Peraturan Presiden No 55 Tahun 2012 - Lampiran PDF
Peraturan Presiden No 55 Tahun 2012 - Lampiran PDF
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Sasaran
Sasaran utama Stranas PPK adalah menurunkan tingkat korupsi
serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera dan bebas
korupsi. Indikator keberhasilan yang digunakan adalah:
a. peningkatan Indeks Persepsi Korupsi;
b. peningkatan kesesuaian antara pengaturan anti korupsi di
Indonesia dengan klausul UNCAC secara utuh, termasuk
didalamnya penyelesaian rekomendasi hasil review pelaksanaan
- 6 -
BAB II
STRATEGI
Visi dan Misi Stranas PPK harus bisa diturunkan ke dalam level
implementasi. Untuk itulah dibutuhkan strategi. Kini, 6 (enam) strategi
nasional telah dirumuskan, yakni: (1) melaksanakan upaya-upaya
pencegahan; (2) melaksanakan langkah-langkah strategis di bidang
penegakan hukum; (3) melaksanakan upaya-upaya harmonisasi
penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang pemberantasan
korupsi dan sektor terkait lain; (4) melaksanakan kerja sama internasional
dan penyelamatan aset hasil tipikor; (5) meningkatkan upaya pendidikan
dan budaya anti korupsi; dan (6) meningkatkan koordinasi dalam rangka
mekanisme pelaporan pelaksanaan upaya pemberantasan korupsi.
Keenam strategi tersebut selaras dengan upaya pencapaian
indikator hasil utama (Key Result Indicator) Stranas PPK, yaitu: (1) Indeks
Persepsi Korupsi; (2) Kesesuaian regulasi Indonesia dengan ketentuan
UNCAC; dan (3) Indeks Sistem Integritas Nasional. Perbaikan pada setiap
strategi diyakini akan berpengaruh terhadap membaiknya indikator hasil
utama stranas PPK tersebut.
Permasalahan
Berbagai pendekatan pemberantasan korupsi yang telah dijalankan
Pemerintah Indonesia, seperti diketahui, lebih cenderung ke arah represif.
Hal ini juga yang merupakan paradigma yang berkembang di masyarakat,
bahwa pendekatan tersebut dinilai sebagai upaya yang efektif untuk
menimbulkan efek jera.
Dalam kenyataannya, praktik tipikor masih terjadi secara masif dan
sistematis di banyak lini; di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, Badan
- 9 -
Tujuan
Mempersempit peluang terjadinya tipikor pada tata kepemerintahan
dan masyarakat menyangkut pelayanan publik maupun penanganan
perkara yang bersih dari korupsi.
Tantangan
a. Belum tuntasnya reformasi birokrasi yang menyeluruh. Hal ini
ditunjukkan antara lain oleh: belum memadainya mekanisme
pemberian reward and punishment bagi pelayanan publik, minimnya
integritas, sistem karir dan penggajian yang belum sepenuhnya
berbasis kinerja, serta belum tersusunnya manajemen kinerja dan
standar pelayanan minimal.
b. Masih minimnya badan publik yang menerapkan keterbukaan
informasi menyangkut administrasi dan pelayanan publik, termasuk
penanganan perkara, kendati UU No. 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik dan UU No. 25 Tahun 2009 tentang
- 13 -
Indikator Keberhasilan
Terwujudnya layanan publik dan penanganan tipikor yang
transparan, akuntabel, dan bersih dari korupsi untuk mempersempit
peluang terjadinya tipikor sesuai tujuan dari strategi ini, keberhasilannya
diukur dari Indeks Pencegahan Korupsi.
Indeks ini dihitung berdasarkan dua sub indikator yakni Control of
Corruption (CoC) Index serta peringkat Ease of Doing Business (EoDB) yang
dikeluarkan oleh World Bank. CoC Index pada dasarnya mengukur
efektifitas kebijakan dan kerangka instansional suatu negara dalam
mencegah korupsi. Sementara, peringkat EoDB adalah mengukur tingkat
kemudahan untuk memulai dan menjalankan usaha, yang erat kaitannya
dengan proses pemberian perizinan. Pemilihan kedua indikator tersebut
sebagai ukuran keberhasilan strategi pencegahan didasarkan pada
pertimbangan permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam PPK
- 14 -
Permasalahan
Berbagai upaya yang sudah dilakukan Pemerintah Indonesia tidak
serta-merta menyebabkan penurunan angka korupsi serta semakin
bersihnya tata kepemerintahan dan tata kemasyarakatan dari tindak
korupsi, kolusi, nepotisme. Dalam kurun lima tahun terakhir, tidak
sedikit kasus korupsi yang menyangkut penyelenggara negara diproses
hingga ke tingkat peradilan. Kementerian Dalam Negeri mencatat, sejak
tahun 2004-2011, Presiden telah menandatangani izin pemeriksaan
tipikor setidaknya terhadap 168 (seratus enam puluh delapan) Gubernur
dan Bupati/Walikota yang tersangkut perkara tipikor.
Masih banyak kasus korupsi yang belum tertuntaskan meski telah
menyedot perhatian khalayak luas. Penting untuk dicatat, penegakan
hukum yang tidak konsisten dengan hukum positif yang berlaku
berpengaruh pada melemahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
hukum beserta aparaturnya. Persepsi masyarakat yang buruk mengenai
proses penegakan hukum, pada akhirnya, menggiring masyarakat pada
pola kehidupan sosial yang tidak mempercayai hukum sebagai sarana
penyelesaian konflik.
Muncul kecenderungan untuk menyelesaikan konflik dengan
caranya sendiri-sendiri. Pada akhirnya ada pihak-pihak lain yang
- 15 -
Tujuan
Penuntasan kasus tipikor secara konsisten dan sesuai hukum
positif yang berlaku demi memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap
penegakan hukum yang berkeadilan dan transparan.
Tantangan
a. Tipikor semakin marak. Tidak sedikit penyelenggara negara yang
tersangkut dan diproses hingga ke tingkat peradilan.
b. Absennya tingkat kepercayaan (trust) di tengah masyarakat melahirkan
ketidakpuasan terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya.
c. Peraturan perundang-undangan masih banyak yang tumpang-tindih,
padahal penegakan hukum perlu dukungan kerangka regulasi yang
memadai.
d. Pengawasan terhadap lembaga, aparatur, maupun unsur-unsur profesi
terkait penegakan hukum, masih lemah.
e. Partisipasi masyarakat, baik selaku pelapor maupun saksi, masih
belum didukung oleh keterjaminan mereka atas perlindungan hukum
yang sepatutnya diterima. Ditambah lagi, mekanisme pengaduan
masyarakat juga belum memadai.
Indikator Keberhasilan
Berdasarkan permasalahan dan tantangan tersebut diatas, maka
perlu dilakukan suatu upaya menyeluruh dan sistematis untuk
mengembalikan kepercayaan masyarakat terkait penegakan hukum yang
adil dan transparan. Proses penegakan hukum ini, dimulai dari proses
pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga eksekusi
tuntutan. Untuk mengukur keberhasilan strategi ini, maka diukur melalui
capaian Indeks Penegakan Hukum Tipikor, yang mencakup 5 (lima) sub
indikator sebagai berikut:
a. Persentase penyelesaian pengaduan tipikor, yang dihitung berdasarkan
- 17 -
Permasalahan
Salah satu kendala dalam PPK, sebagaimana telah sedikit
disinggung sebelumnya, terletak pada peraturan perundang-undangan
yang eksistensinya masih belum memadai. Dalam artian, masih terdapat
tumpang-tindih dan inkonsistensi antar peraturan perundang-undangan,
serta masih terdapat peraturan-peraturan yang membuka peluang bagi
berlangsungnya tipikor hingga absennya pengaturan sehingga
menghambat PPK.
Peraturan perundang-undangan merupakan faktor pendukung yang
tidak terpisahkan dari strategi maupun rencana aksi PPK. Untuk itu,
perlu dipastikan hadirnya perangkat peraturan anti korupsi yang
memadai. Caranya adalah dengan mengevaluasi, merevisi, atau
melengkapi peraturan-peraturan yang sudah ada. Peraturan yang
dimaksud itu bukan semata yang terkait tipikor, melainkan juga yang
semangatnya adalah anti korupsi dan/atau meminimalisasi peluang bagi
terjadinya tipikor.
Untuk konsistensi PPK, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi
UNCAC 2003 melalui UU No. 7 Tahun 2006. Itikad ini mengandung arti,
ketentuan-ketentuan dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat
sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa ketentuan di dalamnya
merupakan hal baru di Indonesia, sehingga perlu diatur atau diakomodasi
lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan terkait pemberantasan
korupsi. Hal ini diperlukan agar kriminalisasi perbuatan tindak pidana
tertentu kelak menjadi dasar hukum yang memadai dalam rangka
penegakan hukum. Hal-hal baru tersebut misalnya tentang penyuapan
pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik,
memperdagangkan pengaruh, memperkaya secara tidak sah, atau korupsi
di sektor swasta.
- 19 -
Tujuan
a. Menyusun dan merevisi peraturan perundang-undangan anti korupsi
di bidang tipikor maupun di bidang strategis lain yang berpotensi
membuka peluang korupsi, agar tercipta tatanan regulasi yang
harmonis dan memadai bagi PPK.
b. Tercapainya kesesuaian antara ketentuan-ketentuan di dalam UNCAC
dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Tantangan
a. Peraturan perundang-undangan pada sektor-sektor lain yang
membuka peluang korupsi masih belum teridentifikasi secara
komprehensif.
b. Ketentuan-ketentuan UNCAC banyak yang masih belum terakomodasi
dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.
c. Peraturan perundang-undangan terkait penegakan hukum dan
penanganan perkara dalam sistem peradilan harus diperbaiki dan
disempurnakan.
- 20 -
Indikator Keberhasilan
Indikator Keberhasilan strategi ini terletak pada perbaikan kondisi
inkonsistensi peraturan perundang-undangan di Indonesia agar dapat
memberi dasar hukum yang memadai bagi PPK. Tingkat keberhasilan
strategi ini diukur berdasarkan persentase kesesuaian antara peraturan
perundang-undangan anti korupsi Indonesia dengan aturan UNCAC,
termasuk didalamnya persentase penyelesaian rekomendasi-
rekomendasinya. Semakin mendekati 100 % (seratus persen), maka
peraturan perundang-undangan di Indonesia semakin sesuai dengan
common practise yang ada di berbagai negara.
Permasalahan
Penanganan tipikor seringkali memerlukan kerja sama
internasional. Telah terdapat berbagai contoh kasus di mana penanganan
tipikor bergantung kepada hal-hal yang berada di luar batas negara,
misalnya ketika tersangka, bukti atau aset hasil tipikor berada di luar
negeri. Dalam hal demikian, kerja sama internasional yang melibatkan
otoritas antar negara diperlukan demi penanganan tipikor yang juga
sejalan dengan ketentuan UNCAC. Kerja sama internasional dapat
dilaksanakan melalui bantuan timbal balik dalam masalah pidana (mutual
legal assistance in criminal matters atau MLA) dalam hal pencarian orang,
barang bukti, dan pengembalian asset. Dalam hal pengembalian pelaku
tipikor ke dalam jurisdiksi Indonesia dilakukan melalui ektradisi.
Sampai saat ini, Indonesia masih menemui banyak kendala dalam
melaksanakan kerja sama internasional untuk penanganan tipikor,
meskipun telah memiliki berbagai perjanjian MLA dan ekstradisi. Tingkat
Keberhasilan (success rate) pengembalian orang, pengambilan barang
- 21 -
bukti, dan repatriasi aset dari luar negeri masih tergolong rendah.
Beberapa permasalahan terkait dengan hal tersebut antara lain:
a. Kesesuaian pelaksanaan proses hukum di dalam negeri dengan
permohonan bantuan kerja sama yang dimintakan kepada negara lain
yang melibatkan sistem hukum asing seringkali tidak saling sejalan.
b. Koordinasi antar lembaga penegak hukum, Otoritas Pusat (Central
Authority), dan lembaga terkait lainnya masih perlu ditingkatkan,
dengan adanya mekanisme yang jelas dan ditepati untuk mendukung
kelancaran proses kerja sama internasional.
c. Kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia dari instansi terkait
perlu menjadi perhatian.
d. Selain itu, upaya-upaya ekstradisi dari negara lain belum menemukan
titik keberhasilan dengan hambatan yang serupa. Terlebih lagi masih
perlu penguatan dan penambahan perjanjian ekstradisi dengan
tempat-tempat safe heaven bagi pelaku tipikor.
Khusus mengenai penyelamatan aset, baik di dalam maupun luar
negeri, diperlukan mekanisme pencegahan pemindahan aset (transfer of
assets) dan pengembaliannya dengan memperhatikan ketentuan UNCAC.
Dari awal proses hukumnya, pemanfaatan intelijensi keuangan juga
dirasa sangat penting sehingga aset di dalam dan luar negeri dapat
dirampas jika perlu. Khusus proses pengembalian aset hasil korupsi yang
berada di luar negeri dengan karakteristik hukum yang berbeda
mensyaratkan primanya pengetahuan teknis dan kapasitas aparat
penegak hukum yang didukung kerja sama penuh dari seluruh lembaga
terkait di dalam penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan proses
pengadilan. Untuk pengembalian aset di dalam negeri, kedisiplinan
eksekusi putusan pengadilan perlu dijaga agar seluruh ganti rugi dapat
dipenuhi oleh terpidana tipikor.
- 22 -
Tujuan
Meningkatkan pengembalian aset untuk mengganti kerugian negara
yang ditempuh melalui peningkatan kerja sama internasional dalam
rangka PPK, khususnya dengan pengajuan bantuan timbal-balik masalah
pidana, peningkatan koordinasi intensif antar lembaga penegak hukum,
serta peningkatan kapasitas aparat lembaga penegak hukum.
Tantangan
a. Masih rendahnya tingkat kesuksesan pengembalian aset, baik dari luar
maupun dalam negeri dan bentuk permintaan bantuan timbal balik
masalah pidana lainnya.
b. Masih rendahnya tingkat kesuksesan permintaan ekstradisi dari
negara lain.
c. Masih lemahnya informasi jalur keuangan untuk membuktikan
keterkaitan aset hasil tipikor yang perlu dirampas oleh negara.
- 23 -
Indikator Keberhasilan
Keberhasilan pelaksanaan strategi ini diukur berdasarkan 2 (dua)
ukuran keberhasilan, yakni persentase tingkat keberhasilan kerja sama
internasional dalam bidang tipikor dan persentase penyelamatan aset
hasil tipikor. Peningkatan kesuksesan kerja sama internasional dalam
bidang tipikor yang diukur melalui 2 (dua) sub indikator yakni
meningkatnya persentasi keberhasilan MLA dan ekstradisi, baik yang
dikirim kepada negara lain maupun yang diterima dari negara lain.
Keberhasilan MLA dan ekstradisi diukur dengan pernyataan lengkapnya
berkas permintaan Indonesia kepada negara lain sehingga dapat
ditindaklanjuti, dan telah ditindaklanjutinya berkas permintaan kerja
sama dari negara lain.
Dalam hal penyelamatan aset, ukuran keberhasilannya tercermin
dari persentase penyelamatan aset hasil tipikor yang berasal dari dalam
dan/atau luar negeri sesuai putusan pengadilan, baik di Kejaksaan Agung
maupun KPK. Penyelamatan aset tersebut diukur dari realisasi
pengembalian aset tipikor yang disetor ke kas negara dibandingkan
dengan total aset yang dirampas untuk negara berdasarkan putusan
pengadilan. Semakin tinggi persentase kerja sama internasional dan
penyelamatan aset, maka upaya ini akan mendorong percepatan
kesesuaian dengan UNCAC.
- 24 -
Permasalahan
Meskipun kejujuran merupakan nilai yang dijunjung tinggi oleh
bangsa Indonesia, namun praktik korupsi yang jelas bertentangan dengan
nilai tersebut kerap terjadi. Salah satu akar penyebab berkembangnya
praktik korupsi patut diduga berasal dari rendahnya integritas para
pelakunya dan masih kentalnya budaya permisif terhadap tindakan
korupsi. Rendahnya efek deteren bagi pelaku korupsi inilah yang turut
mendukung maraknya praktik korupsi.
Dalam budaya organisasi modern, sistem nilai tertentu yang bersifat
universal harus ditegakkan dalam organisasi, baik di lingkungan
pemerintahan maupun swasta. Masyarakat dengan kultur yang
mendorong struktur sosial berperilaku koruptif perlu diubah pola pikirnya
agar terbebas dari nilai-nilai koruptif, terlebih lagi agar menjunjung
integritas. Lebih dari itu, sangat diperlukan perilaku aktif dari masyarakat
untuk mencegah perilaku koruptif di lingkungannya. Diperlukan individu-
individu yang mampu mempengaruhi dan bertindak untuk mencegah
adanya tindakan koruptif, tidak hanya pasif untuk mencegah korupsi oleh
dirinya sendiri.
Pengembangan sistem nilai dan sikap anti korupsi tersebut perlu
dilakukan melalui berbagai kampanye yang memberikan ruang bagi
masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam upaya pemberantasan
korupsi. Salah satu kanal utamanya adalah melalui pendidikan dan
internalisasi budaya anti korupsi di lingkungan Pemerintah, swasta,
masyarakat, maupun pemangku kepentingan lainnya. Jejaring pendidikan
- 25 -
anti korupsi dan perguruan tinggi atau pusat kajian anti korupsi juga
perlu dikembangkan seiring dengan perkuatan sanksi sosial.
Gerakan sosial anti korupsi perlu diintegrasikan dengan nilai-nilai
anti korupsi dalam sistem budaya lokal. Dengan demikian, selain tercipta
pemahaman terhadap perilaku-perilaku koruptif, pembangunan karakter
bangsa yang berintegritas dan anti korupsi diharapkan juga akan
memperkuat gerakan anti korupsi beserta sanksi sosialnya.
Tujuan
Memperkuat setiap individu dalam mengambil keputusan yang etis
dan berintegritas, selain juga untuk menciptakan budaya zero tolerance
terhadap korupsi. Masyarakat diharapkan menjadi pelaku aktif
pencegahan dan pemberantasan korupsi sehingga mampu mempengaruhi
keputusan yang etis dan berintegritas di lingkungannya, lebih luas dari
dirinya sendiri.
Tantangan
a. Masih adanya sikap permisif di masyarakat terhadap pelaku tipikor;
sanksi sosial bagi pelaku tipikor perlu diperkuat untuk menghasilkan
efek deteren. Sikap permisif tersebut juga seringkali ditunjukkan
dengan pasifnya individu dalam menghadapi adanya tindakan koruptif
dari individu lain di dalam lingkungannya.
b. Absennya strategi komunikasi dalam pendidikan budaya anti korupsi.
Hal ini ditunjukkan dengan kurang efektifnya materi maupun cara
penyampaian pendidikan dan kampanye anti korupsi pada
masyarakat.
c. Belum terintegrasinya pendidikan anti korupsi ke dalam kurikulum
sekolah maupun perguruan tinggi.
- 26 -
Indikator Keberhasilan
Terwujudnya masyarakat dengan budaya integritas dalam berbagai
lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Strategi ini diukur berdasarkan
Indeks Perilaku Anti Korupsi yang ada dikalangan tata kepemerintahan
maupun individu di seluruh Indonesia. Semakin tinggi angka indeks ini,
maka diyakini nilai budaya anti korupsi semakin terinternalisasi dan
mewujud dalam perilaku nyata setiap individu untuk memerangi tipikor.
Permasalahan
Dengan telah meratifikasi UNCAC, Pemerintah Indonesia terikat
dalam melaksanakan ketentuan sekaligus melaporkan capaian-
capaiannya. Artinya, Indonesia sebagai Negara Peserta, negara yang telah
menandatangani dan meratifikasi UNCAC wajib menyediakan dan
mempublikasikan informasi mengenai apapun program yang telah,
tengah, dan akan dilaksanakan, berikut rencana dan praktiknya secara
periodik dalam upaya pemberantasan korupsi.
Mekanisme pelaporannya dapat dilakukan secara berjenjang
dengan perkuatan sistem pelaporan internal para pihak terkait selaku
pelaksana ketentuan UNCAC, dilaporkan dalam Konferensi Negara-Negara
Peserta (Conference of the States Parties atau CoSP). Sayangnya, hingga
kini, belum ada suatu mekanisme internal yang memudahkan tiap-tiap
instansi pemerintah dan lembaga terkait dalam menyampaikan informasi
(internal information gathering mechanism) menyangkut pelaksanaan
ketentuan UNCAC di Indonesia.
Selain itu, informasi mengenai upaya-upaya PPK secara luas juga
diperlukan oleh masyarakat luas yang kian hari perhatiannya kian tinggi
terhadap PPK. Saat ini, belum banyak informasi yang dipublikasikan dan
- 27 -
Tujuan
a. Memastikan ketersediaan laporan rutin dan informasi terkait
pelaksanaan ketentuan UNCAC dan kegiatan PPK di Indonesia beserta
capaian-capaiannya.
b. Memastikan bahwa para pihak, pelaksana ketentuan UNCAC dan aksi
PPK, berkontribusi aktif melaporkan kinerja dan capaian-capaiannya
yang telah, tengah, dan akan dilaksanakan secara rutin.
c. Terlaporkan dan terpublikasikannya usaha-usaha yang telah, tengah,
dan akan dilaksanakan pemerintah, legislatif, yudikatif, dan
masyarakat, berkenaan dengan pelaksanaan ketentuan UNCAC dan
PPK secara periodik.
d. Terpenuhinya (seratus persen) semua kewajiban dalam pelaporan
terkait pelaksanaan ketentuan UNCAC.
Tantangan
a. Informasi dan koordinasi terkait pelaksanaan PPK, kendati merupakan
isu yang sering dibahas di berbagai pertemuan lintas K/L, namun
minim pelaksanaan, konsistensi, serta kesinambungannya sulit
terjaga.
b. Pengumpulan informasi, pelaporan, dan publikasi informasi, sering
tersendat akibat minimnya catatan, dokumentasi, serta kedisiplinan
- 28 -
Indikator Keberhasilan
Keberhasilan pelaksanaan strategi mekanisme pelaporan PPK
dilakukan dengan memakai Indeks Kepuasan Pemangku Kepentingan
terhadap Laporan PPK yang diukur dari 2 (dua) elemen yakni
pemanfaatan Laporan PPK dan ketepatan waktu publikasi laporan
berbagai upaya PPK, termasuk pelaksanaan UNCAC, beserta capaian-
capaiannya. Semakin tinggi tingkat kepuasan pemangku kepentingan,
maka harapannya, semua kebutuhan informasi dan pelaporan terkait
proses penyusunan kebijakan dan penilaian progres PPK dapat semakin
terpenuhi sehingga upaya PPK dapat dikawal secara berkesinambungan
dan tepat sasaran.
- 29 -
BAB III
FOKUS KEGIATAN PRIORITAS
BAB IV
PERANTI ANTI KORUPSI
Sasaran
Keluaran
2012 - 2014 2015 - 2019 2019 -2024 2025
Utama/
Pendukung
% Kesesuaian
Ratifikasi 80 % 100 % 100 % 100 %
UNCAC
Indeks Sistem
Kenaikan Kenaikan Kenaikan
Integritas
- Indeks Indeks Indeks
Nasional
15 % 15 % 5%
(SIN)
Indeks Kenaikan Kenaikan Kenaikan
Pencegahan - Indeks Indeks Indeks
Korupsi 15 % 15 % 5%
Indeks
Kenaikan Kenaikan Kenaikan
Penegakan
- Indeks Indeks Indeks
Hukum
20 % 20 % 5%
Tipikor
%
Penyelesaian
80 % 100 % 100 % 100 %
rekomendasi
UNCAC
%
Pengembalian 80 % 90 % 95 % 96 %
Aset Tipikor
Indeks
3,25 dari 4 dari 4,5 dari 4,6 dari
Perilaku Anti
Skala 5 Skala 5 Skala 5 Skala 5
Korupsi
Indeks
Kepuasan
Stakeholders 3,25 dari 4 dari 4,5 dari 4,6 dari
terhadap Skala 5 Skala 5 Skala 5 Skala 5
Pelaporan
PPK
- 45 -
Sasaran
Keluaran 2012
2012 2013 2014
Utama/ (Baseline)
Pendukung
% Kesesuaian
Ratifikasi - 30 % 70 % 80 %
UNCAC
Indeks Sistem
Kenaikan
Integritas Penetapan
- - Indeks
Nasional Baseline
5%
(SIN)
Indeks
Pencegahan - 3,94 4,51 5,08
Korupsi
Indeks
Kenaikan Kenaikan
Penegakan Penetapan
- Indeks Indeks
Hukum Baseline
5% 5%
Tipikor
%
Review Bab
Penyelesaian
III dan Bab IV 30 % 70 % 80 %
rekomendasi
UNCAC
UNCAC
%
Pengembalian - 70 % 75 % 80 %
Aset Tipikor
Indeks
Penetapan 3 dari 3,25 dari
Perilaku Anti -
Baseline Skala 5 Skala 5
Korupsi
Indeks
Kepuasan
Stakeholders Penetapan 3 dari 3,25 dari
-
terhadap Baseline Skala 5 Skala 5
Pelaporan
PPK
- 46 -
Indikator Formula
Sub Indikator Sumber Data
Keberhasilan Pengukuran
IPK/CPI - Survei TI
% Kesesuaian
- Survei KPK
Ratifikasi UNCAC
Indeks SIN - Survei KPK
Indeks Pencegahan
Control of Corruption Survei World Bank
Korupsi
Ease of Doing
Survei World Bank
Business
Rasio Jumlah Tindak
Indeks Penegakan % Penyelesaian Lanjut dengan Total
Polri, Kejagung, KPK
Hukum Laporan Tipikor Laporan yang
Diterima
Rasio Jumlah
% Penyelidikan yang
Penyidikan dengan Polri, Kejagung, KPK
menjadi Penyidikan
Total Penyelidikan
Rasio Jumlah
% Penyidikan yang
Penuntutan dengan Polri, Kejagung, KPK
menjadi Tuntutan
Total Penyidikan
Rasio Jumlah
Conviction Rate Pemidanaan dengan Kejagung, KPK
Total Penuntutan
Rasio Jumlah yang
% Execution Rate Dieksekusi dengan Kejagung, KPK
Pemidanaan
Rasio Jumlah yang
% Penyelesaian Diselesaikan dengan
- UNCAC, KPK
rekomendasi UNCAC yang
Direkomendasikan
Rasio Jumlah Aset
yang Disetorkan ke
% Penyelamatan Aset
- Kas Negara dengan KPK, Kejagung
Tipikor
yang Diputus
Pengadilan
Rasio Jumlah
% Tingkat Realisasi dengan
Keberhasilan Kerja - Total Permintaan Kemkumham,
Sama Internasional MLA dan Perjanjian
Extradisi
Indeks Perilaku Anti
- Survei BPS, Bappenas
Korupsi
Indeks Kepuasan
Stakeholders thd - Survei BPS, Bappenas
Pelaporan PPK
- 47 -
2,5 10
2 9
1,5 8
1 7
0,5 6
0 5
-1 4
-1,2 3
-2 2
-2,5 1
- 48 -
1 - 18 10
19 - 36 9
37 - 54 8
55 - 72 7
73 - 90 6
91 - 108 5
109 - 126 4
127 - 144 3
145 - 162 2
163 - 183 1
% Conviction Rate 30 %
% Execution Rate 10 %
ttd.
Bistok Simbolon