Anda di halaman 1dari 55

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan suatu gangguan padapembuluh darah yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang di bawa oleh darah terhambat
sampai jaringan yang membutuhkannya. Menurut WHO batas tekanan darah
seseorang di katakana hipertensi apabila tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan diastolic mmHg pada orang yang menderita diabetes mellitus,
sedangkan pada penderita diabetes mellitus dan jantung tekanan darah penderita
hipertensi di bawah 130/90 mmHg (Ignatavicius & Workman, 2010). The Seventh
Of Joint National Committee ON Prevention Detection, Evaluation, and
Traetment of High Blood Pressure (JNC 7) mendefinisikan hipertensi sebagai
tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai
derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi
sampai hipertensi maligna (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati,
2006).
Insiden hipertensi di hampir semua Negara menunjukkan angka yang
cukup tinggi. Di dunia pada tahun 2010 terdapat 285 juta penderita hipertensi,
pada tahun 2000 kejadian hipertensi mencapai 639 juta dan tahun 2025 di
perkirakan 1,15 milyar kasusu (Armilawaty, Amalia & Amirudin, 2007). Di
Indonesia hasil survey kesehatan rumah tangga tahun 2004 menunjukkan
prevalensi hipertensi di Indonesia cukup yaitu 83 per 1000 anggota rumah tangga.
Sedangkan menurut The Network (INCLN) prevalensi hipertensi di Indonesia
mencapai 23% (Sharma. Et al., 2011). Prevalensi pada tahun 2004 di pulau jawa
yaitu 0,6% (setiawan, 2004)
Jenis survei penelitian ini adalah survei dengan pendekatan cross sectional.
Populasi penelitian laki-laki dewasa berumur 40-60 tahun yang tinggal di
kompleks Bina Marga semarang,sedangkan sampel diambil secara purposive
sebanyak 32 orang. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara,recall orang 2
x 24 jam tidak berturut-turut, penilain antrometri dan pengukuran tekanan darah.
Analisis data menggunakan korelasi pearson product moment dan regresi linearga

1
2

kurang berganda. Hasil penelitian menunjukkan responden memiliki RLPP


kemungkinan beresiko penyakit jantung (3,1%), memiliki IMT gemuk (43,8%),
kebiasaan olah raga kurang (56,3%), asupan lemak lebih (40,8%), , asupan
natrium cukup (12,5%), asupan serat kurang (53,1%), asupan kalium kurang
(81,3%), asupan kalsium kurang (43, 8%), dan tekanan darah tinggi (46,9%).
Hasil analisi statistik menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan olahraga
asupan lemak, asupan natrium, asupan serat dan asupan kalium dengan tekanan
darah sistolik. Hasil National Health dan Nutrition Examination Survei
(NHANES III) di Amerika serikat tahun 1989-91, menunjukkan sekitar 50 juta
atau satu dari 4 organ dewasa menderita tekanan darah tinggi (tekanan darah
sistolik/TDS > 90 mmHg) berdasarkan hasil satu kali pengukuran berdasarkan
hasil satu kali pengukuran. (Muljadi Budisetio)
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa penurunan morbiditas yang
sering di ukur dengan parameter serangan stroke dan infark miokard akut.
( 1,2,6,7). Di Amerika Serikat antara tahun 1980-1991, jumlah penderita
hipertensi yang terkontrol sampai dibawah 140/90 mmHg meningkat dari 10%
menjadi 29% dan ini menyebakan penurunan yang dramatis dari morbiditas dan
mortalitas akibat hipertensi. Sebagai contoh angka kematian akibat stroke turun
mendekati 60% dan akibat payah jantung koroner (PJK) turun 53%. Meningginya
tekanan darah merupakan faktor penting bagi terjadinya PJK dan stroke, dan jelas
merupakan tantangan bagi dokter praktek untuk mengendalikan maupun
masyarakat. (Muljadi Budisetio)
Tingkat prevalensi sebesar 6-15% pada orang dewasa. Sebagai suatu
proses degeneratif, hipertensi tentu hanya ditemukan pada golongan dewasa.
Ditemukan kecenderungan peningkatan prevalensi hipertensi menurut
peningkatan usia. (Bustan,M.N)
Sebesar 50% penderita tidak menyadari diri sebagai penderita HT. Karena
itu mereka cenderung untuk menderita hipertensi yang lebih berat karena
penderita tidak berupaya mengubah dan menghindari faktor resiko. Sebanyak
70% adalah HT ringan, karena itu hipertensi banyak diacuhkan atau terabaikan
sampai saat menjadi ganas (hipertensi maligna). Sejumlah 90% HT esensil ,
mereka dengan HT yang tidak diketahui seluk beluk penyebabnya. Artinya,
3

karena penyebabnyatidak jelas sulit untuk mencari bentuk intervensi dan


pengobatan yang sesuai. (Bustan,M.N)
Maka dari itu penelitian tertarik menjadikan hal tersebut sebagai
permasalahan akan penulis dalam penelitian kali ini. Penulis ingin mengetahui
lebih dalam bagaimana hubungan antara perilaku gaya hidup pada hipertensi
pada usia lanjut di desa sebaung kacamatan gending kabupaten probolinggo.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah gaya hidup pada penderita hipertensi pada usia lanjut
di desa sebaung kacamatan gending kabupaten probolinggo?

1.3 Tujuan penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka maka yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah mengeksplorasi gaya hidup dengan hipertensi
pada usia lanjut di desa sebaung kacamatan gending kabupaten
probolinggo

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian riset diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan tentang gaya hidup pada penderita hipertensi pada usia lanjut di
desa sebaung kacamatan gending kabupaten probolinggo..
1.4.2. Bagi Profesi Keperawatan
Hasil dari penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi
bagi profesi keperawatan mengenai gaya hidup pada penderita hipertensi
pada usia lanjut di desa sebaung kacamatan gending kabupaten
probolinggo..
1.4.3. Bagi Lahan Penelitian
Hasil aplikasi riset di harapkan dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan mengenai manfaat dari gaya hidup pada penderita hipertensi
pada usia lanjut di desa sebaung kacamatan gending kabupaten
probolinggo.
4

1.4.4. Bagi Subjek


Di harapkan subyek (responden) yang terlihat dalam penelitian ini
akan memperoleh pengetahuan gaya hidup pada penderita hipertensi pada
usia lanjut di desa sebaung kacamatan gending kabupaten probolinggo

1.4.5. Bagi Peneliti


Menambah pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan dalam
hal penelitian khususnya gaya hidup pada penderita hipertensi pada usia
lanjut di desa sebaung kacamatan gending kabupaten probolinggo
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gaya Hidup


2.1.1 Pengertian Gaya Hidup
Gaya hidup adalah bagian dari kebutuhan sekunder manusia yang
bisa berubah bergantung zaman atau keinginan seseorang untuk mengubah
gaya hidupnya. Istilah gaya hidup pada awalnya di buat oleh psikolog
Australia,Alfred Adler. Gaya hidup bisa di lihat dari cara berpakaian
kebiasaan, dan lain-lain. Gaya hidup bisa di nilai relative tergantung
penilaian dari orang lain. Gaya hidup juga bisa di jadikan contoh dan juga
bisa di jadikan hal tabu, contoh gaya hidup baik : makan dan istirahat
secara teratur, makan makanan 4 sehat 5 sempurna, dan lain-lain.

Sesungguhnya gaya hidup hidup merupakan faktor terpenting yang


sangat mempengaruhi kehiupan masyarakat. Gaya hidup yang tidak sehat,
dapat menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi, misalnya: makanan,
aktifitas fisik, stress, dan merokok (Puspitorini, 2009).

Jenis makanan yang meyebabkan hipertensi yaitu makanan yang siap


saji yang mengandung pengawet, kadar garamyang terlalu tinggi dalam
makanan, kelebihan komsumsi lemak (Susilo, 2011).

Adapun cara penganganan untuk menurunkan hipertensi adalah


dengan beraktifitas secara fisik dan olahraga cukup dan seacra teratur.
Kegiatan ini secara fisik dan olahraga cukup secara teratur. Kegiatan ini
secara terbukti dapat membantu menurunkan hipertensi, oleh karenan itu
penderita hipertensi di anjurkan untuk berolahraga cukup dan secara
teratur (Wolf, 2008)

Pada saat tekanan darah meningkat. Hormone epinefrin atau


adrenalin akan di lepaskan. Adrenalin akan meningkatkan tekanan darah
melalui kontraksi arteri (Vasokonstriksi) dan peningkatan denyut jantung,
dengan demikian orang akan mengalami stress. Jika stress berlanjut,
6

tekanan darah akan tetap tinggi sehingga orang tersebut mengalami


hipertensi (Junaidy, 2010).

Kebiasaan merokok dapat juga menyebabkan penyakit hipertensi, zat


nikotin yang terdapat pelepasan epinefrin yang dapat mengakibatkan
terjadinya penyempitan dinding arteri. Zat lain dalam rokok adalah karbon
monoksida (Co) yang mengakibatkan jantung akan bekerja lebih berat
untuk member cukup oksigen ke sel sel tubuh. Rokok berperan
membentuk arterosklorosis dengan cara meningkatkan pengumpulan sel-
sel darah (Dalimartha, 2008).

Makanan yang di makan secara langsung atau tidak langsung


berpengaruh terhadap kestabilan tekanan darah. Kandungan zat gizi seperti
lemak dan sodium memiliki kaitan yang erat dengan munculnya
hipertensi. Pelaksanaan diet yang teratur dapat menormalkan hipertensi,
yaitu dengan menguranig makanan dengan tinggi garam, makanan yang
berlemak, mengomsumsi makanan yang tinggi serat dan melakukan
aktivitas olahraga (juliati, 2005).

Tingginya angka kejadian hipertensi pada lansia menuntut peran


tenaga kesehatan untuk melakukan pencegahan dan upaya promosi
kesehatan. Ada beberapa cara pencegahan yang dapat di lakukan oleh
lansia agar terhindar dari penyakit hipertensi dengan semboyan SEHAT
yaitu seimbangkan gizi, enyahkanya rokok, hindari stress, awas tekanan
darah, dan terartur berolaharga dapat di lakukan dengan cara latihan fisik
yang sesuai dengan lansia di antaranya berjalan jalan, bersepeda, berenang
melakukan pekerjaan rumah dan senam (maryam dkk, 2008).

Latihan fisik seperti senam yang teratur juga embantu mencegah


keadaan-keadaan atau penyakit kronis, seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi). (Once 2011). Senam dapat meningkatkan aktivitas
metabolism tubuh dan kebutuhan oksigen. Jenis latihan fisik yang yang
dapat di lakukan oleh lansia sengat penting untuk para lanjut usia untuk
menjaga kesehatan tubuh mereka.
7

Selain kegiatan senam lansia, latihan nafas dalam juga dapat di


lakukan untuk menjaga kesehatan lansia. Tujuan utama pengaturan
pernafasan adalah untuk menyuplai kebutuhan oksigen yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh, misalnya saat latihan fisik, infeksi dan masa
kehamilan. Pengaturan pernafasan meningkatkan pengeluaran karbon
dioksida, hasil proses metabolism tubuh (Potter & Perry, 2005).
Pernafasan yang pelan, dalam, dan teratur dapat meningkatkan aktivitas
parasimpatatis. Peningkatan aktivitas parasimpatatis dapat menurunkan
curah jantung dan resistensi perifer total, yang nantinya juga bisa
menurunkan tekanan darah.

Gaya hidup merupakan faktor penting yang mempengaruhi


kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang tidak sehat dapat menjadi
penyebab terjadinya hipertensi misalnya aktifivtas fisik dan stres
(Puspitoroni, 2014 dalam jurnal Ibnu Malkan,).

Pola makan yang salah merupakan faktor yang berisiko yang


meningkatkan penyakit hipertensi. Faktor makanan modern sebagai
penyambung utam terjadinya hipertensi (AS, 2010 dalam jurnal Ibnu
Malkan,)

Kelebihan asam lemak dalam mengakibatkan kadar lemak dalam


tubuh meningkat, terutama kolesterol yang menyebabkan kenaikan berat
badan sehingga volume darah mengalami peningkatan tekanan yang lebih
besar (Ramayulis, 2010 dalam jurnal Ibnu Malkan,).

Kelebihan asam natrium akan meningkatkan ekstraseluler


menyebabkan darah yang berdampak pada timbulnya hipertensi (Sunanto,
2010 dalam jurnal Ibnu Malkam,).

Kurangnya mengkomsumsi sumber makanan yang mengandung


kalium mengakibatkan jumlah natrium menumpuk dan akan meningkatkan
resiko hipertensi (Junaedy dkk, 2013,).
8

Beberapa faktor yang merupakan bagian dari gaya hidup adalah


komsumsi junk food yang saat ini ini menjadi sangat popular di
lingkungan anak samapai orang dewasa. Saat ini terjadi perubahan pola
komsumsi makanan pada lansia dengan kecenderungan untuk memilih
makanan yang mempunyai komposisi tinggi kalori, tinggi lemak, rendah
serat dan sebagainya. Jenis makanan junk food banyak di gemari oleh para
lansia karenan makanna junk food di anggap lebih praktis, enak dan tidak
dan tidak menghabiskan waktu lama sehinggga dapat di sajikan kapan di
manan saja. Makanan junk food mengandung natrium dalam jumlah yang
besar yang dapat meningkatkan volume darah di dalam tubuh sehingga
jantung harus memompa darah lebih kuat yang menyebabkan tekanan
darah lebih tinggi kuat yang yang meyebabkan tekanan darah lebih tinggi
(hipertensi). Menurut Fatmah, makanan yang kurang seimbang akan
memperburuk kondisi lansia yang secara alami memang sudah menurun di
bandingkan usia dewasa, kebutuhan gizi lansia umumnya mengalami
penurunan lebih rendah karena adanya penurunan metabolisme basal.
Hasil ini di dukung oleh penelitiannya bahwa kebiasaan komsusmsi
makanan berlemak dan bergaram tinggi merupakan faktor resiko
terjadinya hipertensi (Erlyna, 2014 dalam jurnal Ridwa Edi Sampurno,).

2.1.2 Gambaran Gaya Hidup Lansia


Distribusi responden berdasarkan karakteristik gambaran gaya hidup
di PSTW khusnul Khotimah pekan baru Agustus-Desember 2010.

Tabel 2.1 karakteristik gambaran gaya hidup

Gaya hidup Jumlah Presentase (%)

Sehat 19 63,3
Tidak sehat 11 36,7
Total 30 100
Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa jumlah responden dengan
gaya hidup sehat lebih bayak dari pada responden dengan gaya hidup yang
tidak sehat, dimana jumlah responden dengan gaya hidup sehat sebanyak
9

19 responden dengan presentase 63,3% dan di respon dengan gaya hidup


yang tidak sehat sebanyak 11 responden dengan persentase 36,7%.

Berdasarkan penelitian yang tealah di lakukan di peroleh hasil


jumlah responden dengan gaya hidup sehat lebih banyak dari pada
responden dengan gaya hidup yang tidak sehat, dimana jumlah responden
dengan gaya hidup sehat sebanyak 19 responden (63,3%) dan responden
dengan gaya hidup yang tidak sehat sebanyak 11 responden (36,7%). Hal
ini di lihat dari beberapa aspek, diantaranya kegiatan rutin setiap seminggu
yang di lakukan di PSTW khusnul khotimah, seperti bimbingan mental
spiritual, keterampilan, bimbingan mental sosial, pelayanan kesehatan,
metode iqro’, bimbingan keagamaan serta senam lansia. Selain itu dip anti
dusah di sediakan makanan dan minuman yang di sesuaikan dengan
kondisi lansia. Hal ini sesuai denga teori yang di sebutkan sebelumnya
yaitu gaya hidup sehat meliputi makan makanan yang bergizi dan
seimbang, olahraga secara teratur (senam lansia), memeriksa kesehatan
serta aktifitas fisik secara teratur. Lansia yang menjalankan gaya hidup
seperti hal tersebut di atas dapat meningkatkan derajat kesehatannya.

2.2 Konsep Hipertensi


2.2.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya diatas 10 mmHg dan tekanan diastoliknya
diatas 90 mmHg. Pada lansia, hipertensi didefiniskan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg.(patologi 7 patofisiolgi
penyakit)

Hipertensi atau lebih di kenal dengan sebutan penyakit tekanan darah


tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang berada diatas
batas normal atau optimal yaitu 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg
untuk diastolic. Penyakit ini di kategorikan sebagai thesilent disease
karena penderita tidak mengathui didirnya mengidap hipertensi sebelum
10

memeriksakan tekanan darahnya. Hipertensi yang terjadi dalam jangkan


waktu lama dan terus menerus bias memicu stroke, serangan jantung,
gagal jantung dan merupakan penyebab utama gagal ginjal kronik
(purnomo, 2009). Dalam rekomendasi pengukuran TD dari Canadian
Hypertension Education Program (CHEP, 2009) di lakukan pengukuran
minimal 3 kali pada posisi duduk dengan jarak pemeriksaan minimal 1
menit. Pengukuran pertama abaikan, kemudian diambil nilai rata-rata dari
dua pengukuran selanjutnya. TD saat berdiri juga harus di ukur setelah
pasien berdiri 2 menit, demikian pula bila pasien memiliki keluhan
hipotensi ortostatik. Pengukuran TD sebaiknya di lakukan pada kedua
lengan pada minimal 1x kunjungan. Bila salah satu lengan secara
konsisten menujukkan TD yang lebih tinggi, maka lengan tersebut
sebaiknya di gunakan sebagai patokan untuk pengukuran maupun
interprestasi TD.

Pada lanjut usia terdapat berbagai keadaan yang sering menjadi


masalah dalam penentuan tekanan darah. TD yang akurat yang dianggap
mewakili nilai sebenarnya, amat di pengaruhi oleh keadaan mewaikili nilai
sebenarnya, amat di pengaruhi oleh keadaan pembuluh darah pasien yang
sudah mengalami kekakuan akibat aterosklorosis dan barorefleks yang
berkurang. TD dapat menurun secara berlebihan pada posisi berdiri,
sesudah makan atau sesudah aktivitas. Selain itu pada pengukuran TD
sering terdapat pseudohipertensi akibat manset pengukuran tekanan darah
harus menekan lebih keras arteri brachialis yang kaku, mengeras karena
klasifikasi. Keadaan ini harus di pertimbangkan apabila terdapat hipotensi
ortostatik atau respon pengobatan yang kurang. Oleh karena pada usia
lanjut pengukuran tekanan darah sebaiknya di lakukan juga pada posisi
berdiri.

2.2.2 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak pada pusat vasomotor pada medulla di otak. Dari vasomotor
tersebut bermula jaras saraf simpatatis yang berlanjut ke bawah korda
11

spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke gangli simpatatis di


thorak dan abdomen. Rangsangan pusat vasotordihantarkan dalam bentul
impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatatis ke gangli
simpatatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang
akan merangsang serabut saraf pasca ganglin ke pembuluh darah. Dengan
di lepaskannya norepineprin akan mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketrakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.

Seseorang dengan hipertensi sangat sensitive terhadap neropinefrin.


Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emsosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal kortisol dan steroid linnya, yang dapat memperkuat
respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan alairan darah ke ginjal
meyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiostensin I yang kemudain diuabh menjadi angiostensin II yang
menyebabkan adanya satu vasokonstriktor yang kuat. Hal ini merangsang
sekresi aldosteron oleh kortek adrenal . hormone ini meyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal yang mengakibatkan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung menyebabkan hipertensi.
Pada lansia, perubahan struktur dan fungsi pada system pembuluh darah
perifer tanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi.
Perubahan tersebut meliputi terosklerosisi, hilangnya elastitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang akan
menurunkan kemampuan distensi daya regang pembuluh darah. Hal
tersebut menyebabkan aorta arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodan volume darah yang di pompa oleh jantung (volume
sekuncup) sehingga terjadi penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer.
12

2.2.2.1 Evaluasi diagnostic

Riwayat dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sangat penting


retina harus di periksa dan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
mengkaji kemungkinan adanya kerusakan organ seperti ginjal dan jantung.
Hipertrofi ventrikel kiri dapat dikaji dengan elekrokardiografi protein
dalam urine dapat diteksi dengan urinalisa. Pemeriksaan khusus seperti
renogram, pieolagram intravena, arteriogram renal, pemeriksaan fungsi
ginjal terpisah, dan penentuan kadar urine dapat di lakukan untuk
mengidentifikasi pasien dengan penyakit renovaskuler.

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi Di Bagi


Dalam Dua Kelompok
Faktor yang melekat atau tidak dapat diubah seperti jenis kelamin,
umur, genetic dan faktor yang dapat diubah seperti bola makan, kebiasaan
olahraga dan lain-lain. Untuk terjadinya hipertensi perlu peran faktor
risiko tersebut secara bersama-sama (Common Underlying Risk Factor),
dengan kata lain satu faktor resiko saja belom cukup menyebabnya timbul
hipertensi (Depkes RI, 2003).

Menurut (Yundini, 2006). Saat ini terdapat kecenderungan pada


masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi di bandingkan
masyarakat pedesaan. Hal ini di antara lain di hubungkan dengan adanya
gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan dengan risiko hipertensi
seperti hipertensi seperti stress, obesitas, kurangnya olahraga, merokok,
alcohol, dan makan-makanan yang tinggi kadar lemaknya. Perubahan gaya
hidup seperti perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang
mengandung banyak lemak, protein, dan garam tinggi tetapi rendah serat
pangan, membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor berkembangnya
penyakit degenaratif seperti hipertensi.

2.2.4 Definisi Hipertensi Pada Lanjut Usia


Dalam rekomendasi penatalaksanaan hipertensi yang kesemuanya di
dasarkan atas bukti penelitian (evidence based) antara lain di keluarkan
13

oleh The Seventy Report Of The Joint National Committee On Prevention,


Detection, Evaluation, and Treatment Of High Blood Pressure (JNC-7),
2003, Word Health Organization/International Society Of Hypertension
(WHO-ISH), 1999, British Hypertension Society, European Society Of
Hypertensional European Society Of Cardiology (ESH/ESC), definisi
hipertensi sama untuk semua golongan umur. Pengobatan juga di dasarkan
bukan atas umur akan tetapi pada tingkat tekanan darah dan adanya risiko
kardiovaskuler yang ada pada pasien.

2.2.5 Hipertensi Pada Lanjut Usia


Jumlah penduduk berusia lebih dari 60 tahun Indonesia pada tahun
2010 mengalami kenaikan sebesar 400%, sehingga jumlahnya lebih di
bawah lima tahun (balita). Usia lanjut membawa konsekuensi
meningkatnya mordibitas dan mortolitas berbagai penyakit kardiovaskular.

TDS(tekanan darah sistolik) meningkat sesuai dengan peningkatan


usia, akan tetapi TTD (tekanan darah diastolic) meningkat seiring dengan
TDS sampai sekitar usai 55 tahun, yang kemudain menurun oleh karena
terjadinya proses kekakuan arteri akibat aterosklerosis. Sekitar usia 60
tahun dua pertiga pasien dengan hipertensi mempunyai hipertensi sistolik
terisolasi (HST), sedangkan di atas 75 tahun tiga perempat dari seluruh
pasien mempunyai hipertensi sistolik.

Di Negara maju saat ini tekanan darah yang terkontrol


(TDS<140,TTD<90 mmHg) hanya terdapat pada 20% pasien hipertensi.
Keberhasilan pengobatan yang rendah pada usia lanjut dan diakibatkan
juga oleh karena banyak dokter tidak mengobati hipertensi usia lanjut
sampai optimal (kurang dari 140/90 mmHg) mengingat kekuatiran
terjadinya efek samping.

Pada usia lanjut, prevelansi gagal ajntung dan strok tinggi, yang
keduanya merupakan kompikasi dipertensi. Oleh karena itu
pengobatannya hipertensi yang optimal sekali dalam mengurangi
mordibitas dan mortilitas kardiovaskuler.
14

2.2.6 Manfaat Pengobatan


Hipertensi pada usia lanjut sama seperti usia lainnya. Bahkan risiko
terjadinya komplikasi lebih besar. Terdapat hasil 2 penelitian yang
terkontrol yang memengaruhi cara pengobatan hipertensi sistolik pada usia
lanjut, yaitu Systolik Hypertension in the Elderly Program (SHEP) dan
Systolic Hypertension in Europe (Syst-Eur). Pada studi SHEP yang
melibatkan pasien dengan usia lebih 60 tahun dan TD lebih dari 160/90
mmHg. Pemberian diuretic klortalidon (tanpa atau dengan penghambat
beta) mengurangi kejadian anak stroke (36%). Gagal jantung (54%) infark
miokard (27%) dan seluruh komplikasi kardivaskular (32%) di
bandingkann dengan kelompok placebo.

Penurunan tekanan darah menghasilkan penurunan risiko mordibitas


maupun mortilitas akibat komplikasi kardiovaskular. Hasil-hasil dari
penelitian besar yang telah di lakukan pada hipertensi sistolik dan diastolic
menghasilkan penurunan risiko yang sama. Hal ini dapat di lihat pada
tabel di bawah ini, yang saat ini telah di anggap sebagai dasar pengobatan
hipertensi pada usia lanjut.

Pada analisis meta dari 8 studi pengobatan hipertensi dengan placebo


yang terkontrol dan melibatkan 15.693 usia lanjut yang di ikuti sampai 4
tahun, di dapatkan penurunan mordibitas dan mortilitas yang bermakna.
Pada yang di beri obat di dapatkan penurunan kejadian koroner (23%),
stroke (30%), kematian akibat kardiovaskuler (18%) dan seluruh kematian
(13%), terutama di usia lebih dari 70 tahun. Penurunan tekanan darah juga
bermanfaat pada usia di atas 80 tahun. Analisa meta pada intervensi pada
usia 80 tahun atau lebih, mendapatkan penurunan kejadian strok,
keseluruhan. Dari hasil penelitian terakhir Hypertension in the Very
Elderly Trial (HYVET, 2008). Pada pasien populasi usia sangat lanjut
yang berusia lebih dari 80 tahun, pengobatan hipertensi juga berhasil
mengurangi mordibitas dan mortolitas.
15

2.2.7 Sasaran Tekanan Darah

Pada hipertensi lanjut usia, penurunan TDD hendaknya


mempertimbangkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Sasaran yang
di ajukan pada JNCVI dimana pengedalian tekanan darah (TDS<,140
mmHg dan TDD<90 mmHg). Tampaknya terlalu ketat untuk penderita
lanjut usia. Sys-Eur trial merekomendasikan penurunan TDS < 10 mmHg
sebagai sasaran intermediet tekanan darah, atau penurunan sebanyak 20
mmHg dari tekanan darah awal.

2.2.8 Terapi Farmakologis

Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan


mempengaruhi metabolism dan distribusi obat, karenanya harus di
pertimbangkan dalam memberikan obat anti hipertensi. Hendaknya
pemberian obat di mulai dengan dosis kecil dan kemudian di tingkatkan
secara perlahan. Menurut JNC VI pilihan pertama untuk pengobatan pada
penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretic atau penyekat beta. Pada
HST, di rekomendasikan penggunaan diuretic dan antagonis kalsium.
Antagonis kalsium nikardipin dan diuretic tiazid sama dalam menurunkan
angka kejadian kardiovaskuler. Adanya penyakit penyerta lainnya akan
menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat antihipertensi. pada penderita
dengan penyakit jantung koroner, penyekat beta mungkin sangat
bermanfaat namun demikian terbatas penggunaannya pada keadaan-
keadaan seperti penyakit arteri tepi, gagal jantung atau kelainan bronkus
obstruktif. Pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi jantung dan
gagal jantung kongestif, diuretic, penghambat ACE (angiontension
convening enzyme) atau kombinasi keduanya merupakan pilihan terbaik.
Obat –obatan yang mneyebabkan perubahan tekanan darah postural
(penyekat adrenergic perifer, penyekat alfa dan diuretic dosis tinggi) atau
obat – obatan yang dapat menyebabkan disfungsi kognitif (agonis 2
sentral) harus di berikan dengan hati-hati. Karena pada lanjut usia sering di
temukan penyakit lain pemberian lebih dari satu jenis obat, maka perlu di
perhatikan adanya interaksi obat antara antihipertensi dengan obat lainnya.
16

Obat yang potensial memberikan efek antihipertensi misalnya : obat anti


psikotik terutama fenotiazin, antidepresan khususnya trisklik, L-dopa,
benzodiapezin, baklofen dan alcohol. Obat yang di berikan efek antagonis
antihipertensi adalah:

a. Tiazid :teofilin meningkatkan risiko hipokalemia, lithium risiko


toksisitas meningkat, karbamazepin risiko hiponatremia
menurun
b. Penyekat beta: verapamil menyebabkan bradikardia, asistole
hipotensi, gagal jantung: digoksi memperberat bradikardia,
obat hipoglikemik oral meningkat efek hipoglikemia, menutupi
tanda peringatan hipoglikemia (RA Tuty Kuswardhani).
2.2.9 Manifestasi Klinis

Pada pemeriksaan fisik kemungkinan tidak akan di jumpai adanya


suatu kelainan yang nyata selain tekanan darah yang tinggi akan tetapi dapat
pula di temukan perubahan pada retinan seperti perderahan, eksudat
(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah dan pad kasusu berat
edema pupil (edema pada diskus optikus). Seseorang yang mengalami
hipertensi kadang tidak menampakkna gejala samapi bertahun-tahun. Gejala
muncul biasanya si yang khas sesuai system dengan timbul adanya
kerusakan vaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Penyakit arteri
koroner dengan angina adalah gejala yang paling sering menyertai
hipertensi.

2.3 Lanjut Usia


2.3.1 Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut di katakana sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusi (Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut Pasal 1
ayat (2), (3), (4) UU No. 13 tahun 1998 tentang kesehatan di katakana
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun. (buku mengenal usia lanjut dan perawatannya).
17

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia


tidak secara tiba-tiba menjadi dua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak,
dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik
dan tingkah laku yang dapat di ramalkan yang terjadi pada semua orang
pada saat merekan mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.
Lansia merupakan suatu prose salami yang di tentukan oleh tuhan Maha
Esa. Semua orang akan mengalami proses terjadi menjadi tua dan masa tua
merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Di masa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap.

Pengertian lansia beragam tergantung kerangka pandang individu.


Orang tua yang berusia 35 tahun dapat di anggap tidak mudah lagi. Orang
sehat aktif berusia 65 tahun mungkin di menganggap usia 75 tahun sebagai
permulaan lanjut usia (Brunner dan Suddart, 2001). Menurut Surini &
Utomo (2003), lanjut usia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap
lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan di jalani semua individu, di
tandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
stress lingkungan.

Menurut Reimer et al (1999); Stanley and Beare (2007),


mendefinisikan lansia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang
mengaggap bahwa orang telah tua jika menunjukkan cirri fisik seperti
rambut beruban, kerutan kulit dan giginya hilang. Dalam peran masyarakat
tidak bisa bila melaksanakan fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang
tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi produktif, dan untuk wanita
tidak dapat memnuhi tugas rumah tangga. Criteria simbolik seseorang di
anggap tua ketika cucu pertamanya lahir. Dalam masyarakat kepulauan
pasifik, seseorang di anggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala garis
keturunan keluarganya.

2.3.2 Batasan Lanjut Usia


WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usai
kronologis/biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle
age) antara usia (elderly) berusia antara 60 tahun dan 74 tahun, lanjut usia
18

(old) usia 75-90) tahun, dan usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.
Sedangkan Nugroho (2000) menyimpulkan pembagian umur berdasarkan
pendapat beberapa ahli, bahwa yang di sebut lanjut usia adalah orang yang
telah berumur 65 tahun ke atas.

Menurut prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia di


kelompokkan menjadi usia dewasa muda (Elderly Adulhood), 18 tahun 29-
25 tahun, usia dewasa penuh (Middle Years). Atau 29-25 tahun maturitas,
25-60 tahun atau 65 tahun, lanjut usia (Geriactric Age).Lebih dari 65 tahun
atau 70 tahun yang di bagi lagi lengan 70-75 tahun (Young Old), lebih dari
80 (Very Old).

Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 seorang dapat di nyatakan


sebagai seorang jomblo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai
umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri
untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.
UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia bahwa lansia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

2.3.3 Tugas Perkembang Lanjut Usia


Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembanga khusus,
hal ini di sebabkan oleh Burnside (1979), Duvall (1977) dan Havighurst
(1953) di kutip oleh potter dan perry (2005). Tujuh kategori utama tugas
perkembangan lansia meliputi:

1. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan


Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya
penuanaan system tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini
tidak di kaitkan dengan penyakit, tetapi hal ini adalah normal.
Bagaimana meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit dengan
pola hidup sehat.
2. Menyesuaikan terhadap masa pension dan penurunan pendapatan
Lansia umumnya pension dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena
itu mungkin perlu untuk meyesuaikan dan membuat perubahan karena
19

hilangnya peran bekerja. Bagaimanapun. Karena pensiunan ini biasanya


telah antisipasi, seseorang dapat berencana ke depan untuk partisipasi
dalam konsultasi atau beraktivitas sukarela, mencari minat dan hobi
baru, dan melanjutkan pendidikannya. Meskipun kebanyakan lansia di
atas garis kemiskinan, sumber financial secara jelas mempengaruhi
permasalahan dalam masa pension.
3. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan
Mayoritas lansia di hadapkan pada kematian pasangan, teman dan
kadang anaknya. Kehilangan ini sering sulit di selesaikan, apalagi bagi
lansia yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang
meninggalkan nya dan sangat berarti bagi dirinya. Dengan membantu
lansia melalui proses berduka, dapat membantu mereka menyesuaikan
diri terhadap kehilangan.
4. Menerima diri sendiri sebagi individu lansia
Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menenriam diri sendiri
selama penuaan, mereka dapat perlihatkan ketidakmampuan sebagai
koping dengan menyangkal penurunan fungsi, meminta cucunya untuk
tidak memanggil mereka “nenek” atau menolak meminta bantuan dalam
tugas yang menempatkan keamanan mereka pada resiko yang besar.

2.3.4 Tipe-Tipe Lanjut Usia

1. Tipe Arif Bijaksana


Kaya dengan hikmah pengalaman menyesuaikan diri dengan
perubahan jaman, mempunyai kesibukkan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

2. Tipe Mandiri
Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-
kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan,serta
memenuhi undangan.

3. Tipe Pasrah
20

menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis


gelap dating terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki,
pekerjaan apa saja di lakukan.

4. Tipe Bingung
kaget kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif mental, sosial dan ekonominya.

Tipe antara lain :

a. Tipe Optimis
b. Tipe Konstruksi
c. Tipe keuntungan (dependent).
d. Tipe Defensif
e. Tipe militant dan serius
f. Tipe marah atau frustasi (The Angry Man).
g. Tipe Putus Asa (Benci pada diri sendiri) atau self heating man.
Penggolongan lanjut usia menurut Nugroho, 2000 di bagi dalam 2
golongan:

1. Serat Werdatama (Mangun Negoro IV)


H.I Widyapranata mengutip serat Werdatama yang menyebutkan:
a. Wong Sepuh.
Orang tua yang sepi hawa nafsu, mengusai ilmu “dwi
tunggal”, yakni mempu membedakan antara baik dan buruk,
antara sejati dan palsu dan antara Gusti (tuhan) dan kawulnya.
b. Tua Sepah.
Orang tua yang kosong, tidak tahu rasa, bicaranya muluk-
muluk tanpa isi, tingkah lakunya di buat-buat dan berlebih-lebihan
serta melakukan.
2. Serat Kalatida (Ronggo Warsito).
a. Orang yang berbudi sentosa
Orang tua yang meskipun di ridhoi tuha dengan rejeki,
namun tetap berusaha terus menerus di sertai ingat dan waspada.
21

b. Orang lemah.
Orang tua yang berputus asa, sudah tua mau apa, sebaiknya
hanya menjauhkan diri dari keduniawian, supaya mendapat kasih
saying tuhan.

`Tipe kepribadian lanjut usia menurut Kuntjoro 2002 sebagai berikut :

a. Tipe kepribadian konstruktif (construction personality)


Orang ini memiliki integritas baik, menikmati hidupnya, toleransi tinggi
dan fleksibel. Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang
dan mantap sampai sangat hangat. Tipe kepribadian ini biasanya di mulai
dari masa mudanya. Lansia bisa menerima fakta proses menua dan
menghadapi masa pension dengan bijaksana dan menghadapi kematian
dengan penuh kesiapan fisik dan mental.
b. Tipe kepribadian mandiri (independent personality)
Pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrome, apalagi
jika ada masa lansia tidak di sisi dengan kegiatan yang dapat memberikan
otonomi.
c. Tipe kepribadian tergantung (dependent personality)
Tipe biasanya sangat di penuhi kehidupan keluarga, apabila kehiupan
keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi
jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang di tinggalkan akan
menjadi sedih yang mendalam. Tipe lansia senang mengalami pension,
tidak punya inisiatif, pasif tetapi masih tahu diri dan masih dapat di terima
oleh masyarakat.
d. Tipe kepribadian bermusuhan (hostile personality)
Lanjut usia pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas
dengan kehidupannya, bayak keinginan yang tidak di perhitungan
sehingga kondisi ekonominya menurun. Mereka menganggap orang lain
yang meyebabkan kegagalan, selalu mengeluh dan curiga. Menjadi tua
tidak ada yang di anggap baik, takut mati dan iri hati dengan yang muda.
e. Tipe kepribadian defensive
22

Tipe ini selalu menolak bantuan, emosinya tidak terkontorl, bersifat


kompulsif aktif. Mereka takut menjadi tua dan tidak menyenangi masa
pension.
f. Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality)
Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri
sulit di bantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya. Selalu
menyalahkan diri, tidak memilii ambisi dan merasa korban dari keadaan.
(Lilik Ma’rifatul Azizah, keperawatan lanjut usia ,2011).
2.3.4 Mitos dan Stereotip Seputar Lansia
Menurut (Sheira Saul, 1974) dalam (Nugroho, 2000) mitos-mitos
seputar lansia antara lain sebagai berikut.
1. Mitos kedamaian dan ketenangan
Adanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati hidup,
hasil kerja, dan jerih payahnya di masa muda. Berbagai guncangan
kehidupan seakan-akan sudah berhasil di lewati. Kenyataannya, sering
di temui lansia yang mengalami stress karena kemiskinan dan berbagai
keluhan serta penderitaan karena penyakit.
2. Mitos konservatif dan kemunduran
Konservatif berarti kolot, bersikap empertahankan kebiasaan, tradisi
dan keadaan yang berlaku. Adanya anggapan bahwa para lansia itu
tidak kreatif, menolak inovasi, beroriaentasi ke masa silam, kembali ke
masa kanak-kanak, sulit berubah, keras kepala, dan crewet.
Kenyataannya, tidak semua lansia bersikap dan mempunyai pikiran
demikian.
3. Mitos berpenyakitan
Adanya anggapan bahwa masa tua di pandang sebagai masa degenarasi
biologis yang di sertai berbagai penyakit dan sakit-sakitan.
Kenyataannya, tidak semua lansia berpenyakitan. Saat ini sudah
banyak jenis pengobatan serta lansia berpenyakitan. Saat ini sudah
banyak jenis pengobatan serta lansiayang rajin melakukan pemeriksaan
berkala sehingga lansia tetap sehat dan bugar.
4. Mitos senilitas
23

Adanya anggapan bahwa para lansia sudah pikun. Kenyataannya,


banyak yang masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat,
karena banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan daya
ingat.
5. Mitos tidak jatuh cinta
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta dan
bergailah kepada lawan jenis. Kenyataannya, perasaan dan emosi
setiap orang berubah sepanjang masa serta perasaan cinta tudak
berhenti hanya karena menjadi tua.
6. Mitos aseksualitas
Adanya anggapan bahwa pada lansia hubungan seks menurun, minat,
dorongan, gairah, kebutuhan, dan daya seks berkurang. Kenyataannya,
kehidupan seks para lansia normal-normal saja dan tetap bergailah, hal
ini di buktikan dengan banyknya lansia yang di tinggal mati oleh
pasangannya, namun masih ada rencana ingin menikah lagi.
7. Mitos ketidak produktifan
Adanya anggapan bahwa para lansia tidak produktif lagi.
Kenyataannya, banyak para lansia yang mencapai kematangan,
kemantapan, dan produktivitas mental maupun material.

Mitos- mitos di atas harus di sadari perawat dalam memberikan


asuhan keperawatan, karenan banyak kondisi lansia yang sesuai dengan
mitos tersebut dan sebagian lagi tidak mengalaminya. (Menganal Usia
Lanjut dan Perawatannya, 2008).

2.3.5 Pembinaan Kesehatan Lansia

Tujuannya meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan


untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna kehidupan keluarga
dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam masyarakat (Depkes RI,
2003).
24

2.3.5.1 Sasaran

1. Sasaran langsung
a. Kelompok pralansia (45-59 tahun).
b. Kelompok lansia (60 tahun ke atas).
c. Kelompok lansia dengan risiko tinggi (70 tahun ke atas)
2. Sasaran tidak langsung
d. Keluarga di mana usia lanjut berada.
e. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut
f. Masyarakat
2.3.5.2 Pedoman pelaksanaan

1. Bagi petugas kesehatan


a. Upaya promotif, yaitu upaya menggairahkan semangat hidup para
lansia agar merasa tetap di hargai dan berguna, baik bagi dirinya,
keluarga, maupun masyarakat.
b. Upaya Preventif, yaitu upaya pencegahan terhadap kemungkinan
terjadinya kompilkasi dari penyakit-penyakit yang di sebabkan oleh
proses penuaan.
c. Upaya Kuratif, yaitu upaya pengobatan yang penanggulangannya
perlu melibatkan multidisiplin ilmu kedokteran.
d. Upaya Rehabilitatif, yaitu upaya untuk memulihkan fungsi organ
tubuh yang telah menurun.
2. Bagi lansia itu sendiri
Untuk kelompok pralansia, membutuhkan informasi sebagai berikut.
a. Adanya proses penuanaan
b. Pentingnya pemeriksaan kesehatan secara berkala
c. Pentingnya melakukan diet dengan menu seimbang
d. Pentingnya meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat.
Untuk kelompok lansia, membutuhkan informasi sebagai berikut.
a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala
b. Kegiatan olahraga
c. Pola makan dengan menu seimbang
25

d. Perlunya alat bantu sesuai dengan kebutuhan


e. Pengembangan kegemaran sesuai dengan kemampuan.
Untuk kelompok lansia, membutuhkan informasi sebagai berikut.
a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala
b. Kegiatan olahraga
c. Pola makan dengan menu seimbang
d. Perluanya alat bantu sesuai dengan kebutuhan
e. Pengembangan kegemaran sesuai dengan kemampuan.
Untuk kelompok lansia dengan resiko tinggi, membutuhkan informasi
sebagai berikut.
a. Pembinaan diri sendiri dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi
dan melakukan aktivitas, baik dalam maupun di luar rumah
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
c. Latihan kesegaran
d. Pemakaian alat bantu sesuai kebutuhan
e. Perawatan fisioterapi
3. Bagi keluarga dan lingkungannya
a. Membantu mewujudkan peran serta kebahgaian dan kesejahteraan
lansia
b. Usaha pencegahan di mulai dalam rumah tangga
c. Membimbing dalam keperawatan kepada tuhan yang maha Esa
d. Melatih berkarya dan menyalurkan hobi
e. Menghargai dan kasih saying terhadap para lansia.
3.3.6 Hal-hal Yang Perlu Di perhatikan Lansia
Berikut ini adalah hal-hal yang harus di perhatikan oleh lansia
berkaitan dengang perilaku yang baik (adaptif) dan tidak baik
(maladaptive).

1. Perilaku yang kurang baik


a. Kurang berserah diri
b. Pemarah, merasa tidak puas, murung, dan putus asa
c. Sering menyendiri
d. Kurang melakukan aktivitas fisik atau olahraga/ kurang gerak
26

e. Makan tidur teratur dan kurang minum


2. Perilaku yang baik
a. Mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa
b. Mau menerima keadaan, sabar dan optimis, serta meningkatkan
rasa percaya dri dengan melakukan kegiatan yang sesuai dengan
kemampuan
c. Menjalin hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat
d. Melakukan olahraga ringan setiap hari
e. Makan dengan porsi sedikit tetapi seiring, memilih makanan yang
sesuai, serta banyak minum
f. Berhenti merokok dan meminum minuman keras
g. Minumlah obat sesuai anjutan dokter atau petugas kessehatan
h. Mengembangkan hobi sesuai kemampuan
i. Tetapi bergairah dan memelihara kehidupan seks
j. Memeriksakan kesehatan secara teratur
3. Manfaat perilaku yang baik
a. Lebih takwa dan tenang
b. Tetap ceria dan banyak mengisi waktu luang
c. Keberadaannya tetap diakui oleh keluarga dan masyarakat
d. Kesegaran dan kebugaran tubuh tetap terpelihara. (mengenal usia
lanjut dan perawatannya, 2008)
27

2.4 Kerangka Pikir Faktor yang


Mempengaruhi
hipertensi :

1. Jenis
kelamin
2. Umur
Gaya Hidup
3. Genetic

Gaya hidup yang


Gaya Hidup Pada Penderita
tidak sehat dapat
Hipertensi Pada lanjut Usia Di
menyebabkan
Desa Sebaung Kacamatan
terjadinya makanan,
Gending Kabupaten
aktivitas, fisik, stress
Probolinggo
dan merokok

Hal-hal yang perlu di


perhatikan lansia

1. Perilaku yang kurang


baik (makan tidur
teratur dan kurang
minum)
2. Perilaku yang baik
(berhenti merokok dan
meminum keras)

Bagan 2.1 Kerangka Pikir gaya hidup pada penderita hipertensi pada lanjut usia di
desa sebaung kacamatan gending kabupaten probolinggo.
28

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian adalah rencana menyeluruh peneliti untuk memperoleh
jawaban dari pertanyaan penelitian dan untuk menguji hipotesis penelitian
(Nursalam, 2010).
Desain penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang
dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa
diterapkan, dipergunakan sebagai petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan
penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab pertanyaan penelitian
(Nursalam, 2010).
Strategi atau pendekatan penelitian yang dipakai dalam karya ilmiah ini
adalah pendekatan penelitian kualitatif dengan strategi penelitia case study
research yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis maupun lisan dari responden dan melakukan studi pada situasi alami.
Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif
dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih
ditonjolkan dalam penenlitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai
pemandu agar focus penelitian sesuai dengan fakta dilapangan. Selain itu,
landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar
penelitian dan sebagai pembahasan hasil penelitian.
Penelitian kualitatif jauh lebih subjektif dari pada penelitian kuantitatif dan
menggunakan metode sangat berbeda dari pengumpulan informasi, terutama
individu dalam menggunakan wawancara secara mendalam dan grup focus. Sifat
dari jenis ini adalah penelitian terbuka dilakukan dalam jumlah relative kelompok
kecil yang diwawancarai secara mendalam.
29

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rumah Desa Sebaung Kacamatan
Gending kabupaten probolinggo.
Waktu Penelitian
Tabel 3.1 Jadwal Penyusunan KTI
Bulan
No Kegiatan
Sept Maret Mei Juni Juli
1. Pembuatan Proposal
2. Study Pendahuluan
3. Ujian Proposal KTI
4. Pelaksanaan Penelitian
5. Penyusunan Laporan
6. Ujian Hasil Penelitian
7. Perbaikan KTI
8. Pengumpulan KTI

Waktu penelitian ini sudah dilaksanakan pada 13- 20 juni 2019


3.3 Setting Penelitian
Setting dalam penelitian ini berada di desa sebaung kacamatan gending
kabupaten probolinggo.
3.4 Subjek Penelitian atau Partisipan
Metode ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi pendekatan Case
Study Research atau studi kasus maka ditetapkan subyek didalam penelitian ini
yang berjudul gaya hidup pada penderita hipertensi pada lanjut usia di desa
sebaung kacamatan gending kabupaten probolinggo. Dengan kriteria Subyek
utama yaitu lansia yang berusai di atas 50 tahun,keluarga menetap di desa sebaung
kacamatan gending kabupaten probolinggo.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara yang di gunakan peneliti dalam
mengumpulkan data penelitian. Metode pengumpulan data sangat di tentukan
oleh jenis penelitian. Penelitian kualitatif menggunakan beberapa metode
yaitu wawancara mendalam (indeep interview). Observasi partisipasipan dan
diskusi kelompok terarah (focus group discusion). Variable yang di ukur dan
30

tujuan pengukuran juga menentukan pilihan metode mengumpulan data.


Misalnya mengukur variable perilaku responden sangat tepat di lakukan
dengan metode observasi, mengetahui sikap menggunakan metode kuedioner,
sedngakan untuk mengatahui pendapat atau persepsi respondan dapat di
lakukan menggunakan wawancara. (Kelana Kusuma Dharma, 2013).
3.6 Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data yang di lakukan denga
cara berinteraksi, bertanya dan mendengarkan apa yang di sampaikan secara
lisan oleh responden atau partisipan. Metode wawancara merupakan pilihan
yang tepat jika ingin mendapatkan data yang mendalam atau ingin
memperjelas terhadap sesuatu yang diamati dari responden atau partisipan.
Metode wawancara merupakan pilihan yang yang terhapat jika ingin
mendapatkan data yang mendalam atau ingin memperjelas terhadap sesuatu
yang diamati dari responden. Metode ini sering digunakan untuk mengetahui
pendapata, pendapat pandangan, pengalaman atau persepsi responden tentang
suatu permasalahan. Jika pada merode observasi dapat terjadi kesalahan
interpretasi terhadap perilaku responden, sedangkan dengan metode
wawancara dapat mengurangi kesalahan interpretasi tersebut (Kelana Kusuma
Dharma, 2012). Kelebihan dan kekurangan merode wawancara
a. Kelebihan metode wawancara antara lain :
1) Partisipan diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan
yang panjang dan detail, sehingga dapat menggali data tentang
suatu permasalahan secara lebih mendalam
2) Dapat di gunakan untuk enggali data atau pertanyaan yang bersifat
sensitive
3) Efektif digunakan pada partisipan yang tidak dapat membaca atau
menulis
4) Mencegah terjadinya kesalahanpahaman partisipan terhadap
pertanyaan yang diajukan.
b. Kelemahan metode wawancara antara lain :
31

1) Tidak dapat di gunakan untuk mengumpulkan data yang banyak


partisipan dalam satu waktu, sehingga memerlukan waktu yang
lebih lama
2) Kedalaman dan kualitas data sangat tergantung dari kemampuan
wawancara dalam membina hubungan komunikasi yang baik dana
kemampuan menggali informasi dan partisipan.
3) Data sangat di pengaruhi oleh interpretasi pewawancara terhadap
jwaban partisipan, sehingga subjektifitas cukup tinggi.
3.7 Observasi
Metode observasi sering di gunakan untuk mengetahui perilaku
individu dalam suatu kelompok, menilai forma individu dalam bekerja atau
melakukan suatu kegiatan, mengetahui proses interaksi dalam suatu
kelompok dan lain sebagainya. Metode ini juga di gunakan untuk
memperkuat atau mengklarifikasi data yang di peroleh melalui metode
kuesioner.penggunaan lebih lebih dari satu metode pengumpulan data dalam
penelitian di sebut sebagai triangulasi. Ketika ingin menyakinkan kebenran
pendapat responden melalui kuesioner, maka kita dapat menggunakan
metodeobservasi, kesesuaian data yang di peroleh melalui metode angkat dan
metode observasi, menujukkan kebenaran informasi yang di sampai kan
responden.
Terdapat 2 metode observasi yaitu :
a. Observasi sistematis
Observasi sistematis adalah pengamatan yang di lakukan
menggunakan pedoman atau kerangka observasi yang berisi aspek
perilaku yang tercantum 3dalam pedoman observasi, sehingga informasi
yang di hasilkan dari pengamatan lebih terarah, spesifik dan mendalam
pada aspek-aspek yang ingin di ketahui. Metode ini juga sering di gunakan
untuk mengobservasi manifestasi klinis sebagai outcome pada penelitian
eksperimen. Misalnya penelitian tentang “efektifitas perawatan luka
menggunakan madu asli terhadap penyembuhan khusus diabetikum pada
pasien diabetets Melitus”.bpada penelitian ini peniliti dapat menggunakan
metode observasi sistematis dengan suatu pedoman observasi sitematis
32

dengan suatu pedoman observasi menentukan derajat penyembuhan luka.


Pedoman observasi disusun berdasarkan indicator-indikator penyembuhan
luka, seperti luas permukaan, volume luka, eksudasi dan derajat garnulasi.
b. Observasi partisipatif
Observasi partisipatif adalah observasi yang di lakukan dengan cara
masuk ke dalam kehidupan partisipan atau subjek penelitian kemudian
mengamati apa yang di lakukan oleh subjek untuk mengidentifikasi suatu
variable. Pada metode ini observer secara aktif mengikuti aktivitas-
aktivitas yang di lakukan oleh partisipan, merasakan apa yang di alami
oleh partisipan kemudian mengobservasi perilaku dan interaksi-interaksi
sosial yang terjadi dalam kelompok yang di amati. (Rulam Ahmadi, 2014).
3.8 Alat Perekam
Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar
peneliti dapat berkonsentrasi pada saat pengambilan data tanpa harus berhenti
untuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan data, alat
perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari subjek untuk
mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung. Alat perekam
yang digunakan pada saat melakukan penelitian dengan menggunakan
handphone tipe samsung galaxy j3.
Dalam penelitian terdapat dua tahap penelitian, yaitu:
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pertama peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun
berdasarkan dimensi kebermaknaan hidup sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi subjek, pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan
mendasar yang nantinya akan berkembang dalam wawancara. Pedoman
wawancara yang disusun, ditujukan kepada yang lebih ahli dalam hal ini
adalah pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman
wawancara dan mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara. Tahap
persiapan selanjutnya adalah peneliti membuat pedoman observasi yang
disusun berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku subjek selama
wawancara dan observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta
pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan pencatatan langsung yang
33

dilakukan pada saat peneliti melakukan observasi. Namun apabila tidak


memungkinkan maka peneliti sesegera mungkin mencatatnya setelah
wawancara.
Peneliti selanjutnya mencari subjek yang sesuai dengan karakteristik
subjek penelitian. Untuk itu sebelum wawancara dilaksanakan peneliti
bertanya kepada subjek tentang kesiapannya untuk diwawancarai. Setelah
subjek bersedia untuk diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan
subjek tersebut mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Peneliti membuat kesepakatan dengan subjek mengenai waktu dan
tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat.
Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahkan hasil rekaman
berdasarkan wawancara dalam bentuk verbatim tertulis. Selanjutnya peneliti
melakukan analisis data dan interprestasi data sesuai dengan langkah-langkah
yang dijabarkan pada bagian metode analisis data diakhir bab ini. Setelah itu,
peneliti membuat dinamika psikologis dan kesimpulan yang dilakukan,
peneliti memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
3.9 Metode Uji Keabsahan Data (Uji Trigulasi Sumber)
Studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Empat
kriteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan dalam suatu penelitian
pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut adalah sebagai berikut:
3.9.1 Keabsahan Konstruk (Construct Validity)
Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa yang
berikut benar-benar merupakan variable yang ingin diukur. Keabsahan ini
juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu
caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut
Arikunto (2010) ada 4 macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk
mencapai keabsahan, yaitu:
1. Triangulasi Data
34

Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil


wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari
satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda. Pada
penelitian ini triangulasi data yang digunakan adalah suami dari ibu
hamil primigravida.
2. Triangulasi Pengamat
Adanya pengamat diluar peneliti yang turut memeriksa hasil
pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing studi kasus
bertindak sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan
masukan terhadap hasil pengumpulan data.
3. Triangulasi Teori
Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa
data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini,
berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan
menguji terkumpulnya data tersebut.
4. Triangulasi Metode
Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti
metode wawancara dan metode observasi.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih menggunakan triangulasi
metode, yakni dengan cara melakukan wawancara pada saat melakukan
penelitian dan ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancara
dilakukan.
3.9.2 Keabsahan Internal
Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa
jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang
sesungguhnya. Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan
interprestasi yang tepat. Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif
akan selalu berubah dan tentunya akan mempengaruhi hasil dari penelitian
tersebut. Walaupun telah dilakukan uji keabsahan internal, tetap ada
kemungkinan munculnya kesimpulan lain yang berbeda.
35

3.9.3 Keabsahan Eksternal (Eksternal Validity)


Keabsahan eksternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat
digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif
memiliki sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, tetapi dapat dikatakan
memiliki keabsahan eksternal terhadap kasus-kasus ini selama kasus tersebut
memiliki konteks yang sama.
3.9.4 Keajegan (Rabilitas)
Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian
berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang penelitian
yang sama sekali lagi. Dalam penelitian ini, keajegan mengacu pada
kemungkinan penelitian selanjutnya memperoleh hasil yang sama apabila
penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek yang sama. Hal ini
menunjukkan bahwa konsep kegiatan keajegan penelitian kualitatif selain
menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan
pengolahan data.
3.10 Metode Analisis Data
Secara umum, menurut Neuman (2000:426) analisa data merupakan
suatu pencarian pola-pola dalam data, yaitu perilaku yang muncul, objek-
objek, atau badan pengetahuan (a body of knowleigde). Sekali suatu pola itu
diidentifikasi, pola itu di interpretasi ke dalam isoris atau latar tlah-istlah
teori sosial atau latar di mana teori sosial itu terjadi. Peneliti kualitatif
pindah dari deskripsi peristiwa historis atau latar sosial ke interpretasi
maknanya yang lebih umum. Analisa data mencakup menguji, mayortir,
mengategorikan , mengevaluasi, membandingkan, mensintesikan, dan
merenungkan data yang di rekam juga merenungkan data yang di rekam
juga meninjau kembali data mentah dan terekam. Spradley
1. Mengorganisasikan data
Penelitian mendapatkan data langsung dari subjek melalui
wawancara mendalam (indepth interviewer), dimana tersebut direkam
dengan tape recorder dibantu alat tulis lainnya. Kemudian dibuatkan
transkipnya dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman
menjadi bentuk tertulis secara verbatim. Data yang telah didapat dibaca
36

berulang-ulang agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah
didapatkan.
2. Pengelompokan berdasarkan kategori, tema dan pola jawaban
Pada tahap ini dibutuhkan pengertian yang mendalam terhadap
data, perhatian yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang
muncul diluar apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan
pedoman wawancara, peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis
sebagai acuan dan pedoman dalam melakukan coding. Dengan pedoman
ini, peneliti kemudian kembali membaca transkip wawancara dan
melakukan coding, melakukan pemulihan data yang relevan dengan
pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dengan penjelasan
singkat, kemudian dikelompokkan atau dikategorikan berdasarkan
kerangka analisis yang telah dibuat.
Pada analisis ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang
diteliti. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman
terhadap hal-hal yang diungkapkan oleh responden. Data yang telah
dikelompokkan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh
dan ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti
dapat menangkap pengalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi
pada subjek.
3. Menguji asumsi atau permasalahan yang ada terhadap data
Setelah kategori pola dan tergambar dengan jelas, peneliti
menguji data tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam
penelitian ini. Pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisis
ditinjau kembali berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam
bab II, sehingga dapat dicocokkan apakah ada kesamaan antara landasan
teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini tidak
memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat
asumsi-asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan faktor-
faktor yang ada.
37

4. Mencari alternatif penjelasan bagi data


Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi
terwujud, peneliti masuk ke dalam penjelasan. Dan berdasarkan
kesimpulan yang telah didapat dari kaitannya tersebut, penulis merasa
perlu mencari sesuatu alternatif penjelasan lain tentang kesimpulan yang
telah didapat. Sebab dalam penelitian kualitatif memang selalu ada
alternatif penjelasan yang lain dari analisis, ada kemungkinan terdapat
hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak terpikir sebelumnya.
Pada tahap ini dijelaskan dengan alternatif lain melalui referensi atau
teori-teori lain. Alternatif ini akan sangat berguna pada bagian
pembahasan, kesimpulan, dan saran.
5. Penulis hasil penelitian
Penulisan data subjek yang telah berhasil dikumpulkan
merupakan suatu hal yang membantu penulis untuk memeriksa kembali
apakah kesimpulan yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini,
penulis yang dipakai adalah persentase data yang didapat, yaitu
penulisan data-data hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam
dan observasi dengan subjek dan significant other, dibaca berulang
sehingga penulis mengerti benar permasalahnnya, kemudian dianalisis
sehingga didapat gambaran mengenai penghayatan pengalaman dari
subjek. Selanjutnya dilakukan interprestasi secara keseluruhan dimana
didalamnya mencakup keseluruhan kesimpulan dari hasil penelitian.
3.11 Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, setelah mendapat rekomendasi dari
Akper Hafshawaty Zainul Hasan Genggong, kemudian dilanjutkan dengan
mengajukan ijin kepada Bankes Bangpol untuk mendapatkan persetujuan.
Selanjutnya peneliti mengadakan pendekatan kepada subjek untuk
koordinasi. Setelah disetujui kusioner dikirim ke subjek yang diteliti dengan
menekankan pada masalah etika yang meliputi:
1. Informedconsent (Lembar Persetujuan Penelitian)
Lembar persetujuan penelitian diberikan kepada responden.
Tujuannya adalah subjek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta
38

dampak yang diteliti selama penumpukan data. Jika subjek bersedia


diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subjek
menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap
menghormati haknya.
2. Ananomity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan
mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data dan
kusioner yang diisi oleh subjek.

3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subjek dijamin oleh peneliti.
39

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Subyek Pertama
1. Informasi Umum Subyek
Nama :Ny. A
Usia : 58 Tahun
Status : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Perkerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Alamat : Sebaung

2. Gambaran Umum Subyek Pertama


Subyek Pertama berusia 58 tahun, seorang istri yang saat ini
sedang melakukan pekerjaan ibu rumah tangga, subyek ibu rumah tangga
sekaligus seorang pedangang di sembako di rumahnya, subyek
mempunyai riwayat penyakit hipertensi semenjak umur 57 tahun, sudah
dapat 1 tahun, subyek tinggal bersama suami,anak dan menantunya yang
saat ini hamil.

3. Pelaksanaan Observasi Subyek


1) Observasi hari pertama
Hari/Tanggal : Rabu, 13 Juni 2019

Waktu : Jam 15.00 WIB

Tempat : Di desa sebaung kacamatan gending kabupaten


probolinggo

Observer : Peneliti
40

2) Observasi hari ke dua


Hari/Tanggal : Kamis,14 juni 2019

Waktu : Jam 17.20 WIB

Tempat : Di desa sebaung Kecamatan gending kabupaten

Probolinggo

Observasi : Peneliti

3) Observasi Hari ke tiga


Hari/Tanggal : Jumat, 15 juni 2019

Waktu : Jam 17:21 WIB

Tempat : Di Desa Sebaung Kecamatan Gending Kabupaten

Probolinggo

Observer : Peneliti

4. Hasil Penelitian Subyek Pertama


a. Observasi Terhadap Subyek
Pada saat dilakukan observasi, subyek berperawakan sedang, kulit
sawo matang tampak sehat. Pada saat peneliti datang kerumah subyek
berpakaian rapi dan bersih. Subyek sedang bersantai dengan anak dan
mantunya diruang tamu, kemudian saat peneliti datang subyek
mempersilahkan peneliti masuk rumahnya dan mempersilahkan
peneliti duduk. Peneliti mengatakan maksud dan tujuan akan
dilakukan wawancara terhadap subyek kemudian peneliti melakukan
wawancara kepada subyek. Selama wawancara berlangsung subyek
terlihat antusias dan menjawab semua pertanyaan yang peneliti
tanyakan terkait dengan Gaya Hidup Pada Penderita Hipertensi Pada
Lanjut Usia.
41

Subyek pertama berusia 58 Tahun, seorang ibu rumah tangga dan


sekaligus pedagang sembako di rumahnya, subyek adalah seorang
istri atau ibu rumah tangga, subyek tinggal bersama dengan
suami,anak dan mantunya yang saat ini sedang hamil subyek
mengatakan mengalami sakit hipertensi semenjak umur 58 tahun
sudah sampai 1 tahun, Dulu subyek itu suka makan asin, terus
bapaknya dulu juga mempunyai darah tinggi juga bahkan sampek
stroke.

b. Observasi Terhadap Setting


Observasi dilakukan dirumah subyek yaitu di ruang tamu karena
tempatnya yang nyaman. Percakapan dilakukan setelah subyek
melakukan kegiatan sehari harinya atau saat subyek santai. Kemudian
peneliti bercakap-cakap dengan responden seperti perkenalan dan
menanyakan kabar, setelah bercakap-cakap dengan responden, peneliti
melakukan kontrak dengan subyek untuk dilakukan wawancara.
Karena subyek sedang tidak sibuk, saat itu juga secara spontanitas
subyek siap untuk dilakukan wawancara. Dalam tekhnik wawancara
ini peneliti meminta izin kepada subyek untuk dilakukan perekaman
oleh peneliti tentang pertanyaan dan jawaban dari subjek, agar
menjadi bukti otentik dari peneliti dan subjek sudah melakukan
wawancara sesuai dengan pertanyaan yang sudah dibuat oleh peneliti
dan jawaban dari subyek terkait dengan Gaya Hiudp Pada Penderita
Hipertensi Pada Lanjut Usia.
5. Hasil Wawancara Subyek Pertama dan Triangulasi II

No Pertanyaan Subyek Triangulasi

1 Subyek : Sejak umur 57 tahun Sejak kapan yah


Sejak kapan ibu baru 1 tahun sampek mbak, pas umur itu
menderita hipertensi ? sekarang ini waktu kenak
Triangulasi : hipertensi itu yah
Sejak kapan ibu mbak ibu saya waktu te
42

No Pertanyaan Subyek Triangulasi

2. Subyek : Dulu saya itu suka oh kenapa mbak yak


makan yang asin, terus ok ibu saya kenak
Awalnya kenapa kok
bapak saya dulu itu hipertensi, waktu itu
ibu sampai kenak
mbahnya itu, itu punya ibu saya sebelum
hipertensi?
darah tinggi juga kenak
bahkan sampek stroke hiphipertensi
Triangulasi :
memang dia itu
Awalnya kenapa kok sering makanan yang
ibu mbak sampai asin-asin gtu mbak,
kenak hipertensi itu ? kayak makan telor
asin gtu yang asin
sekali itu kan kadang
telor asin ada yang
tidak begitu asin, tapi
ibu saya suka begitu
asin, yah kalok
makan lagi itu kayak
kuah apa dah macam
makanan itu ibu saya
itu kadang-kadang di
tambah garam gitu
agak asin gitu, itu lagi
mbak memang dari
apa sesepuhnya lagi
kan ibu apah
bapaknya ibunya saya
mbahnya saya gitu
dah itu dulu memang
eee pernah kenak
hipertensi.
43

No Pertanyaan Subyek Triangulasi

3. Subyek : Biasanya saya itu Iya mbak gitu,


sakit bagian kepala biasanya klo ibu saya
Lalu apa saja yang ibu
belakang nduk, bisa di sudah merasakan
rasakan, ketika darah
bilang pusing mata pusing yah itu
tingginya kambuh?
saya berkunang biasanya ibu saya
Triangulasi : kunang , terus kalok itu ehh pusing itu
malam susah tidur biasanya di belakang
Lalu apa saja yang ibu
nduk kepala katanya, nah
mbak rasakan ketika
kalok udah merasakan
darah tingginya
pusing itu biasanya itu
kambuh
ibu saya tidurnya
terganggu gitu mbak
nantik juga akibatnya
juga.kan saya yang
ngerawat, terkadang
saya juga cari cara
agar ibu saya bisa
tidur gitu. Itu lagi bak
kalok pusing sekali
kadang-kadang ibu
saya itu bilang eh
kayak matanya
berkunang-kunang
gitu katanya mungkin
itu kan pusing nya
terlalu parah mungkin
mbak
44

4. Subyek : Yah rutin periksa ke yah untuk


bu bidan terus gak mengatasinya itu yah
Bagaimana caranya
banyak pikiran sama mbak periksa secara
ibu mengatasi jika
olahraga saya lagi rutin itu bak gitu,

No Pertanyaan Subyek Triangulasi

hipertensi kambuh ? nduk, kurangi sama melakukan


makanan yang sedap olahraga kadang
Triangulasi :
yang asin ibu
Bagaimana caranya saya itu meskipun
ibunya mbak mengatasi tidak terlalu lama
jika hipertensi olahraga ibu saya
kambuh ? yang penting
olahraga mbak
gitu, itu lagi mbak
itu kan dari
peyebabnya
makanan kan itu
jadinya ibu saya
makanannya gak
terlalu asin juga
dah sekarang
mnegurangi
makanan asin dan
sedap-sedap itu
mbak, biasanya
kalok eh masak-
masakan itu kan
pakek itu loh mbak
penyedap
rasasekarang
45

sudah sekarang
gak pakek mbak

5. Subyek : Kan tadi yah sudah Yah itu dah mbak


Terus setelah sembuh gak makan yang biar hipertensi biar
apa saja yang harus ibu asin-asin dan tidak tidak kambuh
dilakukan dan yang terlalu banyak pikiran menghindari
harus di hindari agar makanan yang asin
hipertensinya ibu tidak sama penyedap
kambuh ? rasa kayak
Triangulasi : masako,royko gitu
Terus setelah sembuh juga menghindari
apa saja harus ibu itu sama itu lagi
mbak lakukan dan yang gak ada pikiran-
harus di hindari agar pikran untuk
hipertensi ibu mbak persulit ibu itu biar
kambuh ? tidak ada tekanan
itu juga.

6. Subyek : Tidak Yah itu dah bak


mengkomsumsi yang harus di
Ada gak makanan yang
goreng-gorengan, hindari yang tidak
boleh dan tidak boleh
yang tinggi garamnya boleh di makan
yang makan?
dan hindari setres oleh ibu itu yah
yang berlebihan jangan makan
goreng-gorengan
Triangulasi :
an gitu katanya
Ada gak makanan yang terus itu makanan
ibu bak boleh dan tidak yang asin atau
boleh yang makan? yang tinggi garam
itu juga katanya
dak boleh dan juga
menghidari setres
kan takut memicu
46

tekanan darah

No Pertanyaan Subyek Triangulasi

tinggi itu bak jadi


itu yang harus di
hindari ya itu aja
yang di hindari she

6. Triangulasi Pengamat Terhadap Subyek Pertama


Nama : Nn. Z
Usia : 20 Tahun
Status : Belum Menikah
Pendidikan : S1
Perkerjaan :-
Alamat: Desa Sebaung Kacamatan Gending

a. Pelaksanaan Wawancara
1) Wawancara Subyek Triangulasi
Hari/ Tanggal : Senin , 17 Juni 2019
Waktu : 17.00
Tempat : Rumah Ny. A
Wawancara : Peneliti

4.1.2 Subyek Kedua

1. Informasi Umum Subyek

Nama : Ny. R
Usia : 63 tahun
Status : Menikah
Pendidikan : SD
Perkerjaan : Ibu Rumah Tangga
47

Alamat : Desa Sebaung Kacamatan Gending

2. Gambaran Umum Subyek


Subyek Kedua berusia 63 tahun saat ini subyek berperan sebagai
ibu rumah tangga yang merawat anak dan cucunya, subyek adalah salah
satu lansia gaya hidup pada penderita hipertensi pada lanjut usia.

3. Pelaksanaan Wawancara dan Observasi


1. Waktu pelaksanaan wawancara
Hari/Tanggal : Jum at,14 Juni 2019
Waktu : Jam 18.30 WIB
Tempat :Rumah Ny. Y
Observer : Peneliti
4. Hasil Penelitian Subyek
a. Observasi Terhadap Subyek
Pada saat dilakukan observasi, subyek berperawakan Tinggi, kurus,
kulit sawo matang tampak sehat dan berkerudung. Pada saat peneliti
datang kerumah subyek, subyek baru selesai memandikan cucunya,
kemudian subyek ganti baju dengan berpakaian rapi dan bersih.
Subyek sedang bersantai dengan cucunya, kemudian saat peneliti
datang subyek mempersilahkan peneliti masuk kerumahnya dan
mempersilahkan peneliti duduk. Peneliti mengatakan maksud dan
tujuan akan dilakukan wawancara terhadap subyek kemudian peneliti
melakukan wawancara kepada subyek. Subyek terlihat diam dan
selalu tersenyum tetapi Selama wawancara berlangsung subyek
terlihat antusias dan menjawab semua pertanyaan yang peneliti
tanyakan terkaitdengan upaya lansia dalam memenuhi kebutuhan
spiritual.
Ny.R berusia 63 tahun, merupakan ibu dari 3 orang anak yaitu satu
orang laki laki dan 2 orang perempuan.Saat ini subyek berperan
sebagai ibu rumah tangga yang merawat anak dan cucunya, subyek
adalah salah satu lansia yang dapat gaya hidup pada penderita
hipertensi pada lanjut usia.Ny. R mengatakan kepada peneliti senang
48

saat di tanyakan tentang pemenuhan kebutuhan spiritual karena


pemenuhan spiritual sangat berpengaruh terhadap kehidupannya
sekarang dan nanti di akhirat.
b. Observasi Terhadap Setting
Observasi dilakukan dirumah subyek yaitu diruang tamu karena
tempatnya yang nyaman. Percakapan dilakukan setelah subyek
melakukan kegiatan sehari harinya atau saat subyek santai. Kemudian
peneliti bercakap-cakap dengan responden seperti perkenalan dan
menanyakan kabar, setelah bercakap-cakap dengan responden, peneliti
melakukan kontrak dengan subyek untuk dilakukan wawancara.
Karena subyek sedang tidak sibuk, saat itu juga secara spontanitas
subyek siap untuk dilakukan wawancara. Dalam tekhnik wawancara
ini peneliti meminta izin kepada subyek untuk dilakukan perekaman
oleh peneliti tentang pertanyaan dan jawaban dari subjek, agar
menjadi bukti otentik dari peneliti dan subjek sudah melakukan
wawancara sesuai dengan pertanyaan yang sudah dibuat oleh peneliti
dan jawaban dari subyek terkait dengan gaya hidup pada penderita
hipertensi pada lanjut usia.
5. Hasil wawancara
Tabel 4.2 Hasil Wawancara subyek kedua dan triangulasi

No Pertanyaan Subyek Triangulasi


1. Subyek : Waktu umur 70 tahun Hmmm..Nenek
nak saya itu sakit
Sejak kapan ibu
darah tinggi
menderita hipertensi ?
umur katanya 70
Triangulasi : an bak .
Sejak kapan nenek mbak
menderita hipertensi ?

2. Subyek : Saya itu nak sering eeh nenek saya


makan yang asin-asin, itu mbg sering
Awalnya kenapa kok ibu
terus ibu saya dulu punya banget makan
sampai kenak hipertensi?
49

darah tinggi juga yang asin- asin

No Pertanyaan Subyek Triangulasi


Triangulasi : apa ini dari keturunan ya kayak makan
nduk ikan telor asin,
Awalnya kenapa kok
yah kalok makan
nenek mbak sampai
lagi itu mbak kan
kenak hipertensi itu ?
ada kuahnya itu
kadang-kadang
itu mbak masih
di tambahi
garam. Itu lagi
mbak dari
keluarga saya
ibunya nenek
saya juga
menderita
hipertensi seperti
nenek

3. Subyek : Itu dah nak mbah sakit Gimana yah


kepala di begian mbak nenek saya
Lalu apa saja yang ibu
belakang, terus mata saya itu keseringan
rasakan, ketika darah
berkunang-kunang mengalami
tingginya kambuh?
apalagi kalok malam pusing sakit
Triangulasi : udah tiap hari saya itu kepala di bagian
nak sulit yang mau tidur belakang,
Lalu apa saja yang nenek
apalagi kalok
mbak rasakan ketika
malam susah
darah tingginya kambuh
tidur nya mbak
neneknya saya
itu tiap hari
50

No Pertanyaan Subyek Triangulasi


malam itu dah,
saya kan tidur
nya sama nenek
saya mbak, oh
itu lagi mbak,
waktu santai-
santai nenek
saya tiba-tiba
mata nenek saya
itu berkunang-
kunang, saya gak
ngerti itu dari
faktor karna
udah lansia apa
pengaruh atau
efek samping
dari penyakitnya
nenek hipertensi
itu mbakk
4. Subyek : Saya Kontrol nak ke Eh cara
puskemas kadang bu mengatasinya
Bagaimana caranya ibu
bidan, terus saya sudah mbak, itu dah
mengatasi jika
mengurangi makanan nenek saya rutin
hipertensi kambuh ?
yang asin sama saya tidak periksa ke
banyak pikiran puskesmas
Triangulasi :
kadang juga ke
Bagaimana caranya ibu
bidan deket
mbak mengatasi jika
disini lumayan
hipertensi kambuh ?
deket dari rumah
51

No Pertanyaan Subyek triangulasi


Alhamdulillah
udah banyak
perubahan dari
nenek saya,nenek
saya sudah tidak
terlalu banyak
pikiran juga, dan
yang terakhir
nenek saya tiap
hari diajak
olahraga sama
saya mbak
walaupun hanya
jalan mbak tiap
pagi
5. Subyek : Iya nak saya udah Iyaa itu dah mbak
gak terlalu banyak agar hipertensi
Terus setelah sembuh apa saja
makan yang asin- nya tidak kambuh
yang harus ibu di lakukan dan
asin gak seperti nenek saya tak
yang harus di hindari agar
dulu, dulu saya suruh menghindari
hipertensinya ibu tidak
suka yang makanan yang
kambuh?
makanan yang asin yang tinggi
asin-asin, tapi garam sama
Triangulasi : sekarang penyedap rasa dan
Terus setelah sembuh apa saja Mengurangi saya itu juga mbak
yang harus ibu mbak di pengen sembuh nenek saya udah
lakukan dan yang harus di dan saya sudah tidak terlalu
hindari agar hipertensinya ibu tidak banyak banyak pikiran
tidak kambuh? pikiran soalnya nenek

No Pertanyaan Subyek triangulasi


sering mikirin
52

anaknya,apa yah
kan jauh dari
anak-anak nya
mbak
6. Subyek : Setau saya nak Banyak mbak
saya udah tidak yang pertama
Ada gak makanan yang boleh
banyak makan harus nenek saya
dan tidak boleh yang makan?
yang asin-asin, udah tidak setres
Triangulasi : menghindari lagi atau tidak
banyak pikiran banyak pikiran,
Ada gak makanan yang ibu
sama tidak boleh sama nenek juga
bak boleh dan tidak boleh yang
makan yang udah mengurangi
makan?
goreng-gorengan yang tinggi garam,
tidak boleh
banyak makan
yang goreng-
gorengan , katanya
perawat di
puskesamas

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitan dengan menggunakan tekhnik
wawancara secara langsung dan observasi yang telah dilakukan kepada
responden di Desa Sebaung Kacamatan Gending, didapatkan:
Subyek pertama yaitu Ny. A yang berusia umur 58 tahun dengan
latar belakang seorang ibu rumah tangga sekaligus seorang pedangang di
sembako di rumahnya yang tinggal di desa sebaung kacamatan gending
menyatakan bahwa gaya hidup pada hipertensi sangat penting. Subyek
mengatakan mengetahi penyebab dari hipertensi sendiri, dan sekarang sudah
mengurangi makanan yang asin-asin, berlemak,tidak banyak pikiran dan
berohlarga tiap hari..
53

Subyek kedua yaitu Ny. R yang berusia 63 tahu dengan latar


belakang seorang ibu rumah tangga yang tinggal di desa sebaung kacamatan
gending,mengatakan mengetahui penyebab dari hipertensi sendiri, dan
sekarang megurangi mengkomsi makanan yang asin-asin, berlemak, tidak
banyak pikiran dan berolahraga.

Berdasarkan teori Sesungguhnya gaya hidup hidup merupakan faktor


terpenting yang sangat mempengaruhi kehiupan masyarakat. Gaya hidup
yang tidak sehat, dapat menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi,
misalnya: makanan, aktifitas fisik, stress, dan merokok.

Gaya hidup pada penderita hipertensi pada lanjut usia adalah


hipertensi pada lansia menuntut peran tenaga kesehatan untuk melakukan
pencegahan dan upaya promosi kesehatan. Ada beberapa cara pencegahan
yang dapat di lakukan oleh lansia agar terhindar dari penyakit hipertensi
dengan semboyan SEHAT yaitu seimbangkan gizi, enyahkanya rokok,
hindari stress, awas tekanan darah, dan terartur berolaharga dapat di
lakukan dengan cara latihan fisik yang sesuai dengan lansia di antaranya
berjalan jalan, bersepeda, berenang melakukan pekerjaan rumah dan
senam

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan dari teori yang


didapat, peneliti berpendapat memang benar bahwa gaya hidup pada
penderita hipertensi sangatlan penting sebagai keyakinan dalam
hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta. Karena jika
dapat memenuhi kebutuhan spiritual maka hidup akan memiliki banyak arti,
akan lebih banyak bersyukur dengan apa yang sudah Tuhan kita berikan,
selalu merasa mencintai dan dicintai serta hidup menjadi tenang.

BAB 5
PENUTUP
54

5.1 Simpulan
Simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian berdasarkan
wawancara dan observasi, kepada Subyek pertama yaitu Ny. A berusia 58
tahun yang menderita hipertensi selama kurang lebih satu tahun klien
mengatasi hipertensi hanya dengan mengurangi makanan yang tinggi garam
dan klien senantiasa memeriksakan kesehatannya secara rutin sedangkan
subyek kedua Ny. B yang menderita penyakit hipertensi selama 4 tahun
klien mengatasi hipertensinya hanya dengan membeli obat-obatan di
warung terdekat, dank lien melakukan pemeriksaan hanmya apabila klien
merasakan tidak terdapat perkembangan saat mengkonsumsi obat yang klien
beli.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis diatas, maka peneliti memberikan
beberapa saran yang berkaitan dengan gaya hidup penderita hipertensi pada
lanjut usia.
5.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Di harapkan dapat lebih meningkatkan pegetahuan tentang
perawatan dan gaya hidup pada lansia
5.2.2 Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, dengan
mengadakan penyuluhan tentang gaya hidup pada penderita hipertensi
pada lanjut usia Bagi Lahan Penelitian
5.2.3 Bagi Lahan Penelitian
Hasil aplikasi riset di harapkan dapat tetap semangat
melakuakan gaya hidup yang sehat bagi penderita hipertensi secara
mandiri.

5.2.4 Bagi Subjek


55

Di harapkan subyek (responden) tetap semangat dalam


menjalankan system gaya hidup yang sehat agar hipertensi yang
diderita oleh klien dapat diatasi.
5.2.5 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan
dalam hal khususnya pada gaya hidup pada penderita hipertensi pada
lansia.

Anda mungkin juga menyukai