Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PEMBAHASAN

Perdarahan postpartum (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan 500


ml atau lebih darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih
setelah seksio sesaria (Leveno, 2009; WHO 2012). Perdarahan post partum
adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir.
Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum
adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah
anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Pada pengkajian didapatkan klien mengalami HPP setelah
melahirkan anak pertama. Klien kehilangan >500 cc darah setelah
persalinan. Dari hasil laboratorium pada tanggal 11-12-2017 didapatkan
data hemoglobin=7,0 gr/dL, lekosit=18,3, hematokrit=20,5 %,
trombosit=140.
Penyebab perdarahan postpartum antara lain: atonia uteri, retensio
plasenta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir, kelainan darah, hematoma,
inversiuterus ,subinvolusi uterus (Mochtar, 1995). Atonia Uteri merupakan
perdarahan pasca persalinan yang dapat terjadi karena terlepasnya sebagian
plasenta dari uterus dan sebagian lagi belum terlepas sehingga tidak ada
terjadinya kontraksi (Anik dan Yulianingsih, 2009). Penyebab atonia uteri
adalah regangan rahim yang berlebihan dikarenakan Polihidramnion,
kehamilan kembar, makrosemia atau janin besar,persalinan yang lama,
persalinan yang terlalu cepat atau persalinan spontan, persalinan yang
diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin,multiparitas yang sangat
tinggi,jarakkehamilan yang dekat (kurangdariduatahun), bekasoperasi
Caesar.
Tanda dan gejala yang selalu ada pada perdarahan postpartum akibat
Atonia Uteri adalah perdarahan segera setelah anak lahir, pada palpasi,
meraba fundus uteri disertai perdarahan yang memancur dari jalan lahir,
perut terasa lembek atau tidak adanya kontraksi, perut terlihat membesar
(Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)
Pada pengkajian didapatkan klien mengalami HPP dikarenakan
atonia uteri. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan
plasenta dengan memijat dan mendorong rahim kebawah sementara plasenta
belum lepas dari rahim.
Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-menerus
setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-
tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat
dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005).
Pada pengkajian klien mengalami pucat, anemia, konjungtiva pucat,
pendarahan ± 500 cc, nadi:72x/m, tensi: 90/60 mmHg, suhu: 37,8°C,
ektremitas hangat, Hb 7.
Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan.
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang
disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan
tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak wanita
hamil dengan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal memberikan
manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini, sehingga dapat
diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan
persalinannya. Kunjungan pelayanan antenatal bagi ibu hamil paling sedikit
4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester I, sekali trimester
II, dan dua kali pada trimester III.
Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam
batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia.
Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian
janin dalam uterus dan solusio plasenta. Apabila sebelumnya penderita
sudah mengalami perdarahan postpartum, persalinan harus berlangsung di
rumah sakit. Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar
Hb, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil
mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infuse dan obat-obatan
penguat rahim (uterus tonikum). Setelah ketuban pecah kepala janin mulai
membuka vulva, infuse dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan ampul
methergin atau kombinasi 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena)
(Mochtar, 1995).
Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum
plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk
mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin diberikan
intramuskulus segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan
plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin
intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah bahu depan
bayi lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta dapat dikeluarkan
dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari
pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir adalah kemungkinan
terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gemelli
yang tidak diketahui sebelumnya (Wiknjosastro, 2005).
Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus
dilakukan, yakni menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi
akibat perdarahan. Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah disini
dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir.
Jika plasenta belum lahir (retensio plasenta), segera dilakukan tindakan
untuk mengeluarkannya (Wiknjosastro, 2005).
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24
jam setelah kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah
melalui saluran genital. Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua yaitu
perdarahan post partum primer, yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi
lahir dan perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam
sampai dengan 6 minggu setelah kelahiran bayi.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan perdarahan post partum,
antara lain 4T (tone dimished, trauma, tissue, thrombin). Faktor resiko
yang dapat menyebabkan perdarahan post partum antara lain grande
multipara, perpanjangan persalinan, chorio amnionitis, hipertensi,
kehamilan multiple, injeksi magnesium sulfat, perpanjangan pemberian
oxytocin.
Tanda dan gelaja perdarahan postpartum secara umum antara lain
perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat
ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Pasien mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, menggigil. Pada perdarahan melebihi 20% volume
total, timbul gejala penurunan tekanan darah (sistolik <90 mmHg) nadi
(>100x/menit) dan napas cepat, pucat (Hb <8%), extremitas dingin,
sampai terjadi syok.

B. Saran
Diharapkan askep ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa
dalam memberikan pelayanan Keperawatan dan dapat menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk para tim medis agar dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang
keperawatan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan
health education dalam perawatan perdarahan postpartum

Anda mungkin juga menyukai