Anda di halaman 1dari 6

EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN “KAPRA” PADA MATERI

ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA


KELAS XI IPA SMA

Rizky Arnadi Juan, Sri Rahayu, Prayitno


Universitas Negeri Malang
Email: rizkyjuan@yahoo.co.id, rahayu_sri@hotmail.com,
prayitno_8@yahoo.com

ABSTRAK: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas model


pembelajaran KAPRA pada materi asam-basa dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa. Data dikumpulkan dengan tes prestasi belajar dan observasi. Data
dianalisis dengan ANAKOVA dan uji-t dua pihak. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa (1) proses pembelajaran di kelas eksperimen dan kontrol terlaksana
dengan baik, (2) model pembelajaran KAPRA lebih efektif dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa dibandingkan metode konvensional.

Kata kunci: KAPRA, prestasi belajar, asam, basa

ABSTRACT: This study examines whether or not the KAPRA learning model
was more effective to increase students’ achievement in acids and bases. Data
were obtained using an achievement test and observation. Data were analyzed
using ANCOVA and using two tailed t-test. The result of the study showed that
(1) learning process in both group are accomplished well; (2) KAPRA learning
model was more effective in improving students’ understanding than traditional
instruction.

Key words: KAPRA, students’ achievement, acids, bases

Hasil dari Trends in International Mathematics and Science Study 2011


menunjukkan bahwa kemampuan sains pelajar di Indonesia tergolong rendah
(low). Peringkat tertinggi ditempati oleh Singapura dengan skor rata-rata 590
(skala 0-1000). Sedangkan Indonesia dengan skor rata-rata 406 berada pada
peringkat tiga terendah dari 42 negara di bawah Thailand (451) dan Malaysia
(426). Jika dibandingkan dengan tahun 2007, Indonesia mengalami penurunan
skor dari skor rata-rata 427 menjadi 406 (TIMSS, 2011). Hal ini menunjukkan
bahwa hasil belajar siswa masih rendah dan tidak mengalami peningkatan. Salah
satu materi pelajaran sains dalam kurikulum SMA, adalah ilmu kimia.
Mempelajari ilmu kimia terkesan lebih sulit dibandingkan bidang lain (Chang,
2011). Hal ini disebabkan karena kimia memiliki perbendaharaan kata yang
sangat khusus dan konsepnya bersifat abstrak (Kean & Middlecamp, 1985:9).
Salah satu materi pokok kimia yang bersifat abstrak adalah materi asam-basa.
Konsep asam-basa tergolong sulit, hal ini ditunjukkan antara lain oleh hasil
penelitian Chiu (2005) & Effendi (2012). Dalam penelitian Chiu (2005) siswa
tidak dapat membedakan ciri-ciri antara asam dan basa. Sedangkan dalam
penelitian Effendi (2012) diperoleh hasil bahwa pemahaman siswa SMA terhadap
materi asam basa masih kurang. Berdasarkan karakteristik-karakteristik ilmu
kimia tersebut, maka diperlukan pendekatan dan model pembelajaran yang tepat
agar dapat membantu siswa dalam memahami ilmu kimia. Salah satu model
pembelajaran yang berpusat pada siswa telah dikembangkan oleh Rahayu,
Setyosari & Prayitno (2006). Model tersebut disebut dengan model pembelajaran
KAPRA. Model pembelajaran ini menekankan pada peran aktif siswa (hands-on
& minds-on) dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik, pendekatan
inkuiri dan pendekatan kontekstual. Secara garis besar, model pembelajaran
KAPRA terdiri dari komponen-komponen mengaitkan (Kaitkan), mengalami
(Alami), merefleksikan (Pikirkan), menegosiasi makna (Rundingkan) dan
menguatkan (Aplikasikan). Tahap kaitkan dilakukan dengan Mengaitkan
lingkungan belajar dengan berbagai bentuk pengalaman. Tahap alami dilakukan
dengan melakukan eksplorasi secara konstruktivistik oleh siswa, sedangkan guru
mengajukan pertanyaan yang menuntun/mengarahkan pada pembentukan konsep,
baik melalui percobaan atau kajian literatur. Tahap pikirkan dilakukan dengan
memikirkan hasil percobaan yang telah dicatat/kajian literatur secara individual
dengan cara menjawab pertanyaan penunutun yang diajukan guru atau yang ada
dalam LKS. Tahap rundingkan dilakukan dengan mendiskusikan hasil
percobaan/kajian literatur yang telah dipikirkan (secara individual) dengan teman
sekelompok dan sekelas. Tahap aplikasikan dilakukan dengan melakukan kegiatan
yang mengarah pada penguatan konsep yang telah dibangun. Pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan inkuiri & pendekatan kontekstual secara
sendiri-sendiri terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar (Rahayu, Setyosari &
Prayitno; 2006; Vaarik, Taagepera & Tenno; 2010). Oleh karena itu, jika
pendekatan-pendekatan tersebut dikombinasikan dalam model pembelajaran
KAPRA maka secara teoritis model tersebut dapat lebih meningkatkan prestasi
belajar. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas model
KAPRA dalam meningkatkan prestasi belajar serta mengetahui keterlaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran KAPRA.

METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu pretes-pascates


(Quasy experimental pre test-post test design). Populasi penelitian ini adalah
siswa kelas XI salah satu SMA negeri di Malang tahun pelajaran 2012-2013
dengan sampel yaitu kelas XI IPA 1 sebagai kelas kontrol yang dibelajarkan
dengan model pembelajaran konvensional dan XI IPA 3 sebagai kelas eksperimen
yang dibelajarkan dengan model pembelajaran KAPRA. Sebelum adanya
perlakuan terlebih dahulu dilakukan pengukuran kemampuan awal pada kedua
kelas yang berupa pretes materi asam-basa. Kumudian, kelas eksperimen
dibelajarkan menggunakan model pembelajaran KAPRA sementara kelas kontrol
menggunakan metode konvensional sebagai pembanding. Pada akhir pertemuan
dilakukan pengukuran yang berupa pascates pada kedua kelas untuk mengetahui
hasil perbedaan perlakuan terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi instrumen perlakuan dan instrumen
pengukuran. Instrumen perlakukan diantaranya terdiri silabus dan RPP yang
menggunakan model pembelajaran KAPRA untuk kelas eksperimen, serta silabus
dan RPP yang menggunakan metode konvensional untuk kelas kontrol.
Instrumen pengukuran terdiri dari tes prestasi belajar asam basa pretes-pascates
dan lembar observasi. Tes prestasi belajar asam-basa berupa soal tes yang terdiri
dari 24 butir soal dengan 5 alternatif pilihan jawaban, satu jawaban benar dan
empat jawaban pengecoh. Sebelum diterapkan, tes prestasi belajar asam-basa
diujicobakan terlebih dahulu pada siswa yang bukan merupakan subjek dalam
penelitian. Dari hasil uji coba didapat 24 soal valid dari 43 soal dengan reliabilitas
0,821. Instumen untuk mengukur keterlaksanaan pembelajaran berupa lembar
observasi yang berisi rubrik yang diisi oleh observer yaitu teman sejawat. Lembar
observasi digunakan selama pembelajaran pada kelas eksperimen maupun kelas
kontrol. Pengukuran keterlaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan cara
melihat kesesuaian proses pembelajaran dengan RPP yang telah dibuat.
Pengukuran dilaksanakan oleh observer yang berasal dari teman sejawat dengan
kriteria skor 0 jika proses pembelajaran tidak terlaksana, skor 1 jika terlaksana
dengan kriteria cukup, skor 2 jika terlaksana dengan kriteria baik, dan skor 3 jika
terlaksana dengan kriteria sangat baik. Keterlaksanaan pembelajaran dinyatakan
dalam persentase skor yang tercapai terhadap skor maksimal. Data pretes dan
pascates digunakan pada uji ANAKOVA dengan skor pretes sebagai kovariat.
Data skor perolehan (gain scores) yang diperoleh dari selisih pascates dan pretes
dianalisis menggunakan uji-t dua ujung pada nilai signifikansi (α) = 0,050.
Analisis ini sebagai pendukung analisis sebelumnya dan digunakan untuk
mengetahui skor perolehan (gain scores) siswa pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keterlaksanaan Pembelajaran menggunakan Model KAPRA


Model pembelajaran KAPRA diterapkan pada kelas eksperimen sebanyak
11 kali pertemuan (22 x 45 menit). Keterlaksanaan pembelajaran menggunakan
model KAPRA dari pertemuan I hingga pertemuan XI berturut-turut 92%, 90%,
92%, 85%, 91%, 87%, 89%, 88%, 89%, 86%, dan 84% dengan rata-rata 88,45%.
Secara keseluruhan keterlaksanaan pembelajaran dengan model KAPRA
terlaksana dengan baik. Berdasarkan data persentase masing-masing pertemuan
dapat diketahui bahwa keterlaksanaan pembelajaran pada tiap pertemuan
mengalami peningkatan dan juga penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh bobot
materi pada masing-masing pertemuan yang berbeda-beda, ketepatan manajemen
waktu yang dilakukan oleh guru dan respon siswa terhadap instruksi yang
diberikan oleh guru. Persentase keterlaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen
juga tidak mencapai 100%. Hal ini disebabkan karena jumlah siswa dalam kelas
eksperimen cukup banyak yaitu 42 siswa, sehingga pengelolaan kelas dan
manajemen waktu kurang maksimal yang mengakibatkan beberapa tahapan
pembelajaran terlaksana dengan kriteria cukup.

Keterlaksanaan Pembelajaran Menggunakan Metode Konvensional


Seperti halnya kelas eksperimen, pada kelas kontrol yang menggunakan
metode konvensional juga diterapkan sebanyak 11 kali pertemuan (22 x 45
menit). Metode konvensional yang diterapkan adalah metode ceramah, penugasan,
dan tanya jawab. Keterlaksanaan pembelajaran menggunakan metode
konvensional dari pertemuan I hingga pertemuan XI berturut-turut 92%, 90%,
92%, 85%, 91%, 87%, 89%, 88%, 89%, 86%, dan 84% dengan rata-rata 88,45%.
Secara keseluruhan keterlaksanaan pembelajaran dengan metode konvensional
terlaksana dengan baik. Berdasarkan data persentase masing-masing pertemuan
dapat diketahui bahwa keterlaksanaan pembelajaran pada tiap pertemuan
mengalami peningkatan dan juga penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh faktor
guru, yaitu pengelolaan kelas, Sedangkan faktor siswa, yaitu siswa yang
cenderung kurang perhatian, ramai dan sedikit susah diatur. Selain itu, persentase
keterlaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen tidak mencapai 100%. Hal ini
disebabkan karena jumlah siswa dalam kelas kontrol cukup banyak yaitu 42
siswa, sehingga pengelolaan kelas dan manajemen waktu kurang maksimal yang
mengakibatkan beberapa tahapan pembelajaran terlaksana dengan kriteria cukup.

Deskripsi dan Analisis Data Prestasi Belajar Siswa


Berdasarkan hasil uji ANCOVA (a one-way between-group ANCOVA),
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara
rata-rata skor total pascates kelas eksperimen (M = 18,29; SD = 1,566) dan kelas
kontrol (M = 17,02; SD = 2,959). Oleh karena Fhitung (8,355) lebih besar dari Ftabel
(F(1, 81) = 3,959) dan nilai signifikansi (0,005) lebih kecil dari taraf nyata yang
ditentukan sebesar 0,050; maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan
bahwa ada perbedaan antara model pembelajaran KAPRA dengan metode
pembelajaran konvensional pada materi asam-basa dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa kelas XI IPA SMA. Selain itu, sebagai pendukung, dilakukan pula
analisis dengan uji-t (independent sample t-test) yang digunakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata perolehan skor (gain scores)
yaitu selisih antara skor pascates dan skor pretes antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol secara statistik. Berdasarkan uji-t pada perolehan skor (gain scores),
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara
rata-rata perolehan skor (gain scores) kelas eksperimen (M = 12,38; SD = 2,905)
dan kelas kontrol (M = 9,95; SD = 3,513). Oleh karena thitung (3,453) lebih besar
dari ttabel (t(82) = 1,989) dan nilai signifikansi 0,001 lebih kecil dari taraf nyata
yang ditentukan sebesar 0,050; berarti bahwa ada perbedaan peningkatan prestasi
belajar antara siswa kelas XI IPA SMA yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran KAPRA dengan siswa yang dibelajarkan dengan metode
pembelajaran konvensional pada materi asam-basa. Berdasarkan rata-rata skor
total pascates siswa kelas eksperimen (M = 18,29; SD = 1,566) dan kelas kontrol
(M = 17,02; SD = 2,959), dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor total pascates
siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Begitu pula pada rata-
rata perolehan skor (gain scores) siswa kelas eksperimen (M = 12,38; SD = 2,905)
dan kelas kontrol (M = 9,95; SD = 3,513), dapat disimpulkan bahwa rata-rata
perolehan skor (gain scores) skor siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada
kelas kontrol. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
KAPRA yang diterapkan pada kelas ekperimen lebih efektif dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas XI IPA SMA pada materi asam-basa daripada metode
pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelas kontrol. Hasil penelitian
tersebut mendukung penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Rahayu,
dkk (2011) mengenai keefektifan inovasi pembelajaran DSCI (design student-
centred instructional) yang didesain berdasarkan pendekatan konstruktivistik,
pendekatan inkuiri dan pendekatan kontekstual terhadap prestasi belajar siswa
yang menunjukkan bahwa DSCI efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa
mengenai konsep asam-basa sehingga prestasi belajar siswa juga meningkat.
Penelitian ini juga mendukung hasil-hasil penelitian yang terkait dengan
pendekatan konstruktivis, pendekatan inkuiri, dan pendekatan kontekstual yang
dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh
Azizah (2007) mengenai penggunaan Learning Cycle (LC) 5 Fase dalam
pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa; Brickman, Gormally &
Hallar (2009) serta Vaarik, Taagepera & Tenno (2010) menunjukkan bahwa
kemampuan siswa yang diajarkan menggunakan pendekatan inkuiri lebih baik
dibanding siswa satu tingkat di atasnya dalam menjawab soal analisis, serta dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca dan menulis ilmiah,
keterampilan menyelidiki, dan kepercayaan diri siswa dalam bersikap ilmiah.

PENUTUP

Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan yaitu (1) pembelajaran
terlaksana dengan baik dengan rata-rata keterlaksanaan 88,55% untuk kelas
eksperimen dan rata-rata keterlaksanaan 89,82% untuk kelas kontrol; (2) ada
perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran KAPRA dengan metode
pembelajaran konvensional pada materi asam-basa dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa kelas XI IPA SMA. Model pembelajaran KAPRA yang diterapkan
pada kelas ekperimen lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa
kelas XI IPA SMA pada materi asam-basa daripada metode pembelajaran
konvensional yang diterapkan pada kelas kontrol.

Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan
sebagai berikut: (1) Disarankan kepada pengajar mata pelajaran kimia agar materi
asam-basa dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran KAPRA untuk
meningkatkan peran aktif dan prestasi belajar siswa, (2) pengelompokan harus
benar-benar heterogen agar pembelajaran munggunakan model pembelajaran
KAPRA terlaksana dengan baik, mengingat fase-fase pada pembelajaran ini
banyak melibatkan diskusi kelompok, (3) jika akan dilakukan penelitian dengan
menggunakan model pembelajaran KAPRA, diharapkan siswa telah dibiasakan
dengan fase-fase pada model pembelajaran KAPRA sebelum dilakukan perlakuan
dan (4) jika akan dilakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran
KAPRA, prosedur percobaan dilaksanakan selayaknya percobaan pada
pendekatan inkuiri.

DAFTAR RUJUKAN

Azizah, L. N. 2007. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle-5


Fase pada Pokok Bahasan Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan
Kimia terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Talun
Kabupaten Blitar Tahun Ajaran 2006/2007. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.
Brickman, Peggy., Gormally, Cara. & Hallar, Brittan. 2009. Effect of Inquiry-
Based Learning on Students’ Science Literacy Skills and Confidence.
International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning, 3 (2):
1-22.
Chang, Raymond. 2011. General Chemistry: The Essential Concept. New York:
The McGraw-Hill Companies.
Chiu, Mei Hung. 2005. A National Survey of Students’ Conceptions in Chemistry
in Taiwan. Chemical Education International, 6 (1): 1-8.
Effendi, Ahmad. 2012. Pengembangan dan Penggunaan Instrumen Diagnostik
Two-Tier untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa Tentang Asam, Basa
di SMA Negeri 7 Malang. Skripsi tidak diterbitkan, Malang: Jurusan
Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Malang.
Kean, E. & Middlecamp, C. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Terjemahan
oleh Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: PT. Gramedia.
Rahayu, Sri., Setyosari, Punaji. & Prayitno. 2006. Pengembangan Model
Pembelajaran Student Focused Active Learning (SFAL) untuk Menunjang
Implementasi Kurikulum Kimia SMA Berbasis Kompetensi. Laporan
Penelitian tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Rahayu, Sri., Chandrasegaran, A. L., Treagust, David F., Kita, Masakazu. & Ibnu,
Suhadi. 2011. Understanding Acid-Base Concepts: Evaluating The
Efficacy of A Senior High School Student-Centred Instructional Program
in Indonesia. International Journal of Science and Mathematics
Education.
TIMSS. 2011. Highlights from TIMSS 2011. USA: National Center for Education
Statistics.
Vaarik, Andero., Taagepera, Mare. & Tenno, Toomas. 2010. The Assessment of
Inquiry Approaches on developing understanding of Chemical Concepts in
Estonian Lower Secondary Schools. Abstrak diperoleh dari 10th European
Conference on Research in Chemistry Education Book of Abstract.

Anda mungkin juga menyukai