Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KULIAH

KESEHATAN REPRODUKSI DAN KELUARGA BERENCANA


Konsep Gender dalam Kesehatan Reproduksi Perempuan

Disusun Oleh
Kelompok 1:
Annisa Zakira Qur’ani Dhea Yuldeva

Ardina Mutiara Dila Adetia

Arnesa Rebaan L.F Dioba Habibah

Atika Piranita Dyah Pramuda Wardani

Ayu Andora Putri Fitri Yani

Bahita Mochtar Hafiza Turrahma

Cindy Tifanna Indah Retno

Derliana Marya Sari Intan Sundari

Dosen Pembimbing:
Eva Susanti, SST, M.Keb

POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU


PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN CURUP
TAHUN AJARAN 2018

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-
Nya kami diberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah yang berjudul Konsep Gender
dalam Kesehatan Reproduksi Perempuan ini. Dan kami ucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah memberikan kami kepercayaan dan kesempatan untuk menyelesaikan
makalah ini, dan kepada rekan-rekan yang telah medukung kami dalam menyelesaikan makalah
ini.

Penulis menyadari jika dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga
sangat dibutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian. Dan
semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.

Wassalamualaiakum wr.wb

Curup, Agustus 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah....................................................................................... 1

C. Tujuan ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Gender ……………….................................................................. 3

B. Setaraan Dan Keadilan Gender .................................................................. 4

C. Peran Gender ………………...................................................................... 5

D. Kaitan Gender dengan Kesehatan............................................................... 6

E. Isu Gender Dalam Kesehatan Reproduksi ................................................. 7

F. Bentuk-bentuk Ketidaksetaraan Gender ……………………………… 11

G. Peran Perempuan dalam Ketidaksetaraan Gender …………………... 16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 9

B. Saran ........................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 11


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Isu ketidaksetaraan gender telah menjadi pembicaraan di berbagai negara sejak
tahun 1979 dengan diselenggarakannya konferensi perserikatan bangsa-bangsa dengan
tema The Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against
Women (CEDAW), yang membahas tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap wanita.
Di Indonesia secara normatif diskriminasi terhadap wanita telah dihapuskan
berdasarkan hasil CEDAW yang telah diratifikasi dengan Undang-Undangn Nomor 7
tahun 1984(2). Namun dalam kenyataannya masih tampak adanya nilai-nilai budaya
masyarakat yang bersifat diskriminatif, sehingga menghambat terwujudnya kesetaraan
dan keadilan gender termasuk dalam bidang kesehatan. Permasalahan-permasalahan
tersebut dapat dicermati dari analisis-analisis terhadap kondisi dan posisi wanita yang
kerap dirugikan pihak pria. Dalam paper ini, kami mengangkat kasus rendahnya
partisipasi pria dalam penggunaan KB mewujudkan ketidakadilan gender.
Gender merupakan Peran sosial dimana peran laki-laki dan perempuan ditentukan
perbedaan fungsi,   perandan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil
konstruksi sosial yang dapat berubah atau diubah sesuai perubahan zaman peran dan
kedudukan sesorang yang dikonstrusikan oleh masyarakat. dan budayanya karena
sesorang lahir sebagai laki-laki atau perempuan. (WHO 1998) 
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang Dimaksud dengan Gender?
2. Bagaimana Kesetaraan dan Keadilan Gender?
3. Bagaimana Peran Gender?
4. Bagaimana Kaitan Gender dengan Kesehatan?
5. Apa saja dan Bagaimana Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Tentang Gender
2. Untuk Mengetahui Tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender
3. Untuk Mengetahui Peran Gender
4. Untuk Mengetahui Kaitan Gender dengan Kesehatan
5. Untuk Mengetahui Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Gender
Gender merupakan Peran sosial dimana peran laki-laki dan perempuan ditentukan
perbedaan fungsi,   perandan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil
konstruksi sosial yang dapat berubah atau diubah sesuai perubahan zaman peran dan
kedudukan sesorang yang dikonstrusikan oleh masyarakat. dan budayanya karena
sesorang lahir sebagai laki-laki atau perempuan. (WHO 1998) .
Gender adalah suatu konsep budaya yang berupaya untuk membuat perbedaan
antara laki-laki dan perempuan dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik
emosional.
Gender adalah peran dan kedudukan seseorang yang dikonstruksikan oleh budaya
karena seseorang lahir sebagai perempuan atau lahir sebagai laki-laki. 
Contoh :Sudah menjadi pemahaman bahwa laki-laki itu akan menjadi kepala keluarga,
pencari nafkah, menjadi orang yang menentukan bagi perempuan. Seseorang yang lahir
sebagai perempuan, akan menjadi ibu rumah tangga, sebagai istri, sebagai orang yang
dilindungi, orang yang lemah, irasional, dan emosional.
Dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut. :
1. Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan
yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk
diperdagangkan. Peran ini sering pula disebut dengan peran di sector publik.
2. Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatann yang
berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah
tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan alat-alat rumah
tangga, menyetrika, membersihkan rumah, dan lain-lain. Peran reproduktif ini disebut
juga peran di sektor domestik.
3. Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi di
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong-royong dalam menyelesaikan
beragam pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama.
Perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang ditentukan secara
sosial . Gender berhubungan dengan persepsi dan pemikiran serta tindakan yang
diharapkan sebagai perempuan dan laki-laki yang dibentuk masyarakat,bukan karena
biolologis.
B. Setaraan dan Keadilan Gender
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan
pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan
ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan
laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda,
subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya
diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki
akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh
manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk
menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan
terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti
memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil
sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.
C. Peran Gender
Peran Gender adalah peran-peran dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh perempuan
dan laki-laki karena jenis kelamin mereka berbeda. Peran seorang ibu dan ayah,
misalnya, melekatkan hak dan kewajiban untuk mengasuh anak-anak dan mencarikan
nafkah bagi keluarga. Kedua perangkat peran tersebut dihubungkan dengan perilaku-
perilaku dan konsekuensinya adalah nilai-nilai sosial. Apabila individu-indiviidu tidak
melaksanakan peran gendernya sesuai dengan harapan-harapan masyarakat, mereka akan
mendapatkan sangsi yang cukup serius. Namun, alokasi tugas-tugas dan nilai-nilai
tersebut sangat bervariasi di berbagai budaya, komunitas dan berbeda-beda dari waktu ke
waktu. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peran gender itu dikonstruksikan oleh
budaya yang dipengaruhi oleh struktur ekonomi dan politiknya.
Gender adalah :
a) Peran yang dikonstruksikan oleh masyarakat karena seseorang tersebut sebagai
perempuan atau laki – laki.
b) Perbedaan perempuan dan laki – laki berdasarkan jenis kelamin, yang dibentuk oleh
masyarakat dan lingkungan serta diipengaruhi oleh waktu, tempat, social budaya,
system kepercayaan dan situasi politik.
Seorang anak dilahirkan sebagai anak laki–laki/anak perempuan. Seks (Jenis
Kelamin Biologis) ditentukan dari adanya penis (laki–laki) atau vagina (perempuan).
Ketika tumbuh besar, ia mulai menyadari fungsi seksualnya. Misalnya, rangsangan
kenikmatan ketika memegang penisnya.Hal ini merupakan awal ia mulai menyadari
tentang SEKSUALITAS. Seorang anak dibesarkan menurut norma – norma yang
berlaku di masyarakat. Masyarakat menentukan perilaku–perilaku mana saja yang
pantas dilakukan oleh seorang laki –laki atau perempuan. Inilah yang disebut konsep
GENDER.
Dampak Konsep Gender (Umum) adalah :
1) Perempuan dan laki-laki diharuskan menampilkan peran-peran ideal sesuai
dengan tuntutan masyarakat (Norma, nilai).
2) Perempuan maupun laki-laki yang tidak dapat memenuhi harapan – harapan
tersebut dianggap aneh/tidak normal/melawan kodra
3) Konsep gender yang terlalu kaku menimbulkan ketidaksesuaian bagi
perempuan dan laki-laki.
4) Dampak ketidakadilan ternyata lebih berat dan masih terus dialami kaum
perempuan.
D. Kaitan Gender dengan Kesehatan
Pendekatan gender dalam kesehatan mengenali bahwa faktor sosial budaya, serta
hubungan kekuasaan antar laki-laki dan perempuan, merupakan faktor penting yang
berperan dalam mendukung atau mengancam kesehatan seseorang. Hal ini dinyatakan
dengan jelas oleh WHO dalam koferensi perempuan sedunia ke IV diBejing pada tahun
1995.
1. Jenis Kelamin, Gender, dan Kesehatan
Berbagai penyakit atau gangguan hanya menyerang perempuan, misalnya gangguan
yang berkaitan dengan kehamilan dan kanker serviks, sementara itu hanya laki-laki yang
terkena kanker prostat.Kapasitas perempuan untuk hamil dan melahirkan menunjukkan
bahwa mereka memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi yang berbeda, baik dalam
keadaan sakit maupun sehat. Perempuan memerlukan kemampuan untuk mengendalikan
fertilitas dan melahirkan dengan selamat, sehingga akses terhadap pelayanan kesehatan
reproduksi yang berkualitas sepanjang siklus hidupnya sangat menentukan kesejahteraan
dirinya. Kombinasi antara faktor jenis kelamin dan peran gender dalam kehidupan sosial,
ekonomi dan budaya seseorang dapat meningkatkan resiko terhadap terjadinya beberapa
penyakit, sementara di sisi lain memberikan perlindungan terhadap penyakit lainnya.
Perbedaan yang timbul dapat berupa keadaan sebagai berikut :
1) Perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan.
2) Sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit.
3) Sikap masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan yang sakit.
4) Sikap laki-laki dan perempuan terhadap pengobatan dan akses pelayanan kesehatan.
5) Sikap petugas kesehatan dalam memperlakukan laki-laki dan perempuan.
2. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi Perempuan
Menikah pada usia muda bagi perempuan berdampak negatif terhadap kesehatannya.
Namun menikah di usia muda kebanyakan bukanlah keputusan mereka, melainkan
karena ketidak berdayaannya (isu gender). Di beberapa tempat di Indonesia, kawin muda
dianggap sebagai takdir yang tak bisa ditolak. Perempuan tidak berdaya untuk
memutuskan kawin dan dengan siapa mereka akan menikah. Keputusan pada umumnya
ada di tangan laki-laki; ayah ataupun keluarga laki-laki lainnya.
E. Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi
Berbagai keadaan yang sering di anggap sebagai isu gender dalam kesehatan reproduksi
sebagai berikut:
1. Kesehatan Ibu dan Anak Baru Lahir (safe motherhood)
Hal-hal yang sering di anggap sebagai isu gender sebagai berikut:
a. Ketidakmampuan Perempuan dalam mengambil keputusan dalam kaitannya
dengan kesehatan dirinya, misalnya dalam menentukan kapan hamil, dimana akan
melahirkan, dan sebagainya.
b. Sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan laki-laki, contohnya
dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari dan menenpatkan bapak dan anak laki-
laki pada posisi yang diutamakan dari pada ibu dan anak perempuan. Hal ini
sangat merugikan kesehatan perempuan terutama bila sedang hamil.
2. Keluarga Berencana
Hal-hal yang sering di anggap sebagai isu gender sebagai berikut:
a. Kesetaraan ber-KB: DARI Data SKDI tahun 1997 tentang presentase kesetaraan
ber-KB, diketahui bahwa dalam 98% akseptor KB adalah perempuan selalu
menjadi obyek/target sasaran
b. Perempuan tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan metoda kontrasepsi
yang diinginkan, antara lain karena ketergantungan pada keputusan suami,
informasi yang kurang lengkap dari petugas kesehatan, penyediaan alat dan obat
kontrasepsi yang tidak memadai di tempat pelayanan.
c. Pengambilan keputusan: partisipasi kaum laki-laki dalam program KB sangat
kecil dan kurang, namun kontrol terhadap perempuan dalam hal memutuskan
untuk ber-KB sangat dominan.
3. Infeksi Seksual Menular
Hal-hal yang sering di anggap sebagai isu gender sebagai berikut:
a. Perempuan selalu dijadikan obyek intervensi dalam pemberantasan IMS,
walaupun kaum laki-laki sebagai konsumen justru memberi kontribusi yang
sangat besar dalam permasalahan tersebut.
b. Setiap upaya mengurangi praktek prostitusi, kaum perempuan sebagai penjaja
seks komersial selalu menjadi obyek dan tudingan sumber permasalahan,
sementara kaum laiki-laki yang mungkin menjadi sumber penularan tidak pernah
diintervensi dan dikoreksi.
Hal-hal diatas perlu dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui kelayakannya untuk
dikategorikan sebagai ketidak-setaraan atau ketidak-adilan gender. Analisis juga
diarahkan untuk mengetahui penyebab kesenjangan, sehingga memberikan petunjuk
dalam mengurangi kesenjangan tersebut.
4. HIV/AIDS
Masalah kesehatan dunia (global health issues) merupakan gangguan fisik,
mental, maupun kesejahteraan sosial yang meliputi seluruh dunia. Masalah ini erat
kaitannya dengan informasi kesehatan, jenis-jenis penyakit, serta teknologi
kedokteran.
Salah satu isu global yang paling mengerikan adalah HIV/AIDS. HIV merupakan
singkatan dari human immunodeficiency virus. HIV merupakan retrovirus (genus
Lentivirus) yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama
CD4  sel limfosit T dan makrofag– komponen-komponen utama sistem kekebalan
sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini
mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus yang akan
mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi
menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang
kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap
berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak
mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi
kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi
tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.
AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan
menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem
kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditetapkan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV
dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa
infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS.
Faktor-faktor yang memengaruhi masalah kesehatan global antara lain: pola
hidup, status ekonomi, lingkungan sosial, sistem komunikasi dan informasi, serta
psikologis atau kejiwaan.
Penularan HIV/AIDS dapat terjadi melalui hubungan seksual dengan penderita,
jarum suntik/transfusi darah, kontak cairan tubuh (serebrospinal, sinovial, amnion,
saliva, dan mungkin keringat), penularan perinatal (dalam kandungan ibu), serta
melalui ASI. Hubungan seksual memberikan kemungkinan tertular sebesar 90%.
Penularan perinatal hanya berisiko 30%. Penyakit ini baru akan menampakkan gejala-
gejala AIDS setelah 10-15 tahun pada orang-orang dengan gaya hidup sehat.
Gejala penyakit HIV timbul sebagai penyakit biasa seperti demam, sakit kepala,
keringat pada malam hari. Kadangkala, penyandang HIV juga kehilangan memori
jangka pendek (menjadi pelupa). Berat badannya pun turun. Gejala lanjutan HIV
dapat berupa infeksi oportunistik. Pasien HIV bisa saja mengalami gangguan
percernaan akut karena penyerapan nutrisi yang tidak berjalan dengan semestinya.
Komplikasi lain yang sering terjadi adalah munculnya tumor, TBC, hepatitis, serta
infeksi-infeksi lain yang disebabkan oleh kuman dan jamur.
Sejarah menyebutkan bahwa virus HIV-1 dan HIV-2 ditengarai pertama kali
muncul di Amerika Serikat (1981) pada pria homoseksual. Risiko pada pasangan
homoseksual besarnya hampir sama dengan pasangan heteroseksual. Penularan pada
homoseksual terjadi melalui mukosa anal. Namun demikian, HIV-1 kemungkinan
berasal dari spesies persilangan virus pada simpanse di Afrika Tengah. Penelitian
ilmuwan difokuskan pada virus HIV-1 yang cenderung lebih agresif. Di dunia saat
ini, kasus HIV paling sering terjadi di Afrika dan Amerika Tengah.
Pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan cara:

1. Lintas program pemerintah untuk memutuskan rantai HIV;


2. Makan makanan bergizi; 
3. Menjaga kesterilan jarum suntik. Sampah-sampah medis berupa jarum dan
sarung tangan karet sudah seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar;
4.  Tidak melakukan hubungan seksual selain dengan istri/suami yang sah, jangan
berganti-ganti pasangan;
5. Penggunaan kondom. Hal ini tidak dapat sepenuhnya menjamin keamanan dan
kesehatan;
6. Penyuluhan pada para pekerja seks komersial dan kelompok-kelompok yang
berisiko tinggi seperti para pengguna narkoba, pasangan homoseksual, dan
tenaga medis;
7. Pasien HIV tidak boleh menjadi donor darah/organ;
8. Ibu dengan HIV sepatutnya tidak hamil demi menghindarkan keturunan dari
penyakit yang dideritanya;
9. Pentingnya pencatatan dan pelaporan pasien HIV/AIDS dengan baik;
10. Promosi kesehatan sebagai pelajaran sekolah;
11. Peran orangtua sebagai benteng keluarga.
Solusi atas penyakit HIV dapat dilakukan secara preventif maupun kuratif (pencegahan
dan pengobatan).
Preventif:
Pemerataan kesejahteraan, penyuluhan dan pemberian informasi pada kelompok berisiko
tinggi, serta meningkatkan kemampuan medis.
Kuratif:
Kombinasi obat antiretroviral. Terapi obat ini harus dilaksanakan pada jam-jam yang
sama dan teratur. Ketidakteraturan terapi obat akan membuat virus menjadi resisten.
Antiretroviral hanya menekan replikasi virus dan bukan membunuhnya. Sebenarnya,
penyakit ini masih belum ditemukan obatnya.
F. Bentuk-bentuk Pelanggaran Gender
Dengan adanya perbedaan status dan sosial antara laki-laki dan perempuan. Maka
dapat menyebabkan pelanggaran-pelanggaran das diskriminasi terhadap gender. Bentuk
pelanggaran tersebut antara lain,
1. Stereotype
Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pada satu
sumber kekeliruan yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan.
Stereotype itu sendiri berarti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang
ataukelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat.
Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali
digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas
kelompok lainnya. Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yangtimpang
atau tidak seimbang yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain.
Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun
seringkali pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan.
Berikut ini adalah contoh pelanggaran gender yang berbentuk Stereotype,

1) Perempuan dianggap cengeng dan mudah digoda


2) Perempuan emosional dan tidak rasional
3) Perempuan tidak bisa mengambil keputusan penting
4) Laki-laki sebagai pencari nafkah utama2. Kekerasan (Violence)
Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang
dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau
negara terhadap jenis kelamin lainnya.

Peran gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan


dianggap feminism dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam
ciri-ciri psikologis,seperti laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya.
Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan sebagainya.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata
pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa
perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena,
berupa tindakan kekerasan.

Berikut adalah contoh tidak kekerasan,

1) Kekerasan fisik ataupun non fisik yang dilakukan suami terhadap isterinya (KDRT)
2) Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan tersiksa dan
tertekan
3) Pelecehan seksual
4) Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi3. Beban Ganda (Double
Burdens)

Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis
kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan
seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan
jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan
berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan
mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti
pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian,
tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka
mengalami beban yang berlipat ganda.
5. Marjinalisasi
Marjinalisasi artinya suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang
mengakibatkan kemiskinan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan
seseorang atau kelompok. Salah satunya adalah dengan menggunakan asumsi gender.
Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah
tambahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali dinilai
dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung
proses pemiskinan dengan alasan gender.
Contoh marjinalisasi terhadap perempuan,

1) Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah tangga dinilai
sebagai pekerja rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang diterima.
2) Masih banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan terhadap PHK
dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat bekerja karena
alasan-alasan gender, seperti sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja sambilan dan
juga alasan factor reproduksinya, seperti hamil, menstruasi, melahirkan dan
menyusui.
3) Perubahan sistem pertanian tradisional ke sistem pertanian modern dengan
menggunakan mesin-mesin traktor telah memarjinlkan perempuan

6. Subordinasi
Subordinasi adalah suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang
dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Telah diketahui, nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat, telah memisahkan dan memilah-milah peran-peran gender,
laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran
dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan public atau
produksi.
Pertanyaannya adalah, apakah peran dan fungsi dalam urusan domestic dan
reproduksi mendapat penghargaan yang sama dengan peran publik dan produksi? Jika
jawabannya “tidak sama”, maka itu berarti peran dan fungsi public laki-laki. Sepanjang
penghargaan social terhadap peran domestic dan reproduksi berbeda dengan peran publik
dan reproduksi, sepanjang itu pula ketidakadilan masih berlangsung.
Contoh pelanggaran gender subordinasi,

1. Masih sediktinya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi atau peran pengambil
keputusan atau penentu kebijakan dibanding laki-laki.
2. Dalam sistem pengupahan, perempuan yang telah menikah tetap dianggap lajang
karena telah mendapat nafkah dari suami dan terkadang terkena potongan pajak.

Usaha penegakan kesetaraan gender

Permasalahan dalam kesetaraan gender merupakan masalah yang pelik. Karena


hal ini menyangkut hak seorang kaum, khususnya perempuan sebagai manusia yang
pantas dihargai harkat dan martabatnya. Usaha untu menegakkan kesetaraan gender
merupakan usaha dari semua pihak. Laki-laki, perempuan itu sendiri, pemerintah,
semua berperan dalam mewujudkanya.

Hal yang perlu dilakukan dalam mewujudkan kesetaraan gender adalah analisa
gender. Analisa gender adalah metodologi untuk pengumpulan dan pengolahan
informasi tentang gender. Analisa gender membutuhkan data terpilah berdasarkan
jenis kelamin dan suatu pengertian dari konstruksi sosial dari peran gender,
bagaimana pembagian kerja dan dinilai. Analisa gender adalah proses dari analisa
informasi agar supaya menjamin manfaat dan sumberdaya pembangunan secara
efektif dan adil ditujukan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Analisa Gender
digunakan juga untuk mengantisipasi dan menolak akibat negatif dari pembangunan
yang mungkin terjadi pada perempuan atau karena relasi gender. Analisa gender
dilakukan menggunakan bermacam alat dan kerangka kerja

Sedangkan sebelum pengambilan langkah kerja maka diperlukan perencanaan


gender. Perencanaan Gender (atau Perencanaan yang sensititif Gender) adalah proses
dari perencanaan program-program dan proyek-proyek pembangunan yang sensitif
gender dan dimana mempertimbangkan impact dari peran gender dan kebutuhan
gender dari laki-laki dan perempuan di dalam sasaran masyarakat atau sektor.
Berdasarkan dua pengertian diatas, langkah yang tepat dalam mewujudkan
kesetaraan gender adalah dengan melaksanakan pembangunan yang berbasis gender.
Yaitu pembangunan dengan mempertimbangkan peran dan funsional gender.
Pembangunan gender tidak terlepas dari konteks pembangunan secara keseluruhan.
Tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Pembangunan harus
memberikan kesempatan pada setiap penduduk tanpa terkecuali.

Pembangunan insfrastruktur ekonomi, pendidikan, sosial, politik dan budaya


harus menyembangkan proposional objek pembangunannya. Peran lembaga
pemerintahan sangat mempengaruhi. Selain itu juga LSM pemberdaya perempuan
juga harus aktif menyampaikan keluhan terkait permasalahan gender kepada
pemerintah atupun KPPA (Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak).

G. Peran Perempuan Dalam Ketidaksetaraan Gender


Perempuan biasanya tidak boleh bepergian jauh. Jadi kalau rumah sakit atau
puskesmas letaknya jauh, sulit juga perempuan mendapatkan pelayanan kesehatan.
Dalam masalah ini bidan desa atau bidan yang berada di daerah terpencil sangat berperan
penting untuk memberikan pelayanan kesehatan yang layak kepada para wanita ataupun
pria yang menduduki tempat terpencil.
Hambatan lainnya adalah jarak sosial budaya. Selama ini, ada keengganan kaum
ibu jika mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas kesehatan laki-laki. Mereka,
kaum ibu di pedesaan ini, lebih nyaman kalau melahirkan di rumah dan ditemani mertua
dan anak-anak. Akibatnya, apabila terjadi perdarahan dalam proses persalinan, sulit
sekali mendapatkan layanan dadurat dengan segera. Bidan pun berperan dalam member
penyuluhan tentang bahaya melahirkan dirumah tanpa bantuan tenaga medis. Itu semua
dilakukan untuk meminimalisir Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angkan Kematian Bayi
(AKB) yang saat ini semakin berkembang setiap tahunnya.
Yang paling penting menjadi hambatan adalah masalah ekonomi. Banyak
keluarga yang kurang mampu, sehingga harus berpikir dua kali untuk menuju rumah sakit
atau rumah bersalin. Sebagai seorang bidan, jangan melihat klien berdasarkan status
ekonominya karena bidan berperan sebagai penolong bagi semua kliennnya dan tidak
membedakan status ekonominya.
Selain menimpa perempuan, bias gender juga bisa menimpa kaum pria. Di bidang
kesehatan, lebih banyak perempuan menerima program pelayanan dan informasi
kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan anak ketimbang
laki-laki. Hal itu bisa jadi ada kaitannya dengan stereotip gender yang melabelkan urusan
hamil, melahirkan, mengasuh anak dan kesehatan pada umumnya sebagai urusan
perempuan. Dari beberapa contoh diatas memperlihatkan bagaimana norma dan nilai
gender serta perilaku yang berdampak negatif terhadap kesehatan.
Untuk itu, tugas bidan adalah meningkatkan kesadaran mengenai gender dalam
meurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah tersebut dapat di simpulkan bahwa Gender merupakan Peran sosial
dimana peran laki-laki dan perempuan ditentukan perbedaan fungsi,   perandan tanggung
jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah atau
diubah sesuai perubahan zaman peran dan kedudukan sesorang yang dikonstrusikan oleh
masyarakat. dan budayanya karena sesorang lahir sebagai laki-laki atau perempuan.
(WHO 1998) .
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan
pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan
ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Peran Gender adalah peran-peran dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh
perempuan dan laki-laki karena jenis kelamin mereka berbeda. Peran seorang ibu dan
ayah, misalnya, melekatkan hak dan kewajiban untuk mengasuh anak-anak dan
mencarikan nafkah bagi keluarga. Kedua perangkat peran tersebut dihubungkan dengan
perilaku-perilaku dan konsekuensinya adalah nilai-nilai sosial. Dan terdapat
B. Saran
Untuk itu wawasan dan pengetahuan kesehatan reproduksi sangatah penting untuk bisa
dikuasai dan dimiliki oleh para perempuan dan laki-laki yang berumah tangga, supaya
kesejahteraan dan kesehatan bisa tercapai dengan sempurna. Oleh karena itu, penulis
memberi saran kepada para pihak yang terkait khususnya pemerintah, dinas kesehatan
untuk bisa memberikan pengetahuan dan wawasan tersebut kepada khalayak masyarakat
dengan cara sosialisasi, kegitan tersebut mudah-mudahan kesehatan reproduksi
masyarakat bisa tercapai dan masyarakat lebih pintar dalam menjaga kesehatannya.
Daftar Pustaka

http://www.koalisiperempuan.or.id/2011/05/04/peran-peran-gender/

https://zaxshack.wordpress.com/2009/02/12/iii-faktor-kesenjangan-dibidang-hukum-dan-politik/

https://www.scribd.com/doc/39595426/isu-gender-dalam-kesehatan-reproduksi-by-agust

Glasier, Anna, Alisa Gebbie. 2005. Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC

Kusmiran, Eny. 2011.Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai