Anda di halaman 1dari 9

Tugas Kelompok 01

(Minggu 3 / Sesi 4)

Pengantar:

Tugas kelompok pertama akan mengambil bahan dari materi-materi yang dibahas pada minggu
ketiga, baik yang berasal dari Lecturer Notes, materi ppt, buku yang menjadi bahan referensi,
dan peraturan perundangan yang terkait dengan materi minggu pertama dan kedua.

Uraian Tugas:

1. Pilihlah salah satu permasalahan tentang perjanjian dalam kegiatan perekonomian di


Indonesia (bisa perjanjian apa saja dalam bidang bisnis).
2. Berikan analisa dan pemikiran kalian terhadap permasalahan yang diangkat tersebut
dengan melihat pada undang-undang terkait dan kaitkan dengan asas-asas dan konsep-
konsep hukum yang telah dipelajari dalam ppt dan lecturer notes
3. Tugas dibuat dengan essay (tulisan) dengan membahas :
a. Latar belakang permasalahan;
b. Kaitkan dengan teori-teori atau asas-asas dalam perjanjian;
c. Kaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur permasalahan yang
diangkat;
d. Simpulan dan saran
4. Aturan penulisan: huruf TNR 12, spasi 1.5, margin masing-masing 3 cm, disusun dalam 5
sampai 7 halaman (tidak termasuk halaman cover). Tugas wajib dilengkapi dengan daftar
pustaka
5. Cantumkanlah sumber dari setiap kutipan yang diambil untuk bahan menulis tugas,
terutama pada setiap akhir kutipan dan harus sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam
daftar pustaka (misalnya jika dari buku, tulislah nama penulisnya, judul buku, tahun terbit
dan halaman yang dikutip. Jika dari sumber internet tulislah link sumber tersebut dan
tanggal berapa kalian mengakses sumber tersebut).
6. Dalam cover disebutkan judul, nama pembuat tugas dan nomor induk mahasiswa. Jika ada
nama mahasiswa yang tidak dicantumkan dalam lembar jawaban, maka dianggap
tidak aktif mengerjakan tugas.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


A. LATAR BELAKANG
Perikatan dalam arti luas meliputi semua hubungan hukum antara dua pihak
dimana satu pihak itu ada hak dan dipihak lain ada kewajiban. Dengan
berpegang pada perumusan seperti itu, maka di dalamnya termasuk semua
hubungan hukum yang muncul dari hubungan hukum dalam  lapangan hukum
kekayaan, dimana disatu pihak ada hak dan yang lain ada kewajiban. Ada
berbagai acam-macam perikatan : Perikatan bersyarat, Perikatan yang
digantungkan pada suatu ketetapan waktu, Perikatan yang membolehkan
memilih, Perikatan tanggung menanggung, Perikatan yang dapat dibagi dan
tidak dapat dibagi, Perikatan tentang penetapan hukuman
Sebagai contoh, Kerjasama yang dilakukan oleh pihak PT.GPU dengan PT.KSE
dalam memesan peralatan mesin traktor dan peralatan kebun lainnya. Namun
peralatan mesin perkebunan itu telah rusak setelah dipakai beberapa bulan.
PT.KSE menuding perusahaan PT.GPU ini mengingkari kontrak perbaikan
mesin perkebunan mereka yang menurut perjanjian memiliki garansi perbaikan
hingga 1 tahun. Saat itu PT.KSE meminta mesin tersebut diservis kembali
lantaran baru dipakai selama 3 bulan, akan tetapi PT.GPU menolak. Alasannya,
kerusakan itu di luar yang diperjanjikan. Dalam kontrak, garansi diberikan jika
kerusakan karena kesalahan pengerjaan. Ini yang membuat pihak PT.KSE naik
pitam sehingga kasus ini di bawa ke pengadilan.

B. ASAS-ASAS DALAM PERJANJIAN


Perseteruan yang terjadi antara PT.GPU milik perusahaan ternama di bidang
peralatan perkebunan dengan PT.KSE tidak kunjung usai, hal ini disebabkan
karena:
1. Kerjasama yang dilakukan oleh pihak PT.GPU dengan PT.KSE
dilakukan dengan transaksi bisnis berlandaskan i’tikad buruk.
2. Pihak PT.GPU tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, dalam hal ini
PT.GPU sebagai debitur dinyatakan “ingkar janji” (wanprestasi).

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


3. Pihak PT.GPU telah mengadakan pembatalan pembelian atas pemesanan
peralatan mesin perkebunan, padahal peralatan perkebunan sudah selesai
dikerjakan dan siap untuk diserahkan, hal ini menyebabkan kerugian
ratusan juta (tak terhingga) oleh PT.KSE.
4. Pembayaran hutang perawatan oleh pihak PT.GPU yang melampaui
tempo yang diperjanjikan.

Sebelum menganalisis poin-poin di atas yang akan dihubungkan dengan pasal-


pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, akan dipaparkan mengenai
pengertian perjanjian yang sesuai dengan Pasal 1313 B.W, yang berbunyi,
”Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dalam Pasal 1313 B.W
dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pasal ini menurut pakar hukum perdata
(pada umumnya) bahwa definisi perjanjian terdapat di dalam ketentuan di atas
tidak lengkap karena hanya bersifat sepihak saja, kata perbuatan mencakup juga
tanpa konsensus, pengertian perjanjian terlalu luas, dan tanpa menyebut tujuan,
akan tetapi berdasarkan alasan tersebut perjanjian dapat dirumuskan, yaitu
perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Pada
poin pertama di atas disebutkan bahwa, Kerjasama yang dilakukan oleh pihak
PT.GPU dengan PT.KSE dilakukan dengan transaksi bisnis berlandaskan i’tikad
buruk. Pada dasarnya, sebelum mengadakan perjanjian diwajibkan atas pihak-
pihak yang mengadakan perjanjian untuk mengetahui dengan seksama akan
pentingnya asas-asas perjanjian, yang mana hal ini dapat mencegah adanya
permasalahan yang akan terjadi diantara kedua belah pihak.
Asas-asas tersebut antara lain:
1.      Asas Kebebasan Berkontrak
2.      Asas Pacta Sunt Servanda
3.      Asas Konsesualisme

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Asas ketiga diatas merupakan sektor utama yang harus ditonjolkan. Karena asas
ini merupakan syarat mutlak bagi hukum perjanjian yang modern dan bagi
terciptanya kepastian hukum. Ketentuan yang mengharuskan orang dapat
dipegang adalah ucapannya, adalah suatu tuntutan kesusilaan dan memanglah
benar bahwa kalau orang ingin dihormati sebagai manusia, ia harus dapat
dipegang perkataannya namun hukum yang harus menyelenggarakan ketertiban
dan menegakkan keadilan dalam masyarakat, memerlukan asas konsesualisme
itu demi tercapainya Kepastian Hukum. Asas konsesulaisme tersebut dapat
dikatakan sudak merupakan asas universil, dalam B.W disimpulkan dari Pasal
1320 jo Pasal 1338 (1): Semua perjajian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan istilah “semua” maka
pembuat undang-undang menunjukkan bahwa perjanjian yang dimaksudkan
bukanlah hanya semata-mata perjanjian bernama, tetapi juga perjanjian yang
tidak bernama. Dengan istilah “secara sah” pembentuk undang-undang
menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus menurut. Semua persetujuan
yang dibuat menurut hukum atau secara sah adalah mengikat, maksudnya secara
sah disini ialah bahwa pembuatan perjanjian (pasal 1320) KUH Perdata harus
diikuti, perjanjian yang telah dibuat secara sah mempunyai kekuatan atau
mengikat pihak-pihak sebagai undang-undang, disini juga akan tersimpulkan
bahwa asas yang tercantum adalah asas kepastian hukum. Disebutkan dalam
Pasal 1320 B.W untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3.      Suatu hal tertentu
4.      Suatu sebab yang halal
Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif, karena kedua syarat
tersebut mengenai subjek pejanjian, sedangkan kedua syarat yang terakhir
disebutkan syarat objektif, karena mengenai objek dari perjanjian akan tetapi
dalam analisis ini terfokus pada subjek perjanjian. Sebagaimana pernyataan

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


kuasa hukum PT.KSE, Sugeng Riyono S.H, “PT.GPU sebagai salah satu
perusahaan

peralatan perkebunan telah melakukan transaksi hutang yang semena-mena


dengan didasarkan i’tikad buruk, tidak pernah memikirkan kondisi dan
kepentingan klien yang diajak bekerjasama, bahkan tiga somasi yang telah
dilayangkan olrh pihak PT.KSE terhadap PT.GPU pun masih tidak ada
konfirmasi balik kepada pihak PT.KSE. I’tikad baik diwaktu membuat
perjanjian berarti kejujuran. Orang yang beri’tikad baik akan menaruh
kepercayaan sepenuhnya kepada pihak lawan, yang dianggapnya jujur dan tidak
menyembunyikan sesuatu yang buruk yang dikemudian hari dapat menimbulkan
kesulitan-kesulitan. I’tikad baik diwaktu membuat perjanjian berarti kejujuran,
maka i’tikad baik ketika dalam tahap pelaksanaan perjanjian adalah kepatuhan,
yaitu suatu penilaian baik terhadap tindakan suatu pihak dalam hal
melaksanakan apa yang telah diperjanjikan, pernyataan ini sesuai dengan Pasal
1338 B.W yang berbunyi, “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan I’tikad
baik. Maka, sesuai dengan isi pasal diatas, diperintahkan supaya pejanjian
dilaksanakan dengan i’tikad baik, bertujuan mencegah kelakuan yang tidak patut
atau sewenang-wenang dalam hal pelaksanaan tersebut.

C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PT.GPU tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, dalam hal ini PT.GPU
sebagai debitur dinyatakan “ingkar janji” (wanprestasi). Wanprestasi yang
dilakukan PT.GPU merupakan sesuatu yang disebabkan dengan apa yang
dijanjikan akan tetapi terlambat, sebagaimana menurut Subekti, Wanprestasi
berarti kelalaian seorang debitur, dalam hal:
1.      Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
2.      Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan
3.      Melakukan apa yang dijanjikan akan tetapi terlambat
4.      Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Kelalaian PT.GPU terhadap PT.KSE menjadikan terhambatnya kinerja produksi
lain yang akan dibuat oleh PT.KSE. Sesuai dengan Pasal 1243 B.W yang

berbunyi,”Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya perikatan


barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai
memenuhi
perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atas
dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya. Adapun yang merupakan model-model dari prestasi adalah
seperti dalam Pasal 1243 B.W yaitu:
1.      Memberikan sesuatu
2.      Berbuat sesuatu
3.      Tidak berbuat sesuatu
Tindakan wanprestasi membawa konsekwensi terhadap timbulnya hak yang
dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk
memberikan ganti rugi dan bunga, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak
ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Tindakan-
tindakan tersebut terjadi karena:
1.      Kesengajaan
2.      Kelalaian
3.      Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian)
Untuk adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur maka undang-undang
menentukan bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan dalam keadaan
lalai. pernyataan lalai ini adalah merupakan upaya hukum untuk sampai kepada
suatu fase, dimana debitur dinyatakan “ingkar janji” wanprestasi. Jadi
maksudnya adalah peringatan atau pernyataan dari kreditur tentang saat
selambat-lambatnya debitur wajib memebuhi prestasi. Dalam Pasal 1238 B.W
disebutkan bahwa,“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau
dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya
sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa ia berutang harus dianggap lalai

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


dengan lewatnya waktu yang telah ditentukan. Bahwasanya pernyataan lalai
diperlukan dalam hal orang meminta ganti rugi atau meminta pemutusan
perikatan dengan membuktikan adanya ingkar janji. Hal ini digunakan untuk
mengantisipasi kemungkinan agar debitur tidak merugikan kreditur.

Disebutkan dalam poin ketiga adalah pihak PT.GPU telah mengadakan


pembatalan sepihak hutang perawatan dan pembelian peralatan perkebunan
sehari
setelah peralatan tersebut selesai dibuat, hal ini menyebabkan produksi yang
akan dibuat oleh PT.KSE menjadi terbengkalai. Pembatalan ini tanpa ada alasan
yang

DASAR HUKUM
jelas dari PT.GPU. Disebutkan dalam Pasal 1338 (2) B.W bahwa, Suatu
perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakat kedua belah
pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu. Pasal ini menjelaskan bahwa perjanjian tidak dapat ditarik kembali
secara sepihak kecuali dengan sepakat antara keduanya, dan apabila seseorang
telah tidak melaksanakan prestasinya sesuai ketentuan dalam kontrak, maka
pada umunya (dengan beberapa pengecualian) tidak dapat dengan sendirinya dia
telah melakukan wanprestasi. debitur dinyatakan lalai oleh kreditor yakni
dengan dikeluarkannya “akta lalai” (somasi) oleh pihak kreditor (pasal 1238
B.W). dikeluarkannya akta ini berdasarkan mekanisme yang telah ditentukan
oleh undang-undang. Dalam hal ketentuan di atas maka PT.GPU dikenakan
beberapa pasal, antara lain:
1. Pasal 1243 B.W : Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak
dipenuhinya perikatan barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang,
setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya
atau jika sesuatu yang harus diberikan atas dibuatnya, hanya dapat
diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


2. Pasal 1246 B.W : Biaya, rugi dan bunga yang oleh si berpiutang boleh
dituntut akan penggantiannya, terdirilah pada umumnya atas rugi yang
telah dideritanya dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya,
dengan tak mengurangi pengecualian-pengecualian serta perubahan-
perubahan yang akan disebut.

3. Pasal 1247 B.W : Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi


dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya
sewaktu perikatan dialahirkannya, kecuali jika hal tidak dipenuhinya
perikatan itu disebabkan sesuatu tipu daya yang dialakukan olehnya.
4. Pasal 1249 B.W : Jika dalam perikatan ditentukannya, bahwa si yang
lalai memenuhinya, sebagai ganti rugi harus membayar suatu jumlah
uang tertentu, maka kepada pihak yang lain tak boleh diberikan suatu
jumlah yang lebih maupun kurang dari pada jumlah itu.
5. Pasal 1250 B.W : Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata
berhubungan denga pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi
dan bunga sekedar disebabkan terlambatnya pelaksanaannya, hanya
terdiri atas bunga yang ditentukan undang-undang, dengan tidak
mengurangi peraturan undang-undang khusus. Penggantian biaya, rugi
dan bunga tersebut wajib dibayar dengan tidak usah dibuktikannya
sesuatu kerugian oleh si berpiutang.

Ganti rugi yang diterima dari hitungan materil yakni berupa penyitaan peralatan
mesin perkebunan milik PT.GPU yang bernilai Rp18,3 milliar mugkin sudah
memadai kerugian yang diderita si berpiutang akibat tidak dipenuhinya
perjanjian oleh si berutang, namun rasa kecewa tidak mungkin dapat ditebus,
sebagaimana PT.GPU yang tidak merespon baik ketika pihak PT.KSE datang
menemui PT.GPU di kantornya untuk menagih utang PT.GPU yang tersendat
menimbulkan dampak pada produksi lain, mengingat hubungan baik PT.GPU
dengan PT.KSE mengundang rasa kecewa dikarenakan akhir cerita kerjasama

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


yang dilakukannya mengalami permasalahan hukum. Dengan demikian, ganti
rugi hanyalah merupakan “obat” atas derita yang dialami karena apa yang
diinginkan itu tidak datang atau diberikan oleh pihak lawan.

D. KESIMPULAN DAN SARAN


Dari uraian dan analisis kasus diatas, tampaklah hubungan antara perjanjian dan
perikatan yang dilakukan oleh PT.GPU dan PT.KSE yang mana hubungan

diantara keduanya berawal dari PT.KSE membeli peralatan mesin perkebunan


dari PT.GPU. Selanjutnya PT.GPU memiliki hutang perawatan dan pembelian
peralatan mesin perkebunan yang kala itu penyerahannya sudah siap seratus
persen sehari sebelumnya, akan tetapi ada batas berakhir menjadi suatu
permasalahan hukum, dikarenakan PT.GPU melakukan wanprestasi terhadap
PT.KSE. Di sisi lain debitur melakukan kesalahan dengan tidak melaksanakan
apa yang diperjanjikan maka dikatakan wanprestasi ”ingkar janji”. Dan kreditur
dapat menunutut debitor yang telah melakukan ini (wanprestasi) melalui
mekanisme,
yakni somasi dengan bertujuan mendorong debitor untuk segera memenuhi
prestasinya, tanpa melalaikannya atau meninggalkannya.

SUMBER :
http://ventilunadewi.blogspot.com/2014/08/normal-0-false-false-false-in-x-
none-x.html Tanggal akses 15/12/2018

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic

Anda mungkin juga menyukai