Anda di halaman 1dari 4

LUKISAN MERAH RIANA

Merah dominasi lukisan ini, menyita khusuk batinku yang tercipta demi menikmati
karya seni di galeri amatir ini. Mataku yang sedari awal terbuai gambar-gambar mesra
pelukis remaja, terebut oleh gegap membara coretan kanvasmu.
Seorang wanita mengenakan sebuah gaun berbentuk pusaran api merah menggelora.
Bagian bawah gaunnya merupakan aliran lava mendidih dan jilatan lidah api membingkai
erat tubuh bagian atas si wanita. Rambutnya merupakan jalinan tangan-tangan hitam yang
menariknya hingga ke ubun2, seperti berusaha untuk menariknya kembali ke bagian atas
bingkai.
Kenapa raut wajahmu begitu keras, wahai puan? Lelahkah engkau menghadapi para
tangan maya itu yang berusaha merenggutmu kembali?
“Kak Sandra, syukurlah kakak bisa datang.“ Suara riang menjejakkan kesadaranku
kembali ke galeri ini.
“Oh, hai Riana. Sekalian pulang dari kampus,“ balasku dalam senyuman.
Ternyata Riana, juniorku di klub melukis waktu di SMA. Almamater SMA-ku ini
sedang mengadakan pekan seni tahunan di akhir pekan ini. Mulai dari pagelaran seni dari
masing-masing klub di sekolah, sampai lomba seni dibuka untuk umum. “Di mana yang
lain?”
“Sekarang cuma tiga orang yang jaga, Kak. Tiana dan Era sedang makan siang di
booth lain.”
Booth klub seni ini cukup besar dibandingkan yang lain. Anak-anak mengaturnya
menjadi beberapa lorong dengan dinding tripleks sederhana. Namun kesederhanaan dinding
tripleks itu malah menonjolkan corak warna-warni lukisan yang ditempel di atasnya.
“Bagaimana Kak, lukisanku?” Riana menunjuk lukisan merah tersebut dengan
dagunya.
Aku memandang lebih teliti lagi.
Ketika kebanyakan juniorku yang lain memilih gaya aman seperti realisme atau
naturalisme, Riana lebih senang menggambar surealis. Dia bermain dengan gradasi warna
merah yang mendominasi kanvasnya. Alih-alih memperhalus goresan, Riana menggunakan
teknik impasto* dalam melukis. Bara menyala menjadi tegas dalam goresan tebal, beringas
membantai setengah isi kanvas.
Kupicingkan mataku lebih tajam lagi. Wajah wanita dalam lukisan terlihat tiada takut
menantang sang bara yang memeluk tubuhnya. Begitu tegas dan lantang.
Apa yang ada di ujung rangkaian tangan di atasnya, sehingga wanita itu tidak takut
menantang nyala api di bawahnya?
“Apa yang kamu rasakan ketika melukis ini? Bukan amarah kan? “
Matanya yang sipit terlihat berkilat sejenak sebelum dia membalas pertanyaanku,
“Bukan, Kak.”
“Lalu, apa makna lukisan ini?”
Riana terdiam sejenak, “Aku memutuskan kuliah di Jawa nanti, Kak, “ sahutnya tak
menjawab pertanyaanku.
“Oya? Jurusan apa?“ Kuabaikan pertanyaanku yang semula, memilih mengikuti
pernyataan Riana.
“Fakultas Seni.“
Ingatanku kembali ke memori di mana Riana dengan muka memelasnya memohon
kepada kami semua di klub melukis untuk berbohong. Berbohong berkata tidak tahu jika
orang tuanya datang dan bertanya akan keberadaannya.
“Tolonglah, kawan semua. Bisa mati aku dihukum ayahku kalau beliau tahu aku
masih suka melukis. Apalagi nilai Fisikaku jeblok.” Riana kelihatan begitu takut waktu itu,
mengajak kami semua membuat dosa kolektif membohongi orang tua. Untung saja akhirnya
orang tua Riana tidak pernah datang ke ruang klub kami.
Apakah sekarang orang tuanya sudah berubah pikiran?
“Wah, bagus sekali. Orang tuamu mengizinkan?”
Riana meringis, “Sampai sekarang belum. Aku bahkan masih mencari cara agar aku
bisa tetap kuliah di sana kalau misalnya orang tuaku tidak mengizinkan.”
“Lalu, kok kamu yakin sekali mau kuliah di sana?”
“Menjadi pelukis adalah impianku sejak dulu, Kak. Walau orang tuaku mau aku
kuliah di teknik, aku tidak menyukai pelajaran eksak. Aku benci melakukannya dan aku tidak
mau berujung menyalahkan orang tuaku di masa depan.”
Riana terdiam sejenak ketika gerombongan anak SMP tiba-tiba muncul dari ujung
lorong, menikmati lukisan dengan berisik. Aku kembali menikmati lukisan lain di sekitar
kami sampai anak-anak itu berlalu.
“Sudah kamu pikirkan matang-matang Riana? Bahkan aku pun akhirnya masuk
jurusan akuntansi karena menganggap melukis hanya sekedar hobi,” sambungku.
“Walaupun aku tidak tahu ke depannya akan bagaimana, aku akan berusaha. Berhasil
atau tidaknya nanti, kalau tidak pernah mencobanya aku tidak akan pernah tahu... “ Mata sipit
Riana terlihat berkilat-kilat.
“Tapi kalau aku tidak memulainya, aku akan menyesali diriku sendiri karena terlalu
penakut untuk mencoba, Kak. Lebih baik aku membenci diriku sendiri jika ternyata aku yang
salah daripada menyalahkan orang tuaku.” Wajah Riana kelihatan mengeras, tegas akan
keputusannya. “Akan kuberikan keberhasilan pada orang tuaku nanti. Karena berhasil bukan
hanya didapat dari pandai eksak ataupun masuk teknik.”
Wajah Riana yang tegas dengan mata sipitnya berkilat-kilat mengingatkanku pada
sesuatu. Tunggu, wajah ini... Aku mengalihkan kembali pandanganku ke lukisan merah
Riana.
Sekarang aku mengerti makna lukisan ini. Ya, Riana menggambarkan dirinya sendiri
sebagai gadis dalam lukisan ini. Gadis dengan gaun bara apinya dan rambut tangan-tangan
hitam itu. Bisa jadi sang gadis terbakar oleh sang bara, dengan tangan-tangan yang mungkin
merupakan gambaran orang tuanya yang ingin menyelamatkannya dari bara api tersebut.
Keluarlah dari bara tersebut, bahaya! Engkau bisa terbakar hingga jadi abu. Kembalilah, kami
tahu yang terbaik untukmu!
Atau bisa jadi sebaliknya. Lihatlah wajah sang gadis, begitu berani. Begitu tegas. Bara
api itu tidak akan membakarnya hingga jadi debu. Bara api tersebut malah membuatnya
semakin berkibar.
Aku tersenyum. Mungkin deklarasi ini patut dirayakan.
“Kamu habis jaga ini ada rencana lain, Riana?”
“Tidak, Kak. Kenapa?”
“Mungkin secangkir espresso baik untuk menambah semangat calon pelukis muda
berbakat kita ini.”
Riana nyengir mengiyakan.
*) Teknik Impasto adalah teknik lukisan di mana cat dilapiskan dengan sangat tebal di
atas kanvas sehingga arah goresan sangat mudah terlihat. Cat yang digunakan bisa pula
tercampur di atas kanvas. Saat kering, teknik impasto akan menghasilkan tekstur yang jelas,
sehingga kesan kehadiran objek lebih terasa.

Identitas Penulis

Nama Lengkap : Laurika Lisanuary Simatupang


ID Instagram : marialaurika
Nomor WhatsApp : 085752151544
E-mail : marialaurika@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai