Rank Spearman
Rank Spearman
OLEH :
KELOMPOK 3
A8-D
Berikut adalah beberapa uji statistik yang biasa dipakai. Kolom pertama menguraikan uji
statistik parametrik, sementara kolom kedua menampilkan uji statistik non parametrik yang
sepadan.
Analisa varians satu arah Analisa varians dengan Membandingkan tiga grup
(Uji F ) menggunakan peringkat atau lebih
Kruskal-Wallis
Analisa varians dua arah Analisa varians dua arah Mabandingkan tiga grup atau
Friedman lebih dengan menggunakan
dua faktor yang berbeda
4. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka
disebut Homoskedastisitas dan sebaliknya. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas. Sebagai tambahan bahwa pada umumnya data yang diambil
dari populasi secara berturut-turut atau time series pada umumnya cenderung
terjadi homoskedastisitas, sedangkan data yang cross-section kemungkinan besar
tidak terjadi homoskedastisitas.Ada beberapa pendekatan untuk mengetahui
apakah dalam model regresi terdapat kesamaan variance atau tidak yaitu :
Pendekatan grafik yang dihasilkan dengan memplot antara nilai prediksi variabel
terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu
pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Dimana sumbu Y adalah Y
yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya)
yang telah distudentized.Dasar analisisnya adalah jika pola tertentu, seperti titik-
titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit) maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
Dan jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka telah terjadi homoskedastisitas. Pendekatan statistik
dengan menggunakan uji White, uji Glejser dan uji Park.
5. Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel bebas (tidak terjadi
multikolinearitas). Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel
ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi
antar sesama variabel bebas sama dengan nol.Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut :Nilai R² yang
dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara
individual variabel-variabel bebas banyak yang tidak signifikan mempengaruhi
variabel terikat. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas. Jika antar
variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0,90), maka hasil
ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang
tinggi antar variabel bebas tidak berarti bebas dari multikolinearitas.
Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau
lebih variabel bebas.Multikolinearitas dapat juga dilihat dari : nilai tolerance dan
lawannya variance inflation faktor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap
variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Dalam
pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi variabel terikat dan diregres
terhadap variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas
yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya.
Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi adalah
menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi. Nilai cut-off yang umum dipakai
adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10%.
6. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear
ada korelasi antara residual (kesalahan pengganggu) pada periode sebelum dan
sesudah, jika terjadi korelasi maka dinamakan terjadi autokorelasi, dan model
regresi yang baik adalah yang tidak mengandung autokorelasi. Pada data silang
waktu (cross-section) masalah autokorelasi jarang ditemui, namun pada data
runtun waktu (time-series) masalah autokorelasi sering ditemui.Ada beberapa
pendekatan yang digunakan untuk mengetahui apakah model regresi terdapat
autokorelasi atau tidak yaitu : uji Durbin-Watson digunakan untuk autokorelasi
tingkat satu (firs order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept
(konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara variabel
bebas. Uji lainnya seperti uji Lagrange Multiplier (LM Test) dan uji Statistik Q :
Box – Pierce dan Ljung Box.Untuk kedua uji yang terakhir ini mensyaratkan
bahwa data observasi di atas 100 sampel dan derajat autokorelasi lebih dari satu.
Korelasi peringkat.
Terdapat tiga jenis koefisien korelasi peringkat pada nonparametrik yang
umumnya digunakan yaitu Spearman R, Kendal tau dan Gamma Coefficient.
Statistik chi-square juga merupakan bagian dari korelasi non-parametrik,
tetapi berbeda dengan ketiga jenis korelasi tersebut, perhitungannya didasarkan
pada tabel frekuensi dua arah (tabel silang). Selain itu, dalam Spearman R,
Kendal tau dan Gamma mempersyaratkan data dalam skala ordinal (atau dapat
diordinal/di peringkat), sedangkan pada statistik chi-square dapat berupa data
nominal maupun ordinal.
Untuk statistik chi-square akan dibahas pada seri tulisan mengenai non-
parametrik berikutnya Spearman R adalah ukuran korelasi pada statistik non-
parametrik yang analog dengan koefisien korelasi Pearson Product Moment pada
statistik parametrik. Spearman R adalah korelasi Pearson yang dihitung atas dasar
rank dari data.
Kendal tau, adalah ukuran korelasi yang setara dengan Spearman R, terkait
dengan asumsi yang mendasarinya serta kekuatan statistiknya. Namun, besaran
Spearman R dan Kendal tau akan berbeda karena perbedaan dalam logika
mendasari serta formula perhitungannya.
Jika Spearman R setara dengan koefisien korelasi Pearson Product Moment,
yaitu koefisien korelasinya pada dasarnya menunjukkan proporsi variabilitas
(dimana untuk Spearman R dihitung dari ranks sedangkan korelasi Pearson dari
data aslinya), sebaliknya ukuran Kendal tau merupakan probabilita perbedaan
antara probabilita data dua variabel dalam urutan yang sama dengan probabilita
dua variabel dalam urutan yang berbeda.
Berdasarkan logika perhitungan ini, Noether (1981) dalam (Daniel,1991)
mengemukakan bahwa koefisien Kendal tau lebih mudah ditafsirkan
dibandingkan Spearman R. Gamma statistic, lebih baik dibandingkan Spearman
R atau Kendal tau ketika data mengandung banyak observasi yang memiliki nilai
yang sama.
Gamma ekuivalen dengan Spearman R dan Kendal tau dari sisi asumsi yang
mendasarinya. Tetapi dari sisi intepretasi dan perhitungannya, Gamma lebih mirip
dengan Kendal tau.Secara sederhana, untuk melihat efektivitas iklan terhadap
penjualan, akan dilihat korelasi dari kedua variabel tersebut.
Jika terdapat korelasi positif yang signifikan, maka dapat disimpulkan iklan
tersebut efektif dalam meningkatkan penjualan. Demikian juga sebaliknya.
Untuk menghitung koefisien korelasi untuk ketiga pengukuran (tersebut,
langkah pertama yang dilakukan adalah dengan memberi rangking untuk iklan dan
penjualan, mulai dari yang angka terkecil sampai angka terbesar.
6. Korelasi Peringkat
Bagian ini akan membahas mengenai korelasi peringkat. Terdapat tiga jenis
koefisien korelasi peringkat pada nonparametrik yang umumnya digunakan yaitu
Spearman R, Kendal tau dan Gamma Coefficient. Statistik chi-square juga
merupakan bagian dari korelasi non-parametrik, tetapi berbeda dengan ketiga jenis
korelasi tersebut,
7. Korelasi Peringkat dengan SPSS
Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan seri 4 non-parametrik yang
membahas mengenai korelasi peringkat pada statistik non-parametrik. Jika pada
tulisan sebelumnya diberikan pengertian dasar dan contoh perhitungan secara
manual, maka pada bagian ini akan diberikan aplikasi perhitungannya
menggunakan paket program statistik SPSS.
No X Y R1 R2 B B2
(Y) (X)
1 59 39 6 5 1 1
2 64 36 9 2 7 49
3 47 42 3 8 -5 25
4 55 40 5 6 -1 1
5 52 43 2 7 -5 25
6 65 35 10 1 9 81
7 46 44 1 9 -8 64
8 60 38 7 4 3 9
9 45 41 4 10 -6 36
10 63 37 8 3 5 25
316
6 B 2
Rumus: ρ = 1
N N 2 1
Keterangan:
ρ = RHO (Spearman)
1 = bilangan konstan
6 = bilangan konstan
B2 = beda kuadrat.
Langkah-langkah perhitungan korelasi tata jenjang:
1. Menyiapkan tabel kerja
2. Menetapkan urutan kedudukan skor pada variabel X dan Y mulai skor
tertinggi sampai skor terendah
3. Menghitung perbedaan urutan urutan kedudukan tiap pasangan skor antara
variabel X dan Y (B = R1 –R2)
4. Mengkuadratkan tiap-tiap B, kemudian dijumlahkan
5. Menghitung korelasi tata jenjang dengan rumus tersebut di atas
6. Memberikan interpretasi terhadap hasil korelasi dengan membandingkan
pada nilai RHO (Spearman) pada taraf signifikansi tertentu.
Hasil perhitungan:
6 B 2
Rumus: ρ = 1
N N 2 1
6 * 316
ρ = 1
10102 1
= -0,915
Hal ini menunjukkan korelasi yang negatif. Nilai RHO pada tabel dengan db =
10 pada taraf signifikansi 5% = 0,648. RHO hitung lebih besar dari nilai tabel,
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan
terdapat korelasi negatif yang signifikan antara variabel X dan Y. Makin tinggi
skor variabel X, makin rendah skor variabel Y.7
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Nazir, Ph.D. Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003
Sukawana, I Wayan. 2008. Pengantar Statistik untuk Perawat. Denpasar. Jurusan
Keperawatan Poltekkes Denpasar
Supangat, andi. 2007. Statistika dalam kajian deskriptif, interfensi dan nonparametrik.
Jakarta: kencana prenada media group