Anda di halaman 1dari 2

Nama : Priska Ribka Junita Yarona

Nim : 232014337

BAB 1 PENGANTAR AKUNTANSI SYARIAH


 Pengertian Akuntansi Syriah
Secara sederhana pengertian akuntansi syariah dapat dijelaskan melalui akar kata yang dimilikinya yaitu
akuntansi dan syariah. Definisi bebas dari akuntansi adalah identifikasi transaksi yang kemudian diikuti dengan
kegiatan pencatatan, penggolongan serta pengikthisaran transaksi tersebut sehingga menghasilkan laporan keuangan
yang dapat digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.
Definisi bebas dari syariah adalah aturan yang telah ditetapkan oleh Alla SWT untuk dipatuhi oleh manusia dalam
menjalani segala aktivitas hidupnya di dunia. Jadi akuntansi syariah diartikan sebagai proses akuntansi atas
transaksi-transaksi yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan Allah SWT.
 Perkembangan Transksi Syariah
Perkembangan pesat dalam kegiatan usaha dan lembaga keuangan (bank, asuransi, pasar modal, dana
pensiun, dan lain sebagainya) yang berbasis syariah. Dalam tiga dekade terakhir, lembaga keuangn telah
meningkatkan kebutuhan terhadap akuntansi syariah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa motor dari penerpan akuntansi syariah diawali oleh sistem perbankan syariah
dan baru dilanjutkan dengan sektor lainnya. Diawali dengan Mit Ghamr Local Saving Bank di Mesir pada tahun
1963, yang kemudian diambil alih dan direstrukturisasi oleh Pemerintah Mesir menjadi Nasser Social Bank pada
tahun 1972. Perkembangan tentang perbankan syariah terus berlanjut, tidak hanya di Timur Tengah termasuk
pendirian Islamic Development Bank (1975), tetapi juga di negara-negara Eropa seperti Luksemburg (1978), Swiss
(1981) dan enmark (1983). Perkembangan yang sama juga terjadi di negara-negara Asia Tenggara yang mayoritas
penduduknya beraga islam. Di Malaysia, bank Sariah pertama berdiri pada tahun 1982 sementara di Indonesia baru
terjadi 9 tahun kemudian, dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
Pendirian Bank Muamalat sendiri bukanlah sebuah proses yang pendek, tetapi dipersiapkan secara hati-
hati. Untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat, sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa lembaga
keuangan non-bank yang kegiatannya menerapkan system syariah. Selanjutnya melalui UU No.17 Tahun 1992
tentang Perbankan dan dijabarkan dalam PP No.72 Tahun 1992, pemerintah telah memberikan kesempatan untuk
pelaksanaan bank syariah.
Perkembangan lembaga keuangan syariah selanjutnya di Indonesia hingga tahun 1998 masih belum pesat,
karena baru ada 1 (satu) Bank Syariah dan 78 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang beroperasi. Pada tahun
1998, dikeluarkan UU No.23 Tahun 1998 yang memberikan landasan hukum lebih kuat untuk perbankan syariah.
Melalui UU No.23 Tahun 1998 yang memberikan landasan UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
perkembangan perbankan syariah meningkat tajam terutama dilihat dari peningkatan jumlah bank/kantor yang
menggunakan prinsip syariah dan peningkatan jumlah aset yang dikelola.
Pertengahan bulan Juni 2008, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesakandua undang-undang yang
penting, yaitu UU Surat Berharga Syariah Nasioanal (SBSN) tahun 2008 dan UU Perbankan Syariah tahun 2008.
Dengan dua undang-undang yang baru ini, Indonesia diharapkan dapat mengambil peran dalam perkembangan
ekonomi dan keuangan syariah sekaligus menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah internasioanl(international
economic and finance hub) yang penting di Asia.
Sesuai dengan amanat UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka terhitung tahun 2012
telah dilakukan perubahan untuk pengaturan, pengawasan, pemeriksaan serta penyidikan sektor jasa keuangan di
Indonesia. Otoritas Jas Keuangan adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang
mempunyai fungsi, tugas dan wewenang untuk pengaturan, pengwasn, pemeriksaan serta penyidikan sektor jasa
keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pension, lembaga pembiayaan dan
lembaga jasa keuangan lainnya di Indonesia.
Peralihan ini membawa dampak yang cukup besar bagi industry keuangan syariah dimana terjadi
perpindahan regulator dari Bank Indonesia atau Departemen Keuangan menjadi Otoritas Jasa Keuangan. Proses
perpindahan tersebut dilakukan ssecara bertahap, yaitu pada 31 Desember 2012 pengaturan dan pengawasan pasar
modal dan industry keuangan non-bank beralih kepada OJK, dilanjutkan dengan pengaturan dan pengawasan
perbankan terhitung 31 Desember 2013, dan terakhir pembinaan, pengaturan dan pengawasan lebaga keuangan
mikro akan beralih terhitung 31 Desember 2015. Dengan adanya lembaga independen (OJK) tersebut diharapkan
industry jasa keuangan di Indonesia khususnya jasa keuangan syariah akan semakin maju dan diharapkan Indonesia
mampu menjadi barometer transaksi syariah di Asia dan Dunia.
 Prinsip Sistem Keuangan Syariah
Konsep system keuangan syariah diawali dengan pengembangan konsep ekonomi islam. Pengembangan
konsep ekonomi Islam dimulai pada tahun 1970-an dengan membicarakan isu-isu ekonomi makro. Pihak yang
terlibat dalam diskusi tersebut adalah para ekonom dan juga para ahli fikih. Konsep ekonomi Islam hars didukung
oleh system yang lebih bersifat praktis yatu system keuangan syariah dengan mencari suatu system yang dapat
mengindari ribah bagi muslim. Usuan mncul pertama kali adalah system kerja sama untuk membagi laba rugi yang
diperoleh oleh kegiatan usaha.
 Instrumen Keuangan Syariah
Instrumen keuangan syariah dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Akad Investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentu uncertainty contract. Kelompok akad
ini adalah sebagai berikut :
a. Mudharabah
b. Musyarakah
c. Sukuk (Obligasi Syariah)
d. Saham Syariah produknya harus sesuai syariah
2. Akad jual beli/sewa-menyewa yang merupkan jenis akad tijarah dengan bentuk certainty contract.
Kelompok akad ini adalah sebagai berikut :
a. Murabahah
b. Salam
c. Istishna
d. Ijarah
3. Akad Lainnya meliputi berikut ini :
a. Sharf
b. Wadiah
c. Qardhul Hasan
d. Al-Wakalah
e. Hiwalah
f. Rahn
Prinsip keuangan syariah sendiri secara ringkas harus mengacu pada prinsip rela sama rela (antaraddim minkum),
tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya
(al kharaj bi al dhaman) dan untung bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi).

Anda mungkin juga menyukai