Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah adalah penyakit arboviral yang endemik di Asia Tenggara


dengan empat serotipe berbeda. Penyakit dengue memiliki presentasi klinis yang
beragam mulai dari infeksi subklinis tanpa gejala hingga keterlibatan multiorgan yang
parah dan kematian. Penyakit demam berdarah dapat muncul dengan banyak
manifestasi yang tidak biasa. Disfungsi hati adalah fitur yang dilaporkan baik pada
demam berdarah dan demam berdarah dengue (DBD). Keterlibatan hati dalam infeksi
dengue bisa sangat bervariasi, mulai dari peningkatan transaminase serum ringan
hingga sedang hingga gagal hati fulminan. Berbagai mekanisme dipostulasikan untuk
menjelaskan disfungsi hati yang terlihat pada penyakit dengue termasuk kerusakan
virus langsung, cedera imunologis dan cedera hipoksia karena berkurangnya perfusi
hati selama syok. Manajemen yang ideal masih diperdebatkan. Kami melaporkan
kasus orang dewasa dengan demam berdarah yang menyebabkan gagal hati akut dan
pemulihan penuh setelah perawatan. Penggunaan N-asetil sistein (NAC), penggunaan
kadar serum laktat untuk memantau peningkatan dan penggunaan transfusi sel yang
dikemas untuk meningkatkan oksigenasi tingkat jaringan dibahas sebagai strategi
manajemen yang menarik.6
Indonesia, negara kesatuan kesatuan lintas benua yang terletak di Asia
Tenggara, adalah negara tropis di mana kedua spesies vektor nyamuk utama DEN V,
Aedes aegypti dan Ae. albopictus, endemik hampir di semua wilayah. Program
pencegahan dan pengendalian demam berdarah telah dilaksanakan pada skala
nasional oleh Kementerian Kesehatan (Depkes) Indonesia melalui Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Menular sejak 1968. Program-program tersebut meliputi
penerapan penyemprotan dewasa peri-focal, larviciding massal, dan edukasi
pengendalian penyakit kepada masyarakat. Terlepas dari upaya program-program
pengendalian ini, demam berdarah telah berkembang baik dalam kejadian maupun
jangkauan geografis selama bertahun-tahun dan telah menjadi hiperendemik dengan
beragam jenis DEN V yang beredar bersama, secara nasional. Beberapa wabah
demam berdarah utama telah dilaporkan di negara ini.7

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) (dengue
haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan
syok.1

II.2 Epidemiologi
Wabah demam berdarah membutuhkan kehadiran
• Nyamuk vektor (biasanya Aedes aegypti).
• Virus dengue.
• Sejumlah besar host manusia yang rentan.3

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. lnsiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989
hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per
100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun
hingga mencapai 2% pada tahun 1999.1
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk

2
betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat
penampu ngan air Iainnya). 1
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan
virus dengue yaitu: 1). vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit,
kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain;
2). pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia danjenis kelamin; 3). lingkungan: curah hujan. suhu, sanitasi
dan kepadatan penduduk. 1
Wabah dapat bersifat eksplosif atau progresif, tergantung pada kepadatan dan
efisiensi vektor yang dapat terinfeksi, serotipe dan strain virus dengue, jumlah
manusia yang rentan (non-imun) dalam populasi, dan jumlah kontak manusia-vektor.3

II.3 Faktor Resiko


Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus
demam berdarah adalah tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang
tidak terencana dan tidak terkontrol serta kurangnya pengendalian vektor yang efektif
di daerah endemis. Morbiditas dan mortalitas akibat infeksi virus juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain seperti imunitas inang, kepadatan nyamuk vektor, virulensi
virus dengue dan kondisi geografis setempat. Pola wabah infeksi virus dengue juga
dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban, di mana suhu panas (28-32 derajat Celcius)
dan kelembaban tinggi adalah vektor perantara virus dengue agar tetap hidup. Faktor-
faktor iklim dan kepadatan penduduk di Bandung mungkin mempengaruhi
keberadaan nyamuk sebagai vektor untuk penularan demam berdarah. Insiden pasien
DBD diperkirakan meningkat terutama setelah banjir dan perubahan iklim. Hal ini
menyebabkan sejumlah besar tempat penampungan air sebagai genangan air, dalam
botol, kaleng dan tempat penampungan air lainnya yang dekat dengan pemukiman.
Tempat penampungan air tawar semacam ini adalah tempat yang baik untuk
pembiakan vektor demam berdarah.8

II.4 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang terrnasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4x106.1

3
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN—2, DEN-3 dan DEN—4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain
seperti Yellowfever; Japanese encephalitis dan West Nile virus.1
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Survei epidemilogi pada hewan
temak didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi.
Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk
genus Aedes (Stegomyia) dan Toxarhynchites.1

II.5 Patofisiologi

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih


diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue clan
sindrom renjatan dengue.1
Dalam pengelolaan Demam Berdarah Dengue, ada prinsip “semuanya bisa
terjadi”. Ini tidak dapat dipisahkan dari prinsip host-agent-environment, di mana
proses virulensi dan mekanisme spesifik dalam host diinduksi oleh lingkungan yang
telah mengalami perubahan imunologis yang berbeda atau memiliki variasi individu.
Oleh karena itu, pengelolaan DBD adalah suatu seni, yang didasarkan pada
pendekatan patogenesis dan patofisiologi diikuti oleh pembelajaran terus menerus dari
berbagai kasus yang dikembangkan.9
Ada beberapa teori yang telah dikembangkan tentang patogenesis DBD sejauh
ini, yaitu (1) teori infeksi primer (teori virulensi), (2) teori infeksi sekunder (teori
imunopatologi), (3) teori kompleks antibodi antigen, (4) ) Teori antibodi penambah
infeksi, (5) Teori mediator, (6) Teori tentang peran endotoksin, (7) Teori tentang
peran limfosit, (8) Teori trombosis, (9) Teori apoptosis.9

II.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam bedarah dengue atau sindrom
syok dengue (SSD) dan sindrom dengue diperluas.1

4
DBD saat ini didefinisikan oleh empat kriteria Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) berikut: 1). Umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari, pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam,
akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan
adekuat, 2). Manifestasi hemoragik, 3). Trombositopenia (jumlah trombosit dari
<100.000 / mm3), 4). Bukti peningkatan permeabilitas pembuluh darah. 1,3
Trombositopenia selalu menjadi salah satu kriteria yang digunakan oleh
pedoman WHO sebagai indikator potensial keparahan klinis. Dalam pedoman WHO
2009 terbaru, definisi umumnya menggambarkan penurunan cepat dalam jumlah
trombosit atau jumlah trombosit kurang dari 150.000 per mikroliter darah.2
Deskripsi kinetik jumlah trombosit dalam DBD / DF menunjukkan penurunan
yang signifikan pada hari ke-4 penyakit. Bahkan, penelitian sebelumnya melaporkan
DBD pada orang dewasa tanpa syok, di mana jumlah trombosit sedikit menurun pada
hari ke-3 sampai hari ke-7 penyakit dan mencapai tingkat normal pada hari ke-8 atau
ke-9. Pada anak-anak, ada sedikit korelasi antara jumlah trombosit dan manifestasi
perdarahan atau antara jumlah trombosit dan tingkat keparahan penyakit. Pada orang
dewasa, jumlah trombosit 5 × 109 L-1 dan volume sel yang dikemas> 50 secara
signifikan terkait dengan manifestasi perdarahan. Namun, sebuah penelitian yang
mendaftarkan 245 pasien dengue menunjukkan tidak ada korelasi antara perdarahan
klinis dan jumlah trombosit, dan 81 pasien yang tidak mengalami pemulihan memiliki
jumlah kurang dari 20 × 109 L-1. Sebaliknya, penelitian lain yang melibatkan 225
pasien dengue menunjukkan bahwa perdarahan lebih sering terjadi pada pasien
dengan jumlah trombosit di bawah 20 × 109 L-1.2
Mekanisme yang terlibat dalam trombositopenia dan perdarahan selama
infeksi DENV tidak sepenuhnya dipahami. Beberapa hipotesis telah disarankan untuk
menjelaskan mekanisme yang terlibat. Dalam konteks ini, DENV dapat secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi sel-sel progenitor sumsum tulang dengan
menghambat fungsinya untuk mengurangi kapasitas proliferasi sel hematopoietik.
Memang, ada bukti bahwa DENV dapat menyebabkan hipoplasia sumsum tulang
selama fase akut penyakit. Selain jumlah trombosit, gangguan fungsional sel-sel ini
dikaitkan dengan deregulasi yang signifikan dari sistem kinin plasma dan
imunopatogenesis demam berdarah. 2

5
II.7 klasifikasi
Derajat Penyakit
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah
ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)
1. Derajat Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya I manifestasi
perdarahan ialah uji bendung.
2. Derajat Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit II dan atau perdarahan
lain.
3. Derajat Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
III lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis
di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah.
4. Derajat Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba IV dan tekanan darah
tidak terukur.5

II.7 Diagnosis
Anamnesis4
1. Demam tinggi, mendadak, terus menerus selama 2 – 7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, seperti: bintik- bintik merah di kulit, mimisan, gusi
berdarah, muntah berdarah, atau buang air besar berdarah.
3. Gejala nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital.
4. Gejala gastrointestinal, seperti: mual, muntah, nyeri perut (biasanya di ulu hati atau
di bawah tulang iga).
5. Kadang disertai juga dengan gejala lokal, seperti: nyeri menelan, batuk, pilek.
6. Pada kondisi syok, anak merasa lemah, gelisah, atau mengalami penurunan
kesadaran.
7. Pada bayi, demam yang tinggi dapat menimbulkan kejang.4

Pemeriksaan fisik4
Tanda patognomonik untuk demam dengue
1. Suhu > 37,5 derajat celcius
2. Ptekie, ekimosis, purpura
3. Perdarahan mukosa

4. Rumple Leed (+)

6
Tanda Patognomonis untuk demam berdarah dengue

1. Suhu > 37,5 derajat celcius

2. Ptekie, ekimosis, purpura

3. Perdarahan mukosa

4. Rumple Leed (+)

5. Hepatomegali

6. Splenomegali
7. Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa tanda- tanda efusi pleura
dan asites.
8. Hematemesis atau melena.4

Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit
dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya Iimfositosis relatif disertai gambaran
limfosit plasma biru.1

Pemeriksaan Radiologi
Pada foto dada diclapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral ciekubitus
kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG. 1
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan
lelah. 1

II.8 Diagnosis Banding


1. Demam karena infeksi virus (influenza, chikungunya, dan lain- lain)
2. Idiopathic thrombocytopenic purpura
3. Demam tifoid.4

7
II.9 Penatalaksanaan

Bahkan untuk pasien rawat jalan, tekankan perlunya mempertahankan hidrasi


yang memadai. Pemantauan tanda-tanda peringatan demam berdarah yang parah dan
memulai pengobatan dini yang tepat adalah kunci untuk mencegah komplikasi seperti
syok berkepanjangan dan asidosis metabolik. Manajemen DHF dan DSS yang
berhasil meliputi terapi penggantian cairan IV yang bijaksana dan tepat waktu dengan
solusi isotonik dan penilaian ulang status hemodinamik pasien serta tanda-tanda vital
selama fase kritis. Penyedia layanan kesehatan harus belajar mengenali penyakit ini
pada tahap awal. Untuk mengatasi rasa sakit dan demam, pasien harus diberikan
asetaminofen. Aspirin dan nonsteroid, obat antiinflamasi dapat memperburuk
kecenderungan perdarahan yang terkait dengan beberapa infeksi dengue dan, pada
anak-anak, dapat dikaitkan dengan perkembangan sindrom Reyes.3

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa Syok


1. Bila anak dapat minum
a. Berikan anak banyak minum
• Dosis larutan per oral: 1-2 liter/hari atau 1 sendok makan tiap 5 menit.
• Jenis larutan per oral: air putih, the manis, oralit, jus buah, air sirup, atau susu.
b. Berikan cairan intravena (infus) sesuai dengan kebutuhan untuk dehidrasi
sedang. Berikan hanya larutan kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat (RL)
atau Ringer Asetat (RA), dengan dosis sesuai berat badan sebagai berikut:
• Beratbadan<15kg:7ml/kgBB/jam
• Beratbadan15-40kg:5ml/kgBB/jam
• Beratbadan>40kg:3ml/kgBB/jam
2. Bila anak tidak dapat minum, berikan cairan infus kristaloid isotonik sesuai
kebutuhan untuk dehidrasi sedang sesuai dengan dosis yang telah dijelaskan di
atas. 4
3. Lakukan pemantauan: tanda vital dan diuresis setiap jam, laboratorium (DPL) per
4-6 jam. 4
a. Bila terjadi penurunan hematokrit dan perbaikan klinis, turunkan jumlah cairan
secara bertahap sampai keadaan klinis stabil.
b. Bila terjadi perburukan klinis, lakukan penatalaksanaan DBD dengan syok.

8
4. Bila anak demam, berikan antipiretik (Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali) per
oral. Hindari Ibuprofen dan Asetosal. 4
5. Pengobatan suportif lain sesuai indikasi.4

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok


 Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra
nasal.5
 Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya. 5
 Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid
10- 20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam. 5
 Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen. 5
 Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB/jam
dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis
dan laboratorium. 5
 Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak
daripada pemberian yang terlalu sedikit.5

II.10 Komplikasi
Dengue Shock Syndrome (DSS), ensefalopati, gagal ginjal, gagal hati.4

II.11 Prognosis
Prognosis jika tanpa komplikasi umumnya dubia ad bonam, karena hal ini
tergantung dari derajat beratnya penyakit.4

BAB III

9
KESIMPULAN

Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) (dengue


haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
DBD saat ini didefinisikan oleh empat kriteria Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) berikut: 1). Umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari, pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam,
akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan
adekuat, 2). Manifestasi hemoragik, 3). Trombositopenia (jumlah trombosit dari
<100.000 / mm3), 4). Bukti peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Manajemen DHF dan DSS yang berhasil meliputi terapi penggantian cairan IV
yang bijaksana dan tepat waktu dengan solusi isotonik dan penilaian ulang status
hemodinamik pasien serta tanda-tanda vital selama fase kritis. Penyedia layanan
kesehatan harus belajar mengenali penyakit ini pada tahap awal.
Prognosis jika tanpa komplikasi umumnya dubia ad bonam, karena hal ini
tergantung dari derajat beratnya penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

10
1. Saifudin, Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2014. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. Hal.539-548
2. Elzinandes Leal de Azeredo et al. 2015. Thrombocytopenia in Dengue:
Interrelationship between Virus and the Imbalance between Coagulation and
Fibrinolysis and Inflammatory Mediators. Hindawi Publishing Corporation
3. Centers for Disease Control and Prevention. 2018. Dengue and Dengue
Hemorragic Fever. Dengue Branch, San Puerto Rico
4. Pengurus Besar Ikatan indonesia. 2017, Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi I
5. Trevor Duke et al. 2016. Demam Berdarah Dengue: diagnosis dan tatalaksana,
Hospital Care for Children in Developing Countries: Clinical Guidelines and the
Need for Evidence.
6. Chamara Dalugama and Indika Bandara. 2017. Dengue hemorrhagic fever
complicated with acute liver failure: a case report. Dalugama and Gawarammana
Journal of Medical Case Reports.
7. Harapan, Alice, Mudatsir. 2019. Epydemiology of dengue hemmhoragic fever in
Indonesia: analysis of five decades data from the National Disease Surveillance.
Springer Nature. https://doi.org/10.1186/s13104-019-4379-9
8. Anggia Karina. 2015, Incidence of Dengue Hemorrhagic Fever Related to Annual
Rainfall, Population Density, Larval Free Index and Prevention Program in
Bandung 2008 to 2011. Althea Medical Journal. 2015;2(2)
9. Soroy Lardo et al. 2018, The Autoimmune Mechanism in Dengue Hemorrhagic
Fever. Acta Med Indones - Indones J Intern Med Vol 50

11

Anda mungkin juga menyukai