Anda di halaman 1dari 12

Development of Bio-ethanol Production from Waste Potatoes

Henrikki Liimatainena, Toivo Kuokkanena and Jouni Kääriäinenb


aUniversity of Oulu, Department of Chemistry P.O.Box 3000,
FIN-90014, University of Oulu, Finland
bOy Shaman Spirits Ltd.

PENGEMBANGAN PRODUKSI BIOETANOL dari LIMBAH KENTANG

Disajikan oleh :
Iip imadudin ansori (0607235)

PROGRAM STUDI KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2009
Lembar Pengesahan

Development of Bio-ethanol Production from Waste Potatoes


Henrikki Liimatainena, Toivo Kuokkanena and Jouni Kääriäinenb
aUniversity of Oulu, Department of Chemistry P.O.Box 3000,
FIN-90014, University of Oulu, Finland
bOy Shaman Spirits Ltd.

Tanggal Seminar : 12 Desember 2009

Disetujui Oleh:
Pembimbing,

Dr Ijang Rohman M.Si


NIP. 196310291987031001
1. Pendahuluan
Etanol yang dihasilkan dari fermentasi sumber yang dapat diperbaharui untuk
bahan bakar atau untuk aditif bahan bakar dikenal sebagai bioetanol. Selain itu, etanol
dari material limbah berbahandasar biomassa dapat dianggap sebagai bioetanol. Sekarang
ini, terdapat pertumbuhan minat pada biofuel yang dapat didukung menurut
keberlangsungan lingkungan hidup. Target di Uni Eropa adalah meningkatkan kontribusi
bioenergi dalam pemakaian energi keseluruhan dari 3 hingga 12% di tahun 2010. Di
Finlandia, bioetanol telah digunakan sebagai aditif pada sejumlah produk bensin, sebagai
pengganti MTBE and TAME yang bersifat racun. Pembuatan bioetanol dari kentang
didasarkan pada penggunaan limbah kentang. Limbah kentang dihasilkan dari 5-20%
hasil panen sebagai hasil sampingan dalam penanaman kentang. Sekarang, limbah
kentang digunakan sebagai bahan mentah produksi pada satu industri di Finlandia. Oy
Shaman Spirits Ltd di Tyrnävä (dekat Oulu) menggunakan 1.5 juta kilogram limbah
kentang per tahunnya. Karena produksi bioetanol berbahan dasar kentang masih baru di
Finlandia, maka perlu dilakukan penelitian dan pengembangannya. Oleh karena itu,
tujuan kajian ini adalah untuk mengembangkan metode analitis yang berebeda untuk
produksi bioetanol dari limbah kentang dan untuk mempelajari dampak dari jenis kentang
dalam pembuatan bioetanol.
2. Percobaan
Dalam kajian ini, metode untuk penentuan sifat-sifat dan proses intermediet
destilat untuk produksi bioetanol berbahan dasar kentang telah diuji dan dikembangkan.
Ada tiga metode penetapan kadar etanol yang digunakan:
1) Metode yang didasarkan pada kerapatan sampel,
2) Metode berdasarkan destilasi dan mengukur kerapatan sampel (Komisi Peraturan
Eropa (EC) No 2870/2000, Penentuan kadar alkohol dalam minuman) dan
3) Metode menggunakan kromatografi gas (GC). Dimana metode ini telah diujicobakan
pada analisis senyawa volatile dari hasil destilasi berdasarkan pada analisis kromatografi
gas (Komisi Eropa Peraturan (EC) No 2870/2000, Penentuan zat volatil dan metanol pada
minuman berenergi).
Untuk menentukan seberapa besar kandungan pati yang terdapat dalam kentang,
maka digunakan hidrometer kentang.

2.1 Dampak perbedaan jenis kentang pada produksi bioetanol


Sepuluh jenis Kentang Swedia disiapkan dalam proses bioetanol skala
laboratorium. Semua kultivar kentang diproses dengan cara yang sama. Percobaan
dilakukan dalam dua tahap: Pada Langkah pertama, kita hanya mempelajari jenis nomor
1 dan 2, dan dalam tahap kedua jenis kentang 3 -10. Semua jenis kentang diproses
dengan kulit, kecuali jenis 1 dan 2 tanpa kulit.
Proses skala laboratorium:
Gambar 1 menunjukan proses produksi bio-etanol dari kentang. Lima kg kentang
digunakan dalam setiap wadah (10 kg untuk kentang jenis 1 dan 2). Umbi kentang
dihaluskan menjadi partikel dengan ukuran sekitar 5 mm. umbi kentang yang telah halus
ditambahkan Sebagian dari alfa-amylase, kemudian dimasak dalam air selama satu jam.
Setelah mendidih, umbi kentang halus itu didinginkan hingga 80-90 0 C dan sisa alfa
amilase ditambahkan. Setelah satu jam pencairan, tumbukan kentang halus dibiarkan
dingin hingga 600 C selama 30 menit. Sebelum proses sakrifikasi, pH tumbukan kentang
halus disesuaikan dari sekitar 6 sampai 4,2 - 4,4 dengan penambahan asam fosfat dan
enzim glukoamilase. Setelah 90 menit sakarifikasi, tumbukan kentang halus ini
didinginkan sampai 300 C , kemudian ditambahkan ragi. Selama 6 hari fermentasi,
tumbukan kentang halus diaduk secara teratur. Etanol dipisahkan dari alkohol lain dengan
dua-tahap destilasi. Penyulingan pertama adalah pada rentang temperatur 20-94 0 C . –
penanganan distilat ini dilakukan dengan menggunakan karbon dan CuSO4 dan
kemudian didestilasi pada suhu 90 0 C . Untuk jenis kentang 3-7 proses dilakukan dua kali.
Gambar 1
Kentang
Kentang

Pencucian dan
penumbukan

Pemasakan

Hidrolisis pati
 Pencairan
Enzim
 sakarifikasi

fermentasi
Ragi Karbondioksida

Destilasi

Etanol
Metode analisis:
 • Isi materi kentang dikeringkan dengan oven pengeringan. Isi pati dari umbi kentang
diukur dengan hidrometer.
• Alkohol dihasilkan dengan destilasi dan kepadatannya diukur
 • Destilat senyawa volatil dianalisis dengan GC. Metode ini didasarkan pada Peraturan
Komisi Eropa (EC) No 2870/2000
2.2 Sifat larutan hasil penyulingan
Larutan hasil destilasi mengandung pengotor dengan konsentrasi cukup tinggi
yang terbentuk selama proses fermentasi. Pemurnian larutan ini tidak ekonomis. Namun,
sangat mungkin untuk menemukan penerapan lain untuk mengolah hasil produk tersebut,
misalnya dalam industri.
Hal-hal yang telah dianalisis dari larutan hasil destilasi selama studi ini adalah
keberadaan alkohol, konsentrasi senyawa volatil, panas pembakaran ∆Hm dan ∆vapH
penguapan. Kandungan alkohol dianalisis dengan densimeter elektronik (AP Paar DMA
40). Metode yang digunakan untuk penentuan senyawa volatil didasarkan pada Komisi
Peraturan Eropa (EC) No 2870/2000. Panas pembakaran (∆Hm) diukur dengan
kalorimeter bom (Gallenkanp CB 470). Sistem tekanan rendah ini digunakan untuk
menentukan panas ∆vapH penguapan.
3. Hasil dan Diskusi
3.1 metode Analisis untuk produksi bio-etanol
Metode EC dan metode yang didasarkan pada kerapatan sampel terbukti sangat
akurat untuk penentuan kandungan alkohol hasil destilasi. Metode kerapatan sampel
sederhana dan cepat, tetapi sangat sensitif untuk pengotor dari destilat. Dengan
demikian, metode ini paling cocok untuk etanol murni - sistem air. Metode EC, yang
didasarkan pada penyulingan dan penetapan kerapatan sampel, digunakan untuk destilat
dan produk intermediet dari proses. Walaupun, hasil yang dicapai tepat, metode yang
diamati sangat sensitif bagi kinerja sistem destilasi. Metode ini juga memakan waktu.
Metode EC juga digunakan untuk penentuan kadar alkohol dari minuman energi. Metode
kromatografi gas terbukti lebih akurat untuk menentukan kandungan alkohol daripada
metode EC atau metode kerapatan. metode GC ini cepat dan praktis. Khususnya untuk
produk intermediet dari proses. Metode yang digunakan untuk penentuan destilat
senyawa volatil didasarkan pada gas kromatografi (GC). Hasil menunjukkan bahwa
metoda ini bagus untuk penentuan komponen senyawa volatil di dalam bioetanol.
Resolusi untuk puncak baik, kecuali metanol dan amyl alkohol (acetal tidak ditentukan).
Akan tetapi, sangat mungkin untuk kemudian meneliti metanol dalam penurunan
temperatur tungku. Reprodusibilitas juga baik untuk semua komponen, kecuali Etil asam
cuka.
Korelasi linier, Area puncak = f (isi campuran), telah diamati untuk semua
campuran. Metode yang berdasar pada hidrometer kentang adalah suatu metode yang
sederhana dan cepat untuk penentuan pati pada kentang. Metode ini terbukti lebih praktis
untuk pengukuran bioetanol. Ketepatan hasil studi ini tidaklah di evaluasi dalam studi ini.

a. Efek jenis kentang pada produksi bioetanol

Efek jenis kentang pada proses skala laboratorium:


Sifat tumbukan berbagai jenis kentang bervariasi selama hidrolisis. Jenis kentang
terbukti memiliki efek terutama pada keadaan kering, isi dan kekentalan tumbukan
kentang halus. Jenis kentang dengan dengan keadaan sangat kering sulit untuk diproses.
Buih dari tumbukan kentang halus juga bervariasi dengan perbedaan jenis kentang.
Untuk tiga jenis kentang, pH tumbukan kentang halus itu cukup tinggi selama pencairan
pati. Ini bisa berpengaruh pada aktivitas alfa-amilase.
Kandungan pati kentang:
Isi pati bervariasi dari 11,2% sampai lebih dari 19,3% (Tabel 1). jenis kentang 9
memiliki kandungan pati yang sangat tinggi. jenis ini juga sangat sulit untuk diproses
selama hidrolisis. Untuk kultivar lain, perbedaanya lebih kecil. Namun, perbedaan-
perbedaan kecil ini sangat signifikan untuk menghasilkan etanol. Sebagai contoh, untuk
menghasilkan alkohol teoretis, kentang jenis 7 lebih dari 25% lebih tinggi daripada
kentang jenis 6.
Kandungan kentang dalam keadaan kering:
Kandungan kentang dalam keadaan kering bervariasi dari 16,0% menjadi 27,3%
(Tabel 1). kentang jenis 5 dan 9 sudah sangat materi kering tinggi konten. Kentang
dengan kandungan materi kering dinilai memiliki efek pada hidrolisis pati. Kentang
dengan kandungan materi kering tinggi sulit untuk diproses.
Etanol yang dihasilkan:
Alkohol yang dihasilkan bervariasi secara signifikan antara berbagai jenis. (Tabel
1). Alkohol tertinggi yang dihasilkan adalah 9,5 g/100g (jenis 9) dan hasil terendah 6,5
g/100g (jenis10). Rata-rata alkohol yang dihasilkan adalah 7,6 g / 100 g. Alkohol yang
dihasilkan dari jenis 9 adalah lebih dari 40% lebih besar dari jenis 10. Kulit kentang
ternyata memiliki sedikit efek pada hasil alkohol. Persentase Alkohol yang dihasilkan
tinggi untuk semua jenis kecuali untuk kentang jenis 6. Untuk beberapa jenis,
Persentasenya lebih dari 100%. Hal ini dapat dijelaskan sebagai akibat penguapan air
selama hidrolisis.
Tabel 1 sifat dari beberapa jenis kentang
Jenis Kandungan Kandungan Hasil Hasil Persentase
kentang material pati (%) percobaan (g teoritis (g hasil (%)
kering (%) EtOH/g) EtOH/g)
3 20.7 13.8 8.1 7.8 103
4 17.8 12.9 7.2 7.3 99
5 22.9 - 8.2 - -
6 17.8 11.2 6.6 6.4 103
7 20.3 14.1 8.4 8.0 104
9 27.3 >19.3 9.5 >10.95 <87
10 16.0 - 6.5 - -

Total jumlah jenis kentang adalah 10, lihat table 2.

3.2 Senyawa volatil dalam destilat


Jumlah senyawa volatil sedikit bervariasi di destilat (Tabel 2). Namun, tidak ada
tren yang jelas antara kultivar (jenis). Perbedaan terbesar antara kedua kelompok sampel
(kultivar 1 dan 2 versus kultivar 3-10). Jadi hasil menunjukkan bahwa kondisi proses
mempunyai pengaruh yang signifikan pada pembentukan senyawa volatil. Perbedaan
dalam jumlah total senyawa volatil juga cukup kecil. Perbedaan dalam analisis
mereplikasi hampir sama besar dengan jenis yang berbeda.
Tabel 2 konsentrasi senyawa volatile dalam destilat (g/100 dm3 etanol)
jeni Metanol 1- 2-metil- Amil Etil asetaldehi ∑
s propanol propanol alkohol asetat d
1 55 94 71 267 40 191 718
1b 65 49 113 372 25 110 734
2 71 62 43 221 36 23 456
2b 69 77 40 400 44 29 659
3 49 111/107 76/58 296/235 80/87 43/57 655/593
4 62 102/102 73/65 278/215 93/65 42/21 650/530
5 83 109/115 53/50 157/268 77/48 29/40 508/604
6 85 150/115 56/56 207/197 63/55 54/53 615/561
7 45 147/132 62/65 292/221 80/65 24/15 650/543
8 78 111 62 246 99 52 648
9 12 108 75 266 88 83 632
10 41 115 58 209 66 52 541
a
2-metil-1-butanol dan 3-metil-1-butanol
b
kentang tanpa kulit

3.3 sifat dari larutan hasil destilasi


Hasil dari destilasi limbah kentang menunjukkan bahwa sifat-sifat fisika produk
destilat relatif dekat dengan etanol absolut. Alkohol yang dihasilkan dari sampel cukup
tinggi pada vol 95 %. Tabel 3 menyajikan energi panas pembakaran (∆Hm) untuk produk
dan bahan-bahan referensi. Panas pembakaran produk ini hanya 15% lebih rendah
daripada etanol absolut. Selain itu, energi penguapannya pun sudah mendekati energi
penguapan etanol absolut. Konsentrasi senyawa volatil dari produk yang dihasilkan
relatif rendah (jumlah total massa 1,2%). Komponen utama dari produk ini metanol 7 mg
dalam 1 g destilat. Senyawa lain yang terdeteksi adalah etil asetat, 1-propanol, 2-butanol
dan asetaldehida.

Tabel 3 Panas pembakaran ∆Hm untuk sampel dari produk bioetanol yang
berbahandasar kentang dan bahan referensi

Sampel Panas pembakaran ∆Hm (kJ/g)


By-product 31.7
Etax Aa (Ethanol >99.7 vol%) 37.1
Etax B (Ethanol 94.95 vol%) 34.2

DAFTAR PUSTAKA

G. Grassi: Modern Bioenergy in the European Union, Renewable Energy, Vol


16, p. 985- 990, 1999.
Commission Regulation (EC) No 2870/2000: Laying Down Community
Reference Methods for the Analysis of Spirits Drinks, Official Journal of the
European Communities, L 333/20, 29.12.2000.
Kimmo Vahtola and Liisa Myllykoski: Bioetanolin valmistus jäteperunasta –
Esiselvitys teknisestä toteutuksesta ja taloudellinen arviointi, Report 239, Oulun
yliopisto, Prosessitekniikan osasto, 1999.

Anda mungkin juga menyukai