Anda di halaman 1dari 30

KASUS 4 CARDIO

KELOMPOK :
Melani Naurita (114 118 013)
Retno juwita sari (114 118 011)
Hastutik Craine Brisbane (114 118 015)
Siti Rahmawati (114 118 016)

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SURABAYA
2020
STUDI KASUS 4

TANDA – TANDA VITAL


Tekanan darah : 158 / 92 mmHg
Pulse : 110 irregular, Normal S1,S2, (+) S3, no S4
RR : 20 kali per menit
Suhu : 36,5o C

1
DATA LABORATORIUM
PARAMETER NILAI NORMAL TANGGAL
Hemoglobin 13-18g/dl 12,0g/dl
Eritrosit (RBC) 4,4-5,6 106sel/mm3
leukosit (WBC) 3,2 – 103/mm3 9,5 x 103/mm3
Hct 40% - 50% 35.8%
Platelet 170-380x103/mm3 212x103/mm3
Polys 3673% 65%
Bands 0-2% 2%
Lymphs 15-45% 30%
Mono 0-10% 3%
KIMIA KLINIK ELEKTROIT
NA 135-144mEq/L 140mEq/L
K 3,6 – 4,8mEq/L 4.4mEq/L
Cl 97-106mEq/L 105mEq/L
Ca 8,8-10,4 mg/dl 8.5mg/dl
Mg 1.7-2.3 mg/dl 2.1 mEq/L
CO2 22-32 mEq/L 24mEq/L
KIMIA KLINIK METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Acak 109mg/dl
FAAL HEMOSTATIS
INR 0,8 – 1,2 2.3
FAAL GINJAL
BUN 16,6-48,5mg/dl 22mg/dl
Creatinin < 1,2mg/dl 1,1mg/dl

DIAGNOSIS
1. Persisten AF
2. HF: Mildly Symptomatic
3. Hipertension

2
ANALISIS SOAP
1. Analisis Problem Medik Persisten Atrial Fibrilasi
 Subjektif
Dada berdebar
 Objektif
Hasil EKG : persisten AF, Ventrikular rate 110 bpm
Echocardigraphy :Disfungsi sistolik ( LVEF< 35%)
 Assessment
Terapi terkait DRP : Carvedilol 6,25 mg 1-0-1 po
Drug Related Problem (DRP) :
Pemilihan Carvedilol kurang tepat pada fase akut atrial fibrilasi disertai penurunan LVEF
 Plan
Merekomendasikan penggantian Carvedilol 6,25 mg po menjadi metoprolol 2,5 mg – 10
mg iv bolus di administrasikan selama 10-20 menit dapat diulang sampai dengan 3 kali
bila belum mencapai target HR < 110 x per menit

3
Pembahasan:

Gambar 1. Manajemen kendali Laju pada pasien atrial fibrilasi fase akut
Berdasarkan ESC, 2016 pilihan terapi untuk obat kendali laju pada pasien atrial
fibrilasi dengan penurunan injeksi fraksi pada ventrikel kiri yaitu < 35% adalah golongan beta
blocker. (Gambar 1) Pada kondisi akut pilihannya adalah metoprolol 2,5 – 10 mg iv bolus
dapat diulang sampai dengan 3 kali atau esmolol 0,5 mg/kg iv bolus diadministrasikan lebih
dari 1 menit, dilanjutkan pemberiannya 0,05 -0,25 mg/kg/min sesuai dengan tabel 1.
(Kirchhof et al. 2016) Kami lebih memilih metoprolol karena lebih cost effective dibandingkan
esmolol.
Tabel 1 . Dosis obat kendali laju pada atrial fibrilasi

4
Pemilihan terapi Beta Bloker dibanding dengan digoksin sesuai dengan sistematik
review dari 2 studi RCT oleh Senthi N.J, dkk tahun 2018,melibatkan 90 pasien dengan
atrial fibrilasi fase akut membandingkan pemberian obat kendali laju beta bloker iv
dibandingkan digoksin iv dalam interval 6 jam setelah diadministrasikan, diperoleh hasil
beta bloker lebih cepat menurunkan frekuensi denyut jantung dibandingkan digoksin
dengan mean deference 20,74 (CI 95% 17,34 – 24,13 ; p < 0,00001)

Gambar 2. Forest plot meta analisis perbandingan beta bloker vs digoksin sebagai kendali
laju setelah 6 jam administrasi.

Efektifitas beta bloker sebagai pilihan terapi kendali laju pada kasus ini dapat
ditunjukan pada meta analisis dari 4 studi RCT oleh Rienstra, dkk pada tahun 2013
melibatkan 1.677 pasien dimana 842 pasien diberikan beta bloker dan 835 diberikan
placebo(Rienstra et al. 2013) dengan studi karakteristik dapat dilihat pada tabel 2 dan
karakteristik pasien dapat dilihat di tabel 3.
Tabel 2. Studi Karakteristik

5
Tabel 3. Pasien Karakteristik

Hasil yang diperoleh sebagai berikut :


1. Beta bloker lebih efektif menurunkan heart rate dibandingkan dengan placebo (p <
0,00001) detail perolehan perbedaan absolut dan relatif dapat dilihat pada tabel 4 dan
forres plot pada gambar 2.
Tabel 4. Perbandingan penurunan heart rate

6
Gambar 2. Efek beta bloker terkait penurunan heart rate pada pasien HF dan AF
2. Angka kejadian mortalitas pada pasien HF dengan AF yang menerima beta bloker
dibanding placebo tidak berbeda bermakna dengan OR 0,86 (95% CI : 0,66 – 1,13; p =
0,28) gambar 3.

3. Angka kejadian rawat inap pada pasien HF dan AF yang menerima beta bloker
dibanding placebo tidak berbeda bermakna dengan OR 1,11 (95% CI : 0,85 – 1,47; p =
0,44) gambar 4.

7
Apabila fase akut telah terlewati dimana target HR < 110 bpm tercapai, maka untuk
terapi jangka panjangnya dapat dilanjutkan carvedilol 6,25 mg po 1-0-1 dan dapat
dikombinasi dengan digoksin. Sesuai dengan studi RCT oleh Khand A.U, dkk pada
tahun 2003, melibatkan 47 pasien AF dan HF dibagi 2 tahap. Tahap 1 diberikan terapi
digoksin dibandingkan carvedilol kombinasi dengan digoksin selama 4 bulan, tahap 2
terapi digoksin dibandingkan dengan carvedilol selama 6 bulan.(Population and Points
n.d.) Hasilnya pada kombinasi carvedilol dan digoksin menunjukkan penurunan heart
rate selama 24 jam setelah administrasi dengan nilai p < 0,00001, terjadi peningkatan
nilai LVEF dengan nilai p= 0,048 dan perbaikan gejala dengan nilai p = 0,0039. Tabel 5
Tabel 5. Perbandingan efektifitas terapi

Monitoring :
1. Efektivitas : Heart Rate < 110 bpm , dada tidak berdebar
2. Efek Samping Obat : bradikardi, hipotensi

2. Analisis Problem Medik Persisten Atrial Fibrilasi


 Subjektif
Dada berdebar
 Objektif
Nadi 110 irreguler
 Assessment
Terapi terkait DRP : Cordarone 150 mg 1-0-1 po
Drug Related Problem (DRP) :
Pemilihan bentuk sediaan cordarone tablet kurang tepat pada fase akut atrial fibrilasi
 Plan
Merekomendasikan penggantian Cordaron 150 mg po menjadi cordarone 5-7 mg / kgBB

8
selama 1-2 jam

Pembahasan:

Gambar 5. Manajemenobatkendaliirama
Pilihan obat antiaritmia pada pasien ini adalah amiodaron iv. (Kirchhof et al. 2016) dan
rekomendasi dosis dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Rekomendasidosisobat anti aritmia

Pada meta analisis 6 studi RCT oleh Chevalier P, tahun 2003 melibatkan 995 pasien AF
dengan HF , membandingkan ketercapaian ritme sinus setelah pemberian amiodaron
dengan placebo. Hasil yang diperoleh adalah tidak ada perbedaan pada 1-2 jam setelah
pemberian amiodaron maupun placebo, namun efektifitas tercapai setelah 6-8 jam
pemberian amiodaron RR = 1,23 p =0,022 , pada 24 jam RR = 1,44 p < 0,0001.

9
Gambar 6. Amiodaron vs placebo

3. Analisa Problem Medik Persistent AF dengan HF LVEF 35%


Subyek
Mengeluh dada berdebar seja 7 hari yang lalu, tidak merokok, sesekali mengkonsumsi alcohol
saat weekend
Riwayat Penyakit : persistent AF (sudah dikonversikan ke normal sinus rhythm dgn
amiodarone), HF dgn LVEF 35%
Riwayat pengobatan : warfarin
Obyektif
Heart rate :110bpm (N 70 - 100bpm)
Platelet : 212x103/mm3 (N 170-380 x 103/mm3)
INR : 2,3 (N 0,8-1,2)(Kementerian Kesehatan RI 2011) (Kementerian
Kesehatan RI 2011)
Assesment
Terapi terkait DRP : Warfarin (2mg pagi hari)
Drug Releted Problem (DRP): penggunaan warfarin tidak tepat
Planing
1. Saran : stop penggunaan warfarin, ganti antikoagulan menggunakan terapi NOAC dengan
pilihan terapi apixaban 5mg 2x sehari
Sebelum mengganti golongan VKA ke NOAC lakukan pengentikan warfarin hingga target
INR< 2/ normal terlebih dahulu
2. Monitoring: INR (target 0,8-1,2), tanda-tanda perdarahan, TTV (nadi 70-100bpm), Hb

Pembahasan:

10
Pasien memiliki riwayat atrial fibrilasi persistent dimana akan memiliki resiko stroke sehingg
perlu mengetahui skor resiko stroke dan skor resiko perdarahan dikrenakan pasien memiliki
riwayat penggunaan obat wafarin
CHA2DS2VAS2 total skor 2
KONDISI POIN RESIKO STROKE
Ggal Jantung Kongesti 1 1
Hipertensi 1 1
Usia >75tahun 2 -
Dm 1 -
Tia/Tromboemboli 2 -
Penyakit Pembulu Darah/Plak 1 -
Usia 65-74 Tahun 1 -
Jenis Kelamin (Perempuan) 1 -

HAS-BLED total Skor 3


KONDISI POIN RESIKO PERDARAHAN
Hipertensi 1 1
Abnormal fungsi ginjal atau hati 1/2 -
Stroke 1 -
Perdarahan 1 -
Labile INR 1 1
Usia >65thun 1 -
Drug atau alkohol 1/2 1
Sesuai ESC 2016 tentang Atrial Fibrilasi penggunaan VKA direkomendasikan pada pasien
AF dengan AF valvular dan jika perhitungan skor CHA2DS2VASc 2 maka penggunaan yang
rekomendasikan adalah NOAC sedangkan VKA (warfarin) digunakan sebagai alternative.
(Kirchhof et al. 2016)

Gambar 7. Diagram Pemilihan Terapi Antikoagulan


Serta pasien dengan gagal jantung dan AF non-katup menurut ESC 2016 Heart Failure
yang memenuhi syarat untuk antikoagulasi berdasarkan skor CHA2DS2-VASc, harus

11
dipertimbangkan untuk antikoagulasi NOAC daripada warfarin karena NOAC dikaitkan
dengan risiko stroke yang lebih rendah, perdarahan intrakranial dan mortalitas (Ponikowski
et al. 2016) EBM
1. Pada study yang dilakukan Chen F dkk 2020 tentang penggunaan NOAC versus
warfarin dengan metode sistematis mencari database PubMed dari awal hingga
Desember 2019 untuk studi yang melaporkan kemanjurannya dan hasil keamanan dari
NOAC dengan warfarin pada pasien dengan AF dan HF dengan criteria RCT atau studi
observasional, NOAC apa pun (dosis apa pun) versus warfarin, Studi yang melaporkan
paling tidak satu dari efikasi atau hasil keamanan,rasio risiko (RR) dan interval
kepercayaan 95% (CI). Hasil dari beberapa studi RCT dan observasional ) adalah
1) NOAC secara signifikan menurunkan risiko stroke atau emboli sistemik (RR = 0,82
(95% CI, 0,73-0,92); P = 0,001; I 2 = 35%; Gambar. 8) dan semua -penyebab
kematian (RR = 0,87 (95% CI, 0,80-0,94); P = 0,0007; I2 = 64%; Gambar 9)
dibandingkan dengan warfarin

Gambar 8. Forest Plot Efek Stroke Dan Embolic Sestemic Pada NOAC Dan Warfarin

Gambar 9. Foreest Plot penyebab emua kematian pada NOAC dan Digoksin
2) NOAC secara signifikan menurunkan risiko perdarahan mayor (RR = 0,84 (95% CI,
0,74-0,97); P = 0,01; I2 = 82%; Gambar 10), perdarahan intrakranial (RR) = 0,50 (95%

12
CI, 0,43-0,59); P <0,00001; I2 = 0%; Gambar. 11), dan stroke hemoragik (RR = 0,49
(95% CI, 0,38-0,63); P <0,00001; I2 = 0 %; Tambahan Gambar. 10) dibanding dengan
warfarin.
3) Study ini tidak menemukan perbedaan dalam risiko perdarahan gastrointestinal (RR =
1,11 (95% CI, 0,79-1,55); P = 0,54; I2 = 89%; Gambar Tambahan. 11) pada pasien
NOACs versus warfarin.

Gambar 10. Forest Plot Efek Perdarahan Mayor Pada NOAC Dan Warfarin

Gambar 11. Forest Plot efek Perdaratan Intrakarnial Pada NOAC dan Warfarin
Kesimpulan : NOACs memiliki risiko yang sama atau lebih rendah dari kejadian
tromboemboli dan perdarahan pada pasien dengan AF dan HF daripada warfarin.
Penggunaan NOACs non-inferior dengan warfarin untuk pencegahan stroke pada
pasien dengan AF dan HF (Chen et al. 2020)
2. Study sistimatik review dan meta-analasis yang mempandingkan NOAC (rivaroxaban,
dabigatran, apibaxan) pada 34 studi dimana rata-rata uasi antar 72-73 tahun dengan
skor rata-rata CHA2DS2VASc 2 dan HAS-BLED2, oucame yang diingikan
efektivitas(gabungan stroke atau emboli sistemik)) dan safety (gabungan perdarahan
mayor) (Li et al. 2019)

13
Gambar 12 Hasil Perbandingan efektivitas dan Keamanan NOAC pada pasien Atrial Fibrilasi
Kesimpulan : penggunaan NOAC pada pasien AF, Apixaban dikaitkan dengan risiko
perdarahan mayor yang lebih rendah daripada dabigatran dan rivaroxaban serta Tidak
ada perbedaan yang signifikan diamati pada risiko stroke atau emboli sistemik di antara
ketiga NOAC
3. Study RCT, Lisa A. de Jong dkk tahun 2019 tentang cost effectivenees NOAC dengan
kreteria subyek laki-laki dengan uasi antara 72-75 tahun dengan rata-rata skor
CHA2DS2VASc antara 1,7-3,7, outcame yang diinginkan ICER dan hasil yang di peroleh

Gambar 13. Analisa Biaya Dasar sebagai Biaya Per Pasien Selama Seumur Hidup
Kesimpulan apixaban lebih hemat biaya atau bahkan lebih murah dan efektiv
dibandingkan dengan VKA dan NOAC yang lain pada pasien AF (de Jong et al. 2019)
4. Study cohort prospective obsevasi penggunaan alcohol dan resiko HF pada pria dan
wanita usia 45-64 tahun yg dibagi dalam enam kelompok, hasil yang diperoleh kejadian
yang tertinggi diamati di antara mantan peminum. Pria yang mengonsumsi hingga 7
minuman / minggu memiliki risiko yang secara signifikan mengurangi risiko. HF relatif

14
terhadap abstain (HR 0,80, 95% CI 0,68-0,94, P ¼ 0,006) (Goncalves et al. 2015)

Gambar 14. Tingkat kejadian gagal jantung berdasarkan kategori konsumsi alkohol awal

Gambar 15. kejadian gagal jantung, berdasarkan kategori konsumsi alkohol

4. Analisa Problem Medik Persistent AF dengan HF LVEF 35%


Subyek
Laki-laki, usia 64 tahun, berat badan 90kg, tinggi badan 175cm, mengeluh dada berdebar
seja 7 hari yang lalu, pekerjaan akuntan, tidak merokok, sesekai mengkonsumsi alcohol saat
weekend
Riwayat Penyakit : persistent AF (sudah dikonversikan ke normal sinus rhythm dgn
amiodarone), HF dgn LVEF 35%
Obyektif
Kadar digoksin 0,8ng/ml
Assessment
Terapi terkait DRP: digoksin (0.0625 mg pagi hari)
Drud Reledet Problem: tidak ada. Penggunaan digoksin sudah tepat
Planning

15
1. Monitoring efektivitas terapi : TTV ( Nadi 70-100bpm)
2. Monitoring efek samping terapi :kadar digoksin dalam darah, Nadi dan Tekanan darah
Pembahasan
Pasien mendapat terpai digoksin dosis 0,0625mg sehari sekali berdasarkan ESC 2016
atrial fibrilasi menyatakan bahwa beta bloker atau digoksin direkomendasikan untuk control
heart rate pada pasien AF dengan LVEF <40% Class I level B (Kirchhof et al. 2016)
EBM
1. Study Meta-Analisis, META dkk tahun 2018 Efek Digoxin pada Pasien dengan AF atau HF
menggunakan 37 uji coba yang terdiri dari 825.061 pasien, hasil yang di dapat bahwa
1) digoxin dikaitkan dengan peningkatan risiko relatif secara keseluruhan 17% dari semua
kematian dibandingkan dengan pasien yang tidak menerima obat serta peningkatan
risiko kematian pada subkelompok pasien dengan AF dan subkelompok pasien dengan
HF
2) risiko kematian juga dikaitkan dengan konsentrasi serum digoxin pada pasien AF.
Setiap peningkatan 0,5 ng / ml dalam konsentrasi digoksin serum awal yang secara
konsisten diamati pada pasien dengan atau tanpa gagal jantung. Sebelumnya,
dilaporkan penyakit ginjal tahap akhir bahwa setiap peningkatan 1,0 ng / ml kadar
digoxin serum secara signifikan meningkatkan risiko kematian sebesar 19%

Gambar 16. Forest plot Meta analisi efek digoksin pada kematian antara pasien AF dan HF

16
Kesimpulanan: Meta-analisis komprehensif menegaskan bahwa penggunaan digoxin
dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian pada AF dan pada pasien gagal jantung
yang diobati sesuai dengan pedoman kontemporer. Sampai hasil penelitian terkontrol
plasebo acak tersedia, digoxin harus digunakan dengan sangat hati-hati (Vamos et al.
2019)
2. Study RCT, double-blinded Aleem U khand dkk tahun 2003 dengan combinasi (carvedilol
dan digoksin) dibandingkan carvedilol dan digoksin (alone) terhadap 47 pasien (29 laki-laki;
usia rata-rata 68 tahun) dengan AF dan HF persisten (rata-rata fraksi ejeksi ventrikel kiri
[LVEF] 24%). Hasil yang diamati
1) Pada fase pertama penelitian, digoxin dibandingkan dengan kombinasi digoxin dan
carvedilol (empat bulan) di kaitkan dengan pengurangan rata-rata laju ventrikel 24-jam (p
<0,0001) dan skor gejala meningkat (p <0,05) dan LVEF (p <0,05)
2) Pada fase kedua, digoxin ditarik dengan cara double-blinded hanya carvedilol, sehingga
memungkinkan perbandingan antara digoxin dan carvedilol (enam bulan) terjadi
peningkatan secara signifikan terhadap HR 24-jam rata-rata dan penurunan LVEF.

Gambar 17. Perbandingan Efek Terapi Digoksin Combinasi dan Digoksin Tunggal
Pada study ini terdapat profil kecepatan laju vertikel 24jam, hasil kombinasi carvidilol dan
digoksin terjadi penurunan rata-rata laju ventrikel 24 jam selam siang dan malam (gambar
2B) sedangkan Carvedilol saja dan digoxin saja sama-sama efektif dalam mengendalikan
laju ventrikel siang hari, tetapi digoxin menurunkan HR nokturnal ke tingkat yang lebih
besar (Gbr. 2C). (Khand et al. 2003)

17
Gambar 18. Grafik Kecepatan Laju Vertikel 24 jam

5. Problem Medik HF dengan Mildly Symptomatic


Subjektif
Dada berdebar, riwayat keluarga, riwayat mengkonsumsi alkohol
Objektif
Ecocardiografi: menunjukkan disfungsi sistolik (LVEF 35%)
Chest X-Ray: Cardiac hypertrophy, tidak ada edema ataupun infeksi paru akut
Assessment
Terapi terkait DRP : Lisinopril 10 mg 1x/hari
Drug Related Problem (DRP) : Dosis lisinopril terlalu tinggi (klasifikasi PCNE : M 2.1 Pasien
menderita ROTD bukan alergi (potensial); P 3.2 Dosis obat terlalu tinggi).
Plan: dosis awal lisinopril diturunkan menjadi 2,5 mg 1x/hari.
Pembahasan:
Pasien mendapatkan Lisinopril yang merupakan obat golongan penghambat Renin-
Angiotensin System (RAS), dimana Penghambat RAS direkomendasikan sebagai terapi lini
pertama pada pasien HF dengan pengurangan ejeksi fraksi (HfrEF) (Williams et al. 2018). RAS
bekerja dengan cara mencegah remodeling ventrikel kiri dan menekan faktor neurohumoral
yang berperan dalam hal ini adalah fibroblas (Iwata et al. 2011). Angiotensin receptor blocker
(ARB) memiliki efek menguntungkan yang hampir sama dengan inhibitor enzim pengonversi

18
angiotensin (ACE) pada hipertrofi jantung, remodeling, dan gagal jantung. Pada percobaan
RCT dengan 3.152 pasien HF dengan ejeksi fraksi ≤ 40% dan berusia ≥ 60 tahun menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara ARB maupun ACEI dalam mengurangi
penyebab kematian dengan p= 0,16 seperti pada tabel 17(Pitt et al. 2000).

Gambar 19;. Hasil endpoint ARB Vs ACEI (Pitt et al. 2000)

Gambar 20. Hazard ratio ARB Vs ACEI


Berdasarkan penelitian RCT seperti SOLVD30 menunjukkan bahwa ACEI signifikan dalam
mengurangi mortalitas dan morbiditas, sehingga pilihan utama untuk pasien HFrEF adalah
ACEI. Pada penelitian RCT dengan 2.568 pasien HFrEF ≤ 35% yang membandingkan pasien
dengan menggunakan enalapril (ACEI) Vs plasebo menunjukkan hasil yang signifikan bahwa
enalapril (ACEI) signifikan dalam mengurangi mortalitas dan morbiditas dengan RR 12 (P= 0,06)
dan RR 15 (P= 0,03) dalam hal mengurangi kematian atau masuk rumah sakit (Gary 1990).
Sehingga ACEI digunakan pilihan pertama pada pasien HfrEF.

19
Gambar 21. Percent reduction in risk ACEI VS Placebo (Gary 1990)
Pada penelitian RCT 4.723 pasien rawat jalan dengan HfrEF stabil yang diresepkan
ACEI antara lain enalapril, lisinopril, maupun ramipril menunjukkan bahwa enalapril, lisinopril
dan ramipril sama-sama efektif dalam pengobatan pasien dengan HfrEF dalam hal
menurunkan sistole, penyebab HfrEF, sinus rtythm, LVEV, NYHA seperti terlihat pada gambar
20 (Fröhlich et al. 2018)

20
Gambar 22. Efektivitas enalapril Vs Ramipril Vs Lisinopril (Fröhlich et al. 2018)
Angiotensin-converting enzyme inhibitor harus diberikan pada pasien dengan HFrEF
dalam dosis rendah setelah koreksi hiponatremia atau penurunan volume. Hindari overdiuresis
sebelum memulai pengobatan dengan ACEI karena penurunan volume dapat menyebabkan
hipotensi atau insufisiensi ginjal ketika ACEI dimulai atau ketika dosis obat ini ditingkatkan
hingga tingkat terapi penuh. Pada percobaan RCT dengan 3164 pasien HF New York Heart

21
Association (NYHA) kelas II hingga IV dan fraksi ejeksi <atau = 30% untuk pengobatan double-
blind dengan dosis rendah lisinopril Vs dosis tinggi selama 39 hingga 58 bulan menunjukkan
bahwa lisinopril dosis tinggi menyebabkan penurunan mortalitas yang tidak signifikan sebesar
8% (P = 0,128), penurunan mortalitas yang signifikan 12% (P = 0,002) atau rawat inap semua
penyebab, dan 24% (P = 0,002) yang signifikan pengurangan rawat inap untuk HF. Sehingga
pasien dengan HFrEF diobati dengan inhibitor ACE dimulai dengan dosis rendah dan dapat
ditingkatkan hingga dosis tinggi (Packer et al. 1999).

Gambar 23, End poin lisinopril dosis rendah Vs dosis tinggi (Packer et al. 1999)
Monitoring :
Efektivitas : Tekanan darah <130/80 mmHg
Efek Samping : Hipotensi (MAP<70), Hiperkalemia, peningkatan serum kreatinin >1,4 mg/dL.

6. Hipertensi Grade 1
Subyek:
Riwayat hipertensi
Obyek:
Tekanan darah 158/92 mmHg
Assesment:
M 2.1 Pasien menderita ROTD bukan alergi
P 1.1 Pemilihan obat tidak tepat (bukan untuk indikasi yang paling tepat)
Plan:
Mengganti diuretik Furosemide dengan indapamide dosis 2,5 mg

Pembahasan:
Pasien mendapatkan furosemide dimana diketahui bahwa tuan R mempunyai EF 35%,
dengan penurunan EF ini akan menyebabkan penurunan stroke volume dan peningkatan LV-
end diastolic volume/pressure sehingga akan meningkatnya backward transmission tekanan
diastolik, hal ini akan berakhibat pada tidak terkontrolnya tekana darah yang dapat
menyebabkan edema paru (Tsukada, Katoh, and Seino 2007). Tn R mempunyai TD 158/92
mmHg dimana TD yang tinggi pada pasien HfrEF harus segera diturunkan karena dapat

22
memperburuk resiko HF, tekanan darah dapat diturunkan dengan mengkombinasi ACEI
dengan diuretik(Ponikowski et al. 2016). Berdasarkan penelitian sistematik review 14
percobaan dengan 525 partisipan pada pasien HF menunjukkan bahwa diuretik Vs placebo
mengakhibatkan mortalitas yang lebih rendah pada diuretik dengan odds ratio (OR) untuk
kematian 0,24, confidence interval (CI) 95% 0,07-0,83; P = 0,02 (Faris et al. 2016).

Gambar 24 , Diuretik Vs Plasebo denag outcome mortalitas (Faris et al. 2016)


Diuretik yang direkomendasikan pada pasien HT dengan HFrEF adalah golongan
thiazid(Williams et al. 2018). Karena thiazid telah terbukti mengurangi mortalitas dan morbiditas
kardiovaskular pada hipertensi sistolik dan diastolik dengan biaya rendah (Fang-Fang et al.
2015). Pada 21 studi RCT 480.000 pasien dengan hasil utama adalah kejadian
kardiovaskular; hasil sekunder kejadian koroner, gagal jantung, kejadian serebrovaskular, dan
semua penyebab kematian, diperoleh hasil 12% risk reduction untuk cardiovascular events
(P=0.049) dan 21% risk reduction untuk HF (P=0.023) (Engberink Olde, Wijnanda J. Frenkel,
Bas van den Bogaard and Liffert Vogt 2015). Pada penelitian sistematic review dengan 14
percobaan acak pada 883 pasien membandingkan HCTZ dengan INDAP dan chlorthalidone
pada potensi antihipertensi atau efek metabolik, diperoleh hasil bahwa NDAP dan
chlorthalidone menurunkan tekanan darah sistolik lebih baik dari HCTZ: -5,1 mm Hg (interval
kepercayaan 95%, -8,7 hingga -1,6); P = 0,004 dan -3,6 mm Hg (interval kepercayaan 95%,
-7,3 hingga 0,0); P = 0,052 (Fang-Fang et al. 2015).

23
Gambar 25. Compare diuretik Tiazid/like-tiazid Vs placebo/ obat lain
Monitoring
Efektivitas : tidak ada edema, tekanan darah <130/80 mmHg
Efek Samping : Hipotensi (MAP<70), telinga berdenging, sakit kepala, electrolit imbalance
(hipokalemia, hiponatremia, hiperurisemia).

7. Problem Medis kadar kalium


Subyek:
Hipertensi
Obyek:
Tekanan darah 158/92 mmHg
Kalium 4,0 mEq/ L
Assessment
Terapi terkait DRP : KCl 20 mEq S 1.0.0 po
Drug Related Problem (DRP) :
Pemilihan obat sudah tepat karena kadar kalium darah masih normal
Planning
Monitoring kadar kalium darah
Pembahasan

24
Hipokalemia dan hiperkalemia berhubungan dengan HF dan dengan banyak obat yang
digunakan untuk pengobatan HF. Keduanya dapat memperburuk aritmia ventrikel. Diuretik loop
dan thiazide mengurangi Kalium serum, sementara ACEIs, ARBs dan MRAs canal
meningkatkan serum kalium. Amiloride dan Triamterene terkadang digunakan sebagai diuretik
edema inresisten dan untuk membantu mencegah hipokalemia. Pengobatan hipokalemia dapat
dilakukan dengan merekomendasikan suplemen (esc 2016)
Ada keterkaitan suplementasi oral kalium pada tekanan darah pada pasien dengan
hipertensi primer. Temuan kami menunjukkan bahwa suplementasi kalium adalah obat yang
aman tanpa efek samping penting yang memiliki dampak sederhana namun signifikan BP dan
mungkin direkomendasikan sebagai agen antihipertensi ajuvan untuk pasien dengan hipertensi
esensial.
Bukti telah menunjukkan bahwa asupan kalium tinggi dapat mengurangi tekanan darah
(BP), mengurangi risiko mengembangkan penyakit kardiovaskular, dan mengurangi efek
samping dari garam pada tekanan darah.

Gambar 26. Hasil analisis meta-regresi untuk mengeksplorasi sumber heterogenitas


mempertimbangkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebagai variabel dependen

25
Gambar 27. Meta-analisis dari skor perubahan rata-rata tekanan darah sistolik (SBP) dan tekanan
darah diastolik (DBP) dalam kelompok intervensi dan kontrol
Analisis sub kelompok Kami melakukan analisis subkelompok untuk mengeksplorasi
kemungkinan heterogenitas dalam efek suplementasi kalium pada SBP dan DBP oleh benua.
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6, perbedaan rata-rata dalam SBP adalah -2,64 (95%
CI: -5,25 hingga -0,03) mmHg di Amerika; -4,56 (95% CI: -6,51 hingga -2,62) mmHg di Eropa;
-5.21 (95% CI: -9.63 hingga -0.79) mmHg di Asia; dan -3,00 (95% CI: -15,34 hingga 9,34)
mmHg Di Australia (berdasarkansatupercobaan). Kami melakukan analisis subkelompok untuk
mengeksplorasi hubungan dosis-respons antara asupan kalium dan tekanan darah. Menurut
dosis suplemen kalium, kami membagi percobaan menjadi dosis rendah (<50 mmol / hari),
dosis sedang (50-99 mmol / hari), dan dosis tinggi (100 mmol / hari) dan kemudian dilakukan
meta Analisis untuk setiap kategori. Menurut hasil yang disajikan dalam gambar 7 , ada
hubungan dosis-respon antara asupan kalium dan pengurangan BP sistolik dan diastolik.

26
Temuan kami menunjukkan bahwa suplementasi kalium memiliki efek signifikan secara
statistik pada kedua SBP dan DBP. Analisis subkelompok mengungkapkan bukti hubungan
dosis-respon antara asupan kalium dan pengurangan BP. Oleh karena itu, suplementasi kalium
memiliki dampak klinis sederhana pada hipertensi esensial dan dengan demikian dapat
digunakan sebagai agen antihipertensi ajuvan.(Poorolajal et al. 2017)

8. Problem Medis Anemia


Subyek: -
Obyektif : Hb 12,0g/dl (N 13g/dl-18g/dl)
Assesment: kadar haemoglobin pasien kurang dari kadar normal belum mendapat terapi
Planing : Penambahan asupan nutrisi dan zat besi
Pembahasan
Tn R mempunyai Hb 12 dimana dikatakan anemia jika HB kurang dari 13. Sehingga tn R
mengalami anemia yg penyebabnya blm diketahui, Pengobatan untuk anemia ini tidak ada
pengobatan khusus tetapi perlu menjaga asupan makanan yang mengandung zat besi dan
nutrisi (asam folat, vitamin B 12 , vitamin A). (Ohta 2009)

TERAPI NON FARMAKOLOGI


Lifestyle Modification
Hentikan kebiasaan minum alcohol

27
DAFTAR PUSTAKA

Chen, Faxiu et al. 2020. “Effect of Non-Vitamin K Antagonist Oral Anticoagulants versus Warfarin in
Heart Failure Patients with Atrial Fibrillation.” Heart Failure Reviews.
Engberink Olde, Wijnanda J. Frenkel, Bas van den Bogaard, Lizzy M. Brewster, and Bert-Jan H.
van den Born Liffert Vogt. 2015. 65 Hypertension Effects of Thiazide-Type and Thiazide-Like
Diuretics on Cardiovascular Events and Mortalit.
Fang-Fang, Zheng et al. 2015. “Clinical Characteristics of Somatic Mutations in Chinese Patients
With Aldosterone-Producing Adenoma.” Hypertension 65(3): 622–28.
Faris, Rajaa F. et al. 2016. “Diuretics for Heart Failure.” Cochrane Database of Systematic Reviews
2016(4).
Fröhlich, Hanna et al. 2018. “Comparative Effectiveness of Enalapril, Lisinopril, and Ramipril in the
Treatment of Patients with Chronic Heart Failure: A Propensity Score-Matched Cohort Study.”
European Heart Journal - Cardiovascular Pharmacotherapy 4(2): 82–92.
Gary, P.H.; Joseph B.M.; Susan C.T. et al. 1990. “The New England Journal of Medicine
Downloaded from Nejm.Org on April 1, 2015. For Personal Use Only. No Other Uses without
Permission. Copyright © 1990 Massachusetts Medical Society. All Rights Reserved.” The New
English Journal of medicine 323(16): 1120–23.
Goncalves, Alexandra et al. 2015. “Alcohol Consumption and Risk of Heart Failure: The
Atherosclerosis Risk in Communities Study.” European Heart Journal 36(15): 939–45.
Iwata, Michikado, Randy T. Cowling, Seon Ju Yeo, and Barry Greenberg. 2011. “Targeting the
ACE2-Ang-(1-7) Pathway in Cardiac Fibroblasts to Treat Cardiac Remodeling and Heart
Failure.” Journal of Molecular and Cellular Cardiology 51(4): 542–47.
de Jong, Lisa A. et al. 2019. “Cost-Effectiveness of Apixaban Compared to Other Anticoagulants in
Patients with Atrial Fibrillation in the Real-World and Trial Settings.” PLoS ONE 14(9): 1–17.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. “Pedoman Interpretasi Data Klinis.” (May 2016): 1–83.
http://farmalkes.kemkes.go.id/?wpdmact=process&did=MTcyLmhvdGxpbms=.
Khand, Aleem U. et al. 2003. “Carvedilol Alone or in Combination with Digoxin for the Management
of Atrial Fibrillation in Patients with Heart Failure?” Journal of the American College of
Cardiology 42(11): 1944–51.
Kirchhof, P. et al. 2016. “2016 ESC Guidelines for the Management of Atrial Fibrillation Developed
in Collaboration with EACTS.” European Heart Journal 37(38).
Li, Guowei et al. 2019. “Direct Comparative Effectiveness and Safety between Non-Vitamin K
Antagonist Oral Anticoagulants for Stroke Prevention in Nonvalvular Atrial Fibrillation: A
Systematic Review and Meta-Analysis of Observational Studies.” European Journal of

28
Epidemiology 34(2): 173–90. https://doi.org/10.1007/s10654-018-0415-7.
Ohta, Masatsugu. 2009. “Management of Anemia in the Elderly.” Japan Medical Association
Journal 52(4): 219–23.
Packer, Milton et al. 1999. “Clinical Investigation and Reports Comparative Effects of Low and High
Doses of Lisinopril In Heart Failure.” : 2312–18.
Pitt, Bertram et al. 2000. “ELITE II - Effect of Losartan Compared with Captopril on Mortality in
Patients with Symptomatic Heart Failure.” The Lancet 355: 1582–87.
Ponikowski, Piotr et al. 2016. “2016 ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and
Chronic Heart Failure.” European Heart Journal 37(27): 2129-2200m.
Poorolajal, Jalal et al. 2017. “Oral Potassium Supplementation for Management of Essential
Hypertension: A Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials.” PLoS ONE 12(4): 1–16.
Population, Patient, and Key Points. “Management of Acute Atrial Fibrillation and Atrial Flutter in
Non-Pregnant Hospitalized Adults.”
Rienstra, Michiel et al. 2013. “Beta-Blockers and Outcome in Heart Failure and Atrial Fibrillation. A
Meta-Analysis.” JACC: Heart Failure 1(1): 21–28.
Tsukada, Yayoi Tetsuou, Yuko Kimura Katoh, and Yoshihiko Seino. 2007. “Home-Based
Management in Patients with Chronic Heart Failure.” Nippon rinsho. Japanese journal of
clinical medicine 65 Suppl 5: 323–28.
Vamos, Mate et al. 2019. “Meta-Analysis of Effects of Digoxin on Survival in Patients with Atrial
Fibrillation or Heart Failure: An Update.” American Journal of Cardiology 123(1): 69–74.
https://doi.org/10.1016/j.amjcard.2018.09.036.
Williams, Bryan et al. 2018. 27 Blood Pressure 2018 Practice Guidelines for the Management of
Arterial Hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and the European
Society of Cardiology (ESC).

29

Anda mungkin juga menyukai