Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN TUGAS AKHIR

STUDY LITERATUR

ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. DENGAN KEJANG


TAHUN 2020

Disusun oleh :
SHELA RAHAYU PUTRI
NIM : P00340217042

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI DIPLOMA III
T.A 2019/2020

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan

derajat kesehatan anak, karena nilai kesehatan merupakan cerminan dari

lemahnya daya tahan tubuh bayi dan anak balita. Angka kesakitan tersebut

juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan pelayanan kesehatan anak,

perlindungan kesehatan anak, faktor sosial anak, dan pendidikan ibu. Salah

satu penyakit tersering yang di derita oleh anak adalah penyakit kejang

demam (Arifuddin, 2019).

Kejang demam berdasarkan data WHO 2012 80% terjadi di negara-

negara miskin dan 3,5-10,7% terjadi di negara maju. Kejang demam terjadi 2-

4% anak berumur 6 bulan-5 tahun. Angka kejadian demam di Asia dilaporkan

lebih tinggi dan sekitar 80 sampai 90% dari seluruh kejang demam sederhana.

Pada tahun 2012-2013 di Indonesia dilaporkan 3-4% dari anak yang berusia 6

bulan – 5 tahun mengalami angka kejadian kejang demam( Wibisono, 2015).

Kejang demam mempunyai berbagai faktor penyebab yaitu demam,

usia, genetik, prenatal dan perinatal. Demam sering disebabkan oleh infeksi

saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi

saluran kemih. Pada penelitian yang dilakukan oleh wegman dan Millichap

menggunakan hewan coba disimpulkan bahwa suhu tinggi dapat

menyebabkan kejang demam (Kakalang, dkk. 2016).

2
Kejang demam berpotensi untuk terjadinya kejang demam berulang,

beberapa faktor penyebab terjadinya kejang demam pada anak yaitu riwayat

kejang dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan, temperature yang rendah

saat kejang dan cepatnya kejang setelah demam. Selain itu faktor jenis

kelamin, epilepsi dalam keluarga dan kejang demam kompleks pada kejang

demam pertama juga ditambahkan sebagai faktor prediktif berulangnya

kejang demam ( Yunita, dkk. 2016).

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan

pertolongan segera, jika pertolongannya tidak segera maka menimbulkan

kecacatan lebih parah, hal ini akibat bangkitan kejang yang sering. Di

masyarakat saat menghadapi anak yang sedang kejang demam, sedapat

mungkin orang tua bersikap tenang karena jika panik hanya akan membuat

ibu tidak tau harus berbuat apa yang mungkin saja akan membuat penderita

anak tambah parah. Dalam hal ini pengetahuan dan peran ibu sangat berperan

penting dalam melakukan tindakan pertolongan pertama pada anak kejang

demam (Purwanto,dkk.2015).

Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering

dijumpai pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah

mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Kejang

demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 5

tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya infeksi

ataupun kelainan lain yang jelas di intracranial sehingga menyebabkan

gangguan pada anak (Arifuddin, 2016).


3
Gangguan pada anak yang akan terjadi akibat kejang demam seperti

gangguan tingkah laku, meningkatnya metabolisme dan menurunnya

intelegensi. Apabila anak sering mengalami kejang demam dapat terjadi

kekurangan oksigen, aliran darah ke otak berkurang, dan kekurangan glukosa.

gangguan kerja sel dengan mengakibatkan kerusakan pada neuron sampai juga

mengakibatkan retardasi mental yang disebabkan oleh terus menerus

terjadinya kejang demam (Ria,dkk. 2019).

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai

pada anak. Hal ini diduga dapat dipengaruhi oleh kadar hemoglobin.

Pemeriksaan hemoglobin menentukan derajat anemia. Anemia menyebabkan

berkurangnya kemampuan transpor oksigen ke dalam jaringan yang

mengakibatkan kestabilan membran sel saraf terganggu dan dapat memicu

kejang ( Dasmayanti,dkk.2015).

Berdasarkan data dari RSUD Curup pada tahun 2018 Kejang Demam

Kompleks sebanyak 79 kasus, Kejang Demam Sederhana sebanyak 35 kasus,

pada tahun 2019 pada bulan Januari dan Februari angka kejadian Kejang

Demam Kompleks sebanyak 2 kasus, Kejang Demam sederhana sebanyak 4

kasus (Profil RSUD Curup, 2019). Maka dari itu kejang demam sangat perlu

dikaji agar tenaga kesehatan dapat memberikan asuhan yang cepat dan tepat

sehingga akan mengurangi angka kesakitan pada anak.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dari data RSUD

Curup pada tahun 2019, tingginya angka kejadian Kejang Demam Pada
4
tahun 2019 bulan Januari dan Februari yaitu Kejang Demam Kompleks

sebanyak 2 kasus dan Kejang Demam Sederhana sebanyak 4 kasus. Maka

dari itu penulis tertarik untuk membuat laporan tugas akhir studi literature

“Asuhan Kebidanan Pada Anak Dengan Kejang Demam”

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang ada, maka rumusan

masalah yang dapat diambil adalah Apakah ada kesenjangan hasil penelitian

sebelumnya dengan teori tentang Asuhan kebidanan pada Anak Dengan

Kejang Demam?

D. Batasan Masalah

Batasan masalah pada kasus ini adalah memberikan asuhan kebidanan

pada anak dengan kejang demam.

E. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa saja asuhan kebidanan pada anak dengan kejang

demam sesuai dengan teori

2. Untuk mengetahui apakah ada kesenjangan hasil penelitian sebelumnya

dengan teori

F. Manfaat Penulisan

1. Bagi Akademik

5
Laporan tugas akhir ini dapat menjadi salah satu referensi yang

relevan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam

bidang perawatan anak dengan kejang demam,serta sebagai bahan

bacaan mahasiswa di perpustakaan Poltekkes Kemenkes Bengkulu

2. Lahan Praktik

Laporan tugas akhir ini dapat menjadi salah satu referensi sebagai

bahan pertimbangan dalam melakukan asuhan kebidanan pada anak

dengan kejang demam sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan

secara optimal.

3. Manfaat Penelitian yang Diterapkan Langsung

a. Institusi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan,

pengatahuan dan sebagai masukan bagi pihak yang ingin

mengembangkan asuhan, juga sebagai bahan bacaan atau referensi

diperpustakaan Poltekkes Kemenkes

BAB II

6
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kejang Demam

1. Pengertian

Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal

sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di

hipotalamus,peningkatan suhu ini akan berdampak buruk bagi

anak,bahkan bisa mengakibatkan kejang dan penurunan kesadaran

(Wardiyah,dkk.2016).

Kejang merupakan episode aktivitas neuronal abnormal sementara

yang terjadi secara mendadak yang terdiri dari penghentian listrik secara

berulang dari sel otak.Sel saraf menjadi sangat mudah dirangsang dan

ambang kejang terlewati ( Luanne ,2011).

Kejang demam didefinisikan sebagai kejang pada anak usia lebih

dari 1 bulan, berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38oC

yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat (SSP), tanpa

adanya riwayat kejang neonatal atau kejang tanpa sebab sebelumnya,

dan tidak memenuhi kriteria kejang simptomatik lainnya. Secara umum

terdapat dua jenis kejang demam, yaitu kejang demam sederhana (KDS),

yang mencakup hampir 80% kasus dan kejang demam kompleks (KDK).

Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling banyak terjadi pada

anak, mengenai 2-5% anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun dengan

puncak onset antara usia 18-22 bulan ( Sebastian dkk,2019 ).

7
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang

terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal di atas 38 ℃ ) yang

disebabkan oleh proses ekstrakranium ( Lestari,2016:281).

Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi pada anak berusia

6 bulan sampai 5 tahun ( ada yang memberi batasan sampai 6 tahun),ketika

suhu anak diatas 38℃m,dan tidak berhubungan dengan infeksi otak

( susunan saraf pusat) (Afrianto, 2017: 32).

2. Klasifikasi Kejang Demam

Klasifikasi kejang menurut (Ismet, 2019)

a. Kejang Demam Sederhana

Kejang demam sederhana merupakan kejang demam yang berlangsung

singkat, kurang dari 15 menit, umumnya berhenti sendiri, bentuk kejang

umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal, Kejang demam

sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.

b. Kejang Demam Kompleks

Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan

lamanya lebih dari 15 menit, kejang fokal / parsial atau fokal / persial

menjadi umum dan berulang dalam 24 jam.

3. Faktor Resiko Kejang Demam

a. Faktor riwayat kejang keluarga

8
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang menderita

kejang demam memiliki riwayat kejang keluarga,sedangkan anak yang

tidak menderita kejang demam tidak memilik riwayat kejang

keluarga.Hal ini menggambarkan bahwa anak yang memiliki riwayat

kejang keluarga beresiko lebih tinggi untuk menderita kejang demam.

( Arifuddin, 2016)

b. Faktor Risiko Suhu Tubuh

Salah satu penyebab terjadinya kejang demam yaitu tingginya

suhu badan anak,suhu tubuh anak normalnya beskisar antara 36-37℃.

Dinyatakan demam bila temperature tubuhnya yang diukur melalui

mulut/telinga menunjukkan angka 37,8℃, melalui rektum/anus 38℃,

dan melalui ketiak 37,2℃. yang perlu diwaspadai para orang tua

adalah toleransi masing-masing anak terhadap demam sangat

bervariasi. pada anak yang toleransinya rendah,maka demam pada

suhu tubuh 38℃ pun sudah bisa membuatnya kejang. Sementara pada

anak anak yang toleransinya normal,kejang baru dialami jika suhu

badan mencapai 39℃ atau lebih (Yulianingsih, 2017: 32).

c. Jenis Kelamin

Pada kategori jenis kelamin, perbandingan jumlah laki-laki dan

perempuan adalah 1:6 pada kejang pertama dan pada kejang demam

berulang adalah 1:7 berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan

bahwa anak laki laki lebih banyak mengalami kejang demam pertama

maupun berulang ( Kurnia, dkk.2019).


9
d. Usia

Usia sangat bermakna terhadap kejadian kejang demam

pertama maupun kejang demam berulang yaitu pada usia 3 tahun

pertama kehidupan anak,karena berkaitan dengan belum optimalnya

perkembangan otak ( Kurnia, dkk. 2019).

e. BBLR

Bayi dengan berat lahir rendah yaitu bayi lahir kurang dari

2500 gram. Risiko terjadinya kejang demam pada bayi berat lahir

kurang dari 2500 gram sebesar 3,4% dan bayi berat lahir diatas 2500

berisiko 2,3%. Bayi dengan BBLR dapat mengalami gangguan

metabolisme yaitu hipoglikemia dan hipokalesemia. Keadaan ini dapat

menyebabkan kerusakan otak pada perinatal, adanya kerusakan otak

dapat menyebabkan kejang pada perkembangan selanjutnya. Trauma

kepala selama melahirkan pada bayi dengan BBLR < 2500 gram dapat

terjadi pendarahan intrakranial yang mempunyai risiko tinggi untuk

terjadi komplikasi neurologi dengan manisfestasi kejang

( Kurnia, dkk. 2019).

f. Anemia Defisiensi Besi

Besi memilik peranan penting dalam fungsi neurologi.zat besi

dibutuhkan dalam metabolism neurotransmitter pembentukan myelin

dan metabolisme energi otak. Rendahnya kadar serum ferritin dapat


10
menurunkan ambang kejang. Defisiensi zat besi menunjukkan

penurunan kadar Gamma aminobutyric acid (GABA) dengan jelas

,yaitu suatu neurotransmitter inhibitori. Peningkatan relatif

neurotransmitter bersifat eksitasi dibandingkan dengan

neurotransmitter inhibisi seperti GABA dapat menyebabkan

depolarisasi yang berlebihan. Ketidak seimbangan tersebut akan

menimbulkan kejang (Loli dkk, 2017).

4. Etiologi Kejang Demam

a. Hingga kini belum diketahu dengan pasti. Demam sering disebabkan

infeksi saluran pernafasan atas,otitis media,pneumonia,gastroententis,

dan infeksi saluran kemih.Kejang juga dapat terjadi pada bayi yang

mengalami kenaikan suhu sesudah vaksinasi contohnya vaksinasi

campak,akan tetapi sangat jarang (Lestari, 2016: 48).

b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kejang demam:

1) Umur

2) Kenaikan suhu tubuh.

Kenaikan suhu tubuh biasanya berhubungan dengan penyakit

saluran napas bagian atas,radang telinga tengah,radang paru-

paru,gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.Kejang dapat pula

terjadi pada bayi yang mengalami kenaikan suhu sesudah

vaksinasi terutama vaksin pertusis.

3) Faktor Genetic

11
4) Gangguan system saraf pusat sebelum dan sesudah lahir

(Krisanti dkk,2016).

5. Patofisiologi Kejang Demam

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi

dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membrane yang terdiri

dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam

keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh

ion Kalium (k+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium(Na+) dan

elektrolit lainnya,kecuali ion klorida(Cl-).Akibatnya konsentrasi ion K+

dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,sedang diluar sel

neuron terdapat keadaan sebaliknya.Karena perbedaan jenis dan

konsentrasi ion di dalam dan di luar sel,maka terdapat perbedaan potensial

membran yang disebut potensial membran dari neuron.Untuk menjaga

keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim

Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial

membran ini dapat diubah oleh:

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme,kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau

keturunan.

12
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1℃ akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan

meningkat 20%.Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari

seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.Oleh

karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari

membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion

kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik.Lepas

muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel

maupun ke membrane sel sekitarnya dengan bantuan”neurotransmitter”

dan terjadi kejang.Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15

menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan

energy untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, asidosislaktat disebabkan oleh metabolism anerobik,

hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh

meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan

mengakibatkan metabolism otak meningkat (Lestari,2016 : 50 ).

Kelangsungan hidup sel atau organ otak memerlukan energy yang

merupakan hasil metabolisme.Pada keadaan demam metabolisme dan

kebutuhan oksigen terjadi peningkatan.Pada anak kebutuhan sirkulasi ke

otak lebih besar dibandingkan orang dewasa.oleh karenan itu kondisi

perbedaan potensial membrane terganggu akan jadi lebih besar pada anak

dibandingkan pada orang dewasa sebagai dampak terganggunya

13
metabolisme.Dampak dari terganggunya potensial membrane akan

menyebabkan terjadinya pelepasan muatan listrik.Lepasnya muatan listrik

dapat meluas keseluruh sel maupun ke membrane sel sekitarnya dengan

bantuan neurotransmitter sehingga menimbulkan kejang (Krisanty paula

dkk,:220-221).

6. Tanda dan Gejala Kejang Demam

a. Suhu > 38℃

b. Tubuh akan tersentak disertai kaku

c. Kaku di kedua kaki dan tangan disertai gerakan-gerakan kejut yang

kuat ( kelojotan)

d. Bola mata yang memutar/berbalik ke atas

e. Gigi atau rahang terkatup rapat

f. Lidah atau pipi tergigit

g. Berhenti nafas sejenak (Yulianingsih,2017:34).

7. Batas Ambang Kejang Demam

Terjadinya bangkitan kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan

bersama dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat dapat

disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat.meningkatnya suhu

sebesar 1℉ atau kurang lebih sama dengan kenaikan 0,5℃ akan

meningkatkan metabolism basal sebesar kira kira 7%.sirkulasi darah orang

dewasa ke otak adalah 18% sedangkan pada anak sebesar 65% dari

sirkulasi tubuh sehingga dapat disimpulkan keadaan demam tinggi

14
mengurangi sebagian besar suplai darah ke otak pada anak-anak,sehingga

dapat mencetuskan kejadian kejang (Prichard& Mc Greal dalam

Lumbantobing, 2007).

Demam merupakan pertanda reaksi tubuh terhadap kemungkinan suatu

penyakit,mulai dari penyakit ringan sampai penyakit yang tergolong

berat.Demam adalah suatu keadaan saat suhu tubuh melebihi 37℃ yang

disebabkan oleh penyakit atau peradangan (G-Media;2017:22).

8. Manifestasi Klinis Kejang Demam

Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan

klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang

berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah

beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya

kelainan saraf. Adapula kejang yang berlangsung lama dan mungkin

terjadi kerusakan sel saraf yang menetap (Lestari, 2016: 49).

Menurut Krisanty paula dkk( 2016:222) manifestasi klinik klien

dengan kejang demam antara lain:

a. Suhu tubuh > 38℃

b. Serangan kejang biasanya berlangsung singkat (kurang dari 15 menit )

c. Sifat bangkitan dapat berbentuk

1) Tonik: Mata keatas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri

jatuh kelantai atau tanah, kaku, lengan fleksi, kaki/ kepala/ leher

ekstensi, tangisan melengking, apneu, dan peningkatan saliva

15
2) Klonik: Gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstremitas

berada pada kontraksi dan relaksasi yang berirama,hipersalivasi,

dapat mengalami inkontinensia urin dan feces

3) Tonik dan Klonik

4) Akinetik: Tidak melakukan gerakan

d. Umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar

kembali tanpa adanya kelainan saraf.

9. Komplikasi Kejang Demam

a. Epilepsi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan kejang demam

dengan faktor resiko epilepsy dan didapatkan bahwa kejang demam

dengan durasi > 15 menit merupakan salah satu faktor resiko

terjadinya epilepsy (Chairunnisa dkk,2015).

b. Kejang demam Kompleks

Kejang demam kompleks yang lebih dari 15 menit biasanya disertai

dengan apnea (Lestari Titik, 2016 : 48).

c. Apnea

Kejang demam kompleks yang lebih dari 15 menit biasanya disertai

dengan apnea (Lestari Titik, 2016 : 48).

d. Penurunan kecerdasan ( IQ )

Kejang demam yang disertai dengan infeksi susunan saraf pusat

(SSP) sangat beresiko kerusakan otak (Arfianto dan Hariadi,2017 :

36).

16
10. Penatalaksanaan Kejang Demam

a. Pengobatan Fase Akut

1) Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah

aspirasi ludah atau muntahan

2) Buka semua pakaian yang ketat

3) Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin

4) Perhatikan keadaan vitas seperti kesadaran,tekanan darah,suhu,

pernapasan dan fungsi jantung.

5) Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin

atau pemberian antipiretik

6) Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam

yang diberikan intravena atau intrarektal.

b. Pengobatan profilaksis

1) Profilaksis interitoen

Diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5mg/kg

BB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam.Diazepam

juga dapat diberikan secara intrarektal setiap 8 jam sebanyak 5

mg (BB<10 kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien

menunjukkan suhu >38,5℃

2) Profilaksis terus menerus

Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5

mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis.Obat lain dapat digunakan

adalah asam valproate dengan dosis 15-40 mg/kg


17
BB/hari.Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan

selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan

selama 1-2 bulan (Lestari,2016:52).

3) Pengobatan pemeliharaan

4 jam kemudian setelah kejang berhenti hari ke -1 dan ke-2

berikan fenobarbital dosis 9-10 mg/kg BB,dibagi dalam dua

dosis. Hari berikutnya fenobarbital 4-5 mg/kg BB dibagi

dalam dua dosis.

Edukasi pada orang tua, kejang selalu merupakan peristiwa

yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian

besar orang tua beranggapan bahwa anaknnya telah

meninggal, kecemasan ini harus dikurangai dengan cara yang

diantaranya:

a) Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya

mempunyai prognosis baik

b) Memberitahukan cara penanganan kejang demam

c) Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang

berulang.

d) Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif

tetapi harus diingat adanya efek samping obat

18
4.) Jika diazepam tidak tersedia,langsung pakai fenobarbital

dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan

pengobatan pemeliharaan.

5.) Bidan boleh memberikan anti kejang jika sudah dilakukan

kolaborasi dengan dokter (Rukiyah,Yulianti,2016:283).

11. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

a. Pemeriksaan Cairan serebrospinal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirksn

kemungkinan meningitis,terutama pada pasien kejang demam pertama

(Lestari,2016: 51).

b. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah dilakukan untuk pemeriksaan haemoglobin untuk

menentukan derajat anemia, anemia menyebabkan berkurangnya

kemampuan transport oksigen kedalam jaringan yang mengakibatkan

kestabilan membrane sel saraf terganggu. ( Dasmayanti, dkk, 2015 ).

c. Pemeriksaan fungsi lumbal

Berdasarkan bukti bukti terbaru,saat ini pemeriksaan fungsi lumbal

tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia<12 bulan yang

mengalami kejang dema sederhana dengan keadaan umum baik.

Pemeriksaan fungsi lumbal dilakukan dengan indikasi:

1) Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal

2) Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan klinis.

19
3) Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam

yang sebelumnya telah mendapat antibiotic dan pemberian

antibiotic tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala

meningitis (IDAI, 2016: 4)

d. Pemeriksaan EEG

EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan

terjadinya epilepsy atau kejang demam berulang dikemudian

hari.Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan pada pasien kejang

demam sederhana (Lestari, 2016: 51).

Indikasi pemeriksaan EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk

menentukan adanya fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih

lanjut (IDAI, 2016:5).

12. Asuhan Kebidanan Pada Anak Kejang Demam

Asuhan yang dapat diberikan pada anak kejang demam yaitu

a. Memberikan Support kepada ibu agar Ibu merasa lebih tenang

b. Penkes pada ibu tentang kejang demam

c. Kompres air hangat pada daerah kening dan ketiak

d. Pemberian Oksigen

e. Longgarkan pakaian anak

f. Pemberian antipiretik

g. Perawatan kejang demam pada anak

h. Lakukan Kolaborasi dengan dokter

i. Penkes pada ibu cara pencegahan kejang demam berulang dirumah

20
B. Manajemen Asuhan Kebidanan

1. Manajemen Kebidanan 7 langkah Varney

Menurut mangkuji, dkk (2014:5-6) manajemen kebidanan merupakan

suatu proses penyelesaian masalah yang menuntut bidan untuk lebih

kritis di dalam mengantisipasi masalah.Ada tujuh langkah dalam

manajemen kebidanan menurut varney yaitu:

a. Langkah 1 (pertama) : Pengumpulan data dasar

Pada langkah ini, kegiatan yang dilakukan adalah pengkajian dengan

mengumpulkan semua yang diperlukan untuk mengevaluasi klien

secara lengkap. Data yang dikumpulkan antara lain:

1) Keluhan klien

2) Riwayat kesehatan klien

3) Pemeriksaan fisik secara lengkap sesuai dengan kebutuhan

4) Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya

5) Meninjau data laboratorium. Pada langkah ini, dikumpulkan

semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan

dengan kondisi klien. Pada langkah ini bidan mengumpulkan

data dasar awal secara lengkap.

b. Langkah 2 (kedua): Interpretasi data dasar

Pada langkah ini. Kegiatan yang dilakukan adalah

menginterpretasikan semua data dasar yang telah dikumpulkan

sehingga ditemukan diagnosis atau masalah. Diagnosis yang di

rumuskan adalah diagnosis dalam lingkup praktik kebidanan yang


21
tergolong pada nomenklatur standar diagnosis, sedangkan perihal

yang berkaitan dengan pengalaman klien ditemukan dari hasil

pengkajian.

c. Langkah 3 (ketiga): Mengidentifikasikan diagnosa atau masalah

potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah potensial

berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi.

Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan

pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap

diagnosa atau masalah potensial ini benar benar terjadi.

d. Langkah 4 (keempat): Mengidentifikasikan dan menetapkan

kebutuhan yang memerlukan penanganan segera

Pada langkah ini yang dilakukan bidan adalah mengidentifikasi

perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk

dikonsultasikan atau di tangani bersama dengan anggota tim

kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. Ada kemungkinan, data

yang kita peroleh memerlukan tindakan yang harus segera di lakukan

oleh bidan, sementara kondisi yang lain masih bisa menunggu

beberapa waktu lagi. Contohnya pada kasus-kasus kegawatdaruratan

kebidanan, seperti pada saat terjadi kejang demam pada anak bila

pasien datang dengan keadaan konvulsivus, dapat diberikan

diazepam

22
e. Langkah 5 (kelima) : Merencanakan asuhan yang   komprehensif/me

nyeluruh

Pada langkah ini, di rencanakan asuhan yang menyeluru yang di

tentuka berdasarkan langka-langka sebelumnya. Rencana asuhan

yang menyeluru tidak hanya meliputi hal yang sudah teridentifikasih

dari kondisi klien atau setiap masalah yang berkaitan, tetapi dilihat

juga dari apa yang akan diperkirakan terjadi selanjutnya, apakah di

butuhkan konseling atau apakah perlu merujuk klien. Setiap asuhan

yang direncanakan harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu

bidan dan pasien.

f. Langkah 6 (keenam): Melaksanaan perencanaan

Melaksanakan asuhan yang telah dibuat pada langkah ke-5 secara

aman dan efisien. Kegiatan ini bisa di lakukan oleh bidan atau

anggota tim kesehatan lain. Jika bidan tidak melakukan sendiri, bidan

tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya.

Dalam situasi ini, bidan harus berkolaborasi dengan tim kesehatan

lain atau dokter. Dengan demikian bidan harus bertanggung jawab

atas terlaksananya rencana asuhan yang menyeluruh yang telah di

buat bersama tersebut.

g. Langka 7 (ketujuh) : Evaluasi

Pada langka terakhir ini, yang dilakukan oleh bidan adalah :

1) Melakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan,

yang mencakup pemenuhan kebutuhan, untuk menilai apakah


23
sudah benar-benar terlaksana atau terpenuhi sesuai kebutuhan

yang telah teridentifikasih dalam masalah dan fdiagnosis.

2) Mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif

untuk mengetahui mengapa proses manajemen ini tidak efektif.

2. Pendokumentasian Soap

Menurut Mangkuji, (2014:8) pendokumentasian melalui metode SOAP

yaitu:

a. S = DATA SUBYEKTIF

Pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis

yang berhubungan dengan masalah dari sudut pandang klien

(ekspresi mengenai kekhawatiran dan keluhannya, pada orang yang

bisu di belakang data diberi tanda “0” attau “X”.

b. O = DATA OBYEKTIF

Pendokumentasian diperoleh hasil pemeriksaan fisik pasien, hasil

pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain dari

pasien, atau informasi dari keluarga atau orang lain dapat

dimasukkan dalam data obyektif. Data ini akan memberikan bukti

gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan diagnosis.

c. A = ANALISIS ATAU ASSASMENT

Analisis atau assament (A), yaitu pendokumentasian dari hasil

analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subyektif dan

obyektif. Lalu langkah selanjutnya yaitu menentukan diagnosis atau

masalah kebidanan, diagnosis atau masalah potensial serta perlunya


24
mengidentifikasi kebutuhan tindakan mandiri, kolaborasi dan

tindakan rujukan klien.

d. P = PLANNING

Planning atau perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini

daan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil

analisis atau interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk

mengusahakan tercapainya dan mempertahankan kesejahteraan

pasien. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kemjauan dan harus

sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain, antara lain

dokter.

BAB III

KONSEP KEBIDANAN

A. Kerangka Konseptual

INPUT PROSES OUTPUT

25
An…. Dengan kejang demam Manajemen asuhan Hasil asuhan kebidanan
Ds :Ibu mengatakan anaknya kebidanan VII langkah 1. Kejang demam teratasi
demam varney pada pasien kejang 2. Keadaan umum baik dan
Ibu mengatakan anaknya
demam : stabil
kejang
1. Pengkajian 3. Tonus otot kuat
Do :
2. Interpretasi data 4. TTV dalam batas normal
1. Keadaan umum lemah
3. Masalah potensial N : 70 – 120 x/m
2. Tonus otot lemah
3. TTV : 4. Tindakan segera P : 20 – 50 x/m

N : < 70x/m 5. Intervensi S : 36,5 -37.5℃


P : < 20x/m 6. Implementasi 5. Pemeriksaan fisik
S : > 38 ℃ 7. Evaluasi Mata : Normal
4. Pemeriksaan Fisik Catatan perkembangan Rahang : Tidak terkatup
Mata : memutar ke atas dengan menggunakan rapat
Rahang : Terkatup rapat
metode SOAP : Ekstremitas : tidak kaku
Ekstremitas : Kaku
1. Subjektif Jari –jari : tidak
Jari-jari : menggenggam
2. Objektif menggenggam
5. Pemeriksaan penunjang
3. Analisa Pemeriksaan penunjang
a. Darah rutin
Penatalaksanaan dalam batas normal
b. Cairan serebrospinal
c. Fungsi lumbal
d. EEG

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Asuhan Kebidanan

B. Konsep Asuhan Kebidanan

ASUHAN KEBIDANAN

PADA AN… UMUR 6 BULAN- 5 TAHUN

26
DENGAN KEJANG DEMAM

Tanggal Pengkajian : …/…/…

Jam Pengkajian : ………..WIB

Tempat Pengkajian : ………..

No. Register : ………..

Nama Pengkaji : Shela Rahayu Putri

1. PENGKAJIAN

A. DATA SUBJEKTIF

1. Identitas

a. Anak

Nama : Untuk mengetahui identitas pasien

Umur : 6 Bulan- 5 Tahun

Jenis Kelamin : Untuk mengetahui jenis kelamin pasien

Alamat : Untuk mengetahui jenis kelamin pasien

b. Orang Tua

Nama : Ibu dan Ayah

Umur : Sudah masuk tingkat produktif atau belum

Suku/Bangsa : Indonesia

27
Agama : Untuk mengetahui tingkat kepercayaan pasien

Pendidikan : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien

Pekerjaan : Untuk mengetahui tingkat pekerjaan pasien

Alamat : Untuk mengetahui tempat tinggal pasien

2. Anamnesa

a. Keluhan Utama

1) Ibu mengatakan cemas dengan keadaan anaknya yang

mengalami demam disertai kejang

2) Ibu mengatakan tubuh anaknya tersentak dan kaku

3) Ibu mengatakan bola mata anaknya memutar keatas

4) Ibu mengatakan kaki dan tangan anaknya kaku

5) Ibu mengatakan rahang anaknya terkatup rapat

b. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Ibu mengatakan cemas dengan keadaan anaknya yang

mengalami demam disertai kejang

2) Riwayat Kesehatan yang lalu

Ibu mengatakan anaknya pernah/tidak pernah menderita kejang

demam,dan penyakit menular lainnya (Epilefsi, Hepatitis,

Malaria, dan lain-lain)

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

28
ibu mengatakan baik dari pihak ibu maupun suami tidak ada

yang pernah menderita kejang demam, Efilepsi dan penyakit

menular lainnya ( Hepatitis, Malaria, dan lain-lain)

4) Riwayat Imunisasi

Dilaksanakan
Jenis Imunisasi

BCG …hari/bulan

HB 2-6 Bulan

DPT 2-5 Bulan

POLIO 2-6 Bulan

CAMPAK 9 Bulan

5) Riwayat Intranatal

Tanggal Lahir : Tanggal/Bulan/Tahun

Usia Kehamilan Saat Melahirkan : 37- 40 Minggu

Penyulit : Ada/Tidak

BB Lahir : > 2500 Gram

PB Lahir : 48 – 52 Cm

c. Pola aktifitas sehari hari

1) Pola Nutrisi

a) Makan

Frekuensi : 2-3 kali/hari

29
Jenis : Mp Asi/Tim/Nasi

Masalah : Ada/Tidak

b) Minum

Jenis : Asi, Air putih, Susu Formula

Masalah : Ada/Tidak

2) Aktivitas

Ibu mengatakan badan anaknya terasa panas dan anaknya sering

tiba tiba menangis ,aktif/kurang aktif.

3) Istirahat/Tidur

Tidur malam : 7-8 Jam

Tidur Siang : 2 Jam

Masalah : Rewel/Gelisah/Sukar Tidur

4) Eliminasi

a) BAK

Frekuensi : 5-6 x/hari

Warna : Kuning/Jernih/Keruh

Masalah : Ada/Tidak

b) BAB

Frekuensi : ± 1 kali/hari

Warna : Kuning/Coklat/Khas feses

Masalah : Ada/Tidak

30
5) Personal Hygiene

Mandi : 1-2 kali/hari

Ganti Pakaian : 2-3 kali/hari

Ganti Popok : Setiap kali anak BAB

6) Riwayat Psikososial

Pola Asuh

Anak diasuh Oleh : Orang tua sendiri /Keluarga

Hubungan dengan keluarga : Harmonis/Tidak

Hubungan dengan lingkungan sekitar : Harmonis/Tidak

B. DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : Somnolen/Apatis/Delirium/Sopor

TTV

Nadi : <70 x/Menit

Pernafasan : < 20 x/Menit

Suhu : > 38℃

2. Pemeriksaan Fisik

a. Rambut dan Kulit Kepala

Bentuk : Simetris/tidak

Warna Rambut : Hitam/rambut jagung

31
Kebersihan Rambut : Bersih/tidak

Distribusi Rambut : Merata/tidak

Kerontokan : Ada/tidak

Masalah : Ada/tidak

b. Muka

Bentuk : Simetris/tidak

Oedema : Ada/Tidak

Sianosis : Ada/Tidak

c. Mata

Bentuk : Memutar kearah atas

Konjungtiva : An anemis/anemis

Sklera : An ikterik/ikterik

d. Hidung

Bentuk : Simetris/tidak

Pernafasan cuping hidung : Ada/Tidak

Pengeluaran abnormal : Ada/Tidak

e. Telinga

Kebersihan : Bersih/tidak

Pengeluaran serumen : Ada/tidak

Kelainan : Ada/tidak

f. Mulut dan gigi

Warna bibir : Merah muda/Pucat

Mukosa bibir : Lembab/kering

32
Scorbut : Ada/tidak

Lidah : Bersih/tidak

Caries gigi : Ada/tidak

Rahang : Terkatup rapat

g. Leher

Pembesaran kelenjar tyroid : Ada/tidak

Pembesaran kelenjar parotis : Ada/tidak

Pembesaran vena jugularis : Ada/tidak

h. Dada

Bentuk : Simetris/Tidak

Alat bantu pernafasan : Ada/tidak

Tarikan dinding dada : Ada/tidak

Bunyi nafas tambahan : Ada/tidak

i. Ekstremitas

1) Atas

Bentuk : Simetris/tidak

Warna Kuku : Pucat/tidak

Pergerakan : kaku

Jari : Menggenggam

Kelainan : Ada/tidak

2) Bawah

Bentuk : Simetris/tidak

Warna kuku : Pucat/tidak


33
Oedema : Ada/tidak

Pergerakan : kaku

Jari : menekuk

Kelainan : Ada/tidak

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Serebrospinal : Jernih/Tidak

b. Pemeriksaan darah : Hb : gr

c. Fungsi Lumbal :Baik/Tidak

II. INTERPRETASI DATA

A. Diagnosa

An… Umur 6 bulan – 5 tahun dengan kejang demam

Data Dasar

1. Data Subyektif

a. Ibu mengatakan cemas anaknya demam disertai dengan kejang

b. Ibu mengatakan tubuh anaknya tersentak dan kaku

c. Ibu mengatakan bola mata anaknya memutar keatas

d. Ibu mengatakan kaki dan tangan anaknya kaku

e. Ibu mengatakan rahang anaknya terkatup rapat

2. Data Obyektif

a. Keadaan Umum : Lemah

b. Kesadaran : Apatis/Somnolen/Delirium/Sopor

c. TTV

34
Nadi : <70x/Menit

Pernafasan : <20x/Menit

Suhu : >38℃

d. Pemeriksaan Fisik (Fokus)

1) Muka

Warna : Pucat/Tidak

2) Mata

Bentuk : Mata memutar keatas

3) Mulut

Warna bibir : Pucat

Mukosa bibir : Kering

Rahang : Terkatup rapat

4) Ekstermitas

Atas

Pergerakan : kaku

Jari : Menggenggam

Kelainan : Ada/tidak

Bawah

Pergerakan : kaku

Jari : menekuk

Kelainan : Ada/tidak

B. Masalah

1. Kecemasan Orang Tua


35
2. Pemenuhan O2/Hipoksia

C. Kebutuhan

1. Support ibu agar ibu merasa lebih tenang

2. Penkes pada ibu tentang kejang demam

3. Kompres air hangat pada daerah kening dan ketiak

4. Longgarkan pakaian anak

5. Pemberian Oksigen

6. Pemberian obat antipiretik

7. Perawatan kejang demam pada anak

8. Lakukan kolaborasi dengan dokter

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA/ MASALAH POTENSIAL

1. Kejang Berulang

2. Apnea

IV. TINDAKAN SEGERA

1. Bersihkan Jalan Nafas

2. Pemberian Oksigen

3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

V. INTERVENSI

NO Tujuan/Kriteria Intervensi Rasionalisasi


DX Tujuan : Kejang 1. Pemberian 1. Tingkat kecemasan yang

pada anak dapat support mental sering dialami oleh ibu

teratasi. pada ibu dan berpengaruh pada aspek fisik 

Kriteria : keluarga orang tua dan juga dapat 

36
1. Keadaan berpengaruh pada 

Umum :Baik aspek  Perilaku. orang 

2. Kesadaran: tua dapat berperilaku 

Composmentis negative dalam melakukan  p

3. Tonus otot : erawatan pada anak nya.

kuat ( Rofiqoh,2014)

4. TTV normal : 2. Beri

Nadi : 70- pendidikan 2. Pengetahuan atau

120x/Menit kesehatan kemampuan ibu dalam

Pernafasan : pada ibu penanganan demam kejang

20-25x/Menit tentang kejang harus didasari pengetahuan

Suhu : 36,5- demam yang benar tentang kejang

37,5℃ demam. Jika pasien telah di

5. Pemeriksaan diagnosis kejang demam

Fisik orang tuanya perlu dijelaskan

a. Muka mengapa anak dapat kejang

Warna: terutama yang berhubungan

Tidak dengan kenaikan suhu tubuh .

pucat Orang tua perlu diajari

b. Mata bagaimana cara menolong

Bentuk : pada saat anak kejang dan

Normal yang penting adalah

37
Konjungti mencegah jangan sampai

va : timbul kejang

Ananemis 3. Anjurkan ibu (Marwan,2017)

Sklera : untuk mengomp 3. Kompres air hangat dapat

Anikterik reskening dan membuka pori pori, sehingga

c. Mulut ketiak anaknya panas tubuh bisa keluar

Warna melalui pori pori tersebut.

bibir: Dengan pemberian kompres

Tidak hangat, tubuh akan

pucat menangkap sinyal bahwa

Mukosa suhu di luar tubuh lebih

Bibir : panas dibandingkan dengan

Tidak suhu tubuh, sehingga tubuh

kering melakukan mekanisme  

Rahang : kompensasi berupa

tidak 4. Longgarkan penurunan suhu tubuh

terkatup pakaian anak (khasanah,2017)

rapat 4. Selimut atau pakaian tebal

d. Ekstremita serta tertutup akan

s: tidak meningkatkan suhu tubuh

kaku dan menghalangi penguapan.

e. Jari-jari : Pakaian ketat atau yang

38
tidak mengikat terlalu kencang

menggeng sebaiknya dilepas karena bisa

gam menimbulkan kesulitan

5. Berikan bernafas

oksigen ( Yulianingsih, 2017:36)

sebanyak 1-6 5. Kejang demam biasanya

liter/menit disertai apnea,    meningkatn

ya kebutuhan oksigen dan

energy untuk kontraksi otot

skelet yang akhirnyaterjadi

6. Pemberian hipoksemia.

obat (Lestari titik,2016)

antipiretik 6. Pencegahan kejang demam

yang pertama tentu dengan

berusaha menurunkan suhu

tubuh, apabila anak demam,

hal ini dapat dilakukan

dengan pemberian obat

antipiretik atau penurun

7. Lakukan peraw panas.

atan tindakan (Yulianingsih, 2017)

kejang demam 7. Pada waktu kejang pasien

39
pada anak dimiringkan untuk mencegah

aspirasi ludah atau muntahan,

buka semua pakaian yang

ketat, jalan nafas bebas agar

oksigenasi terjamin, 

perhatikan keadaan TTV,

suhu tubuh yang tinggi

dilakukan dengan cara

8. Lakukan kompres air hangat atau

kolaborasi pemberian obat antipiretik

dengan dokter (Lestari titik,2016)

pemberian obat 8. Pemberian obat anti kejang

anti kejang (Diazepam) beberapa

penelitian menunjukkan obat

anti kejang seperti diazepam

dapat mencegah kejang saat

demam ( Arifianto,2017:38)

M1 Tujuan : Ibu 1. Berikan 1. Tingkat kecemasan yang

merasa tidak cemas support pada sering dialami oleh ibu

lagi ibu dan berpengaruh pada aspek fisik 

Kriteria : Ibu keluarga orang tua dan

40
tampak lebih juga dapat berpengaruh pada  

tenang aspek

Perilaku, orang tua dapat

berperilaku negative

dalam melakukan perawatan 

pada 

anaknya peran orang tua

sangat Penting dalam perawa

2. Beri tan penyembuhan anaknya

pendidikan ( Rofiqoh,2014)

kesehatan 2. Pengetahuan atau

tentang kemampuan ibu dalam

demam kejang penanganan kejang

pada ibu demam harus didasari

pengetahuan yang benar

tentang kejang demam. Jika

pasien telah di diagnosis

kejang demam orang tuanya

perlu dijelaskan mengapa

anak dapat kejang terutama

yang berhubungan dengan

kenaikan suhu tubuh . Orang

41
tua perlu diajari bagaimana

cara menolong pada saat

anak kejang dan yang penting

adalah mencegah jangan

sampai timbul kejang

(Marwan,2017)

M2 Tujuan: Kebutuhan 1. Berikan oksigen 1. Kejang demam biasanya

oksigen pada anak sebanyak 1-6 disertai apnea, meningkatnya

dapat terpenuhi liter/menit kebutuhan oksigen dan

Kriteria : energy untuk kontraksi otot

1) TTV dalam skelet yang akhirnya terjadi

batas normal hipoksemia.

Nadi:70- (Lestari titik,2016)

120x/m

RR : 20-23x/m

Suhu : 36,5℃

2) Ekstremitas

Warna Kulit: Tidak

kebiruan

MP Tujuan : Kejang 1. Anjurkan ibu 1. Kompres air hangat dapat

1 demam berulang untuk  membuka pori pori, sehingga

42
tidak terjadi memberikan panas tubuh bisa keluar

Kriteria : kompres hangat melalui pori pori tersebut.

1. KU : Baik pada kening dan Dengan pemberian kompres

2. Kesadaran : ketiak anak hangat, tubuh akan

Composme menangkap sinyal bahwa

ntis suhu di luar tubuh lebih

3. Suhu : panas dibandingkan dengan

36,5℃ suhu tubuh, sehingga tubuh 

4. Kejang melakukan mekanisme 

tidak terjadi kompensasi berupa

penurunan suhu tubuh

2. Pemberian obat (khasanah,2017)

antipiretik 2. Pencegahan kejang demam

yang pertama tentu dengan

berusaha menurunkan suhu

tubuh apabila anak demam,

hal ini dapat dilakukan

dengan pemberian obat

antipiretik atau penurun

panas. (Yulianingsih, 2017)

MP Tujuan : Mencegah 1. Observasi tanda 1. Dapat memantau keadaan

2 terjadinya henti tanda vital umum atau perubahan

43
nafas pada anak pernafasan,nadi frekuensi pernafasan, nadi,

Kriteria : dan suhu dan suhu.

RR : 20-23x/m 2. Berikan oksigen 2. Kejang demam biasanya

Tidak ada tanda sebanyak 1-6 disertai apnea, meningkatnya

tanda henti nafas liter/menit kebutuhan oksigen dan

energy untuk kontraksi otot

skelet yang akhirnya terjadi

hipoksemia.

VI. IMPLEMENTASI

Tindakan dilakukan sesuai intervensi dan kebutuhan klien

VII. EVALUASI

Evaluasi diberikan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan yang telah

diberikan

BAB IV

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian adalah studi literatur, yaitu dengan cara meneliti

dan memahami buku-buku, dokumen atau sumber tertulis lainnya yang

relevan dan mendukung dalam konsep asuhan kebidanan pada anak dengan

Kejang Demam.
44
Studi literature adalah uraian tentang teori, temuan, dan bahan

penelitian lainnya yang diperoleh dari bahan acuan untuk dijadikan landasan

kegiatan penelitan untuk menyusun kerangka pemikiran yang jelas dari

perumusan masalah yang ingin di teliti. Studi literature berisi ulasan,

rangkuman, dan pemikiran penulis tentang beberapa sumber pustaka ( Artikel,

buku, slide, informasi dari internet dan lain lain) tentang topik yang di bahas.

Studi literature yang baik harus bersifat relevan, mutakhir, dan memadai.

( Erlinda, 2015).

Sumber untuk melakukan tinjauan literatur ini meliputi studi

pencarian sistematis database terkomputerisasi (Google Scholar) dalam

bentuk jurnal nasional yang berjumlah 14 Jurnal dan 8 buku .

BAB V
PEMBAHASAN

A. STUDY LITERATUR
Dalam studi literatur berikut akan dibahas beberapa penelitian yang
relevan dengan asuhan kebidanan pada anak dengan kejang demam,
ditampilkan dalam tabel berikut ini :

45
No Nama Tahun Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian

1 Rofiqah Vol.6, Tingkat Deskriptif Hasil penelitian


No.1 Kecemasan ibu dengan menunjukkan bahwa
Maret pada anak dengan teknik distribusi frekuensi
2014 kejang demam accidental dan prosentase tingkat
sampling. kecemasan ibu pada
anak kejang demam
dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar
yaitu 73 (84,9 %)
responden mengalami
cemas berat. Sebagian
kecil yaitu sebanyak
13 (15,1%) responden
mengalami cemas
sedang dan tidak
satupun responden
yang mengalami
cemas ringan.
2 Roni 2019 Tingkat Kuantitatif, Hasil penelitian
Saputra Vol.2, Pengetahuan Ibu dengan menunjukkan tingkat
Dkk No 2 Tentang Kejang rancangan pengetahuan ibu
Demam Pada penelitian tentang kejang demam
Anak Usia 6 deskriptif pada anak usia 6 bulan
Bulan Sampai 5 sampai 5 tahun di
Tahun Di Puskesmas Kampar
Puskesmas Timur Kabupaten
Kampar Timur Kampar mayoritas ibu
2018 yang berpengetatuan

46
kurang yaitu sebanyak
36 orang (72%), ibu
yang berpengetahuan
cukup yaitu sebanyak
13 orang (26%), dan
ibu yang
berpengetahuan baik
yaitu sebanyak 1
orang (2%). Secara
umum tingkat
pengetahuan ibu
tentang kejang demam
pada anak adalah
kurang.
3 Fadli dan Vol.7, Pengaruh Jenis Hasil penelitian
Akmal No. 2 kompres hangat Penelitian menunjukkan bahwa
Hasan 2018 terhadap Ini Adalah adanya pengaruh
perubahan suhu Jenis kompres hangat
tubuh pada pasien Penelitian terhadap perubahan
febris Kuantitatif suhu tubuh pasien
Experiment febris di ruangan
al, Dengan instalasi gawat darurat
Desain puskesmas Tanru
Quasi Tedong Kabupaten
Eksperimen Sidrap
4 Adhar Vol. 2, Analisis Faktor Jenis Hasil penelitian
Arifudin No. Risiko Kejadian penelitian menunjukkan bahwa
22016 Kejang Demam ini adalah jenis kelamin
Di Ruang survei terbanyak adalah laki-
Perawatan Anak analitik laki sebanyak 88

47
Rsu Anutapura dengan (57,5%) dan terendah
Palu pendekatan adalah jenis kelamin
case control perempuan sebanyak
(kasus 65 (42,5%), anak yang
kontrol) mempunyai riwayat
kejang keluarga
(risiko tinggi) lebih
banyak menderita
Kejang Demam yaitu
sebanyak 31 anak
(60,8%) dibanding
anak yang tidak
menderita Kejang
Demam yaitu
sebanyak 29 anak
(28,4%). Sedangkan
anak yang tidak
mempunyai riwayat
kejang keluarga
(risiko rendah) lebih
banyak yang tidak
menderita Kejang
Demam yaitu
sebanyak 73 anak
(71,6%) dibanding
anak yang tidak
mempunyai riwayat
kejang keluarga yang
menderita Kejang
demam, yaitu

48
sebanyak 20 anak
(39,2%), pada faktor
resiko suhu tubuh
menunjukkan bahwa
anak yang mempunyai
suhu tubuh tinggi ≥
37,8° C berisiko 87,8
kali lebih besar untuk
menderita Kejang
Demam dibandingkan
anak yang mempunyai
suhu tubuh rendah <
37,8° C. maka suhu
tubuh merupakan
faktor risiko terhadap
kejadian Kejang
Demam.dan pada
faktor resiko BBLR
menunjukkan bahwa
anak yang mengalami
BBLR beresiko
mengalami kejang
pada saat demam
dibandingkan dengan
anak yang tidak
mengalami BBLR
pada saat lahir
5 Wahid Vol. 1, Hubungan Jenis Hasil Analisis Bivariat
Tri Dkk No.1 Pengetahuan Dan penelitian Diperoleh Terdapat
2019 Sikap Ibu Dengan ini adalah Hubungan

49
Penanganan kuantitatif. Pengetahuan Ibu
Kejang Demam Rancangan Dengan Penanganan
Pada Balita penelitian Kejang Demam Pada
Sebelum Dirawat survey Balita Sebelum
Di Rumah Sakit analitik Dirawat Di Rumah
Ahmad Yani dengan Sakit Ahmad Yani
Metro pendekatan Metro Tahun 2017
cross
sectional.
6 Pasti Vol. 2 , Analisis Perbe Jenis Hasil penelitian
Kurnia No. 2 daan Faktor- penelitian mendapatkan 86 anak

dan Lina 2019 Faktor Pada ini adalah mengalami kejang


demam, dan 47,7%
Kejang penelitian
diantaranya mengalami
Demam Pertam survey
kejang demam berulang.
a Dengan analitik
Perbandingan kejadian
Kejang dengan
kejang demam yang
Demam  pendekatan diperoleh peneliti pada
Berulang Pada cross kejang demam pertama
Balita sectional dan kejang demam
berulang adalah 2:1. Hal
ini menunjukkan ada
perubahan kejadian
kejang demam berulang.
Pada penelitian ini
angka kejadian kejang
demam berulang lebih
kecil jumlahnya,
kemungkinan seiring
berjalannya waktu angka
kejadian berulangnya
kejang demam semakin

50
Berkurang jumlah nya
7 Rosi Dkk Vol. 2, Hubungan Antara penelitian Hasil penelitian ini
No. 2
2013 Tingkat 
analitik menunjukan semakin
Kecemasan Orang
Tua Ketika Balita dengan rendah tingkat
Demam Dengan
rancangan kecemasan ibu maka
Pemberian Obat
Penurun Panas cross semakin besar
Antipiretik Di
sectional.. kemungkinan ibu
Desa Cihideunghi
lir Kecamatan memberikan obat
Cidahu 
penurun panas
Kabupaten
Kuninga (antipiretik) pada
balita, karena pada
saat balita demam ibu
menganggap hal yang
biasa dan tidak perlu
melakukan tindakan
yang serius maka ibu
memberikan obat
penurun panas
(antipiretik). Alasan
ibu memberikan obat
penurun panas
(antipiretik) pada saat
demam karena
sebelumnya ibu
pernah memberikan
pbat penurun panas
(antipiretik) pada saat
balita demam dan
hasilnya cocok maka
pada saat balita

51
mengalami demam
kembali ibu langsung
memberikan obat
penurun panas
(antipiretik)
8 Sunarsih Vol.4, Model Pendidikan Penelitian Hasil penelitian
No.1
Rahayu 2015 Kesehatan Dalam ini menggu menunjukkan ada
nakan perbedaan yang
Menigkatkan
metode signifikan antara
Pengetahuan quasi pengetahuan pre test
Tentang eksperimen dan post test pada
dengan responden kelompok
Pengelolaan
desain pre intervensi maupun
Kejang Demam test-post kelompok kontrol.
Pada Ibu Balita test yang Pada kelompok
mengguna kontrol terjadi
Di Posyandu
kan peningkatan
Balita kelompok pengetahuan 5.46
eksperimen point dengan tingkat
dan korelasi rendah yaitu
kelompok tingkat korelasi 0.505.
kontrol. Sedangkan pada
kelompok perlakuan
mengalami
peningkatan
pengetahuan 14.96
point dengan tingkat
korelasi lebih baik
yaitu tingkat korelasi
0.207.
9 Vivit Vol. 5, Gambaran Faktor Penelitian 1. Hasil penelitian
erdina No. 3
Dkk 2016 yang ini menunjukkan
Berhubungan merupakan frekuensi pasien
dengan deskriptif kejang demam
Timbulnya dengan berulang
Kejang Demam tinjauan berdasarkan usia
Berulang pada retrospektif pasien ketika
Pasien yang dengan mengalami kejang

52
Berobat di mengguna demam pertama
Poliklinik Anak kan disain pada penelitian ini
RS. DR. M. penelitian ditemukan hampir
Djamil Padang cross separuh kejang
sectional demam berulang
terjadi pada pasien
yang mengalami
kejang demam
pertama pada usia 11
– 20 bulan, yaitu
sebanyak 19 orang
(47,5%).
2. Distribusi frekuensi
pasien kejang
demam berulang
berdasarkan jenis
kelamin Pada
penelitian ini
didapatkan bahwa
lebih dari separuh
kejang demam
berulang terjadi pada
pasien perempuan
yaitu sebanyak 25
orang (62,5%).
3. Distribusi frekuensi
pasien kejang
demam berulang
berdasarkan riwayat
kejang demam
dalam keluarga
Penelitian ini
menemukan bahwa
lebih dari separuh
kejang demam
berulang terjadi pada
pasien yang
memiliki riwayat
kejang demam

53
dalam keluarga yaitu
sebanyak 29 pasien
(72,5%).
4. Distribusi frekuensi
pasien kejang
demam berulang
berdasarkan riwayat
epilepsi dalam
keluarga pada
penelitian ini
ditemukan lebih dari
separuh kejang
demam berulang
terjadi pada
kelompok pasien
yang tidak memiliki
riwayat epilepsi
dalam keluarga yaitu
sebanyak 39 orang
(97,5%).
5. Distribusi frekuensi
pasien kejang
demam berulang
menurut tipe kejang
demam pertama
yang dialami pasien
Pada penelitian ini
didapatkan bahwa
lebih dari separuh
kejang demam
berulang terjadi pada
pasien yang
mengalami kejang
demam sederhana
pada kejang demam
pertama yaitu
sebanyak 24 pasien
(60%).

54
10 Susiana Vol.08, Perbandingan Penelitian Hasil penelitian
tendean No.4 Efektivitas uji klinis menunjukkan
2015 acak efektivitas lorazepam
dkk pengobatan
terbuka bukal sama dengan
lorazepam bukal diazepam rektal,
dengan Diazepam Lorazepam bukal
dapat menghentikan
Rektal dalam
kejang demam yaitu
tatalaksana awal sebanyak 15 pasien
kejang pada anak dan pada kasus kejang
lain yang bukan
kejang demam hanya
berhasil menghentikan
kejang pada 3 dari 7
pasien dan Diazepam
rektal dapat
menghentikan kejang
pada seluruh pasien
yaitu pada 15 pasien
dan pada kasus kejang
lain berhasil
menghentikan 5 dari 7
pasien, untuk lama
penghentian kejang
yang dinilai sejak obat
diberikan sampai
kejang berhenti
didapatkan bahwa
diazepam rektal lebih
cepat dalam
menghentikan kejang.

B. Pembahasan

1. Pemberian suport mental pada ibu dan keluarga untuk mengurangi

kecemasan.

55
Perlunya pemberian support mental pada ibu dan keluarga karena

menurut Perlagerlov, (2006) Bahwa orang tua sering membuat keputusan

tidak rasional saat cemas sehingga tidak efektif dalam memberikan

perawatan yang tepat untuk anak. Padahal menurut Supartini (2010) peran

orang tua sangat penting dalam perawatan untuk kesembuhan anak yang

sakit. Oleh karena itu intervensi keperawatan yang tepat untuk

mengurangi masalah cemas sangat dibutuhkan orang tua pada anak kejang

demam, sehingga orang tua dapat mengambil keputusan yang rasional dan

akhirnya dapat merawat anaknya lebih efektif.

Perlunya pemberian support mental pada ibu dan keluarga sesuai

dengan hasil penelitian Rofiqoh (2014) menunjukkan bahwa sebagian

besar (84,9%) ibu pada anak kejang demam mengalami cemas berat.

Hanya sebagian kecil (15,1%) ibu yang mengalami cemas sedang serta

tidak satupun ibu yang mengalami cemas ringan. Sehingga bagi pelayanan

keperawatan diharapkan menentukan intervensi keperawatan yang tepat

terkait masalah cemas berat yang dialami ibu pada anak yang mengalami

kejang demam.

2. Berikan Pendidikan Kesehatan Pada Ibu tentang Kejang Demam

Anak

Pentingnya pemberian pendidikan kesehatan pada ibu tentang kejang

demam karena kejang pada anak terutama pada balita sering kali tidak

dimengerti oleh para orang tua. Akibatnya, orang tua kerap menjadi panik

dan berpotensi melakukan langkah yang justru salah dan membahayakan,


56
untuk lebih memahami kejang pada anak, kita harus lebih mengetahui apa

sesungguhnya yang menjadi penyebabnya, pengetahuan kemampuan ibu

dalam penanganan kejang demam harus didasari pengetahuan yang benar

tentang kejang demam, tidak kalah penting dalam menghadapai kejang

dan menangani anak yang kejang demam adalah kematangan atau sifat

kedewasaan ibu, sehingga ibu dapat berperilaku positif.

Pentingnya pemberian pendidikan kesehatan pada ibu tentang kejang

demam sesuai dengan hasil Penelitian Roni Saputra Dkk (2018 ),

menunjukkan secara umum tingkat pengetahuan ibu tentang kejang

demam pada anak adalah kurang.  Berdasarkan hasil penelitian ini,

pengetahuan ibu tentang kejang demam perlu ditingkatkan untuk

mencegah terjadinya kejang demam pada anak. Peningkatan pengetahuan

dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan yang meliputi definisi,

etiologi, faktor risiko, pencegahan, penatalaksanaan, dan komplikasi

tentang kejang demam.

3. Anjurkan Ibu Untuk Mengompres Kening dan Ketiak Anaknya

Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu

tubuh anak yang mengalami demam. Pemberian kompres hangat pada

daerah pembuluh darah besar merupakan upaya memberikan rangsangan

pada area preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal

hangat yang dibawa oleh darah ini akan menuju area hipotalamus

merangsang preoptik mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem

efektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh


57
yang lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah

perifer dan berkeringat (Potter & Perry, 2010).

Dengan kompres hangat menyebabkan suhu tubuh diluaran akan

terjadi hangat sehingga tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu

diluaran cukup panas, akhirnya tubuh akan menurunkan kontrol pengatur

suhu di otak supaya tidak meningkatkan suhu pengatur tubuh, dengan

suhu diluaran hangat akan membuat pembuluh darah tepi dikulit

melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori kulit akan

membuka dan mempermudah pengeluaran panas, sehingga akan terjadi

perubahan suhu tubuh.

Hal ini sesuai dengan hasil Penelitian Fadli dan Akmal Hasan ( 2018 )

menunjukkan bahwa kompres hangat memiliki pengaruh terhadap

perubahan suhu tubuh pada pasien febris khususnya anak-anak. Kompres

hangat termasuk tindakan mandiri yang harus diketahui oleh semua tenaga

kesehatan begitupun dengan orang tua. Maka dari itu diharapkan bagi

orang tua untuk memberikan tindakan kompres hangat kepada anaknya

yang mengalami demam. Kompres hangat berpengaruh karena pembuluh

tepi dikulit melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori kulit

akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas, sehingga terjadi

perubahan suhu tubuh.

4. Lakukan Pemberian oksigen

Pemberian oksigen sangat penting dilakukan karena pada saat demam

dan mengalami kejang anak dalam kaeadaan hipoksia atau kondisi


58
kekurangan oksigen di otak, yang bisa ditingkatkan dengan pemberian

oksigen

Pentingnya pemberian oksigen sesuai dengan hasil penelitian Kurnia

pasti (2016) mengatakan keadaan kurangnya oksigen yang terjadi pada

waktu demam mungkin penyebab dari kejang karena meningkatnya 1˚F

atau setara dengan 0.5˚ C akan meningkatkan metabolisme basal sebesar

kira-kira 7%. Sirkulasi otak anak usia 3 tahun adalah 65%, pada anak

yang lebih muda bisa lebih tinggi persentasenya, sehingga bila

kebutuhan oksigen dan glukosa meningkat, maka berpotensi menyebabkan

kejang demam.

5. Pemberian Obat Antipiretik

Antipiretik adalah obat-obat / zat-zat yang dapat menurunkan suhu

badan pada keadaan demam (ISO, 2005). Pemberian antipiretik pada

bayi/anak yang demam merupakan keputusan yang tepat dilakukan oleh

orangtua sehingga dapat mencegah berbagai kemungkinan seperti

dehidrasi, kejang demam hingga kerusakan otak dan kehilangan kesadaran

namun dalam pemberian obat antipiretik ini harus sesuai dengan dosis

yang dianjurkan oleh dokter.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rosi Dkk (2013) menunjukkan

bahwa semakin rendah tingkat kecemasan ibu maka semakin besar

kemungkinan ibu memberikan obat penurun panas (antipiretik) pada

balita, diketahui bahwa sebagian besar responden memberikan obat

penurun panas terhadap balitanya yaitu sebanyak 63 responden (63%). Hal


59
ini menunjukan bahwa sebagian besar ibu sudah bisa memberikan

keputusan yang tepat dalam menangani balita demam dengan memberikan

obat penurun panas (antipiretik).

6. Lakukan Perawatan Tindakan Kejang demam pada anak

Perawatan kejang demam pada anak sangat penting dilakukan karena

Kejang demam merupakan kejang yang paling sering terjadi pada anak.

Secara umum kejang demam memiliki prognosis yang baik, namun sekitar

30 sampai 35% anak dengan kejang demam pertama akan mengalami

kejang demam berulang.

Pentingnya perawatan tindakan kejang yang tepat hal ini sesuai dengan

hasil penelitian Vivit erdina Dkk(2016) didapatkan bahwa lebih dari

separuh kejang demam berulang terjadi pada pasien yang mengalami

kejang demam sederhana pada kejang demam pertama yaitu sebanyak 24

pasien (60%). Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi berulangnya kejang demam yang bisa diberikan

kepada orangtua untuk meredakan ketakutan yang berlebihan dan

kepentingan tatalaksana.

7. Lakukan Kolaborasi dengan Dokter Pemberian obat anti kejang

Kejang merupakan kedaruratan yang harus segera diatasi, oleh karena

itu penghentian kejang harus dilakukan segera mungkin, maka dari itu

kemampuan obat untuk menghentikan kejang juga kecepatan obat dalam


60
mengontrol kejang sangatlah penting. Pemberian obat anti kejang

( Diazepam ) sangat penting diberikan pada saat anak kejang, karena

kecepatan diazepam dalam mengontrol kejang adalah sifat fisiko kimiawi

yang lebih lipolifik sehingga lebih mudah menembus sawar darah otak

dan awitan kerja menjadi lebih cepat.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Susiana tendean Dkk ( 2015 )

menunjukkan bahwa efektivitas lorazepam bukal sama dengan diazepam

rektal, Lorazepam bukal dapat menghentikan kejang demam yaitu

sebanyak 15 pasien dan pada kasus kejang lain yang bukan kejang demam

hanya berhasil menghentikan kejang pada 3 dari 7 pasien dan Diazepam

rektal dapat menghentikan kejang pada seluruh pasien yaitu pada 15

pasien dan pada kasus kejang lain berhasil menghentikan 5 dari 7 pasien,

untuk lama penghentian kejang yang dinilai sejak obat diberikan sampai

kejang berhenti didapatkan bahwa diazepam rektal lebih cepat dalam

menghentikan kejang.

61
BAB VI

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dari studi literatur dari berbagai jurnal yang telah

ditulis peneliti tentang Asuhan Kebidanan Pada Anak dengan Kejang Demam

Maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Intervensi Asuhan Kebidanan Pada Anak dengan Kejang Demam sudah

sesuai dengan teori

2. Tidak terdapat kesenjangan antara hasil penelitian sebelumnya dengan teori

B. SARAN

1. Bagi Akademik

Diharapkan laporan tugas akhir ini dapat menjadi satu referensi yang

relevan untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam

perawatan kejang demam

2. Bagi Lahan Praktik

Diharapkan dapat memenuhi tentang keluhan pasien memberikan

pelayanan dengan baik bagi pasien dan mampu memberikan asuhan

kebidanan secara komprehensif.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

62
Diharapkan dengan adanya laporan tugas akhir ini dapat menjadi

gambaran dan masukan dalam mengembangkan hasil-hasil penelitian

yang terbukti secara ilmiah untuk pemenuhan asuhan kebidanan pada

anak dengan kejang demam, serta dapat menjadi referensi atau

pedoman bagi pihak yang ingin melanjutkan penelitian mengenai

asuhan kebidanan pada anak dengan kejang demam

63

Anda mungkin juga menyukai