Anda di halaman 1dari 118

PEDOMAN PELAYANAN

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

RUMAH SAKIT UMUM ANANDA PUTRI MEDAN


JL. JAMIN GINTING KM. 11 NO 78
MEDAN – INDONESIA
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) sangat penting untuk dilaksanakan di rumah
sakit sebagai tempat fasilitas pelayanan kesehatan, disamping sebagai tolak ukur mutu
pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga serta lingkungan
dari resiko tertular penyakit infeksi karena perawatan, bertugas dan berkunjung ke rumah
sakit. Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat diharapkan dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai
standar yang sudah ditentukan.
Kebersihan program dan kegiatan PPI di rumah sakit memerlukan keterlibatan semua
pihak yaitu keterlibatan semua profesional dan unit kerja ( Dokter, Perawat, Ahli
Laboratorium, K3, Farmasi, Gizi, Sanitasi dan Laundry, dan bagian Rumah Tangga Rumah
Sakit ), sehingga diperlukan wadah untuk pengorganisasiannya berupa Panitia PPI.
Kerjasama organisasi PPI dalam pelaksanaannya harus didukung komitmen tinggi
manajerial sehingga menentukan terlaksananya program dan kegiatan dengan baik
semuanya itu akan menjamin mutu pelayanan Rumah Sakit.
Infeksi rumah sakit merupakan masalah serius bagi semua rumah sakit, dampak yang
muncul sangat membebani rumah sakit maupun pasien. Adapun faktor yang
mempengaruhinya antara lain, banyaknya pasien yang dirawat sebagai sumber infeksi bagi
lingkungan pasien lainnya maupun petugas kontak langsung antara pasien dengan pasien
lainnya maupun petugas kontak langsung antara pasien dengan pasien lainnya, kontak
langsung antara petugas dengan pasien yang tercemar, penggunaan peralatan medis yang
tercemar kuman, kondisi pasien yang lemah.
Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit harus dilaksanakan secara
menyeluruh dengan baik dan benar disemua sarana kesehatan rumah sakit, dengan prosedur
yang baku untuk setiap tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi tersebut, untuk itu
perlu adanya suatu pedoman yang digunakan di RSU Ananda Putri Medan.
Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi merujuk pada Pedoman Manajerial Dan
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dari Departemen Kesehatan 2009, Infeksi
yang berasal dari lingkungan rumah sakit dikenal dengan istilah infeksi nosokomial
mengingat seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah
infeksi nosokomial diganti dengan istilah baru yaitu “Healthcare – Associated Infections”
(HAIs).
Diharapkan dengan adanya Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini, seluruh
petugas RSU Ananda Putri Medan memiliki sikap dan perilaku yang mendukung standar
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSU Ananda Putri Medan.

1
B. Tujuan
 Tujuan Umum :
Menyiapkan agar RSU Ananda Putri Medan dengan sumber daya terbatas dapat
menerapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, sehingga dapat melindungi tenaga
kesehatan dan masyarakat dari penularan penyakit menular (Emerging Infectious
Diseases) yang mungkin timbul, khususnya dalam menghadapi kemungkinan pandemic
influenza.

 Tujuan Khusus :
Membuat standar pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi bagi petugas
kesehatan di RSU Ananda Putri Medan meliputi :
1. Konsep dasar penyakit infeksi
2. Fakta – fakta penting beberapa penyakit menular
3. Kewaspadaan isolasi
4. Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSU Ananda Putri Medan
5. Kesiapan menghadapi pandemi penyakit menular
6. Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

C. Ruang Lingkup
Pedoman ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di RSU Ananda Putri Medan dalam
melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada pelayanan terhadap pasien yang
menderita penyakit menular melalui udara, kontak droplet atau penyakit menular melalui
udara, kontak, droplet atau penyakit infeksi lainnya.

2
BAB II
KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI RSU ANANDA PUTRI MEDAN

A. Visi
Mengutamakan pencegahan dan proteksi lingkungan rumah sakit untuk menurunkan angka
infeksi nosokomial.

B. Misi
1. Melaksanakan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi disemua bagian / instalasi
yang terkait.
2. Memberikan pelayanan sesuai pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi kepada
pasien, petugas kesehatan, dan pengunjung rumah sakit.
3. Melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari infeksi rumah sakit.
4. Tersedianya pelatihan dan pendidikan pencegahan dan pengendalian infeksi

C. Falsafah dan Tujuan PPI


 Falsafah : Melakukan pencegahan dan proteksi agar tidak terjadinya infeksi kepada
pasien, keluarga, tenaga medis dan non medis selama berada di lingkungan
Rumah Sakit.
 Tujuan :
1. Menurunkan angka kejadian Infeksi Nosokomial.
2. Menjadikan proteksi / perlindungan terhadap lingkungan Rumah Sakit.
3. Menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian.

D. Dasar Hukum
1. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 270/MenKes/2007, tentang Pedoman
Manajerial PPI di Rumah sakit dan Fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya.
2. Surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 382/MenKes/SK/III/ 2007 : Tentang
Pedoman PPI di Rumah Sakit dan Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 129/MenKes/SK/II/2008, tentang standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1165.A/MenKes/SK/X/2004, tentang
Komisi Akreditasi Rumah Sakit
5. Surat Keputusan Direktur RSU Ananda Putri Medan Nomor : 514 a/SK/DIR/VII/2012
tentang Pembentukan Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPPI ) RSU Ananda
Putri Medan.

3
E. Organisasi pencegahan dan pengendalian infeksi
1. Struktur Organisasi
Berdasarkan Keputusan Direktur RSU Ananda Putri Medan No :
......./SK/DIR/....../...........

STRUKTUR ORGANISASI PANITIA


PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT
DI RSU ANANDA PUTRI MEDAN

DIREKTUR

KA. PANITIA PPI

SEKRETARIS PPI

IPCN ANGGOTA PANITIA PPI

IPCLN

Ditetapkan di Medan
Pada Tanggal 2017

Direktur RSU Ananda Putri Medan,

dr. Hendra Putra A E Sinuhaji

4
Struktur Organisasi Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada RSU Ananda Putri
Medan.
Ketua : dr. Novi Yanti P, Sp. PK
Sekretaris : Jojor Simamora, SKM, M.Kes
Anggota : - dr. Johan Ricardo Sibarani, Sp.OG
- dr. Zuhrawardi Pasi, Sp.A
- dr. M.H. Martanta Tarigan, Sp.B
- dr. Christmas Gideon, Sp.An
- Prof. dr. Rudolf Parhusip Sp.P (K)
- dr. Agustrianita, Ketaren
- Vina Yanti Anjelina M, AM.K (Prwt)
- Siti Zubaidah, Am. Keb, SKM (Bidan)
- Syarikat Sembiring (Lab)
- Zuhrina, S.Farm., Apt (Farmasi)
- Hendrik Tarida Gultom, SKM (K3)
- (Radiologi)
- Sartika Silitonga, AMG
- Yanti (Laundry)
- M. Heri (PSP2 RS)
- Lasma br Manik (House Keeping)
- Rusmin br Manik (House Keeping)

IPCN : - Eva Sulastri Manurung, AMK

IPCLN :- ( IPCLN Unit Gawat Darurat )


- Sinar Ruth Monalisa Hutagalung, Am. Keb ( IPCLN Unit Rawat
Inap Lt. II )
- ( IPCLN Unit Klinik Spesialis)
- ( IPCLN Unit Rawat Intensif )
- ( IPCLN Unit Kamar Operasi )
- ( IPCLN Unit Kamar Bersalin )

Uraian Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang :


A. Direktur
Tugas dan Tanggung Jawab
1. Membentuk Panitia PPIRS dengan Surat Keputusan.
2. Bertanggung jawab dan miliki komitmen yang tinggi terhadap penyelenggaraan
upaya pencegahan dan pengendalian HAIs
3. Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk
anggaran yang dibutuhkan.
4. Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian HAIs
5. Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian HAIs berdasarkan
saran dari Panitia PPIRS.
6. Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotik yang rasional dan
disinfektan di rumah sakit berdasarkan saran dari Panitia PPIRS.
7. Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap berdasarkan
saran dari Panitia PPIRS.
8. Mengesahkan Standar operasional prosedur (SPO) untuk PPIRS.

5
B. Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Rumah Sakit
1. Ketua Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RSU Ananda Putri Medan
a. Uraian Tugas :
1) Membuat dan mengevaluasi kebijakan Pencegahan Pengendalian Infeksi
2) Melaksanakan sosialisasi kebijakan Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah
Sakit, agar kebijakan dapat dipahami dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan
rumah sakit.
3) Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar.
4) Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilans.
5) Mengidentifikasi dan melaporkan kuman pathogen dan pola resistensi
antibiotika.
6) Mengadakan kegiatan konsultasi/penyuluhan masalah infeksi kepada Tenaga
Medik, Non Medik dan Tenaga Lainnya serta pengguna jasa Rumah Sakit Sri
Pamela
7) Menelaah pelaksanaan surveilans infeksi nosokomial, serta memberikan umpan
baliknya kepada pihak yang terkait tentang data surveilans pencegahan dan
pengendalian infeksi yang relevan.
8) Pengembangan program pendidikan dan pelatihan pencegahan dan
penanggulangan infeksi nosokomial bagi staf yang membutuhkan.
9) Mengkoordinasikan pelatihan kewaspadaan universal diseluruh lapisan
karyawan rumah sakit.
10) Bekerjasama dengan anggota dalam melakukan investigasi masalah atau
kejadian luar biasa infeksi nosokomial.
11) Berkoordinasi dengan unit terkait lainnya.
12) Menerima laporan dari Anggota Panitia pencegahan pengendalian infeksi dan
membuat laporan kepada Direktur.

b. Wewenang :
1) Melakukan pengawasan terhadap kepatuhan staf/pegawai RSU Ananda Putri
Medan dalam melaksanakan kebijakan direktur tentang Pencegahan
danPengendalian Infeksi Rumah Sakit.
2) Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan dan
pengendalian infeksi.
3) Memberikan usulan kepada Direktur untuk pemakaian antibiotika yang rasional
dirumah sakit berdasarkan hasil pantauan kuman dan resistensinya terhadap
antibiotika dan menyebarluaskan data resistensi antibiotika.
4) Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya dalam pencegahan pengendalian infeksi.
5) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip pencegahan
pengendalian infeksi dan aman bagi yang menggunakan.
6) Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial
menyebarkan infeksi.

c. Tanggung Jawab :
1) Bertanggung jawab terhadap penyusunan dan pelaksanaan program PPI dan
program pelatihan dan pendidikan PPI
2) Bertanggung jawab terhadap evaluasi, rekomendasi, dan tindak lanjut program
dengan melaksanakan pertemuan & pelaporan berkala setiap 3 bulan sekali
3) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penyelidikan sewaktu ada indikasi
kejadian luar biasa (KLB) di Rumah Sakit dan mengevaluasi efektivitas dan
dampak dari kebijakan pengendalian infeksi, prosedur dan peralatan.

6
2. Sekretaris
a. Uraian Tugas :
1) Pengadaan kelengkapan administrasi program pencegahan dan pengendalian
Infeksi.
2) Penyusunan kebutuhan anggaran untuk kegiatan Pencegahan & Pengendalian
Infeksi
3) Melaksanakan kegiatan administrasi umum Panitia Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
4) Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi
dilingkungan kerjanya baik rumah sakit dan fasilitas dan pelayanan kesehatan
lainnya.
5) Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Panitia Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
6) Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilans infeksi
yang terjadi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
7) Memonitor kesehatan lingkungan.
8) Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi dari
petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya.

b. Wewenang :
1) Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SPO, kewaspadaan Isolasi
2) Memonitor terhadap pengendalian antibiotik yang rasional
3) Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI.
4) Memberikan saran design ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip PPI
5) Audit pencegahan dan pengendalian infeksi termasuk terhadap penatalaksanaan
limbah, laundry, gizi dan lain lain dengan menggunakan daftar tilik
6) Sebagai koordinator antar unit kerja dalam mendeteksi, mencegah dan
mengendalikan infeksi di rumah sakit.
7) Menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi tentang pencegahan dan
pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah sakit.

c. Tanggung Jawab :
1) Bertanggung jawab terhadap pencatatan dan pelaporan kegiatan Panitia
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial
2) Bersama Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi melakukan pelatihan
petugas kesehatan tentang PPI di rumah sakit.
3) Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga
tentang topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat, infeksi dengan
insiden tinggi.
4) Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit.
5) Melakukan penyelidikan sewaktu ada indikasi kejadian luar biasa (KLB) di
Rumah Sakit dan bersama Panitia memperbaiki kesalahan yang terjadi.

3. Anggota Panitia
a. Uraian Tugas Anggota Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
Rumah Sakit :
1. Bersama Ka. Panitia PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI di
Rumah Sakit.
2. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di setiap unit rawat inap.

7
3. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung Rumah Sakit tentang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit.
4. Melakukan investigasi terhadap KLB dam bersama-sama Ka. Panitia
memperbaiki kesalahan yang terjadi.
5. Mendesain melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilens yang terjadi
di Rumah Sakit.
6. Berkoordinasi dengan Panitia PPI saat terjadi KLB diruang rawat inap.
7. Konsultasi dengan Panitia PPI dalam pelaksanaan prosedur yang harus
dijalankan bila belum paham.

b. Wewenang :
1) Melakukan pengawasan terhadap kepatuhan staf/pegawai RSU Ananda Putri
Medan dalam melaksanakan kebijakan direktur tentang Pencegahan
danPengendalian Infeksi Rumah Sakit.
2) Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan dan
pengendalian infeksi.
3) Memberikan usulan kepada Direktur untuk pemakaian antibiotika yang rasional
dirumah sakit berdasarkan hasil pantauan kuman dan resistensinya terhadap
antibiotika dan menyebarluaskan data resistensi antibiotika.
4) Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya dalam pencegahan pengendalian infeksi.
5) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip pencegahan
pengendalian infeksi dan aman bagi yang menggunakan.
6) Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial
menyebarkan infeksi.

c. Tanggung Jawab :
1) Bertanggung jawab terhadap penyusunan dan pelaksanaan program PPI dan
program pelatihan dan pendidikan PPI
2) Bertanggung jawab terhadap evaluasi, rekomendasi, dan tindak lanjut program
dengan melaksanakan pertemuan & pelaporan berkala setiap 3 bulan sekali
3) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penyelidikan sewaktu ada indikasi
kejadian luar biasa (KLB) di Rumah Sakit dan mengevaluasi efektivitas dan
dampak dari kebijakan pengendalian infeksi, prosedur dan peralatan.

4. IPCLN
a. Uraian Tugas :
1) Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit rawat inap
masing-masing dan menyerahkannya kepada IPCN ketika pasien pulang.
2) Berkoordinasi dangan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi
pengunjung diruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang harus
dijalankan bila belum paham.

b. Wewenang :
1) Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI pada
setiap personil ruangan di unit rawatnya masing-masing.
2) Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar
isolasi

c. Tanggung Jawab :
Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya infeksi pada pasien.

8
BAB III
KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI DAN PENYAKIT MENULAR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI


Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk
indonesia, ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi berasal dari Komunitas (Community
acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit ( Hospital Acquired infection )
yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Dengan berkembangnya sistem
pelayanan kesehatan khusus dalam bidang perawatan pasien, sekarang perawatan tidak
hanya di rumah sakit saja, melainkan juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan
perawatan di rumah (Home Care).
Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang di maksudkan untuk
tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, baik bagi pasien atau bahkan pada petugas
kesehatan itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi, maka
sekarang instilah infeksi nosokomial ( Hospital acquired infection ) diganti dengan istilah
baru yaitu ” Healthcare - associated infections” (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas
tidak hanya di rumah sakit tetapi juga difasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak
terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang terjadi
didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus infeksi yang terjadi atau
didapat di rumah sakit, selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit ( Hospital infection).

1. Beberapa Batasan / Definisi


a. Kolonisasi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana
organisme tersebut hidup, tumbuh, dan berkembang biak, tanpa disertai adanya
respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh penjamu tidak dalam keadaan
suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami kolonisasi dengan kuman
pathogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman tersebut keorang
lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat bertindak sebagai ”Carrier”.

b. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme),
dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.

c. Penyakit Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang
disertai adanya respon imun dan gejala klinik.

d. Penyakit menular atau infeksius


9
Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang keorang lain,
baik secara langsung maupun tidak langsung

e. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen karena infeksi, trauma,
pembedahan atau luka bakar yang ditandai dengan adanya sakit / nyeri (dolor),
panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.

f. ”Systemic Inflammatory Response Syndrome”(SIRS)


Sekumpulan gajala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh
(inflamasi) yang bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih
keadaan berikut :
Hipertermi / hipotermi / suhu tidak stabil, (2) takikardi (sesuai usia), (3) takipnoe
(sesuai usia), serta (4) leukositosis atau leukopenia atau hitung jenis leukosit jumlah
sel muda lebih dari 10% pada dewasa dan 20% pada bayi. SIRS dapat disebabkan
karena infeksi atau non infeksi seperti trauma, pembedahan, luka bakar,
pankreatitis,atau gangguan metabolik. SIRS yang disebabkan infeksi disebut
”sepsis”.

2. Rantai Penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui
rantai penularan. Apabila satu rantai dihilangkan atau di rusak, maka infeksi dapat di
cegah atau di hentikan. Komponen yang di perlukan sehingga terjadi penularan tersebut
adalah :
a. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi. Pada manusia agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur
dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya
infeksi yaitu : patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau ”load”).

b. Reservoir atau tempat agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan
siap di tularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada
orang sehat permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus dan vagina
merupakan reservoir yang umum.

c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan dari mana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernafasan, pencernaan, saluran kemih
dan kelamin, kulit dan membran mukosa,transplasenta dan darah serta cairan
tubuh lain.

d. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi


dari reservoir ke penderita yang suseptibel. Ada beberapa cara yaitu : (1) Kontak

10
langsung dan tidak langsung, (2) Droplet, (3 ) airbone, (4) melalui venikulum
(makanan, air / minuman, darah) dan ( 5 ) melalui vector biasanya serangga dan
binatang pengerat.

e. Pintu masuk (portal of entri) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
pejamu yang suseptibel. Pintu masuk bisa melalui saluran pernafasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh
(luka).

f. Pejamu (host) yang susptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh
yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi atau
penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status gizi,
status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan,
pengobatan dengan imunosupresan. Faktor lain yang mungkin berpengaruh
adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hiduo,
pekerjaan dan herediter.

Agen
Host /
pejamu reservoi
rentan r
Infeksi

Tempat Tempat
Masuk keluar
Metode
Penulara
n

Gambar 2 . Skema rantai penularan penyakit infeksi

3. Faktor Risiko ” Healthcare- Associated Infections” (HAIs)


a. Umur : neonatus dan lanjut usia lebih rentan
b. Status imun yang rendah / terganggu (imuno-kompromais) : penderita dengan
penyakit kronik, penderita keganasan, obat-obatan imunosupresan
c. Interupsi barier anatomis :
 Keteter urine : meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih
(ISK).
 Prosedur operasi : dapat menyebabkan infeksi luka operasi atau ”
Surgical site infection (SSI) ”
 Intubasi pernapasan : meningkatkan kejadian ”Hospital acquired
Pneumonia” (HAP / VAP).
 Kanula vena dan arteri : menimbulkan infeksi luka infus (ILI), ” Blood
Stream Infection ”(BSI).
 Luka bakar dan Trauma

11
d. Implantasi benda asing :
 Indwelling catheter”
 ”Surgical suture material”
 ”Cerebrospinal fluid shunts”
 ”Valvular / vascular prostheses”

e. Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotik yang tidak bijaksana


menyebabkan timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai antimikroba.

4. Pencegahan dan pengendalian infeksi


Proses terjadinya infeksi tergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen
infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan, identifikasi faktor risiko
pada pejamu dan pengendalian infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya
HAIs, baik pada pasien ataupun pada petugas.

5. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :


a. Peningkatan daya tahan pejamu
Dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), imunisasi pasif
(immunoglobulin), dan promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi adekuat
yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

b. Inaktivasi agen penyebab infeksi


Dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi, contohnya metode fisik adalah :
pemanasan (pasteurisasi dan sterilisasi) dan memasak makanan metode kimiawi
termasuk klorisasi air, desinfeksi dll.

c. Memutus rantai penularan


Merupakan cara yang paling mudah untuk pencegahan penularan penyakit infeksi,
tetapi hasilnya tergantung dari ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang
telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini dengan cara melaksanakan ” Isolation
Precautions” (Kewaspadaan isolasi) yang terdiri dari dua pilar / tingkatan yaitu ”
Standard precautions” ( kewaspadaan berdasarkan cara penularan).

d. Tindakan pencegahan paska pajanan (”Post exposure prophilaxis” / PEP) terhadap


petugas kesehatan. Pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan
cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau
pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B,
Hepatitis C, dan HIV.

12
B. FAKTA-FAKTA PENTING PENYAKIT MENULAR
1. INFLUENZA
1.1. Influenza musiman dan influenza A (H5NI)
a. Pengertian
Influenza adalah penyakit virus acute yang menyerang saluran pernapasan,
ditandai demam, sakit kepala, mialgia, coryza, lesu, dan batuk.

b. Penyebab
Virus influenza A, B, C, Tipe A terdiri dari banyak subtipe yang berpotensi
terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) atau endemi / pandemi. Subtipe
virus influenza A dapat menyerang unggas dan mamalia, bila terjadi
pencampuran antara 2 subtipe dapat terjadi subtipe baru yang sangat virulen
dan mudah menular serta berpotensi menyebabkan pandemi.

c. Epidemiologi
Influenza dapat ditemukan diseluruh dunia terutama pada musim penghujan
di wilayah 2 musim dan pada musim dingin di wilayah empat musim. Biasa
terjadi epidemi tahunan berulang yang disebabkan oleh virus yang
mengalami ”antigenic drift”, namun dapat terjadi pandemi global akibat
virus yang mengalami ”antigenic drift”.

d. Cara Penularan
Melalui udara atau kontak langsung dengan bahan yang terkontraminasi.
Masa inkubasi biasanya 1-3 hari.

e. Gejala Klinis
Gejala Influenza yang umum adalah demam, nyeri otot dan malaise.
Biasanya influenza akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.

f. Masa Penularan
Mungkin dapat berlangsung selama 3-5 hari sejak timbulnya gejala kliniks,
pada anak muda sampai 7 hari.

g. Kerentanan dan Kekebalan


Infeksi dan vaksinasi menimbulkan kekebalan terhadap virus spesifik.
Lamanya antibody bertahan paska infeksi dan luasnya spektrum kekebalan
tergantung tingkat perubahan antigen dan banyaknya infeksi sebelumnya.

h. Cara Pencegahan

13
 Menjaga kebersihan perorangan terutama melalui pencegahan
penularan melalui batuk, bersin, dan kontak tidak langsung melalui
tangan dan selaput lendir saluran pernapasan.
 Vaksinasi menggunakan virus inaktif dapat memberikan 70-80%
perlindungan pada orang dewasa muda apabila antigen dalam vaksin
sama atau mirip dengan strain virus yang sedang beredar (musim), pada
orang usia lanjut vaksinasi dapat mengurangi beratnya penyakit,
kejadian komplikasi dan kematian.
 Obat anti virus (penghambat neuraminidase seperti aseltamivir
dan penghantar M2 channel rimantadin, amatadin) dapat
dipertimbangkan terutama pada mereka yang beresiko mengalami
komplikasi (orang tua, orang dengan penyakit jantung / paru menahun).
Akhir-akhir ini dilaporkan terjadinya resistensi terhadap amantadin,
rimantadin yang semakin meningkat.
 Isolasi umumnya tidak dilakukan karena tidak praktis. Pada saat
epidemi isolasi dilakukan terhadap pasien dengan cara menempatkan
mereka secara kohort.

1.2. Influenza A ( H5N1) atau Flu burung


a. Pengertian
Flu burung adalah salah satu penyakit yang di khawatirkan dapat
menyebabkan pandemi. Penyakit flu burung penting untuk diketahui sebagai
Emerging infectious Diseases.

b. Penyebab
Flu burung (Avian influenza) disebabkan virus influenza subtipe H5N1, flu
burung dapat terjadi secara alami pada semua burung. Burung membawa
virus kemudian menyebarkan melalui saliva, sekresi patuk, dan feses.
Burung yang kontak dengan burung pembawa virus, dapat tertular dan
menimbulkan sakit, sekretnya akan tetap infeksius selama sepuluh hari.
Feses burung yang terinfeksi dapat mengeluarkan virus dalam jumlah besar.

c. Epidemiologi
Flu burung pada manusia sampai saat ini telah dilaporkan di banyak negara
terutama di Asia. Di daerah dimana terdapat interaksi tinggi antara populasi
hewan khususnya unggas dan manusia (animal- human interface) risiko
terjadi penularan pada manusia. Saat ini flu burung dianggap sangat potensial
sebagai penyebab terjadinya pandemi influenza.
Sebagian besar kasus infeksi flu burung pada manusia yang dilaporkan,
terjadi akibat dekat dan kontak erat dengan unggas terinfeksi atau benda
terkontaminasi. Angka kematian tinggi, antara 50-80 %. Meskipun terdapat

14
potensi penularan virus H5N1 dari manusia ke manusia, model penularan
semacam ini belum terbukti.

d. Kelompok usia yang beresiko Virus H5N1 menyerang dan membunuh


kelompok usia muda. Sebagian besar kasus terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang sebelumnya sehat.

e. Mengapa virus H5N1 perlu mendapat perhatian khusus


Dari 15 subtipe virus flu burung, virus H5N1 menjadi perhatian khusus,
dengan alasan sebagai berikut :
 Sejak tahun 2003, H5N1 menyebar luas di Asia pada populasi
unggas dan bergerak ke Eropa pada tahun 2005. Selain itu terjadi
perluasan host (pejamu) dari burung ke mamalia.
 Risiko manusia dan terinfeksi H5N1 tinggi, dipedesaan Asia unggas
di ternakkan dekat wilayah pemukiman dan dibiarkan berkeliaran secara
bebas.
 Virus ini telah menyebabkan penyakit yang parah pada manusia
dengan kematian tinggi (dilaporkan mencapai sekitar 50%, meskipun data
surveilans mungkin tidak lengkap).
 Fakta terpenting bahwa H5N1 dapat bermutasi secara cepat dan
berkemampuan memperoleh gen dari virus yang menginfeksi spesies
hewan lain.

f. Cara penularan ke manusia


Kontak langsung dengan unggas terinfeksi atau benda yang terkontaminasi,
oleh feses burung saat ini sebagai jalur utama penularan terhadap manusia.

g. Masa Inkubasi
Masa inkubasi virus influenza pada manusia sangat singkat yaitu 2 sampai 3
hari, berkisar 1 sampai 7 hari. Pada influenza A (H5N1) masa inkubasi 3 hari
berkisar 2 sampai 8 hari.

h. Gejala-gejala pada manusia


Gejala-gejala flue burung pada manusia adalah :
 Demam tinggi (suhu ≥ 38o C )
 Batuk
 Pilek
 Nyeri Tenggorokan
 Nyeri Otot
 Nyeri Kepala
 Gangguan pernapasan atau sesak napas

15
Gejala tambahan yang mungkin ditemukan :
 Infeksi selaput mata
 Diare atau gangguan saluran cerna
 Fatigue / letih

Catatan :
Bila menemukan kasus demam ( suhu tubuh ≥38o C ) ditambah 1 atau lebih
gejala dan tanda diatas patut dicurigai sebagai kasus flu burung ; terutama bila
dalam anamnesa diperoleh keterangan salah satu atau lebih dibawah ini :
 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan
penderita influenza A / H5N1 yang tealah di konfirmasi
 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan
unggas, termasuk ayam mati karena penyakit
 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah bekerja
memproses sample dari orang atau hewan yang diduga mengalami
infeksi virus flu burung patogen tinggi ( High Patogenic Avian
Influenza / HPAI).
 Tinggal diwilayah / dekat dengan kasus HPAI yang
dicurigai atau telah dikonfirmasi.

i. Pencegahan
Khusus dalam kasus wabah flu burung perlu;
1) Menghindari kontak dengan burung terinfeksi atau benda
terkontraminasi
2) Menghindari peternakan unggas
3) Hati-hati ketika menangani unggas
4) Memasak unggas dengan baik (60o selama 30 menit atau 80o selama 1
menit).

5) Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan :


- Setelah memegang unggas
- Setelah memegang daging unggas
- Setelah memasak
- Sebelum makan

j. Pengobatan anti virus untuk influenza


Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus, sehingga dapat
mengurangi gejala dan komplikasi orang yang terinfeksi. Obat anti virus
influenza tersebut yaitu :
 Amantadine
 Rimantadine
 Oseltamivir ( Tamiflu )

16
 Zanamivir ( Relenza )

k. Penularan di Rumah Sakit


 Virus mungkin masuk ke rumah sakit melalui cairan
tubuh ( terutama dari pernapasan ) pasien yang sudah didiagnosis
menderita flu burung atau masih suspek maupun probable.
 Semua tenaga kesehatan, laboratorium, radiologi,
petugas kebersihan, atau pasien lain dan pengunjung rumah sakit beresiko
terpajan flu burung.
 Penularan lewat udara, droplet dan kontak.

l. Penatalaksanaan
 Identifikasi dan isolasi pasien
Semua pasien yang datang kerumah sakit dengan demam, dan gejala infeksi
pernapasan harus ditangani sesuai dengan tindakan hygiene saluran
pernapasan seperti yang dibahas dalam buku ini. Pasien dengan riwayat
perjalanan ke daerah yang terjangkit flu burung dalam waktu 10 hari
terakhir, dirawat inap dengan infeksi saluran pernapasan berat atau berada
dalam pengamatan untuk flu burung, harus ditangani dengan menggunakan
kewaspadaan standar dan kewaspadaan penularan lewat kontak, droplet dan
udara seperti pada pasien SARS. Kewaspadaan ini harus dilakukan selama 7
hari setelah turun demam pada orang dewasa, 21 hari sejak onset penyakit
pada anak-anak dibawah 12 tahun, sampai diagnosis alternatif ditegakkan
atau hasil uji diagnostik menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi oleh
virus influenza A.

 Langkah penting pencegahan dan pengendalian infeksi


Pencegahan dan pengendalian penyebaran flu burung di RSU Ananda Putri
Medan :
 penempatan pasien di ruang isolasi khusus flu burung dengan tekanan
negatif.
 Pengawasan terhadap implementasi kewaspadaan standard dan
kewaspadaan penularan lewat udara, droplet dan kontak

2. HIV – AIDS
a. Pengertian
AIDS (Acquaired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh akibat terserang virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV).

17
b. Penyebab
Human Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk retrovirus yang terdiri atas 2
tipe : tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2).

c. Cara Penularan
Penularan HIV dari orang ke orang melalui kontak seksual yang tidak dilindungi,
baik homo maupun heteroseksual, pemakaian jarum suntik yang terkontraminasi,
kontak kulit yang lecet dengan bahan infeksius, transfusi darah atau
komponennya yang terinfeksi, transplantasi organ dan jaringan. Sekitar 15-35%
bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) terinfeksi, transplantasi organ dan jaringan.
Sekitar 15-35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) terinfeksi melalui placenta
dan hampir 20% bayi yang disusui oleh ibu HIV (+) dapat tertular. Penularan
dapat juga terjadi pada petugas kesehatan yang tertusuk jarum suntik yang
mengandung darah yang terinfeksi.

d. Masa Inkubasi
Bervariasi tergantung usia dan pengobatan antivirus. Waktu antara terinfeksi dan
terdeteksinya antibody sekitar 1-3 bulan namun untuk terjadinya AIDS sekitar < 1
tahun hingga >15 tahun. Tanpa pengobatan efektif, 50% orang dewasa yang
terinfeksi akan menjadi AIDS dalam waktu 10 tahun.

e. Gejala Klinis
Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi HIV
dalam waktu 5 sampai 10 tahun. Setelah terjadi penurunan sel CD4 secara
bermakna baru AIDS mulai berkembang dan menunjukkan gejala-gejala seperti :
 Penurunan berat badan secara drastis
 Diare yang berkelanjutan
 Pembesaran kelenjar leher dan atau ketiak
 Batuk terus menerus
 Gejala klinis lainnya tergantung pada stadium klinis
dan jenis infeksi oportunistik yang terjadi.

f. Pengobatan
Pemberian anti virus (Highly Active Anti Retroviral Therapy, HAART ) dengan 3
obat atau lebih dapat meningkatkan prognosis dan harapan hidup pasien HIV.
Angka kematian di negara maju menurun 80% sejak digunakannya kombinasi
obat antivirus.

g. Masa Penularan
Tidak diketahui pasti, diperkirakan mulai sejak terinfeksi dan berlangsung seumur
hidup.

18
h. Kerentanan dan Kekebalan
Diduga semua orang rentan. Terutama pada PMS ( Penyakit Menular Seksual )
dan pria yang tidak dikhitan kerentanan meningkat.

i. Cara Pencegahan
Menghindari perilaku risiko tinggi seperti seks bebas tanpa perlindungan,
menghindari penggunaan alat suntik bergantian, melakukan praktek transfusi dan
donor organ yang aman serta praktek medis dan prosedur laboratorium yang
memenuhi standar.

j. Profilaksis paska pajanan


 Diberikan obat ARV untuk mengurangi risiko penularan HIV terhadap petugas
kesehatan setelah terpajan. Studi kasus kelola menyatakan bahwa pemberian
ARV segera setelah pejanan perkutan menurunkan resiko infeksi HIV sebesar
80% (Cardo dkk. N.Engl J Med 1997). Efektifitas ARV apabila diberikan
dalam 1 jam setelah pejanan selama 28 hari.
 Pemeriksaan sample darah HIV
 Pemeriksaan antibodi pada bulan ke-3 dan ke-6
 Petugas yang terpajan dimonitor oleh dokter penyakit dalam atau anak dan
perlu dukungan psikologis.

3. ANTRAKS
a. Pengertian
Antraks adalah penyakit bakteri akut yang biasanya mengenai kulit, saluran
pernapasan atau saluran pencernaan.

b. Epidemiologi
Penyakit antraks pada manusia terdapat diseluruh dunia. Umumnya didaerah
pertanian dan industri. Mereka yang berisiko terkena antraks adalah :
 Orang yang kontak dengan binatang yang sakit
 Digigit serangga tercemar antraks
 Orang yang mengkonsumsi daging binatang terinfeksi
 Orang yang kontak dengan kulit, bulu, tulang binatang yang mengandung
spora antraks.

c. Penyebab
Bacillus anthracis, bakteri gram positif berbentuk batang, berspora.

d. Cara Penularan

19
Penularan melalui kontak dengan jaringan, bulu binatang yang sakit dan mati atau
tanah yang terkontraminasi (antraks kulit). Infeksi juga dapat melalui inhalasi
spora (antraks paru) atau memakan daging tercemar yang tidak dimasak dengan
baik (antraks saluran pencernaan). Jarang terjadi penularan dari orang ke orang.

e. Masa Inkubasi
Antara 1-7 hari, bisa sampai 60 hari.

f. Gejala klinis
Gejala klinis antraks sangat tergantung patogenesis dan organ yang terkena (kulit,
paru, saluran pencernaan, meningitis). Di Indonesia terbanyak ditemukan antraks
kulit.
1) Gejala antraks kulit : 3-5 hari setelah endospora masuk kedalam kulit timbul
makula kecil warna merah yang berkembang menjadi papel gatal dan tidak
nyeri. Dalam 1-2 terjadi vesikel, ulkus dan ulcerasi yang dapat sembuh
spontan dalam 2-3 minggu. Dengan antibiotika mortalitas antraks kulit
kurang dari 1%.
2) Gejala antraks saluran pencernaan : mual, demam, nafsu makan menurun,
abdomen akut, hematemesis, melena. Bila tidak segera diobati dapat
mengakibatkan kematian.
3) Gejala antraks saluran pernapasan meliputi :
- Antraks pada daerah orofaring akan menimbulkan demam, sukar
menelan, limfadenopati regional.
- Antraks pada paru ada 2 tahap. Tahap pertama ringan berlangsung 3
hari pertama muncul gejala flu, nyeri tenggorok, demam ringan, batuk
non produktif, nyeri otot, mual, muntah, tidak terdapat coryza. Tahap
kedua ditandai gagal napas, stridor, penurunan kesadaran dan sepsis
sampai syok sering berakhir dengan kematian. Meningitis antraks terjadi
pada 50% kasus antraks paru.

g. Masa Penularan
Tanah dan bahan yang tercemar spora dapat infeksius sampai puluhan tahun

h. Kerentanan dan Kekebalan


Kekebalan setelah terinfeksi tidak jelas. Infeksi kedua kemungkinan terjadi tetapi
tidak ada gejala.

i. Cara Pencegahan
Pencegahan penyakit antraks dengan :
1) Pencegahan pada manusia dengan menjaga kebersihan tangan, memasak
daging yang matang.
2) Memberikan vaksinasi kepada kelompok risiko tinggi

20
3) Pemberian antibiotika profilaksis paksa pajanan selama 60 hari tanpa waksin
atau selama 30 hari ditambah 3 kali dosis vaksin, dapat dimulai sampai 24
jam paska pajanan.
4) Pemberian antibiotika jangka panjang diperlukan untuk mengatasi spora yang
menetap lama dijaringan paru dan kelenjar getah bening. Antibiotika yang
dipakai adalah siprofloksasin 500 mg dua kali sehari atau doksisiklin 100 mg
dua kali sehari.
5) Kewaspadaan standar terutama terhadap penyebaran melalui inhalasi dengan :
 Peralatan bedah harus segera di sterilkan setelah digunakan
 Petugas kesehatan menggunakan APD, dan segera mandi menggunakan
sabun dan air mengalir yang cukup banyak
 Petugas tidak perlu diberikan vaksinasi dan profilaksis antibiotika
 APD bekas pakai dimasukkan kedalam kantong plastik dan dibuang
kesampah medis untuk dimasukkan ke incinerator / dibakar
 Jenazah pasien antraks dibungkus dengan kantong plastik, dimasukkan
kedalam peti mati yang ditutup rapat dan disegel. Bila memungkinkan
dibakar.
 Tempat tidur dan alat yang terkontraminasi harus dibersihkan dan
disterilkan dengan autoklaf 120 o c selama 30 menit
 Limbah padat, cair dan limbah laboratorium diolah dengan semestinya.

4. TUBERKULOSIS
a. Penyebab
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh kuman atau basil tahan asam (BTA) yakni
mycobacterium tuberculosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jenis mycobacterium dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan menyerang semua organ tubuh bakteri
ini seperti kulit, kelenjar, otak, ginjal, tulang, dan yang paling sering paru.

b. Epidemiologi
Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di
Indonesia maupun di dunia. Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam hal
jumlah pasien TB setelah India dan Cina. Sekitar 9 juta kasus baru terjadi setiap
tahun diseluruh dunia. Sepertiga penduduk dunia terinfeksi TB secara laten.
Sekitar 95% pasien TB berada di negara sedang berkembang, dengan angka
kematian mencapai 3 juta orang pertahun. Di Indonesia diperkirakan terdapat
583.000 kasus baru dengan 140.000 kematian tiap tahun. Umumnya sekitar 75-
85% pasien TB berasal dari kelompok usia produktif.

Faktor risikonya yaitu penderita HIV/AIDS, Diabetes, gizi kurang dan kebiasaan
merokok.

21
c. Cara Penularan
Penularan penyakit TB paru melalui percikan dahak (droplet) dari orang ke orang,
sekali batuk terdapat 3000 percikan dahak (droplets) yang mengandung kuman
TB dan dapat menulari orang sekitarnya.

d. Masa Inkubasi
Sejak masuknya kuman hingga timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi test
tuberkolosis positif memerlukan waktu 2-10 minggu. Risiko menjadi TB paru
(breakdown) dan TB ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer umumnya
terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten bisa berlangsung seumur
hidup. Pada pasien dengan imun defisiensi seperti HIV, masa inkubasi bisa lebih
pendek.

e. Masa Penularan
Pasien TB berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya
mengandung BTA. Penularan berkurang apabila pasien yang tidak diobati atau
diobati tidak adekuat dan pasien dengan ”persistent AFB positive” dapat menjadi
sumber penularan dalam waktu lama. Tingkat penularan tergantung pada jumlah
basil yang dikeluarkan, virulensi kuman, terjadinya aerosolisasi waktu batuk atau
bersin dan tindakan medis berisiko tinggi seperti intubasi, bronhoskopi.

f. Gejala Klinis
Gejala klinis penyakit TB paru yang utama adalah batuk terus menerus disertai
dahak selama 3 minggu atau lebih, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, badan
lemah, sering demam, nafsu makan menurun dan penurunan berat badan.

g. Pengobatan
 Pengobatan spesifik dengan kombinasi anti tuberkulosis (OAT), dengan
metode DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), pengobatan
dengan regimen jangka pendek dibawah pengawasan langsung Pengawas
Minum Obat (PMO).
 Untuk pasien baru TB BTA (+), WHO menganjurkan pemberian 4 macam
obat setiap hari selama 2 bulan terdiri dari Rifampisin, INH, PZA dan
ethambutol diikuti INH dan rifampisin 3 kali seminggu selama 4 bulan.

h. Cara Pencegahan
 Penemuan dan pengobatan pasien merupakan salah satu cara pencegahan
dengan menghilangkan sumber penularan.
 Imunisasi BCG sedini mungkin
 Perbaikan lingkungan, status gizi dan kondisi sosial ekonomi

22
 Setiap pasien TB paru BTA positif ditempatkan dalam ruangan bertekanan
negatif setiap orang yang kontak diharuskan memakai pelindung pernapasan
yang dapat menyaring partikel yang berukuran submikron.

BAB IV
PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI RSU ANANDA PUTRI MEDAN

Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di RSU Ananda Putri Medan meliputi :
A. Kewaspadaan Standar
1. Kebersihan Tangan
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri
3. Pemrosesan Peralatan Pasien Dan Penatalaksanaan Linen
4. Pengelolaan Limbah
5. Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit
6. Kesehatan Karyawan / Perlindungan Petugas Kesehatan
7. Penempatan Pasien
8. Hygiene Respirasi / Etika Batuk
9. Praktek Menyuntik yang Aman
10. Praktek Untuk Lumbal Punksi

1. Kebersihan Tangan
a. Definisi
 Kebersihan tangan dari sudut pandang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi,
adalah praktek membersihkan tangan untuk mencegah infeksi yang ditularkan
melalui tangan.
 Mencuci tangan : proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris
dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air (handwash) dan
antiseptik berbasis alkohol (handrub).
 Flora transien dan flora residen pada kulit : Flora transien pada tangan diperolah
melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lain dan permukaan lingkungan
(misalnya meja periksa, lantai, atau toilet). Organisme ini tinggal dilapisan luar
kulit dan terangkat dengan mencuci tangan menggunakan sabun biasa dan air
mengalir. Flora Residen tinggal dilapisan kulityang lebih dalam serta didalam
folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan seluruhnya, walaupun dengan
pencucian dan pembilasan dengan sabun dan air bersih.
 Air bersih : air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga
aman untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya dan memenuhi standar
kesehatan yang telah ditetapkan. Pada keadaan normal minimal air bersih harus
23
bebas dari mikroorganisme dan memiliki turbiditas rendah ( jernih, tidak
berkabut ).
 Sabun : produk-produk pembersih / sabun cair yang menurunkan tegangan
permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme
yang menempel sementara pada tangan, sabun niasa memerlukan gosokan untuk
melepas mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun antiseptik
(antimikroba) selain melepas juga membunuh atau menghambat pertumbuhan
dari sebagian besar mikroorganisme.
 Agen anti septik atau anti mikroba : bahan kimia yang digunakan untuk mencuci
tangan dengan menghambat atau membunuh mikroorganisme, sehingga
mengurangi jumlah bakteri.
 Emollient : cairan organik seperti gliserol, propilen delikol, atau sorbitol yang
ditambahkan pada handrub dan lotion. Kegunaannya untuk melunakkan kulit dan
membantu mencegah kerusakan kulit (keretakan, kekeringan iritasi dan
dermatitis) akibat pencucian tangan.

b. Indikasi membersihkan tangan


 Segera : setelah tiba ditempat kerja
 Sebelum :
- Kontak langsung dengan pasien
- Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif
- Menyediakan / atau mempersiapkan obat-obatan
- Mempersiapkan makanan
- Memberi makan pasien
- Meninggalkan rumah sakit
 Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan
terkontraminasi, untuk menghindari kontaminasi silang
 Setelah :
- Kontak dengan pasien
- Melepas sarung tangan
- Melepas alat pelindung diri
- Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, eksudat luka dan peralatan yang
diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh,
feses / urine apakah menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan
- Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan

c. Persiapan membersihkan tangan :


 Air mengalir
 Sabun
 Larutan antiseptik
 Lap tangan / kertas tissu yang bersih dan kering

24
d. Prosedur Standar Membersihkan Tangan
Tekhnik membersihkan tangan dengan sabun dan air harus dilakukan seperti di bawah
ini :
1) Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih
2) Tuangkan sabun secukupnya
3) Ratakan sabun dengan menggosok pada kedua telapak tangan
4) Gosok punggung tangan dan sela-sela jari, lakukan pada kedua tangan
5) Gosok kedua telapak dan sela-sela jari kedua tangan
6) Gosok punggung jari kedua tangan dengan posisi tangan saling mengunci
7) Gosok ibu jari kiri dengan diputar dalam genggaman tangan kanan, lakukan
juga pada tangan satunya
8) Usapkan ujung kuku tangan kanan dengan diputar di telapak tangan kiri,lakukan
juga pada tangan satunya kemudian dibilas
9) Bilas kedua tangan dengan air mengalir
10) Keringkan dengan tissue sampai benar-benar kering
11) Tutup keran air dengan tissue

e. Tekhnik membersihkan tangan dengan handrub antiseptik (handrub berbasis


alkohol)
1) Ambil alkohol secukupnya dan gosokkan pada kedua telapak tangan
2) Gosok punggung tangan dan sela-sela jari, lakukan pada kedua tangan
3) Gosok kedua telapak dan sela–sela jari kedua tangan
4) Gosok punggung jari kedua tangan dengan posisi tangan saling mengunci
5) Gosok ibu jari kiri dengan diputar dalam genggaman tangan kanan lakukan juga
pada tangan satunya
6) Usapkan ujung kuku tangan kanan dengan diputar di telapak tangan kiri, lakukan
juga pada tangan satunya kemudian bilas.

f. Hal–hal yang harus diperhatikan


 Bila tangan kotor dan terkontraminasi harus cuci tangan dengan sabun dan air
mengalir
 Bila tidak jelas kotor atau terkontraminasi, cuci tangan dengan handrub
 Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan
 Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang
 Jangan mengisi sabun yang masih ada isinya, penambahan dapat menyebabkan
kontaminasi bakteri pada sabun yang dimasukkan.
 Jangan menggunakan baskom yang berisi air, walaupun menggunakan antiseptik
 Jari harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3 mm melebihi ujung jari
 Tidak boleh menggunakan kuku buatan karena dapat menimbulkan HAIs
(Hedderwick et al.2000) sebagai reservoar untuk bakteri gram negatif.
 Tidak diperkenankan menggunakan cat kuku dan perhiasan.

25
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri
a. Definisi
Alat pelindung diri adalah alat pelindung sebagai barrier yang digunakan untuk
melindungi pasien dan petugas dari mikroorganisme yang ada di Rumah Sakit.

b. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri ( APD )


1) Sarung tangan
2) Masker
3) Kaca Mata
4) Topi
5) Gaun
6) Apron
7) Pelindung Kaki

1) Sarung Tangan
Definisi :
Alat yang digunakan untuk melindungi tangan dari bahan yang dapat
menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada
di tangan petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barier)
fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus
diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, untuk
menghindari kontaminasi silang.

Tujuannya :
a) Untuk menciptakan barier protektif dan mencegah kontaminasi yang berat.
Misalnya untuk menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekresi, mukus
membran, kulit yang tidak utuh.
b) Menghindari transmisi mikroba dari petugas kepada pasien saat melakukan
tindakan pada kulit pasien yang tidak utuh.
c) Mencegah transmisi mikroba dari pasien ke pasien lain melalui tangan
petugas.

Penggunaan sarung tangan oleh petugas pada keadaan :


a) Kontak tangan dengan darah, cairan tubuh, membran atau kulit yang tidak
utuh
b) Melakukan tindakan invasif
c) Menangani bahan-bahan bekas pakai yang terkontraminasi atau menyentuh
bahan tercemar.
d) Menerapkan kewaspadaan berdasarkan penularan melalui kontak

Jenis-jenis sarung tangan :

26
a. sarung tangan bersih
b. sarung tangan steril
c. sarung tangan rumah tangga

TANPA SARUNG TANGAN


Apakah kontak
dengan darah / Tidak
cairan tubuh ?

Y
a

APAKAH SARUNG TANGAN


KONTAK RUMAH TANGGA ATAU
DENGAN Tidak SARUNG TANGAN
PASIEN BERSIH

Y
a
SARUNG TANGAN
APAKAH
BERSIH ATAU SARUNG
KONTAK Tidak TANGAN DTT
DENGAN
JARINGAN
DIBAWAH
KULIT

Y
a

SARUNG TANGAN
STERIL ATAU SARUNG
TANGAN DTT

Gambar 3 : Bagan alur pemilihan jenis sarung tangan

Hal hal yang harus diperhatikan pada pemakaian sarung tangan :


 Gunakan ukuran sarung tangan yang sesuai, khususnya untuk tindakan
bedah, karena dapat mengganggu tindakan dan mudah robek.
 Kuku harus pendek, agar tidak cepat robek
 Tarik sarung tangan k eatas manset gaun untuk melindungi pergelangan
tangan
 Gunakan pelembab yang larut dalam air, untuk mencegah kulit tangan
kering / berkerut.

27
 Jangan gunakan lotion yang mengandung minyak, karena akan merusak
sarung tangan bedah.
 Jangan menggunakan lotion yang mengandung parfum karena dapat
mengiritasi kulit
 Jangan menyimpan sarung tangan ditempat dengan suhu terlalu panas atau
terlalu dingin misalnya dibawah sinar matahari langsung, didekat pemanas
AC, cahaya ultraviolet cahaya fluoresen atau mesin rongent, karena dapat
merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi efektifitas sebagai
pelindung.

2) Masker
Definisi :
Masker adalah alat yang digunakan untuk menutupi hidung, mulut, bagian
bawah dagu dan rambut pada wajah (jenggot).

Tujuan :
 Untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau
petugas bedah berbicara, batuk atau bersin.
 Untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki
hidung atau mulut petugas kesehatan.

Jenis Masker :
Masker bedah, merupakan masker terbaik dapat menyaring partikel
berukuran besar ( > 5µm), sekalipun tidak dirancang untuk menutup secara
benar-benar menutup secara erat, sehingga tidak dapat secara efektif
menyaring udara.

3) Alat Pelindung Mata


Definisi
Alat untuk melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain
dengan cara melindungi mata.
Jenis alat pelindung mata :
Kaca mata ( Goggles )

4) Topi
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk kedalam luka selama pembedahan.

Tujuannya :
Untuk melindungi petugas dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau
menyemprot.

28
5) Gaun Pelindung / Jas operasi
Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain,
pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular melalui droplet / airbone.

Tujuannya :
 Untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi
 Untuk melindungi dari penyakit menular
 Untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpecik atau tersemprot
darah, cairan tubuh, sekresi, atau eksresi.

Manfaatnya :
 Dapat menurunkan 20-100x dengan memakai gaun pelindung
 Dapat menurunkan opron plastik saat merawat pasien bedah abdomen
dibandingkan perawat yang memakai baju seragam dan ganti tiap hari.

6) Apron
Definisi :
Adalah alat yang terbuat dari karet atau plastik sebagai pelindung bagi petugas
kesehatan dan tahan air.
Digunakan pada saat :
 Merawat pasien langsung
 Membersihkan pasien
 Melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau
sekresi.

7) Pelindung Kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda
berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja keatas kaki.

Jenis – jenis pelindung kaki :


- Sepatu Boot Karet
- Sandal operasi

c. Pemakaiaan Alat pelindung diri (APD) di Rumah Sakit :


1) Faktor – faktor yang harus diperhatikan pada pemakaian APD
 Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum
memasuki ruangan
 Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi
 Lepas dan buang hati-hati ke tempat limbah infeksius yang telah
disediakan diruang ganti khusus. Lepas masker diluar ruangan
29
 Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah
membersihkan tangan sesuai yang berlaku.

2) Cara menggunakan APD


Langkah-langkah menggunakan APD pada perawatan ruang isolasi kontak
dan air bone adalah sebagai berikut :
a. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung
b. Kenakan pelindung kaki
c. Kenakan sepasang sarung tangan pertama
d. Kenakan gaun luar
e. Kenakan celemek plastik
f. Kenakan sepasang sarung tangan kedua
g. Kenakan masker
h. Kenakan penutup kepala
i. Kenakan pelindung mata

3) Cara melepaskan APD


Langkah-langkah adalah :
a. Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar
b. Disinfeksi celemek dan pelindung kaki
c. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar
d. Lepaskan celemek
e. Lepaskan gaun bagian Luar
f. Disinfeksi tangan yang mengenakan sarung tangan
g. Lepaskan Pelindung Mata
h. Lepaskan Penutup Kepala
i. Lepaskan Masker
j. Lepaskan Pelindung kaki
k. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam
l. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih

30
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
3.1. Pemrosesan Peralatan Pasien
a. Alur pemrosesan peralatan pasien

Pre- cleaning (Pembersihan awal)


Menggunakan detergen atau
Enzymatic, sikat

Pembersihan
( Cuci bersih dan tiriskan )

DISINFEKSI

Disinfeksi Tingkat Tinggi Disinfeksi Tingkat Rendah


(Peralatan semi kritikal) (Peralatan non kritikal)
Masuk dalam mukosa tubuh Hanya pada permukaan tubuh
Endotracheal tube.NGT yang utuh
Tensimeter, termometer

Direbus Kimiawi

Bersihkan dengan air


mengalir dan keringkan

Gambar 4 : Alur pemprosesan peralatan pasien

b. Tingkatan Proses Disinfeksi


1. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Mematikan kuman dalam waktu 20 menit -12 jam akan mematikan semua
mikroba kecuali spora bakteri.

31
2. Disinfeksi Tingkat Sedang (DTS )
Mematikan mikrobakteria vegetatif, virus, jamur, tetapi tidak bisa
mematikan spora bakteria.
3. Disinfeksi Tingkat Rendah (DTR)
Mematikan hampir semua bakteri vegetatif, beberapa jamur, beberapa virus
dalam waktu < 10 menit.

c. Definisi
 Preclenaing / Prabilas : proses yang membuat mati lebih aman untuk
ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan (menginaktivasi HBV, HBC,
dan HIV ) dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan jumlah
mikroorganisme yang mengkontaminasi.
 Pembersihan : proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah
atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun mikroorganisme untuk
mengurangi resiko bagi petugas yang menyentuh kulit atau menangani
objek tersebut.
 Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) : Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan
merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.
 Sterilisasi : proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus,
fungi, dan parasit termasuk endospora bacterial) dari benda mati dengan
uap tekanan tinggi (autoclave, pabas kering (oven), sterilisasi, kimiawi,
atau radiasi.

3.2. Pengelolaan Linen


Definisi :
Pengelolaan Linen adalah penanganan linen di rumah sakit meliputi proses
penyimpanan, pendistribusian, pemisahan linen kotor, dan pencucian.

Tujuan :
Mencegah terjadinya penularan melalui linen yang terkontraminasi dari pasien ke
petugas maupun ke pasien lain dan lingkungan sekitarnya.
Prinsip Umum :
 Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan kedalam
kantong / wadah yang tidak rusak saat diangkut.
 Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah
digunakan.

Prosedur Pengelolaan Linen :


 Linen yang kotor diletakkan, dipisahkan linen yang infeksius dan non
infeksius dengan menggunakan APD. Kantong kuning untuk yang infeksius,
dan yang hitam untuk yang non infeksius, kemudian diikat yang rapih.

32
 Hilangkan bahan padat dari linen yang sangat kotor dengan menggunakan
APD yang sesuai dan buang ketempatnya, kemudian linen masukkan
kekantong cucian.
 Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati-hati dan menggunakan
trolley linen dengan membedakan tempat linen bersih dan yang kotor, untuk
mencegah kontaminasi permukaan lingkungan atau orang-orang disekitarnya.
 Jangan memilah linen ditempat perawatan pasien atau mengibas-ibaskan untuk
menghindari kontaminasi udara dan orang
 Cuci dan keringkan linen sesuai dengan standar dan prosedur tetap di Rumah
Sakit.

4. Pengelolaan Limbah
Pengelolaan Limbah merupakan salah satu upaya kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Limbah rumah sakit berupa limbah yang sudah
terkontaminasi atau tidak terkontaminasi. Sekitar 85% limbah umum dihasilkan yang
dihasilkan Rumah Sakit tidak terkontaminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang
menangani, namun demikian penanganan limbah ini harus dikelola dengan baik dan
benar.
4.0. Pengertian
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah
sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.

4.1. Tujuan Pengelolaan Limbah


 Melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan
 Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
 Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
 Membuang bahan-bahan berbahaya (bahan Toksik dan radioaktif)
dengan aman.

4.2. Jenis-jenis Limbah


a. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk
padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari :
 Limbah medis padat adalah : limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah benda tajam, limbah kimiawi dan limbah radioaktif, dan
limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
 Limbah pada non medis adalah : limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan rumah sakit diluar medis yang berasal dari dapur perkantoran, dan
halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.

b. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan
kimia beracun, dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
33
c. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari
kegiatan pembakaran dirumah sakit seperti dapur, perlengkapan generator, dan
anastesi.

d. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontraminasi dengan darah, cairan


tubuh pasien, eksresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang lain.

4.3. Pengelolaan Limbah


a. Identifikasi Limbah :
 Padat
 Cair
 Tajam
 Infeksius
 Non infeksius

b. Pemisahan
 Pemisahan dimulai dari awal penghasilan limbah
 Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah
 Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya
 Limbah cair segera dibuang ke closet

c. Labeling
 Limbah padat infeksius : plastik kantong kuning.
 Limbah padat non infeksius : plastik kantong warna hitam
 Limbah benda tajam : wadah tahan tusuk dan air (safety box)

d. Kantong pembuangan diberi label sesuai jenis limbah

e. Packing
 Tempatkan dalam wadah limbah tertutup
 Tutup mudah dibuka, sebaliknya bisa dengan menggunakan kaki
 Kontainer dalam keadaan bersih
 Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
 Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10-20 meter
 Ikat limbah jika sudah terisi ¾ penuh
 Kontainer limbah harus dicuci setiap hari

f. Penyimpanan
 Simpan limbah di tempat penampungan sementara
 Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat
 Beri label pada kantong plastik limbah
34
 Setiap hari limbah diangkat dari tempat penampungan sementara
 Tempat penampungan sementara harus di area terbuka, terjangkau oleh
kendaraan, aman dan selalu dijaga kebersihannya dengan kondisi kering.

g. Pengangkutan
 Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
 Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
 Tidak boleh ada yang tercecer
 Sebaliknya jalan pengangkut limbah berbeda dengan jalan pasien
 Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah.

h. Treatment
 Limbah infeksius dimasukkan dalam incenerator
 Limbah non infeksius dibawa ketempat pembuangan limbah
umum
 Limbah benda tajam dimasukkan dalam incenerator
 Limbah cair dalam closet
 Limbah feses, urine kedalam WC

4.4. Penanganan Limbah Benda Tajam


 Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam
 Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat
 Segera buang limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia tahan tusuk
dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi
 Selalu buang sendiri oleh si pemakai
 Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
 Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan

4.5. Penanganan limbah pecahan kaca


 Gunakan sarung tangan rumah tangga
 Gunakan kertas koran untuk mengumpulkan pecahan benda tajam tersebut,
kemudian bungkus dengan kertas
 Masukkan dalam kontainer tahan tusukan beri label

4.6. Instalasi Penanganan Air Limbah (IPAL)


 Kolam oksidasi air limbah
 Sistem proses pembusukan anaerob
 Septik tank

4.7. Pembuangan Limbah Terkontaminasi


35
 Menuangkan cairan atau limbah basah ke sistem pembuangan kotoran tertutup
 Insinerasi (pembakaran) untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus
mikroorganismenya. Ini merupakan metode terbaik untuk pembuangan limbah
terkontaminasi. Pembakaran juga akan mengurangi volume limbah dan
memastikan bahwa bahan-bahan tersebut tidak akan dijarah dan dipakai ulang.
Bagaimanapun juga pembakaran akan dapat mengeluarkan kimia beracun ke
udara.
 Mengubur limbah terkontaminasi agar tidak tersentuh lagi

4.8. Cara penanganan limbah terkontaminasi


 Untuk limbah terkontaminasi, pakailah wadah plastik atau disepuh logam
dengan tutup yang rapat.
 Gunakan wadah tahan tembus untuk pembuangan semua benda-benda tajam
 Tempatkan wadah limbah dekat dengan lokasi terjadinya limbah itu dan
mudah dicapai oleh pemakai.
 Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut limbah tidak
boleh dipakai untuk keperluan lain diklinik atau rumah sakit.
 Cuci semua wadah limbah dengan larutan pembersih disinfektan dan bilas
teratur dengan air
 Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk limbah yang akan dibakar dan
yang tidak akan dibakar sebelum dibuang.
 Gunakan alat perlindungan diri (APD) ketika menangani limbah
 Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan dasar alkohol
tanpa air setelah melepaskan sarung tangan apabila menangani limbah.

4.9. Cara Pembuangan Limbah


a. Enkapluasi : dianjurkan sebagai cara termudah membuang benda-benda
tajam. Benda tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan antibocor.
Sesudah ¾ penuh, bahan seperti semen, pasir, tau bahan-bahan menjadi padat
dan kering., wadah ditutup, disebarkan pada tanah rendah, ditimbun dan dapat
dikuburkan. Bahan-bahan sisa kimia dapat dimasukkan bersama dengan
benda-benda tajam.
b. Insinerasi adalah proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi berat dan isi
limbah. Proses ini biasanya dipilih untuk menangani limbah yang tidak dapat
didaur ulang, dipakai lagi, atau dibuang ke tempat pembuangan limbah atau
tempat kebersihan pealatan tanah.
c. Pembakaran terbuka tidak dianjurkan karena berbahaya, batas pandangan
tidak jelas, dan angin dapat menyebarkan limbah ke sekitar kemana-mana.
d. Mengubur limbah difasilitasi kesehatan dengan sumber terbatas, penguburan
limbah secara aman pada atau dekat fasilitas mungkin merupakan satu-satunya
alternatif untuk pembuangan limbah. Caranya : buat lubang sedalam 2,5 m,
setiap tinggi limbah 75 cm ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi dengan
36
limbah sampai 75 cm ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi dengan
limbah samapai 75 cm, kemudian dikubur. Untuk mengurangi risiko dan
polusi lingkungan, beberapa aturan dasar adalah :
 Batas akses ketempat pembuangan limbah tersebut
 Tempat penguburan sebaiknya dibatasi dengan lahan dengan
permeabilitas rendah (seperti tanah liat), jika ada
 Pilih tempat berjarak setidak-tidaknya 50 meter dari sumber air untuk
mencegah kontaminasi permukaan air
 Tempat penguburan harus terdapat pengaliran yang baik, lebih rendah
dari sumur, bebas genangan air dan tidak didaerah rawan banjir.
e. Membuang limbah berbahaya : bahan-bahan kimia termasuk sisa-sisa bahan-
bahan sewaktu pengepakan, bahan-bahan kadaluarsa atau kimia dikomposisi,
atau bahan kimia tidak dapat dipakai lagi. Bahan kimia yang tidak terlalu
banyak dapat dikumpulkan dalam wadah dengan limbah terinfeksi, dan
kemudian diindinerasi, enkapsulasi atau dikubur. Pada jumlah yang banyak,
tidak boleh dikumpulkan dengan limbah terinfeksi.
Karena tidak ada metode yang aman dan murah, maka pilihan penanganannya
sebagai berikut :
 Insinerasi pada suhu tinggi merupakan opsi terbaik untuk pembuangan
limbah kimia.
 Jika ini tidak mungkin, kembalikan limbah kimia tersebut ke pemasok
karena kedua metode ini mahal dan tidak praktis, maka jagalah agar
limbah kimia terdapat seminimal mungkin.

f. Limbah Farmasi
Dalam jumlah yang sedikit limbah farmasi ( obat dan bahan obat obatan ),
dapat dikumpulkan dalam wadah dengan limbah terinfeksi dan dibuang
dengan cara yang sama insinerasi, enkapluasi atau dikubur secara aman. Perlu
dicatat bahwa suhu yang dicapai dalam insinerasi kamar tunggal seperti tong
atau insinerator dari bata adalah tidak cukup untuk menghancurkan total
limbah farmasi ini, sehingga tetap berbahaya.
Sejumlah kecil limbah farmasi, seperti obat-obatan kadaluarsa (kecuali
sitotoksik dan antibiotik), dan dapat dibuang ke pembuangan kotoran tapi
tidak boleh dibuang ke sungai, kali, telaga, atau danau. Jika jumlahnya
banyak, limbah farmasi dapat dibuang secara metode berikut :
 Sitotoksik dan antibiotik dapat diinsenerasi, sisanya dikubur di tempat
pemerataan tanah (gunakan insinerator seperti untuk membuat semen yang
mampu mencapai suhu pembakaran hingga 800C). Jika inspirasi tidak
tersedia, bahan farmasi di rekapsulasi.
 Bahan yang larut dengan air, campuran ringan bahan farmasi seperti
larutan vitamin, obat batuk, cairan intravena, tetes mata, dan lain-lain dapat

37
diencerkan dengan sejumlah besar air lalu dibuang dalam tempat
pembuangan kotoran.
 Jika semua gagal, kembalikan kepemasok, jika mungkin.

Rekomendasi berikut dapat juga diikuti :


 Sisa-sisa obat sitotoksik atau limbah sitotoksik lain tidak boleh dicampur
dengan sisa-sisa limbah farmasi lainnya.
 Limbah sitotoksik tidak boleh dibuang disungai, kali, telaga, danau atau area
pemerataan tanah

g. Limbah dengan bahan mengandung logam berat


Baterai, termometer, dan lain-lain benda mengandung logam berat seperti air
raksa atau kadmium. Cara pembuangannya sebagai berikut :
 Pelayanan daur ulang tersedia
 Enkapsulasi, jika daur ulang tidak mungkin maka pembuangan limbah
enkapsulasi dapat dilakukan, jika tersedia.
Jenis limbah ini tidak boleh diinsinerasi karena uap logam beracun yang
dikeluarkan, juga tidak boleh dikubur tanpa enkapsulasi karena
mengakibatkan polusi lapisan air tanah. Biasanya, limbah jenis ini hanya
terdapat dalam jumlah yang kecil di fasilitas kesehatan.
Air raksa merupakan neurotoksin kuat, terutama pada masa tumbuh kembang
janin dan bayi. Jika dibuang dalam air atau udara, air raksa masuk dan
mengkontaminasi danau, sungai, dan aliran air lainnya. Untuk mengurangi
resiko polusi, benda-benda yang mengandung air raksa seperti termometer
dan tensimeter sebaiknya dengan yang tidak mengandung air raksa.

Jika termometer pecah :


 Pakai sarung tangan pemeriksaan pada kedua belah tangan
 Kumpulkan semua butiran air raksa yang jatuh dengan sendok,
dan tuangkan dalam wadah kecil tertutup untuk dibuang atau tidak
dipakai kembali

Wadah penyembur aerosol tidak daur ulang


 Semua tekanan sisa harus dikeluarkan sebelum aerosol dikubur
 Wadah bertekanan gas tidak boleh dibakar atau diinsinerasi karena
dapat meledak
Sebagai kesimpulan, sedapat-dapatnya hindarkan membeli atau memakai
produk kimia yang sukar atau sangat mahal untuk dibuang.

5. Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit

38
Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
merupakan salah satu aspek dalam upaya pencegahan pengendalian infeksi dirumah
sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Lingkungan rumah sakit jarang
menimbulkan transmisi penyakit infeksi nosokomial, namun pada pasien-pasien yang
immunocompromise harus lebih diwaspadai dan perhatian karena dapat menimbulkan
beberapa penyakit infeksi lainnya seperti infeksi saluran pernapasan, aspergillus,
legionella, mycobacterium TB, varicella zoster, virus hepatitis B, HIV.
Pengendalian lingkungan Rumah Sakit meliputi ruang bangunan, penghawaan,
kebersihan, saluran limbah dan lain sebagainya.
Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan dengan
melakukan :
1. Pembersihan Lingkungan
2. Disinfeksi lingkungan yang terkontraminasi dengan darah atau
cairan tubuh pasien
3. Melakukan pemeliharaan peralatan medik dengan tepat
4. Mempertahankan mutu air bersih
5. Memperhatikan ventilasi yang baik

5.0. Pengertian
Pembersihan lingkungan adalah proses membuang semua atau sebagian besar
patogen dari permukaan dan benda yang terkontraminasi.
Pembersihan permukaan dilingkungan pasien sangat penting karena agen
infeksius yang dapat menyebabkan ISPA dapat bertahan dilingkungan selama
beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Pembersihan dapat dilakukan dengan air
dan detergen netral

5.1 Tujuan
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih aman dan nyaman
sehingga dapat memimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme
dari lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung, dan mayarakat disekitar
rumah sakit dan fasilitas kesehatan sehingga infeksi nosokomial dan kecelakaan
kerja dapat di cegah.

5.2. Prinsip dasar pembersihan lingkungan


 Semua permukaan horizontal ditempat dimana pelayanan yang disediakan
untuk pasien harus dibersihkan setiap hari dan terlihat kotor. Permukaan
tersebut juga harus dibersihkan bila pasien sudah keluar dan sebelum pasien
baru masuk.
 Bila permukaan tersebut, meja pemeriksaan atau peralatan lainnya pernah
bersentuhan langsung dengan pasien, permukaan tersebut harus dibersihkan
dan disinfeksi diantara pasien-pasien yang berbeda

39
 Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan.
Membersihkan debu dengan kain kering atau dengan sapu dapat
menimbulkan aerosolisasi dan harus dihindari.
 Larutan, kain lap dan kain pel harus diganti secara berkala sesuai dengan
peraturan setempat.
 Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan setelah
digunakan.
 Kain lap pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan dikeringkan
setelah digunakan.
 Tempat-tempat disekitar pasien harus bersih dari peralatan serta
perlengkapan yang tidak perlu sehingga memudahkan pembersihan
menyeluruh setiap hari.
 Meja pemeriksaan dan peralatan disekitarnya yang telah digunakan pasien
yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan
kekhawatiran harus dibersihkan dengan disinfektan segera setelah
digunakan.

5.3. APD untuk pembersihan Lingkungan


Kegiatan pembersihan adalah tugas berat yang memerlukan banyak pekerja dan
dilingkungan tertentu risiko terpajan benda-benda tajam sangat tinggi.
Petugas kesehatan harus mengenakan :
 Sarung tangan karet
 Gaun pelindung dan celemek
 Sepatu yang rapat dan kuat seperti sepatu bot

5.4 . Pembersihan tumpahan dan percikan


Saat membersihkan tumpahan atau percikan cairan tubuh atau sekresi, petugas
kesehatan harus menggunakan APD yang memadai, termasuk sarung tangan
karet dan gaun pelindung.

5.5. Tahap-tahap pembersihan tumpahan adalah sebagai berikut :


- Pasang gaun pelindung atau celemek dan sarung tangan karet
- Bersihkan bagian permukaan yang terkena tumpahan tersebut dengan air dan
detergen menggunakan kain pembersih sekali pakai.
- Buang kain pembersih ke wadah limbah tahan bocor yang sesuai.
- Lakukan disinfeksi pada bagian permukaan yang terkena tumpahan.
- Lepas sarung tangan karet dan celemek dan tempatkan perlengkapan tersebut
kewadah yang sesuai untuk pembersihan dan disinfeksi lebih lanjut.
- Tempatkan gaun pelindung dan masukkan kewadah yang sesuai.
- Bersihkan tangan

Hal-hal penting mengenai pembersihan dan disinfeksi

40
- Lingkungan yang digunakan oleh pasien harus dibersihkan dengan teratur.
- Pembersihan harus menggunakan teknik yang benar untuk menghindari
aerosolisasi debu.
- Hanya permukaan yang bersentuhan dengan kulit / mukosa pasien dan
permukaan yang sering disentuh oleh petugas kesehatan yang memerlukan
disinfeksi setelah dibersihkan.
- Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk melakukan pembersihan
dan disinfeksi peralatan pernapasan dan harus membersihkan tangan setelah
APD dilepas.

Ruang Lingkup pengendalian lingkungan


Kontruksi bangunan rumah sakit
a. Dinding
Permukaan dibuat harus kuat, rata dan kedap air sehingga mudah dibersihkan
secara periodik dengan jadwal yang tetap 3-6 bulan sekali. Cat dinding
berwarna terang dan menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak
menggunakan logam yang berat.

b. Langit-Langit
Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan, tingginya
minimal 2,70 meter dari lantai, kerangka langit-langit harus kuat dan bila
terbuat dari kayu harus anti rayap.

c. Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air, tidak licin, warna
terang, permukaan rata, tidak bergelombang sehingga mudah dibersihkan
secara rutin, 3 kali sehari atau kalau perlu. Lantai yang selalu kontak dengan
air harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan
air limbah. Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk lengkung agar
mudah dibersihkan.

d. Atap
Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukan serangga,
tikus dan binatang pengganggu lainnya.

e. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya
serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.

f. Jaringan Instalasi
Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik,
sistem penghawaan, sarana komunikasi dan lain-lainnya harus memenuhi

41
persyaratan teknis kesehatan agar nyaman dan aman, mudah dibersihkan dari
tumpukan debu. Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilang dengan
pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk menghindari
pencemaran air minum.

g. Furniture
Dibersihkan secara rutin setiap hari, khusus tempat tidur pasien gunakan
cairan disinfektan, tidak menggunakan bahan yang dapat menyerap debu,
sebaiknya bahan yang mudah dibersihkan dari debu maupun darah atau
cairan tubuh lainnya.

h. Fixture dan fitting


Peralatan yang menetap di dinding hendaknya didesain sedemikian rupa
sehingga mudah dibersihkan.

i. Gorden
Bahan terbuat yang mudah dibersihkan, tidak bergelombang, warna terang,
dicuci secara periodik 1-3 bulan sekali dan tidak menyentuh lantai disain
ruangan sedapat mungkin diciptakan dengan memfasilitasi kewaspadaan
standar. Alkohol handrub perlu disediakan ditempat yang mudah diraih saat
tangan tidak tampak kotor. Wastafel perlu diadakan 1 buah tiap 6 tempat
tidur pasien, sedang diruang high care 1 wastafel tiap 1 tempat tidur.
Jarak antar tempat tidur diupayakan cukup agar perawat tidak menyentuh 2
tempat tidur diupayakan cukup agar perawat tidak menyentuh 2 tempat tidur
dalam waktu yang sama, bila mungkin / ideal 2,5 m. Penurunan jarak antar
tempat tidur menjadi 1,9 m menyebabkan peningkatan transfer MRSA 3,15
kali.
Permukaan sekitar :
- Rumah Sakit merupakan tempat yang mutlak
harus bersih. Lingkungan jarang merupakan sumber infeksi. Masih
kontradiksi tentang disinfeksi ruangan rutin ? tidak ada perbedaan HAIs
yang bermakna antara ruangan dibersihkan dengan disinfeksi dan
detergen.
- Disinfeksi rutin dapat menyebabkan bakteri resisten (QAV), toleransi
meningkat (formaldehid), membunuh bakteri yang sensitif,
mempengaruhi penampilan limbah yang ditangani, membentuk
komponen organik halogen (Na hipoklorin), mengkontaminasi permukaan
air, membentuk bahan mutagenik.

5.6. Lingkungan
a. Ventilasi Ruangan
Definisi

42
- Ventilasi ruangan adalah proses memasukkan dan menyebabkan udara
luar, dan / atau udara daur ulang yang telah diolah dengan tepat
dimasukkan kedalam gedung atau ruangan.
- Pengkondisian udara adalah mempertahankan udara dalam ruang agar
bertemperatur nyaman.

Tujuan :
- Untuk mempertahankan
kualitas udara dalam ruangan yang baik, aman untuk keperluan pernapasan.
- Ventilasi yang memadai dan
aliran satu arah yang terkontrol harus diupayakan di rumah sakit.
- Untuk mengurangi penularan
patogen yang ditularkan dengan penularan obligat atau preferensial melalui
airborne.

Ventilasi ruangan untuk infeksi pernapasan


Ruang ventilasi memadai adalah ruangan dengan pertukaran udara > 12x / jam
tapi aliran udaranya tidak ditentukan diperlukan bila ada kemungkinan
penularan droplet nuklei. Direkomendasikan ventilasi ruangan ACH ≥12 dan
aliran udara yang diharapkan, dapat dicapai dengan ventilasi alami atau
mekanik.
Kondisi Ruangan ACH
( Pertukaran udara per jam )
Jendela dan pintu dibuka 29,3-93,2
Penuh
Jendela dibuka penuh, 15,1-31,4
Pintu ditutup
Jendela dibuka separuh, 10,5-24
Pintu ditutup
Jendela ditutup 8,8
Tabel 1 : Tabel pertukaran udara pada ventilasi alami.

Jenis-jenis ventilasi :
1. Ventilasi mekanis : menggunakan fan untuk mendorong aliran udara
melalui suatu gedung, jenis ini dapat dikombinasi dengan pengkondisian
dan penyaringan udara.
2. ventilasi alami : menggunakan cara alami untuk mendorong aliran udara
melalui suatu gedung ; adalah tekanan angin dan tekanan yang dihasilkan
oleh perbedaan kepadatan antara udara didalam dan diluar gedung, yang
dinamakan ”efek cerobong".
3. Ventilasi gabungan memadukan ventilasi mekanis dan alami.

Faktor utama dalam pemilihan ventilasi mekanis di Rumah Sakit :


a)Metode efektif dengan persyaratan ACH minimal :
43
 12 ACH dapat membantu pencegahan penularan patogen infeksius
melalui drople nuklei.
 Sistem ventilasi mekanik maupun alami yang dirancang dengan
baik dapat memenuhi persyaratan minimal efektif.
 Ventilasi mekanis lebih mudah dikontrol.
 Ventilasi alami dengan sistem rancangan dan sistem kontrol yang
lebih baik, ventilasi alami lebih efektif.
 Efektivitas ventilasi alami tergantung pada kecepatan angin dan
atau temperatur, daerah bersuhu ekstrem dan kecepatan angin yang
selalu rendah tidak cocok untuk penggunaan ventilasi alami.

b)Prasarana di Rumah Sakit


 Ventilasi mekanik dengan sistem ventilasi sentral.
 Ventilasi alami yang dipasukan dengan exhaust fan.

Tabel 2 : Kelebihan dan Kekurangan sistem Ventilasi


Jenis
Ventilasi Mekanis Ventilasi Alami
Ventilasi
Kelebihan  Cocok untuk semua iklim  Biaya modal, operasional dan
dan cuaca. pemeliharaan lebih murah
 Lingkungan yang lebih  Dapat mencapai tingkat ventilasi
terkontrol dan nyaman yang sangat tinggi sehingga dapat
membuang sepenuhnya polutan
dalam gedung
 Kontrol lingkungan oleh
penghuni

Kekurangan  Biaya pemasangan dan  Lebih sulit perkiraan, analisa, dan


pemeliharaan mahal rancangannya
 Memerlukan keahlian.  Mengurangi tingkat kenyamanan
penghuni saat cuaca tidak
bersahabat, seperti terlalu panas,
lembab, atau dingin
 Tidak mungkin menghasilkan
tekanan negatif ditempat isolasi
bila perlu
 Risiko pajanan terhadap serangga
atau vektor

Penggunaan ventilasi alami di ruang isolasi


Prinsip ventilasi alami adalah menghasilkan dan meninggalkan aliran udara
luar gedung menggunakan cara alami seperti gaya angin dan gaya apung
termal dari satu lubang ke lubang lain untuk mencapai ACH yang diharapkan.
Penelitian terbaru mengenai sistem ventilasi alami di Peru menunjukkan
bahwa ventilasi alami efektif mengurangi penularan tuberculosis di Rumah
Sakit.

44
Pilihan tempat isolasi dan penempatan pasien didalam ruang isolasi harus
direncanakan dengan teliti dan dirancang untuk lebih mengurangi resiko
infeksi bagi orang-orang disekitarnya. Saat merancang suatu Rumah Sakit,
sebaiknya tempat isolasi terletak jauh dari bagian-bagian rumah sakit yang lain
dan dibangun ditempat yang diperkirakan mempunyai karakteristik angin yang
baik sepanjang tahun. Udara harus diarahkan dari tempat perawatan pasien
ditempat terbuka diluar gedung yang jarang digunakan dilalui orang didalam
ruang pencegahan infeksi melalui airbone, pasien harus ditempatkan dekat
dinding luar dekat jendela terbuka, bukan dekat dinding dalam.
Pertimbangan lain berkaitan dengan penggunaan ventilasi alami adalah
pajanan pasien terhadap vektor artopoda (misalnya nyamuk) didaerah endemi.
Penggunaan kelambu dan langkah pencegahan vektor lainnya dapat membantu
mengurangi resiko penularan melalui vektor.

Penggunaan exhaust fan diruang isolasi


Pembuatan bangsal isolasi sementara secara cepat menggunakan exhaust fan
dilakukan selama terjadinya wabah SARS.

Tujuan utama : membantu meningkatkan ACH sampai tingkat yang


diharapkan dan menghasilkan tekanan negatif.

Perancangan dan perencanaan yang teliti exhaust fan dalam jumlah yang
memadai diperlukan untuk mendapatkan hasil seperti :
Pintu dan jendela
Pintu yang yang
menghubungkan menghubungkan
ACH
kamar dengan kamar dengan
Exhaust Fan koridor balkon dan udara
luar
Mati Tertutup Tertutup 0.71
Mati Tertutup Terbuka 14.0
Mati Terbuka Terbuka 12.6
Hidup Tertutup Tertutup 8.8-18.5
Hidup Tertutup Terbuka 14.6
Hidup Terbuka Terbuka 29.2

WH Seto, Jurusan Mikrobiologi, Universitas Hongkong dan Rumah Sakit


Queen Mary.

Tabel 3 : Tabel. Tingkat ventilasi ( ACH) dikamar berventilasi alami yang


tercatat dalam sebuah eksperimen di Cina, DAK Hongkong, dalam kondisi
eksperimen yang berbeda.

Ruangan isolasi yang digunakan untuk pencegahan transmisi infeksi melalui


airbone yang berventilasi mekanis harus menggunakan sistem kontrol untuk
menghasilkan tingkat ventilasi yang memadai dan aliran udara terkontrol.

45
Tekanan udara negatif terkontrol dengan lingkungan sekitar ;
 12 ACH
 Penggunaan HEPA filter
 Pintu kamar harus ditutup dan asien harus tetap berada didalam kamar

b. Air
Air yang dianjurkan untuk Rumah Sakit :
 Pertahankan temperatur air, panas 51 ºC, dingin 20ºC
 Pertahankan resirkulasi tetap panas air didistribusikan ke unit perawatan
 Anjurkan pasien, keluarga, pengunjung menggunakan air dari keran
 Uji kualitas mutu air minimal 6 bulan sekali

c. Permukaan Lingkungan
Permukaan lingkungan meliputi permukaan lingkungan di area perawatan,
lantai, dinding, permukaan yang sering disentuh (pegangan pintu, bed rails,
light switch), blinds dan jendela tirai perawatan pasien, kamar operasi serta
carpet. Tehnik pembersihan permukaan lingkungan meliputi :
1. Area perawatan
 Disamping pembersihan secara seksama disinfeksi bagi peralatan
tempat tidur dan permukaan perlu dilakukan, seperti dorongan tempat
tidur, meja disamping tempat tidur, kereta dorong, lemari baju, tombol
pintu, keran, tombol lampu, bel panggilan, telepon, TV, remote
kontrol.
 Virus dapat dinonaktifkan oleh alkohol 70% dan klorin 0,5%
 Dianjurkan untuk melakukan pembersihan permukaan lingkungan
dengan detergen yang netral dilanjutkan dengan larutan disinfektan.
 Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan di area perawatan
 Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor
 Pilih disinfeksi yang terdaftar dan digunakan sesuai petunjuk
pabrik
 Jangan menggunakan high level disinfektan / cairan chemikal
untuk peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan
 Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan
peralatan non kritikal.
 Pembersihan dari pabrik ikuti petunjuk dari pabrik dan bila tidak
ada petunjuk pembersihan dari pabrik ikuti prosedur yang telah
ditentukan.
 Jangan melakukan disinfeksi fogging di area keperawatan

46
 Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang
menghasilkan mist atau aerosol.

2. Membersihkan permukaan lantai, dinding dan meja


 Gunakan detergen, jangan menggunakan high level disinfektan / cairan
chemikol untuk peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan
 Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan peralatan
non kritikal
 Jika tidak ada petunjuk / disinfektan yang terdaftar untuk pembersihan
dan disinfeksi ruangan perawatan pasien gunakan detergen atau air
untuk pembersihan permukaan non perawatan seperti perkantoran
administrasi.

3. Pembersihan permukaan yang sering disentuh seperti pegangan pintu, bed


rails, light switch.
 Bersihkan dinding, blinds dan jendela, tirai di area perawatan
pasien.
 Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang
menghasilkan mist atau aerosol.
 Ikuti prosedur tepat yang efektif menggunakan mops, cloths and
solution.
 Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan, dan
gunakan cairan yang baru.
 Ganti mop setiap hari
 Bersihkan mop dan kain pembersih setelah dipakai dan dibiarkan
kering sebelum dipakai lagi
 Berikan perhatian ketat untuk pembersihan dan disinfeksi
permukaan yang sering disentuh diarea perawatan seperti charts, bedside
commode, pegangan pintu

4. Kamar Operasi
 Bersihkan kamar operasi setelah selesai operasi terakhir setiap hari,
bersihkan ruangan dengan wet vacum atau mop
 Bersihkan lantai dan dinding dengan menggunakan cairan disinfektan
yang terdaftar dengan label
 Jangan gunakan mats dipintu masuk ruang operasi
 Gunakan metode pembersihan debu yang tepat untuk pasien yang
immonocompromised
 Tutup pintu pasien immonocompromised saat membersihkan lantai.
Segera bersihkan dan dekontaminasi tumpahan darah atau material lain
yang potensial infeksi

5. Carpet di area umum fasilitas pelayanan sarana kesehatan dan area umum
47
 Vacum carpet diarea umum fasilitas pelayanan sarana kesehatan dan
area umum pasien secara regular
 Secara periodik pembersihan sampai kedalam carpet
 Hindari penggunaan carpet di daerah keramaian di ruang perawatan
pasien
 Hindari tumpahan darah seperti unit terapi, ruang operasi,
laboratorium, intensive care

6. Perawatan Bunga
 Bunga dan tanaman pot tidak dianjurkan di area pelayanan pasien
 Perawatan dan pemeliharaan bunga dan tanaman pot dilakukan
oleh petugas khusus (bukan yang merawat pasien). Namun jika tidak ada
petugas khusus maka petugas memakai sarung tangan dan cuci tangan
setelah melepas sarung tangan
 Tidak mengizinkan bunga segar atau kering atau tanaman pot di
area perawatan
 Lakukan pest control secara rutin.

Prinsip Pembersihan Lingkungan


 Pakai APD selama prosedur pembersihan dan disinfeksi
 Lakukan pembersihan dan disinfeksi untuk pengendalian
lingkungan yang terkontaminasi sesuai prosedur
 Pastikan kepatuhan dari petugas kebersihan untuk pembersihan
dan disinfeksi
 Pakai cairan disinfektan yang sesuai
 Kultur permukaan lingkungan dapat dilakukan bila terjadi KLB
 Pembersihan dan disinfeksi lingkungan permukaan peralatan
medis secara regular
 Anjurkan keluarga, pengunjung dan pasien tentang pentingnya
kebersihan tangan
 Untuk meminimalkan penyebaran mikroorganisme
 Jangan menggunakan disinfeksi tingkat tinggi untuk kebersihan
lingkungan
 Jangan lakukan rendom pemeriksaan mikrobiologi udara, air dan
permukaan lingkungan, bila indikasi lakukan sampling mikrobiologi
sebagai investigasi epidemiologi atau sepanjang pengkajian kondisi
lingkungan berbahaya untuk mendeteksi atau verifikasi adanya bahaya
 Batasi sampling mikrobiologi untuk jaminan kualitas

d. Linen Pasien
1) Kebersihan linen adalah tanggung jawab petugas
2) Petugas harus mengganti pakaiannya yang terkontaminasi darah
atau material lain yang terkontaminasi infeksius dan mencucinya ke
bagian laundry
48
3) Fasilitas dan peralatan laundry
Pastikan bahwa area laundry mempunyai sarana cuci tangan dan tersedia
APD
4) Pakai dan pelihara peralatan laundry sesuai dengan intruksi pabrik
5) Tangani pakaian kontaminasi dengan tidak mengibaskan untuk
menghindari kode warna
6) Jangan diberikan penutup pada pakaian terkontaminasi di ruangan
pasien tetapi harus diganti
7) Proses pencucian secara alami.
8) Pilih zat kimia yang sesuai
9) Simpan pakaian agar terhindar dari debu
10) Transportasi linen yang kotor, harus dibungkus sehingga tidak kena
debu
11) Gunakan linen steril, surgical drapes dan gaun untuk kondisi yang
memerlukan steril
12) Gunakan pakaian bersih pada perawatan neonatus
13) Jaga kasur tetap kering, lapisi dengan plastik kedap air
14) Bersihkan dan disinfeksi tutup kasur dan bantal dengan menggunakan
disinfektan
15) Bersihkan dan disinfeksi kasur dan bantal antar pasien

e. Binatang
 Anjurkan pasien menghindari dari kotoran, air liur, urine binatang
 Jangan membiarkan binatang anjing kucing berkeliaran di sekitar rumah
sakit
 Bersihkan lingkungan rumah sakit dari kotoran binatang.

f. Pembuangan sampah
Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang
dalam wadah atau kantong yang sesuai :
 Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak
tersedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal atau
lapis dua (kantong ganda). Kemudian diikat dengan tali warna kuning atau
di beri tanda ”infeksius”. Semua sampah dari suatu ruangan / area yang
merawat pasien dengan penyakit menular melalui udara (airborne) harus
ditangani sebagai sampah infeksius.
 Untuk sampah non-infeksius / tidak menular gunakan kantong plastik
hitam.
 Untuk sampah benda tajam atau jarum ditaruh dalam wadah tahan tusukan.
Kantong sampah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan tali
dan tidak boleh dibuka kembali.

49
Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari bangsal / area
isolasi harus menggunakan APD lengkap ketika membuang sampah.
Satu lapis kantong kuning sampah biasanya mamadai, bila sampah dapat
dibuang kedalam kantong tanpa mengotori bagian luar kantong. Jika hal
tersebut tidak mungkin dibutuhkan dua lapis kantong (kantong ganda).
Kantong pembuangan sampah perlu diberi label yang sesuai dan dibuang
sesuai dengan kebijakan Rumah Sakit dan peraturan nasional mengenai
sampah Rumah Sakit.
Limbah cair seperti urin atau feses dapat dibuang kedalam sistem pembuangan
kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang
banyak.

6. Kesehatan karyawan / perlindungan petugas kesehatan


Petugas kesehatan RSU Ananda Putri Medan melakukan pemeriksaan kesehatan pada
setiap pegawai baru. Adapun pemeriksaan yang dilakukan adalah test laboratorium
darah rutin, SGOT, SGPT, HbsAg dan foto thorak.
Petugas yang terpajan / tertusuk jarum yang terinfeksi HIV, HBV, HCV segera
membersihkan daerah yang terluka dengan air mengalir dan berikan desinfektan,
kemudian lapor ke perawat jaga kalau diluar jam kerja, kemudian periksa ke dokter
UGD.
Alur paksa pajanan harus dibuat dan pastikan dipatuhi untuk HIV, HBV, HCV nesseria
meningitidis, MTB, hepatitis A, Difteri, Varicell zaster, bordetella pertusis, rabies.
Pajanan terhadap virus H5N1
Bila terjadi pajanan H5N1 diberikan oseltamivil 2x75Mg selama 5 hari. Monitor
kesehatan petugas yang terpajang sesuai dengan pormulir yang tersedia.
Pajanan terhadap virus HIV
Resiko terpajan 0,2 – 0,4 % perinjuri
Upaya menurunkan resiko terpajan patogen melalui darah dapat dilakukan melalui :
 Rutin menjalankan kewaspadaan standar, memakai APD yang sesuai
 Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat
 Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum, benda tajam.

Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi paska pajanan :


 Tusukan yang dalam
 Tampak darah pada alat penimbun pajanan
 Tusukan masuk kepembuluh darah
 Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi
 Jarum berlubang ditengah

Tindakan pencegahan harus terinformasi kepada seluruh petugas. Peraturanya harus


termasuk memeriksa sumber pajanan, penatalaksanaan jarum dan alat tajam yag benar,
alat pelindung diri, penatalaksanaan luka tusuk, sterilisasi dan disinfeksi.
50
Alur penatalaksanaan pajanan di Rumah Sakit harus termasuk pemeriksaan laboratorium
yang harus dikerjakan, profilaksis paska pajanan harus telah diberikan dalam waktu 4
jam paska pajanan, dianjurkan pemberian antiretroviral (ARV) kombinasi AJT
(Zidopudine), 3 TC (Lamivudin ) dan Indinavir atau sesuai pedoman lokal.
Paska pajanan harus segera dilakukan pemeriksaan HIV serologi dan dicatat sampai
jadwal pemeriksaan monitoring lanjutannya kemungkinannya serokonversi. Petugas
terinformasi tentang sindroma ARV akut, mononukliosis akut pada 70 – 90 % infeksi
HIV akut, melaporkan semua gejala sakit yang dialami selama 3 bulan .

Kemungkinan resiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi konseling, pemeriksaan
laboratorium dan pemberian ARV harus difasilitasi dalam 24 jam. Penelusuran paska
pajanan harus standar sampai waktu 1 tahun. Diulang tiap 3 bulan sampai 9 bulan
ataupun 1 tahun.

Pajanan terhadap virus Hepatitis B


Probabilitas infeksi hepatitis B paska pajanan antara 1,9 – 40% perpajanan. Segera paska
pajanan harus dilakukan pemeriksaan. Petugas dapat terjadi infeksi bila sumber pajanan
positif HbsAg atau HbeAg.

Profilaksis paska pajanan


Tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung anti HbS lebih dari 10 mlU/ml.
Hb imunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 40 jam dan lebih 1 minggu PP,
dan 1 seri vaksinasi hepatitis B dan dimonitor dengan tes serologik. Hepatitis B timbul
pada individu dengan hepatitis B, ditransmisikan dengan cara yang sama demikian
dengan cara memonitornya.

Pajanan terhadap virus Hepatitis C


Transmisi sama dengan hepatitis B. Belum ada terapi provilaksis paska pajanan yang
dapat diberikan, tetapi perlu dilakukan monitoring pemeriksaan adakah serokonfersi dan
didokumentasikan. Sumber pajanan juga harus diperiksa. Segala pajanan patogen yang
terjadi saat okupasi harus dilakukan konseling, pemeriksaan klinis dan harus dimonitor
dengan pemeriksaan serologis.

Infeksi nesseriameningitidis
N meningitidis dapat ditransmisikan lewat sekresi respiratorik, jarang terjadi saat
okupasi. Perlu terapi provilaksis bila telah terjadi kontak erat petugas dengan pasien
misal saat resusitasi mulut ke mulut, diberikan rimfamfisin 2x60mg selama 2 hari atau
dosis tunggal Cyfrifloxacin 500 mg atau Ceptriakson Im.
Mikobakterium tuberkolosis transmisi kepada petugas lewat air borne, droplet nuclei
biasanya dari pasien TB paru. Sekarang perlu perhatian hubungan antara TB, infeksi
HIV dan MDR TB. Petugas yang paska terekspos perlu di tes mantuk bila indurasinya

51
lebih dari 10 mm perlu diberikan provilaksis INH sesuai rekomendasi lokal. Infeksi lain
( Varicella, hepatitis A, hepatitis E, influenza, pertusis, dipteria dan rabies )
Transmisinya tidak biasa, tetapi harus dibuat penatalaksanan untuk petugas. Dianjurkan
vaksinasi untuk petugas terhadap varicella dan hepatitis A, rabies untuk daerah yang
indemis.

Kesehatan petugas dan pencegahan HAIs


MENULAR KEWASPADAAN MASA
MASA CARA
PENYAKIT SELAMA/VIRUS YANG PETUGAS /
INKUBASI TRANSMISI PERLUDIJALANAN
SHEDDING REKOMENDASI
Abses Selama luka Kontak Kontak `
mengeluarkan
cairan tubuh

Acinetobacter Luka bakar yang Flora N kulit Standar dan kontak


baumanii di hydroterapi manusia, mukosa
membran dan
tanah. Bertahan di
tempat lembab dan
kering sampai
berbulan, menular
melalui peralatan
rawat respirasi,
tangan petugas,
humindifter,
stetoscop,
termometer, matras,
bantal, permukaan
TT, mop, gordeng,
tempat mandi, luka
terbuka

Adenovirus 6-9 hr Sekret saluran Droplet, kontak


type 1-7 nafas

Aspergilosis Infeksi jaringan Inhalasi stadium Kontak dan


luas dengan cara airborne, conidin airborne
berlebihan

Candidiasis Standar,kontak

Chlamidia Standar kontak


C trachomitis langsung termasuk
seksual

Congenital Sampai umur 1 Kontak dengan Standar, kontak


rubella tahun bahan nasofaring
dan urin

Conjungtivitis 5-12 hari 14 hari setelah Kontak dengan Kontak, standar Sampai mata tidak
*adenovirus onset tangan, alat keluar kotoran
type 8 terkontaminasi

Restriksi 7 hari
Campak 5-12 hari 3-4 hari setelah Droplet yang besar Transmisi udara setelah bercak
bercak timbul (kontak dekat) & merah timbul
melalui udara (yang imun) 5 hari
nasofaring setelah ekspos –
21 hari setelah
ekspos

52
Campilobacter Standar

Clostridium Kontak
dufficille

Tidak perlu
Cytomegalo Tidak Tahan Kontak dengan Standar, hand
virus diketahui dilingkungan sekresi & ekskresi : hygiene
dalam waktu saliva & urin
pendek

Sampai terapi
Difteria Sekresi dari mulut Droplet, kontak antibiotika telah
mengandung c lengkap dan
difteriae sampai 2 kultur
berjarak 24 jam
dinyakatan
negatif, perlu
imunisasi tiap 10
thn

Tidak mengolah
Gastroenteritis Kontak px, Standar atau kontak makanan sampai
*salmonella konsumsi 2xjarak 24 jam
*Shigella makanan/air kultur feses
*yenterocolitca terkontaminasi negatif

Giardia Feses Kontak


lamblia

Libur di area
Hepatitis A 15-50 hari 2 minggu, Fekal oral, melalui Standar perawatan/pengol
kadang– kadang feses ahan makanan, 1
sampai 6 bulan minggu setelah
(prematur) sakit kuning
imunisasi paska
ekspos

Tidak perlu
Hepatitis B,D B:6-24 Akut atau kronik Perkutaneus, Standar dibatasi sampai
minggu dengan HbsAg mukosa, kulit yang HbeAg negatif
D:3-7 positif tidak utuh kontak
minggu dengan darah,
semen, cairan
vagina, cairan
tubuh yang lain

Hepatitis Perkutaneus, Standar


C,F,G mukosa, kulit yang
tidak utuh kontak
dengan darah,
semen, cairan
vagina, cairan
tubuh yang lain

Restriksi tidak
Herpes 2-14 hari Asimptomatik Kontak dengan Standar, kontak perlu, tapi batasi
simplex dapat ludah karier tangan kontak dengan Px
mengeluarkan mengandung virus
virus langsung/ lewat
sekresi luka
aberasi / cairan
vesikel

HIV Standar
Perkutaneus,
mukosa, kulit yang
tidak utuh kontak
dengan darah,
53
semen, cairan
vagina, cairan
tubuh yang lain

Helicobacterp Standar
ylori

MDRO Kontak luka Kontak


(MRSA,VR,V
ISA,ESBL,Str
ep pneumonia

Vaksinasi pada
Influenza petugas yang
1-5 hari Infeksius pada 3 Airborne, kontak Kontak rentan.Amantadin
hari pertama sakit. langsung atau untuk kontak
Virus dapat droplet dengan dengan influenza
dikeluarkan sekresi saluran A
sebelum gejala napas
timbul sampai 7
hari setelah
melalui sakit,lebih
panjang pada
anak dan orang

Hemophilus
influenzae Standar Droplet
 Dewasa
 *anak

Batuk non
Human produktif,
Metapneumo kongesti nasal Droplet sekret Kontak, Droplet
virus (HMPV) wheezing, respirasi
bronkhiolitis,pneu
monia pada anak
+ 11,5 tahun

Diare, KLB
Norovirus

12-48 jam Makanan, air Kontak, makanan,


terkontaminasi air
feses
N meningitidis Libur sampai 2
jam setelah terapi
2-10 hari Kontak dengan Transmisi melalui paska ekspos.
sekret saluran napas droplet Rifampin
2x600 mg, 2 hari
ciprofloxacin 1x
500 mg atau
ceftriaxon 250 mg
IM

Vaksinasi efektif,
Parotitis / Community Tranmisi droplet MMR Restriksi
Mumps acquired, virus Kontak dengan sampai 9 hari
berada dalam droplet atau setelah onset
16-18 hari saliva 6-7 hari langsung dengan parotitis petugas
(12-25 hari) sebelum parotitis sekret saluran rentan : 12 hari
sampai 9 hari napas, yaitu saliva, paska ekspos
setelah onset Px hidung & mulut pertama sampai
immunokomprom 25 hari setelah
ais ekspos terakhir.

Tidak Perlu
54
Parvovirus/B1 6-10 hari Menular sebelum Transmisi droplet restriksi
9 bercak merah Kontak dengan
sampai 7 hari droplet besar,
setelah onset muntahan

Vaksin direkomen
Pertusis 7-10 hari F catarrhal sangat Transmisi droplet umur 11-64 th
menular Kontak dengan sampai 5 hari petugas dengan
sekresi sal napas, menerima antibiotik pertusis: Restriksi
droplet besar fase catarrhal
kontak dekat sampai minggu 3
setelah onset atau
5 hari setelah
teraphi antibiotik
kontak saja tidak
perlu restriksi.

Imunisasi
Poliomyelitis Nonparalitik Sal napas 1 Transmisi kontak direkomendasikan
: 3-6 hari; minggu setelah Kontak cairan sal
paralitik 7- gejala muncul, napas, benda
21hari dalam feses terkontaminasi
beberapa minggu- feses
bulan setelah
gejala muncul

5 hari setelah
Rubella 12-23 hari Sangat menular Transmisi droplet bintik keluar
bintik nerah saat bintik merah Kontak dengan dan kontak dengan petugas rentan 7
timbul 14- keluar, virus droplet nasofaring cairan sal napas hari setelah
16hari dilepas 1 minggu Px ekspos pertama
setelah sebelum sampai sampai 21 hari
ekspos 5-7 hari setelah setelah ekspos
onset, congenital terakhir.
rubella bisa
melepas virus
berbulan
bertahun-tahun

Batasi kontak
RSV (infeksi 2-8 hari Orang sakit dapat Transmisi kontak dengan pasien
virus (tersering 4- mengeluarkan Tangan erat dengan droplet rawat dan
respiratorik) 6hari) virus selama 3-8 terkontaminasi saat atau aerosol partikel lingkungan bila
hari tapi pada bisa merawat pasien kecil ada KLB RSV
anak 3-4 minggu atau menyentuh Restriksi sampai
benda mati, gejala akut hilang.
transmisi RSV bila
menyentuh mata
atau hidung
Restriksi
MRSA Kontak tangan Standar, transmisi perawatan pasien
petugas, mungkin kontak, dapat dan pengolahan
karier nares airborne makanan bila
anterior, tangan, petugas dengan
axilla, perineum, lesi kulit basah.
nasofaring, Tidak perlu
orofaring restriksi bila
kolonisasi

Restriksi
Streptococ A Kontak sisi Standar, berdasar perawatan pasien
terinfeksi & Kulit, faring, transmisi & pengolahan
mensekresi rektum, vagina makanan sampai
24 jam setelah
mendapat terapi
antibiotik. Tidak
perlu restriksi
petugas dengan
kolonisasi

55
Salmonella,
shigella Orang-orang lewat
fekal oral,
air/makanan
terkontaminasi

Syphilis Kontak
Kontak langsung
dengan lesi primer
atau sekunder
syphilis

Sampai terbukti
Tuberkulosis Sampai 1 bulan Airborne, kontak non infectius
minum OAT Inhalasi droplet (mengeluarkan c
nuklei tubuh infeksius)

8 hari paska
Varicella Sampai lesi Airborne, kontak kontak sampai 21
kering & standar hari paska kontak,
berkrusta beri imuno
globulin IV paska
kontak, imunisasi
petugas paska
pajanan dalam 4
hari.

Vibrio Kolera
Kontak feses

Zoster
Restriksi sampai
*lokal Tutupi lesi, lesi mengering
jangan kontak dan mengelupas
dengan pasien
rawat

Restriksi sampai
*menyeluruh Jangan kontak semua lesi kering
atau orang dengan pasien dan mengelupas
immuno
kompromais

Dari hari ke10


*paska Jangan kontak paska pajanan
pajanan dengan pasien pertama
(person yang rawat sampaihari ke21
rentan) atau hari 28 bila
diberi lagi atau
sampai lesi kering
dan mengelupas.

Tabel 4 : Kesehatan petugas dan pencegahan HAIs.

Tindakan pertama pada pejanan bahan kimia tau cairan tubuh


 Pada mata : bilas dengan air mengalir : 15 menit
 Pada kulit : bilas dengan air mengalir : 1 menit
 Pada mulut : segera kumur-kumur : 1 menit.
 Lapor ke Panitia PPI, Panitia K3RS atau ke dokter rumah sakit.

6.1. Program pada Petugas Kesehatan


56
Adalah program sebagai strategi preventif terhadap infeksi yang dapat di
transmisikan dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain :
 Monitoring dan suport kesehatan petugas
 Vaksinasi bila dibutuhkan
 Vaksinasi terhadap infeksi saluran napas akut bila memungkinkan
 Terapi dan follow up epi / pandemic infeksi saluran napas akut pada
petugas.
 Rencanakan petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran risiko bila
terkena infeksi.
 Upayakan support psikososial.

Tujuannya :
 Menjamin keselamatan petugas di lingkungan Rumah Sakit.
 Memelihara kesehatan petugas kesehatan
 Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan bekerja,
kemungkinan medikolegal dan KLB.

Unsur yang dibutuhkan


 Petugas yang berdedikasi
 SPO yang jelas dan tersosialisasi
 Administrasi yang menunjang
 Koordinasi yang baik antar instalasi / unit
 Penanganan paska pajanan infeksius
 Pelayanan konseling
 Perawatan dan kerahasiaan medikal record

Evaluasi sebelum dan setelah penempatan meliputi :


 Status imunisasi
 Riwayat kesehatan yang lalu
 Terapi saat ini
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi

Edukasi
Sosialisasi SPO pencegahan dan pengendalian infeksi misalnya : Kewaspadaan
Isolasi, Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan berbasis transmisi, Kebijakan
Departemen Kesehatan tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini.

Program Imunisasi
Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada :
 Risiko ekspos petugas
 Kontak petugas dengan pasien
 Karakteristik pasien Rumah Sakit
 Dana Rumah Sakit

57
Riwayat imunisasi yang tercatat baik secara periodik menyiapkan apakah seorang
petugas memerlukan booster atau tidak. Imunisasi influenza dianjurkan sesuai
dengan strain yang ada.

ALUR PAJANAN TERTUSUK JARUM / BENDA TAJAM


TERKONTAMINASI DAN CAIRAN TUBUH

Tertusuk Jarum Terpajan Cairan


Terkontaminasi Tubuh

Jangan panik

Cuci Dengan Air Cuci Dengan Air


Mengalir Mengalir

Beri Cairan Antiseptic Segera Lapor Keatasan


( Betadine / Alkohol )

Dalam Jam Kerja Diluar Jam Kerja

Penanggung jawab
Jam kerja setiap Unit
UGD

TINDAK LANJUT :
a. Apabila status pasien HIV harus diberi prolaksis pasca
pajanan berupa obat ARV (Anti Retrovirus) dalam
waktu kurang dari 4 jam, diberi selama 28 hari, test
HIV di ulang setelah 6 (enam) minggu, 3 (tiga) bulan
dan 6 (enam) bulan.
b. Apabila status pasien Hepatitis B, dilakukan
pemeriksaan HbsAg dan Anti Hbs (bagi yang belum
vaksinasi).
c. Apabila hasil HbsAg positif maka dirujuk ke Dokter
Penyakit Dalam untuk mendapatkan terapi.
d. Apabila hasil HbsAg negatif diberikan seri vaksinasi
Hepatitis : Imunisasi Hep bulan I, III, dan V,
selanjutnya konsultasi ke Bagian Penyakit Dalam. 58
Gambar 5 : Alur Pajanan Luka Tusuk Dan Cairan Tubuh Jarum Suntik

7. Penempatan Pasien
7.1. Penanganan Pasien Dengan Penyakit Menular / Suspek
 Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap Kewaspadaan Standar untuk kasus /
dugaan kasus penyakit menular melalui udara :
 Letakkan pasien didalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri ntidak
tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah didalam
ruangan atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasusu yang belum
dikonfirmasi atau sedang didiagnosis (kohorting). Bila ditempatkan dalam 1
ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 meter dan diantara tempat
tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat.
 Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan negatif
yang dimonitor (ruangan bertekanan negatif) dengan 6-12 pergantian udara per
jam dan sistem pembuangan udara keluar atau menggunakan saringan udara
partikulasi efisiensi tinggi (filter HEPA) yang termonitor sebelum masuk ke
sistem sirkulasi udara lain di Rumah Sakit.
 Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan udara
partikulasi efiesiensi tinggi, buat tekanan negatif didalam ruangan pasien dengan
memasang pendingin ruangan atau kipas angin dijendela sedemikian rupa agar
aliran udara keluar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka keluar dan
tidak mengarah ke daerah publik. Uji untuk tekanan negatif dapat dilakukan
dengan menempatkan sedikit bedak tabur dibawah pintu dan amati apakah
terhisap kedalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin tambahan didalam
ruangan dapat meningkatkan aliran udara.
 Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya
tindakan tindakan pencegahan ini.
 Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai :
masker (bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus digunakan, bila tidak,
gunakan masker bedah sebagai alternatif) gaun, pelindung wajah atau pelindung
mata dan sarung tangan.
 Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan.
 Pakai gaun yang bersih, non steril ketika masuk ruangan jika akan berhubungan
dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barang-barang didalam
ruangan.

Pertimbangkan pada saat penempatan pasien :

59
 Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan, misal :
luka lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol.
 Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara ke
kontak, misal : luka dengan infeksi kuman gram positif.
 Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust ke
area tidak ada orang lalu lalang, misal : TBC
 Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas,
misal : varicella
 Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak, gangguan
mental).
Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting. Bila pasien terinfeksi
dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung menjaga
kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi.

7.2. Transport pasien infeksius


 Dibatasi, bila perlu saja.
 Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan :
1) Pasien diberi APD (masker, gaun)
2) Petugas di area tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien tersebut
melaksanakan kewaspadaan yang sesuai
3) Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak terjadi
transmisi kepada orang lain.

Pasien yang didiagnosis menderita SARS atau flu burung


 Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali untuk
pelayanan kesehatan yang lebih penting.
 Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi kemungkinan
terpajannya staf, pasien lain atau pengunjung.
 Bila pasien dapat menggunakan masker bedah, petugas kesehatan
harus menggunakan gaun pelindung dan sarung tangan. Bila pasien tidak dapat
menggunakan masker, petugas kesehatan harus menggunakan masker, gaun
pelindung, dan sarung tangan.

7.3. Pemindahan pasien yang dirawat diruang isolasi


Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk
keperluan penting. Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan
menerima sesegera mungkin sebelum pasien tiba. Jika perlu dipindahkan dari
ruangan / area isolasi dalam rumah sakit, pasien harus dipakaikan masker dan gaun.
Semua petugas yang terlibat dalam transportasi pasien harus menggunakan APD
yang sesuai. Demikian pula jika pasien perlu dipindahkan keluar fasilitas pelayanan
kesehatan. Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus dibersihkan. Jika

60
pasien dipindahkan menggunakan ambulance, maka sesudahnya ambulance tersebut
harus dibersihkan dengan disinfektan seperti alkohol 70% atau larutan klorin 0,5%

Keluarga Pendamping Pasien di Rumah Sakit


Perlu edukasi oleh petugas agar menjaga kebersihan tangan dan menjalankan
kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi kepada mereka sendiri
ataupun kepada pasien lain. Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang dijalankan
oleh petugas kecuali pemakaian sarung tangan.

7.4. Pemulangan Pasien


 Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu masa
penularan.
 Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai terkena
penyakit menular melalui udara / airborne harus diisolasi didalam rumah selama
pasien tersebut mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai
diagnosis alternatif dibuat atau hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa pasien
tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Keluarga harus diajarkan cara menjaga
kebersihan diri, pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan diri.
 Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang
tindakan pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara penularan
penyakit menular yang diderita pasien. (contoh Lampiran D : Pencegahan,
Pengendalian, Infeksi, dan penyuluhan bagi keluarga atau kontak pasien penyakit
menular)
 Pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan setelah
pemulangan pasien.

7.5. Pemulasaran Jenazah


 Petugas kesehatan harus menjalankan Kewaspadaan Standar ketika menangani
pasien yang meninggal akibat penyakit menular.
 APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien
tersebut meninggal dalam masa penularan.
 Jenazah harus terbungkus seluruhnya sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
 Pindahkan sesegera mungkin kekamar jenazah setelah meninggal dunia.
 Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya dengan
menggunakan APD.
 Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang penanganan
khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit menular. Sensitivitas
agama, adat istiadat dan budaya harus diperhatikan ketika seorang pasein dengan
penyakit menular meninggal dunia.

7.6. Pemerikasaan Post Mortem

61
Pemeriksaan post mortem pada seseorang yang menderita atau kemungkinan
menderita penyakit menular harus dilakukan dengan hati – hati, apalagi jika pasien
meninggal dunia selama masa penularan. Jika pasien masih menyebar virus ketika
meninggal, paru-parunya mungkin masih mengandung virus. Oleh karena itu, kalau
melakukan suatu prosedur pada paru-paru jenazah, APD lengkap harus digunakan
yang meliputi masker N-95, sarung tangan, gaun, pelindung mata dan sepatu
pelindung.

8. Hygiene respirasi / etika batuk


Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi di sumbernya.
Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu
mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk mencegah sekresi pernapasan.
Saat anda batuk atau bersin :
 Tutup hidung dan mulut anda dengan menggunakan tissue / sapu tangan atau
lengan dalam baju.
 Segera buang tisu yang sudah dipakai kedalam tempat sampah.
 Gunakan selalu masker bedah bila anda sedang batuk.
 Lakukan kebersihan tangan

Di fasilitasi pelayanan kesehatan.


Sebaiknya gunakan masker bedah bila anda sedang batuk. Etika batuk dan kebersihan
pernapasan harus diterapkan disemua bagian rumah sakit, dilingkungan masyarakat, dan
bahkan di rumah.

Tindakan penting ini harus selalu dilakukan untuk mengendalikan sumber infeksi
potensial.

9. Praktek Menyuntik Yang aman


 Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi
pada peralatan injeksi dan terapi.
 Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum atau spuit yang
dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat menimbulkan
kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.

10. Praktek untuk Lumbal Punksi


Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat kedalam area spinal /
epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan anastesi spinal dan
epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring.

B. Kewaspadaan Isolasi ( Isolation Precautions )

62
Kewaspadaan isolasi diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien dalam rumah
sakit baik terdiagnosis infeksi, diduga terinfeksi atau kolonisasi. Bertujuan untuk mencegah
transmisi silang sebelum diagnosis ditegakkan atau hasil pemeriksaan laboratorium belum
ada, strategi utama untuk PPI adalah menyatukan kewaspadaan satandar dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi. Kewaspadaan standar seperti yang sudah diuraikan diatas dengan
melaksanakan 10 pilar pencegahan dan pengendalian infeksi.

1. Kewaspadaan berdasarkan transmisi


Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi dibuat untuk
diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi atau terkolonisasi
patogen yang dapat di transmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau
permukaan terkontaminasi.

Jenis Kewaspadaan berdasarkan transmisi :


a. Kontak
b. Melalui droplet
c. Melalui udara ( Airborne )
d. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan )
e. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Catatan : suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.
Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun
kombinasi dengan Kewaspadaan Standar seperti kebersihan tangan dengan mencuci
tangan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan sabun, antiseptik ataupun antiseptik
berbasis alkohol, memakai sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan cairan tubuh,
gaun pelindung dipakai bila terdapat kemungkinan terkena percikan cairan tubuh,
memakai masker, goggle untuk melindungi wajah dari percikan cairan tubuh.
Sebagai tambahan kewaspadaan Standar, terutama setelah terdiagnosis jenis infeksinya.

Rekomendasi (3)
Rekomendasi dikategorikan sebagai berikut :
 Kategori IA :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit, telah didukung penelitian dan
studi epidemiologi.
 Kategori IB :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit dan telah ditinjau efektif oleh
para ahli dilapangan. Dan berdasarkan kesempatan HICPAC ( Hospital Infection
Control Advisory Committee ) sesuai dengan bukti rasional walaupun mungkin
belum dilaksanakan suatu studi scientifik.
 Kategori II :
Dianjurkan untuk dilaksanakan dirumahsakit. Anjuran didukung studi klinis dan
epidemiologik, teori rasional yang kuat, studi dilaksanakan di beberapa rumah sakit.
 Tidak direkomendasi :

63
Masalah yang belum ada penyelesaiannya.
Belum ada bukti ilmiah yang memadai atau belum ada kesepakatan mengenai
efikasinya.

a. Kewaspadaan transmisi Kontak ( 5,7,10 )


Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs. Ditujukan
untuk menurunkan risiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi di
transmisikan melalui kontak langsung atau tidak langsung. Kontak langsung
meliputi kontak permukaan kulit terluka / abrasi orang yang rentan / petugas
dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Misal perawat membalikkan tubuh
pasien, memandikan, membantu pasien bergerak., dokter bedah dengan luka
basah saat mengganti verband petugas tanpa sarung tangan merawat oral pasien
HSV atau scabies.

Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan dengan
benda yang terkontaminasi mikroba infeksius dilingkungan, instrumen yang
terkontaminas, jarum, kassa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung
tangan yang tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan
melalui mainan anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang di
transmisikan melalui tangan petugas atau benda mati dilingkungan pasien.

Sebagai cara transmisi tambahan melalui droplet besar pada patogen infeksi
saluran napas misal : para influenza, RSV, SARS, H5N1.(10)
Pada pedoman Isolation tahun 2007, dianjurkan juga kenakan masker saat dalam
radius 6-10 kaki dari pasien dengan mikroba virulen.

Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada mikroba pada
atau bdalam pasien tanpa gejala klinis infeksi) yang secara epidemiologi
mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak
langsung. (Kategori IB)
Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat masih
memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan.

Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan


dengan perawatan pasien misal : pegangan pintu, tombol lampu, telepon (10)

b. Kewaspadaan transmisi droplet (6,10,11)


Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan Standar terhadap pasien dengan
infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat ditransmisikan
melalui droplet ( >5 µm). Droplet yang besar terlalu berat untuk melayang
diudara dan akan jatuh dalam jarak 1-2 m dari sumber (10,11) Transmisi droplet
melibatkan kontak konjungtiva atau mucus membrane hidung/ mulut, orang

64
rentan dengan droplet partikel besar mengandung mikroba berasal dari pasien
pengidap atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama
prosedur suction, bronkhoskopi. Dibutuhkan jarak deket anatara sumber dan
resipien < 3 kaki. Karena droplet tidak bertahan diudara.

Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus membrane atau


terinhalasi. Transmisi droplet kekontak, yaitu droplet mengkontaminasi
permukaan tangan dan ditransmisikan ke sisi lain misal : mukosa, membrane.
Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung misal :
commoncold, respiratory syncitial virus (RSV).
Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi endotrakheal,
batuk akibat induksi fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.

c. Kewaspadaan transmisi melalui udara ( Airborne Precautions ) (4,10)


kewaspadaan transmisi melalui udara (kategori IB) diterapkan sebagai tambahan
kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi
mikroba yang secara epidemilogi penting dan di transmisikan melalui jalur udara.
Seperti misalnya transmisi partikel terinhalasi (varicella zoster) langsung melalui
udara.

Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara mikroba penyebab infeksi


baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil <5µm
evaporasi dari droplet yang bertahan lama diudara) atau partikel debu yang
mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran
udara >2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan diruang yang sama
dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada factor lingkungan, misal
penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam pencegahan transmisi
melalui udara, droplet nuklei atau sisik kulit terkontaminasi ( S. Aureus).

Tabel 5 : KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI

KEGIATAN KONTAK DROPLET UDARA / AIRBONE


Penempatan Tempatkan diruang rawat Tempatkan pasien di ruang Tempatkan pasien diruang
terpisah, bila tidak terpisah, bila tidak mungkin terpisah yang mempunyai :
mungkin kohorting, bila kohortin. Bila keduanya 1. tekanan negatif
keduanya tidak mungkin tidak mungkin, buat pemisah 2. aliran udara 6-12X/
maka pertimbangkan dengan jarak >1 meter antar jam
epidemiologi mikroba dan TT dan jarak dengan 3. pengeluaran udara
populasi pasien. Bicarakan pengunjung. Pertahankan terfiltrasi sebelum udara
dengan petugas PPI pintu terbuka, tidak perlu mengalir ke ruang atau
(kategori IB) tempatkan penanganan khusus terhadap tempat lain di Rumah
dengan jarak >1meter 3 udara dan ventilasi (kategori Sakit. Usahakan opintu
kaki antar TT jaga agar IB ) ruang pasien tertutup.
tidak ada kontaminasi Bila ruang terpisah tidak
silang kelingkungan dan memungkinkan,

65
pasien lain (kategori IB) tempatkan pasien dengan
pasien lain yang
mengidap mikroba yang
sama, jangan dicampur
dengan infeksi lain
(kohorting) dengan
jarak>1meter.

Konsultasikan dengan
petugas PPIRS sebelum
menempatkan pasien bila
tidak ada ruang isolasi dan
kohorting tidak
memungkinkan. (kategori
IB)
Transport Batasi gerak, transport Batasi gerak dan transportasi
Pasien pasien hanya kalau perlu untuk batasi droplet dari Batasi gerakan dan transport
saja. Bila diperlukan pasien dengan mengenakan pasien hanya kalau
pasien keluar ruangan masker pada pasien diperlukan saja.
perlu kewaspadaan agar (kategori IB) dan Bila perlu untuk
risiko minimal transmisi menerapkan hygiene pemeriksaan pasien dapat
kepasien lain atau respirasi dan etika batuk diberi masker bedah untuk
lingkungan (kategori IB ) cegah menyebarkan droplet
nuclei (kategori IB)
APD Petugas Sarung tangan dan cuci Masker
tangan Pakailah bila bekerja dalam Perlindungan saluran napas
Memakai sarung tangan radius 1m terhadap pasien Kenakan masker respirator
bersih non steril, lateks (kategori IB), saat kontak (N95/Kategori N pada
saat masuk keruang pasien, erat masker seyogyanya efisiensi 95%) saat masuk
ganti sarung tangan setelah melindungi hidung dan ruang pasien atau suspek TB
kontak dengan bahan mulut, pakai saat memasuki paru. Orang yang rentan
infeksius (feses, cairan ruang seharusnya tidak boleh masuk
drain) ruang pasien yang diketahui
atau suspek campak, cacar air
kecuali petuga yang telah
imun.
APD Petugas Lepaskan sarung tangan Rawat pasien dengan infeksi
sebelum keluar dari kamar saluran napas. Bila terpaksa harus masuk
pasien dan cuci tangan maka harus mengenakan
dengan antiseptic (kategori masker respirator untuk
IB) pencegahan. Orang yang telah
pernah sakit campak atau
cacar air tidak perlu memakai
masker (kategori IB)

Gaun
Pakaian gaun bersih, tidak Masker Bedah/prosedur
steril saat masuk ruang (min) sarung tangan gaun
pasien untuk melindungi goggle
baju dari kontak dengan Bila melakukan tindakan
pasien, permukaan dengan kemungkinan timbul
66
lingkungan, barang aerosol.
diruang pasien, cairan
diare pasien, ileostomy,
coloctomy, luka terbuka.
Lepaskan gaun sebelum
keluar ruangan. Jaga agar
tidak ada kontaminasi
silang kelingkungan dan
pasien lain (kategori IB )

Apron
Bila gaun permeable,
untuk mengurangi
penetrasi cairan, tidak
dipakai sendiri

Peralatan Bila memungkinkan Tidak perlu penanganan


untuk peralatan nonkritikal udara secara khusus karena Transmisi pada TB
perawatan dipakai untuk 1 pasien atau mikroba tidak bergerak jarak Sesuai pedoman TB CDC
pasien dengan infeksi mikroba jauh. ”Guideline for Preventing of
yang sama, bersihkan dan tuberculosis in Healthcare
disinfeksi mikroba yang Facilities”
sama. Bersihkan dan
disinfeksi sebelum dipakai
untuk pasien lain (kategori
IB)

Peralatan MDRO, MRSA, VRSA, B. pertussis, SARS, RSV


Untuk VISA, VRE, MDRSP influenza, Adenovirus, MTB (obligat airborne)
Perawatan (Strep pneuminiae) Rhinovirus, N. meningitidis, campak, cacat air (kombinasi
Pasien streptococ grup A, transmisi) Norovirus (partikel
Virus Herpes simplex Mycoplasma pneumoniae. feses, vomitus), Rotavirus
SARS RSV (indirex mel melalui partikel kecil aerosol.
mainan), S. Aureus,
MDRO, VRE, C.
Difficile,P. Aeruginosa,
influenza, Norovirus (juga
makanan dan air )

Disinfeksi tangan adalah kewaspadaan isolasi yang terpenting.

Tujuan terpenting PPI adalah menjaga petugas, peralatan dan permukaan tetap
bersih.
Bersih diartikan :
67
 Bebas dari kotoran
 Telah dicuci setelah terakhir dipakai
 Penjagaan kebersihan tangan personal
 Bebas polutan dan bahan tidak diinginkan

d. Peraturan untuk kewaspadaan isolasi


Harus dihindari transfer mikroba patogen antar pasien dan petugas saat perawatan
pasien rawat inap.
Perlu dijalankan hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekresi dan sekresi dari
seluruh pasien untuk meminimalisir risiko transmisi infeksi.
2. Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien.
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh).
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari
menyentuh bahan infeksius.
5. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan
tubuh serta barang yang terkontaminasi. Disinfeksi tangan segera setelah
melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urin, dan sekresi pasien yang lain dalam lubang
pembuangan yang disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan
kontainer pasien yang lain.
7. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur
8. pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah dibersihkan
dan didisinfeksi dengan benar antar pasien.

68
BAB V
PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
UNTUK PENGUNJUNG

Pengunjung dengan gejala infeksi saluran pernapasan selama terjangkitnya penyakit


menular
 Pengunjung dengan gejala demam dan gangguan pernapasan tidak boleh mengunjungi
pasien didalam fasilitas pelayanan kesehatan.
 Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejala, perlu dibatasi kunjungan
ke pasien.
 Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu penularan
penyakit, sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien dirumah
sakit.
 Kebijakan ini agar dicantumkan dipapan pengumuman fasilitas kesehatan.

Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk anggota keluarga yang merawat
penderita atau suspek flu burung
 Anggota keluarga perlu menggunakan APD seperti petugas kesehatan yang merawat di
Rumah Sakit.

Mengunjungi pasien dengan penyakit menular melalui udara


 Petugas kesehatan atau Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi perlu mendidik
pengunjung pasien dengan penyakit menular tentang cara penularan penyakit, dan
menganjurkan mereka untuk menghindari kontak dengan pasien selama masa penularan.
 Jika keluarga / teman perlu mengunjungi pasien yang masih suspek atau telah di
konfirmasi menderita penyakit menular melalui udara, pengunjung tersebut harus mengikuti
prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Pengunjung harus memakai
APD lengkap (masker, gaun, sarung tangan dan kaca mata) Jika kontak langsung dengan
pasien atau lingkungan pasien.
 Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD dan masker secara benar bagi
pengunjung.
 Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan mencuci tangan.
Tidak menggantung masker dileher.
 Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui udara, petugas
kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan apakah ia memiliki gejala
demam atau infeksi saluran pernapasan. Karena berhubungan dekat dengan pasien penyakit
menular melalui udara beresiko untuk terinfeksi. Jika ada demam atau gejala gangguan

69
pernapasan, pengunjung tersebut harus dikaji untuk penyakit menular melalui udara dan
ditangani dengan tepat.
 Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik semua pengunjung tentang penerapan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dan wajib mentaatinya ketika mengunjungi pasien
penyakit menular.

Menjaga kebersihan alat pernapasan dan etika batuk ditempat pelayanan kesehatan.
Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernapasan difasilitasi pelayanan kesehatan,
kebersihan saluran pernapasan dan etika batuk harus merupakan bagian mendasar dari prilaku
sehat.
Setiap orang yang memiliki tanda atau gejala infeksi pernapasan (batuk, bersin) harus :
 Menutup hidung / mulut ketika batuk atau bersin
 Menggunakan tisu untuk menahan sekresi pernapasan dan dibuang ditempat limbah
yang tersedia.
 Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernapasan.

Fasilitasi pelayanan kesehatan harus menjamin tersedianya :


 Tempat limbah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan dengan kaki di
semua area.
 Fasilitas cuci tangan dengan air mengalir diruang tunggu.
 Pengumuman / informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap pengunjung
yang batuk.

Jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari
yang lainnya diruang tunggu.

Pada pintu masuk dan di ruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat darurat, ruangan dokter,
klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi etika batuk atau bersin. Pasien dan orang yang
menemaninya agar mempraktekkan kebersihan alat saluran pernapasan dan etika batuk atau
bersin, dan memberitahukan kepada petugas sesegera mungkin tentang gejala penyakit yang
diderita, bagi orang yang batuk harus disediakan masker.

70
BAB VI
SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT

A. Definisi
Surveilans infeksi Rumah Sakit adalah suatu proses yang dinamis, sistematis terus menerus,
dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interprestasi dari data kesehatan yang penting
pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang
memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan, dan evaluasi suatu tindakan
yang berhubungan dengan kesehatan.

Infeksi Rumah Sakit (IRS) atau Healthcare associated infections (HAIs) adalah infeksi
yang terjadi pada pasien selama perawatan di Rumah Sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan lain, yang tidak ditemukan dan tidak dalam masa inkubasi saat pasien masuk
Rumah Sakit. Infeksi Rumah Sakit juga mencakup infeksi yang didapat di Rumah Sakit
tetapi baru muncul setelah keluar Rumah Sakit dan juga infeksi akibat kerja pada tenaga
kesehatan.

B. Tujuan
1. Mendapatkan data dasar Infeksi Rumah Sakit
2. Menurunkan Laju Infeksi Rumah Sakit
3. Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit
4. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan.
5. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI di Rumah Sakit
6. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan
7. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi Rumah Sakit

C. Metode Surveilans
Metode surveilans Infeksi Rumah Sakit di RSU Ananda Putri Medan adalah menggunakan
metode Surveilans target (targetted / sentinel surveillance) adalah surveilans yang terfokus
pada ruangan, kelompok pasien, atau tindakan dengan resiko infeksi spesifik, yaitu
surveilans diruang perawatan insentif (ICU) dan ruang perawatan bedah, surveilans pada
pasien dengan kateter vena sentral, surveilans, infeksi luka operasi, surveilans pasien
dengan pemasangan Endotracheal Tube (ETT) dan ventilator, surveilans pasien dengan

71
pemasangan kateter urine, surveilans target ini diharapkan dapat memberikan hasil yang
lebih tajam dan memerlukan sumber daya yang lebih sedikit.

D. Jenis-jenis infeksi Rumah Sakit


1. Infeksi Aliran Darah Primer
a. Definisi Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)
 Merupakan jenis infeksi yang terjadi akibat masuknya mikroba melalui peralatan
yang kita masukkan langsung ke sistem pembuluh darah. Dalam istilah CDC
disebut sebagai Blood Stream Infection (BSI)

Akses langsung ke peredaran darah ini dapat berupa kateter vena maupun arteri
yang kita lakukan terhadap pasien, baik dalam rangka perawatan maupun
diagnostik, yang secara umum disebut sebagai kateter intravaskuler ( intravaskuler
Catheter).
Contahnya adalah pemasangan vena sentral (CVC : Central Venous Catheter),
vena perifer (infus) hemodialisa.

 Adalah ditemukannya organisme dari hasil kultur darah semikuantitatif /


kuantitatif disertai tanda klinis yang jelas serta tidak ada hubungannya dengan
infeksi ditempat lain dan / atau dokter yang merawat menyatakan telah terjadi
infeksi > 3x24 jam setelah pemasangan catheter vena sentral.

Seringkali phlebitis dilaporkan sebagai IADP. IADP berbeda dengan Phlebitis


(Superficial & Deep Phlebitis). Perbedaan antara IADP dengan phlebitis, adalah :
 Phlebitis, merupakan tanda-tanda peradangan pada daerah lokal tusukan infus.
Tanda-tanda peradangan tersebut adalah merah, bengkak, terasa seperti terbakar dan
sakit bila ditekan.
 IADP adalah keadaan bakteremia yang diagnosanya ditegakkan melalui
pemeriksaan kultur.
b. Faktor risiko adalah :
 Lamanya terpasang kateter
 Lamanya hari rawat
 Kondisi penurunan daya tahan tubuh (immunocompromised)
 Malnutrisi
 Luka bakar
 Luka operasi tertentu
c) Kriteria IADP
Ada beberapa kriteria untuk menentukan IADP, kriteria IADP 1 dan 2 dapat
digunakan untuk semua peringkat umur pasien termasuk usia < 1 th, minimal
ditemukan satu kriteria seperti :

1. Kriteria 1 IADP ; berikut :


72
 Ditemukan pathogen pada > 1 kultur darah pasien
 Mikroba dari kultur darah itu tidak berhubungan dengan infeksi dibagian lain
dari tubuh pasien (lihat catatan 1 & 2)

2. Kriteria 2 IADP :
 Pasien menunjukkan minimal satu gejala klinis : demam (suhu >38ºC)
menggigil atau hiypotensi, dan tanda dan gejala klinis serta hasil positif
pemeriksaan laboratorium yang tidak berhubungan dengan infeksi dibagian lain
dari tubuh pasien.
 Hasil kultur yang berasal dari >2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang
berbeda didapatkan mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya difteroid
(C corynebacterium spp), Bacillus spp. (bukan B anthracis), Propionibacterium
spp, Staphylococcus coagulase negatif termasuk epidermidis, Steptococcus
viridans, Aerococcus spp, Micrococcus spp. Berasal dari >2 kultur darah pada
lokasi pengambilan yang berbeda (lihat catatan 3 & 4).

3. Kriteria 3 IADP :
 Pasien anak usia < 1 tahun menunjukkan minimal satu gejala seperti berikut :
demam (suhu rektal > 38ºC), hipotermi ( suhu rektal < 37ºC), apnoe atau
bradikardia, dan
 Tanda dan gejala serta hasil pemeriksaan positif laboratorium yang tidak
berhubungan dengan infeksi dibagian lain dari tubuh pasien dan
 Hasil kultur yang berasal dari > 2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang
berbeda didapatkan mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya difteroid
(corynebacterium spp), Bacillus spp (bukan B anthracis), Propionibacterium spp,
staphylococcus coagulase negatif termasuk S epidermidis, Streptococcus
viridans, Aerococcus spp, Micrococcus spp.berasal dari >2 kultur darah pada
lokasi pengambilan yang berbeda.

Catatan :
1. dalam kriteria 1, arti ”>1” kultur darah pasien adalah = minimal 1 botol
kultur dari darah yang diambil memberikan hasil dilaporkan ada pertumbuhan
mikroba, artinya kultur darah positif.
2. dalam kriteria 1 maksud ”patogen” yang ditemukan adalah mikroba yang
tidak termasuk dalam mikroba kontaminan kulit yang umum didapatkan (lihat
kriteria 2 dan 3). Contoh beberapa mikroba pathogen yang bukan termasuk flora
normal umum kulit yang dapat ditemukan adalah S.aureus, Enterococcus spp, E coli,
Psudomonas spp, Klebsiella spp, Candida spp dan lain-lain
3. dalam kriteria 2 dan 3, arti ’> 2’ kultur darah diambil dari lokasi yang
berbeda adalah artinya :

73
 Dari CV line atau kultur ujung kateter CV line dan perifer
sekurang-kurangnya 2 kali pengambilan darah perifer dengan jeda waktu tidak
lebih dari 2 hari (misalnya pengambilan darah pada hari Senin dan Selasa, atau
Senin dan Rabu, jangan terlalu jauh misalnya Senin-Kamis), atau pada waktu
yang bersamaan dari 2 lokasi yang berbeda
 Minimal 1 botol dari darah yang diambil menunjukkan
pertumbuhan kuman kontaminan umum kulit yang sama. (lihat catatan no 4
untuk melihat kesamaan mikroba )
4. Phlebitis yang purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semikuantitatif dari
ujung kateter, tetapi bila hasil kultur negatif atau tidak ada kultur darah, maka tidak
dilaporkan sebagai IADP.

Kriteria Nasional
a. Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP)

Algoritma Diagnosa IADP

Umum Anak <1 tahun

Minimal : Minimal 1 :
Simtom  Demam (>38ºC)  Demam (>38ºC )
(Gejala dan Tanda)  Menggigil  Hipotermi (<37ºC)
 hipotensi  Apnoe
 bradikardia

Laboratorium : Positif =1 mikroba


Kultur Darah patogen
Positif =2 mikroba
Flora kulit

Bukti Infeksi tempat lain Negatif

Kriteria IADP 1 2 3

Gambar 7 : Diagram Alur Infeksi Aliran Drah Primer

Keterangan :
 Yang dimaksud mikroba pathogen pada kriteria 1 misalnya adalah : S. Aureus,
Enterococcus spp, E coli, Psudomonas spp, Klebsiella spp, Candida spp dan lain-lain.
 Yangdimaksud dengan flora kulit adalah mikroba kontaminan kulit yang umum,
misalnya difteroid (Corynebacterium spp), Bacillus spp, Propionibacterium spp, CNS
termasuk Staph. Epidermidis, Streptococcus viridans, Aerococcus spp, Micrococcus spp.
 Hasil kultur darah pada kriteria 2 dan 3, arti ’≥2’kultur darah : 2 spesimen darah diambil
dari lokasi yang berbeda dan dengan jeda waktu tidak lebih dari 2hari.

74
2. Pneumonia
Ada 2 jenis Pneumonia yang berhubungan dengan IRS, yaitu Pneumonia yang
didapatkan akibat perawatan yang lama atau sering disebut sebagai Hospital Acquired
Pneumonia (HAP) dan Pneumonia yang terjadi akibat pemakaian ventilasi mekanik atau
sering disebut sebagai Ventilator Associated Pneumonia (VAP).

a. Definisi HAP
HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pasien
dirawat dirumah sakit > 48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak
menderita infeksi saluran napas bawah. HAP dapat diakibatkan tirah baring lama
(koma / tidak sadar, trakeostomi, refluk gaster, Endotracheal Tube / ETT).

b. Definisi VAP
VAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah
pemakaian ventalasi mekanik > 48 jam, dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi saluran napas.

c. Dasar diagnosis Pneumonia


Pneumonia (PNEU) ditentukan berdasarkan kriteria klinis, radiologi dan
laboratorium.
(lihat Gambar 4.2. Diagram Alur Pneumonia dan Gambar 4.3. Diagram Alur Kriteria
Pilihan Pneumonia pada bayi dan Anak).

d. Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia


Bukti Klinis Pneumonia adalah bila ditemukan minimal 1 dari tanda dan gejala
berikut :
1) Demam ( ≥38ºC) tanpa ditemui penyebab lainnya.
2) Leukopenia ( < 4.000 WBC/mm3) atau Leukositosis ( ≥12.000 SDP/mm3).
3) Untuk penderita berumur ≥ 70 tahun, adanya perubahan status mental yang tidak
ditemui penyebab lainnya. Dan minimal disertai 2 tanda berikut :
 Timbulnya onset baru sputum purulen atau perubahan sifat sputum
 Munculnya tanda atau terjadinya batuk yang memburuk atau dyspnea
(sesak napas) atau tachypnea (napas frekuen)
 Rhonci basah atau suara napas bronchial
 Memburuknya pertukaran gas, misalnya desaturasi O2 (PaO2/FiO2≤240),
peningkatan kebutuhan oksigen, atau perlunya peningkatan ventilator.

e. Tanda Radiologis Pneumonia


Bukti adanya Pneumonia secara Radiologis adalah bila ditemukan ≥ 2 foto serial
didapatkan minimal 1 tanda berikut :
 Infiltrat baru atau progresif yang menetap
 Konsolidasi
75
 Kavitasi
 Pneumotoceles pada bayi berumur ≤1 tahun.

Catatan :
Pada pasien yang tanpa penyakit paru-paru atau jantung (respiratory distress
syndrome, bronchopulmonary dysplasia, pulmonary edema, atau chronic obstructive
pulmonary disease) yang mendasari, 1 bukti radiologis foto thorax sudah dapat
diterima.

f. Kriteria Pneumonia
Ada 3 tipe spesifik pneumonia :
1. Pneumonia klinis (PNEU1)
2. Pneumonia dengan gambaran laboratorium spesifik (PNEU2)
3. Pneumonia pada pasien imunokompromis (PNEU3)

f.1. Kriteria PNU1 : Pneumonia Klinis


dapat diidentifikasi sebagai PNU 1 bila didapatkan salah satu kriteria berikut :
1) Untuk semua umur (PNU1-1)
- Tanda dan gejala Klinis Pneumonia (d)
- Tanda Radiologis Pneumonia (e)
2) Untuk bayi berumur ≤1 tahun (PNU1-2)
Buruknya pertukaran gas dan, minimal disertai 3 dari tanda berikut :
- Suhu yang tidak stabil, yang tidak ditemukan penyebab lainnya.
- Leukopeni (< 4.000 / mm3) atau lekositosis ( ≥15.000 / mm3) dan
gambaran darah tepi terlihat pergeseran kekiri ( ≥ 10% bentuk netrofil
bentuk batang).
- Munculnya onset baru sputum purulen atau perubahan karakter
sputum atau adanya peningkatan sekresi pernapasan atau peningkatan
keperluan pengisapan (suctioning).
- Apneu, tachypneu, atau pernapasan cuping hidung dengan retraksi
dinding dada.
- Rhonci basah kasar maupun halus
- Batuk
- Bradycardia (< dari100x / menit) atau tachycardia (> 170 x / menit)
3) Untuk anak berumur lebih dari > 1 tahun atau berumur ≤ 12 tahun (PNU1-
3), minimal ditemukan 3 dari tanda berikut :
- demam (suhu >38,4ºC ) atau hypothermi (<36,5ºC), yang tidak
ditemukan penyebab lainnya.
- Lekopeni (< 4.000/mm3) atau lekositosis (≥15.000/mm3)
- Munculnya onset baru sputum purulen atau perubahan karakter
sputum atau adanya peningkatan sekresi pernapasan atau peningkatan
keperluan pengisapan (suctioning)

76
- Onset baru dari memburuknya batuk, apneu, tachypneu
- Wheezing, rhonci basah kasar mapun halus
- Memburuknya pertukaran gas, misalnya pO2< 94%.

f.2. Kriteria PNU2


a) Kriteria PNU2-1
Pneumonia dengan hasil laboratorium yang spesifik untuk infeksi bakteri dan
jamur berfilamen.
Dapat diidentifikasi sebagai PNU2-1, bila ditemukan bukti-bukti berikut :
1) tanda dan gejala Klinis Pneumonia (d)
2) Tanda Radiologis Pneumonia (e)
3) Minimal 1 dari tanda laboratorium berikut :
 Kultur positif dari darah yang tidak ada hubungannya
dengan sumber infeksi lain.
 Kultur positif dari cairan pleura
 Kultur kuantitatif positif dari spesimen Saluran Napas
Bawah (BAL atau sikatan bronkus terlindung)
 ≥5 % sel yang didapat dari BAL mengandung bakteri
intraseluler pada pemeriksaan mikroskopik langsung.
 Pemeriksaan histopatologik menunjukkan 1 dari bukti
berikut :
- Pembentukan abses atau fokus konsolidasi dengan sebukan PMN
yang benyak pada bronchiolus dan alveoli.
- Kultur kuantitatif positif dari parenkim paru-paru
- Bukti adanya invasi oleh hifa jamur atau pseudohifa pada parenkim
paru-paru
- Bukti adanya invasi oleh hifa jamur atau pseudohifa pada parenkim
paru-paru

Keterangan :
- SNB : Saluran Napas Bawah (LRT : Lower respratory tract)
- Interprestasi hasil kultur darah positif harus hati-hati. Bakterimia
dapat terjadi pada pasien yang terpasang jalur intravaskuler atau
kateter urine menetap. Pada pasien immunocompromised, sering
didapatkan bekteremia CNS atau flora atau kontaminan umum kulit
yang lain serta sel yeast.
- Nilai ambang untuk kultur kuantitatif dapat dilihat pada Tabel 4.3.
- Pada pemeriksaan kultur kuantitatif, spesimen yang dipilih adalah
spesimen yang terkontaminasi minimal, misalnya yang dari BAL atau
sikatan bronchus terlindung. Spesimen dari aspirasi endotracheal
tidak dapat digunakan untuk dasar kriteria diagnostik.
- BAL : Broncjo Alveolar Lavage

77
b) Kriteria PNU 2-2 :
Pneumonia dengan hasil laboratorium yang spesifik untuk infeksi virus,
Legionella, Chlamydia, Mycoplasma, dan patogen tidak umum lainnya. Dapat
diidentifikasi sebagai PNU2-2, bila ditemukan bukti-bukti berikut :
1) Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia (d)
2) Tanda Radiologis Pneumonia (e)
3) Minimal 1 dari tanda laboratorium berikut :
 Kultur positif untuk virus atau Chlamydia dari sekresi
pernapasan
 Deteksi antigen atau antibody virus positif dari sekresi
pernapasan
 Didapatkan peningkatan titer 4x atau lebih lgG dari paired sera
terhadap patogen (misalnya influenza virus, Chlamydia)
 PCR positif untuk Chlamydia atau Mycoplasma
 Tes micro-IF positif atau visualisasi micro-IF untuk Legionella
spp., dari sekresi pernapasam atau jaringan
 Terdeteksinya antigen Legionella pneumophila serogrup iI dari
urine dengan pemeriksaan RIA atau EIA, rapid test
 Pada pemeriksaan indirect IFA, didapatkan peningkatan titer 4x
atau lebih antibody dari paired sera terhadap Legionella pneumophila
serogroup I dengan titer ≥1:128

Keterangan :
- Deteksi langsung patogen dapat menggunakan berbagai teknik
deteksi antigen (EIA, RIA, FAMA, Micro-IF), PCR atau kultur
- PCR : Polymerase Chain Reaction, merupakan teknik diagnostik
dengan cara memperbanyak asam nukleat patogen secara in-vitro
- Paired sera adalah pasangan sera yang diambil pada fase akut dan
fase penyembuhan penyakit. Pada penyakit yang sedang berlangsung
(progresif) akan didapatkan peningkatan titer sera pada fase penyembuhan
sebesar ≥ 4x dibandingkan dengan titer sera pada fase akut.
- Bila terkontaminasi pneumonia disebabkan oleh RSV, adenovirus
atau influenza virus, dugaan infeksi oleh patogen yang sama segera dapat
dilakukan tehadap pasien-pasien yang dirawat yang mempunyai kemiripan
gejala dan tanda klinis.

f.3. Kriteria PNU3 :


Pneumonia Pada Pasien Immunocompromised.

78
Dapat diidentifikasi sebagai PNU3, bila ditemukan bukti-bukti berikut :
1) Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia (d) ditambah dengan kemungkinan
gejala dan tanda :
 Hemoptysis
 Nyeri dada pleuritik
2) Tanda Radiologis Pneumonia (e)
3) Minimal 1 dari tanda laboratorium berikut :
 Kultur pasangan positif dan cocok dari kultur darah dan sputum
terhadap Candida spp.
 Bukti adanya jamur atau pnemocytis carini dari spesimen
terkontaminasi minimal SNB (BAL atau sikatan bronchus terlindung) dari
cara berikut :
- pemeriksaan mikroskopik langsung
- kultur jamur positif
 Apapun yang masuk dalam kriteria laboratorium untuk
PNU2.

Keterangan
Yang tergolong dalam pasien immunocompromised antara lain :
1) penderita neutropenia (hitung netrofil absolute < 500/mm3), leukemia,
lymphoma, HIV dengan CD4 < 200, atau
2) splenectomy, post transplantasi, kemoterapi cytotoxic, atau
3) Pengobatan steroid dosis tinggi : > 40 mg prednisolone atau ekivalennya
(hidrokortison 160 mg, metal-prednisolon 32 mg, deksametason 6 mg,
kortison 200 mg) / hari untuk > 2 minggu.
- Spesimen darah dan sputum diambil pada waktu yang berdekatan
(48 jam)
- Spesimen kultur semikuantitatif atau kualitatif dimungkinkan,
kriteria sesuai algoritma.

Tabel 6. Nilai Ambang Kultur Kuantitatif Spesimen yang digunakan dalam


diagnosis pneumonia

Jenis / Teknik pengambilan spesimen Nilai


Parenkim Paru ≥ 104 cfu/g jaringan
Spesimen bronchoscopic
- Bilasan bronchoalveolar ≥ 104 cfu/mL
- Protected BAL ≥ 104 cfu/Ml
- Protected specimen brushing ≥ 104 cfu/mL
Spesimen Non- bronchoscopic (blind)
- BAL ≥ 104 cfu/mL
- Protected BAL ≥ 104 cfu/mL
79
 Cfu : colonyforming units
 Parenkim paru dapat diambil melalui, transbronchial atau
transthoraxic post-mortem
Pneumonia (PNEU) ditentukan berdasarkan kriteria klinis, radiologi dan
Laboratorium. (Lihat gambar 1. Diagram Alur Pneumonia dan Gambar2.
Diagram Alur Kriteria Pilihan Pneumonia pada Bayi dan Anak).

 Pneumonia (PNEU)

Algoritma Pneumonia

Pasien dengan penyakit penyerta kardio-pulmoner Pasien tanpa penyakit penyerta


kardiopulmoner

Infiltrat baru atau progresif


yang menetap
Konsolidasi ≥2 tanda ≥1 tanda
ogis Kavitasi radiologist serial radiologis serial
diol Pneumatoceles pada bayi≤1
Ra tahun.
Demam Minima l
Leukopenia atau Simtom termasuk
Leukositosis Minimal 1 simtom simtom:
Penderita ≥70 Hemoptisis
tahun : Nyeri Pleuritik
perubahan status
mental

Onset baru sputum


purulen atau
perubahan sifat
sputum,sekresi
Batuk memburuk
atau dyspnea atau
tachypnea Minimal 2 Minimal 1
Rhonci basah atau Simtom Simtom
a)
Gejal suara nafas
a dan bronchial
(tand Memburuknya
om pertukaran gas
Simt

Darah : Kultur darah + Sekresi nafas : Kultur pasangan


Cairan pleura Kultur + Kultur+ immunocompromised
darah-sputum
Spesimen SNB : Kultur Deteksi antigen + +dan cocok
Kuantitatif + Peningkatan titer untuk Candida
BAL :≥5 sel mengandung ≥4xlgG dari spp
bakteri intraseluler paired sera Spesimen SNB :
Histopatologik : PCR+ Jamur atau
Abses/ focus Pneumocystis
konsolidasi carinii+
Kultur
kuantitatif+parenkim
m paru
riu Invasi hifa jamur atau
ato pseudohifa parenkim
bor paru
La

80

PNU 1 PNU2-1 PNU2-2 PNU3


Pasien tanpa penyakit penyerta
Pasien dengan penyakit penyerta kardio-pulmoner Immunocompro mised
kardio- pulmoner

Infiltrat baru atau


progresif yang
menetap. ≥2 tanda ≥ 1 tanda radiologist
Konsolidasi radiologist serial serial
Kavitasi
Gambar 8 : Diagram Alur Pneumonia padadan Diagram Alur Kriteria Pilihan Pneumonia pada Bayi
is
log Pneumatoceles
dan Anak bayi≤1 tahun
dio
Ra

Keterangan :

 PNU 1 : Kriteria untuk Peumonia Klinik


 PNU2 – 1 : Kriteria untuk Pneumonia dengan
Bayi ≤1 tahun hasil
Anak Laboratorium
≥3atau≤12 tahun
yang spesifik untuk infeksi bakteri umum dan jamur berfilamen
Memburuknya pertukaran gas Dan
 PNU2-2 : Kriteria
≥3 tanda berikut : untuk Pneumonia dengan hasil Laboratorium
Suhu tidak stabil ≥tanda berikut :
yang spesifik Leukopenia
untuk infeksi virus, Legionella, Chlamydia,
atau Demam Mycoplasma,
Leukositosis Leucopenia atau
dan patogen tidak
Onset umum lainnya.
baru sputum purulen atau Leukositosis
perubahan sifat sputum, Onset barupada
sputum pasien
 PNU 3 :
sekresi
Kriteria untuk Pneumonia
purulen atau perubahan
Tanda-tanda sesak napas
immunocompromised. sifat sputum, sekresi
Wheezing dan atau ronchi Batuk baru, batuk
 Batuk Yang dimaksud dengan kelainan kardio-pulmoner,
memburuk atau tanda-
Bradikardi tanda sesak nafas
misalnya : respiratory distress syndrome, bronchopulmonaryRhonci
) dysplasia, pulmonary
atau suara
bronchial
edema, atau chronic obstructive pulmonary disease
Gejala
a dan memburuknya
 ( Tand Demam ; suhu 38ºC pertukaran gas
m
 Simto Leukopenia : < 4.000 SDP/mm3 (SDP :sel darah
putih)
 Leukositosis : ≥ 12.000SDP/mm3
 Leukositosis : ≥ 15.000SDP/mm3
PNU 1
 Anak
Memburuknya pertukaran gas : desaturasi O2:
PaO2/FiO2 ≤240, atau pO2 < 94%, peningkatan kebutuhan oksigen, atau perlunya
peningkatan ventilator
 Peningkatan sekresi pernafasan termasuk
peningkatan keperluan pengisapan (suctioning)
 SNB : Saluran nafas Bawah
 Sekresi SNB adalah yang diambil dengan alat
bronchoskopi dan merupakan spesimen sekresi saluran napas bawah yang mempunyai
tingkat kontaminasi minimal

Ada 3 tipe spesifikasi pneumonia : pneumonia klinis (PNEU1), pneumonia dengan


gambaran laboratorium spesifik (PNU2), dan pneumonia pada pasien imunokompromis
(PNU3). Berikut ini adalah komentar umum yang dapat diterapkan pada semua tipe spesifik
pneumonia, disertai daftar singkatan yang digunakan dalam algoritma dan petunjuk
81
pelaporan. Gambaran 1 dan 2 merupakan diagram alur untuk algoritme pneumonia yang
dapat digunakan dalam sebagai pengumpulan data.

Ketentuan-ketentuan umum Hospital Acquired Pneumonia (HAP) tidak dapat ditegakkan


berdasar diagnosis dari dokter saja. Meskipun kriteria spesifik dimasukkan untuk bayi dan
anak, pasien pediatri mungkin memenuhi kriteria pneumonia spesifik lainnya.

Pneumonia terkait ventilator (VAP, yaitu pneumonia pada pasien yang menggunakan alat
untuk membantu napas untuk atau mengontrol pernapasan secara terus menerus melalui
trakeostomi atau intubasi endotrakheal dalam jangka waktu 48 jam sebelum terjadi infeksi,
termasuk periode penyapihan) harus disertakan pada pelaporan data. Pada waktu melakukan
asesmen untuk menetapkan pneumonia, penting dibedakan perubahan keadaan klinis yang
disebabkan keadaan lain seperti infark miokard, emboli paru, sindrom gawat napas,
atelektasis, keganasan, PPOK, penyakit membran hialin, dispalasia bronkopulmoner dll.
Pada waktu melakukan asesmen pasien-pasien yang intubasi, perlu dibedakan antara
kolonisasi trakea, infeksi saluran napas atas (misalnya trakeobronkitis) dan gejala awal
pneumonia. Perlu disadari bahwa mungkin sulit untuk menentukan HAP pada orang tua,
bayi dan pasien imunokompromis karena keadaan seperti itu dapat menutupi tanda-tanda
atau gejala tipikal pneumonia. Kriteria spesifik pilihan untuk orang tua, bayi dan pasien
imunokompromis telah dimasukkan dalam definisi HAP ini.

HAP dapat ditandai dari onsetnya : awal atau lambat. Pneumonia onset awal timbul dalam 4
hari pertama perawatan dan sering disebabkan oleh Moraxella catarrhalis, H influenzae, dan
S Pneumonia . Penyebab Pneumonia late onset sering berupa kuman gram negatif atau S
aures, termasuk methicillin-resistant S aureus. Virus (misalnya influenza A dan B atau
RSV) dapat menyebabkan early dan late onset pneumonia nosokomial, sedang kapang,
jamur, legionellae, dan pneumocystis carinii umumnya merupakan patogen late onset
pneumonia.

Pnemonia yang di sebabkan aspirasi hebat (misalnya pada waktu intubasi di ruang darurat
atau di kamar oprasi) dianggap HAP jika memenuhi kriteria spesifik manapun dan jelas
tidak didapati atau sedang dalam masa inkubasi pada saat pasien masuk rumah sakit.
HAP berulang dapat terjadi pada pasien-pasien yang sakit berat dan tinggal di Rumah Sakit
untuk waktu yang lama.Pada waktu menetapkan apakah untuk melaporkan HAP berulang
pada seorang pasien, perlu di cari bukti-bukti bahwa infeksi awal telah mengalami resolusi.
Penambahan atau perubahan pathogen saja bukan indikasi episode baru pneumonia. Di
perlukan kombinasi gejala dan tanda serta bukti radiologis atau uji diagnostik lain.
Pewarnaan gram fositif untuk bakteri dan tes KOH untuk serat elastin dan atau hipa jamur
dari sputum yang di kumpulkan dengan cara yang baik merupakan kunci penting dalam
menemukan penyebab infeksi. Namun sampel dahak sering terkontaminasi oleh kuman
yang mengkoloni saluran nafas sehingga perlu di interprestasi dengan hati – hati. Secara
khusus, candida sering ditemukan pada pewarnaan, tetapi tidak sering menyebabkan HAP.

82
g. Faktor resiko pneumonia
Pneumonia dapat berasal dari :
- Faktor lingkungan yang terkontaminasi, misalnya air, udara atau makanan (muntah)
- Peralatan yang digunakan dalam perawatan pasien : Endotracheal Tube (ETT),
nasogastric Tube (NGT) suction catheter, Bronchoscopy, Respiratory devices.
- Orang ke orang : dokter, perawat, pengunjung, maupun dari flora endogen pasien itu
sendiri.

Faktor Risiko untuk terjadinya Pneumonia antara lain :


1. Kondisi pasien : umur ( >70 tahun), Penyakit kronis,
Pembedahan (Toraks atau Abdomen ), penyakit paru obstruktif Kronis (PPOK),
Penyakit Jantung Kongestif, Cardiac Vascular Disease (CVD), kkma, Perokok berat.
2. Tindakan pengobatan atau perawatan : sedatif,
anestesi umum, intubasi trakeal, trakeostomi, pemakaian ventilasi mekanik yang
lama, pemberian makanan enternal, terapi antibiotik obat immunosupresif atau
sitostatik.

Populasi berisiko untuk terjadinya pneumonia IRS dibedakan berdasarkan jenis


pneumonianya.
- Populasi berisiko VAP adalah semua pasien yang terpasang
ventilasi mekanik, sehingga kejadiannya terutama terfokus pada pada area spesifik
yaitu ICU, HDU. Sehingga yang digunakan sebagai numerator dalam menghitung laju
infeksi adalah jumlah kasus VAP per periode tertentu (1 bulan, 6 bulan, 1 tahun),
sedangkan denominatornya adalah jumlah hari pemasangan alat ventilasi mekanik
periode waktu tertentu.populasi berisiko HAP adalah pasien tirah baring lama yang
dirawat dirumah sakit, sehingga yang digunakan sebagai numerator adalah jumlah
kasus HAP per periode tertentu (1 bulan, 6 bulan, 1 tahun) sedangkan
denominatornya adalah jumlah hari rawat pasien tirah baring per periode tertentu (1
bulan, 6 bulan ,1 tahun).

3. Infeksi Saluran Kemih


Infeksi Saluran Kemih (ISK) dalam istilah CDC disebut sebagai Urinary Tract
Infection (UTI), merupakan jenis infeksi yang terjadi pada saluran kemih murni
(Urethra dan permukaan kandung kemih) atau melibatkan bagian yang lebih dalam dari
organ-organ pendukung saluran kemih (ginjal, ureter, kandung kemih, uretra dan
jaringan sekitar retroperitonial atau rongga perinefrik). Untuk itu, dalam menentukan
jenis ISK, perlu pengelompokan sebagai berikut :
1) Infeksi Saluran Kemih Simptomatis

83
2) Infeksi Saluran Kemih Asimptomatis
3) Infeksi Saluran Kemih Lainnya.

a. Tanda dan Gejala ISK


 Demam (>38ºC)
 Urgensi
 Frekuensi
 Disurai, atau
 Nyeri Supra Pubik

b. Tanda dan gejala ISK anak ≤1 tahun:


 Demam > 38ºC C rektal
 Hipotermi <37ºC rektal
 Apnea
 Bradikardia
 Letargia
 Muntah-muntah

c. Tes Konfirmasi ISK


Tes Konfirmasi merupakan tes-tes yang membantu memastikan adanya ISK.
- Tes konfirmasi mayor merupakan pemeriksaan kultur kuantitatif
yang menghasilkan jumlah koloni yang sedikit kemungkinan terjadi akibat
kontaminasi.
- Tes konfirmasi minor merupakan pemeriksaan atau bukti ISK
dengan keakuratan yang kurang sebagai tanda adanya ISK
- Tes konfirmasi minor dapat berupa : tes-tes kultur kuantitatif
dengan jumlah koloni yang meragukan adanya infeksi, pemeriksaan urine untuk
melihat adanya kemungkinan ISK tanpa melakukan kultur, dan diagnosis dokter
yang merawat.

c.1. Tes konfirmasi ISK mayor :


Hasil biakan urin aliran tengah (midstream) >105 kuman per ml urin dengan
jumlah kuman tidak lebih dari 2 spesies.

c.2. Tes Konfirmasi ISK minor


 Tes carik celup (dipstick)positif untuk lekosit esterase dan / atau nitrit
 Piuri (terdapat ≥10 lekosit per ml atau terdapat ≥ 3 lekosit per LPB
(mikroskop kekuatan tinggi / 1000 x)dari urin tanpa dilakukan sentrifugasi).
 Ditemukan kuman dengan pewarnaan Gram dari urin yang tidak
disentrifugasi

84
 Paling sedikit 2 kultur urin ulangan didapatkan uropatogen yang sama
(bakteri gram negatif atau S. Saprophyticus) dengan jumlah ≥102 koloni per
ml dari urin yang tidak dikemihkan (kateter atau aspirasi suprapubik)
 Kultur ditemukan ≤ 105 koloni / ml kuman patogen tunggal (bakteri gram
negatif atau S. Saprophyticus) pada pasien yang dalam pengobatan
antimikroba efektif untuk ISK
 Dokter mendiagnosis sebagai ISK
 Dokter memberikan terapi yang sesuai untuk ISK

d. Kriteria ISK :
1). ISK Simptomatis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini :
a). Kriteria 1 ISK simtomatis.
- Ditemukan paling sedikit satu simtom ISK (a) tanda atau gejala berikut
tanpa diketahui penyebab lain, dan
- Tes konfirmasi mayor positif (c.1)

b). Kriteria 2 ISK Simtomatis.


- Ditemukan paling sedikit dua simtom ISK (a), dan
- Satu tes konfirmasi minor positif (C.2)

c). Kriteria 3 ISK simtomatis anak usia ≤ 1 tahun.


- Ditemukan paling sedikit satu tanda ISK (b) dan
- Tes konfirmasi mayor positif (C1)

d). Kriteria 2 ISK sistomatis anak usia ≤ 1 tahun.


- Ditemukan paling sidikit dua simtom ISK anak usia ≤ 1 tahun ISK (b)
- Satu tes konfirmasi minor positif (C2)

2). ISK Asimptomatik


ISK asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut :
a. Kriteria 1 ISK Asimptomatik :
 Pasien pernah memakai kateter urine dalam waktu 7 hari sebelum
biakan urine, dan
 Tes konfirmasi mayor positif
 Simtom ISK negative

Catatan :
- Kultur positif dari ujung kateter tidak dapat digunakan untuk tes
diagnostik ISK.
- Kultur positif dari urin yang diambil dari kantong pengumpul urin
tidak dapat digunakan untuk tes diagnostik ISK

85
- Spesimen untuk kultur urin harus didapatkan dengan tehnik yang
benar, misalnya clean catch collection untuk spesimen urin pancar tengah,
atau kateterisasi.
- Pada bayi, spesimen diambil dengan cara kateterisasi kandung
kemih atau aspirasi supra publik.

3) Infeksi Saluran kemih yang lain


(Ginjal,Ureter, Kandung Kemih, Uretra dan jaringan sekitar retroperitonial atau
rongga perinefrik) harus memenuhi sekurang-kurangnya satu kriteria terkait
organ diatas sebagai berikut :
a. Kriteria 1 ISK Lain :
Ditemukan kultur kuman yang positif dari cairan (selain urin)atau jaringan
terinfeksi.
b. Kriteria 2 ISK lain :
Ditemukan kultur kuman yang positif dari cairan (selain urine) atau jaringan
terinfeksi yang ditemukan baik pada pemeriksaan langsung, selama
pembedahan atau dengan pemeriksaan histopatologis.

c. Kriteria 3 ISK lain :


Ditemukan paling sedikit dua dari tanda atau gejala sebagai berikut :
- Demam ( > 38ºc )
- Nyeri lokal
- Nyeri tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi,
dan sekurang-kurang terdapat paling sedikit satu hal berikut :
- Drainase pus dari tempat yang di curigai terinfeksi
- Kuman yang tumbuh pada kultur darah sesuai
dengan kuman dari tempat yang diduga infeksi.
- Terdapat bukti adanya infeksi pada pemeriksaan
radiologi (USG, CT Scan, MRI, Radiolabel Scan).
- Diagnosis infeksi oleh dokter yang menangani
- Dokter yang menangani memberikan pengobatan
anti mikroba yang sesuai jenis infeksinya.

4) Kriteria 4 ISK lain pasien berumur ≤ 1 tahun :


Pada pasien di dapatkan paling sedikit satu tanda atau gejala berikut tanpa
penyebab lain :
 Demam > 38ºC rektal
 Hipotermi < 37ºC rektal
 Apnea
 Bradikardia
 Letargia
 Muntah-muntah, dan

86
Sekurang-kurang terdapat sedikit satu hal berikut :
 Drainase pus dari tempat yang di curigai terinfeksi.
 Kuman yang tumbuh pada kultur darah sesuai dengan kuman dari tempat
yang di duga infeksi
 Terdapat bukti adanya infeksi pada pemeriksaan radiologi (USG, CT SCAN,
MRI, Radiolebel Scan).
 Diagnosis infeksi oleh dokter yang menangani
 Dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang sesuai

e. Faktor resiko ISK


Faktor resiko untuk terjadinya ISK adalah penderita yang terpasang catheter, sedang
faktor-faktor lain berkaitan dengan :
 Kondisi pasien (faktor intrisik) : komorbiditas penderita ( misalnya DM ) kondisi
penurunan daya tahan tubuh (misalnya malnutrisi) kondisi organik (misalnya :
obstruksi, disfungsi kandung kemih, refluks).
 Prosedur pemasangan : tehnik pemasangan, ukuran cateter
 Perawatan : perawatan meatus uretra, jalur cateter, pengosongan kantong urine,
manipulasi (pengambilan sampel urine).

f. Data Surveilans ISK


Populasi utama surveilans ISK adalah penderita yang terpasang kateter menetap.
Data-data lain adalah data-data yang berhubungan dengan faktor risiko, data-data
diagnostik dan lama pemasangan kateter, yang nanti akan dijadikan denominator
(gejala dan Tanda) ISK

dalam perhitungan laju infeksi.


SIMTOM

Umum Usia <1 Tahun

Demam Demam
Urgensi Hipotermi
Frekuensi Apneu
Disuria Bradikardi
Nyeri Supra Publik Letargia
KONFIRMASI

Muntah-muntah
ISK

Mayor Minor

Kultur urin pancar Dipstick lekosit esterase atau nitrit


tengah : positif
Koloni ≥105/ml,dan Piuri : Lekosit ≥10/mm3atau ≥3/LPB
Jenis kuman unspun-urine
uropatogen ≤2spesies Mikroskopis :kuman dg cat Gram
unspun-urine
≥2x ulangan kultur urin
kateter/pungsi supra pubik jenis
uropatogen sama koloni≥102/ml
Kultur urin koloni ≤105/ml,
uropatogen spesies tunggal. Pasien
dalam pengobatan antimikroba
87
efektif untuk ISK
Diagnosis dokter ISK
Terapi dokter sesuai ISK
ISK SIMTOMATIK

Simtom Simtom
Umum <1 tahun

ISKS Konfirmasi ISKS


Kriteria 1 1 Mayor 1 Kriteria 3

ISKS Konfirmasi ISKS


Kriteria 2 2 Minor 2 Kriteria 4

Kriteria 1 Kriteria 2
ISKS ASIMTOMATIS

SEBELUM KULTUR URIN YA Umum Usia ≥1


TIDAK
TERPASANG KATETER 7 HARI

Kultur positif dari : Abses/ Tanda Demam (>38ºC) Demam >38ºC


Cairan non urin, infeksi : Nyeri Lokal Hipotermi<37ºC
atau
KONFIRMASI MAYOR Pengamatan 1x Nyeri tekan Lokal Apneu
2x
Jaringan langsung, Bradikardia
histopatologi Letargia
Muntah-muntah
ISKAs ISKAs

≥2 simtom ≥1 simtom

Drainase pus
Kuman kultur darah =kuman kultur local
Bukti infeksi Radiologis
Diagnosis dokter
Terapi antimikroba Dokter

88

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4

ISK Lain
Gambar 10 : Diagram Alur Infeksi Saluran Kemih

Keterangan :
 Tes konfirmasi merupakan tes-tes yang membantu memastikan adanya ISK.
- Tes konfirmasi mayor merupakan pemeriksaan kultur
kuantitatif yang menghasilkan jumlah koloni yang sedikit kemungkinan terjadi
akibat kontaminasi.
- Tes konfirmasi minor merupakan pemeriksaan atau bukti
ISK dengan keakuratan yang kurang sebagai tanda adanya ISK.
- Tes konfirmasi minor dapat berupa : tes-tes kultur
kuantitatif dengan jumlah koloni yang meragukan adanya infeksi, pemeriksaan
urine untuk melihat adanya kemungkinan ISK tanpa melakukan kultur, dan
keyakinan klinis berdasarkan profesionalitasnya.
 Urin akiran tengah (midstream) adalah specimen urin yang diambil dengan cara
membuang aliran pertama, dan aliran pancar tengah yang akhirnya dijadikan bahan
pemeriksaan.
 Spesimen untuk kultur urin harus didapatkan dengan tehnik yang benar, misalnya
clean catch collection untuk spesimen urin pancar tengah atau kateterisasi.
 Clean catch collection adalah tekhnik pengambilan urine pancar tengah yang
terutama diambil secara spontan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kontaminasi
sampel dari flora yang biasa terdapat pada muara dan urethra sekitarnya.
 Pada bayi, spesimen diambil dengan cara kateterisasi kandung kemih atau
aspirasi supra pubik.
 ISK lain : adalah ISK yang, melibatkan jaringan lebih dalam dari sistem
urinarius, misalnya ginjal, ureter, kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar
retroperitonial atau rongga perinefrik.

4. Infeksi Daerah Operasi (IDO)

89
a. Definisi
IDO dalam istilah CDC disebut sebagai Surgical Site Infection (SSI).
Ada beberapa stadium dalam operasi, sehingga penilaian ada tidaknya IDO juga
dikelompokkan berdasarkan seberapa jauh organ atau jaringan yang dioperasi,
sehingga dikenal istilah :
1) IDO superfisial : bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit
(subkutan)
2) IDO Profunda : bila insisi mengenai jaringan lunak yang lebih dalam
(fascia dan lapisan otot)
3) IDO Organ / Rongga tubuh : bila insisi dilakukan pada organ atau
mencapai rongga dalam tubuh.

b. Kriteria IDO
b.1. Kriteria (Surgical Site Infection / SSI)
IDO Superfisial (superficial incisional / Surgical Site infection) :
Harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
 Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi
 Mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan) pada
tempat insisi
 Pasien sekurang-kurangnya mempunyai / memenuhi salah satu keadaan
dibawah ini :
1) Drainase bahan purulen dari insisi superficial.
2) Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang
diambil secara aseptic dari tempat insisi superficial.
3) sekurang-kurangnya terdapat :
- satu tanda atau gejala infeksi sebagai berikut : satu tanda atau
gejala infeksi sebagai berikut : rasa nyeri, pembengkakan yang
terlokalisir, kemerahan, atau hangat pada perabaan.
- Insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dokter bedah dan
hasil biakan positif atau tidak dilakukan biakan. Hasil biakan yang
negatif tidak memenuhi kriteria ini.
4) Diagnosis IDO superfisial oleh dokter bedah atau dokter yang
menangani pasien tersebut.

Terdapat 2 tipe spesifik IDO superficial, yaitu :


1) Superficial incisional primary (SIP) :
Infeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah menjalani
tindakan operasi melalui satu atau lebih insisi (contoh insisi pada operasi
Cesar atau insisi pada dada dalam operasi bypass arteri coroner).
2) Superficial incisional secondary (SIS) :

90
Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang menjalani
tindakan melalui lebih dari satu insisi (contoh insisi pada donor (biasanya
pada kaki) untuk CBGB).
CBGB : Coronary bypass with chest and donor incisions.

Petunjuk pencatatan / pelaporan IDO Superfisial :


- Jangan melaporkan ”stitch abscess”(inflamasi minimal dan
adanya keluar cairan (discharge) pada tempat penetrasi / tusukan jarum atau
tempat jahitan) sebagai suatu infeksi.
- Jangan melaporkan infeksi luka yang terlokalisir (”localized stab
wound infection”) sebagai IDO, sebaiknya dilaporkan sebagai infeksi kulit
(SKIN) atau infeksi jaringan lunak (ST), tergantung dari kedalamannya
infeksi.
- Laporkan infeksi pada tindakan sirkumsisi pada bayi baru lahir
sebagai CIRC. Sirkumsisi tidak termasuk kedalam prosedur operasi pada
NHSN
- Laporkan infeksi pada luka bakar sebagai BURN
- Bila infeksi pada tempat insisi mengenai atau melanjut sampai
ke fascia dan jaringan otot, laporkan sebagai IDO profunda (”deep incisional
SSI”)
- Apabila infeksi memenuhi kriteria sebagai IDO superficial dan
IDO profunda klasifikasikan sebagai IDO profunda.

b.2. Kriteria IDO ( Deep incisional Surgical Site Infection ) :


1) Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi
tanpa pemasangan implant atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan
pemasangan implant dan infeksi diduga ada kaitannya dengan prosedur
operasi
2) Mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fascia dan lapisan otot) pada
tempat insisi dan
3) pasien sekurang-kurangnya mempunyai / memenuhi salah satu keadaan
dibawah ini :
 Drainase purulen dari jaringan lunak dalam tetapi bukan dari organ
atau rongga dalam pada tempat operasi.
 Tempat insisi dalam mengalami”dehiscement” secara spontan atau
terpaksa dibuka oleh dokter bedah dan hasil biakan positif atau tidak
dilakukan biakan kuman apabila pasien mempunyai sekurang-
kurangnya satu tanda atau gejala sebagai berikut : febris (>38C), atau
nyeri yang terlokalisir. Hasil biakan yang negatif tidak termasuk
dalam kriteria ini.
 Abscess atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai
insisi dalam yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung,

91
selama re-operasi, atau berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi
(PA) atau radiologi.
 Diagnosis IDO profunda oleh dokter bedah atau dokter yang
menangani pasien tersebut.

Catatan :
Yang dimaksud dengan implant adalah setiap benda, bahan atau jaringan yang
berasal bukan dari manusia (seperti katup jantung prostesa, cangkok pembuluh
darah yang bukan berasal dari manusia, jantung buatan (mekanik) atau prostesa
tulang panggul) yang ditempatkan pada tubuh pasien secara permanen dalam
suatu tindakan operasi dan tidak dimanupulasi secara rutin baik untuk
kepentingan diagnostik maupun untuk keperluan terapi.

Terdapat 2 tipe spesifik IDO profunda, yaitu :


1. Deep incisional primary (DIP) :
Infeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah menjalani
tindakan operasi melalui satu atau lebih insisi (contoh insisi pada operasi Cesar
atau insisi pada dada dalam operasi bypass arteri coroner)
2. Deep incisional secondary (DIS) :
Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang menjalani tindakan
melalui lebih dari satu insisi (contoh insisi pada donor (biasanya pada kaki)
untuk CBGB).
Petunjuk pencatatan / pelaporan IDO Profunda :
Apabila infeksi memenuhi kriteria sebagai ILO superficial dan ILO profunda
klasifikasikan sebagai IDO profunda.
b.3. Kriteria IDO Organ / rongga tubuh (Organ / Space SSI)
- Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi
tanpa pemasangan implant atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan
pemasangan implant dan infeksi diduga ada kaitannya dengan prosedur
operasi dan.
- Infeksi mengenai semua bagian dari tubuh, kecuali insisi kulit, fascia dan
lapisan otot yang sengaja dibuka atau dimanupulasi selama prosedur /
tindakan dan
- Pasien sekurang-kurangnya mempunyai / memenuhi salah satu keadaan
dibawah ini :
 Drainase purulen dari suatu drain yang dipasang melalui ”stab wound”
kedalam organ / rongga tubuh.
 Dapat diisolasikan kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang
diambil secara aseptic dari organ / rongga tubuh.
 Abscess atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai organ /
rongga tubuh yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung, selama

92
reoperasi, atau berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi (PA) atau
radiologi.
 Diagnosis IDO organ / rongga tubuh oleh dokter bedah atau dokter yang
menangani pasien tersebut.
Petunjuk pencatatan / pelaporan IDO Organ / Rongga Tubuh :
 Organ atau rongga tubuh meliputi semua bagian / organ tubuh manusia
kecuali kulit, fascia atau lapisan otot, yang sengaja dibuka atau
dimanupulasi selama tindakan operasi. Tempat atau nama organ tubuh yang
spesifikasi harus dicantumkan pada IDO organ / rongga tubuh untuk
mengidentifikasikan tempat terjadinya infeksi.
 Secara spesifik tempat terjadinya infeksi harus dicantumkan dalam
pelaporan IDO organ / rongga tubuh (lihat juga kriteria untuk tempat
tersebut) sebagai contoh, pada tindakan apendektomi yang kemudian terjadi
abses sub-diafragma, akan dilaporkan sebagai IDO organ/ rongga tubuh
dengan tempat spesifiknya pada”intra-abdominal” (IDO-IAB)
 Daftar nama organ spesifik yang digunakan dalam pencatatan / pelaporan
untuk IDO organ / rongga tubuh : secara spesifik tempat terjadinya infeksi
harus dicantumkan dalam pelaporan IDO Organ / Rongga tubuh (lihat juga
kriteria untuk tempat tersebut) :
- BONE - LUN - BRST - MED - CARD - MEN
- DISC - ORAL - EAR - OREP - MET - OUTI
- ENDO - SA - EYE - SINU - GIT - UR
- IAB - VASC - IC - VCUF - JNT
 Biasanya Infeksi organ / rongga tubuh keluar (drains) melalui
kejadian
SimtomWaktu

tempat insisi.
postInfeksi
operasi tersebut umumnya
30 hari posttidak memerlukan re-operasi dan
(Tanda-Gejala)

30 hari operasi, atau


1 tahun bila ada pemasangan implant
dianggap sebagai komplikasi dari insisi, sehingga keadaan tersebut harus
dikualifikasikan sebagai suatu IDO profunda.
c. Faktor resiko IDO
Faktor risiko terjadinya IDO dapat berasal dari :
≥ 1 simtom
- Kondisi pasien
Drainasesendiri,
purulen misalnya : usia, obesitas, penyakit berat, ASA Score,
Kultur cairan/ jaringan +
karier MRSA, lama
Abscess atau rawat pra-operasi,
bukti infeksi malnutrisi, DM, penyakit keganasan.
lain : pengamatan
langsung, laboratorium, histopatologi dsb
- Prosedur Diagnosis
operasi dokter
: cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan antibiotik
profilaksis, lamanya operasi, tindakan lebih dari 1 jenis benda asing, transfusi
darah, mandi sebelum
e. Insisi operasi, operasi
membuka emergensi,
e. insisi” dehiscesdrain.
spontan atau sengaja spontan atau sengaja
- Jenis operasi : operasi bersih, operasi
dibuka dr. bedah, kultur+
bersih terkontaminasi, operasi kotor
dibuka oleh dr. bedah
- Perawatanataupaska
tidak dilakukan
infeksi : tempat hasil biakan positif
perawatan, tindakan-tindakan keperawatan
kultur dan ≥1 tanda atau tidak dilakukan
(pergantian verban) lama perawatan.biakan dan nyeri local
radang
Yang Terlibat

atau demam
Jaringan

Kulit Jaringan lunak Operasi membuka


Jaringan subkutan profunda : kulit, otot dan fascia
Fascia Otot sampai mencapai
rongga / organ
tubuh

93
Jenis ILO

ILO SUPERFISIAL ILO PROFUNDA ILO ORGAN /


RONGGA
Gambar 12 : Diagram Alur Infeksi Daerah Operasi

Keterangan :
 Bukti lain terjadinya IDO dapat berupa temuan langsung, selama re-operasi, atau
berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi (PA) atau radiologi

5. Infeksi Penyakit Lainnya


5.1. Phlebitis
a. Definisi
Phlebitis dalam klasifikasi HAIs oleh CDC, dikelompokkan dalam CVS-VASC
(Arterial or venous infection)
b. Kriteria Phlebitis
Infeksi arteri atau vena harus memenuhi minimal 1 dari kriteria berikut :
1). Hasil Kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat operasi
2). Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat operasi atau
berdasarkan bukti histopatologik.
3). Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut, tanpa diketemukan
penyebab lainnya :
- Demam ( > 38ºC), sakit, eritema, atau panas pada vaskuler yang terlibat,
dan
- Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskuler tumbuh >15
koloni mikroba, dan
- Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif

94
4). Adanya aliran nanah pada vaskuler yang terlibat.
5). Untuk Pasien ≤ 1 tahun, minimal, mempunyai 1 gejala dan tanda berikut,
tanpa diketemukan penyebab lainnya :
 Demam (>38ºC rektal), hipotermi(<37ºCrektal), apneu, bradikardi,
letergi atau sakit, eritema, atau panas pada vaskuler yang terlibat, dan
 Kultur semikulantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh > 15
koloni mikroba, dan
 Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.

c. Petunjuk Pelaporan
 Infeksi dari tranplantasi arteri-vena, shunt, atau fistula atau lokasi
kanulasi vaskuler sebagai CVS-VASC tanpa adanya hasil kultur dari darah
 Infeksi intravaskuler dengan hasil kultur darah positif, dilaporkan sebagai
IADP.

5.2. Infeksi Dekubitus


a. Kriteria Infeksi dekubitus :
Infeksi dekubitus harus mempunyai 2 gejala dan tanda berikut, yang tidak
diketahui penyebab lainnya : kemerahan, sakit, atau pembengkakan di tepih luka
dekubitus, dan
 Minimal ditemukan 1 dari bukti berikut :
- Hasil kultur positif dari cairan atau jaringan yang diambil secara benar
- Hasil kultur darah positif.

Keterangan :
- Adanya cairan purulen semata, belum cukup sebagai bukti infeksi
- Kultur positif dari permukaan dekubitus belum cukup sebagai bukti infeksi.
Spesimen kultur yang berupa cairan harus diambil dari bagian dalam luka
dekubitus dengan menggunakan jarum aspirasi. Spesimen jaringan diambil
dengan cara biopsy tepian ulkus.

E. MANAJEMEN SURVEILANS
1. Identifikasi Kasus
Surveilans yang dilakukan di RSU Ananda Putri Medan adalah surveilans aktif yaitu
kegiatan yang secara khusus dilakukan untuk mencari kasus Infeksi Rumah Sakit oleh
orang-orang yang telah terlatih dan hampir selalu Panitia / Tim PPI tersebut mencari
data dari berbagai sumber untuk mengumpulkan informasi dan memutuskan apakah
terjadi Infeksi Rumah Sakit atau tidak. Juga kasus Infeksi Rumah Sakit didapatkan
berdasarkan klinis pasien atau temuan laboratorium dengan menelaah faktor resiko,
memantau prosedur perawatan pasien yang terkait dengan prinsip-prinsip Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi. Dalam hal ini diperlukan pengamatan langsung diruang
perawatan dan diskusi dengan dokter atau perawat yang merawat.

95
Surveilans yang berdasarkan pada temuan laboratorium, semata-mata didasarkan atas
hasil pemeriksaan laboratorium atas sediaan klinik. Oleh karena itu infeksi yang tidak
dikultur yaitu yang didiagnosis secara klinik (berdasarkan gejala dan tanda klinik) saja,
seperti spesis dapat terlewatkan, sementara hasil biakan positif tanpa konfirmasi klinik
dapat secara salah diinterprestasikan sebagai Infeksi Rumah Sakit (misalnya hasil
positif hanya merupakan kolonisasi dan bukan infeksi).

Surveilans prospektif juga dilakukan pada pasien operasi yaitu dengan pemantauan
setiap pasien selama dirawat di Rumah Sakit dan untuk pasien operasi sampai setelah
pasien pulang (satu bulan untuk operasi implant dan satu tahun jika ada pemasangan
implant). Saat kontrol ke poliklinik.

Keuntungan yang paling utama pada surveilans prospektif adalah :


a. Dapat langsung menentukan kluster dari infeksi
b. Adanya kunjungan Panitia / Tim PPI di Ruang Perawatan
c. Memungkinkan analisis data berdasarkan waktu dan dapat memberikan umpan
balik.

Kelemahannya adalah memerlukan sumber daya yang lebih besar dibandingkan


surveilans retrospektif.

2. Pengumpulan dan Pencatatan Data


Pengumpulan dan pencatatan data dilakukan oleh tim PPI RSU Ananda Putri Medan
dan Pelaksanaannya dilakukan oleh IPCN yang dibantu IPCLN.

Surveilans Infeksi Rumah Sakit difokuskan pada Infeksi Rumah Sakit IADP, ILO,VAP
dan ISK diruang pelayanan yaitu diperioritaskan di Ruang ICU, HDU, Perawatan
Kebidanan dan Kandungan. Pelaksanaanya Panitia / TimPPI harus memiliki akses yang
luas atas sumber data serta perlu mendapatkan kerjasama dari semua bagian / unit di
Rumah Sakit, agar dapat melaksanakan surveilans dengan baik atau melaksanakan
penyelidikan suatu KLB.

Sumber dari dokter, perawat, pasien maupun keluarga pasien, dari farmasi, catatan medik,
catatan perawat, untuk mengingatkan Panitia / Tim PPI kepada suatu infeksi baru dan juga
mencari rujukan mengenai cara pencegahan dan pengendaliannya.

a. Pengumpulan Data Numerator


1). Pengumpulan Data
Pengumpulan numerator data dapat dilakukan oleh selain IPCN, misalnya IPCLN
yang sudah dilatih atau dengan melihat program otomatis dari database elektronik,
tetapi tetap IPCN atau seorang IPCO ( Infection Prevention Control Officer) atau

96
IPCD ( Infection Prevention Control Doctor ) yang membuat keputusan final
tentang adanya Infeksi Rumah Sakit berdasarkan kriteria yang dipakai untuk
menentukan adanya Infeksi Rumah Sakit.
2). Jenis Data Numerator yang Dikumpulkan
 Data demografik : nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor catatan
medik, tanggal masuk Rumah Sakit
 Infeksi : tanggal infeksi muncul, lokasi infeksi ruang perawatan saat
infeksi muncul pertama kali.
 Faktor Resiko : alat, prosedur, faktor lain yang berhubungan dengan
Infeksi Rumah Sakit
 Data Laboratorium : Jenis mikroba, antibiogram serologi, patologi
 Data Radiology / imaging : X-ray, CT scan, MRI, dsb.

3). Sumber data Numerator


a) Catatan masuk / keluar / pindah rawat, catatan laboratorium mikrobiologi
b). Mendatangi ruangan pasien untuk mengamati dan berdiskusi dengan perawat.
c). Data-data pasien (catatan kertas atau komputer) untuk kinfirmasi kasus :
 Hasil Laboratorium dan radiologi / imaging
 Catatan perawat dan dokter dan konsulan
 Diagnosis saat masuk RS
 Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
 Catatan diagnostik dan intervensi bedah
 Catatan suhu
 Informasi pemberian antibiotik
d). Untuk kasus SSI post-discharge, sumber data termasuk catatan dari klinik
bedah, catatan dokter, departemen emergensi.
4). Bagaimana IPCN mengumpulkan data numerator
a). Amati catatan masuk / keluar / pindah rawat pasien-pasien yang masuk dengan
infeksi, tempatkan mereka pada kelompok risiko mendapatkan Infeksi Rumah
Sakit.
b). Review laporan laboratorium untuk melihat pasien yang kemungkinan
terinfeksi (misalnya kultur positif mikrobiologi), temuan patologi dan
bicarakan dengan personil laboratorium untuk mengidentifikasi pasien yang
kemungkinan terinfeksi dan untuk mengidentifikasi kluster infeksi, khususnya
pada area yang tidak dijadikan target rutin surveilans Infeksi Rumah Sakit.
c). Selama melakukan surveilans ke ruangan, amati lembur pengumpulan data,
catatan suhu, lembar pemberian antibiotik, dan catatan medis pasien; bicara
dengan perawat dan dokter untuk mencoba mengidentifikasi pasien-pasien
yang kemungkinan terinfeksi.
d). Lakukan review data pasien yang dicurigai terkena Infeksi Rumah Sakit :
review perjalanan penyakit yang dibuat oleh dokter dan perawat, data
laboratorium, laporan radiologi / imaging, laporan operasi, dsb. Bila data

97
elektronik ada, review dapat dilakukan melalui komputer, tetapi keliling
ruangan tetap penting untuk surveilans, pencegahan, dan kontrol aktivitas.
e). Review juga dilakukan dari sumber kumpulan data lengkap Infeksi Rumah
Sakit.

b. Pengumpulan Data Denominator


1) Pengumpulan data denominator
Pengumpulan denominator data dapat dilakukan oleh selain IPCN, misalnya IPCLN
yang sudah dilatih. Data juga dapat diperoleh, asalkan data ini secara substansial
tidak berbeda dengan data yang dikumpulkan secara manual.
2) Jenis data denominator yang dikumpulkan
a. Jumlah populasi pasien yang berisiko terkena Infeksi Rumah Sakit
b. Untuk data laju densitas insiden Infeksi Rumah Sakit yang berhubungan
dengan alat : catatan harian jumlah total pasien dan jumlah total hari
pemasangan alat (ventilator, central Line, and kateter urin) pada area yang
dilakukan surveilans. Jumlahkan hitungan harian ini pada akhir periode
surveilans untuk digunakan sebagai denominator.
c. Untuk laju SSI atau untuk mengetahui indek risiko : catat informasi untuk
prosedur operasi yang dipilih untuk surveilans (misal : jenis prosedur, tanggal,
faktor risiko dsb)

3) Sumber data denominator


a. Untuk laju densitas insiden yang berhubungan dengan alat : datangi area
perawatan pasien untuk mendapatkan hitungan harian dari jumlah pasien yang
datang dan jumlah pasien yang terpasang alat yang umumnya berhubungan
dengan kejadian Infeksi Rumah Sakit ( misal : sentral line, ventilator, atau kateter
menetap).
b. Untuk laju SSI : dapatkan data rinci saat operasi dari log kamar operasi untuk
masing-masing prosedur operasi.

4) Bagaimana IPCN mengumpulkan data denominator


a. Untuk laju densitas yang berhubungan dengan alat : catatan harian jumlah pasien
yang datang dan jumlah pasien yang terpasang masing-masing alat.
b. Untuk laju SSI : dapatkan data rinci dari log kamar operasi dan data-data pasien
yang diperlukan.

c Perhitungan
1) Numerator
Angka kejadian infeksi dan perlu data untuk dicatat
Terdapat tiga kategori yang perlu dicatat atas seorang pasien dengan Infeksi
Rumah Sakit yaitu : data demografi, infeksinya sendiri dan data laboratorium.

98
2) Denominator
Data yang perlu dicatat
Denominator dari infection rates adalah tabulasi dari data pada kelompok pasien
yang memiliki risiko untuk mendapat infeksi :
 Jumlah pasien dan jumlah hari rawat pasien,
 Jumlah hari pemakaian ventilator,
 Jumlah total hari pemakaian kateter vena sentral dan
 Jumlah hari pemakaian kateter urin menetap

3) Pencatatan Data
Metode yang dipakai dalam surveilans Infeksi Rumah Sakit ini adalah metode
target surveilans aktif dengan melakukan kunjungan lapangan (bangsal).
Dilakukan identifikasi keadaan klinik pasien ada tindakannya tanda-tanda
infeksi dan factor-factor risiko terjadinya infeksi bila ditemukan tanda-tanda
infeksi dan faktor-faktor risiko dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai
pemeriksaan penunjang. Kalau kegiatan penemuan kasus dengan mengakses
data dari meja kerjanya.
Biasanya, penemuan kasus dimulai dengan menelusuri daftar pasien baru masuk
dengan infeksi maupun tidak infeksi (baik infeksi komunitas maupun Infeksi
Rumah Sakit pada perawatan sebelumnya) dan pasien-pasien yang mempunyai
risiko untuk mendapatkan infeksi Rumah Sakit seperti pasien diabetes atau
pasien dengan penyakit imunosupresi kuat. Selanjutnya, mengunjungi
laboratorium untuk melihat laporan biakan mikrobiologi. Hal ini dapat
membantu Panitia / Tim PPI menentukan pasien mana yang perlu ditelaah lebih
lanjut. Dibangsal melakukan observasi klinis pasien laporan keperawatan, grafik
suhu, lembar pemberian antibiotik. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat
dapat melakukan wawancara dengan dokter, perawat dan pasien maupun
keluarganya. Kunjungan rutin ke bangsal dan laboratorium ini memberi
kesempatan kepada Panitia / Tim PPI untuk mengadakan kontak langsung
dengan petugas perawatan atau Laboratorium, untuk mendapat gambaran
adanya Infeksi Rumah Sakit serta gambaran penerapan keadaan umum pada
saat itu serta memberikan bimbingan langsung pendidikan (on-the-sport)
tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada umumnya atau
Kewaspadaan Standar pada khususnya.

4). Sumber data dan tekhnik pengumpulan Data


Sumber Data :
a. Catatan Medis / catatan perawat
b. Catatan Hasil pemeriksaan penunjang (Laboratorium dan Radiologi)
c. Pasien / Keluarga Pasien
d. Farmasi
e. Rekam Medik

99
Tekhnik pengumpulan Data :
a. Pengumpulan data denominator dan numerator dilakukan oleh IPCN yang
dibantu ileh IPCLN.
b. Data denominator dikumpulkan setiap hari, yaitu jumlah pasien, jumlah
pemakaian alat-alat kesehatan (kateter urine menetap, ventilasi mekanik,
kateter vena central, kateter vena perifer) dan jumlah kasus operasi.
c. Data numerator dikumpulkan bila ada kasus baru infeksi seperti infeksi
saluran kemih (ISK), infeksi aliran darah primer (IADP), pneumonia baik
yang terpasang dengan ventilator maupun tidak terpasang dengan ventilator,
Infeksi Daerah operasi (IDO).

Jumlah Kasus ISK


Insiden rate ISK = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama hari pemakaian kateter urine menetap

Jumlah Kasus IADP


Insiden rate IADP = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama hari pemakaian kateter vena sentral

Jumlah Kasus pneumonia


Insiden rate HAP = ________________________________________________X1000
Jumlah lama hari rawat

Jumlah Kasus VAP


Insiden rate VAP = _______________________________________ X 1000
Jumlah Lama hari pemakaian ETT

Jumlah Kasus IDO


Insiden rate ILO = _______________________________________ X 1000
Jumlah kasus Operasi

Jumlah Kasus Plebitis


Insiden rate Plebitis = ___________________________________________ X 1000
Jumlah Lama hari pemakaian kateter perifer

Jumlah Kasus Dekubitus 100


Insiden rate Dekubitus = _______________________________________ X 1000
Jumlah Lama tirah baring
3. Analisis Data
Menentukan dan menghitung laju.
Laju adalah suatu probabilitas suatu kejadian.
Biasa dinyatakan dalam formula sebagai berikut :
X = numerator, adalah jumlah kali kejadian selama kurun waktu tertentu
Y = denominator, adalah jumlah populasi dari mana kelompok yang mengalami
kejadian tersebut berasal selama kurun waktu yang sama.
K = angka bulat yang dapat membantu angka laju dapat mudah dibaca (100,1000
atau 10.000).
Kurun waktu harus jelas dan sama antara numerator dan denominator sehingga laju
tersebut mempunyai arti.

Ada tiga macam laju yang dipakai dalam surveilans infeksi Rumah Sakit atau
surveilans lainnya, yaitu incidence, prevalence dan incidence density.
1. Incidence
Adalah jumlah kasus baru dari suatu penyakit yang timbul dalam satu kelompok
populasi tertentu dalam kurun waktu tertentu pula.
Didalam surveilans infeksi Rumah Sakit maka incidence adalah jumlah kasus
Infeksi Rumah Sakit baru dalam kurun waktu tertentu dibagi oleh jumlah pasien
dengan resiko untuk mendapatkan infeksi Rumah Sakit yang sama dalam kurun
waktu yang sama pula.
2. Prevalence
Adalah jumlah total kasus baik baru maupun lama suatu kelompok populasi dalam
satu kurun waktu tertentu (period prevalence) atau dalam satu waktu tertentu ( point
prevalence).
Point prevalence nosokomial rates adalah jumlah kasus Infeksi Rumah Sakit yang
dapat dibagi dengan jumlah pasien dalam survei.

Rhame menyatakan hubungan antara incidence dan prevalence adalah sebagai


berikut:
I = Incidence rates
P = Prevalence rates
LA = Nilai rata-rata dari lama rawat semua pasien
LN = Nilai rata-rata dari lama rawat pasien yang mengalami satu atau lebih
Infeksi Rumah Sakit
INTN = Interval rata-rata antara waktu masuk rumah sakit dan hari pertama
terjadinya infeksi Rumah Sakit

101
Pada pasien-pasien yang mengalami satu atau lebih Infeksi Rumah Sakit tersebut.
Dalam penerapan dirumah sakit maka prevalence rates selalu memberikan over
estimate untuk resiko infeksi oleh karena lama rawat dari pasien yang tidak
mendapat infeksi Rumah Sakit biasanya lebih pendek dari lama rawat pasien dengan
Infeksi Rumah Sakit.
Hal ini dapat lebih mudah dilihat dengan menata ulang formula sebagai berikut :
Dimana prevalence sama dengan incidence dikali Lama Infeksi

3. Incidence Density
Adalah rata-rata instant dimana infeksi terjadi, relatif terhadap besaran populasi
yang bebas infeksi. Incidence density diukur dalam satuan jumlah kasus penyakit
per satuan orang per satuan waktu.
Contoh populer dari Incidence Density Rates (IDR) yang sering dipakai dirumah
sakit adalah jumlah Infeksi Rumah Sakit per 1000 pasien / hari.

Incidence density sangat berguna terutama pada keadaan sebagai berikut :


a. Sangat berguna bila laju infeksinya merupakan fungsi linier dari waktu panjang
yang dialami pasien terhadap faktor risiko (misalnya semakin lama pasien
terpajan, semakin besar risiko mendapat infeksi).
Contoh incidence density rate (IDR):
Jumlah kasus ISK/ jumlah hari pemasangan kateter.
Lebih baik daripada Incidence Rate (IR) dibawah ini
Jumlah ISK jumlah pasien yang terpasang kateter urin.
Oleh karena itu IDR dapat mengontrol lamanya pasien terpajan oleh faktor
risikonya (dalam hal ini pemasangan kateter urin) yang berhubungan secara linier
dengan risiko infeksi.
b. Jenis laju lain yang sering digunakan adalah Atack Rate (AR) yaitu suatu bentuk
khusus dari incidence rate. Biasanya dinyatakan dengan persen (%) dimana k =
100 dan digunakan hanya pada KLB Infeksi Rumah Sakit yang mana pajanan
terhadap suatu populasi tertentu terjadi dalam waktu pendek.

Surveilans merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan waktu dan menyita


hampir separuh waktu kerja seorang IPCN sehingga dibutuhkan penuh waktu (full
time). Dalam hal ini bantuan komputer akan sangat membantu, terutama akan
meningkatkan efisien pada saat analisis. Besarnya data yang harus dikumpulkan dan
kompleksitas cara analisisnya merupakan alasan mutlak untuk menggunakan
fasilitas komputer, meski dirumah sakit kecil sekalipun. Lagi pula sistem surveilans
tidak hanya berhadapan dengan masalah pada waktu sekarang saja, tetapi juga harus
mengantisipasi tantangan di masa depan.

102
Dalam penggunaan komputer tersebut ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan, yaitu :
1) Memilih sistem komputer yang akan dipakai, komputer mainframe atau
komputer mikro. Komputer mainframe bekerja jauh lebih cepat, memuat data
jauh lebih besar. Dan memiliki jaringan yang dapat diakses diseluruh area
rumah sakit. Semua data pasien seperti sensus pasien, hasil laboratorium dan
sebagainya, dapat dikirim secara elektronik. Namun harus diingat bahwa
komputer mainframe adalah cukup mahal baik pembelian maupun
operasionalnya. Tidak setiap orang dapat menggunakannya dan memerlukan
pelatihan yang insentif. Software untuk program Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Rumah Sakit bagi komputer mainframe sampai saat ini masih terbatas.
Mikrokomputer jauh lebih murah dan lebih mudah dioperasikannya oleh setiap
petugas.

2) Mencari software yang sudah tersedia dan memilih yang digunakan.


Pemilihan software harus dilakukan hati-hati dengan mempertimbangkan
maksud dan tujuan dari surveilans yang akan dilaksanakan di Rumah Sakit.

4. Evaluasi, Rekomendasi dan Diseminasi


Hasil Surveilans dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan program
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) dalam satu waktu
tertentu.
Memperbandingkan Laju Infeksi Diantara Kelompok Pasien Denominator dari suatu
laju Infeksi Diantara Kelompok Pasien.
Denominator dari suatu laju (rate) harus menggambarkan populasi at. risk. Dalam
membandingkan laju antar kelompok pasien didalam suatu rumah sakit, maka laju
tersebut harus disesuaikan terlebih dahulu terhadap faktor risiko yang berpengaruh
besar akan terjadinya infeksi. Kerentanan pasien untuk terinfeksi sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor risiko tertentu, seperti karakteristik pasien dan pajanan.

Faktor risiko ini secara garis besar dibagi menjadi 2 kategori yaitu faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik.
1) faktor intrinsik adalah faktor yang melekat pada pasien seperti penyakit yang
mendasari dan ketuaan. Mengidentifikasi faktor risiko ini perlu dilakukan
dengan mengelompokkan pasien dengan kondisi yang sama (distratifiksi).
2) Faktor ekstrinsik adalah yang lebih berhubungan dengan petugas pelayanan atau
perawatan (perilaku petugas diseluruh rumah sakit ).
Meskkipun hampir semua faktor ekstrinsik memberikan risiko Infeksi Rumah Sakit,
namun yang lebih banyak peranannya adalah jenis intervensi medis yang berisiko
tinggi, seperti tindakan invasif, tindakan operatif atau pemasangan alat invasif.
Banyak alasan yang dapat dikemukakan mengapa pasien yang memiliki penyakit
lebih berat yang meningkat kerentanannya. Alat tersebut merupakan jembatan bagi

103
masuknya kuman penyakit dari bagian tubuh yang satu kedalam bagian tubuh yang
lain dari pasien.
Risiko untuk mendapat infeksi luka operasi (ILO), berkaitan dengan beberapa
faktor,. Diantaranya, yang terpenting adalah bagaimana prosedur operasi
dilaksanakan, tingkat kontaminasi mikroorganisme ditempat operasi, lama operasi
dan faktor intrinsik pasien. Oleh karena faktor-faktor tersebut tidak dapat dieliminasi
maka angka ILO disesuaikan terhadap faktor-faktor tersebut.

Demikian pula halnya dengan jenis laju yang lain, apabila akan diperbandingkan
maka harus diingat faktor-faktor mana yang harus disesuaikan agar perbandinganya
menjadi bermakna.

Memperbandingkan Laju Infeksi dengan populasi pasien


Rumah Sakit dapat menggunakan data surveilans Infeksi Rumah Sakit untuk
menelaah program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dengan
membandingkan angka laju Infeksi Rumah Sakit dari dua ICU atau dapat pula
menggunakan laju Infeksi Rumah Sakit dengan angka eksternal (benchmark rates)
rumah sakit atau dengan mengamati perubahan angka menurut waktu di Rumah
Sakit itu sendiri.

Meskipun angka laju infeksi telah mengalami penyesuaian dan melalui uji
kemaknaan namun interprestasi dari angka-angka tersebut harus dilakukan secara
hati-hati agar tidak terjadi kekeliruan. Banyak yang mengaggap bahwa angka laju
infeksi dirumah sakit itu mencerminkan kebersihan dan kegagalan dari petugas
pelayanan / perawatan pasien atau fasilitas pelayanan kesehatan dalam upaya
pencegahan dan pengendalian Infeksi Rumah Sakit.

Meskipun ada benarnya, masih banyak faktor yang mempengaruhi adanya


perbedaan angka tersebut.

Pertama, definisi yang dipakai atau teknik dalam surveilans tidak seragam abtara
rumah sakit atau tidak dipakai secara konsisten dari waktu kewaktu meskipun dari
sarana yang sama. Hal ini menimbulkan variasi dari sensitifitas dan spesifikasi
penemuan kasusnya.

Kedua, tidak lengkapnya informasi klinik atau bukti-bukti laboratorium yang tertulis
di catatan medik pasien memberi dampak yang serius terhadap validitas dan utilitas
dari angka laju Infeksi Rumah Sakit yang dihasilkan.

Ketiga, angka tidak disesuaikan terhadap faktor resiko intrinsik. Faktor risiko ini
sangat penting artinya dalam mendapatkan suatu Infeksi Rumah Sakit, namun sering
kali lolos dari pengamatan dan sangat bervariasi dari Rumah Sakit yang satu ke

104
Rumah Sakit yang lain. Sebagai contoh, di rumah sakit yang memiliki pasien dengan
immunocompromised diharapkan memiliki faktor risiko intrinsik yang lebih besar
daripada rumah sakit yang tidak memiliki karakteristik pasien seperti itu.
Keempat, jumlah population at risk (misalnya jumlah pasien masuk / pulang jumlah
hari rawat, atau jumlah operasi) mungkin tidak cukup besar untuk menghitung angka
laju Infeksi Rumah Sakit yang sesungguhnya di Rumah Sakit tersebut.

Meskipun tidak mungkin untuk mengontrol semua faktor tersebut diatas, namun
harus disadari pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap angka laju infeksi serta
mempertimbangkan hal tersebut pada saat membuat interprestasi.
Memeriksa Kelayakan dan Kelayakan Peralatan Pelayanan Medis

Utilisasi alat ( Device Utilization=DU ) didefinisikan sebagai berikut :

∑ hari pemakaian alat


DU =
∑ hari rawat pasien

Di ICU anak dan dewasa maka jumlah hari pemakaian alat terdiri dari jumlah total
dari hari pemakaian ventilator, jumlah hari pemasangan kateter urin. DU suatu ICU
merupakan salah satu cara mengukur tingkat penerapan tindakan invasif yang
memberikan faktor resiko intrinsik bagi Infeksi Rumah Sakit. Maka DU dapat
dipakai sebagai tanda berat ringannya pasien yang dirawat diunit tersebut, yaitu
pasien rentan secara intrinsik terhadap infeksi. DU tidak berhubungan dengan laju
infeksi (infection rate) yang berkaitan dengan pemakaian alat, jumlah hari
pemakaian.

Perhatian Panitia / Tim PPI tidak hanya terpaku pada laju infeksi dirumah sakit.
Sehubungan dengan mutu pelayanan / perawatan maka harus dipertanyakan
tentang : ”apakah pajanan pasien terhadap tindakan invasif yang meningkat risiko
Infeksi Rumah Sakit telah diminimalkan?” peningkatan angka DU di ICU
memerlukan penelitian lebih lanjut. Untuk pasien yang mengalami tindakan operatif
tertentu, maka distribusi pasien mengenai kategori risikonya sangat bermanfaat.
Misalnya, untuk membantu menentukan kelayakan intervensi yang diberikan.
Meneliti kelayakan suatu intervensi juga membantu menentukan apakah pajanan
telah diminalkan.

Pelaporan
Laporan sebaiknya sistematik, tepat waktu, informatif. Data dapat disajikan dalam
berbagai bentuk, yang penting mudah dianalisa dan di interprestasi. Penyajian data
harus jelas, sederhana, dapat dijelaskan diri sendiri. Bisa dibuat dalam bentuk table,
grafik, pie. Pelaporan dengan narasi singkat.

105
Tujuan untuk :
 Memperlihatkan pola Infeksi Rumah Sakit dan perubahan yang terjadi (trend)
 Memudahkan analisis dan interprestasi data

Laporan dibuat secara periodik, setiap bulan, triwulan, semester, tahunan.

Desiminasi
Surveilans didesininasikan kepada yang berkepentingan untuk melaksanakan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Oleh sebab itu hasil surveilans angka infeksi
harus disampaikan keseluruh anggota Panitia, direktur rumah sakit, ruangan atau
unit terkait secara berkesinambungan. Disamping itu juga perlu didesiminasikan
kepada kepala unit terkait dan penanggungjawab ruangan beserta stafnya berikut
rekomendasinya.

Oleh karena itu mengandung hal yang sangat sensitif, maka data yang dapat
mengarah ke pasien atau perawatan harus benar-benar terjaga kerahasiaannya.
Dibeberapa negara data seperti ini bersifat rahasia. Data seperti ini tidak digunakan
memberikan sanksi tetapi hanya digunakan untuk tujuan perbaikan mutu pelayanan.

Tujuan diseminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk
menetapkan strategi pengendalian Infeksi Rumah Sakit. Laporan didesiminasikan
secara periodik bulanan, triwulan, tahunan. Bentuk, penyampaian dapat secara lisan
dalam pertemuan, tertulis, papan buletin.

Sudah selayaknya Panitia / Tim PPI menyajikan data surveilans dalam bentuk
satandar yang menarik yaitu berupa laporan narasi singkat (rangkuman), tabel,
grafik kepada Panitia / Tim PPI Analisis yang mendalam dari numerator dapat
dilaksanakan untuk memberikan gambaran epidemiologinya, termasuk kuman
patogen dan faktor risikonya.

Tabel 7. dibawah ini menggambarkan hubungan unsur-unsur metode surveilans


terhadap Laju Infeksi Rumah Sakit.
UNSUR POPULASI TEMPAT DATA LAJU /
SURVEILANS AT RISK INFEKSI DENOMINATOR RATIO
Data Yang
diperlukan
Surveilans Semua pasien Semua temoat Jumlah : Laju setiap 100 pasien
Komprehensif yang memenuhi infeksi dan 1.pasien masuk masuk atau keluar :
kriteria masuk tanggal infeksi atau keluar dari 1. secara keseluruhan
dalam surveilans dalam bulan yang setiap aplikasi 2. spesifikasi bagi tempat
sama surveilans tertentu
2.Persalinan 3. spesifikasi tempat
normal pelayanan.
3. Operator caesar Laju per 100 persalinan
normal laju per 100

106
operasi caesar.
Rawat Intensif Semua pasien di Semua tempat 1. ∑ pasien 1. Angka infeksi ICU
ruang rawat infeksi dan 2. hari rawat secara umum per 100
intensif yang tanggal infeksi 3. ∑ hari insersi pasien atau 1000 pasien/
terpilih ikut dalam bulan yang kateter urin hari.
pasien sampai sama 4. ∑insersi 2. Angka ISJ Rumah Sakit
48 jam setelah ventilator yang poer 1000hari
pulang 5. ∑pasien pada insersi kateter.
tanggal 1 bulan 3. Angka spsis untuk setiap
itu dan pada 1000hari pemasangan
tanggal 1 bulan central line
berikutnya 4. Angka Pneumonia
6. ∑hari rawat Rumah sakit insersi
semua pasien ventilator
yang ada pada 1000hariinsersi disetiap
tanggal 1 bulan ICU.
itu dan pada Ratio pemakaian alat :
tanggal 1 bulan 1.Umum
berikutnya. 2.Central Line
3.Ventilator kateter urin.

Ruang Rawat Semua bayi Semua jenis IRS Data dikumpulkan Jumlah bayi risiko per 100
bayi resiko dengan dengan ,masa untuk 4 macam pasien dan per1000hari
tinggi perawatan inkubasinya kategori berat bayi rawat.
tingkat III (BB) lahir
Semua pasien Data dari 4 macam
diikuti selama kategori BB lahir :
48 jam setelah 1. Rata-rata tiap 100pasien
keluar. berisiko atau 1000 hari
rawat.
2. ∑kasus bakterimia
nosokomial per 1000
hari insersi ventilator
Ratio pemakaian alat :
1. Secara Umum
2. untuk setiap kategori
berat lahir
3. Central (umbilical) Line
4. Ventilator
Pasien Operasi Semua pasien Semua macam Data faktor risiko SSI rates by :
yang menjalani infeksi atau untuk setiap pasien 1.indeks prosedur dan
tindakan operasi infeksi pada liuka yang dipantau : risiko
operasi dalam 1. Tanggal 2.kelas luka
bulan yang sama operasi Ratio infeksi untuk setiap
2. Jenis prosedur angka rata-rata
operasi setiap prosedur dan temapat
3. Nomor infeksi.
register
pasien.
4. Umur
5. Jenis

107
kelamin
6. Lama
operasi
7. Jenis
luka
8. Aneste
si umum
9. ASA
score
10. Emerge
ncy
11. Trauma
12. Prosed
ur ganda
13. Pemeri
ksaan
endoskopik
14. Tangga
l pulang
Data Tambahan
Surveilans Sama dengan Sama dengan 1. ∑hari rawat Angka rata-rata untuk
Komprehensif diatas diatas untuk setiap jenis setiap 1000 hari rawat
pelayanan medik 1. Umum
2. ∑pasien masuk 2. Jenis pelayanan
dan pasien keluar 3. Tempat infeksi
pada setiap ruang 4. Tempat infeksi menurut
rawat tempat pelayanan
3. ∑hari rawatb Angka rata-rata menurut
pada setiap ruang ruang rawat untuk setriap
100 pasien masuk atau
keluar, atau setiap 1000hari
rawat.
Site spesific rate per
100pasien masuk atau
keluar, atau 1000 hari
rawat. DRG spesific
infection rate per 100
pasien keluar dari setiap
kategori DRG.
Pasien Operasi Sama dengan Sama dengan Nama atau kode SSI rates menurut operator,
diatas diatas dokter bedah prosedur dan indeks risiko.
Operator dan klasifikasi
luka ratio infeksi standar
menurut operator dan
prosedur rata-rata menurut
operator dan tempat operasi

108
BAB VII
PENUTUP

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSU Ananda Putri Medan merupakan
sebagai acuan dalam penerapan pencegahan infeksi, dengan harapan dapat melindungi pasien,
petugas dan masyarakat yang mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit serta dapat meningkatkan
mutu pelayanan dengan melakukan suveilans Infeksi Rumah Sakit.

Infeksi rumah sakit menjadi masalah yang tidak bisa dihindari di RSU Ananda Putri Medan
maupun di Rumah sakit lain, sehingga dibutuhkan data dasar infeksi untuk menurunkan angka
yang ada. Untuk itu perlunya melakukan surveilans dengan metode yang aktif, terus menerus
dan tepat sasaran.

Pelaksanaan surveilans memerlukan tenaga khusus yang termasuk tugas dari IPCN. Untuk itu
diperlukan tenaga IPCN yang purna waktu sesuai standar

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RSU Ananda Putri Medan semoga dapat
bermanfaat bagi petugas Rumah Sakit.

109
Ditetapkan di Medan
Pada Tanggal 2017

Direktur RSU Ananda Putri Medan,

dr. Hendra Putra A E Sinuhaji

DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes 2007

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya, Depkes ,2007

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes 2009

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya, Depkes, 2009

Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Sarana Pelayanan Kesehatan, Dirjen Bina Pelayanan
Medic Depkes, 2006

Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya
Terbatas,YBP-SP, Jakarta 2004

110
Lampiran 1. Cara menghitung Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)
Teknik Perhitungan :

Laju Infeksi : Numerator x 1000 = ........%


Denominator

Jumlah Kasus IADP x 1000 = ........ %


Jumlah hari pemakaian alat

Contoh kasus :
Data di Ruangan A Rumah Sakit X sebagai berikut :
 Jumlah pasien pada bulan Februari 2009 = 196 orang
 Jumlah hari rawat =960 hari
 Jumlah pasien terpasang infus = 90 orang dengan jumlah hari pemasangan infus = 212
hari
 Ditemukan tanda-tanda IRS berdasarkan hasil kultur positif dengan tanda klinis yang
jelas sebanyak 9 orang

Laju IADP = 9/212 x 1000 = 42.5%

Lampiran 2 : Cara menghitung VAP dan HAP


Teknik Perhitungan :
 Catat data secara manual atau komputerisasi sebagai data base
 Tentukan numerator dan denominator

111
 Angka infeksi VAP adalah jumlah VAP dibagi dengan jumlah hari pemakaian alat
ventilasi mekanik
 Angka infeksi VAP = Jumlah kasus VAP x 1000
Jumlah hari pakai alat

 Angka Infeksi HAP adalah jumlah pasien HAP dibagi dengan jumlah hari rawat pasien
yang masuk pada periode tersebut.
 Angka infeksi HAP =
∑pasien HAP per bulan x 1000

∑hari rawat pasien per bulan


 Angka Infeksi VAP=
∑pasien VAP per bulan _________ x 1000
∑hari pemasangan alat ventilasi per bulan

Contoh kasus HAP :


Data surveilans bulan Desember 2008 diruang penyakit dalam RS X : jumlah pasien yang
masuk 77 orang, jumlah hari rawat 833 hari, jumlah pasien tirah baring sebanyak :
 16 orang stroke hemoragik
 9 orang stroke non hemoragik
 Jumlah hari rawat semua pasien stroke 375 hari
 Ditemukan HAP 2 orang : hasil kultur sputum MO Klebsiella pneumoniae berapa angka
infeksi HAP?
Angka infeksi HAP adalah : 2/375 x 1000 = 5,33%

Data surveilans bulan Januari 2009 diruang ICU :


 Jumlah pasien 5 orang
 Terpasang ventilasi mekanik 3 orang
 Jumlah hari pemasangan alat ventilator 30 hari
 Terinfeksi VAP sebanyak 1 orang ditandai : demam, adanya ronchi, sesak napas,
sputum purulen, X-ray toraks infiltrat(+)
Berapa angka VAP?
Angka Infeksi VAP adalah : 1/30 x 1000 = 33,3%

Lampiran 4 : Cara Menghitung Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Populasi Beresiko ISK RS


Populasi yang beresiko terjadinya ISK RS yaitu semua pasien yang menggunakan alat
kateter urin menetap dalam waktu ≥2 x 24 jam.

Pengumpulan Data

112
 Dilakukan oleh orang-orang yang sudah mempunyai pengetahuan, pengalaman
dan keterampilan dalam mengidentifikasi kasus dan mengumpulkan data.
 Identifikasi ISK :
o Laporan Unit
o Lakukan kunjungan keruangan : observasi atau wawancara
 Data ISK RS dan penggunaan alat kateter urin diambil secara serentak, prospektif
atau retrospektif.
 Data dikumpulkan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Contoh pengisian formulir harian :


Data pemakaian peralatan medis

Ruang/Unit : ICU ............/RS X...................Bulan : Juli ............... Tahun : 2009......


Pemakaian alat
Tgl No Nama ETT CVL IVL UC Kultur Antibiotika Ket
01-07-09 1 A 1 - Amx
2 B 1 Urine Cip E.Coli

3 C 1 - Zef
02-07-09 1 A 1 - Cip
2 D 1 Urine Amx Pseudomonas
(+)
3 F 1 - Amx

Dst.....
31-07-09 1 M 1 - Cip
2 N 1 - Cip Dx ISKoleh dr
3 O 1 - Gmc
4 R 1 - Mer

Contoh pengisisan formulir bulanan :


Formulir Bulanan
Data pemakaian alat& Infeksi
Ruang/ Unit : ..................../........................Bulan : ....................... Tahun ..........................
Tgl Jlh Ps ETT CVL IVL UC VAP Bakteremia Plebitis ISK
1 3 2 2 3 3 1
2 3 2 2 1 2 1
Dst. 2
31 4 1 1 1 1 1
Jumlah 196 212 5

- Numerator

113
Numerator adalah jumlah yang terinfeksi akibat penggunaan kateter urin menetap sesuai
kriteria dalam kurun waktu tertentu.

- Denominator
Denominator adalah jumlah hari pemasangan kateter urin dalam kurun waktu yang sama
dengan numerator.

Tekhnik penghitungan

Angka /Rate infeksi : Numerator x 1000 = ..........%


Denominator

Jumlah kasus ISK x 1000 = ......%


Jumlah hari pemasangan pemakaian alat

Angka (Rate) ISK RS= 5/ 212 x 1000 = 23.5% hari pemasangan kateter.

Lampiran 5. Cara menghitung infeksi Luka Operasi (ILO)


Kategori risiko :
1. Jenis Luka :
 Luka bersih dan bersih kontaminasi skor : 0
 Luka bersih kontaminasi dan kotor skor : 1

Keterangan :
1. luka bersih : nontrauma, operasi luka tidak infeksi, tidak membuka respiratory dan
genitoeinare.
2. bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran pernapasan dan genitorineri.
3. kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka.
4. kotor dan infeksi : trauma terbuka, kontaminasi fecal.

2. Lama Operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit setiap jenis operasi berbeda
lama operasi (lihat tabel )
 lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan , skor : 0
 bila lebih dari waktu yang ditentukan, skor : 1

3. ASA Score
 ASA 1-2, skor : 0
 ASA 3-5, skor : 1

X/Y x 100%
X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu
Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.

114
Lampiran 6. Tabel . Jenis-jenis Infeksi Rumah Sakit dan Klarifikasinya berdasarkan CDC
UTI Urinary tract Infection
ASB Asymptomatic bacteriuria
SUTI Symptomatic Urinary tract infection
OUTI Other Infections of the urinary tract

SSI Surgical site infection


SIP Superficial incisional primary SSI
SIS Superficial incisional secondaray SSI
DIP Deep incisional primary SSI
DIS Deep incisional secondary SSI

Organ / Space Organ / Space SSI. Indicate specific type :


 BONE ■ LUNG
 BRST ■ MED
 CARD ■ MEN
 DISC ■ ORAL
 EAR ■ OREP
 EMET ■ OUTI
 ENDO ■ SA
 EYE ■ SINU
 GIT ■ UR
 IAB ■ VASC
 IC ■ VCUF
 JNT

BSI Bloodstream infection


LCBI Laboratory – confirmed bloodstream infection
CSEP Clinical sepsis

PNEU Pneumonia
PNU 1 Clinically defined pneumonia
PNU 2 Pneumonia with specific laboratory findings
PNU 3 Pneumonia in immunocompromised patient

BJ Bone and Joint Infection


BONE Osteomyelitis
JNT Joint or bursa
DISC Disc space
CNS Central nervous system
IC Intracranial infection

115
MEN Meningitis or ventriculitis
SA Spinal abscess without meningitis

CVS Cardiovascular system infection


VASC Arterial or venous infection
ENDO Endocarditis
CARD Myocarditis or pericarditis
MED Mediastinitis

EENT Eye, ear,nose, throat, or mouth infection


CONJ Conjunctivitis
EYE Eye, other than conjunctivitis
EAR Ear, mastoid
ORAL Oral cavity (mouth, tongue, or gums)
SINU Sinusitis
UR Upper respiratory tract, pharyngitis, laryngitis, epiglottitis

Laporan 6. jenis-jenis Infeksi Rumah Sakit dan Klasifikasinya berdasarkan CDC (lanjutan )

GI Gastrointestinal system infection


GE Gastroenteritis
GIT Gastrointestinal (GI) tract
HEP Hepatitis
IAB Intraabdominal,not specified elsewhere
NEC Necrotizing enterocolitis

LRI Lower respiratory tract infection, other than pneumonia


BRON Bronchitis, tracheobronchitis, tracheitis, without evidence of
pneumonia.
LUNG Other infections of the lower respiratory tract

REPR Reproductive tract infection


EMET Endometritis
EPIS Episiotomy
VCUF Vaginal cuff
OREP other infections of the male or female reproductive tract

SST Skin and soft tissue infection


SKIN Skin
ST Soft Tissue
DECU Decubitus ulcer
BURN Burn

116
BRST Breast abscess or mastitis
UMB Omphalitis
PUST Pustulosis
CIRC Newborn Circumcision

SYS System Infection


DI Disseminated infection

117

Anda mungkin juga menyukai