyang - goyangkan ayakan selama 10 menit.
5. Setelah selesai digoyangkan, menimbang tanah yang tertahan disetiap saringan.
6. Menghitung dan menentukan jenis tanah yang diuji.
3.3 Dokumentasi Praktikum Analisa Ayakan
Tabel 3.4. Dokumentasi Praktikum Analisa Ayakan

Gambar Keterangan

Mengambil tanah 500 gram,


kemudian masukan ke dalam
ayakan.

Gambar 3.1

Proses pengayakan

Gambar 3.2

37
Gambar Keterangan

Menimbang tanah yang tertahan


di setiap ayakan

Gambar 3.3

Sumber: Hasil Olahan pribadi, 2019

3.4 Data dan Analisa Praktikum Analisa Ayakan


3.4.1Data Praktikum Analisa Ayakan
Dengan berat awal 500 gram setelah di lakukan uji analisa ayakan di
peroleh hasil pengujian pada tabel 3.5
Tabel 3.5 Data perhitungan uji praktikum Analisa Ayakan
kumula
diameter berattana
No. tiftertah % kumulatif %tanah
ayakan htertahan
ayakan an tertahan % tertahan lolos
(mm) (gr)
(gr)
3 6.3 1,9 1,9 0,36 0,38 99,62
4 4.75 26,8 28,7 5,36 5,74 94,26
8 2.36 91,5 120,2 18,3 24,04 75,96
10 1.7 63,1 183,3 12,62 36,66 63,34
20 0.85 108,2 291,5 21,64 58,3 41,7
50 0.3 66,1 357,6 13,22 71,52 28,48
100 0.15 101,6 459,2 20,32 91,84 8,16
200 0.075 36,01 495,3 7,22 99,06 0,94
Pan   4,7 500 0,94 100 0
  Jumlah 500      
Sumber: Hasil olahan pribadi (2019)

Berdasarkan tabel 3.5 dapat dihitung persentase tanah yang hilang dengan
syarat tanah yang hilang < 2% dengan persamaan 3.3.

38
W awal−W akhir
Tanah yang hilang = ×100 %................................................ (3.3)
W awal
Berdasarkan data yang didapat dari pengujian ayakan pada tabel 3.7, kemudian
dihitung presentase tanah yang hilan mengguakan persamaan 3.3.
500−500
Tanah yang hilang = × 100 %
500
= 0% < 2%
Berdasarkan hasil perhitungan tanah yang hilang, dikatakan bahwa
persentase tanah yang hilang memeuhi persyaratan < 2
3.4.2Analisa Praktikum Ayakan
Untuk mengetahui persentase jenis tanah digunakan grafik skala log pada
gambar 3.4 ,berdasarka grafik skala log amaka akan di dapatkan nilai D60, D30,
dan D10.

Gambar : 3.4 Skala log


Berdasarkan gambar 3.4 maka diketahui presentasi jenis tanahn yang diuji,
didapatkan presentase sebagai berikut:
 Fines:Silt (lolosayakan No. 200) = 0,94%
 Gravel (tertahanayakan No.4) = 5,36 %
 Sand (tertahan ayakan No. 4 - lolos ayakan No. 200)
Sand = 94,26 % - 0,94%) = 93,23%

39
Untuk jenis pasir, ukuran partikel nya dibagi menjadi 3 yaitu: coarse
(kasar), medium (sedang), danfine (halus). Presentase ukuran partikel pasir
dinyatakan sebagai:
 Coarse = presentase tertahan ayakan No. 8 dan No. 10
= 18,3 % + 12,62 % = 40,92 %
 Medium =presentase tertahan ayakan No. 20 dan No. 50
= 21,64% + 13,22 % = 34,68 %
 Fine =presentase tertahan ayakan No. 100 dan No. 200
= 20,32 % + 7,22 % = 27,54 %
Berdasarkan grafik skala log tanah yang paling dominan adalah pasir
dengan ukuran coarse , karena jenis tersebut memiliki presentase paling banyak
yaitu 40,92 %. Sedangkan nilai gradasi dan keseragaman dari tanah dapat
diperoleh dengan melakukan perhitungan sesuai persamaan 3.1 dan 3.2
menggunakan nilai D60, D30, dan D10 yang berdasar pada gambar 3.4.
D60 1,8
Cu= = = 12,87
D10 0,14
D30 2 0,422
Cc = = = 0,7
D60 x D 10 1,8 x 0,14
Berdasarkan perhitungan nilai nilai Cu > 6 memenuhi peryaratan namun
Nilai Cc tidak berada diantara 1-3, oleh karena itu, dapat dikatakan tanah ini
memiliki gradasi yang kurang baik.
Setelah di ketahui nilai persentase dan keseragaman dari tanah maka tanah
dapat di klasifikasikan dengan menggunakan sistem AASTHO pada tabel 3.6
dan Unfield pada tabel 3.7 .

Tabel 3.6 Analisa ayakan berdasarkan AASTHO


Tanah berbutir
Klasifikasi Umum (35% atau kurang dari seluruh contoh tanahlolos ayakan
No,200)
Klasifikasi A-1 A-2
kelompok A-1-a A-1-b A-3 A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7
Analisis ayakan              

40
(%lolos)              
maks
No.10
50            
maks maks
No.40
30 50 Min 51        
No,200 maks maks Maks Maks Maks Maks Maks
15 25 10 35 35 35 35
Sifat fraksi yang        
lolos ayakan No.40        
maks min maks min
Batas cair (LL)
40 41 40 41
Indeks plastisitas maks maks min min
(PL) Maks 6 NP 10 10 11 11
simbol
Tipe material Batu pecah
Divisiyang
utama kelompok Nama umum
,kerikil dan pasir kerikil dan pasir yang berlanau
Tanah berbutir kasar 50% atau lebih butiran tertahan pada ayakan No 200

Kerikil dengan Kerikil bersih (hanya

paling dominan
Kerikil 50% atau lebih dari fraksi
kasar tertahan pada ayakan No.4

pasir halus atau berlempung


Gw Kerikil bergradasi baik dan campur kerikil ,sedikit
penilaian sebagai
kerikil)

atausekali
Baik sama sampai
sekali tidak mengandung butiran halus
baik
bahan tanah dasar
kerikil bergradasi buruk dan campuran kerikil
Sumber : Hasil Olahan Pribadi (2019)
GP Keterangan
pasir , sedikit atau sama sekali: tidak mengandung
bbutiran halus
= Tidak memenuhi
butiran halus

GM Kerikil berlanau campuran kerikil pasir lanau


= Memenuhi
GC Kerikil berlempung campuran kerikil pasir
Berdasarkan sistem klasifikasi AASTHO pada tabellempung3.6 warna merah muda
Pasir lebih dari 50% fraksi kasar lolos

menunjukan tanah memenuhi klasifikasi sedangkan warna hitam menunjukan tanah


SW
(hanya pasir)

Pasir bergradasi baik , pasir berkerikil , sedikit


Pasir bersih

tidak memenuhi klasifikasi . Untuk ayakan


atauNo.10 didapatkan
sama sekali 63,34%butiran
tidak mengandung loloshalus
maka
memenuhi pada kriteria A-1-b sampai A-2-7 sedangkan yang lain tidak memenuhi
ayakan No.4

pasir bergradasi buruk dan pasir berkerikil , sedikit


SP
,untuk ayakan No.40 tidak di gunakan sehingga klasifikasi pada ayakan no 40
atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
diabaikan,untuk analisa ayakan No.200 didapatlan 0,94% lolos sehingg semua
butiran halus
Pasir dengan

SM
kategori A-1-a sampai A-2-7 memenuhi Pasir berlanau
,kemudian ditinjau, campuran pasirCairnya(LL)
dari Batas lanau

sebesar 79% maka A-2-5 dan A-2-7 memenuhi ,selanjutnya di tinjau dari Batas
SC Pasir berlempung campuran pasir lempung
Plastis(PL) yaitu sebesar 52,51% maka A-2-6 dan A-2-7 memenuhi sehingga
Tanah Berbutir Halus 50% atau lebih lolos ayakan No

lempung dan lempung Lanau dan lempung batas

berdasarkan tabel 3.8 tanahyang dominan termasuk ke dalam klasifikasi A-2-7 yaitu
batas cair lebih dari 50% cair 50% atau kurang

ML Lanau anorganik ,pasir halus sekali ,serbuk batuan


kerikil dan pasir yang berlempung atau berlanau.
,pasir halus berlanau atau beerlempung
Tabel 3.7 Analisa ayakan berdasarkan USCSLempung anorganik dengan plastisitas rendah
sampai dengan sedang lempung berkerikil
CL
,lempung beerpasir ,lempung berlanau ,lempung
"kurus" (lean clays)
Lanau anorganik dan lempung berlanau organik
OL
200

dengan plastisitas rendah


Lanau anorganik atau pasir halus dlatomae ,atau
MH
lanau diatomae lanau elastis

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi


CH
,lempung "gemuk "(fat clays)
41
Lempung organik dengan plastisitas sedang
OH
sampai dengan tinggi
Tanah tanah dengan kandungan Peat (gambut),muck,dan tanah tanah lain dengan
PT
organik tinggi kandungan organik tinggi
Sumber : hasil olahan pribadi (2019) Keterangan :
= Tidak memenuhi
= Memenuhi
Berdasarkan sistem klasifikasi USCS pada tabel 3.7 warna merah muda
menunjukan tanah memenuhi klasifikasi sedangkan warna hitam menunjukan tanah
tidak memenuhi klasifikasi .Untuk persentase tertahan ayakan no 200 sebesar
7,22% termasuk ke dalam klasifikasi tanah berbutir kasar 50%, untuk pasir lolos
pada ayakan no 4 sebesar 94,26% termasuk kategori psir 50% atau lebih dari fraksi
kasar lolos ayakan no 4,selanjutnya untuk mengetahui kategori yang sesuai dilihat

42
dari nilai Cu dan Cc ,berdasarkan perhitungan Cu dan Cc maka yanah tersebut di
kategorikan ke dalam simbol SP yaitu pasir bergradasi buruk dab campuran pasir
kerikil sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
3.5 Kesimpulan
Dari analisa yang telahdilakukan, makadapatdisimpulkan :
1. Jenis tanah yang paling dominan pada tanah yang di uji yaitu pasir dengan
presentase 93,23%.
2. Berdasarkan sistem klasifikasi AASTHO tanah termasuk ke dalam klasifikasi A-
2-7 yaitu kerikil dan pasir yang berlempung atau berlanau .
3. Berdasarkan sistem klasifikasi Unfield tanah tersebut tersebut dikategorikan
sebagai SP atau pasir bergradasi buruk dan pasir bererikil ,sedikit atau sama sekali
tidak mengandung butiran halus.

43
BAB IV
PENGUJIAN PEMADATAN TANAH
4.1. Dasar Teori
Pemadatan tanah berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah, sehingga
dengan demikian meningkatkan daya dukung pondasi di atasnya. Pemadatan juga
dapat mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan dan
meningkatkan kemantapan lereng timbunan. Penggilas besi berpermukaan halus
(smooth-wheel rollers), dan penggilas getar (vibratory rollers) adalah alat-alat yang
umum digunakan di lapangan untuk pemadatan tanah (Das,1995). Metode pengujian
pemadatan dapat dilakukan baik di lapangan maupun di laboratorium. Cara
pengujian pemadatan di laboratorium yang di kenalkan proctor adalah
 Standart proctor test
 Modified proctor test
Pada pengujian kali ini kita menggunakan pengujian pemadatan di laboratorium
dengan metode standart proctor test dan akan di lanjutkan dengan CBR (California
Bearing Ratio).
4.1.1Standart Proctor Test
Standart proctor test bertujuan untuk mencari kekuatan maksimal dari tanah
dengan mencari data kadar air optimum dan berat volume kering maksimum dimana
data tersebut akan di fungsikan untuk mengklarifikasikan jenis tanah yang di uji.
Tanah dipadatkan dalam sebuah cetakan silinder bcrvolume 1/30 ft3 (943,3 cm3).
Diameter cetakan tersebut adalah 4 inc (101,6 mm). Selama percobaan di
laboratorium, cetakan itu dikelem pada sebuah pelat dasar dan di atasnya diberi
perpanjangan (juga berbentuk silinder) seperti terlihat pada Gambar 8.2a. Tanah
dicampur air dengan kadar yang berbeda-beda dan kemudian dipadatkan dengan
menggunakan penumbuk khusus. Pemadatan tanah tersebut dilakukan dalam 3 (tiga)
lapisan (dengan tebal tiap lapisan kira-kira 1,0 in) dan jumlah tumbukan adalah 25 X
setiap lapisan. Berat penumbuk adalah 5,5 lb (massa = 2.5 kg) dan tinggi jatuh
sebesar 12 in (304,8 mm) seperti terlihat pada Gambar 8.2b (Das,1995).

44
Gambar 4.1. Alat uji proctor standart : (a) cetakan, (b) penumbuk.
Sumber : Braja M. Das, Mekanika Tanah 1, 1995
Kepadatan tanah biasanya diukur dengan menentukan berat inti keringnya,
bukan dengan angka porinya. Lebih tinggi berat kering berarti lebih kecil angka
porinya dan lebih tinggi derajat kepadatannya. Jadi untuk menentukan kadar
optimum biasanya dibuat grafik isi kering terhadap air dan dilakukan dilaboratorium,
disini juga menentukan berat volume kering maksimum dan kadar air optimum
proctor. Perhitungan dari hasil percobaan ini menggunakan persamaan :
Berat tanah kering, W4 = W3 – W1........................................................................(4.1)
Berat tanah basah, W7 = W5 – W6.........................................................................(4.2)
1
Volume mold, V = π D 2 x T.................................................................................
4
(4.3)
Berat volume tanah basah adalah penghitungan seberapa banyak ruang yang bisa
ditempati tanah dalam keadaan basah
W7
t = .......................................................................................................................
V
(4.4)
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah atau berdasarkan berat kering,

45
W 2−W 3
Wc = x 100% ...............................................................................................
W 3−W 1
(4.5)

Berat volume kering adalah penghitungan seberapa banyak ruang yang bisa
ditempati tanah dalam keadaan kering
γt
d = Wc ( % ) .............................................................................................
1+
100
...............(4.6)
Keterangan :
W1 = Berat cawan.
W2 = Berat cawan + berat tanah basah.
W3 = Berat cawan + berat tanah kering
W5 = Berat mold + berat tanah basah
W6 = Berat mold
D = Diameter
T = Tinggi
Untuk suatu kadar air tertentu, berat volume kering maksimum secara teoritis di
dapat pada pori-pori sudah tidak ada udaranya lagi,yaitu pada saat dimana derajat
kejenuhan tanah = 100%. Jadi berat volume kering maksimum (teoritis) pada suatu
kadar air tertentu dengan kondisi “zero air voids” yaitu kondisi dimana pori-pori
tanah tidak mengandung udara sama sekali dapat di hitung dengan persamaan 4.3.
(Das,1995)
Berat volume kering (ZAV) adalah penghitungan seberapa banyak ruang yang bisa
ditempati tanah dalam keadaan kering dimana pori-pori tanah tidak mengandung
udara sama sekali
γt
dZAV = w(% ) 1 ........................................................................................................
+
100 Gs
(4.7)
Keterangan :
t = Berat volume tanah basah

46
W = Kadar Air
Gs = Specific gravity dari butir – butir air

Lee & Sued Kamp (1972) telah mempelajari kurva pemadatan dari 35 jenis
tanah. Mereka menyimpulkan bahwa kurva pemadatan tanah tersebut dibedakan
hanya menjadi empat (4) tipe umum yang digambarkan pada gambar 4.2.

Gambar 4.2. Bentuk umum kurva pemadatan untuk empat jenis tanah (ASTM D-698)
Sumber : Braja M Das, 1995

47
4.1.2CBR (California Bearing Ratio)
CBR (California Bearing Ratio) merupakan parameter kekuatan relatif yang
paling sering digunakan dalam desain perkerasan. CBR bertujuan untuk mengetahui
kualitas tanah yang di uji apabila nilai CBR kurang dari 6% maka tanah tersebut
lunak dan jika lebih dari 6% maka tanah tersebut padat. Pengujian ini dimaksudkan
untuk menentukan CBR (California Bearing Ratio) tanah dan campuran tanah
agregat yang dipadatkan di laboratorium pada kadar air tertentu. CBR laboratorium
ialah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar
dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama.
Metode pengujian CBR dikembangkan pada tahun 1930 oleh California division
of highways dan kemudian diikuti dan disesuaikan oleh berbagai institusi dan Negara
di dunia. Pengujian CBR pada dasarnya dilakukan dengan mengukur beban yang
diperlukan oleh batang penekan. Dengan demikian, CBR adalah perbandingan antara
beban yang diperlukan untuk mendorong batang masuk kedalam tanah dengan beban
yang diperlukan sampai kedalaman tertentu.

48
Gambar 4.3 Alat CBR
Sumber : Laboratorium Mekanika Tanah – WordPress.com
CBR dikembangkan sebagai cara menilai kekuatan tanah dasar jalan. Dengan ini
kita dapat mengetahui bahan yang hendak dipakai untuk pembuatan perkerasan.
Harga CBR dihitung pada harga penetrasi 0,1 dan 0,2 dengan membagi bahan
penetrasi masing-masing sebesar 3000 dan 4500 pound beban standart yang
diperoleh dari percobaan terhadap macam batu pecah yang dianggap mempunyai
CBR 100%. Percobaan CBR dapat dilakukan pada contoh tanah asli atau tanah yang
dipadatkan atau dilakukan dilapangan langsung pada tanah yang akan dicoba dengan
menggunakan rumus (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga,
2006). Secara matematis, nilai CBR dinyatakan sebagai:
CBR0.1” = Beban Pada Penetrasi 0.1} over {3000} ×100 ¿
.................................................... ......(4.8)
CBR0.2” = BebanPada Penetrasi 0.2 } over {4500} ×100 ¿
........................................... ...............(4.9)
Untuk perhitungan beban mengggunakan persamaan :
Y = (0,72× X) – 8,5...............................................................................................(4.10)
Keterangan :
Y = Beban standart( lb )
X = Pembacaan Arloji( Atas/ Bawah )
Untuk perhitungan berat isi tanah dan kadar air menggunakan persamaan :
Berat Air, W4 = W2-W3........................................................................................(4.11)
Berat tanah kering, W5 = W3-W1.........................................................................(4.12)
W7
Berat isi tanah, t = ...........................................................................................
V
(4.13)
w4
Kadar Air, , Wc = x 100%..............................................................................
w5
(4.14)
Keterangan :
W1 = Berat cawan.
W2 = Berat cawan + berat tanah basah.

49
W3 = Berat cawan + berat tanah kering

Sistem Klasifikasi
Nilai CBR Peringkat
UNIFIED AASHTO
Umum
0–3 Sangat Jelek OH, CH, MH, OL A5, A6, A7
3–7 Jelek OH, CH, MH, OL A4, A5, A6, A7
7 – 20 Biasa OL, CL, ML, SC, SM, SP A2, A4, A6, A7
20 – 50 Bagus GM, GC, SW, SM, SP, GI A1b, A2-5, A3, A2-6
> 50 Sangat Bagus GW, GM A1a, A2-4, A3

W7 = Berat tanah basah


Nilai CBR biasanya perbandinganbeban pada penterasi 2,54mm (0,10in).
Apabila perbandingan beban pada penetrasi 5,08mm (0,20in) ternyata lebih besar
daripada perbandingan penetrasi pada2,54mm (0,10in), maka pengujian perlu
diulang.
Apabila hasil pengulangan tersebut adalah sama, maka CBR merupakan
perbandingam pada 5,08mm (0,20in). (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal Bina Marga, 2006). Adapun klarifikasi tanah berdasarkan nilai CBR design
dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Harga CBR

Sumber : Herman Dermawan, 2002


4.2. Prosedur Praktikum

50
4.2.1Prosedur Praktikum Standart Proctor Test
1. Tanah sebanyak 5 kg = 5000 gr diambil dengan gumpalan besar dipecahkan
hingga dalam bentuk kecil-kecil.
2. Hasil tumbukan diayak dengan ayakan No. 4 dan diaduk dengan air 100 ml.
3. Plat dan cetakan ditimbang.
4. Tanah lembab dimasukkan kedalam cetakan silinder. Setiap 1/3 bagian
ditumbuk 25 kali dengan mold. Tanah yang lembab diharapkan bagian atasnya
harus diatas sambungan.
5. Silinder perpanjangan dilepas perlahan apabila proses pemadatan selesai.
6. Ambil silinder yang dasar beserta tanah di dalamnya
7. Permukaan tanah lembab pada silinder diratakan.
8. Tanah dan cetakan ditimbang.
9. Ambil contoh tanah lembab diambil dan diletakkan di cawan lalu ditimbang.
10. Pecahkan gumpalan tanah yang baru saja dikeluarkan dari cetakan. Tambahkan
air dan campur hingga merata. Ulangi pengujian ini hingga berat volume tanah
turun.
11. Contoh tanah lembab yang diletakkan di cawan di oven hinggan 8 jam lalu
ditimbang.

4.2.2Prosedur Prakikum California Bearing Ratio (CBR)


1. Tanah bekas uji Proctor dimasukkan kedalam mold.
2. Mold yang berisi tanah ditimbang kemudian mengambil sampel tanah untuk dicari
nilai kadar airnya.
3. Benda uji diletakkan pada mesin CBR.
4. Pada permukaan benda diatur penetrasi sehingga arloji beban menunjukkan beban
permukaan.
5. Kecepatan pemutaran pada alat CBR diberikan secara teratur.
6. Mencatat pembacaan arloji pada angka-angka penurunan yang telah ditentukan
sampai jarum penurunan berputar berlawanan.
Catatan pembacaan pada penetrasi :
0,312 mm (0,0125”)

51
0,620 mm (0,0250”)
1,250 mm (0,0500”)
2,500 mm (0,1000”)
3,750 mm (0,1500”)
5,000 mm (0,2000”)
7,500 mm (0,3000”)
10,00 mm (0,4000”)
12,50 mm (0,5000”)
7. Catat beban maksimum dan beban penetrasi bila pembebanan maksimum terjadi
sebelum penetrasi 12,50 mm (0,5000”)
8. Setelah jarum telah berputar berlawanan, maka mold dibalik untuk diuji yang sisi
bawah, langkahnya sama dengan pembacaan atas.
9. Mengeluarkan mold dari mesin CBR, kemudian tanah yang diuji dikeluarkan dari
mold tersebut.
10. Merapikan kembali alat-alat yang telah digunakan.

4.3 Dokumentasi Praktikum


4.3.1Dokumen Praktikum Standart Proctor Test
Tabel 4.2. Dokumentasi Praktikum Standart Proctor Test
Gambar Keterangan
Tanah kering diberi air sebesar
100ml setiap melakuan percobaan
(berkesinambungan).

Gambar 4.4.

Tanah diratakan setelah diberi air

52
Gambar Keterangan
sampai benar-benar rata.

Gambar 4.5.

Tanah dimasukan kedalam mold


dan

Gambar 4.6.

Tanah yang di masukkan kedalam


mold ditumbuk menggunakan
penumbuk sebanyak 25 kali.

Gambar 4.7

Silinder perpanjangan dilepas


perlahan apabila proses pemadatan
selesai.
Gambar 4.8.

Ambil silinder yang dasar beserta


tanah di dalamnya

Gambar 4.9.
Permukaan tanah lembab pada
silinder diratakan.

Gambar 4.10.

Tanah dan cetakan ditimbang.

Gambar 4.11.

Ambil contoh tanah lembab

53
Gambar Keterangan
diambil dan diletakkan di cawan
lalu ditimbang. Setelah ditimbang

Gambar 4.12. masukkan oven selama 8 jam

Sumber : Data Olahan Pribadi, 2019

4.3.2Dokumentasi Praktikum California Bearing Ratio (CBR)


Tabel 4.3. Dokumentasi Praktikum California Bearing Ratio (CBR)
Gambar Keterangan

Tanah dimasukan kedalam mold


1/3 bagian dan ditumbuk
sebanyak 25 kali.

Gambar 4.13.

Mold ditimbang bersama tanah


yang sudah berisi tanah.

Gambar 4.14.

Gambar 4.15. Alat penetrasi (loading machine)


diratakan dengan menggunakan
penggaris waterpass.

Pengujian benda uji

54
Gambar Keterangan

Gambar 4.16.

Ambil sampel tanah ditimbang dan


kemudian dioven selanjutnya
ditimbang lagi setelah keluar dari
oven.

Gambar 4.17.
Sumber : Data Olahan Pribadi, 2019
4.4. Data dan Analisa Praktikum
4.4.1 Standart Proctor Test
A. Data Praktikum
Data hasil pengamatan didapatkan dari pengamatan pada saat praktikum
berjalan. Data yang didapatkan adalah sebagai berikut :
Percobaan 1
Data pertama yang akan dicari adalah berat tanah kering (W4), adapun data yang
sudah ketahui dari hasil pengamatan, dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Data perhitungan uji praktikum berat tanah kering Standart Proctor
Test
Pengujian Nomor 1
Berat Cawan, W1 41,2
Berat Cawan + Tanah Kering, W3 88,4
Sumber: Data Olahan Pribadi, 2019
Untuk menghitung berat tanah kering (W4) dapat menggunakan persamaan 4.1.
W4 = W3 – W1
= 88,4 – 41,2
= 47,2 gr

55
Setelah menghitung berat tanah kering (W4), langkah selanjutnya adalah
menghitung berat tanah basah (W7) tanah basah yang maksud bukan tanah basah
yang ada di cawan melainkan tanah basah yang ada di dalam mold, adapun yang
sudah diketahui dari hasil pengamatan, dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Data perhitungan uji praktikum berat tanah basah Standart Proctor
Test

Pengujian Nomor 1
Berat Mold + Tanah Basah, W5 4490
Berat Mold, W6 3165

Sumber : Data Olahan Pribadi, 2019


Data berat mold adalah data ketetapan pada saat praktikum dilaksanakan,
untuk menghitung berat tanah basah (W7) menggunakan persamaan 4.2.
W7 = W5 – W6
= 4490 – 3165
= 1325 gr
Setelah menghitung berat tanah basah (W7), langkah selanjutnya adalah mencari
volume mold (V). Adapun data ketetapan yang sudah diketahui saat praktikum
yaitu dimensi mold dengan spesifikasi :
 Diameter (D) = 10 cm
 Tinggi (H) = 11,5 cm
Untuk mencari volume mold (V) dapat menggunakan persamaan 4.3.
1
V = π D2 x T
4
1
= . 3,14 , 102 x 11,5
4
= 902,75 cm3
Setelah mencari volume mold (V), selanjutnya adalah berat volume tanah basah
( γ ¿¿ t) ¿. Untuk menghitung γ t data yang harus diketahui adalah berat tanah
basah (W7) dan volume mold (V), sebelumnya kita sudah menghitung W7 dan
V dengan hasil sebagai berikut :
 W7 = 1325 gr

56
 V = 902,75 cm3
Untuk menghitung berat volume tanah basah ( γ ¿¿ t) ¿ dapat menggunakan
persamaan 4.4.
W7
t =
V
1325
=
902,75
= 1,46773 gr/ cm3
Langkah selanjutnya setelah menghitung berat volume tanah basah ( γ ¿¿ t) ¿
adalah menghitung kadar air (Wc), adapun data yang sudah diketahui dari hasil
pengamatan praktikum, dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Data perhitungan uji praktikum kadar air Standart Proctor Test
Pengujian Nomor 1
Berat Cawan, W1 41,2
Berat Cawan + Tanah Basah, W2 93
Berat Cawan + Tanah Kering, W3 88,4
Sumber : Data Olahan Pribadi, 2019
Untuk menghitung kadar air (Wc) dapat menggunakan persamaan 4.5.
W 2−W 3
Wc = x 100%
W 3−W 1
93−88,4
= x 100%
88,4−41,2
= 9,74576 %
Setelah menghitung kadar air (Wc) langkah selanjutnya adalah menghitung berat
volume kering (d). Untuk menghitung berat volume kering (d) data yang harus
di ketahui adalah berat volume tanah basah ( γ ¿¿ t) ¿ dan kadar air (Wc),
sebelumnya kita sudah menghitung ( γ ¿¿ t) ¿ dan (Wc) dengan hasil sebagai
berikut :
4. γ t = 1,46773 gr/ cm3
5. Wc = 9,74576 %
Untuk menghitung berat volume kering (d) dapat menggunakan persamaan 4.6.
γt
d = Wc (% )
1+
100

57
1,46773 gr /cm 3
= 9,74576 %
1+
100
= 1,33739 gr/ cm3

Langkah selanjutnya setelah menghitung berat volume kering (d) adalah


menghitung berat volume kering ZAV (dzav). Untuk menghitung berat volume
kering ZAV data yang harus diketahui adalah berat volume tanah basah ( γ ¿¿ t) ¿,
kadar air (Wc), dan Gs (Specific gravity), sebelumnya kita sudah menghitung
berat volume tanah basah ( γ ¿¿ t) ¿ dan kadar air (Wc) untuk Gs datanya sudah di
tetapkan saat praktikum dengan hasil sebagai berikut :

 γ t = 1,46773 gr/ cm3


 Wc = 9,74576 %
 Gs = 2,64
Untuk menghitung berat volume kering ZAV (dzav) dapat menggunakan
persamaan 4.7.
γt
dZAV = w(% ) 1
+
100 Gs
1,46773
= 9,74576 1
+
100 2,64
= 3,08189 gr/ cm3
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai dZAV sebesar 3,08189 gr/ cm3.

58
Dengan berat awal tanah 5 kg, Selanjutnya perhitungan mengikuti langkah yang sama. Hasil keseluruhan ditunjukkan pada tabel 4.7.
Tabel 4.7.Data Uji Pemadatan Tanah Standart Proctor Test

Pengujian Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8
Berat Cawan, W1 41,2 45,9 47,3 44,7 45,6 45,2 54 38,3
Berat Cawan + Tanah Basah, W2 93 100,6 104,5 81 79,3 117,4 144 151,4
Berat Cawan + Tanah Kering, W3 88,4 93,9 96,4 75 73,3 102,7 124,9 125,4
Berat Tanah Kering, W4 47,2 48 49,1 30,3 27,7 57,5 70,9 87,1
                 
Berat Mold + Tanah Basah, W5 4490 4550 4600 4650 4690 4750 4730 4725
Berat Mold, W6 3165 3165 3165 3165 3165 3165 3165 3165
Berat Tanah Basah, W7 1325 1385 1435 1485 1525 1585 1565 1560
Volume Mold 902,75 902,75 902,75 902,75 902,75 902,75 902,75 902,75
1,68928
Berat Volume Tanah Basah, (ϒt) 1,467737 1,534201 1,589587 1,644974 3 1,755746 1,733592 1,728053
21,6606
Kadar air, (Wc) 9,745763 13,95833 16,49695 19,80198 5 25,56522 26,93935 29,85075
Berat Volume Tanah Kering, (ϒd) 1,337398 1,346282 1,364488 1,373077 1,38852 1,398274 1,365685 1,3308
berat volume tanah ZAV 3,081893 2,959657 2,92334 2,851858 2,83725 2,767395 2,674547 2,551403

Sumber : Data Olahan Pribadi, 2019

59
Untuk mendapatkan nilai kadar air (Wc) optimum dan berat kering (d)
maksimum maka dibuat grafik hubungan kadar air dan berat volume kering.

dzav
2,767395gr/cm3

d maksimum
1,39827 gr/m3

W optimum
25,565 %

Gambar 4.18.Grafik Hubungan Berat Volume dan Kadar Air


Sumber : Hasil Percobaan Praktikum 2019
Pada Gambar 4.18 dari percobaan ke-1 sampai percobaan ke-6 mengalami
kenaikan, hal itu disebabkan karena penambahan debit air dalam tanah yang di
uji dan dari percobaan ke-6 sampai percobaan ke-8 mengalami penurunan
dikarenakan Wc Optimum dan Yd Maksimum terletak pada percobaan ke-6.
B. Analisa Praktikum
Dari Gambar 4.12 dapat dilihat bahwa, jika energi pemadatan bertambah,
maka harga berat volume kering tanah juga bertambah. Namun setelah mencapai
kadar air tertentu, penambahan kadar air justru cenderung menurunkan nilai berat
volume kering dari tanah. Hal ini dikarenakan, air tersebut justru menempati pori-
pori dalam tanah yang sebetulnya dapat ditempati oleh partikel-partikel padat
tanah.
Dari Gambar 4.12, maka didapat hasil sebagai berikut :
 Kadar air optimum (WcOpt) = 25,565 %
 Berat volume kering maksimum (d Max) = 1,39827 gr/cm3
 berat volume kering ZAV (dzav) = 2,767395 gr/cm3
60
Untuk menentukan jenis tanah dapat kita lihat pada gambar 4.2. Data yang
harus diketahui adalah Kadar air optimum (Wc Opt) dan Berat volume kering
maksimum (d Max), dari perhitungan sebelumnya kita sudah mengetahui hasil
perhitungan dari WcOpt dan d Max yaitu 25,565 % dan 1,39827 gr/cm3, dalam
grafik yang dihasilkan pada gambar 4.2, dapat dilihat tidak ada satupun nilai data
yang memenuhi dalam grafik tersebut . Maka dapat disimpulkan bahwa tanah
yang di uji untuk Standart Proctor Test tidak dapat diklarifikasi.
4.4.2 Data dan Analisa Praktikum (CBR)
A. Data Praktikum
Perhitungan pertama adalah perhitungan berat volume tanah (γt). Adapun
data pengamatan yang sudah diketahui saat praktikum, dapat dilihat pada tabel
4.8.
Tabel 4.8 Data perhitungan uji praktikum berat volume tanah California Bearing
Ratio

Pengujian Nomor 1
Berat tanah + silinder,W2 (gr) 12927
Berat silinder, W1 (gr) 7060
Berat tanah basah, W7 (gr) 5867
Volume kering rencana, V(cm3) 3394,73

Sumber : Data Olahan Pribadi, 2019

Untuk menghitung berat volume tanah basah (γt). Dapat menggunakan persamaan
4.4.
W7
t =
V
5867
=
3394,73
= 1,72826 gr/cm3
Setelah menghitung volume tanah basah (γt). Langkah selanjutnya mencari
beban atas dan beban bawah, data yang harus diketahui adalah data penurunan
dan data dari pembacaan arloji. Data perununan merupakan data ketetapan saat
praktikum dan data pembacaan arloji merupakan data pengamatan , dapat dilihat
pada tabel 4.9

61
Tabel 4.9 Data beban atas dan beban bawah California Bearing Ratio

Pembacaan Arloji
Penurunan (mm)
Bawah Atas
0,0125 55 122
0,025 68 165
0,05 79 232
0,075 95 253
0,1 100 261
0,15 218 275
0,2 230 290
0,3 248 310

Sumber : Data Olahan Pribadi, 2019


Untuk mencari beban atas dan beban bawah dapat menggunakan persamaan 4.6.
Percobaan 1
 Beban Atas
Y = (0,72× X) – 8,5
= (0,72× 122) – 8,5
= 86,99
Keterangan :
X= Pembacaan Arloji Atas
 Beban Bawah
Y = (0,72× X) – 8,5
= (0,72× 55) – 8,5
= 38,7
Selanjutnya perhitungan mengikuti langkah yang sama. Hasil keseluruhan
diberikan pada tabel 4.10

62
Tabel 4.10 Data hasil perhitungan beban atas dan beban bawah California
Bearing Ratio
Pembacaan Arloji Beban Beban
Penurunan (mm)
Bawah Atas Bawah Atas
0,0125 55 122 38,75 86,99
0,025 68 165 48,11 117,95
0,05 79 232 56,03 166,19
0,075 95 253 67,55 181,31
0,1 100 261 71,15 187,07
0,15 218 275 156,11 197,15
0,2 230 290 164,75 207,95
0,3 248 310 177,71 222,35
Sumber : Data Olahan Pribadi, 2019
Setelah menghitung beban atas dan bawah maka langkah selanjutnya adalah
menghitung berat air dan berat tanah kering, adapun data pengamatan yang sudah
diketahui saat praktikum berlangsung, dapat dlihat pada tabel 4.11.
Tabel 4.11 Data perhitungan uji praktikum berat air dan berat tanah kering
California Bearing Ratio
Sebelum Sesudah
Sample Tanah
Di Oven Di Oven
Tanah Basah + Cawan, W2 115,9 76,4
Tanah Kering + Cawan,W3 102,3 71,4
Berat Cawan,W1 50,1 50,1

Sumber : Data Olahan Pribadi, 2019


Untuk menghitung berat air dan berat tanah kering dapat menggunakan persamaan
4.11 dan 4.12.
 Berat air sebelum
W4 = W2-W3
= 115,9-102,3
= 13,6

 Berat air sesudah


W4 = W2-W3
= 76,4 – 71,4
=5
 Berat tanah kering sebelum

63
W5 = W3-W1
= 102,3 – 50,1
= 57,8
W5 = W3-W1
= 66,4 – 50,1
= 26,9
Setelah mengetahui nilai berat air dan tanah kering maka data tersebut akan
kita gunakan untuk langkah selanjutnya yaitu menghitung kadar air. Untuk
menghitung kadar air (Wc) dapat menggunakan persamaan 4.14.
 Kadar air sebelum
w4
Wc = x 100%
w5
13,6
= x 100%
57,8
= 26,053 %
 Kadar air sesudah
w4
Wc = x 100%
w5
5
= x 100%
26,9
= 23,474 %
Setelah menghitung Kadar air sebelum dan sesudah maka langkah
selanjutnya adalah mencari nilai CBR. Untuk mencari nilai CBR data yang harus
diketahui adalah nilai dari beban atas dan beban bawah dari penurunan 0,1 dan
0,2. Nilai tersebut diberikan pada tabel 4.12.

Tabel 4.12 Hasil Pengamatan

Penurunan (Mm) Beban Atas Beban Bawah

0,1 71,15 187,07


0,2 164,75 207,95 64
Sumber : Data Olahan Pribadi, (2019
Untuk mencari nilai CBR dapat menggunakan persamaan 4.8 Dan 4.9
 Penurunan 0,1”
Atas =Beban Atas Pada Penetrasi 0.1 } over {3000} ×100 ¿
71,15
= ×100 %
3000
= 2,37 %
Bawah =Beban Bawah Pada Penetrasi 0.1 } over {3000} ×100 ¿
187,07
= ×100 %
3000
= 6,23 %
 Penurunan 0,2”
Atas =Beban Atas Pada Penetrasi 0.1} over {3000} ×100 ¿
164,75
= ×100 %
3000
= 3,66 %
Bawah =Beban Bawah Pada Penetrasi 0.2 } over {3000} ×100 ¿
207,95
= ×100 %
3000
= 4,62 %
Dari data pada tabel 4.10. maka dapat dibuat grafik hubungan antara penurunan
dan beban seperti yang ditunjukkan Gambar 4.11. sebagai berikut :

250

200
Penurunan (mm)

150

100

50

0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
beban atas beban bawah

65
Gambar 4.19. Grafik Hubungan Penurunan dan Beban
Sumber : Hasil Praktikum, 2019
B. AnalisaPraktikum
Karena nilai CBR ada 2 yaitu pada penurunan 0,1” dan 0,2”, maka yang
diambil adalah penurunan 0,1” yaitu nilai atas dan bawah. Dengan begitu nilai
CBR design adalah (2,37 +6,23)/2 = 4,3 %, karena nilai CBR design kurang dari
6% maka tersebut termasuk tanah lunak.
Untuk menentukan jenis tanah maka berdasarkan tabel 4.1 nilai CBR design
berada pada peringkat umum 3-7 yaitu tanah jelek, untuk sistem klasifikasi
menurut AASHTO tanah termasuk golongan A4,A5, A6, A7 dan menurut
UNIFIED tanah termasuk golongan OH, CH, MH, OL.

66
4.5. Kesimpulan
4.5.1Standart Proctor Test
Dari percobaan Proctor, data pengujia maksimum yang telah didapatkan yaitu
kadar air optimum dengan nilai 25,565 % dan berat volume kering maksimum
dengan nilai 1,39827 gr/cm3, karena data kadar air dan berat volume kering tidak ada
dalam grafik yang dihasilkan pada gambar 4.2, maka dapat disimpulkan bahwa tanah
yang di uji tidak bisa diklarifikasi.
4.5.2California Bearing Ratio
 Dari percobaan CBR diperoleh nilai CBR design 4,3 %, karena nilainya kurang
dari 6% maka tersebut termasuk tanah lunak
 Berdasarkan Tabel 4.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan CBR, nilai CBR design
berada diantara 3 – 7, maka nilai CBR termasuk tanah yang jelek , untuk
klasifikasi menurut AASHTO tanah termasuk golongan A4,A5, A6, A7 dan
klasifikasi menurut UNIFIED tanah termasuk golongan OH, CH, MH, OL.
Maka dapat disimpulkan tanah tidak layak untuk digunakan.

67

Anda mungkin juga menyukai