Anda di halaman 1dari 10

EVALUASI KINERJA JALAN

PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR

Riyadi Suhandi1, Budi Arief2, Andi Rahmah3


ABSTAK

Penerapan jalur Sistem Satu Arah (SSA) pada ruas jalan yang melingkari Istana
Kepresidenan Bogor dan Kebun Raya Bogor mulai dilaksanakan pada bulan Maret 2016. Penerapan
jalur SSA dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi tingkat kemacetan yang terjadi pada jalur
tersebut. Maksud penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengevaluasi kinerja jalan pada Penerapan
Sistem Satu Arah (SSA) di Kota Bogor, sedangkan tujuannya untuk: menghitung karakteristik arus
lalu lintas dan mengevaluasi kinerja ruas jalan Sistem Satu Arah. Data volume lalu lintas sebelum
penerapan SSA pada jalan Pajajaran adalah 3036.0 smp/jam, jalan Otto Iskandardinata 4488.0
smp/jam, jalan Ir. H. Djuanda 5130.0 smp/jam dan jalan Jalak Harupat 2610.4 smp/jam, sedangkan
volume lalu lintas setelah penerapan SSA pada jalan Pajajaran adalah 3343 smp/jam, jalan Otto
Iskandardinata 4659 smp/jam, jalan Ir. H. Djuanda 4285 smp/jam dan jalan Jalak Harupat 3132
smp/jam. Hasil evaluasi kinerja jalan sebelum penerapan dan sesudah penerapan SSA yaitu; pada
jalan Pajajaran turun dari 0.61 menjadi 0.59, jalan Otto Iskandardinata turun dari 0.77 menjadi 0.73,
jalan Ir. H. Djuanda turun dari 0.79 menjadi 0.67dan jalan Jalak Harupat turun dari 0.76 menjadi
0.65. Perbandingan Level of Service setelah dan sebelum penerapan SSA pada segmen jalan Otto
Iskandardinata, jalan Ir. H. Djuanda dan jalan Jalak Harupat meningkat dari D menjadi C,
sedangkan jalan Pajajaran tetap pada tingkat pelayanan C. Berdasarkan hasil diperoleh bahwa
penerapan jalur Sistem Satu Arah memberikan peningkatan pada kinerja jalan dan juga tingkat
pelayanan jalan.

Kata kunci: Karakteristik Jalan, Kinerja Jalan, Tingkat Pelayanan

I. PENDAHULUAN Konsekuensi dari keadaan tersebut


1.1 Latar Belakang diantaranya adalah tingginya volume lalu
Permasalahan lalu lintas jalan raya lintas yang terjadi setiap hari pada daerah-
merupakan suatu permasalahan yang daerah pusat perkotaan maupun daerah
kompleks dalam dunia transportasi darat bangkitan lalu lintas lainnya seperti kawasan
terutama untuk transportasi perkotaan. Setiap perumahan dan industri.
diselesaikan satu permasalahan akan Tingginya volume lalu-lintas
muncul permasalahan berikutnya, dan tidak menyebabkan kemacetan di ruas-ruas jalan
menutup kemungkinan bahwa masalah yang yang ada baik di ruas jalan kolektor maupun
berhasil diselesaikan dikemudian hari akan arteri. Hal tersebut terjadi karena jumlah
menimbulkan permasalahan baru Problem peningkatan moda transportasi tidak sesuai
transportasi diperkotaan tersebut timbul dengan peningkatan infrastruktur yang ada
terutama disebabkan karena tingginya tingkat seperti lebar jalan yang belum memadai dan
urbanisasi, pertumbuhan jumlah kendaraan kondisi jalan yang buruk.
tidak sebanding dengan pertumbuhan Untuk mengatasi kemacetan di ruas jalan
prasarana transportasi. serta populasi dan diberlakukan penerapan Sistem Satu Arah
pergerakan yang meningkat dengan pesat (SSA) pada ruas jalan yang melingkari Istana
setiap harinya. Untuk itu, informasi mengenai Kepresidenan Bogor dan Kebun Raya Bogor.
pergerakan arus lalu lintas sangat penting
untuk diketahui didaerah perkotaan. II. TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan dan perkembangan Kota 2.1 Pengertian Jalan
Bogor yang terus meningkat dari tahun ke Definisi jalan menurut Undang-Undang
tahun berdampak pula pada bertambahnya Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, jalan
jumlah dan jenis moda transportasi yang ada. adalah prasarana transportasi darat yang

Program Studi Teknik Sipil Universitas Pakuan 1


meliputi segala bagian jalan, termasuk 2.4 Karateristik Jalan Perkotaan
bangunan pelengkap, dan perlengkapannya Kinerja suatu ruas jalan tergantung pada
yang diperuntukkan bagi lalu-lintas, yang karakteristik utama suatu jalan yaitu:
berada permukaan tanah, diatas permukaan kapasitas perjalanan rata-rata dan tingkat
tanah, dibawah permukaan tanah dan atau air, pelayanannya ketika dibebani lalu lintas. Hal-
serta diatas permukaan air, kecuali jalan hal yang mempengaruhi kapasitas, kecepatan
kereta api dan jalan kabel. perjalanan rata-rata dan tingkat pelayanan
suatu ruas jalan adalah:
2.2 Klasifikasi Jalan 1) Geometrik Jalan Perkotaan
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 2) Alinyemen jalan
38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah 3) Tipe Jalan
Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 4) Lebar jalur
tentang Jalan, maka jalan dapat diklasifikasi- 5) Bahu/Kereb (Shoulder)
kan menjadi 3 klasifikasi jalan, yaitu: 6) Komposisi arus dan pemisahan arah
1) Klasifikasi Menurut Fungsi 7) Pengaturan lalu-lintas
a) Jalan Arteri 8) Batas kecepatan
- Jalan Arteri Primer 9) Perilaku pengemudi dan populasi
- Jalan Arteri Sekunder kendaraan
b) Jalan Kolektor 10) Hambatan samping
- Jalan Kolektor Primer
- Jalan Kolektor Sekunder 2.5 Volume Lalu-Lintas Rencana
c) Jalan Lokal Volume lalu-lintas menunjukkan jumlah
- Jalan Lokal Primer kendaraan yang melintasi satu titik
- Jalan Lokal Sekunder pengamatan dalam satu satuan waktu (hari,
2) Klasifikasi Menurut Statusnya jam, menit)
- Jalan Nasional
- Jalan Propinsi 2.5.1 Lalu Lintas Harian Rata-Rata
- Jalan Kabupaten Lalu-lintas harian rata-rata (LHR) adalah
- Jalan Kota volume lalu-lintas rata-rata dalam satu hari.
 . K .F
- Jalan Desa n n
3) Klasifikasi Jalan menurut Kelas Jalan i 0 ij i
LHR 
Klasifikasi kelas jalan berdasarkan n
penggunaan jalan dan kelancaran lalu-lintas: dimana :
Kij = Jumlah kendaraan jenis i yang diamati
Tabel 1 Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan
pada hari ke j
Lebar Panjang Muatan Sumbu
Fungsi Kelas
Kendaran Kendaraan Terberat (MST) i = Jenis kendaraan
(m) (m) (ton) j = Hari ke – j
Arteri I >2,500 >18,00 >10
II >2,500 >18,00 10
n = Jumlah hari pengamatan
III >2,500 >18,00 8 Fi = Faktor koreksi untuk jenis kendaraan
Kolektor IIIA >2,500 >18,00
8
IIIB >2,500 >12,00
Lokal IIIC >2,500 >9,00 8 2.5.2 Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 LHRT adalah jumlah lalu lintas
kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur
2.3 Tipe Jalan
jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data
Berbagai tipe jalan akan memberikan kinerja
selama satu tahunan penuh.
yang berbeda pada pembebanan lalu-lintas.

n
.KHRi
Tabel 2 Kondisi Dasar Tipe Jalan LHRT  i 0
n
dimana :
LHRT = Lalu lintas harian rata-rata tahunan
LHR = Volume lalu lintas harian
n = Jumlah hari dalam tahun yang
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

Program Studi Teknik Sipil Universitas Pakuan 2


Bahu Jalur Lalu Lintas Bahu
bersangkutan, n = 365 hari
i = Jenis Kendaraan

2.8.3 Satuan Mobil Penumpang (smp) Trotoar

Volume lalu-lintas untuk perencanaan


geometrik umumnya ditetapkan dalam satuan
Saluran
mobil penumpang (smp) sehingga masing–
Gambar 2.2 Penampang Melintang Jalan Tanpa
masing jenis kendaraan yang diperkirakan Median
yang akan melewati jalan rencana harus
dikonversikan kedalam satuan tersebut 2.6.2. Jalur Lalu Lintas
dengan dikalikan nilai ekivalensi mobil 1) Jalur Lalu Lintas (Traveled Way), adalah
penumpang (emp). bagian jalan yang dipergunakan untuk
lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas
Tabel 3 Ekivalen Mobil Penumpang Jalan Perkotaan dapat terdiri atas beberapa lajur dengan
tipe antara lain:
a. 1 jalur–2 lajur–2 arah (2/2 TB)
b. 1 jalur–2 lajur–1 arah (2/1 TB)
c. 2 jalur–4 lajur–2 arah (4/2 B)
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 d. 2 jalur–n lajur–2 arah (2/2 B)
Keterangan:
2.6 Penampang Jalan TB = tidak terbagi/ Undivided
2.6.1. Penampang Melintang Jalan B = terbagi/ Divided
Tabel 4 Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Dalam Kota, 1997

Gambar 2.1 Gambar Penampang Jalan

a. RUMAJA (Ruang Manfaat Jalan), adalah Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Dalam Kota, 1997

daerah yang dibatasi oleh batas ambang Keterangan:


pengaman konstruksi jalan di kedua sisi **) = Mengacu pada persyaratan
*) = 2 jalur terbagi, masing – masing n × 3, 5m, dimana n jumlah
jalan, tinggi 5 meter di atas permukaan lajur per jalur
perkerasan pada sumbu jalan, dan - = Tidak ditentukan

kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah 2) Lajur (Lane) adalah bagian jalur lalu
muka jalan. lintas yang memanjang, dengan atau
b. RUMIJA (Daerah Milik Jalan), adalah tanpa marka jalan, yang memiliki lebar
daerah yang dibatasi oleh lebar yang sama cukup untuk satu kendaraan bermotor
dengan Damaja ditambah ambang sedang berjalan, selain sepeda motor.
pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5
meter dan kedalaman 1.5 meter. Tabel 5 Lebar Lajur Ideal
c. RUWASJA (Ruang Daerah Pengawasan Fungsi Kelas Lebar Lajur
Ideal (m)
Jalan), adalah ruang sepanjang jalan di luar Arteri I, 3,75
DAMAJA yang dibatasi oleh tinggi dan II, IIIA 3,50
Kolektor IIIA, IIIB 3,0
lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan Lokal IIIC 3,0
sebagai berikut: Sumber:Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Dalam Kota, 1997

- Jalan Arteri minimum 20 meter


- Jalan Kolektor minimum 15 meter
- Jalan Lokal minimum 10 meter
Program Studi Teknik Sipil Universitas Pakuan 3
Tabel 6 Pembagian Tipe Kendaraan Jalan Perkotaan Dua-lajur tak-terbagi Total kedua arah
3 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

2.7 Kinerja Jalan 3) Faktor penyesuaian pembagian arah jalan


2.7.1 Kapasitas Faktor ini didasarkan pada kondisi dan
Kapasitas didefinisikan sebagai arus distribusi arus lalu lintas dari kedua arah jalan
maksimum melalui suatu titik di jalan yang atau untuk tipe jalan tanpa pembatas median.
dapat dipertahankan per satuan jam pada
kondisi tertentu. Persamaan dasar untuk Tabel 9 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat
menentukan kapasitas adalah sebagai berikut: Pembagian Arah (FCSP)
Pemisah arah SP (%-
50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
C = CO x FCW x FCSP x FCSF x FCCs %)
Dua-lajur (2/2) 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
FCSP Empat-lajur
dengan: 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
(4/2)
C = Kapasitas (smp/jam) Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

CO = Kapasitas dasar (smp/jam)


FCW = Faktor penyesuaian lebar jalan
4) Faktor penyesuaian kapasitas akibat
hambatan samping
FC = Faktor penyesuaian pemisah arah
SP
(hanya untuk jalan tak terbagi) Tabel 10 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat
FC = Faktor penyesuaian hambatan samping dan Hambatan Samping (FCSF)
SF
bahu jalan Faktor penyesuaian untuk hambatan
FCCS = Faktor penyesuaian ukuran kota Kelas samping dan jarak kereb
Tipe
hambatan penghalang (FCSF)
Jalan
samping Jarak kereb penghalang (Wk) (m)
1) Kapasitas dasar (C0) ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
1 2 3 4 5 6
4/2 D VL 0,95 0,97 0,99 1,01
Tabel 7 Kapasitas Dasar (C0) Jalan Perkotaan L 0,94 0,96 0,98 1,00
Kapasitas M 0,91 0,93 0,95 0,98
Type jalan dasar Catatan H 0,86 0,89 0,92 0,95
(smp/jam) VH 0,81 0,85 0,88 0,92
Empat-lajur terbagi atau 4/2 UD VL 0,95 0,97 0,99 1,01
1650 Per lajur
jalan satu-arah L 0,93 0,95 0,97 1,00
Empat-lajur tak-terbagi 1500 Per lajur M 0,90 0,92 0,95 0,97
Dua-lajur tak-terbagi 2900 Total dua arah H 0,84 0,87 0,90 0,93
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 VH 0,77 0,81 0,85 0,90
2/2 UD VL 0,93 0,95 0,97 0,99
2) Faktor penyesuaian lebar jalan atau jalan L 0,90 0,92 0,95 0,97
Faktor penyesuaian lebar jalan ditentukan satu-arah M 0,86 0,88 0,91 0,94
H 0,78 0,81 0,84 0,88
berdasarkan lebar jalan efektif yang dapat VH 0,68 0,72 0,77 0,82
dilihat pada Tabel 10. Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

Tabel 8 Faktor Penyesuaian Lebar Efektif Jalur Lalu 5) Faktor penyesuaian ukuran kota didasarkan
Lintas (FCW) pada jumlah penduduk.
Lebar Efektif Jalur
Tipe Jalan Lalu Lintas (W C) FCW
(m)
Tabel 11 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCCS)
1 2 3 Ukuran kota Faktor penyesuaian
Empat-Lajur terbagi Per lajur (juta penduduk) untuk ukuran kota
atau 3,00 0,92 < 0,1 0,86
Jalan satu-arah 3,25 0,96 0,1 – 0,5 0,90
3,50 1,00 0,5 – 1,0 0,94
3,75 1,04 1,0 – 3,0 1,00
4,00 1,08 > 3,0 1,04
Empat-lajur tak-terbagi Per lajur Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
3,0 0,91
3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,0 1,09

Program Studi Teknik Sipil Universitas Pakuan 4


Empat-lajur terbagi (4/2
2.7.2 Derajat Kejenuhan (DS) D) atau
57 50 47 51
Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai Dua-lajur satu-arah
(3/1)
rasio arus jalan terhadap kapasitas, yang Empat-lajur tak terbagi
53 46 43 51
(4/2 UD)
digunakan sebagai faktor utama dalam Dua-lajur tak-terbagi
44 40 40 42
penentuan tingkat kinerja simpang dan (2/2 UD)
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah
segmen jalan tersebut mempunyai masalah 2) Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk
kapasitas atau tidak. Persamaan dasar untuk lebar jalur lalu lintas berdasarkan lebar
menentukan derajat kejenuhan adalah sebagai jalur lalu lintas efektif
berikut:
Q Tabel 13 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk
DS  Lebar Jalur Lalu-Lintas (FVW)
C Lebar lajur lalu
dengan : Tipe jalan
lintas efektif
FV
Lajur lalu lintas (WC)
DS = Derajat kejenuhan (m)
Empat-lajur terbagi Per lajur
Q = Arus lalu lintas (smp/jam) atau 3,00 -4
C = Kapasitas (smp/jam) Jalan satu arah 3,25 -2
3,50 0
3,75 2
4,00 4
2.7.3 Kecepatan Arus Bebas (FV) Empat-lajur-tak terbagi Per lajur
Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan 3,00
3,25
-4
-2
sebagai kecepatan pada tingkat arus nol yaitu 3,50 0
3,75 2
kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika 4,00 4
mengendarai kendaraan bermotor tanpa Dua-lajur tak-terbagi Total
3 -10
dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di 6 -3
7 0
jalan. Persamaan untuk penentuan kecepatan 8 3
9 4
arus bebas mempunyai bentuk umum berikut: 10 6
11 7
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
FV = (FV0 + FVW) . FFVSF . FFVCS 2
dengan: 3) Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas
akibat hambatan samping.
FV = Kecepatan arus bebas kendaraan
ringan pada kondisi lapangan Tabel 14 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas
(km/jam). untuk Hambatan Samping dengan Jarak Kereb
Penghalang (FFVSF)
FV0 = Kecepatan arus bebas dasar
Faktor penyesuaian
kendaraan ringan pada jalan yang Kelas untuk hambatan samping
hambatan dan Lebar kerb penghalang
diamati (km/jam). Tipe jalan
Samping (FFVSF)
FVW = Penyesuaian kecepatan untuk lebar (SFC) Jarak: kerb penghalang (WK) (m)
< 0,5 1,0 1,5 > 2,0
jalan (km/jam). Empat- Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
FFVSF = Faktor penyesuaian akibat lajur terbagi Rendah 0,97 0,98 0,99 1,00
4/2 D Sedang 0,93 0,95 0,97 0,99
hambatan samping dan lebar bahu. Tinggi 0,87 0,90 0,93 0,96
Sangat tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92
FFVCS = Faktor penyesuaian ukuran kota Empat- Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
lajur tak- Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
terbagi Sedang 0,91 0,93 0,96 0,98
1) Kecepatan arus bebas ditentukan 4/2 UD Tinggi 0,84 0,87 0,90 0,94
Sangat tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90
berdasarkan tipe jalan dan jenis kendaraan. Dua-lajur tak- Sangat rendah 0,98 0,99 0,99 1,00
terbagi Rendah 0,93 0,95 0,96 0,98
2/2 UD atau Sedang 0,87 0,89 0,92 0,95
Tabel 12 Kecepatan Arus Bebas Dasar untuk Jalan
Jalan satu arah Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88
Perkotaan (FV0) Sangat tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82
Kecepatan arus bebas dasar (FV0) (km/jam) Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
Tipe jalan/
Kendaran Kendaraan Sepeda Semua
Tipe alinyemen
ringan berat motor kendaraan
(kelas jarak pandang)
(LV) (HV) (MC) (rata-rata) 4) Nilai faktor penyesuaian untuk pengaruh
Enam-lajur-terbagi (6/2 ukuran kota pada kecepatan arus bebas
D) atau
Tiga-lajur satu-arah
61 52 48 57 kendaraan (FFVCS).
(3/1)

Program Studi Teknik Sipil Universitas Pakuan 5


Tabel 15 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas dikendalikan
untuk Ukuran Kota (FFVCS) Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan
Ukuran kota Faktor penyesuaian Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih
(Juta Penduduk) untuk ukuran kota dikendalikan
D 0,74 – 0,84
< 0,1 0,90
0,1 – 0,5 0,93 V/C Ratio masih dapat diterima
0,5 – 1,0 0,95 Volume lalulintas mendekati/ berada pada
1,0 – 3,0 kapasitas
1,00 E 0,84 – 1,00
>3,0 1,03
Arus tidak stabil, kecepatan kadang terhenti
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
Arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan
F rendah, volume diatas kapasitas, antrian >1,00
2.7.4 Kecepatan Tempuh panjang dan terjadi hambatan yang besar
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
MKJI 1997 menggunakan kecepatan tempuh
sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan, III. METODOLOGI
karena mudah dimengerti dan diukur, dan 3.1 Gambaran Umum Wilayah Studi
merupakan masukan yang penting untuk Lokasi yang dipilih untuk penelitian yaitu
biaya pemakai jalan dalam analisis ekonomi. ruas jalan penerapan Sistem Satu Arah –
Kecepatan tempuh ditentukan dengan Kebun Raya Bogor yaitu yang meliputi Jalan
menggunakan grafik pada Gambar 2.3. Pajajaran, Jalan Otto Iskandardinata, Jalan H.
Djuanda, Jalan Jalak Harupat. Sampai tahun
2012 jumlah penduduk Kabupaten Bogor
5.077.210 jiwa.

100 Lokasi 4: Jl. Jalak Harupat

Lokasi 1: Jl. Pajajaran


Lokasi 3: Jl. Ir. H. Djuanda

Gambar 2.3 Kecepatan sebagai Fungsi DS

2.8 Tingkat Pelayanan


Tingkat Pelayanan suatu ruas jalan digunakan Lokasi 2: Jl. Otto Iskandardinata

sebagai ukuran kualitatif yang mencerminkan


persepsi pengemudi tentang kualitas
mengendarai kendaraan. Gambar 3.1 Lokasi Penelitian
Dalam menetukan tingkat pelayanan suatu
arus jalan akan ditinjau dari tingkat
perbandingan antara volume arus lalu lintas
yang melalui ruas jalan tersebut berbanding
terbalik dengan kapasitas ruas jalan tersebut.
V
LOS 
C
Dimana:
LOS = tingkat pelayanan
V = Volume lalu-lintas (smp/jam)
C = Kapasitas (smp/jam)

Tabel 16 Karakteristik Tingkat Pelayanan


Tingkat Batas
Karakteristik
Pelayanan Lingkup
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi
dan volume lalu lintas rendah
A 0,00 – 0,20
Pengemudi dapat memlilih kecepatan yang
diinginkan tanpa hambatan Gambar 3.2 Rencana Tata Ruang Kota Bogor
Arus stabil, tapi kecepatan operasi mulai
dibatasi oleh kondisi lalu lintas
B 0,20 – 0,44 Metode yang gunakan adalah survei
Pengemudi mempunyai kebebasan yang cukup deskriptif (deskriptive survey methode)
untuk memilih kecepatan
C Arus stabil tapi kecepatan dan gerak kendaraan 0,44 – 0,74 berupa pengumpulan data yang terdiri dari
Program Studi Teknik Sipil Universitas Pakuan 6
survei lalu lintas dan hambatan samping serta 4.1.2 Data Geometrik Jalan
Metode statistik pendukung analisa. Tabel 2 Data Geometrik Jalan Setelah Penerapan SSA

3.2 Survei Lalu Lintas


Tujuan dari survei lalu lintas adalah untuk ‘
mengetahui berapa besar Lalu lintas harian
(LHR) dari masing-masing jenis kendaraan
Sumber: Hasil Survei, 2017
yang melewati jalur Sistem Satu Arah (SSA).
Pada penelitian ini survei dilakukan selama 3 4.1.3 Data Volume Lalu Lintas
(tiga) hari selama 18 jam yang dibagi dalam 2
(dua) shift survei, masing-masing shift 9 Tabel 3 Volume Lalu Lintas Sebelum Penerapan
(sembilan) jam. Pembagian shift tersebut Sistem Satu Arah (SSA)
sebagai berikut:
1) Shift Kesatu : Pkl. 06.00-15.00
2) Shift Kedua : Pkl. 15.00-24.00
Sumber: DLLAJ Kota Bogor, 2015
Jenis kendaraan yang diamati terdiri dari 3
(tiga) kelompok kendaraan yaitu kendaraan Tabel 4 Volume Kendaraan Rata-Rata Setelah
pribadi, kendaraan umum, dan kendaraan Penerapan SSA
angkutan barang. Adapun golongan dan jenis
kendaraan disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 1 Golongan dan Jenis Kendaraan Sumber: Hasil Survei, 2017
Golongan Jenis
No.
Kendaraan Kendaraan
1 1 Sepeda motor 4.1.4 Data Kecepatan Kendaraan
2 2 Mobil Pribadi
3 3 Mobil Penumpang
4 4 Mobil Hantaran Tabel 5 Kecepatan Kendaraan Sebelum Penerapan
5 5A Bus Kecil Sistem Satu Arah (SSA)
6 5B Bus Besar
7 6A Truck 2 Sumbu Kecil
8 6B Truck 2 Sumbu Besar
9 7A Truck 3 Sumbu
10 7B Truck Gandeng
11 7C Truck Semi Trailer Sumber: DLLAJ Kota Bogor, 2015
12 8 Kendaraan tidak bermotor
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
4.2 Perhitungan dan Analisis Data
Pelaksanaan survei dilakukan dengan mengacu 4.2.1 Perhitungan Volume Kendaraan Setelah
pada Pedoman Survei Pencacahan Lalu Lintas Penerapan SSA
dengan cara Manual Pd T-19-2004-B.
Tabel 6 Volume Kendaraan Rata-Rata Setelah
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan SSA
4.1 Data Hasil Penelitian
4.1.1 Data Teknis Jalan
Tabel 1 Tipe Ruas Jalan Jalur Sebelum dan Sesudah
Penerapan SSA
Sumber: Hasil Survei, 2017

Tabel 7 Perbandingan Volume Kendaraan Sebelum dan


Setelah Penerapan SSA

Sumber: DLLAJ Kota Bogor, 2015 dan Hasil Survey, 2017

Sumber: Hasil Perhitungan, 2017

Program Studi Teknik Sipil Universitas Pakuan 7


- Kapasitas (C1)
4.2.2 Perhitungan Kecepatan Kendaraan - Kapasitas (C2)
Setelah Penerapan SSA Sehingga:
Q 3343
Tabel 8 Kecepatan Rata-Rata Setelah Penerapan DS1  1   0,59
Sistem Satu Arah (SSA)
C1 6402
Q 4659
DS2  2   0,73
C1 6402
Q 4285
DS3  3   0,67
C1 6402
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Q 3132
DS4  4   0,65
Tabel 9 Perbandingan Kecepatan Sebelum dan Setelah C2 4801.5
Penerapan Sistem Satu Arah (SSA)
2) Kecepatan Arus Bebas (FV)
FV = (FV0 + FVW) . FFVSF . FFVCS
dengan :
• FV0 = 44 (Tabel 2.12)
• FVW = 0 (Tabel 2.13)
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
• FFVSF = 0,98 (Tabel 2.14)
• FFVCS = 1,0 (Tabel 2.15)
4.2.2 Analisis Ukuran Kota
Sehingga:
Jumlah penduduk Kota Bogor tahun
FV= (FV0 + FVW) . FFVSF . FFVCS
2014 adalah 1.030.720 jiwa, sehingga didapat
faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran FV= (44 + 0) . 0,98. 1,00 = 43,12 km/jam
kota sebesar 1,00 (Tabel 2.11), dan faktor 3) Kecepatan Tempuh
penyesuaian kecepatan arus bebas sebesar Berdasarkan Gambar 2.3 Grafik
1,00 (Tabel 2.15). Kecepatan sebagai fungsi DS didapat
kecepatan tempuh kendaraan ringan (LV)
4.1.1 Kinerja Jalan sebagaimana pada Tabel 4.10 berikut:
4.3.4.1 Kinerja Jalan Setelah Penerapan SSA
Tabel 10 Kecepatan Tempuh Kendaraan Ringan
A. Kapasitas (C) Setelah Penerapan SSA
• C0 = 1650 (Tabel 2.7)
• FCW = 1,00 (Tabel 2.8)
• FCSP = 1,00 (Tabel 2.9)
• FCSF = 0,97 (Tabel 2.10)
• FCCS = 1,00 (Tabel 2.11)
Sehingga: Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
C1 = C0x FCW x FCSP x FCSF x FCCs
C1 = (1650*4) x 1,00 x 1,00 x 0,97 x 1,00 4.3.5 Tingkat Pelayanan
C1 = 6402 smp/jam A. Tingkat Pelayanan Jalan Setelah
C2 = C0x FCW x FCSP x FCSF x FCCs Penerapan SSA
C2 = (1650*3) x 1,00 x 1,00 x 0,97 x 1,0 V
LoS 
C2 = 4801.5 smp/jam C
dengan:
1) Derajat Kejenuhan (DS) - Vol. Arus Lalin Jl. Pajajaran (Q1 ) = 3343 smp/jam
Q - Vol. Arus Lalin Jl. Otista (Q2 ) = 4659 smp/jam
DSn  - Vol. Arus Lalin Jl. Djuanda (Q3 ) = 4285 smp/jam
C - Vol. Arus Lalin Jl. Jalak Harupat (Q4) = 3132 smp/jam
- Volume Arus Lalu lintas Jl. Pajajaran (Q1 ) - = 3343
Kapasitas (C1) =smp/jam
6402 smp/jam
- Volume Arus Lalu lintas Jl. Otista (Q2 ) - = 4659
Kapasitas (C2) =smp/jam
4801.5 smp/jam
- Volume Arus Lalu lintas Jl. Ir. H. Djuanda (Q3 ) = 4285 smp/jam
- Volume Arus Lalu lintas Jl. Jalak Harupat (Q4 ) = 3132 smp/jam

Program Studi Teknik Sipil Universitas Pakuan 8


Sehingga: jalan Otto Iskandardinata D, Ir. H.
Q 3343 Djuanda D dan jalan Jalak Harupat D.
DS1  1   0,59 2. Hasil perhitungan dan analisa kondisi lalu
C1 6402
lintas setelah penerapan Sistem Satu Arah
Q 4659
DS2  2   0,73 yang dimulai pada bulan Maret 2016
C1 6402 diperoleh hasil sebagai berikut:
Q 4285 a. Kecepatan kendaraan rata-rata setelah
DS3  3   0,67
C1 6402 penerapan SSA pada jalan Pajajaran
sebesar 42.2 km/jam; jalan Otto
Q 3132
DS4  4   0,65 Iskandardinata sebesar 39.0; jalan Ir.
C2 4801.5 H. Djuanda sebesar 41.9 km/jam; dan
jalan Jalak Harupat sebesar 41.7
Tabel 11 Tingkat Pelayanan Jalan Setelah SSA
km/jam.
Setelah penerapan SSA, kecepatan
kendaraan rata-rata mengalami
kenaikan. Pada ruas jalan Pajajaran
kecepatannnya naik dari 22.86 km/jam
menjadi 42.2 km/jam; jalan Otto
Iskandardinata dari 14.63 km/jam
menjadi 39.0 km/jam; jalan Ir. H.
Djuanda naik dari 14.63 km/jam
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
menjadi 41.9 km/jam, dan jalan Jalak
Tabel 12 Perbandingan Tingkat Pelayanan Jalan
Harupat naik dari 14.78 km/jam naik
Sebelum dan Sesudah Penerapan SSA menjadi 41.7 km.
b. Derajat Kejenuhan (DS) atau V/C
ratio setelah penerapan SSA pada
segmen jalan Pajajaran sebesar 0.59,
jalan Otto Iskandardinata sebesar 0.73,
jalan Ir. H. Djuanda sebesar 0.67 dan
jalan Jalak Harupat sebesar 0.65.
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017 Nilai V/C ratio segmen jalan Pajajaran
setelah penerapan SSA mengalami
V. KESIMPULAN DAN SARAN penurunan dari 0.61 menjadi 0.59;
5.1 Kesimpulan jalan Otto Iskandardinata setelah
1. Sebelum penerapan Sistem Satu Arah penerapan SSA mengalami penuruhan
(SSA) kondisi lalu lintas jalan yang dari 0.77 menjadi 0.73; segmen jalan
melintasi Kebun Raya Bogor dan Istana Ir. H Djuanda setelah penerapan SSA
Kepresidenan Bogor adalah sebagai mengalami penurunan dari 0.79
berikut: menjadi 0.67 dan segmen jalan Jalak
a. Kecepatan kendaraan rata-rata segmen Harupan setelah penerapan SSA juga
jalan Pajajaran sebesar 22.86 km/jam; mengalami penurunan dari 0.76
jalan Otto Iskandardinata sebesar menjadi 0.65.
14.63 km/jam; jalan Ir. H. Djuanda c. Tingkat pelayanan jalan (Level of
16.32; dan jalan Jalak Harupat sebesar Servis) juga mengalami peningkatan
14.78 km/jam pada segmen jalan Otto
b. V/C Ratio segmen jalan Pajajaran Iskandardinata, Ir. H. Djuanda dan
sebesar 0.61; jalan Otto Iskandardinata jalan Jalak Harupat yang sebelumnya
sebesar 0.77; jalan Ir. H. Djuanda D menjadi C. Sedangkan untuk
sebesar 0.79 dan jalan Jalak Harupat segmen jalan Pajajaran masih dalam
sebesar 0.76. tingkat layanan yang sama yaitu C.
c. Level of Service (LoS) atau tingkat Tingkat pelayanan setelah penerapan
pelayanan segmen jalan Pajajaran C, Sistem Satu Arah (SSA) kesemua

Program Studi Teknik Sipil Universitas Pakuan 9


segmen jalan adalah C, yang berarti 8. Standar Nasional Indonesia, 2004,
Arus stabil, tapi kecepatan operasi Geometri Jalan Perkotaan, RSNI T-14-
mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas, 2004, Dewan Standar Nasional-DSN,
Pengemudi mempunyai kebebasan Jakarta
yang cukup untuk memilih kecepatan 9. Tamin, O.Z. 2003, Perencanaan Dan
Pemodelan Transportasi, Penerbit Institut
5.2 Saran Teknologi Bandung, Bandung
1. Diperlukan penelitian lanjutan pengaruh 10. Undang Undang Republik Indonesia
pelebaran ruas jalan terhadap kinerja Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
jalan dengan variable pengaruh tingkat
pelayanan jalan yang lainnya seperti
faktor jalan dan faktor lalu lintas. RIWAYAT PENULIS
2. Dalam analisa karakteristik, kinerja jalan 1. Riyadi Suhandi, ST. Alumni (2017)
dan tingkat pelayanan jalan harus Program Studi Teknik Sipil Fakultas
didukung oleh data-data yang akurat, Teknik Universitas Pakuan – Bogor
agar analisis tersebut sesuai dengan yang 2. Ir. Budi Arief, MT. Pembimbing I/Staf
diharapkan dan tidak terjadi hambatan Dosen Program Studi Teknik Sipil
dalam menganalisis. Fakultas Teknik Universitas Pakuan –
Bogor.
3. Andi Rahmah, ST., MT. Pembimbing
DAFTAR PUSTAKA II/Staf Dosen Program Studi Teknik Sipil
1. BPS Kabupaten Bogor, 2012, Kabupaten Fakultas Teknik Universitas Pakuan –
Bogor Dalam Angka 2012, Badan Pusat Bogor.
Statistik, Bogor
2. Departemen Pekerjaan Umum, 1997,
Manual Kapasitas Jalan Indonesia
(MKJI) No.036/T/BM/1997, Jakarta
3. Departemen Pekerjaan Umum, 2007,
Survey Lalu Lintas, Direktorat Jenderal
Bina Marga, Direktorat Bina Teknik,
Jakarta
4. Departemen Pemukiman dan Prasarana
Wilayah, 2004, Penentuan Klasifikasi
Fungsi Jalan dan Kawasan Perkotaan,
2004
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 19/PRT/M/2011 Tentang
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria
Perencanaan Jalan
7. Departemen Pekerjaan Umum, Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan,
Direktorat Jenderal Bina Marga,
Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta

Program Studi Teknik Sipil Universitas Pakuan 10

Anda mungkin juga menyukai