Anda di halaman 1dari 22

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-BIOFARMASETIKA

PRAKTIKUM METODE FARMAKOLOGI


JURUSAN FARMASI

PERCOBAAN I
“STANDAR OPERATING PROCEDURE (SOP)
PENANGANAN TIKUS/MENCIT”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III

KELAS :B
ASISTEN : NI GUSTI AYU KADEK SRI HANDAYANI

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Hewan coba adalah setiap hewan yang dipergunakan pada sebuah penelitian
biologis dan biomedis yang dipilih berdasarkan syarat atau standar
dasaryang diperlukan dalam penelitian pada relawan manusia secara etis
boleh dilakukan jika bahan yang akan diuji telah lolos pengujian
laboratorium secara tutas, dilanjutkan dengan menggunakan hewan
percobaan untuk kelayakan dan keamanannya. Penggunaan hewan coba
untuk penelitian diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai berbagai
aspek tentang sarana biologis, dalam hal penggunaan hewan model
laboratorium. Pengolahan hewan model penelitian dimulai dengan proses
pengadaan hewan. (Kurniawan,ddk, 2018).

Penggunaan hewan coba pada penelitian kesehatan harus dipertimbangkan


dengan baik, dikaji kelayakan dan alasan penggunaannya dengan
membandingkan penderitaan yang dialami hewan coba dengan manfaat
yang diperoleh untuk manusia. Penelitian menggunakan hewan coba secara
etis dapat dipertanggung jawabkan apabila tujuannya cukup bernilai
manfaaat desain penelitian disusun sedemikian rupa hingga kemungkinan
mencapai tujuannya lebih besar, tujuan penelitian dicapai dengan
menggunakan subjek atau prosedur alternatif dan manfaat yang didaptkan
jauh lebih berarti dibandingkan penderiataan yang dialami hewan coba.
(Yurista, dkk, 2016).

Aplikasi dalam bidang farmasi adalah seorang Farmasis dapat mengetahui


cara penanganan hewan yang lebih baik dan benar, dan mengetahui
bagaimana cara pemberian obat secara oral, pada hewan uji, sehingga dapat
diketahui dosis yang tepat serta bagaimana efek farmakologi dan
farmakokinetika dari suatu obat yang diteliti Hal inilah yang
meletarbelakangi percobaan ini.
I.2 Tujuan Percobaan
1. Mengetahui Standar Operating Procedure (SOP) penanganan
tikus/mencit.
2. Mengetahui karakteristik dari hewan uji yaitu tikus/mencit.
3. Mengetahui cara memberikan makan pada hewan uji untuk mengurangi
variasi fisiologis.
4. Mengetahui cara memberikan kode hewan uji.
5. Mengetahui cara pemberian sediaan uji.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


Dalam usaha mencapai tujuan laboratorium, yaitu membantu menegakan
diagnosis penyakit atau gangguan pada tubuh manusia tentunya dibutuhkan
sebagai hewan coba sesuai dengan tingkat atau langkah identifikasi yang
dilakukan, sehingga diperlukan hewan-hewan coba yang terkadang
bermacam-macam. Hewan coba biasanya digunakan adalah marmut, kelinci,
unggas, tikus, tikus putih kecil, tikus putih besar (white vat) dan terkadang
kera dan atau simpanse. Percobaan hewan terkadang merupakan tujuan yang
tidak dapat terpisahkan pada rangkaian identifikasi dan determinasi bakteri
dilaboratorium, sehingga keberadaan hewan-hewan percobaan menjadi
bagian yang harus dikelola secara khusus. (Ratnasari, E, 2018).

Penggunaan hewan coba untuk penelitian diperlukan pengetahuan yang


cukup meneal berbagai aspek tentang sarana biologis, dalam hal
penggunaan hewan model laboratorium. Pengolahan hewan model
penelitian dimulai dengan proses pengadaan hewan, meliputi seleksi jenis
hewan yang cocok terhadap materi penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan
perawatan dan pemeliharaan hewan selama penelitian berlangsung,
pengumpulan data, sampai terminasi hewan percobaan dalam penelitian.
Penelitian memanfaatkan hewan coba harus menggunakan hewan percobaan
yang sehat dan berkualitas sesuai dengan materi penelitain. (Dwi dan Endik,
2018).

Menurut Kurniawan, dkk (2018), beberapa alasan mengapa hewan coba


tetap diperlukan dalam penelitian khususnya dibidang kseahatan, pangan
dan gial antara lain:
a. Dapat meminimalisir keberagaman subjek penelitian,
b. Lebih mudah mengontrol variable penelitian,
c. Dapat dilakukan penelitian yang bersifat multigenerasi karena hidup
relative pendek,
d. Penelitian jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan hidup
terhadap materi penelitian yang dilaukan,
e. Biaya relatif murah,
f. Dapat dilakukan pada penelitian yang bersifat tinggi,
g. Mendapatkan informasi lebih mendalam dari penelitian yang dilakukan
karena kita dapat membuat sediaan biologi dari organ hewan yang
digunakan,

Menurut Putri , F.M (2018) Dalam rangka menciptakan sebuah perlakuan


yang ideal pada penangan hewan coba, seorang peneliti yang
memperlihatkan etika rangka pelaksanaa penelitian yang melibatkan hewan
coba sebagai objeknya. Etika penelitian penganan kesehatan secara umum
tercantum dalam Word Medical Association:
1. Respect (menghormati hak dan martabat makhluk hidup, kebebasan
memilih dan berkeinginan)
2. Bureflanry
3. Justice (bersikap adil dalam memanfaatkan hewan percobaan).

Sebagai ilustrasi, penilaian keamanan dan efikasi obat berdasarkan


eksperimen laboratorium (wet lab) pada hewan uji, memiliki banyak
masalah serius diantaranya masalah efikasi untuk penggunaan jangka
panjang. Seperti diketahui mengamati efek kronik pada hewan tidak
memungkinkan karena terbatasnya umur hewan tersebut ( biasanya paling
lama 4-5 tahun). Disisi lain umur normal adalah 60-70 tahun, karena itu
masih eksperimen yang diperoleh dari penggunaan hewan coba sulit
diekstrapolasi pada manusia. Pendekatan lain untuk menilai efek
farmakologi pada hewan adalah dengan memberikan obat dengan dosis
yang lebih tinggi daripada dosis pada manusia, namun hal ini juga
menimbulkan masalah lain yaitu overdose sehingga akurasi dan realibilitas
percobaan menggunakan hewan coba belum dijawab. ( Arba, 2019)
II.2 Spesifikasi Hewan Uji
1. Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) (Angira, 2019)
Kingdom : Animalia
Divisi : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodenna
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus L.
II.3 Uraian Bahan
1. Aquadest (FI III, 1979 : 96)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Aquadest / Air suling
RM/BM : H2O / 18,02
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau


dan tidak memiliki rasa
Kelarutan : -
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Persyaratan kadar : -

2. Natrium Klorida (FI III, 1979 : 403)


Nama Resmi : NATRII CHLORIDUM
Nama Lain : Natrium Klorida
RM/BM : NaCl / 58,44
Rumus Struktur : Na – Cl
Pemerian : Hablur heksahedral ; tidak berwarna atau
serbuk putih, tidak berbau, rasa asin
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,2 air
mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian
gliseril P, sukar larut dalam etanol (95%) P
Khasiat : Sumber ion klorida dan ion natrium
Kegunaan :
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan kadar Mengandung tidak kurang dari 99,5% NaCl,
dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan

3. Etanol (FI III,1979 : 65)


Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol
RM/BM : C2H6O / 46,06
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna , jernih, mudah


menguap dan mudah bergerak, bau khas,
rasa panas, mudah terbakar dapat
memberikan nyala biru tidak berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform P dan dalam eter P
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai antiseptik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari nyala
api
Persyaratan kadar : Mengandung tidak kurang dari 92% b/b dan
tidak lebih dari 93% b/b setara dengan tidak
kurang dari 94% v/b dan tidak lebih dari
96% C2H6O pada suhu 15,56

II.4 Spesifikasi Obat


Nacl Fisiologis (MIMS, 2020)
Golongan Obat : Kelas terapi, cairan isotonic (mengganti
cairan tubuh), obat bebas
Indikasi : Pengganti cairan pada larutam alkalis
hipoleusis
Dosis : Dosis bersifat individual, dosis lazim 100
mg/70 Kg BB dengan kecepatan infus sampai
dengan 7,7 ml/kg/jam
Efek samping : Demam, obsess, nekrosis, jaringan atau
injeksi pada tempat suntikan thrombosis vena
atau hiporvolema
Farmakokinetik : Injeksi NaCl langsung masuk ke dalam
pembuluh darah, setelah diinjeksi. NaCl akan
didistribusi cepat ke dalam jaringan melalui
urin
Mekanisme kerja : Natrium merupakan kation utama dari plasma
darah dan menentukan tekanan osmotic.
Asam klorida merupakan anion utama plasma
darah sehingga ketika masuk ke pembuluh
darah akan terdistribusi dengan cepat ke
dalam jaringan dengan menyambungkan
elektrolit tubuh yang hilang
Golongan obat : Obat Keras

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
1. Dispo
2. Sonde
3. Kandang

III.1.2 Bahan
1. Aquadest
2. Alkohol
3. NaCl fisiologis
4. Masker
5. Handcoon

III.1.3 Sampel (hewan uji)


1. Tikus putih (Rattus norvegicus)

III.2 Cara Kerja


1. Memegang hawan uji
1) Disiapkan hewan uji (tikus putih) yang akan digunakan
2) Diambil tikus kandang dengan cara dipegang pada bagian ekornya
3) Ditendang tikus
4) Dipegang pada bagian ekor, lengan yang lain memegang tikus dengan cara
jari telunjuk dan tengah menjepit lehernya, sementara jari manis dan
kelingking menjepit pada ekornya
5) Doitahan tikus agar tidak bergerak dan meronta
2. Pemberian obat rute oral
1) Diambil aquadest sebanyak 0,5 ml dengan menggunakan dispo
2) Diganti jarum dispo dengan sonde
3) Diukur sonde sesuai panjang tubuh tikus (perkirakan sampai lambung)
4) Dipegang tikus dengan hati-hati, sambil ditenangkan
5) Dimasukan sonde pada bagian samping mulut tikus diatur sampai mengenai
saluran pencernaan
6) Diinjeksikan cairan dispo secara perlahan
7) Tikus dikembalikan

3. Pemberian rute intraperitoneal


1) Diambil obat dengan dispo dalam hal ini adalah NaCl 90% 5ml
2) Diambil dan dipegang tikus dengan hati-hati
3) Dipegang salah satu paha tikus
4) Dilap bagian yang akan diinjeksikan dengan kapas yang dibasahi dengan
alkohol
5) Dilakukan injeksi pada bagian rongga mulut; sejajar garis paha
6) Dikembalikan tikus

4. Pemberian obat rute subkutan


1) Diambil obat menggunakan dispo
2) Dipegang bagian tungkak tikus, sambil menahan tubuh tikus agar tidak
bergerak
3) Dilap bagian yang akan diinjeksikan dengan kapas yang dibasahi dengan
alkohol
4) Dicubit bagian kulit punduk tikus, kemudian dilakukan injeksi dengan jarum
hamper sejajr dengan tubuh tikus
5) Dikembalikan tikus
III.3 Skema Kerja

1. Pemberian secara oral

Alat, bahan dan sampel

Diambil 2,5 ml

Aquadest

Diambil & dipegang

Tikus

Masukan sonde berisi aquadest

Esofagus
2. Secara intraperitoneal

Alat, bahan dan sampel

+ 0,5 ml

NaCl Fisiologis

Diambil dan dipegang

Tikus

Posisi

Kepala lebih rendah dari abdomen

Disuntikan pada bagian

Sudut 100 derajat dari abdomen pada daerah


sedikit menepi dari garis tengah

dilepaskan

Tikus
3. Subkutan

Alat, bahan dan sampel

+ 0,5 ml

NaCl fisiologis 0,9%

Diambil dan jepit tengkuk


Tikus

diangkat
Kulit tengkuk

Masukan cairan

Alat suntik
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan


IV.1.1 Tabel Pengamatan
No
Gambar Keteranagn
.
1. Pemberian secara oral
2.

Pemberian secara
intraperitoneal

3.

Pemberian secara subkutan

IV.2 Pembahasan
Hewan uji /percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakan
untuk dipegunakan sebagai hewan model guna mempelajari dan
mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau
pengamatan laboratorium.

Tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui standar operating procedure


(SOP) penanganan tikus, mengetahui karakteristik tikus, mengetahui cara
pemberian secara oral, intraperitoneal, dan secara subkutan serta mengetahui
cara pengendalian hewan uji yang baik.
Cara kerja pada percobaan ini yaitu pertama pada pemberian secara oral.
Pertama-tama, disiapkan alat dan bahan serta hewan uji. Selanjutnya
diambil aquadest sebanyak 2,5 ml menggunakan dispo. Diambil tikus
dengan cara dijepit tikus diantara jari telunjuk dan jari tengah dan kaki tikus
dijepit dengan ibu jari dan jari manis sampai menyilang. Alasan perlakuan
ini agar tikus tidak bergerak atau memberontak saat diberikan perlakuan.
Kemudian dimasukkan sonde dari samping mulut tikus dan ditempelkan
pada langit-langit mulut atas tius dan perlahan-lahan dimasukkan sampai ke
esofagus tikus dan ditekan dispo yang berisi aquadest. Alasan perlakuannya
yaitu agar dispo yang masuk tidak melukai organ dalam pada tikus dan agar
sonde dapat masuk dengan baik, tepat pada organ yang dikehendaki.
Digunakan sonde pada perlakuan ini karena sonde aman, ujungnya tumpul.
Kemudian tikus dikembalikkan ke dalam kandang.

Cara kerja pada pemberian secara intraperitoneal, pertama-tama disiapkan


alat dan bahan dan diambil hewan uji. Kemudian diambil NaCl fisiologis
0,9 % sebanyak 0,5 ml menggunakan dispo. Alasan digunakan NaCl
fisiologis karena memiliki mekanisme kerja sebagai sumber air dan
elektrolit tubuh. Setelah itu, dijepit dengan ibu jari manis sampai menyilang.
Alasan perlakuan tersebut agar tikus tidak bergerak atau memberontak dan
agar lebih mudah saat perlakuan. Kemudian dilakukan penyuntikkan,
disuntik tikus pada bagian bawah perut, sejajar dengan tulang paha sekitar
15o , sebelum itu dilap bagian yang mau disuntik usahakan jangan sampai
mengenai organ lain seperti kandung kemih dan penyuntikkan jangan
didaerah yang terlalu tinggi untuk menghindari terjadinya penyuntikkan
pada organ hati atau yang lain. Setelah itu, dikeluarkan suntik dan
dimasukkan kembali tikus ke dalam kandang.

Cara kerja selanjutnya yaitu pemberian secara subkutan adalah pertama-


tama, disiapkan alat dan bahan serta hewan uji. Lalu diambil cairan NaCl
fisiologis 0,9 % sebanyak 0,5 ml menggunakan dispo. Digunakan NaCl
karena mempunyai mekanisme kerja sebagai sumber air dan cairan elektrolit
yang aman bagi tikus. Lalu dijepit kulit tengkuk tikus menggunakan tangan
kiri dengan ibu jari dan ibu jari telunjuk dengan serat dan sekuat mungkin
agar tikus tidak bergerak atau memberontak. Pada saat perlakuan, lalu
dicengkat kulit daerah tengkuk dan dimasukkan cairan menggunakan suntik
dengan perlahan-lahan agar tidak melukai organ lain tikus dan ditarik jarum
suntik, kemudian dimasukkan kembali tikus ke dalam kandang.

Alasan digunakan aquadest pada pemberian secara oral, karena aquadest


serimg kali diberikan pada tikus yang dijadikan sebagai kontrol pembanding
efek dari kelompok perlakuan dimana aquadest tidak memberikan efek
apapun pada tikus sehingga aman untuk digunakan pada rute oral
(Wulansari, 2018).

Alasan digunakan NaCl fisiologis 0,9 % pada rute subkutan dan


intraperitoneal pada tikus karena tikus mempunyai cairan tubuh isotonis
dengan 0,9 % NaCl sehinggan ketika diinjeksikan dengan cairan tersebut
tidak mengakibatkan terjadinya kerusakan membran eritrosit. Tikus normal
isotonis pada larutan NaCl 0,9 % dan akan mengalami kerusakan membran
eritrosit akibat danya perubahan lingkungan hipertonis dan hipotonis
(Wulansari, 2018).

Pemberian obat melalui mulut (per oral) adalah cara yang paling lazim,
karena sangat praktis, mudah dan aman. Namun tidak semua obat dapat
diberikan per oral, misalnya obat yang bersifat merangsang (aminofilin) atau
yang diuraikan oleh getah lambung seperti benzilpenisilin, insulin dan
hormonsteroida. Seringkali resorpsi obat setelah pemberian oral tidak teratur
dan tidak lengkap, walaupun formulasinya optimal, misalnya senyawa
amonium kwatener (thiazinamum) tetrasilin dan digostin (maksimal 50 %) .
keberatan lain adalah obat setelah di absobsi harus melalui hati, dimana
dapat terjadi inaktivasi, sebelum disalurkan ke tujuannya (target). Untuk
mencapai efek lokal diusus dilakukan pemberian oral, misalnya obat cacing
dan antibiotik untuk mensterilkan lambung. Usus pada infeksi atau sebelum
pembedahan (Streptomisin, neomisin, beberapa sulfonamida). Obat-obat ini
justru tidak boleh diserap, begitu pula zat-zat kotras ronstgen untuk
pembuatan foto lambung usus ( Tjay,Tan Hoo & Rahardja., K, 2015).

Pemberian intraperitoneal, untuk semua hewan percoban,penyuntikkan


dilakukan pada perut sebelah kanan garis tengah jangan terlalu tinggi agar
tidak mengenai hati dan kandung kemih. Hewan dipegang pada punggung
supaya kulit abdomen menjadi tegang. Pada saat penyuntikkan, posisi
kepala lebih rendah dari abdomen. Suntikkan jarum membentuk sudut 10 o
menembus kulit dan otot masuk ke rongga peritoneal (Harmita, 2018).

Pemberian obat melalui subkutan merupakan pemberian obat melalui


suntikkan dibawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan atas
sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luar daerah dada dan
daerah sekitar umbilikus (abdomen). Umumnya pemberian obat melalui
subkutan ini dilakukan dalam program pemberian insulin yang digunakan
untuk mengontrol kadar gula darah (Hidayat, 2018).

Keuntungan pemberian secara oral yaitu rute pemberian obat yang paling
dan biasa dipergunakan karena mudah pembenannya, kepatuhan pasien
yang tinggi dan efektifitas biaya. Kerugiannya melalui oral adalah ada obat
yang dapat mengiritasi saluran cerna perlu kerja sama dengan penderita,
tidak bisa diberikan pada pasien koma, mempengaruhi bioavaibilitas karena
tidak semua obat dapat diabsobsi dan tempat pemberian mencapai sirkulogi
sistemik ( Ismali., S, 2015).

Keuntungan pemberian obat secara intraperitoneal yaitu efeknya timbul


lebih cepat dan teratut dibandingkan dengan pemberian oral, dapat diberikan
pada penderita yang tidak kooperatif dan tidak sadar serta berguna dalam
keadaan darurat. Kerugiannya adalah efek toksik mudah terjadi karena kadar
obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan (Surohman., E, 2015).
Keuntungan pemberian obat secara subkutan yaitu pemberian volume obat
yang kecil untuk jangka waktu lama, efek samping lebih sedikit, absorbsi
lebih cepat/efisien, ketidaknyamanan dapat berkurang karena peregang
jaringan dan nyeri yang terjadi pada pemberian intramuskular dan intravena
dan resiko infeksi berkurang. Kerugian pemberian secara subkutan yaitu
rasa sakit dan kerusakan kulit, tidak dapat dipakai jika volume obat terlalu
besar, bioavaibilitas bervariasi sesuai lemak (Fidane., W, 2016).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasis dapat mengetahui


cara penanganan hewan yang baik dan benar, serta mengetahui bagaimana
cara pemberian obat pada hewan uji, sehingga dapat diketahui dosis yang
tepat serta bagaimana efek farmakologi dan farmakokinetik dari suatu obat
yang diteliti.

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan ang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Hewan coba adalah hewan yang sengaja dipelihara untuk digunakan
sebagai hewan model untuk pembelajaran dan penelitian. Penggunaan
hewan coba kesehatannya harus dipertimbangkan dan harus sesuai
dengan kode etik hewan uji.
2. Penggunaan tikus sebagai hewan uji karena siklus hidupnya yang relatif
pendek, jumlah anak perkelahiran banyak, mudah ditangani dan sifat
anatomi dan fisiologinya terkarakteristik dengan baik.
3. Cara pemberian secara oral melalui samping mulut tikus dengan
menggunakan sonde. Cara pemberian intraperitoneal disuntikkan pada
bagian bawah perut tikus dan pemberian secara subkutan disuntikkan
melalui tengkuk tikus.

V.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti dan lebih aktif pada saat praktikum agar
paham cara pemberian obat dari masing-masing rute tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Angira. (2019). Hig Performance Capacitive RF-MEMS Switch Based On Hfo 2


di electric. Jurnal transtion on electrical an electronic material . Vol 20
No.2.

Arba. (2019). Kajian Deskriptif Retrospektif Regimen dosis Antibiotik Pasien


pneumonia anak RSUD. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. Vol 3 No.1.
Dwi & Endik. (2018).

Fidane., W. (2016). Profil Protein Ovarium Tikus Putih (Rattus norvegicus)


Betina Setelah Pemberian Ekstraksi Etanol Daun Sirsak Naga. Malang :
UIN Malik.

Harmita. (2018). Buku Ajar Analisis Hayati Ed. 3. Jakarta : EGC.

Hidayat. (2018). Rute Pemberian Obat Pada Tikus (Rattus norvegicus).


Yogyakarta. Deepublish.

Ismali., S. (2015). Pengujian Toksisitas Akut Obat Herbal Pada Mencit


Berdasarkan Organisation For Economic w-arectikum and development
(DECD). Vol 33 (2). Yogyakarta : Balai Litbang.

Kurniawan., dkk. (2018). Penggunaan Hewan Coba Pada Penelitian di Bidang


Neurologi. Malang : UB Press.

Putri., F.M. (2018).

Ratnasari., E. (2018). Bakteriologi : Mikroorganisme Penyebab Infeksi.


Yogyakarta : Deepublish Publisher.
Surohman., E. (2015). Efek Antiplasmodium dari Ekstrak Kulit Batang Asam
Kendi (Garemia Perniforia) Yang Diberikan Secara Intraperitoneal Pada
Mencit. Jakarta : Universitas Indonesia.

Tjay, Tan Hoon & Rahardja, K. (2015). Obat-Obat Penting. Jakarta : Elex Media.

Wulansari. (2018). Ekstrak Tempe Kedelai Hitam dan Ubi Jalar Ungu Terhadap
Toleransi Darah Tikus Model (DMT2). Vol 6 (1). Malang : Universitas
Negeri Malang.
Yurista, dkk. (2016). Principles Of the 3RS and Arrive Guidelnes In Animal
Research. Jurnal Kardiologi Indonesia . Vol 37 No.3.

Anda mungkin juga menyukai