Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Organ Pendengaran


1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari aurikula (daun telinga) dan kanalis auditorius eksternus
dan dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula berfungsi untuk
membantu pengumpulan gelombang suara. Gelombang suara tersebut akan
dihantarkan ke telinga bagian tengah melalui kanalis auditorius eksternus. Tepat di
depan meatus auditorius eksternus terdapat sendi temporal mandibular.2
Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5-3cm. Sepertiga lateral
mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat tempat kulit melekat. Dua pertiga
medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus
berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus,
glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen.
Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.2

2. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan:
- Batas luar : membran timpani
- Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah; kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round
window), dan promontorium.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga
tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrana timpani,
maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap oval yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.2

2
3. Telinga Dalam
Labirin (telinga dalam) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan,
terletak pada pars petrosa os temporal. Labirin terdiri dari labirin bagian tulang dan
labirin bagian membran. Labirin bagian tulang terdiri dari kanalis semisirkularis,
vestibulum dan koklea. Labirin bagian membran terletak didalam labirin bagian
tulang, dan terdiri dari kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus
endolimfatikus serta koklea.3
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel
rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus
oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan
dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi,
maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan
rangsangan pada reseptor.

Gambar 1. Vestibulum

Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga
merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada
bidang yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis
bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang
melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut
menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis

3
semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan
silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel rambut reseptor.3

Gambar 2. Anatomi telinga dalam


Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu-setengah putaran.
Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi berkas saraf dan sup\lai
arteri dari arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suatu lamina
tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai sel-sel sensorik organ corti. Rongga
koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis yang panjangnya
35 mm dan berisi endolimfe. Bagian atas adalah skala vestibuli, berisi perilimfe dan
dipisahkan dari duktus koklearis oleh membrana Reissner yang tipis. Bagian bawah
adalah skala timpani juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis
oleh lamina spiralis oseus dan membrana basilaris. Perilimfe pada kedua skala
berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus koklearis
melalui suatu celah yang dkenal sebagai helikotrema. Membrana basilaris sempit pada
basisnya (nada tinggi) dan melebar pada apeks (nada rendah).4
Organ of corti adalah organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf sebagai
respon terhadap getaran membrana basiler. Organ of corti terletak pada permukaan
serat basilar dan membrana basilar. Terdapat dua tipe sel rambut yang merupakan
reseptor sensorik yang sebenarnya dalam organ corti yaitu baris tunggal sel rambut
interna, berjumlah sekitar 3500 dan dengan diameter berukuran sekitar 12
mikrometer, dan tiga sampai empat baris rambut eksterna, berjumlah 12.000 dan
mempunyai diameter hanya sekitar 8 mikrometer. Basis dan samping sel rambut

4
bersinaps dengan jaringan akhir saraf koklearis. Sekitar 90 sampai 95 persen ujung-
ujung ini berakhir di sel-sel rambut bagian dalam, yang memperkuat peran khusus sel
ini untuk mendeteksi suara. Serat-serat saraf dari ujung-ujung ini mengarah ke
ganglion spiralis corti yang terletak didalam modiolus (pusat) koklea.4

B. Fisiologi Pendengaran
Suara ditandai oleh nada, intensitas, kepekaan. Nada suatu suara ditentukan oleh
frekuensi suatu getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran, semakin tinggi nada. Telinga
manusia dapat mendeteksi gelombang suara dari 20 sampai 20.000 siklus per detik, tetapi
paling peka terhdap frekuensi 1000 dan 4000 siklus per detik. Intensitas atau Kepekaan
suatu suara bergantung pada amplitudo gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara
daerah bertekanan tinggi dan daerah berpenjarangan yang bertekanan rendah. Semakin
besar amplitudo semakin keras suara. Kepekaan dinyatakan dalam desible (dB).
Peningkatan 10 kali lipat energi suara disebut 1 bel, dan 0,1 bel disebut desibel. Satu
desibel mewakili peningkatan energi suara yang sebenarnya yakni 1,26 kali. Suara yang
lebih kuat dari 100 dB dalam merusak perangkat sensorik di koklea. Kualitas suara atau
warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi tambahan yang
menimpa nada dasar. Nada-nada tambahan juga yang menyebabkan perbedaan khas suara
manusia
Frekuensi suara yang dapat didengar oleh orang muda adalah antara 20 dan 20.000
silkuls per detik. Namun, rentang suara bergantung pada perluasan kekerasan suara yang
sangat besar. Jika kekerasannya 60 desibel dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan suara,
rentang suara adalah samapai 500 hingga 5000 siklus per detik. Hanya dengan suara keras
rentang 20 sampai 20.000 siklus dapat dicapai secara lengkap. Pada usia tua, rentang
frekuensi biasanya menurun menjadi 50 sampai 8.000 siklus per detik atau kurang. Suara
3000 siklus per detik dapat didengar bahkan bila intensitasnya serendah 70 desibel
dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan suara. Sebaliknya, suara 100 siklus per detik dapat
dideteksi hanya jika intensitasnya 10.000 kali lebih besar dari ini.
Gelombang suara yang memasuki telinga melalui kanalis auditorius eksterna
menggetarkan membran timpani. Getaran ini akan diteruskan oleh tulang-tulang
pendengaran (maleus, incus, dan stapes) di rongga telinga tengah. Selanjutnya akan
diterima oleh "oval window" dan diteruskan ke rongga koklea serta dikeluarkan lagi
melalui "round window". Rongga koklea terbagi oleh dua sera menjadi tiga ruangan, yaitu
skala vestibuli, skala tympani dan skala perilimfe dan endolimfe. Antara skala tympani

5
dan skala medial terdapat membran basilaris, sel-sel rambut dan serabut afferen dan
efferen nervus cochlearis. Getaran suara tadi akan menggerakkan membrana basilaris,
dimana nada tinggi diterima di bagian basal dan nada rendah diterima di bagian apeks.
Akibat gerakan membrana basilaris maka akan menggerakkan sel-sel rambut sensitif di
dalam organ corti.4
Organ corti kemudian merubah getaran mekanis di dalam telinga dalam menjadi
impuls saraf. Impuls ini kemudian dihantar melalui akson atau cabang saraf sel-sel
ganglion pada ganglion spiralis telinga dalam. Akson dari ganglion spiralis menyatu,
membentuk nervus auditorius atau koklearis yang membawa impuls dari sel-sel di dalam
organ corti telinga dalam ke otak untuk diinterpretasi.

Pola Getaran Membran Basiler untuk Frekuensi Suara yang Berbeda


Terdapat perbedaan pola tranmisi untuk gelombang suara dengan frekuensi suara
yang berbeda. Setiap gelombang relatif lemah pada permulaan tetapi menjadi kuat ketika
mencapai bagian membran basilar yang mempunyai keseimbangan resonansi frekuensi
alami terhadap masing-masing frekuensi suara. Pada titik ini, membran basilar dapat
bergetar ke belakang dan ke depan dengan mudahnya sehingga energi dalam gelombang
dihamburkan. Akibatnya, gelombang berhenti pada titik ini dan gagal berjalan sepanjang
membran basilar yang tersisa. Jadi gelombang suara frekuensi tinggi hanya berjalan
singkat sepanjang membran basilar sebelum gelombang mencapai titik resonansinya dan
menghilang. Gelombang suara frekuensi sedang berjalan sekitar setengah perjalanan dan
kemudian menghilang. Dan akhirnya, gelombang suara frekuensi sangat rendah menjalani
seluruh jarak sepanjang membran basiler. 4

Gambar 3. Pola getaran membran basiler untuk frekuensi suara yang berbeda

6
Jaras Pendengaran
Jaras pendengaran utama tergambarkan pada gambar dibawah ini. Jaras ini
menunjukkan bahwa serabut dari ganglion spiralis corti memasuki nukleus koklearis
dorsalis dan ventralis yang terletak pada bagian atas medula. Pada titik ini, semua sinaps
serabut dan neuron berjalan terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan
berakhir di nukleus olivarius superior. Beberapa serat juga berjalan secara ipsilateral ke
nukleus olivarius superior, jaras pendengaran kemudian berjalan ke atas melalui
lemniskus lateral. Beberapa serat berakhir di nukleus leminiskus lateralis. Banyak yang
memintas nukleus ini dan berjalan ke kolikulus inferior, tempat semua atau hampir semua
serat ini berakhir. Dari sini, jaras berjalan ke nukleus medial thalamus, tempat semua
serabut bersinaps. Dan akhirnya, jaras berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks
auditorius, yang terutama terletak pada girus superior lobus temporalis. 5

Gambar 4. Jaras pendengaran


Kerusakan pada duktus koklearis atau nervus koklearis dapat mengakibatkan
menurunya kemampuan atau hilangnya pendengaran pada telinga pada sisi yang sama.
Suatu lesi yang mengenai satu lemniskus lateralis dapat menimbulkan penurunan
kemampuan pendengaran (tuli parsial) secara bilateral, yang lebih berat akibatnya pada
telinga kontralateral. Namun, inervasi bilateral menjamin bahwa suatu lesi sentral
unilateral tidak akan bermanifestasi menjadi penurunan kemampuan mendengan
unilateral.5

7
Destruksi korteks pendengaran pada kedua sisi otak baik pada manusia atau pada
mamalia yang lebih rendah menyebabkan kehilangan sebagian besar kemampuannya
mendeteksi arah asal suara. Namun, mekanisme untuk deteksi ini dimulai pada nuklei
olivarius superior di dalam batang otak.
Nukleus olivarius superior dibagi menjadi dua yakni nukleus olivarius superior
medial dan lateral. Nukleus lateral bertanggung jawab unuk mendeteksi arah sumber
suara, agaknya melalui perbandingan sederhana diantara perbedaan intensitas suara yang
mencapai kedua telinga, dan mengirimkan sinyal yang tepat ke korteks auditorik untuk
memperkirakan arahnya. Nukleus olivarius superior medial mempunyai mekanisme
spesifik untuk mendeteksi perbedaan waktu antara sinyal akustik yang memasuki kedua
telinga. Nukleus ini terdiri atas sejumlah besar neuron yang mempunyai dua dendrit
utama yang menonjol ke arah kanan dan kiri. Intensitas eksitasi di setiap neuron sangat
sensitif terhadap perbedaan waktu yang spesifik antara dua sinyal akustik yang berasal
dari kedua telinga. Pada nukleus tersebut terjadi pola spasial perangsangan neuron. Suara
yang datang langsung dari depan kepala merangsang satu perangkat neuron olivarius
secara maksimal dan suara dari sudut sisi yang berbeda menstimulasi pernagkat neuron
lainnya dari sisi yang berlawanan.

C. Gangguan Pendengaran (Hearing Loss)


1. Definisi
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total
medengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Pembagian gangguan
pendengaran berdasarkan tingkatan beratnya gangguan pendengaran, yaitu mulai dari
gangguan pendengaran ringan (20 – 39 dB), gangguan pendengaran sedang (40 – 69
dB), dan gangguan pendengaran berat (70 – 89 dB).
2. Etiologi
Secara garis besar faktor penyebab gangguan pendengaran dapat berasal dari genetik
maupun didapat:3
a. Faktor Genetik
Gangguan pendengaran karena faktor genetik pada umumnya berupa gangguan
pendengaran bilateral tetapi dapat pula asimetrik dan mungkin bersifat statis
maupun progresif. Kelainan dapat bersifat dominan, resesif, berhubungan dengan
kromosom X (contoh: Hunter’s syndrome, Alport syndrome, Norrie’s disease)
kelainan mitokondria (contoh: Kearns-Sayre syndrome), atau merupakan suatu

8
malformasi pada satu atau beberapa organ telinga (contoh: stenosis atau atresia
kanal telinga eksternal sering dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai
osikuler yang menimbulkan tuli konduktif.)
b. Faktor didapat
1) Infeksi, antara lain disebabkan oleh otitis media, otitis eksterna sirkumskripta.
2) Kongenital, Contohnya adalah atresia liang telinga,
3) Obat ototoksik
Obat-obatan yang menyebabkan gangguan pendengaran adalah golongan
antibiotika: Eritromisin, gentamisin, streptomisin, netilmisin, amikasin,
neomisin, (pada pemakaian eardrop), kanamisin, etiomisin, vankomisin.
Golongan diuretic yaitu furosemid.
4) Trauma
Fraktur tulang temporal, perdarahan telinga tengah, hemotimpanum, atau
perdarahan koklea, dislokasi osikular, trauma suara, dislokasi osikula
auditorius, trauma akustik.
5) Neoplasma
Bilateral acoustic neurinoma (neurofibromatosis) cerebellopontine tumor,
tumor telinga tengah (contoh: rhabdomyosarcoma, glomus tumor), osteoma
liang telinga.
3. Klasifikasi
Klasifikasi gangguan pendengaran dibagi berdasarkan:
Berdasarkan ISO derajat tuli terbagi atas: 1
a) 0-25 dB : normal
b) 26-40 dB : tuli ringan
c) 41-55 dB : tuli sedang
d) 56-70 dB : tuli sedang berat
e) 71-90 dB : tuli berat
f) > 90 dB : tuli sangat berat (profound)
Menurut American National Standard Institute, derajat tuli terbagi atas:
a) 16-25 dB HL : tuli sangat ringan
b) 26-40 dB HL : tuli ringan, tidak dapat mendengar bisikan
c) 41-70 dB HL : tuli sedang, tidak dapat mendengar percakapan
d) 71-95 dB HL : tuli berat, tidak dapat mendengar teriakan

9
e) >95 dB HL : tuli sangat berat, tidak dapat mendengar suara yang
menyakitkan bagi pendengaran manusia yang normal. 11

Tabel 1. Klasifikasi derajat gangguan pendengaran menurut International Standard Organization (ISO) dan
American Standard Association (ASA)

Selain klasifikasi di atas, gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan sesuai


dengan etiologi, tipe gangguan pendengaran, ataupun letak kelainan secara anatomis.
Untuk pembagian gangguan pendengaran secara etiologi, telah dijelaskan pada bagian
faktor penyebab, sedangkan menurut tipe gangguan pendengaran, adalah:
a) Gangguan pendengaran tipe konduktif
Gangguan pendengaran konduktif terjadi ketika hantaran suara melalui telinga
luar dan/atau telinga tengah mengalami gangguan yang diantaranya disebabkan
oleh:
 Adanya sumbatan serumen (cerumen plug) atau biasa disebut kotoran telinga
 Kelainan kongenital seperti mikrotia dan atresia liang telinga
 Gendang telinga yang mengalami perforasi akibat penggunaan cotton bud,
benda lain, atau infeksi.
 Infeksi telinga tengah yang menimbulkan cairan
Ciri dari CHL adalah
 Berderajat ringan–sedang
 Umumnya mengenai nada/frekuensi rendah
 Correctable
 Dengan ABD (hearing aid), keluhan dapat membaik

10
b) Gangguan pendengaran tipe sensorineural
Gangguan pendengaran yang timbul akibat adanya masalah pada telinga
bagian dalam, nervus VII (SNHL tipe koklear) dan sentral pendengaran korteks
serebri, area 39 – 40 (SNHL tipe retrokoklear) disebut sebagai gangguan
pendengaran tipe sensori neural/tuli saraf. Diperkirakan 90% dari total kasus
gangguan pendengaran yang terjadi merupakan kasus sensori neural.
Kasus ini paling sering terjadi akibat rusaknya sel-sel rambut bagian dalam.
Dimana jika sel-sel rambut bagian dalam sudah rusak, sejauh ini sel rambut tidak
dapat memperbaiki sendiri ataupun dengan penangan medis
Penyebab yang sering ditemukan pada gangguan pendengaran tipe
sensorineural:
 Faktor genetik
 Sering terpapar bising (trauma akustik)
 Konsumsi obat-obat yang berbahaya bagi telinga (kinin, stroptomisin,
kanamisin)
 Tumor yang terjadi pada syaraf pendengaran (neuroma akustik)
 Infeksi yang terjadi secara kongenital (kerusakan embrio intrauterine akibat
infeksi rubella pada ibu yang sedang mengandung) maupun didapat seperti
meningitis, parotitis, lairintitis, mumps, dan sebagainya.
Ciri dari SNHL adalah
 Berderajat ringan sampai berat
 Mengenai nada tinggi
 Umumnya uncorrectable
 ABD (hearing aid) biasanya tidak banyak membantu
Dan pada sebagian besar kasus, penyebabnya masih belum diketahui atau
idiopatik. Gangguan pendengaran tipe sensorineural dapat menyebabkan
kehilangan pendengaran dengan derajat ringan sampai dengan profound. Lebih
dari 95% kasus gangguan pendengaran sensori neural dapat dibantu dengan
menggunakan Alat Bantu Dengar (ABD) dan Cochlear Implant.

c) Ganggan pendengaran Tipe Campuran


Gelombang suara dapat menemui hambatan disepanjang jalur pendengaran.
Ketika gangguan pendengaran yang terjadi disebabkan adanya masalah pada

11
telinga bagian luar/tengah dan telinga bagian dalam sekaligus maka disebut
gangguan pendengaran tipe campur. Misalnya gangguan pendengaran tipe campur
dapat terjadi pada seseorang yang sel-sel rambut bagian dalamnya mengalami
kerusakan karena bertambahnya usia (presbikusis) dan pada saat bersamaan orang
tersebut juga mengalami infeksi pada telinga tengah akibat dari infeksi saluran
pernafasan bagian atas.

4. Tanda dan Gejala Klinis


a. Tipe konduktif
Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah berikut:
 Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga
sebelumnya.
 Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan
perubahan posisi kepala.
 Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).
 Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut
(soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis.
 Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai.
Menurut Lalwani, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret
dalam kanal telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari
telinga tengah. Kanal telinga luar atau selaput gendang telinga tampak normal
pada otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat gangguan pada rantai tulang
pendengaran.
Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat
mendengar suara bisik pada jarak 5 meter dan sukar mendengar kata-kata yang
mengandung nada rendah. Melalui tes garputala dijumpai Rinne negatif. Dengan
menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran tulang lebih baik dari hantaran
udara dan tes Weber didapati lateralisasi ke arah yang sakit. Dengan
menggunakan garputala 512 Hz, tes Scwabach didapati Schwabach memanjang.
Pemeriksaan audiometric didapatkan adanya air-bone gap, lebih dari 10 dB. Air
conduction lebih buruk dari bone conduction. BC normal.
b. Tipe sensori neural
Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang ditemui
pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:

12
 Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara
percakapan penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana
yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini lebih jelas bila
dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan pendengaran
jenis hantaran, khususnya otosklerosis.
 Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan
dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.
 Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obat-obat
ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya.
Menurut Soetirto, Hendarmin dan Bashiruddin, pada pemeriksaan fisik atau
otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput gendang telinga tampak normal. Pada
tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar
percakapan bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang
mengundang nada tinggi (huruf konsonan).
Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari pada hantaran
tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes Schwabach ada
pemendekan hantaran tulang.

c. Tipe campuran
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala
gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik
atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama seperti pada gangguan
pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dapat
mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata baik
yang mengandung nada rendah maupun nada tinggi. Tes garputala Rinne negatif.
Weber lateralisasi ke arah yang sehat. Schwabach memendek.
Pemeriksaan audiometric diapatkan air-bone gap lebih dari 10 dB dengan BC
abnormal (lebih dari 25 dB)

13
D. Tuli Sensorineural
1. Patofisiologi
Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam),
nervus VIII atau di pusat pendengaran. Sel rambut dapat dirusak oleh tekanan udara
akibat terpapar oleh suara yang terlalu keras untuk jangka waktu yang lama dan
iskemia. Kandungan glikogen yang tinggi membuat sel rambut dapat bertahan
terhadap iskemia melalui glikolisis anaerob.
Sel rambut juga dapat dirusak oleh obat-obatan, seperti antibiotik aminoglikosida
dan agen kemoterapeutik cisplatin, yang melalui stria vaskularis akan terakumulasi di
endolimfe. Hal ini yang menyebabkan tuli telinga dalam yang nantinya
mempengaruhi konduksi udara dan tulang. Ambang pendengaran dan perpindahan
komponen aktif membran basilar akan terpengaruh sehingga kemampuan untuk
membedakan berbagai nada frekuensi yang tinggi menjadi terganggu. Akhirnya,
depolarisasi sel rambut dalam tidak adekuat dapat menghasilkan sensasi suara yang
tidak biasa dan mengganggu (tinnitus subyektif). Hal ini bias juga disebabkan oleh
eksitasi neuron yang tidak adekuat pada jaras pendengaran atau korteks auditorik.
Kekakuan membran basilar mengganggu mikromekanik yang akan berperan
dalam ketulian pada usia lanjut. Tuli telinga dalam juga disebabkan oleh sekresi
endolimfe yang abnormal. Jadi, loop diuretics pada dosisi tinggi tidak hanya
menghambat kotranspor Na+ -K+ -2Cl- ginjal, tetapi juga di pendengaran. Kelainan
genetik pada kanak K+ di lumen juga diketahui menyebabkan hal tersebut.
Ganggguan penyerapan endolimfe juga dapat menyebabkan tuli di mana ruang
endolimfe menjadi menonjol keluar sehingga mengganggu hubungan antara sel
rambut dan membran tektorial (edema endolimfe). Akhirnya, peningkatan
permeabilitas antara ruang endolimfe dan perilimfe yang berperan dalam penyakit
Meniere yang ditandai dengan serangan tuli dan vertigo.
2. Manifestasi Klinis
Gangguan pendengaran mungkin timbul secara bertahap atau tiba-tiba. Gangguan
pendengaran mungkin sangat ringan, mengakibatkan kesulitan kecil dalam
berkomunikasi atau berat seperti ketulian. Kehilangan pendengaran secara cepat dapat
memberikan petunjuk untuk penyebabnya. Jika gangguan pendengaran terjadi secara
mendadak, mungkin disebabkan oleh trauma atau adanya gangguan dari sirkulasi
darah. Sebuah onset yang tejadi secara bertahap bisa dapat disebabkan oleh penuaan
atau tumor.
14
Gejala seperti tinitus (telinga berdenging) atau vertigo (berputar sensasi),
mungkin menunjukkan adanya masalah dengan saraf di telinga atau otak. Gangguan
pendengaran dapat terjadi unilateral atau bilateral. Kehilangan pendengaran unilateral
yang paling sering dikaitkan dengan penyebab konduktif, trauma, dan neuromas
akustik. Nyeri di telinga dikaitkan dengan infeksi telinga, trauma, dan obstruksi pada
kanal. Infeksi telinga juga dapat menyebabkan demam.
3. Diagnosis
Anamnesis
Diperlukan anamnesis yang terarah untuk menggali lebih dalam dan luas keluhan
utama pasien. Keluhan utama telinga antara lain pekak (tuli), suara berdenging
(tinnitus), rasa pusing berputar (vertigo), rasa nyeri di dalam telinga (otalgia), dan
keluar cairan dari telinga (otore). Perlu ditanyakan apakah keluhan tersebut pada satu
atau kedua telinga, timbul tiba-tiba atau bertambah berat, sudah berapa lama diderita,
riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik, terpajan bising, pemakaian
obat ototoksik, pernah menderita penyakit infeksi virus, apakah gangguan
pendengaran ini sudah diderita sejak bayi sehingga terdapat gangguan bicara dan
komunikasi, dan apakah gangguan lebih terasa di tempat yang bising atau lebih
tenang.
Pemeriksaan audiologi khusus
Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan yang
terdiri dari audiometri khusus, audiometri objektif, pemeriksaan tuli anorganik, dan
pemeriksaan audiometri anak.
 Audiometri khusus
Perlu diketahui adanya istilah rekrutmen yaitu peningkatan sensitifitas
pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar dan kelelahan merupakan
adaptasi abnormal yang merupakan tanda khas tuli retrokoklea. Kedua fenomena
ini dapat dilacak dengan beberapa pemeriksaan khusus, yaitu:
 Tes SISI (short increment sensitivity index)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah pasien dapat
membedakan selisih intensitas yang kecil (samapai 1 dB).
 Tes ABLB (alternate binaural loudness balans test)
Diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada kedua
telinga sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama.

15
 Tes Kelelahan (Tone decay)
Telinga pasien dirangsang terus-menerus dan terjadi kelelahan. Tandanya
adalah tidak dapat mendengar dengan telinga yang diperiksa.
 Audiometri Tutur (Speech audiometri)
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai kemampuan pasien berbicara dan
untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid).
 Audiometri Bekesy
Tujuan pemeriksaan adalah menilai ambang pendengaran seseorang dengan
menggunakan grafik.
 Audiometri Impedans
Tujuan pemeriksaan adalah untuk memeriksa kelenturan membran timpani
dengan tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna.
 Elektrokokleografi
Digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang khas dari evoke
electropotential cochlea.
 Evoked Response Audiometry
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai perubahan potensial listrik di otak
setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Pemeriksaan ini
bermanfaat pada keadaan tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan
biasa dan untuk memeriksa orang yang berpura-pura tuli (malingering) atau
kecurigaan tuli saraf retrokoklea.
 Otoacoustic Emission/OAE
Emisi otoakustik menunjukkan gerakan sel rambut luar dan merefleksikan
fungsi koklea.
 Pemeriksaan tuli anorganik
 Cara Stenger
 Memberikan 2 nada yang bersamaan pada kedua telinga, kemudian nada
dijauhkan pada sisi yang sehat.
 Audiometri nada murni dilakukan secara berulang dalam satu minggu.
 Dengan Impedans.
 Dengan BERA
 Audiologi anak
 Free field test

16
 Bertujuan untuk menilai kemampuan anak dalam memberikan respons
terhadap rangsang bunyi yang diberikan.
 Audiometri bermain (play audiometry).
 BERA (Brainstem Evoke Response Audiometry).
 Echocheck dan emisi Otoakustik (Otoacoustic emissions/OAE).
4. Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang dapat dijadikan sebagai diagnosis banding
tuli sensorineural,antara lain barotrauma, serebrovaskular hiperlipidemia, efek akibat
terapi radiasi, traumakepala, lupus eritematosus, campak, multiple sclerosis, penyakit
gondok, neoplasma kanal telinga, neuroma, otitis externa, otitis media dengan
pembentukan kolesteatoma, ototoxicity, poliartritis, gagal ginjal, dan sipilis.
5. Penatalaksanaan
Tuli sensorineural tidak dapat diperbaiki dengan terapi medis atau bedah tetapi dapat
distabilkan. Tuli sensorineural umumnya diperlakukan dengan menyediakan alat
bantu dengar (amplifikasi) khusus. Volume suara akan ditingkatkan melalui
amplifikasi, tetapi suara akan tetap teredam. Saat ini, alat bantu digital yang di
program sudah tersedia, dimana dapat diatur untuk menghadapi keadaan yang sulit
untuk mendengarkan.

E. Tinnitus
1. Definisi
Tinnitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara
tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik maupun listrik.
Keluhan suara yang di dengar sangat bervariasi, dapat berupa bunyi mendenging,
menderu, mendesis, mengaum, atau berbagai macam bunyi lainnya. Suara yang
didengar dapat bersifat stabil atau berpulsasi. Keluhan tinnitus dapat dirasakan
unilateral dan bilateral.
Serangan tinnitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut periodik
jika serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik lebih berbahaya dan
mengganggu dibandingkan dengan yang bersifat menetap. Hal ini disebabkan karena
otak tidak terbiasa atau tidak dapat mensupresi bising ini. Tinnitus pada beberapa
orang dapat sangat mengganggu kegiatan sehari-harinya. Terkadang dapat
menyebabkan timbulnya keinginan untuk bunuh diri.

17
Tinnitus dapat dibagi atas tinnitus objektif dan tinnitus subjektif. Dikatakan
tinnitus objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dan dikatakan
tinnitus subjektif jika tinnitus hanya dapat didengar oleh penderita.6,7,8
2. Etiologi
Tinnitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga dalam.
Terutama kerusakan dari koklea. Secara garis besar, penyebab tinnitus dapat berupa
kelainan yang bersifat somatik, kerusakan N. Vestibulokoklearis, kelainan vaskular,
tinnitus karena obat-obatan, dan tinnitus yang disebabkan oleh hal lainnya.
Tinnitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
1) Trauma kepala dan Leher
Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin akan mengalami
tinnitus yang sangat mengganggu. Tinnitus karena cedera leher adalah tinnitus
somatik yang paling umum terjadi. Trauma itu dapat berupa fraktur tengkorak,
Whisplash injury.
2) Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinnitus di Amerika berasal dari
artritis sendi temporomandibular. Biasanya orang dengan artritis TMJ akan
mengalami tinnitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ mengakui bunyi
yang di dengar adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara pasti hubungan
antara artritis TMJ dengan terjadinya tinnitus.
Tinnitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis (VIII)
Tinnitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di saraf yang
menghubungkan antara telinga dalam dan kortex serebri bagian pusat pendengaran.
Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan dari n.
Vestibulokoklearis, diantaranya infeksi virus pada n.VIII, tumor yang mengenai
n.VIII, dan Microvascular compression syndrome (MCV). MCV dikenal juga dengan
vestibular paroxysmal. MCV menyebabkan kerusakan n.VIII karena adanya kompresi
dari pembuluh darah. Tapi hal ini sangat jarang terjadi.8,9
Tinnitus karena kelainan vaskular
Tinnitus yang di dengar biasanya bersifat tinnitus yang pulsatil. Akan didengar
bunyi yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung. Kelainan vaskular yang
dapat menyebabkan tinnitus diantaranya :
1) Atherosklerosis

18
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk-bentuk deposit
lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga tengah kehilangan sebagian
elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan aliran darah menjadi semakin sulit dan
kadang-kadang mengalami turbulensi sehingga memudahkan telinga untuk
mendeteksi iramanya.
2) Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskular pada pembuluh
darah koklea terminal.
3) Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara koneksi arteri
dan vena dapat menimbulkan tinnitus.
4) Tumor pembuluh darah
Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga dapat
menyebabkan tinnitus. Misalnya adalah tumor karotis dan tumor glomus jugulare
dengan ciri khasnya yaitu tinnitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa
adanya gangguan pendengaran. Ini merupakan gejala yang penting pada tumor
glomus jugulare.
Tinnitus karena kelainan metabolik
Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinnitus. Seperti keadaan hipertiroid
dan anemia (keadaan di mana viskositas darah sangat rendah) dapat meningkatkan
aliran darah dan terjadi turbulensi. Sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi
irama, atau yang kita kenal dengan tinnitus pulsatil.
Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan tinnitus adalah defisiensi vitamin
B12, begitu juga dengan kehamilan dan keadaan hiperlipidemia.
Tinnitus akibat kelainan neurologis
Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. Multiple sclerosis
adalah proses inflamasi kronik dan demyelinisasi yang mempengaruhi sistem saraf
pusat. Multiple sclerosis dapat menimbulkan berbagai macam gejala, di antaranya
kelemahan otot, indra penglihatan yang terganggu, perubahan pada sensasi, kesulitan
koordinasi dan bicara, depresi, gangguan kognitif, gangguan keseimbangan dan nyeri,
dan pada telinga akan timbul gejala tinnitus.

19
Tinnitus akibat kelainan psikogenik 7,8,10
Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinnitus yang bersifat
sementara. Tinnitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya hilang. Depresi, anxietas
dan stress adalah keadaan psikogenik yang memungkinkan tinnitus untuk muncul.
Tinnitus akibat obat-obatan
Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinnitus umumnya adalah obat-obatan yang
bersifat ototoksik. Diantaranya :
 Analgetik : aspirin dan AINS lainnya
 Antibiotik : golongan aminoglikosid (mycin), kloramfenikol, tetrasiklin,
minosiklin
 Obat-obatan kemoterapi : Belomisin, Cisplatin, Mechlorethamine, Methotrexate,
Vinkristin
 Diuretik : Bumatenide, Ethacrynic acid, Furosemide
 lain-lain : kloroquin, quinine, merkuri, timah
Tinnitus akibat gangguan mekanik
Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinnitus objektif, misalnya pada
tuba eustachius yang terbuka sehingga ketika kita bernafas akan menggerakkan
membran timpani dan menjadi tinnitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan
muskulus stapedius serta otot-otot palatum juga akan menimbulkan tinnitus.8,9,11
Tinnitus akibat gangguan konduksi
Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan oedem),
serumen impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga dapat menyebabkan
tinnitus. Biasanya suara tinnitusnya bersifat suara dengan nada rendah.
Tinnitus akibat sebab lainnya
 Tuli akibat bising
Disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang
cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Umumnya terjadi
pada kedua telinga. Terutama bila intensitas bising melebihi 85 db, dapat
mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran korti di telinga dalam. Yang
sering mengalami kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang
berfrekuensi 3000Hz sampai dengan 6000Hz. Yang terberat kerusakan alat korti
untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz.

20
 Presbikusis
Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris
kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada frekuensi 1000Hz atau lebih.
Umumnya merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga berhubungan dengan
faktor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme, aterosklerosis, infeksi, bising,
gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran berangsur
dan kumulatif. Progresivitas penurunan pendengaran lebih cepat pada laki-laki
dibanding perempuan.
 Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinnitus, vertigo dan tuli sensorineural. Etiologi
dari penyakit ini adalah karena adanya hidrops endolimf, yaitu penambahan
volume endolimfa, karena gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan
klinik pada membran labirin.
3. Klasifikasi
Tinnitus terjadi akibat adanya kerusakan ataupun perubahan pada telinga luar,
telinga tengah, telinga dalam ataupun dari luar telinga. Berdasarkan letak dari sumber
masalah, tinnitus dapat dibagi menjadi tinnitus otik dan tinnitus somatik. Jika kelainan
terjadi pada telinga atau saraf auditoris disebut tinnitus otik, sedangkan tinnitus
somatik jika kelainan terjadi di luar telinga dan saraf tetapi masih di dalam area
kepala atau leher.
Berdasarkan objek yang mendengar, tinnitus dapat dibagi menjadi tinnitus
objektif dan tinnitus subjektif.10,11
 Tinitus Objektif
Tinnitus objektif adalah tinnitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh
pemeriksa dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinnitus objektif biasanya bersifat
vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di
sekitar telinga.
Umumnya tinnitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular, sehingga
tinnitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinnitus berdenyut ini dapat
dijumpai pada pasien dengan malformasi arteriovena, tumor glomus jugular dan
aneurisma. Tinnitus objektif juga dapat dijumpai sebagai suara klik yang
berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular dan karena kontraksi
spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus palatal. Tuba Eustachius paten

21
juga dapat menyebabkan timbulnya tinnitus akibat hantaran suara dari nasofaring
ke rongga tengah.
 Tinitus Subjektif
Tinnitus subjektif adalah tinnitus yang suaranya hanya dapat di dengar oleh
penderita saja. Jenis ini sering sekali terjadi tinnitus subjektif bersifat
nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif dan perubahan degeneratif traktus
auditoris mulai sel-sel rambut getar sampai pusat pendengaran.
Tinnitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi kejadiannya.
Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi pendengaran dengan intensitas
yang rendah, sementara pada orang yang lain intensitas suaranya mungkin lebih
tinggi.
Berdasarkan kualitas suara yang di dengar pasien ataupun pemeriksa, tinnitus
dapat di bagi menjadi tinnitus pulsatil dan tinnitus nonpulsatil.8,11
 Tinitus Pulsatil
Tinnitus pulsatil adalah tinnitus yang suaranya bersamaan dengan suara
denyut jantung. Tinnitus pulsatil jarang ditemukan dalam praktek sehari-hari.
Tinnitus pulsatil dapat terjadi akibat adanya kelainan dari vaskular ataupun di luar
vaskular. Kelainan vaskular digambarkan dengan sebagai bising mendesis yang
sinkron dengan denyut nadi atau denyut jantung. Sedangkan tinnitus nonvaskular
digambarkan sebagai bising klik, bising goresan atau suara pernapasan dalam
telinga. Pada kedua tipe tinnitus ini dapat diketahui dengan mendengarkannya
menggunakan stetoskop.
 Tinnitus Nonpulsatil
Tinnitus jenis ini bersifat menetap dan tidak terputuskan. Suara yang dapat di
dengar oleh pasien bervariasi, mulai dari suara yang berdering, berdenging,
berdengung, berdesis, suara jangkrik, dan terkadang pasien mendengarkan bising
bergemuruh di dalam telinganya.
Biasanya tinnitus ini lebih di dengar pada ruangan yang sunyi dan biasanya
paling menganggu di malam hari sewaktu pasien tidur, selama siang hari efek
penutup kebisingan lingkungan dan aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan
pasien tidak menyadari suara tersebut.

22
4. Patofisiologi
Pada tinnitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang menimbulkan
perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal
yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls abnormal di dalam
tubuh pasien sendiri. Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan
telinga. Tinnitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinnitus dengan nada rendah
seperti bergemuruh atau nada tinggi seperti berdenging. Tinnitus dapat terus menerus
atau hilang timbul.
Tinnitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi
karena gangguan konduksi. Tinnitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi,
biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi
dengung ini terasa berdenyut (tinnitus pulsatil). 7,8,10
Tinnitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi
pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media,
otosklerosis dan lain-lainnya. Tinnitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa
gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus
jugulare.
Tinnitus objektif sering ditimbulkan oleh gangguan vaskular. Bunyinya seirama
dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis
dapat juga mengakibatkan tinnitus objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga
ketika bernapas membran timpani bergerak dan terjadi tinnitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot
palatum dapat menimbulkan tinnitus objektif. Bila ada gangguan vaskular di telinga
tengah, seperti tumor karotis (carotid body tumor), maka suara aliran darah akan
mengakibatkan tinnitus juga. 8
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-streptomisin,
garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinnitus nada tinggi, terus menerus
atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti penyakit meniere dapat
terjadi tinnitus pada nada rendah atau tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau
berdengung. Gangguan ini disertai dengan vertigo dan tuli sensorineural.
Gangguan vaskular koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stress akibat
gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi, hipometabolisme
atau saat hamil dapat juga timbul tinnitus dan gangguan tersebut akan hilang bila
keadaannya sudah normal kembali.
23
5. Diagnosis
Untuk mendiagnosis pasien dengan tinnitus, diperlukan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang baik.
Anamnesis
Anamnesis adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan diagnosis
tinnitus. Dalam anamnesis banyak sekali hal yang perlu ditanyakan, diantaranya :
 Kualitas dan kuantitas tinnitus
 Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua telinga
 Sifat bunyi yang di dengar, apakah mendenging, mendengung, menderu, ataupun
mendesis dan bunyi lainnya
 Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau malam hari
 Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan pendengaran serta
gangguan neurologik lainnya
 Lama serangan tinnitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam satu menit dan
setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang patologik, tetapi jika
tinnitus berlangsung selama 5 menit, serangan ini bisa dianggap patologik
 Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan dengan sifat
ototoksik
 Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi
 Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik
 Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga
Umur dan jenis kelamin juga dapat memberikan kejelasan dalam mendiagnosis
pasien dengan tinnitus. Tinnitus karena kelainan vaskular sering terjadi pada wanita
muda, sedangkan pasien dengan myoklonus palatal sering terjadi pada usia muda
yang dihubungkan dengan kelainan neurologi.7,8,11
Pada tinnitus subjektif unilateral perlu dicurigai adanya kemungkinan neuroma
akustik atau trauma kepala, sedangkan bilateral kemungkinan intoksikasi obat,
presbikusis, trauma bising dan penyakit sistemik. Jika pasien susah untuk
mendeskripsikan apakah tinnitus berasal dari telinga kanan atau telinga kiri, hanya
mengatakan di tengah kepala, kemungkinan besar terjadi kelainan patologis di saraf
pusat, misalnya serebrovaskuler, siringomelia dan sklerosis multipel.
Pemeriksaan Fisik

24
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinnitus dimulai dari pemeriksaan
auskultasi dengan menggunakan stetoskop pada kedua telinga pasien. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah tinnitus yang didengar pasien
bersifat subjektif atau objektif. Jika suara tinnitus juga dapat di dengar oleh
pemeriksa, artinya bersifat subjektif, maka harus ditentukan sifat dari suara tersebut.
Jika suara yang di dengar serasi dengan pernapasan, maka kemungkinan besar tinnitus
terjadi karena tuba eustachius yang paten. Jika suara yang di dengar sesuai dengan
denyut nadi dan detak jantung, maka kemungkinan besar tinnitus timbul karena
aneurisma, tumor vaskular, vascular malformation, dan venous hum. Jika suara yang
di dengar bersifat kontinu, maka kemungkinan tinnitus terjadi karena venous hum
atau emisi akustik yang terganggu.11,12
Pada tinnitus subjektif, yang mana suara tinnitus tidak dapat di dengar oleh
pemeriksa saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan audiometri.
Hasilnya dapat beragam, diantaranya :
 Normal, tinnitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya
 Tuli konduktif, tinnitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis ataupun
otitis kronik
 Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA (Brainstem
Evoked Response Audiometri). Hasil tes BERA, bisa normal ataupun abnormal.
Jika normal, maka tinnitus mungkin disebabkan karena terpajan bising, intoksikasi
obat ototoksik, labirinitis, meniere, fistula perilimfe atau presbikusis. Jika hasil tes
BERA abnormal, maka tinitus disebabkan karena neuroma akustik, tumor atau
kompresi vaskular.
Pemeriksaan Penunjang
Jika tidak ada kesimpulan dari rentetan pemeriksaan fisik dan penunjang di atas,
maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan ataupun MRI. Dengan
pemeriksaan tersebut, pemeriksa dapat menilai ada tidaknya kelainan pada saraf
pusat. Kelainannya dapat berupa multipel sklerosis, infark dan tumor. 12,13
6. Penatalaksanaan
Pengobatan tinnitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan
fenomena psikoakustik murni, sehingga tidak dapat di ukur. Perlu diketahui penyebab
tinnitus agar dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Misalnya serumen impaksi

25
cukup hanya dengan ekstraksi serumen. Tetapi masalah yang sering di hadapi
pemeriksa adalah penyebab tinnitus yang terkadang sukar diketahui.
Ada banyak pengobatan tinnitus objektif tetapi tidak ada pengobatan yang efektif
untuk tinnitus subjektif. Pada umumnya pengobatan gejala tinnitus dapat dibagi dalam
4 cara yaitu :
 Elektrofisiologik yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan intensitas
suara yang lebih keras dari tinnitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau
tinnitus masker
 Psikologik yaitu dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan
pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan
relaksasi setiap hari
 Terapi medikamentosa yaitu sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas
diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea, tranquilizer, antidepresan,
sedatif, neurotonik, vitamin, dan mineral
 Tindakan bedah dilakukan pada tinnitus yang telah terbukti disebabkan oleh
akustik neuroma.
Pada keadaan yang berat, di mana tinnitus sangat keras terdengar dapat dilakukan
Cochlear nerve section. Menurut literatur, dikatakan bahwa tindakan ini dapat
menghilangkan keluhan pada pasien. Keberhasilan tindakan ini sekitar 50%. Cochlear
nerve section merupakan tindakan yang paling terakhir yang dapat dilakukan.3,6,10
Pasien tinnitus sering sekali tidak diketahui penyebabnya, jika tidak tahu
penyebabnya, pemberian antidepresan dan antiansietas sangat membantu mengurangi
tinnitus. Obat-obatan yang biasa dipakai diantaranya Lorazepam atau Klonazepam
yang di pakai dalam dosis rendah, obat ini merupakan obat golongan benzodiazepine
yang biasanya digunakan sebagai pengobatan gangguan kecemasan. Obat lainnya
adalah Amitriptyline atau Nortriptyline yang digunakan dalam dosis rendah juga, obat
ini adalah golongan antidepresan trisiklik.
Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik,
sehingga rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat penenang atau obat
tidur dapat diberikan saat menjelang tidur pada pasien yang tidurnya sangat terganggu
oleh tinnitus itu. Kepada pasien harus dijelaskan bahwa gangguan itu sukar diobati
dan dianjurkan agar beradaptasi dengan gangguan tersebut.

26
Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar pada model
neurofisiologinya adalah kombinasi kaunseling terpimpin, terapi akustik dan
medikamentosa bila diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus Retraining
Therapy. Tujuan dari terapi ini adalah memicu dan menjaga reaksi habituasi dan
persepsi tinnitus dan atau suara lingkungan yang mengganggu. Habituasi diperoleh
sebagai hasil modifikasi hubungan sistem auditorik ke sistem limbik dan sistem saraf
otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan tinnitus dengan sempurna, tetapi
dapat memberikan perbaikan yang bermakna berupa penurunan toleransi terhadap
suara. TRT biasanya digunakan jika dengan medikasi tinnitus tidak dapat dikurangi
atau dihilangkan. TRT adalah suatu cara di mana pasien diberikan suara lain sehingga
keluhan telinga berdenging tidak dirasakan lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan
mendengar suara radio FM yang sedang tidak siaran, terutama pada saat tidur. Bila
tinnitus disertai dengan gangguan pendengaran dapat diberikan alat bantu dengar yang
disertai dengan masking. TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk mengidentifikasi
masalah dan keluhan pasien. Menentukan pengaruh tinnitus dan penurunan toleransi
terhadap suara sekitarnya, mengevakuasi kondisi emosional pasien, mendapatkan
informasi untuk memberikan kaunseling yang tepat dan membuat data dasar yang
akan digunakan untuk evaluasi terapi
Terapi edukasi juga dapat kita berikan ke pasien. Diantaranya :10,11
 Hindari suara keras yang dapat memperberat tinnitus
 Kurangi makanan bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan tekanan
darah yang merupakan salah satu penyebab tinnitus
 Hindari faktor-faktor yang dapat merangsang tinnitus seperti kafein dan nikotin
 Hindari obat-obatan yang bersifat ototoksik
 Tetap biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari kelelahan.

27

Anda mungkin juga menyukai