Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah tentang “Pengkajian Primer Dan Sekunder Isu End Of
Life Dalam Keperawatan Gawat Darurat Dan Mekanisme Trauma” dengan baik
meskipun masih banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterimakasih
kepada IDPG Putra Yasa, S. Kp., M. Kep, Sp. MB. selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai persiapan pelaksanaan pemeriksaan dan
data-data penunjang keperawatan sebagai calon Perawat. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang lain yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalah kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang memebangun demi perbaikan di masa depan.

Denpasar, 27 Juni 2020

Penyusun
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Keperawatan Gawat Darurat

Keperawatan gawat darurat atau emergency nurcing merupakan pelayanan

keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuriakut atau yang

sakit yang mengancam kehidupan.

Gawat adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang

memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat. Darurat adalah suatu keadaan yang

tidak mengancam nyawa tapi memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti

kegawatan. Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan

oleh gangguan Airway (jalan napas), Breathing (Pernapasan), circulation (sirkulasi),

jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal atau cacat. (Wijaya., 2010).

Penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD) adalah suatu pertolongan yang

cepat dan tepat untuk mencegah kematian maupun kecatatan. Berasal dari istilah

critical ill patient (pasien kritis/gawat) dan emergency patient (pasien darurat).

Penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD) memiliki tujuan antara lain

1. Mencegah kematian dan kecacatan (to save life and limb) pada penderita gawat

darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat

sebagaimana mestinya.

2. Merujuk penderita. Gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh

penanganan yang Iebih memadai.

3. Menanggulangi korban bencana.


Faktor Penentu Keberhasilan Penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD) :

1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat

Penderita gawat darurat yakni bila seseorang mengalami kerusakan

atau kegagalan dan salah satu sistem/organ di bawah ini antara lain: Susunan

saraf pusat, Pernapasan Kardiovaskuler, Hati, Ginjal, Pancreas. Penyebab

kegagalan organ dapar terjadi karena Trauma/ cedera, infeksi, keracunan,

degenerasi (failure), asfiksi, kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah

besar, dan lain-lain.

2. Kecepatan meminta pertolongan

3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan di tempat kejadian, dalam

perjalanan ke rumah sakit dan pertolongan selanjutnya di puskesmas atau

rumah sakit.

B. Triage

Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu

cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas

yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien

yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen

dkk, 2008). Triage adalah suatu system pembagian/klasifikasi prioritas klien

berdasarkan berat ringannya kondisi klien/kegawatdaruratannya yang memerlukan

tindakan segera. Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon

time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10

menit.
Proses triage meliputi tahap pre-hospital / lapangan dan hospital atau pusat

pelayanan kesehatan lainnya. Triage lapangan harus dilakukan oleh petugas pertama

yang tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena

status triase pasien dapat berubah. Metode yang digunakan bisa secara METTAG

(Triage tagging system) atau sistem triage Penuntun Lapangan START (Simple

Triage And Rapid Transportation)

1. Tujuan Triage

Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa.

Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau drajat kegawatan

yang memerlukan pertolongan kedaruratan. Dengan triage tenaga kesehatan akan

mampu :

a. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien

b. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan

lanjutan

c. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses

penanggulangan/pengobatan gawat darurat

Sistem Triage dipengaruhi oleh :

a. Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan

b. Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien

c. Denah bangunan fisik unit gawat darurat

d. Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis


2. Prinsip Triage

“Time Saving is Life Saving (waktu keselamatan adalah keselamatan

hidup), The Right Patient, to The Right Place at The Right Time, with The Right

Care Provider.

a. Triase dilakukan segera dan tepat waktu

Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang

mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen

kegawatdaruratan.

b. Pengkajian secara adekuat dan akurat

Ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses

interview.

c. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian

Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila

terdapat informasi yang adekuat serta data yang akurat.

d. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi

Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat

seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal

tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas

terhadap suatu tempat yang diterima untuk suatu pengobatan.

e. Tercapainya kepuasan pasien

1) Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat

menetapkan hasil secara serempak dengan pasien


2) Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan

yang dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada

seseorang yang sakit dengan keadaan kritis.

3) Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga

atau temannya.

Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan sistem prioritas,

prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai

penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi

pasien berdasarkan :

1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit

2) Dapat mati dalam hitungan jam

3) Trauma ringan

4) Sudah meninggal

Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan :

a.   Menilai tanda vital dan kondisi umum korban

b.   Menilai kebutuhan medis

c.   Menilai kemungkinan bertahan hidup

d.   Menilai bantuan yang memungkinkan

e.   Memprioritaskan penanganan definitive

f.   Tag warna
3. Klasifikasi dan Penentuan Prioritas

Berdasarkan prioritas keperawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :

Klasifikasi Keterangan
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa /

adanya gangguan ABC dan perlu

tindakan segera, misalnya cardiac

arrest, penurunan kesadaran, trauma

mayor dengan perdarahan hebat


Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi

tidak memerlukan tindakan darurat.

Setelah dilakukan resusitasi maka

ditindaklanjuti oleh dokter spesialis.

Misalnya : pasien kanker tahap lanjut,

fraktur, sickle cell dan lainnya


Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa

tetapi memerlukan tindakan darurat.

Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC

dan dapat langsung diberikan terapi

definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke

poliklinik, misalnya laserasi, fraktur

minor /  tertutup, otitis media dan

lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan
tidak memerlukan tindakan gawat.

Gejala dan tanda klinis ringan /

asimptomatis. Misalnya penyakit kulit,

batuk, flu, dan sebagainya.

a. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)

 Hitam  : pasien meninggal atau cedera fatal yang tidak memungkinkan untuk

resusitasi. Tidak memerlukan perhatian.

 Merah : pasien cedera berat atau mengancam jiwa dan memerlukan transport

segera. Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan

pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi Misalnya :

1) gagal nafas

2) cedera torako-abdominal

3) cedera kepala atau maksilo-fasial berat

4) shok atau perdarahan berat

5) luka bakar berat (luka bakar tingkat II dan III >25%)

 Kuning : pasien cedera yang dipastikan tidak mengancam jiwa dalam waktu

dekat, dapat ditunda hingga beberapa jam. Penanganan dan

pemindahan bersifat jangan terlambat Misalnya :

1) cedera abdomen tanpa shok,

2) cedera dada tanpa gangguan respirasi,

3) fraktura mayor tanpa syok


4) cedera kepala atau tulang belakang leher tanpa gangguan

kesadaran

5) luka bakar ringan (luka bakar tingkat II dan III <25%)

 Hijau   : cedera ringan yang tidak memerlukan stabilisasi segera.

Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir Misalnya :

1) cedera jaringan lunak,

2) fraktura dan dislokasi ekstremitas,

3) cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas

4) gawat darurat psikologis

C. Proses Keperawatan Gawat Darurat

1. Pengkajian Primer / Primary Survei

Primary Survei adalah pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera

masalah actual/potensial dari kondisi mengancam jiwa (life threatening). Dalam

pelaksanaan pengkajian ini ditekankan pada waktu setiap langkah dilakukan

dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya dilakukan jika langkah

sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat

melaksanakan tugas masing-masing anggota dan sesuai dengan urutan yang telah

dialokasikan peran tertentu seperti airway, breathing, circulation, dan yang

lainnya, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu

dalam keterlibatan masing-masing anggota. Primary survey perlu terus dilakukan

berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan

trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian
intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkaian ulang melalui pendekatan

assessment, intervention, reassessment.

a. Pengkajian Airway

Tindakan memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien

berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang

pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka.

Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi indotrakeal jika

dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan napas

sering disebaabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar.

Adapun hal yang harus diperhatikan dalam pengkajian Airway antara lain:

1) Bersihan jalan nafas

2) Ada tidaknya sumbatan jalan nafas

3) Distress pernafasan

4) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring

Tanda –tanda terjadinya obstruksi jalan napas antara lain:

1) Adanya snoring atau gurgling

2) Stridor atau suara napas tidak normal

3) Agitasi (hipoksia)

4) Penggunaan otot bantu pernapasan

5) Sianosis

Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan

potensial penyebab obstruksi:


1) Muntahan

2) Perdarahan

3) Gigi lepas atau hilang

4) Gigi palsu

5) Trauma wajah

Jika terjadi obstruksi jalan napas, maka pastikan jalan napas pasien

terbuka. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu, pada pasien

yang beresiko untuk mengalami cedera tullang belakang. Gunakan berbagai

alat bantu untuk mempatenkan jalan napas pasien sesuai indikasi: chin lift /

jaw thrust, lakukan suction (jika tersedia), Oropharyngeal airway/

nasopharyngel airway, laryngealmask airway, lakukan intubasi.

1) Sumbatan jalan nafas total

a) Pasien sadar: memegang leher, gelisah, sianosis

b) Pasien tidak sadar: tidak terdengar suara nafas dan sianosis

2) Sumbatan jalan nafas sebagian

a) Korban mungkin masih mampu bernafas namun kualitas

pernafasannya bisa baik atau buruk

b) Pada korban engan pernafasan yang masih baik, anjurkan untuk

batuk dengan kuat sampai benda keluar

c) Bila sumbatan partial menetap, aktifkan system emergency

d) Obstruksi partial dengan pernafasan buruk diperlakukan seperti

sumbatan jalan nafas komplit


b. Pengkajian Breathing (Pernapasan)

Pengkajian pernapasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan napas

dan kedekuatan pernapasan pada pasien. Jika pernapasan pada pasien tidak

memadai, maka langkah-langgkah yang harus dipertimbangkan adalah

dekompresi dan drainase tension pneumothorax/ haemothorax, closure of

open chest injury dan ventilasi buatan. Yang perlu diperhatikan dalam

pengkajian breathing pada pasien antara lain :

1) Look, Listen, Feel

a) Look   : Apakah kesadaran menurun, gelisah, adanya jejas diatas

klavikula, adanya penggunaan otot tambahan

b) Listen : Dengan atau tanpa stetoskop apakah ada suara tambahan

c) Feel : palpasi untuk adanya pergeseraan trakea, fraktur ruling iga,

subcutaneous emphysema

2) Tentukan laju dan tingkat kedalaman napas klien, kaji lebih lanjut

mengenai karater dan kualitas pernapasan pasien.

3) Penilaian kembali status mental pasien

4) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan

5) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan /atau

oksigenisasi:

a) Pemberian terapi oksigen

b) Bag-valve masker

c) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang

benar), jika diindikasikan


d) Catatan : defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway

procedures

6) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan

berikan terapi sesuai kebutuhan.

c. Pengkajian Circulation

Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulsi pasien, antara

lain:

1) Cek nadi dan mulai lakukan Cardiopulmonary Resusication (CPR) jika

diperlukan

2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan

3) Control perdaraan yang dapat mengaancam kehidupan dengan pemberian

penekanan secara langsung

4) Palasi nadi radial jika diperlukan:

a) Menentukan ada atau tidaknya

b) Menilai kualitas secara umum (kuat/ lemah)

c) Identifikasi rate (lambat, normal atau cepat)

d) Regularity

5) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia

(Capilary refiil)

6) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

d. Pengkajian Level Of Consciousness dan Disabilities

Pada Primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU:


1) Alert yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya perintah yang

diberikan

2) Verb mungkin tidak sesuai atau mngeluarkan suara yang tidak bisa

dimengerti

3) Pain (harus dinilai semua keempat tugkaai jika ekstremitas awal yng

digunakan untuk mengkaji gagal merespon)

4) Unresponsive jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun

stimulus verbal.

e. Expose, Examine, dan Evaluate

Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cederaa pada pasien. Jika

pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in line

penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan ada

punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan

adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah

semua pemeriksaan dilakukan, tutup pasien dengn selimut hangaan dan jaga

privasi klen kecuali jika diperlukaan pemeriksaan ulang. Dalam situasi yang

diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa, maka rapid

trauma assessment harus segera dilakukan:

1) Lakukan pemeriksan kepala , leher, dan ekstremitas pada pasien

2) Perlkukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien

luka dan muulai melakukan pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau

kritis.
2. Pengkajian Sekunder

Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah airway, breathing, dan

circulation yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian ini

dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil yakni tidak menglami syok atau

tanda-tanda syok telah mulai membaik. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian

objektif dan subjektif dari riwayat keperawatan dan pengkajian dari kepala

sampai kaki (head to toe)

a. Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara continue

1) Tekanan darah

2) Irama dan kekuatan nadi

3) Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu

4) Saturasi oksigen

b. Riwayat Penyakit

1) Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit

2) Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah sakit

3) Tipe cedera, posisi saat cedera, lokasi cedera

4) Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri pada organ tubuh

yang mana, gunakan pengkajian nyeri :

a) Provoked (P) : apa yang menyebabkan nyeri?, apa yang menyebabkan

nyerinya lebih buruk?, apa yang dilakukan saat nyeri? Apakah rasa

nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?

b) Quality (Q) : bisakah anda menggaambarkan rasa nyerinya? Apakah

seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk, dll.


c) Radian (R) : disebelah mana nyeri yang dirasakan, apakah nyerinya

menyebar atau di satu titik lokasi tertentu?

d) Severity (S): seberapa parah nyerinya, dri rentang skala 0-10 dengan 0

tidak ada nyeri dn 10 adalah nyeri hebat.

e) Time (T) : kapan nyeri itu timbul, berapa lama nyeri itu timbul,

apakah terus menerus ataau hilang timbul?

5) Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi

pembedahan/kehamilan

6) Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,

imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.

7) Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien.

c. Pengkajian Head to toe

1) Pengkajian kepala, leher dan wajah

a) Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang wajah dan

jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing.

b) Periksa mata, telinga, hidung, mulut. Adakah tanda-tanda perdarahan,

benda asing, deformitas, laserasi, perlukaan serta adanya keluaran

c) Amati bagian kepala, adakah depresi tulang kepala, tulang wajah,

kontusio/jejas, hematom, serta krepitasi tulang.

d) Kaji adanya kaku leher

e) Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, deviasi trachea, distensi

vena leher, perdarahan, edema, kesulitan menelan, emfisema subcutan

dan krepitas pada tulang.


2) Pengkajian dada

a) Pernafasan : irama, kedalaman dan karakter pernafasan

b) Pergerakan dinding dada anterior dan posterior

c) Palpasi krepitas tulang dan emfisema subcutan

d) Amati penggunaan otot bantu nafas

e) Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera : petekiae, perdarahan,

sianosis, abrasi dan laserasi.

3) Abdomen dan  pelvis

Hal-hal yang dikaji pada abdomen dan pelvis :

a) Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen

b) Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi, abrasi,

distensi abdomen, jejas.

c) Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas

d) Nadi femoralis

e) Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)

f) Bising usus

g) Distensi abdomen

h) Genitalia dan rectal : perdarahan, cedera, cedera pada meatus,

ekimosis, tonus spinkter ani

4) Ekstremitas

Pengkajian di ekstremitas meliputi :

a) Tanda-tanda injuri eksternal

b) Nyeri
c) Pergerakan dan kekuatan otot ekstremitas

d) Sensasi keempat anggota gerak

e) Warna kulit

f) Denyut nadi perifer

5) Tulang belakang

Pengkajian tulang belakang meliputi :

a) Jika tidak didapatkan adanya cedera/fraktur tulang belakang, maka

pasien dimiringkan untuk mengamati :

6) Deformitas tulang belakang

7) Tanda-tanda perdarahan

8) Laserasi

9) Jejas

10) Luka

b) Palpasi deformitas tulang belakang

6) Neurologis

Pemeriksaan neurologis yang ditelti meliputi pemeriksaan tingkat

kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, pemeriksaan motorik dan sensorik.

Pemeriksaan neurologis ini dapat menggunakan Glasgow Coma Scale

(GCS) dengan nilai tertinggi adalah 15 yaitu respon bukaa mata (4),

respon verbal (5), respon motorik (6).

3. Focussed Assessment/ pengkajian terfokus


Tahap pengkajian pada area keperawatan gawat darurat yang dilakukkan

setelah primary survey, secondary survey, anamnesis riwayat pasien

(pemeriksaan subyektif) dan pemeriksaan obyektif (head to toe). Yang dilakukan

dalam tahap ini adalah pemeriksaan penunjang diaagnostik atau pemeriksaan

ulangan dengan tujuan segera dapat dilakukan tindakan definitive.

4. Reassessment

Beberapa komponen yang perlu dilakukan untuk pengkajian kembali

(reassessment) dalam melenggkapi primary survey pada pasien di gawat darurat

adalah :

Komponen Pertimbangan
Airway Pastikan bahwa peralatan airway : Oro

Pharyngeal Airway, Laryngeal mask

airway, maupun endotracheal tube tetap

efektif untuk menjamin kelancaran

jalan napas. Pertimbangan penggunaan

peralatan dengan manfaat yang optimal

dengan resiko yang minimal


Breathing Pastikan oksigen sesuai dengan

kebutuhan pasien:

 Pemeriksaan definitive rongga

dada dengan rontgen foto


thoraks untuk meyakinkan ada

tidaknnya masalah seperti

tension thoraks yang lain yang

bisa mengakibatkan

oksigenisasi tidak adekuat

 Penggunaan ventilto mekanik


Circulation Pastikan bahwa dukungan sirkulasi

menjamin perfusi jaringan khhususnya

organ vital tetap terjaga, heemodinamik

tetap termonitor serta menjamin tidak

terjadi over hidrasi pada saat

penanganan resusitasi cairan.

 Pemasangan cateter vena

central

 Pemeriksaan analisa gas darah

 Balance cairan

 Pemassaangan keteter urin


Disability Setelah pemeriksan GCS pada primary

sekunder, perlu didukung dengan:

8) Pemeriksaan specific

neurologi seperti reflek

patologis, deficit neurologi,


pemeriksaan persepsi

sensori dan pemeriksaan

lainnya

9) CT scan kepala atau MRI


Exposure Konfirmasi hasil data primary surgery

dengan:

 Rontgen foto pada daerah yang

mungkin dicurigai truma/ frakur

 USG abdomen atau pelvis

5. Pemeriksaan Diagnosti

a. Endoskopi

b. Broncoskpoi

c. CT Scan

d. USG

e. Radiologi

f. MRI

C. End Of Life

1. Pengertian
End Of Life merupakan salah satu tindakan yang membantu meningkatkan

kenyamanan seseorang yang mendekati akhir hidup (Ichikyo,2016). End of life

care adalah perawatan yang diberikan kepada orang-orangyang berada di bulan

atau tahun terakhir kehidupan mereka (NHS Choice,2015). End of life akan

membantu pasien meninggal dengan bermartabat. Pasien yang berada dalam fase

tersebut biasanya menginginkan perawatan yang maksimal dan dapat

meningkatkan kenyamanan pasien tersebut.

End of life merupakan bagian penting dari keperawatan paliatif yang

diperuntukkan bagi pasien yang mendekati akhir kehidupan. End of life care

bertujuan untuk membantu orang hidup dengan sebaik- baiknya dan meninggal

dengan bermartabat (Curie, 2014). End of life careadalah salah satu kegiatan

membantu memberikan dukungan psikososial dan spiritual (Putranto, 2015). Jadi

dapat disimpulkan bahwa End of life care merupakan salah satu tindakan

keperawatan yang difokuskan pada orang yangtelah berada di akhir hidupnya,

tindakan ini bertujuan untuk membuat orang hidup dengan sebaik-baiknya

selama sisa hidupnya dan meninggal dengan bermartabat.

2. Prinsip-Prinsip End Of Life Menurut NSW Health (2005) Prinsip End Of

Life antara lain :

a. Menghargai kehidupan dan perawatan dalam kematian tujuan utama dari

perawatan adalah menpertahankan kehidupan, namun ketika hidup tidak

dapat dipertahankan, tugas perawatan adalah untuk memberikan kenyamanan

dan martabat kepada pasien yangsekarat, dan untuk mendukung orang lain

dalam melakukannya.
b. Hak untuk mengetahui dan memilih semua orang yang menerima perawatan

kesehatan memiliki hak untuk diberitahu tentang kondisi mereka dan pilihan

pengobatan mereka. Mereka memiliki hak untuk menerima atau menolak

pengobatan dalam memperpanjang hidup. Pemberi perawatan

memilikikewajiban etika dan hukum untuk mengakui dan menghormati

pilihan- pilihan sesuai dengan pedoman.

c. Menahan dan menghentikan pengobatan dalam mempertahankan hidup

perawatan end of life yang tepat harus bertujuan untuk memberikan

pengobatan yang terbaik untuk individu. Ini berarti bahwa tujuan utama

perawatan untuk mengakomodasi kenyamanan dan martabat, maka menahan

atau menarik intervensi untuk mempertahankan hidup mungkin

diperbolehkan dalam kepentingan terbaik dari pasien yang sekarat.

d. Sebuah pendekatan kolaboratif dalam perawatan keluarga dan tenaga

kesehatan memiliki kewajiban untuk bekerja sama untuk membuat keputusan

bagi pasien yang kurang bisa dalam pengambilan keputusan, dengan

mempertimbangkan keinginan pasien.

e. Transparansi dan akuntabilitas dalam rangka menjaga kepercayaan dari

penerima perawatan, dan untuk memastikan bahwa keputusan yang tepat

dibuat, maka proses pengambilan keputusan dan hasilnya harus dijelaskan

kepada para pasien dan akurat didokumentasikan

f. Perawatan non diskriminatif keputusan pengobatan pada akhir hidup harus

non-diskriminatif dan harus bergantung hanya pada faktor-faktor yang

relevan dengan kondisi medis, nilai-nilai dan keinginan pasien.


g. Hak dan kewajiban tenaga kesehatan tenaga kesehatan tidak berkewajiban

untuk memberikan perawatan yang tidak rasional, khususnya, pengobatan

yang tidak bermanfaat bagi pasien. Pasien memiliki hak untuk menerima

perawatan yang sesuai, dan tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab untuk

memberikan pengobatan yang sesuai dengan norma-norma profesional dan

standar hukum

h. Perbaikan terus-menerus tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk

berusaha dalam memperbaiki intervensi yang diberikan pada standar

perawatan end of life baik kepada pasien maupun kepada keluarga.

3. Kriteria The Peaceful End of Life

Teori Peacefull EOL ini berfokus pada beberapa kriteria utama dalam

perawatan end of life pasien yaitu :

a. Terbebas dari NyeriBebas dari penderitaan atau gejala disstres adalah hal

yang utamadiinginkan pasien dalam pengalaman EOL (The Peaceful End Of

Life). Nyeri merupakan ketidaknyamanan sensori atau pengalaman emosi

yang dihubungkan dengan aktual atau potensial kerusakan jaringan(Lenz,

Suffe, Gift, Pugh, & Milligan, 1995; Pain terms, 1979).

b. Pengalaman Menyenangkan Nyaman atau perasaan menyenangkan

didefinisikan secarainclusive oleh Kolcaba (1991) sebagai kebebasan

dariketidaknyamanan, keadaan tenteram dan damai.

D. Mekanisme Trauma
DAFTAR PUSTAKA

Mardiyono. 2018. Perawatan End of Life Instalasi Gawat Darurat. Universitas


Muhammadiyah Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai