EDIT Askep-Apendisitis
EDIT Askep-Apendisitis
Apendiks adalah ogan tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada
sekum tepat di bawah katub ileosekal. Karena apendiks mengosongkan diri dengan
tidak efesien, dan lumenya kecil, karena apendiks mudah mengalami obstruksi dan
retan terhadap infeksi (apendisitis). Apendisitis merupakan penyebab yang paling
umum dari inflamasi akut kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab yang
paling umum dari pembedahan abdomen darurat. (Baughman, D. C., dan JoAnn C. H.
1996)
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks (umbai cacing) akibat infeksi
oleh bakteri. Apabila sisa makanan masuk ke dalam apendiks, makanan tersebut akan
busuk dan sulit dikeluarkan. Akibatnya, apendiks akan mengalami peradangan.
(Firmansyah, Rikki dkk, 2009)
3. Etiologi
Apendisitis dapat disebabkan karena fekalith (batu feses) yang mengoklusi
lumen apendiks, apendiks yang terpuntir, pembengkakan dinding usus, kondisi fibrosa
di dinding usus, okulusi eksternal usus akibat adesi, Infeksi organisme yersinia telah
ditemukan pada kasus 30% kasus. (Black, J. M., dan Hawks, J. H. 2009.)
Menurut klasifikasi apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu
fekalith (tinja/batu), tumor apendiks, biji-bijian dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit. Sedangkan
apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopi dan mikroskopi (fibrosis
menyeluruh di dinding apendiks sumbatan persial atau lumen apendiks adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel infalmasi kronik), dan
keluhan menghilang setelah pembedahan apendiktomi.
4. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda umum untuk apendisitis yang diakui antara lain:
a. Nyeri kuadran kanan bawah
b. Demam ringan
c. Mual dan muntah
d. Anoreksia
e. Malaise
f. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
g. Spasme otot
h. Konstipasi dan diare (Brunner & Suddart, 1997).
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri
samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus.
Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada
umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih
ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan
jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Terkadang, tidak
dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya
karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Perforasi akan terjadi tergantung jenis
obat pencaharnya misalnya (bisacodyl) untuk mengatasi sembelit atau konstipasi, dan
untuk mengosongkan perut sebelum prosedur operasi, colonoscopy, endoscopy, x-ray,
atau prosedur pada usus lainnya. Kontraindikasi jangan digunakan untuk penderita
yang mengalami reaksi hipersensitivitas/alergi terhadap bisacodyl. Hindarkan juga
pemakaian obat ini pada bedah perut akut, penderita obstruksi usus, obstruksi ileus,
perforasi usus, toksik kolitis, toksik megakolon, inflammatory bowel disease akut,
apendisitis, dan dehidrasi berat. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam
37,5 - 38,5 derajat celcius.
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado:
The modified Alvarado Skor
Score
Gejala Perpindahan nyeri dari ulu 1
hati ke perut kanan bawah
Mual muntah 1
Anoreksia 1
Pemeriksaan Leukositosis 2
Lab
Hitung jenis leukosit shift to 1
the left
Total 10
Sumber buku : NANDA 2015
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4: sangat mungkin bukan apendisitis
5-7: sangat mungkin apendisitis akut akut
8-10: pasti apendisitis akut
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat
dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika
meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.
a. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau
nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam,
batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi.
b. Bila apendiks terletak di rongga pelvis, apendiks terletak di dekat atau
menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau
rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi
lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
c. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya. Gejala
apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya,
sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Selain itu, tanda dan gejala yang dialami dipengaruhi juga dengan usia, gejala
yang timbul pada anak-anak dan dewasa serta usia lanjut akan berbeda.
a. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak
tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya, beberapa jam kemudian akan terjadi
muntah- muntah dan anak menjadi lemah. Ketidakjelasan gejala ini, seringkali
apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 %
apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
b. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
5. Patofisiologi
Fekalith, bakteri, cacing ascaris, produksi lendir berlebih, dan tumor
merupakan beberapa etiologi dari apendisitis. Semua faktor tersebut menyebabkan
adanya obstruksi pada lumen apendiks. Faktor predisposisi yaitu, adanya benda asing
(biji –bijian, konstipasi, diare).
Bakteri masuk dan jika bakteri berkembang semakin banyak dan merusak
mukosa apendiks (menginfeksi) maka akan mengakibatkan terjadinya apendisitis
supuratif akut (ditandai adanya abses yang banyak berwarna kuning). Apabila
kerusakan vaskular yang cepat mengakibatkan terjadinya ruptur, perforasi
(apendisitis perforasi) maka bakteri akan tersebar secara meluas ke seluruh area
abdomen sehingga dapat menyebabkan peritonitis maka tindakan pembedahannya
adalah laparaskopi. Anastesi yang sering digunakan adalah meperidin, morfin. Juga
mengakibatkan cemas, gangguan pola tidur, dan intoleransi aktivitas (Pre-operasi)
dan nyeri, luka insisi, serta intoleransi Aktivitas (Post-operasi). Pembedahan pasien
dengan apendisitis adalah apendektomi. Anastesi yang sering digunakan adalah
anastesi umum yaitu pethidin, diazepam.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik
Inspeksi: akan tampak adanya pembekakan (swelling) rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
Palpasi: didaerah perut kanan bawah (pada tittik Mc Burney) bila ditekan
akan terasa nyeri dan bila tekanan di lepas juga akan terasa nyeri
(blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis
akut.
Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/ tungkai diangkat
tingg-tinggi, maka rasa nyeri diperut semakin parah (psoas sign).
Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji psoas akan positif dan
tanda perangsangan peritonium tidak begitu jelas, sedangkan bila
apendiks terletak di rongga pelvis maka obturator sign akan positif dan
tanda peransangan peritonium akan lebih menonjol.
b. Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. Jika
terjadi peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami
perforasi (pecah). (Nanda, 2015)
c. Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
Ultrasonografi (USG)
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
CT scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen,
apendikogram. (Nanda, 2015)
7. Penatalaksanaan Medis
a. Penanggulangan konservatif
b. Operasi
Terdapat 2 tindakan operasi dalam penanganan apendisitis, antara lain:
1. Apendiktomi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendektomi). Pasien
biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6 jam sebelum
operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi.
Antibiotik dan cairan intravena diberikan sampai pembedahan dilakukan.
Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Pembiusan akan
dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan umum atau
spinal/lumbal. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Pada
umumnya, tehnik konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan
cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks (Sanyoto,
2007).
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendiktomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik. Penundaan
tindak bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka atau pun dengan cara
laporoskopi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu
diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis
perforata (Syamsuhidajat, 1997).
2. Laparoskopi
8. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis. Perforasi usus
buntu dapat mengakibatkan periappendiceal abses (pengumpulan nanah yang
terinfeksi) atau peritonitis difus (infeksi selaput perut dan panggul). Alasan utama
untuk perforasi appendiceal adalah keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan.
Secara umum, semakin lama waktu tunda antara diagnosis dan operasi, semakin
besar kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala
setidaknya 15%. Oleh karena itu, setelah didiagnosa radang usus buntu, operasi
harus dilakukan tanpa menunda-nunda. Komplikasi jarang terjadi pada apendisitis
adalah penyumbatan usus.
3. Pola Eliminasi
- Buang air kecil (BAK)
Adanya gangguan
- Buang air besar (BAB)
Sebagian pasien mengalami diare, namun bisa juga mengalami konstipasi.
4. Pola aktivitas dan latihan
Pasien mengalami gangguan aktivitas, berjalan seperti menunduk karena
menahan nyeri. Lebih sering duduk atau berbaring, aktivitas berjalan sangat
terbatas. Pasien merasa lemas, lesu dan tidak enak badan.
2. Analisa Data
a. Pre-Operasi
1. Wajah Terlihat
meringis kesakitan
dan menangis.
2. Tidak
nyaman/gelisah.
3. Kesulitan tidur
DS :
1.
pada daerah kuadrant
kanan bawah.
2.
seperti tertusuk-
tusuk pada area
abdomen.
3.
saat ada tekanan jari
yang tegas, ataupun
ketika ditekanan
dilepas.
DS :
3. Mengeluh lelah.
DO : Inflamasi Hipertermi
2. Terlihat lelah.
DS :
1. Mengeluhkan tidak
enak badan.
2. Mengeluh kepalanya
pusing.
3. Aktivitas terbatas
DS :
1. Mengeluh lelah,
cemas
2. Menyatakan tidak
merasa cukup
istirahat
3. Mengeluh sering
tertidur lama di saat
pagi hari
dibandingkan malam
hari.
1. Tampak lebih
banyak beraktivitas
di tempat tidur
3. Aktivitas terbatas
hanya di atas tempat
tidur.
DS :
1. Menyatakan lelah
dan susah untuk
bergerak akibat
nyeri.
2. Mengeluh kesulitan
untuk berjalan jauh.
3. Mengeluhkan nyeri
pada saat
pemeriksaan PSOAS
Sign, blumberg Sign,
obturator sign.
Diagnosa Keperawatan:
b. Post-Operasi
DS :
DS :
1. Mengeluh demam,
nyeri dibagian luka
bekas operasi
1. TTV: Mengalami
peningkatan denyut
nadi, pernapasan, dan
tekanan darah
2. Tampak lemah.
bedrest karena baru
selesai operasi
apendiktomi
DS :
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut b.d luka bekas insisi di tandai dengan pasien mengeluh nyeri di
daerah bekas operasi
2. Resiko infeksi b.d prosedur infasif di tandai dengan wbc mengalami
kenaikan dan pasien mengeluh demam.
Rencana Keperawatan
a. Pre-Operasi
Mengerti tentang
nyeri yang dirasakan
dan menghindari hal-
hal yang dapat
memperburuk nyeri.
Menekan susunan
saraf pusat pada
thalamus dan korteks
serebri sehingga
dapat mengurangi
rasa sakit/ nyeri.
b. Post-Operasi
Baughman, D. C., dan JoAnn C. H. 1996. Keperawatan Medikal- Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Black, J. M., & Hawks, J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah (8th ed., Ser. 2). Singapore,:
Elsevier.
Faiz, omar dan Moffat, david. 2004. At a Glance Series ANATOMI. Jakarta: Erlangga.
Firmansyah, Riki dkk. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.
Leveno, Kenneth J. dkk. 2003. Obstetri Williams: Panduan Ringkas, Ed.21. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Nurarif, A. H., & H. K. (Eds.). 2015. NANDA (1st ed., Ser. 1). Jogjakarta, Indonesia:
MediAction.
Sherwood, lauralee. 1996. FISIOLOGI MANUSIA: DARI SEL KE SISTEM, Ed 2. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Taber, Ben-zion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran