Anda di halaman 1dari 14

BIOSTATISTIK

ANALITIK NON PARAMETRIK “ Uji Hubungan ( Rank Spearman)”

OLEH :

KELOMPOK 3

A8-D

Dewa Ayu Made Pradnyaniti 14.321.2097


I Kadek Indrayana 14.321.2100
Lia Puji Astutik 14.321.2111
Luh Putu Octaviyanti Msila Putri 14.321.2112
Ni Luh Putu Deviani 14.321.2113
Ni Luh Putu Oktawati 14.321.2115

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2017 / 2018
A. Pengertian Statistik Non Parametrik
Statistik Non-Parametrik, yaitu statistik bebas sebaran (tidak mensyaratkan
bentuk sebaran parameter populasi, baik normal atau tidak). Selain itu, statistik non
parametrik biasanya menggunakan skala pengukuran sosial, yakni nominal dan
ordinal yang umumnya tidak berdistribusi normal.
Berbeda dengan statistik parametrik, statistik non parametrik adalah prosedur
statistik yang tidak mengacu pada parameter tertentu. Itulah sebabnya, statistik non
parametrik sering disebut sebagai prosedur yang bebas distribusi (free-distibution
procedures).
Banyak orang berpendapat, jika data yang dikumpulkan terlalu kecil maka
prosedur statistik non parametrik lebih baik digunakan. Pendapat ini bisa benar dan
bisa pula salah. Masalahnya adalah, bagaimana mendefinisikan besar-kecilnya suatu
data, bukankah hal ini sangat relatif. Yang jelas, kita pasti menggunakan statistik non
parametrik bila kita tidak mengetahui dengan pasti distribusi dari data yang kita
amati.
Namun jika kita yakin data yang diamati berdistribusi normal, misalkan
dibuktikan dengan memakai uji statistik, maka kita bisa memakai prosedur statistik
parametrik untuk distribusi normal. Sebaliknya, walaupun data yang dikumpukan
berjumlah besar, tetapi tidak dapat dipastikan distribusinya, maka sebaiknya dipakai
prosedur statistik non parametrik.

B. Kelebihan Dan Kekurangan Uji Non Parametrik


Statistik non parametrik mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan,
diantaranya:
1. Tingkat kesalahan penggunaan prosedur statistik nonparametrik relatif kecil
karena statistik jenis ini tidak memerlukan banyak asumsi.
2. Perhitungan yang harus dilakukan pada umumnya sederhana dan mudah,
khususnya untuk data yang kecil.

3. Konsep dalam statistik nonparametrik mudah untuk dimengerti.

4. Dapat digunakan untuk menganalisa data yang berbentuk hitungan maupun


peringkat (rank).
Sebaliknya, kekurangan statistik non parametrik yang paling utama adalah hasil
tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan karena kesederhanaan perhitungannya.
Namun, walaupun perhitungan dalam statistik non parametrik sangat sederhana, bila
jumlah datanya sangat besar maka dibutuhkan perhitungan yang sangat lama. Untuk
kasus yang demikian, prosedur statistik parametrik lebih tepat untuk digunakan

Berikut adalah beberapa uji statistik yang biasa dipakai. Kolom pertama menguraikan uji
statistik parametrik, sementara kolom kedua menampilkan uji statistik non parametrik yang
sepadan.

Uji Parametrik Uji nonparametrik yang Tujuan


(menggunakan asumsi bersesuaian
distribusi Normal)
Uji - t untuk sample bebas Uji Mann-Whitney U; Uji  Membandingkan dua sample
Wilcoxon jumlah peringkat bebas

Uji – t  berpasangan Uji Wilcoxon pasangan dengan Meneliti perbedaan dalam 


peringkat yang cocok suatu grup
Koefisien korelasi Koefisien korelasi peringkat Mengetahui hubungan korelasi
Pearson Spearman linier antara dua peubah

Analisa varians satu arah Analisa varians dengan Membandingkan tiga grup
(Uji F ) menggunakan peringkat atau lebih
Kruskal-Wallis
Analisa varians dua arah Analisa varians dua arah Mabandingkan tiga grup atau
Friedman lebih dengan menggunakan
dua faktor yang berbeda

Jadi dapat disumpulkan bahwa penggunaan statistik non parametrik lebih


diutamakan jika hipotetis yang akan diuji tidak melibatkan parameter dari populasi.
Data yang diambil tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh statistik parametrik
dan asumsi-asumsinya ditolak, atau bila kita membutuhkan hasil yang cepat sebelum
melakukan penelitian berikutnya.
C. Syarat-Syarat Yang Harus Dipehuhi Dalam Uji Parametrik
Ada terdapat enam persyaratan yang harus dipenuhi pada uji asumsi klasik agar data
observasi tersebut dapat menggunakan uji statistik parametrik atau statistik inferesial,
yaitu :
1. Uji kerandoman
Kerandoman data diperlukan karena data observasi yang homogen akan
mengakibatkan bentuk distribusi tidak normal, disamping itu kerandoman data
mencerminkan atau representatif terhadap populasinya, karena data yang diambil
atau dicuplik dari suatu populasi seharusnya data itu mencerminkan sifat-sifat dari
populasinya.Hal ini juga menyangkut variabel random, di mana variabel random
adalah variabel yang nilainya merupakan hasil dari suatu peristiwa, sehingga data
tersebut tidak bias atau tidak gayut atau nilai-nilai yang dihasilkan tidak berpola
(heterogen).
2. Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak.
Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati
normal.Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah
data tersebut berdistribusi normal atau tidak yaitu : analisis grafik dan analisis
statistik. Analisis statistik bisa digunakan uji Kolmogorov Smirnov, atau dengan
memanfaatkan deskripsi data nilai-nilai skewness dan kurtosisnya.
3. Uji linearitas
Uji ini biasanya dilakukan untuk melihat apakah spesifikasi model yang
digunakan sudah benar atau tidak. Apakah fungsi yang digunakan dalam suatu
studi empiris sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau kubik. Dengan uji ini akan
diperoleh informasi apakah model empiris sebaiknya linear, kuadrat atau
kubik.Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah
model persamaan regresi tersebut linear atau tidak yaitu : uji Durbin-Watson, uji
Ramsey test dan uji Lagrange Multiplier.

4. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka
disebut Homoskedastisitas dan sebaliknya. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas. Sebagai tambahan bahwa pada umumnya data yang diambil
dari populasi secara berturut-turut atau time series pada umumnya cenderung
terjadi homoskedastisitas, sedangkan data yang cross-section kemungkinan besar
tidak terjadi homoskedastisitas.Ada beberapa pendekatan untuk mengetahui
apakah dalam model regresi terdapat kesamaan variance atau tidak yaitu :
Pendekatan grafik yang dihasilkan dengan memplot antara nilai prediksi variabel
terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu
pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Dimana sumbu Y adalah Y
yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya)
yang telah distudentized.Dasar analisisnya adalah jika pola tertentu, seperti titik-
titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit) maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
Dan jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka telah terjadi homoskedastisitas. Pendekatan statistik
dengan menggunakan uji White, uji Glejser dan uji Park.
5. Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel bebas (tidak terjadi
multikolinearitas). Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel
ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi
antar sesama variabel bebas sama dengan nol.Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut :Nilai R² yang
dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara
individual variabel-variabel bebas banyak yang tidak signifikan mempengaruhi
variabel terikat. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas. Jika antar
variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0,90), maka hasil
ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang
tinggi antar variabel bebas tidak berarti bebas dari multikolinearitas.
Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau
lebih variabel bebas.Multikolinearitas dapat juga dilihat dari : nilai tolerance dan
lawannya variance inflation faktor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap
variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Dalam
pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi variabel terikat dan diregres
terhadap variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas
yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya.
Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi adalah
menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi. Nilai cut-off yang umum dipakai
adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10%.
6. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear
ada korelasi antara residual (kesalahan pengganggu) pada periode sebelum dan
sesudah, jika terjadi korelasi maka dinamakan terjadi autokorelasi, dan model
regresi yang baik adalah yang tidak mengandung autokorelasi. Pada data silang
waktu (cross-section) masalah autokorelasi jarang ditemui, namun pada data
runtun waktu (time-series) masalah autokorelasi sering ditemui.Ada beberapa
pendekatan yang digunakan untuk mengetahui apakah model regresi terdapat
autokorelasi atau tidak yaitu : uji Durbin-Watson digunakan untuk autokorelasi
tingkat satu (firs order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept
(konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara variabel
bebas. Uji lainnya seperti uji Lagrange Multiplier (LM Test) dan uji Statistik Q :
Box – Pierce dan Ljung Box.Untuk kedua uji yang terakhir ini mensyaratkan
bahwa data observasi di atas 100 sampel dan derajat autokorelasi lebih dari satu.
Korelasi peringkat.
Terdapat tiga jenis koefisien korelasi peringkat pada nonparametrik yang
umumnya digunakan yaitu Spearman R, Kendal tau dan Gamma Coefficient.
Statistik chi-square juga merupakan bagian dari korelasi non-parametrik,
tetapi berbeda dengan ketiga jenis korelasi tersebut, perhitungannya didasarkan
pada tabel frekuensi dua arah (tabel silang). Selain itu, dalam Spearman R,
Kendal tau dan Gamma mempersyaratkan data dalam skala ordinal (atau dapat
diordinal/di peringkat), sedangkan pada statistik chi-square dapat berupa data
nominal maupun ordinal.
Untuk statistik chi-square akan dibahas pada seri tulisan mengenai non-
parametrik berikutnya Spearman R adalah ukuran korelasi pada statistik non-
parametrik yang analog dengan koefisien korelasi Pearson Product Moment pada
statistik parametrik. Spearman R adalah korelasi Pearson yang dihitung atas dasar
rank dari data.
Kendal tau, adalah ukuran korelasi yang setara dengan Spearman R, terkait
dengan asumsi yang mendasarinya serta kekuatan statistiknya. Namun, besaran
Spearman R dan Kendal tau akan berbeda karena perbedaan dalam logika
mendasari serta formula perhitungannya.
Jika Spearman R setara dengan koefisien korelasi Pearson Product Moment,
yaitu koefisien korelasinya pada dasarnya menunjukkan proporsi variabilitas
(dimana untuk Spearman R dihitung dari ranks sedangkan korelasi Pearson dari
data aslinya), sebaliknya ukuran Kendal tau merupakan probabilita perbedaan
antara probabilita data dua variabel dalam urutan yang sama dengan probabilita
dua variabel dalam urutan yang berbeda.
Berdasarkan logika perhitungan ini, Noether (1981) dalam (Daniel,1991)
mengemukakan bahwa koefisien Kendal tau lebih mudah ditafsirkan
dibandingkan Spearman R.  Gamma statistic, lebih baik dibandingkan Spearman
R atau Kendal tau ketika data mengandung banyak observasi yang memiliki nilai
yang sama.
Gamma ekuivalen dengan Spearman R dan Kendal tau dari sisi asumsi yang
mendasarinya. Tetapi dari sisi intepretasi dan perhitungannya, Gamma lebih mirip
dengan Kendal tau.Secara sederhana, untuk melihat efektivitas iklan terhadap
penjualan, akan dilihat korelasi dari kedua variabel tersebut.
Jika terdapat korelasi positif yang signifikan, maka dapat disimpulkan iklan
tersebut efektif dalam meningkatkan penjualan. Demikian juga sebaliknya.
Untuk menghitung koefisien korelasi untuk ketiga pengukuran (tersebut,
langkah pertama yang dilakukan adalah dengan memberi rangking untuk iklan dan
penjualan, mulai dari yang angka terkecil sampai angka terbesar.

D. Model-Model Analisis Statistik Non-Parametrik


Statistik nonparametrik adalah valid dengan asumsi yang longgar serta teorinya
relatif luwes. Karenanya metode ini relatif serba bisa/serba guna, memiliki banyak
alternatif prosedur dan diaplikasikan dalam banyak metode-metode analisis baru.
Mengingat banyaknya alternatif prosedur statistik non-parametrik menyebabkan
berbagai literatur memberikan pengelompokan kategori statistik non parametrik
dengan berbagai cara yang berbeda. Namun demikian, secara sederhana dan
berdasarkan prosedur yang sering digunakan, uji-uji tersebut diantaranya dapat
dikelompokkan atas kategori berikut: statistik nonparametrik adalah valid dengan
asumsi yang longgar serta teorinya relatif luwes.
Karenanya metode ini relatif serba bisa/serba guna, memiliki banyak alternatif
prosedur dan diaplikasikan dalam banyak metode-metode analisis baru.
Mengingat banyaknya alternatif prosedur statistik non-parametrik menyebabkan
berbagai literatur memberikan pengelompokan kategori statistik non parametrik
dengan berbagai cara yang berbeda. Namun demikian, secara sederhana dan
berdasarkan prosedur yang sering digunakan, uji-uji tersebut diantaranya dapat
dikelompokkan atas kategori berikut:
1. Prosedur untuk data dari sampel tunggal
Prosedur bertujuan untuk menduga dan menguji hipotesis parameter populasi
seperti ukuran nilai sentral. Dalam statistik parametrik, ukuran nilai sentral yang
umum adalah rata-rata dan median, dan pengujian hipotesisnya menggunakan uji
t. Namun demikian, uji t memiliki asumis bahwa populasi dari sampel yang
diambil berdistribusi normal. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, akan mempengaruhi
kesimpulan pengujian hipotesis.
Prosedur non parametrik untuk menduga nilai sentral untuk sampel tunggal
ini diantaranya adalah uji tanda untuk sampel tunggal dan uji peringkat bertanda
Wilcoxon. Selain pengukuran tendensi sentral, juga terdapat prosedur non
parametrik lainnya untuk sampel tunggal dalam pengukuran proporsi populasi
(yaitu uji binomial) dan uji kecenderungan (trend) data berdasarkan waktu (yaitu
uji Cox-Stuart)
2. Prosedur untuk data dari dua kelompok atau lebih sampel bebas (independent)
Prosedur ini digunakan ketika kita ingin membandingkan dua variabel yang
diukur dari sampel yang tidak sama (bebas). Misalnya sampel yang diambil
berasal dari dua populasi yaitu populasi rumah pedagang sate dan populasi
pedagang bakso, dan ingin membandingkan rata-rata pendapatan diantara kedua
kelompok pedagang ini.
Dalam statistik parametrik, untuk membandingkan membandingkan nilai
rata-rata dua kelompok independent, dapat digunakan uji t (t-test). Untuk
nonparametrik, alternatif pengujiannya diantaranya adalah Wald-Wolfowitz runs
test, Mann-Whitney U test dan Kolmogorov-Smirnov two-sample test.
Selanjutnya, jika kelompok yang diperbandingkan lebih dari dua, dalam
statistik parametrik dapat menggunakan analisis varians (ANOVA/MANOVA),
dan pada statistik nonparametrik alternatifnya diantaranya adalah analisis varians
satu arah berdasarkan peringkat Kruskal-Wallis dan Median test.
3. Prosedur untuk data dari dua kelompok atau lebih sampel berhubungan
(dependent)
Prosedur ini digunakan ketika ingin membandingkan dua variabel yang
diukur dari sampel sama (berhubungan). Misalnya ingin mengetahui perbedaan
produktivitas kerja, dengan pengukuran dilakukan pada sampel pekerja yang sama
baik sebelum maupun sesudah pelatihan dilakukan.
Pada statistik parametrik, jika ingin membandingkan dua variabel yang
diukur dalam sampel yang sama, dapat menggunakan uji t data berpasangan.
Sebaliknya, alternatif non-parametrik untuk uji ini adalah Sign test dan
Wilcoxon’s matched pairs test. Jika variabel diteliti bersifat dikotomi, dapat
menggunakan McNemar’s Chi-Square test. Selanjutnya, jika terdapat lebih dari
dua variabel, dalam statistik parametrik, dapat menggunakan ANOVA. Alternatif
nonparametrik untuk metode ini adalah Friedman’s two-way analysis of variance
dan Cochran Q test.
4. Korelasi peringkat dan ukuran-ukuran asosiasi lainnya
Dalam statistik parametrik ukuran korelasi yang umum digunakan adalah
korelasi Product Moment Pearson. Diantara korelasi nonparametrik yang
ekuivalen dengan koefisien korelasi standar ini dan umum digunakan adalah
Spearman R, Kendal Tau dan coefficien Gamma. Selain ketiga pengukuran
tersebut, Chi square yang berbasiskan tabel silang juga relatif populer digunakan
dalam mengukur korelasi antar variabel.
5. Statistik Uji Kruskal-Wallis
Bagian ini akan membahas mengenai Statistik Uji Kruskal-Wallis, contoh
perhitungan manualnya dan aplikasi pada program statistik SPSS.
Analisis varians satu arah berdasarkan peringkat Kruskal-Wallis pada statistik
non-parametrik dapat digunakan pada sampel independent dengan kelompok lebih
dari dua.

6. Korelasi Peringkat
Bagian ini akan membahas mengenai korelasi peringkat. Terdapat tiga jenis
koefisien korelasi peringkat pada nonparametrik yang umumnya digunakan yaitu
Spearman R, Kendal tau dan Gamma Coefficient. Statistik chi-square juga
merupakan bagian dari korelasi non-parametrik, tetapi berbeda dengan ketiga jenis
korelasi tersebut,
7. Korelasi Peringkat dengan SPSS
Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan seri 4 non-parametrik yang
membahas mengenai korelasi peringkat pada statistik non-parametrik. Jika pada
tulisan sebelumnya diberikan pengertian dasar dan contoh perhitungan secara
manual, maka pada bagian ini akan diberikan aplikasi perhitungannya
menggunakan paket program statistik SPSS.

E. Uji Hubungan Rank Spearman


1. Pengertian uji hubungan rank spearman
Korelasi rank spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel
dengan skala ordinal atau variabel dengan data interval yang tidak berdistribusi
normal (fungsinya sperti uji korelasi product moment). Oleh karena itu uji ini
tidak senssitif terhadap nilai ekstrim.
2. Langkah – langkah uji hubungan rank spearman :
a. Urutkan tiap pasangan tiap variabel x dan y
b. Tetapkan rank untuk x dan y (data sama memiliki rank yang sama)
c. Kurangkan rank x dan y atau sebaliknya
d. Kurangkan selisih rank tersebut
e. Jumlahkan kuadrat selisih rank x dan y sehingga diperoleh

f. Masukkan dalam rumus


g. Tetapkan nilai r tabel
h. Bandingkan nilai r hitung dan r tabel.
H0 diterima jika r dihitung ≤ r tabel
H0 ditolak jika r dihitung ≥ r tabel
3. Contoh dan pembahasan uji hubungan rank spearman :
Contoh : Kita berminat mengetahui apakah terdapat korelasi antara kolesterol
HDL dan SGOT 4
Terdapat data yang memperlihatkan data SGOT (unit Karmen/100 ml) dan
kolesterol HDL (mg/100 ml) pada 7 subyek dari sebuah sample yang diambil
secara acak. Ingin diketahui apakah terdapat korelasi antara kadar SGOT dan
kolesterol HDL. Hitung koefisien korelasi peringkat/ rank Spearman dan
lakukan uji kemaknaan terhadap koefisien tersebut. Misalkan =5%. Datanya
adalah sebagai berikut :

Subyek SGOT (x) Kolesterol HDL (y)


1 5,7 40,0
2 11,3 41,2
3 13,5 42,3
4 15,1 42,8
5 17,9 43,8
Jawab :
a. Hipotesis :
Ho : Tidak ada korelasi kadar SGOT dengan kolestrol HDL
Ha : Peningkatan SGOT diikuti dengan peningkatan kolesterol HDL
(hubungan positif)
b. Tingkat kemaknaan = 5%
c. Penghitungan statistik uji :

Subyek SGOT Peringkat Kolesterol Peringkat di 2


di
(x) (x) HDL (y) (y)
1 5,7 1 40,0 1 0 0
2 11,3 2 41,2 2 0 0
3 13,5 3 42,3 3 0 0
4 15,1 4 42,8 4 0 0
5 17,9 5 43,8 6 -1 1
2
di = 2
2
6 di 6 (2)
3 3
rs = 1 n n = 1 7 7 = 0,9643

d. Keputusan uji statistik:


Nilai rs table dengan n=7 , =0,05  rs table = 0,714
Karena rs hitung = 0,9643 > rs table = 0,714  tolak Ho
e. Kesimpulan : SGOT dan kolesterol HDL mempunyai korelasi positif kuat dan
bermakna .
Catatan:
Bila dalam satu variabel terdapat nilai-nilai teramati yang sama, maka
peringkat yang diberikan adalah peringkat rata-rata dari posisi-posisi yang
seharusnya. Koreksi terhadap rs hanya memberikan pengaruh cukup berarti jika
nilai-nilai yang sama sangat banyak. Dengan kata lain, jika nilai-nilai sama
tidak sangat banyak, koreksi rs tidak diperlukan.
Ada tiga macam cara menghitung korelasi tata jenjang, yaitu dalam keadaan (1)
tidak terdapat urutan yang kembar, (2) terdapat urutan data yang kembar dua, atau
(3) urutan yang kembar ada tiga atau lebih. Urutan data kembar terjadi jika ada
data yang sama. Dalam hal ini, jika urutan data yang kembar ada dua, maka
ranking data tersebut tersebut dijumlahkan dan dibagi dua. Jika ada tiga data
yang sama, maka data tersebut dijumlahkan dan dibagi tiga. Demikian seterusnya
jika ada data yang kembar lebih dari tiga. Teknik korelasi tata jenjang efektif
digunakan jika jumlah data antara 10 – 29. 6
Contoh penerapan
Tabel Data dan Cara Perhitungan

No X Y R1 R2 B B2
(Y) (X)
1 59 39 6 5 1 1
2 64 36 9 2 7 49
3 47 42 3 8 -5 25
4 55 40 5 6 -1 1
5 52 43 2 7 -5 25
6 65 35 10 1 9 81
7 46 44 1 9 -8 64
8 60 38 7 4 3 9
9 45 41 4 10 -6 36
10 63 37 8 3 5 25
316

6 B 2
Rumus: ρ = 1 

N N 2 1 
Keterangan:

ρ = RHO (Spearman)
1 = bilangan konstan
6 = bilangan konstan
B2 = beda kuadrat.
Langkah-langkah perhitungan korelasi tata jenjang:
1. Menyiapkan tabel kerja
2. Menetapkan urutan kedudukan skor pada variabel X dan Y mulai skor
tertinggi sampai skor terendah
3. Menghitung perbedaan urutan urutan kedudukan tiap pasangan skor antara
variabel X dan Y (B = R1 –R2)
4. Mengkuadratkan tiap-tiap B, kemudian dijumlahkan
5. Menghitung korelasi tata jenjang dengan rumus tersebut di atas
6. Memberikan interpretasi terhadap hasil korelasi dengan membandingkan
pada nilai RHO (Spearman) pada taraf signifikansi tertentu.
Hasil perhitungan:
6 B 2
Rumus: ρ = 1 
N  N 2  1
6 * 316
ρ = 1
10102  1
= -0,915

Hal ini menunjukkan korelasi yang negatif. Nilai RHO pada tabel dengan db =
10 pada taraf signifikansi 5% = 0,648. RHO hitung lebih besar dari nilai tabel,
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan
terdapat korelasi negatif yang signifikan antara variabel X dan Y. Makin tinggi
skor variabel X, makin rendah skor variabel Y.7

DAFTAR PUSTAKA
Moh. Nazir, Ph.D. Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003
Sukawana, I Wayan. 2008. Pengantar Statistik untuk Perawat. Denpasar. Jurusan
Keperawatan Poltekkes Denpasar
Supangat, andi. 2007. Statistika dalam kajian deskriptif, interfensi dan nonparametrik.
Jakarta: kencana prenada media group

Anda mungkin juga menyukai