Anda di halaman 1dari 14

Lampiran Surat Edaran Kepala Kantor Kemenag Kota Magelang Nomor: Tahun 2020.

Panduan Sosialisasi dan Edukasi Pelaksanaan Ibadah


Dalam Kondisi Luar Biasa Wabah Corona Virus Disease-19 (Covid-19)
Bagi Umat Islam di Kota Magelang.

A. Pendahuluan:

‫ َوأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ‬.‫ َو َﺧ َﺬ َل َﻣ ْﻦ َﺷﺎءَ ِﻣ ْﻦ َﺧ ْﻠ ِﻘ ِﻪ ِﲟَ ِﺸْﻴـﺌَﺘِ ِﻪ َو َﻋ ْﺪﻟِِﻪ‬،‫ﻀﻠِ ِﻪ َوَﻛَﺮِﻣ ِﻪ‬


ْ ‫اَ ْﳊَ ْﻤ ُﺪ ِ"ِ اﻟﱠ ِﺬ ْي َوﻓﱠ َﻖ َﻣ ْﻦ َﺷﺎءَ ِﻣ ْﻦ َﺧ ْﻠ ِﻘ ِﻪ ﺑَِﻔ‬
ِ ِ َ ْ‫أَ ْن ﱠﻻ إِٰﻟﻪَ إِﱠﻻ ﷲُ َو ْﺣ َﺪﻩُ َﻻ َﺷ ِﺮﻳ‬
.ُ‫ﻀﺎءَ ﻟَﻪ‬ َ ‫ َوَﻻ َﺣ ﱠﺪ َوَﻻ ُﺟﺜﱠﺔَ َوَﻻ أ َْﻋ‬،ُ‫ َوَﻻ َﺷﺒِْﻴﻪَ َوَﻻ ﻣﺜْ َﻞ َوَﻻ ﻧ ﱠﺪ ﻟَﻪ‬،ُ‫ﻚ ﻟَﻪ‬
ِ ‫ و‬،‫وأَ ْﺷﻬ ُﺪ أَ ﱠن ﺳﻴِ َﺪ َ> وﺣﺒِﻴـﺒـﻨﺎ وﻋ ِﻈﻴﻤﻨﺎ وﻗَﺎﺋِ َﺪ َ> وﻗُـﱠﺮَة أَﻋﻴﻨِﻨﺎ ُﳏ ﱠﻤ ًﺪا ﻋﺒ ُﺪﻩ ورﺳﻮﻟُﻪ‬
‫ﺻ ِّﻞ‬ َ ‫ اَﻟﻠﻬﻢ‬.ُ‫ﺻﻔﻴﱡﻪُ َو َﺣﺒِْﻴـﺒُﻪ‬ َ َ ُ ْ ُ َ َ ُ َْ َ َ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ َ ََ ْ َ َ ّ َ َ َ
‫ﺎن إِ َﱃ ﻳَـ ْﻮِم‬
ٍ ‫ِِﺣﺴ‬S ‫ وﻣﻦ ﺗَﺒِﻌﻬﻢ‬،‫ وﻋﻠَﻰ آﻟِِﻪ وﺻﺤﺒِ ِﻪ وﻣﻦ ﱠو َاﻻﻩ‬،ِ‫ ِرْك ﻋﻠَﻰ ﺳﻴِ ِﺪ َ> ُﳏ ﱠﻤ ِﺪ ﺑ ِﻦ ﻋﺒ ِﺪ ﷲ‬L‫وﺳﻠِّﻢ و‬
َ ْ ْ َُ ْ ََ ُ ْ ََ ْ َ َ ََ َْ ْ َ ّ َ َ َ َ ْ َ َ
‫ ﻓَِﺈِّﱐ أ ُْو ِﺻْﻴ ُﻜ ْﻢ َوﻧَـ ْﻔ ِﺴ ْﻲ ﺑِﺘَـ ْﻘ َﻮى ﷲِ اﻟْ َﻌﻠِ ِّﻲ اﻟْ َﻌ ِﻈْﻴ ِﻢ اﻟْ َﻘﺎﺋِ ِﻞ ِ ْﰲ‬،‫ أَﱠﻣﺎ ﺑَـ ْﻌ ُﺪ‬.ِ[Lِ ‫ َوَﻻ َﺣ ْﻮَل َوَﻻ ﻗُـ ﱠﻮةَ إِﱠﻻ‬،‫اﻟْ ِﻘﻴَ َﺎﻣ ِﺔ‬
‫ض َرﺑـﱠﻨَﺎ‬ ِ ‫ت َو ْٱﻷ َْر‬ ِ ‫ٱ" ﻗِﻴٰﻤﺎ وﻗُـﻌﻮدا وﻋﻠَﻰ ﺟﻨُﻮ_ِِﻢ وﻳـﺘَـ َﻔ ﱠﻜﺮو َن ِﰱ ﺧ ْﻠ ِﻖ ٱﻟ ﱠﺴ ٰﻤ ٰﻮ‬ ِ ‫ِ ِ ِِ ﱠ‬
ََ َ ُ َ َ ْ ُ ٰ َ َ ً ُ َ ً َ َ‫ﻳﻦ ﻳَ ْﺬ ُﻛ ُﺮو َن ﱠ‬ َ ‫ ٱﻟﺬ‬:‫ُْﳏ َﻜﻢ ﻛﺘَﺎﺑﻪ‬
ِ ‫ٰﻄ ًﻼ ﺳﺒ ٰﺤﻨ‬
(١٩١ :‫اب ٱﻟﻨﱠﺎ ِر )ءال ﻋﻤﺮان‬ َ ‫ﻚ ﻓَﻘﻨَﺎ َﻋ َﺬ‬ َ َ َ ْ ُ ِ َ‫ﺖ َٰﻫ َﺬا ﺑ‬ َ ‫َﻣﺎ َﺧﻠَ ْﻘ‬
Wabah virus corona yang muncul pertama kali di Wuhan, Hubei, China menimbulkan
ketakutan di banyak negara. WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) sendiri telah menetapkan
wabah virus ini dalam status darurat dunia. WHO pada tanggal 11 Maret lalu telah menyatakan
Covid-19 sebagai pandemi yang membahayakan keselamatan jiwa. Virus ini menimbulkan
rasa takut di seluruh dunia tanpa memandang ras, suku, agama, dan kebangsaan. Salah satu
pertimbangan yang digunakan WHO yaitu sebaran virus ini yang cukup luas. Virus corona
menyebar dengan cepat yang sulit terdeteksi. Virus ini dapat menular ke orang lain di saat
penularnya belum merasakan tanda-tanda terinfeksi. Semakin hari semakin banyak orang yang
terinfeksi virus corona. Dari waktu ke waktu semakin banyak orang yang meninggal karena
terpapar virus ini.
Fenomena wabah global ini juga telah terjadi di Indonesia termasuk wilayah Kota Magelang.
Menyikapi pandemi ini, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Magelang menghimbau
kepada seluruh umat beragama di Kota Magelang untuk bersabar dan mengajak semuanya
untuk terus waspada dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa untuk
memohon perlindungan dan keselamatan dari berbagai musibah dan marabahaya, terutama dari
ancaman Covid-19.
B. Peran Tanggung Jawab Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah Kota Magelang telah menempuh kebijakan sebagaimana tercermin dari surat-surat
yang diterbitkan seperti berikut:
1. Surat Edaran Nomor 440/0005942 tentang Peningkatan Kewaspadaan Terhadap
Resiko Penularan infeksi Corona Virus Disease (Covid-19) di Kota Magelang
2. Surat Keputusan Walikota Magelang Nomor 360.2/70/112 Tahun 2020 Tentang
Penetapan Status Keadaan Tertentu Bencana Wabah Penyakit Akibat Corona Virus
Disease 2019 Di Kota Magelang Tanggal 17 Maret 2020.
3. Surat Keputusan Walikota Magelang Nomor 367/68/112 Tahun 2020 Tentang
Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019

1
Daerah Tanggal 17 Maret 2020, dan Perubahannya Nomor 367/71/112 Tahun 2020
Tanggal 23 Maret 2020.
Bahwa Pemerintah Kota Magelang dalam kewenangannya telah merespon dan bertindak cepat
untuk mewaspadai resiko penularan infeksi Covid-19, mencegah, dan menangani korban sesuai
dengan protokol yang ditentukan. Kebijakan dan langkah-langkah Pemerintah Kota Magelang
tersebut dimaksudkan untuk melindungi warga masyarakat Kota Magelang dari resiko bahaya
penularan infeksi Covid-19. Itu semua sebagai perwujudan tanggung jawab Pemerintah Kota
Magelang terhadap keselamatan seluruh warga masyarakatnya.
Kebijakan dan tindakan Pemerintah Kota Magelang dalam menghadapi wabah Covid-19
tersebut bertujuan untuk kemaslahatan manusia, dan karena itu dalam sudut pandangan Islam
sesuai dengan salah satu Qaidah Fiqhiyyah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Syafii, yang
dinyatakan oleh Syeikh Jalaluddin al-Suyuthi dalam kitab al-Asybah wa al-Nadzair, Juz I,
halaman 122:

‫ﳌﺼﻠﺤﺔ ﻫﺬﻩ اﻟﻘﺎﻋﺪة ﻧﺺ ﻋﻠﻴﻬﺎ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ وﻗﺎل ” ﻣﻨﺰﻟﺔ اﻹﻣﺎم ﻣﻦ‬L ‫ﺗﺼﺮف اﻹﻣﺎم ﻋﻠﻰ اﻟﺮﻋﻴﺔ ﻣﻨﻮط‬
‫ ﻗﺎل‬. ‫ ﻣﺎ أﺧﺮﺟﻪ ﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ ﻣﻨﺼﻮر ﰲ ﺳﻨﻨﻪ‬: ‫ وأﺻﻞ ذﻟﻚ‬: ‫ ﻗﻠﺖ‬. ” ‫اﻟﺮﻋﻴﺔ ﻣﻨﺰﻟﺔ اﻟﻮﱄ ﻣﻦ اﻟﻴﺘﻴﻢ‬
‫ ﻗﺎل ﻋﻤﺮ رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﻪ ” إﱐ أﻧﺰﻟﺖ‬: ‫ ﻋﻦ اﻟﱪاء ﺑﻦ ﻋﺎزب ﻗﺎل‬، ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ أﺑﻮ اﻷﺣﻮص ﻋﻦ أﰊ إﺳﺤﺎق‬
‫ إن اﺣﺘﺠﺖ أﺧﺬت ﻣﻨﻪ ﻓﺈذا أﻳﺴﺮت رددﺗﻪ ﻓﺈن اﺳﺘﻐﻨﻴﺖ‬، ‫ﻧﻔﺴﻲ ﻣﻦ ﻣﺎل ﷲ ﲟﻨﺰﻟﺔ واﱄ اﻟﻴﺘﻴﻢ‬
”‫اﺳﺘﻌﻔﻔﺖ‬
“Kebijakan pemerintah terhadap rakyatnya adalah mengikuti mandat untuk mewujudkan
kemaslahatan.” Kaidah ini dinyatakan oleh Imam Syafi’i. Beliau menambahkan: “Kedudukan
Imam / pemerintah terhadap rakyatnya adalah menyerupai wali / pengasuh anak yatim terhadap
anak asuhnya.” Menurut pendapatku: “Dasar dari ditetapkannya kaidah ini adalah al-hadits
riwayat Sa’id ibn Manshur dalam kitab Sunan-nya. Ia berkata: telah menceritakan kepada kami
Abu al-Ahwash, dari Abu Ishaq, dari al-Bara’ ibn ‘Azib, ia berkata: Dari Umar radhiyallahu
‘anhu: “Aku menempatkan diriku dari harta Allah (harta publik), layaknya pengasuh anak
yatim. Jika aku membutuhkannya, maka aku mengambil sekedarnya, dan jika aku punya (tidak
membutuhkannya), maka aku kembalikan harta itu. Dan, andai aku benar-benar
membutuhkannya, maka aku coba untuk menahan diri semampuku (sampai aku benar-benar
harus mengambilnya).”.
Adapun al-Khawarizmi mendefinisikan kemaslahatan sebagai berikut:

‫اﶈﺎﻓﻀﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻘﺼﻮد اﻟﺸﺮع ﺑﺪﻓﻊ اﳌﻔﺎﺳﺪ ﻋﻦ اﳋﻠﻖ‬


“Memelihara tujuan syariat (dalam menetapkan hukum) dengan cara menghindari kerusakan
dari manusia.” (Jazuli, H.A. 2006. Kaidah-Kaidah Fikih, Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam
Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis. Jakarta: Kencana Pernada Media group).
Kemaslahatan sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya al-
Mustashfa, mencakup tiga hal penting, yaitu Dharuriyyah (primer), Hajjiyah (sekunder) dan
Tahsiniyah (tersier). Yang mana dalam setiap tingkatan kemaslahatan tersebut mencakup lima
hal penting yaitu hifdzud Din (memelihara agama), hifdzun nafs (memelihara jiwa), hifdzun
nasl (memelihara keturunan), hifdzul aql (memelihara akal) dan hifdzul mal (memelihara
harta). Kelima hal tersebut kemudian dikenal sebagai tujuan-tujuan utama syariah (maqashidus
syari’ah) atau dengan kata lain agama hadir adalah untuk menjaga hal-hal tersebut. Para ulama

2
telah bersepakat bahwa dalam prakteknya, kelima hal tersebut tidak boleh saling bertentangan
satu sama lainnya.
Dalam konteks Qaidah Fiqhiyyah dan konsep maslahat seperti di atas, kebijakan Pemerintah
Kota Magelang terkait wabah Covid-19 dimaksudkan untuk mencegah resiko bahaya
penularan infeksi virus ini dalam kehidupan warga masyarakat. Hal ini sejalan dengan prinsip
Qaidah Fiqhiyyah yang lain:

‫اَﻟﻀَﱠﺮُر ﻳـَُﺰ ُال‬


“Bahaya harus dihilangkan/ditolak”

ِ ‫اﻹﻣ َﻜ‬
‫ﺎن‬ ْ ِْ ‫اَﻟﻀَﱠﺮُر ﻳُ ْﺪﻓَ ُﻊ َﻋﻠَﻰ ﻗَﺪ ِر‬
“Bahaya harus dicegah sesuai batas-batas yang memungkinkan”
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa resiko penularan wabah Covid-19 ini telah terbukti
membahayakan keselamatan jiwa dan raga manusia dan telah mengakibatkan ribuan orang
meninggal dunia, termasuk sebagiannya dari warga masyarakat Kota Magelang.
Peran dan tanggung jawab Pemerintah Kota Magelang yang gencar tidak akan dapat efektif
tanpa peran serta masyarakat secara bersama-sama dan bergotong-royong, apalagi mengingat
wabah virus ini mudah menular dari orang ke orang. Kebutuhan dasar manusia berupa
melindungi keselamatan jiwa dan raga harus merupakan usaha yang dilakukan bersama-sama
antara pemerintah dan warga masyarakat, termasuk dari bahaya wabah virus Covid-19 ini.
Dalam hal ini Pemerintah Kota Magelang telah menetapkan protokol pencegahan dan
penanganan wabah Covid-19, di antaranya melalui gerakan kebersihan diri dan lingkungan,
gerakan memakai alat perlindungan diri (APD), menjaga jarak fisik (phisical distancing), sarta
tanggap darurat penanganan korban.
Ketika Pemerintah Kota Magelang sebagai pemegang wewenang telah menetapkan kebijakan
serta usaha-usaha nyata untuk mencegah dan menangani wabah Covid-19 sesuai dengan
protokol keselamatan yang ditentukan serta sesuai dengan tuntunan ajaran Islam, maka warga
masyarakat khususnya Umat Islam Kota Magelang dituntut kesadarannya untuk mematuhi dan
turut berperan dalam usaha bersama ini. Karena Allah SWT berfirman:

‫ُوﱄ ْاﻷ َْﻣ ِﺮ ِﻣْﻨ ُﻜ ْﻢ‬


ِ ‫ﻮل َوأ‬ ِ ‫ا" وأ‬ ِ ِ‫ﱠ‬
َ ‫َﻃﻴﻌُﻮا اﻟﱠﺮ ُﺳ‬ َ ‫َ† أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﺬ‬
َ َ‫ﻳﻦ َآﻣﻨُﻮا أَﻃﻴﻌُﻮا ﱠ‬
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul, dan ulil amri diantara
kalian.” (QS. an-Nisaa’: 59)
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama mengatakan: Yang dimaksud dengan ulil
amri adalah orang-orang yang Allah wajibkan untuk ditaati yaitu penguasa dan pemerintah.
Inilah pendapat yang dipegang oleh mayoritas ulama salaf/terdahulu dan kholaf/belakangan
dari kalangan ahli tafsir maupun ahli fikih dan selainnya. Ada yang berpendapat bahwa ulil
amri itu adalah para ulama. Ada yang mengatakan bahwa mereka itu adalah umara’/pemerintah
dan ulama. (Syarh Muslim [6/467] cet. Dar Ibnu al-Haitsam).
Selain itu, Muhammad Abdul Azis al-Syadzali al-Khauli dalam kitab al-Adab al-Nabawi hal.
96, juga memberikan pengertian ulil amr sebagai berikut:

‫ﻟﺸﺆون اﻟﻌﺎﻣﺔ واﳌﺼﺎﱀ اﳌﻬﻤﺔ ﻓﻴﺪﺧﻞ ﻓﻴﻬﻢ ﻛﻞ ﻣﻦ وﱃ اﻣﺮا ﻣﻦ‬L ‫اوﻟﻮاﻻﻣﺮ ﻫﻢ اﻟﺬﻳﻦ وﻛﻞ اﻟﻴﻬﻢ اﻟﻘﻴﺎم‬
‫ وﻗﺪ‬.‫ ﻣﻦ ﻣﻠﻚ ووازﻳﺮ ورءﻳﺲ وﻣﺪﻳﺮ وﻣﺄﻣﻮر وﻋﻤﺪة وﻗﺎض و>ﺋﺐ وﺿﺎﺑﻂ وﺟﻨﺪي‬:‫اﻣﻮر اﳌﺴﻠﻤﲔ‬

3
‫اوﺟﺐ اﻟﺮﺳﻮل ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﻣﺴﻠﻢ اﻟﺴﻤﻊ ﻻواﻣﺮ ﻫﺆﻻء واﳌﺒﺎدرة اﱃ ﺗﻨﻔﻴﺬﻫﺎ ﺳﻮاء‬
‫اﻛﺎﻧﺖ ﳏﺒﻮﺑﺔ ﻟﻪ ام ﺑﻐﻴﻀﺔ اﻟﻴﻪ اﻩ‬
“Ulil amri adalah orang-orang yang diberi mandat mengurusi urusan urusan yang bersifat
umum, dan kemaslahatan- kemaslahatan yang bersifat penting. Dan termasuk dalam kategori
ulil amri adalah setiap orang yang bertugas mengatur urusan umat islam seperti raja, perdana
menteri, pemimpin, direktur, petugas, pegawai, walikota, hakim, asisten, perwira, pengatur
ketertiban, dan prajurit. Dan sungguh Rasulullah saw. Mewajibkan atas setiap orang islam
taat dan tunduk kepada perintah-perintah mereka dan segera merealisasikannya baik perintah
tersebut disenangi maupun tidak disenangi”.
Pemerintah Pusat melalui Presiden telah menempuh kebijakan social distancing atau menjaga
jarak antar satu dengan yang lain sebagai strategi yang paling penting dilakukan dalam situasi
wabah Covid-19. Presiden mengatakan, dengan kondisi tersebut, sudah saatnya bekerja dari
rumah, belajar dari rumah, serta beribadah dari rumah. Presiden juga mengajak seluruh rakyat
bekerja sama, saling tolong menolong, bersatu padu, bergotong-royong menangani Covid-19.
Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk memutus mata rantai penularan Covid-19, dan
pelaksanaannya harus didukung dan dilakukan oleh kesadaran masyarakat sendiri.
Kebijakan social distancing tersebut telah diimplemetasikan oleh Pemerintah Kota Magelang
dalam kehidupan masyarakat, melalui serangkaian Surat Edaran yang meminta kesadaran dan
peran aktif masyarakat. Khusus dalam bidang agama, pelaksanaan ibadah warga masyarakat
Kota Magelang dalam kerangka social distancing diatur melalui Surat Edaran sebagai berikut:
1. Surat Edaran Pemerintah Kota Magelang Nomor 451 / 162 / 123 Tentang Penyelenggaraan
Ibadah Di Masjid/Mushola Di Tengah Wabah Corona Virus Disease (Covid-19) Tanggal
25 Maret 2020.
2. Surat Edaran Pemerintah Kota Magelang Nomor 450 / 163 / 123 Tentang Penyelenggaraan
Ibadah Di Tempat Peribadatan di Kota Magelang Di Tengah Wabah Corona Virus Disease
(Covid-19) Tanggal 26 Maret 2020.
Interaksi sosial dengan pola social distancing dalam kondisi pandemi Covid-19 ini mirip
dengan cara interaksi yang diajarkan Rasulullah SAW kepada para Sahabatnya ketika menemui
kasus penyakit berbahaya yang mudah menular seperti penyakit kusta. di saat Rasulullah
Muhammad SAW masih hidup, wabah penyakit menular yang ditakuti masyarakat saat itu
adalah kusta atau lepra. Kusta sudah dikenal sejak sebelum Masehi. Rasulullah memandang
kusta ini sebagai penyakit menular yang berbahaya. Rasulullah sampai mengajarkan doa untuk
terlindung dari penyakit menular. Doa tersebut tercantum dalam hadis riwayat berikut:

َ ِ‫) اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ إِِّﱐ أَﻋُﻮذُ ﺑ‬: ‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ – َﻛﺎ َن ﻳَـ ُﻘ ْﻮ ُل‬
‫ﻚ‬ ِ ٍ َ‫َو َﻋ ْﻦ أَﻧ‬
‫ أَ ﱠن اﻟﻨِ ﱠ‬: – ُ‫ﺲ – َرﺿ َﻲ ﷲُ َﻋْﻨﻪ‬
َ – ‫ﱠﱯ‬
.‫ﺻ ِﺤْﻴ ٍﺢ‬ ٍ ِ ْ ‫ﻲء‬ ِ ِ‫ وﺳﻴ‬، ‫ واﳉ َﺬ ِام‬، ‫ﻮن‬ ِ ُ‫ واﳉﻨ‬، ‫ص‬ ِ
َ ‫ِِ ْﺳﻨَﺎد‬S ‫ َرَواﻩُ أَﺑُﻮ َد ُاوَد‬. ( ‫اﻷﺳ َﻘﺎم‬ َّ َ ُ ُ َ ِ ‫اﻟﱪ‬
ََ ‫ﻣ َﻦ‬

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,
“ALLOOHUMMA INNII ‘AUUDZU BIKA MINAL BAROSHI WAL JUNUUNI WAL
JUDZAAMI WA SAYYI-IL ASQOOM (artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
penyakit kulit, gila, lepra, dan dari penyakit yang jelek lainnya).” (HR. Abu Daud, no. 1554;
Ahmad, 3: 192.

4
Dalam hadis tersebut, Rasulullah menyebut kusta dengan 'judzam' yang jika diterjemahkan
berarti 'memotong' atau 'terpotong'. Ini mengambarkan kondisi yang dialami penderita kusta
akut, jari-jarinya sampai terputus di setiap ruasnya.
Rasulullah pun sampai mengingatkan umat Islam untuk berhati-hati terhadap penyakit kusta.
Pesan itu tertuang dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari.

‫وﻓﺮ ﻣﻦ ا’ﺬوم ﻛﻤﺎ ﺗﻔﺮ ﻣﻦ اﻷﺳﺪ‬


“Larilah dari orang yang terkena kusta sebagaimana engkau lari dari singa” (HR al-Bukhari).
Perintah lari dalam hadits tersebut dalam konteks sekarang dapat dimaknai dengan menjaga
jarak interaksi sosial (social distancing). Rasulullah SAW telah menganggap kusta sebagai
penyakit menular yang berbahaya. Penderita penyakit ini dapat dikenali dari lesi (area jaringan
yang telah rusak karena cedera atau sakit) pada kulitnya sehingga bisa dilihat dari luar.
Adapun Covid-19 sekarang ini seperti penyakit kusta yang bersifat menular, tetapi tingkat
bahaya Covid-19 jauh lebih besar karena dapat mematikan korban yang terinfeksi dalam waktu
singkat. Selain itu, Covid-19 penyebarannya sangat cepat khususnya lewat kontak antara
penderita dengan orang lain, sementara obatnya belum ditemukan. Jika penderita kusta dapat
dilihat dari luar, maka penyakit Covid-19 hanya dapat dipastikan lewat uji laboratorium
sehingga tidak mudah dikenali. Umumnya orang yang terkena virus ini baru masuk ke rumah
sakit pada hari ketujuh. Dari hari pertama hingga keempat orang-orang yang terkena virus
penyakit ini masih bisa beraktivitas sebagaimana orang sehat karena memang pada masa
inkubasi fase pertama ini mereka tidak merasakan sakit.
Keadaan itulah yang menyulitkan untuk menentukan siapa di antara sekumpulan orang banyak
yang telah terinfeksi Covid-19 ini. Maka menjaga jarak interaksi sosial merupakan langkah
antisipasi yang paling tepat bagi setiap orang, seperti yang telah diperintahkan oleh Rasulullah
SAW pada masanya.
Peristiwa wabah penyakit juga pernah terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khattab, seperti
kisah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

‫ﻟ ﱠﺸﺄِْم‬L ‫ءَ ﻗ ْﺪ وﻗَ َﻊ‬L‫اﻟﻮ‬


َ ‫غ ﺑَـﻠَﻐَﻪُ أ ﱠن‬
ِ
َ ‫ ﻓَـﻠَ ّﻤﺎ ﻛﺎ َن‬،‫[ أ ﱠن ﻋُ َﻤَﺮ َﺧَﺮ َج إﱃ اﻟ ﱠﺸﺄْم‬:‫]ﻋﻦ ﻋﺒﺪاﻟﺮﲪﻦ ﺑﻦ ﻋﻮف‬
َ ‫ﺑﺴ ْﺮ‬
‫ وإذا‬،‫ض ﻓﻼ ﺗَـ ْﻘ َﺪ ُﻣﻮا ﻋﻠﻴﻪ‬ ٍ ‫ َْر‬š ‫ إذا َِﲰ ْﻌﺘُ ْﻢ ﺑﻪ‬:‫ﻗﺎل‬ َ ‫ا"ِ ﷺ‬ َ ‫ أ ﱠن َر‬:‫ف‬
‫ﺳﻮل ﱠ‬ ٍ ‫ﻋﺒﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪ ِﻦ ﺑﻦ ﻋﻮ‬
ْ َ ُ َ ُ ُ‫ﻓﺄﺧ ََﱪﻩ‬ ْ -
.‫ﺟﻮا ﻓِﺮ ًارا ﻣﻨﻪ‬ ٍ ‫ َْر‬š ‫وﻗَ َﻊ‬
ُ ‫ ﻓﻼ َﲣُْﺮ‬،‫ض وأَﻧْـﺘُ ْﻢ _ﺎ‬
• [‫ • ]ﺻﺤﻴﺢ‬٥٧٣٠ ‫ ﺻﺤﻴﺢ اﻟﺒﺨﺎري‬،(‫ ﻫـ‬٢٥٦) ‫اﻟﺒﺨﺎري‬
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf: Sesungguhnya Umar sedang dalam perjalanan
menuju Syam. Saat Umar sampai di wilayah bernama Sargh, dia mendapat kabar sesungguhnya
benar-benar telah terjadi wabah di Syam. Maka Abdurahman bin Auf mengatakan pada Umar:
Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda “Jika kalian mendengar wabah di suatu
wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada,
maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR. Al-Bukhari).
Dari hadits tersebut dapat ditarik pengertian bahwa setiap wabah adalah berbahaya. Dan karena
itu, maka Rasulullah SAW menunjukkan cara untuk mencegah penularannya dari suatu daerah
ke daerah yang lain, yaitu dengan cara tidak memasuki daerah wabah, serta jangan keluar dari
daerah wabah ke tempat yang lain karena berpotensi penularan dan penyebarannya menjadi
luas. Petunjuk Rasulullah SAW ini seperti cara social distancing untuk menghindari atau

5
mencegah resiko penularan dan penyebaran wabah Virus Corona saat sekarang ini. Tinggal di
rumah untuk sementara dalam jangka waktu tertentu, membatasi diri dari aktivitas di luar
rumah merupakan cara efektif untuk memutus rantai penyebaran virus.
C. Protokol Pelaksanan Ibadah di Masjid/Musholla dan Sholat Jum’at
Dalam kondisi normal, sebaik-baik tempat adalah masjid, berjamaah sholat wajib 5 waktu di
masjid dan memakmurkan masjid termasuk ibadah yang utama, dan sholat Jum’at termasuk
ibadah wajib bagi yang memenuhi persyaratan. Ketentuan syariat tersebut berdasarkan dalil-
dalil seperti berikut:
1. Keutamaan masjid. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

‫ﺾ اﻟْﺒِ َﻼ ِد‬ ِ ِ‫ﺐ اﻟْﺒِ َﻼ ِد إِ َﱃ ﱠ‬ ِ ‫ا"ِ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ‬


ُ َ‫ا" َﻣ َﺴﺎﺟ ُﺪ َﻫﺎ َوأَﺑْـﻐ‬ َ ‫ا"ُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَ َﺎل أ‬
‫َﺣ ﱡ‬ َ ‫َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة أَ ﱠن َر ُﺳ‬
َ ‫ﻮل ﱠ‬
‫َﺳ َﻮاﻗُـ َﻬﺎ‬ ِ‫إِ َﱃ ﱠ‬
ْ ‫ا" أ‬
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bagian negeri yang paling Allah cintai adalah masjid-masjidnya, dan bagian negeri yang
paling Allah benci adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa
Mawadhi’ as-Shalah).
2. Keutamaan sholat jamaah di masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ َذ ِاﻫﺒًﺎ َوَر ِاﺟ ًﻌﺎ‬،ٌ‫ﺐ ﻟَﻪُ َﺣ َﺴﻨَﺔ‬ ِ ِ ‫اﳉﻤ‬ ِِ


َ َ َْ ‫اح إِ َﱃ َﻣ ْﺴﺠﺪ‬
ُ َ‫ َو َﺧﻄْ َﻮةٌ ﺗُﻜْﺘ‬،ً‫ﺎﻋﺔ ﻓَ َﺨﻄْ َﻮةٌ ﲤَْ ُﺤﻮ َﺳﻴّﺌَﺔ‬ َ ‫َﻣ ْﻦ َر‬
”Barangsiapa yang berangkat menuju masjid untuk shalat berjamaah, maka satu langkah
akan menghapus dosa dan langkah berikutnya dicatat sebagai kebaikan, baik pada saat
berangkat maupun kembali.” (HR. Ahmad, dan di-shahih-kan oleh Syaikh Ahmad Syakir).
3. Keutamaan memakmurkan masjid. Allah berfirman:
‫ﺶ إِﻻ ﱠ‬ ِ ‫ ﱠ"ِ واﻟْﻴـﻮِم‬Lِ ‫ا"ِ ﻣﻦ آﻣﻦ‬ ِ ِ
‫ا"َ ﻓَـ َﻌ َﺴﻰ‬ ‫اﻵﺧ ِﺮ َوأَﻗَ َﺎم اﻟ ﱠ‬
َ ْ‫ﺼﻼ َة َوآﺗَﻰ اﻟﱠﺰَﻛﺎ َة َوَﱂْ َﳜ‬ ْ َ َ َ َ ْ َ ‫إﱠﳕَﺎ ﻳَـ ْﻌ ُﻤ ُﺮ َﻣ َﺴﺎﺟ َﺪ ﱠ‬
ِ ِ َ ِ‫أُوﻟَﺌ‬
َ ‫ﻚ أَ ْن ﻳَ ُﻜﻮﻧُﻮا ﻣ َﻦ اﻟْ ُﻤ ْﻬﺘَﺪ‬
‫ﻳﻦ‬
"Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut
(kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan
termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. At-Taubah:18).
4. Kewajiban sholat Jum’at. Hukum asal sholat Jumat adalah fardhu ‘ain bagi setiap laki-laki
yang dewasa (baligh), sehat, dan mukim (tidak bersafar), sesuai firman Allah SWT :
ِ ِ‫اﳉﻤﻌ ِﺔ ﻓَﺎﺳﻌﻮا إِ َﱃ ِذ ْﻛ ِﺮ ﱠ‬ ِ ِ ِ ‫ﻮدي ﻟِﻠ ﱠ‬ِ ُ‫† أَﻳـﱡﻬﺎ اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨﻮا إِ َذا ﻧ‬
ٌ‫ا" َو َذ ُروا اﻟْﺒَـْﻴ َﻊ َذﻟ ُﻜ ْﻢ َﺧ ْﲑ‬ ْ َ ْ َ ُ ُْ ‫ﺼﻼة ﻣ ْﻦ ﻳَـ ْﻮم‬ َُ َ َ َ
‫ﻟَ ُﻜ ْﻢ إِ ْن ُﻛﻨﺘُ ْﻢ ﺗَـ ْﻌﻠَ ُﻤﻮ َن‬
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS Al Jumu’ah [62] : 9).
Adapun dalil sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah:

ٌ ُ‫ﺎﻋ ٍﺔ إِﱠﻻ أ َْرﺑَـ َﻌﺔً َﻋْﺒ ٌﺪ ﳑَْﻠ‬ ِ ِ


ٌ ‫ﱯ أَْو َﻣ ِﺮ‬
‫ﻳﺾ‬ ‫ﺻِ ﱞ‬
َ ‫ﻮك أ َْو ْاﻣَﺮأَةٌ أ َْو‬ َ َ‫ﺐ َﻋﻠَﻰ ُﻛ ِّﻞ ُﻣ ْﺴﻠ ٍﻢ ِﰲ َﲨ‬
ٌ ‫اﳉُ ُﻤ َﻌﺔُ َﺣ ﱞﻖ َواﺟ‬
ْ
“Jum’at itu wajib bagi setiap Muslim dengan berjama’ah, kecuali empat (golongan), yaitu;
hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang yang sakit.” (HR. Abu Daud)

6
Hadits Rasulullah SAW lainnya yang artinya:“Apabila datang waktu siang hari jumat,
maka shalatlah dua rakaat.” (HR. Ad-Daruquthny)
Tetapi keutamaan sholat berjamaah di masjid/musholla dan kewajiban melaksanakan sholat
Jum’at, dalam syariat Islam tidak berlaku untuk semua kondisi. Ada kondisi-kondisi tertentu
yang diperkenankan syariat bagi seseorang dapat tidak berjamaah sholat 5 waktu di
masjid/musholla. Demikian juga ada kondisi-kondisi tertentu sehingga seseorang tidak wajib
sholat Jum’at dan wajib menggantinya dengan sholat Dhuhur. Kondisi-kondisi tertentu itu
dalam syariat lazim disebut dengan istilah udzur syar’i (alasan yang menghalangi dilakukannya
suatu ibadah). Kondisi-kondisi tertentu yang menjadi udzur bagi sesorang sehingga dia dapat
tidak berjama’ah sholat wajib 5 waktu dan tidak sholat Jum’at itu adalah:
1. Sakit yang memberatkannya untuk melaksanakan ibadah sholat jumat serta merawat orang
sakit yang tidak ada perawatnya, berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
telah disebutkan.
Hadits di atas tegas menunjukkan bahwa orang sakit tidak wajib shalat jama’ah di masjid
atuapun shalat Jum’at. Al-Mardawi rahimahullah berkata,

ِ ِ ِ
ِ ‫ف ﺣ ُﺪ‬ ِ ِ ‫اﳉﻤ‬ ِ ْ ‫وﻳـﻌ َﺬر ﰲ ﺗَـﺮِك‬
ِ ‫وث اﻟْ َﻤَﺮ‬
‫ض‬ ً ْ‫ﻳﺾ ﺑِ َﻼ ﻧَﺰ ٍاع َوﻳـُ ْﻌ َﺬ ُر أَﻳ‬
ُ ‫ﻀﺎ ﰲ ﺗَـ ْﺮﻛ ِﻬ َﻤﺎ ﳋَْﻮ‬ ُ ‫ﺎﻋﺔ اﻟْ َﻤ ِﺮ‬
َ َ َْ ‫اﳉُ ُﻤ َﻌﺔ َو‬ ْ ُ َُْ
“Orang sakit diberi ‘udzur untuk meninggalkan shalat Jum’at dan shalat jama’ah tanpa ada
perselisihan. Dan juga diberi ‘udzur (untuk meninggalkan shalat Jum’at dan shalat jama’ah)
karena khawatir terkena penyakit.” (Al-Inshaaf, 2: 300)
2. Halangan lain adalah adanya kerabat yang mendekati kematiannya, baik ia tidak terhibur
atau terhibur dengan kematiannya. yang seperti kerabat adalah istri, ipar, budak, teman,
guru, tuan yang membebaskannya dari perbudakan dan budak yang dibebaskan.
3. Termasuk halangan juga ialah khawatir atas jiwanya atau kehormatannya atau hartanya dan
takut menemui orang yang dia berhutang padanya sedang ia tidak mampu membayar, dan
apabila ia mengharapkan maaf dari orang yang akan menghukumnya. Para ulama fiqih
menjelaskan bahwa udzur yang berupa “khauf” (rasa takut) yang dimaksudkan dalam hadis
tersebut di atas ada 3 (tiga) macam, sebagaimana penjelasan Imam Ibnu Qudamah sebagai
berikut :
‫ واﳋﻮف ﺛﻼﺛﺔ‬،‫وﻳﻌﺬر ﰲ ﺗﺮﻛﻬﺎ اﳋﺎﺋﻒ ﻟﻘﻮل اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ اﻟﻌﺬر ﺧﻮف أو ﻣﺮض‬
‫أﻧﻮاع ﺧﻮف ﻋﻠﻰ اﻟﻨﻔﺲ وﺧﻮف ﻋﻠﻰ اﳌﺎل وﺧﻮف ﻋﻠﻰ اﻷﻫﻞ‬

“Dan diberi udzur untuk meninggalkannya (sholat Jumat) orang yang takut (al khaa`if),
berdasarkan sabda Nabi SAW,”Udzur itu adalah khauf (rasa takut) dan sakit (maradh).” Dan
khauf itu ada tiga macam : khauf ‘ala an nafsi (takut akan kerselamatan jiwa), khauf ‘ala al
maal (takut akan kehilangan harta), dan khauf ‘ala al ahli (takut akan keselamatan keluarga).
(Ibnu Qudamah, Al Mughni, Juz I, hlm. 451).

‘Udzur berupa rasa takut (khauf) tersebut, dapat berlaku pada kasus wabah Covid-19 saat
ini, karena wabah tersebut memang menakutkan (mukhiifah) karena dapat mengancam jiwa
seseorang. Maka dari itu, boleh hukumnya tidak melaksanakan sholat Jum’at berdasarkan
udzur yang ada sebagaimana hadis tersebut, yaitu rasa takut akan keselamatan jiwa dan
keluarga.
4. Menahan hadast (kencing/kentut/buang air besar) sedangkan waktunya lapang.
5. Tidak adanya pakaian yang layak
6. Tertidur
7. Angin yang bertiup kencang diwaktu malam.

7
8. Merasa sangat lapar, haus dan dingin.
9. Adanya lumpur dan cuaca yang sangat panas diwaktu dhuhur.
10. Bepergian dalam rombongan.
11. Makan makanan yang berbau busuk baik dalam keadaan mentah ataupun sudah dimasak
sedangkan baunya tidak dapat dihilangkan.
Dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ِ ِ ِ
َ ‫ ﻓَِﺈ ﱠن اﻟْ َﻤ َﻼﺋ َﻜﺔَ ﺗَـﺘَﺄَذﱠى ﳑﱠﺎ ﻳَـﺘَﺄَذﱠى ﻣْﻨﻪُ ﺑـَﻨُﻮ‬،>َ ‫اث ﻓَ َﻼ ﻳَـ ْﻘَﺮﺑَ ﱠﻦ َﻣ ْﺴﺠ َﺪ‬
‫آد َم‬ َ ‫ﱡﻮم َواﻟْ ُﻜﱠﺮ‬ َ َ‫َﻣ ْﻦ أَ َﻛ َﻞ اﻟْﺒ‬
َ ‫ﺼ َﻞ َواﻟﺜ‬
“Barangsiapa makan bawang merah, bawang putih, serta bawang bakung, janganlah dia
mendekati masjid kami, karena malaikat merasa tersakiti dari bau yang juga membuat
manusia merasa tersakiti (disebabkan baunya).” (HR. Muslim no. 564)
Juga dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ َوﻟْﻴَـ ْﻘﻌُ ْﺪ ِﰲ ﺑَـْﻴﺘِ ِﻪ‬،>َ ‫ ﻓَـ ْﻠﻴَـ ْﻌﺘَ ِﺰﻟْﻨَﺎ أَْو ﻟِﻴَـ ْﻌﺘَ ِﺰْل َﻣ ْﺴ ِﺠ َﺪ‬،‫ﺼ ًﻼ‬ ً ُ‫َﻣ ْﻦ أَ َﻛ َﻞ ﺛ‬
َ َ‫ﻮﻣﺎ أ َْو ﺑ‬
“Barangsiapa yang makan bawang putih atau bawang merah, maka hendaklah dia
memisahkan diri dari kami atau memisahkan diri dari masjid kami, dan hendaklah dia duduk
di rumahnya.” (HR. Muslim no. 564)
Hadits di atas menunjukkan bahwa orang yang makan bawang merah dan bawang putih
dilarang mengikuti shalat jama’ah di masjid karena alasan akan mengganggu dan menyakiti
kaum muslimin dengan bau tidak sedap yang ditimbulkan.
Jika menyakiti kaum muslimin dengan bau tidak sedap saja menyebabkan seseorang
dilarang menghadiri shalat berjamaah di masjid, larangannya akan lebih keras lagi jika
seseorang mengidap penyakit menular berbahaya yang bisa merenggut nyawa.
12. Menetesnya air dari atap pasar yang dilaluinya menuju sholat jumat/jama'ah.
13. Terjadinya gempa bumi, dll. (Muqoddimah Fiqih Al-Hadromiyyah)
Seseorang yang tidak melaksanakan sholat Jum’at karena alasan adanya udzur-udzur tersebut,
maka dia tetap wajib melaksanakan ibadah sholat Dhuhur, sebagai ganti dari kewajiban
melaksanakan shalat Jum’at. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah swt :

‫اﺳﺘَﻄَ ْﻌﺘُ ْﻢ‬ ‫ﻓَﺎﺗﱠـ ُﻘﻮا ﱠ‬


ْ ‫ا"َ َﻣﺎ‬
Artinya : “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. Ath
Thaghabun : 16)
Dalam kitab As-Siraj Al-Wahhaaj Syarh Matni Al-Minhaaj (1: 84), Al-
Ghamrawi rahimahullah berkata:

‫ﺎﻋ ِﺔ‬ ٍ ‫َوَﻻ ُﲨُ َﻌﺔَ َﻋﻠَﻰ َﻣ ْﻌ ُﺬوٍر ِﲟَُﺮِّﺧ‬


ْ ‫ﺺ ِﰲ ﺗَـ ْﺮِك‬
َ ‫اﳉَ َﻤ‬
“Tidak ada (kewajiban) shalat Jum’at bagi orang yang mendapatkan ‘udzur dengan keringanan
sebagaimana yang bisa (membolehkan meninggalkan) shalat berjamaah.”
An-Nawawi rahimahullah berkata,

.‫اﳉﻤﻌﺔ‬ ‫ ﻳﺮﺧﺺ ﰲ ﺗﺮك‬،‫ﻛﻞ ﻣﺎ أﻣﻜﻦ ﺗﺼﻮرﻩ ﰲ اﳉﻤﻌﺔ ﻣﻦ اﻻﻋﺬار اﳌﺮﺧﺼﺔ ﰲ ﺗﺮك اﳉﻤﺎﻋﺔ‬

8
“Semua perkara yang bisa digambarkan terjadi di waktu shalat Jum’at berupa ‘udzur-‘udzur
yang membolehkan meninggalkan shalat jamaah, maka perkara tersebut bisa membolehkan
meninggalkan shalat Jum’at.” (Raudhatuth Thalibiin, 1: 540)
Sesungguhnya udzur-udzur tersebut merupakan bagian dari rukhshah (keringanan) syariat dalam
menjalankan syariat. Islam memiliki banyak keringanan bagi umatnya dalam menjalankan
tuntunan syariatnya. Shalat wajib dapat dilakukan tidak dengan berdiri, tetapi dengan kondisi
kemampuan yang melakukannya, misalnya dengan duduk karena tidak mampu berdiri, dengan
tidur karena tiak mempu dengan duduk dst.
Rukhshah secara bahasa, berarti izin pengurangan atau keringanan. Sedangkan menurut ulama
ushul diartikan dengan:

‫ف اﻟﺪﱠﻟِْﻴ ِﻞ ﻟِﻌُ ْﺬ ٍر‬


ِ َ‫ا ْﳊﻜْﻢ اﻟﺜﱠﺎﺑِﺖ ﻋﻠَﻰ ِﺧﻼ‬
َ ُ ُ ُ
“Hukum yang berlaku yang menyalahi dalil karena adanya udzur”.
Adanya rukhshah (keringanan) merupakan bagian dari kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala
pada hamba-Nya dan bukti bahwa Islam adalah agama yang mudah dan tidak memberatkan
sebagaimana firman -Nya: { ‫ﻳﺪ ﺑِ ُﻜ ْﻢ اﻟْﻌُ ْﺴَﺮ‬
ُ ‫ا"ُ ﺑِ ُﻜ ْﻢ اﻟْﻴُ ْﺴَﺮ َوَﻻ ﻳُِﺮ‬ ُ ‫} ﻳُِﺮ‬
‫ﻳﺪ ﱠ‬ Allah menghendaki
kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. [al Baqarah/ 2:185] Juga firman
{ ‫ﺿﻌِﻴ ًﻔﺎ‬ ِْ ‫ﻒ َﻋْﻨ ُﻜ ْﻢ و ُﺧﻠِ َﻖ‬
َ ‫اﻹﻧْ َﺴﺎ ُن‬
ِ
َ ‫ا"ُ أَ ْن ُﳜَّﻔ‬ ُ ‫ } ﻳُِﺮ‬Allah hendak
‫ﻳﺪ ﱠ‬
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
َ
memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. [an Nisaa/4:28].
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ِ ِ
bersabda: { ُ‫َﺣ ٌﺪ ﱠإﻻ َﻏﻠَﺒَﻪ‬
َ ‫ﻳﻦ أ‬ َ ‫ } إ ﱠن اﻟ ّﺪ‬Sesungguhnya agama ini mudah dan
َ ‫ﻳﻦ ﻳُ ْﺴٌﺮ َوﻟَ ْﻦ ﻳُ َﺸﺎ ﱠد اﻟ ّﺪ‬
tidak ada orang yang memberartkan pada agama ini kecuali ia akan mengalahkan agamanya
(tidak mampu melakukannya)”.[HR. Bukhari]
Rukhshah merupakan shadaqah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diperintahkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menerimanya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ya’la
bin Umayyah ia bertanya kepada Umar bin Khatab tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqasar salat(mu),
jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang
nyata bagimu.” (an-Nisaa/4:101). Dan sekarang kita sudah aman. (tidak perlu qashar).Umar bin
Khatab berkata:

‫ ﺻﺪﻗﺔ ﺗﺼﺪق‬: ‫ ﻓﻘﺎل‬. ‫ ﻓﺴﺄﻟﺖ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻋﻦ ذﻟﻚ‬، ‫ﻋﺠﺒﺖ ﳑﺎ ﻋﺠﺒﺖ ﻣﻨﻪ‬
‫ ﻓﺎﻗﺒﻠﻮا ﺻﺪﻗﺘﻪ‬، ‫ﷲ _ﺎ ﻋﻠﻴﻜﻢ‬
“Saya juga heran sebagaimana anda heran dan saya bertanya kepada Rasulullah masalah itu dan
bersabda,” Shadaqah yang diberikan oleh Allah kepadamu dan terimalah shadaqah-Nya”.
Karena itu merupakan shadaqah dari-Nya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala senang kalau
shadaqah-Nya diamalkan oleh hamba-Nya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

. ‫ﻣﻌﺼﻴﺘﻪ‬ ‫إن ﷲ ﳛﺐ أن ﺗﺆﺗﻰ رﺧﺼﻪ ﻛﻤﺎ ﳛﺐ أن ﺗﱰك‬


Sesungguhnya Allah Senang untuk diambil keringanan-Nya sebagaimana Dia senang di
tinggalkan maksiat kepada-Nya. [HR.Ibnu Hibban dan Ibnu Huzaimah].

9
Maka dalam kondisi pandemi virus Corona, berkumpul-kumpul (jamaah) banyak orang yang
bermacam-macam termasuk di tempat ibadah seperti masjid, musholla dan lain-lain, lebih baik
tidak dilaksanakan karena memiliki potensi yang besar dalam hal penularan. Adanya potensi
resiko bahaya inilah yang menjadi udzur sy’ari sehingga tidak dilaksanakan jamaah sholat di
masjid/musholla dan juga tidak dilaksanakan sholat Jum’at. Hal ini sesuai dengan Qaidah
fiqhiyyah, yaitu:

‫درء اﳌﻔﺎﺳﺪ أوﱃ ﻣﻦ ﺟﻠﺐ اﳌﺼﺎﱀ‬


“Menolak potensi bahaya (mudharat) itu lebih didahulukan daripada meraih manfaat.”
Mendapatkan pahala shalat berjamaah di masjid/musholla merupakan suatu manfaat besar yang
tidak dapat dipungkiri. Akan tetapi, jika hal itu dapat menimbulkan mudharat (bahaya/kerugian
keselamatan) berupa semakin meluasnya penyakit menular yang mengancam jiwa, maka
menolak mudharat tersebut lebih didahulukan. Sehingga tidak boleh orang tersebut menghadiri
shalat berjamaah di masjid karena akan menyebabkan mudharat bagi kaum muslimin.
Hal tersebut juga selaras dengan ungkapan Imam al-Syatibi dalam al-Muwafaqat:

‫ﻫﺬﻩ اﻟﺸﺮﻳﻌﺔ وﺿﻌﺖ ﻟﺘﺤﻘﻴﻖ ﻣﻘﺎﺻﺪ اﻟﺸﺎرع ﰲ ﻗﻴﺎم ﻣﺼﺎﳊﻬﻢ ﰲ اﻟﺪﻳﻦ واﻟﺪﻧﻴﺎ ﻣﻌﺎ‬
Artinya: Sesungguhnya syariat itu ditetapkan bertujuan untuk tegaknya kemashlahatan manusia
di dunia dan Akhirat”.
Demikian pula ulama Lajnah Daimah telah mengeluarkan fatwa khusus terkait kondisi wabah
Covid-19:

‫وﺑﻨﺎء ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺗﻘﺪم ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺴﻮغ ﺷﺮﻋﺎً إﻳﻘﺎف ﺻﻼة اﳉﻤﻌﺔ واﳉﻤﺎﻋﺔ ﳉﻤﻴﻊ اﻟﻔﺮوض ﰲ اﳌﺴﺎﺟﺪ واﻻﻛﺘﻔﺎء‬
‫ وﻋﻨﺪﺋﺬ ﻓﺈن‬،ً‫ وﺗﻜﻮن أﺑﻮاب اﳌﺴﺎﺟﺪ ﻣﻐﻠﻘﺔ ﻣﺆﻗﺘﺎ‬،‫ وﻳﺴﺘﺜﲎ ﻣﻦ ذﻟﻚ اﳊﺮﻣﺎن اﻟﺸﺮﻳﻔﺎن‬،‫ﺑﺮﻓﻊ اﻷذان‬
‫ ﺻﻠﻮا ﰲ ﺑﻴﻮﺗﻜﻢ؛ ﳊﺪﻳﺚ ﺑﻦ ﻋﺒﺎس أﻧﻪ ﻗﺎل ﳌﺆذﻧﻪ‬:‫ وﻳﻘﺎل ﰲ اﻷذان‬،‫ﺷﻌﲑة اﻷذان ﺗﺮﻓﻊ ﰲ اﳌﺴﺎﺟﺪ‬
ً‫ وﺗﺼﻠﻰ اﳉﻤﻌﺔ ﻇﻬﺮا‬.‫ واﳊﺪﻳﺚ أﺧﺮﺟﻪ اﻟﺒﺨﺎري وﻣﺴﻠﻢ‬،‫ذﻟﻚ ورﻓﻌﻪ إﱃ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
.‫أرﺑﻊ رﻛﻌﺎت ﰲ اﻟﺒﻴﻮت‬
“Berdasarkan pertimbangan sebelumnya, maka dibolehkan secara syariat untuk meniadakan
shalat Jum’at dan shalat jamaah untuk semua shalat wajib di masjid dan mencukupkan diri
dengan mengumandangkan azan. Dikecualikan dari hal ini adalah Masjidil Haram dan Masjid
Nabawi. Sehingga pintu-pintu masjid ditutup sementara waktu. Dalam masa ini, syariat azan
dikumandangkan di masjid. Dan dikatakan ketiak azan ‫“ ﺻﻠﻮا ﰲ ﺑﻴﻮﺗﻜﻢ‬Shalatlah di rumah-
rumah kalian.” berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa beliau berkata
kepada muadzinnya, dan status hadits tersebut tersebut adalah marfu’ (berasal dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim. (Sebagai pengganti
shalat jum’at), maka shalat zuhur empat rakaat di rumah masing-masing.”
(https://www.spa.gov.sa/2048662).

Berdasarkan uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa Surat Edaran Pemerintah Kota Magelang
Nomor 451 / 162 / 123 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Di Masjid/Mushola Di Tengah Wabah
Corona Virus Disease (Covid-19) Tanggal 25 Maret 2020, tidak bertentangan dengan syariat
Islam, dan dengan demikian semestinya dipatuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh
seluruh warga masyarakat Islam di Kota Magelang. Dalam hal ini, seseorang yang menjalankan

10
ibadahnya sesuai dengan arahan Pemerintah tersebut berarti telah melaksanakn 3 (tiga)
kepatuhan, yaitu: patuh kepada Allah, patuh kepada Rasul-Nya, serta patuh kepada pemerintah
yang berwenang mengatur dan menetapkan kebijakan untuk mencapai kebaikan dan
keselamatan hidup seluruh warga masyarakat.
Kemudian, bagaimana jika seseorang dari warga penduduk Kota Magelang tetap ingin
melaksanakan ibadah jamaah sholat di masjid dan sholat Jum’at dan keluar dari wilayah Kota
Magelang dengan berbagai dalih alasan, misalnya ingin memperoleh keutamaan berjamaah
sholat di masjid atau takut ancaman Allah dan Rasul-Nya kerena meninggalkan perintah sholat
Juma’at? Contoh kasus seperti ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, seseorang semestinya mencegah diri dari keinginan tersebut dengan mengingat kondisi
bahaya wabah viru Corona serta dengan mempertimbangkan seluruh tuntunan syari’at
sebagaimana telah tersebut di atas. Seseorang tidak boleh melaksanakan keinginannya meskipun
itu suatu perbuatan ibadah, jika hal itu berpotensi membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Kedua, kewajiban shalat Jum’at itu sasarannya adalah terhadap orang yang menetap/berdomisili
(mutawath-thin) di wilayah di mana sholat Jum’at itu wajib diselenggarakan. Misalnya,
kewajiban sholat Jum’at bagi warga penduduk Kota Magelang melekat pada wilayah
kependudukannya, maksudnya wajib baginya hanya di wilayah Kota Magelang. Jika seseorang
keluar dari wilayah kependudukannya, maka dia berstatus sebagi musafir dan dia bukan
mutawath-thin yang berketetapan wajib melaksanakan sholat Jum’at. Dengan kata lain sholat
Jum’at yang diselenggarakan di luar wilayah Kota Magelang, tidak mengikat terhadap warga
penduduk Kota Magelang untuk mendatanginya demi menunaikan kewajibannya.
Terkait dengan kondisi wabah pandemi virus Corona, tindakan keluar dari daerah suatu wilayah
pandemi (Kota Magelang) ke daerah pandemi yang lain (Kabupaten Magelang, misalnya) justru
lebih besar membawa resiko bahaya penularan infeksi dan bahaya penyebaran virus. Jika
masyarakat melakukan hal seperti ini, maka asumsinya akan menambah kesulitan dalam usaha
memutus mata rantai peredaran virus.
Ketiga, jika ada perbedaan kebijakan antara Pemerintah Kota Magelang dengan pemerintah
daerah lainnya, khususnya dalam hal pelaksanaan ibadah di tengah pandemi virus Corona, hal
tersebut seharusnya dapat dimaklumi oleh warga masyarakat Kota Magelang khususnya, karena
masing-masing Pemerintah memiliki kewenangan secara otonomi sesuai dengan wilayah
kepemerintahannya. Artinya, Pemerintah Kota Magelang tidak harus menyesuaikan
kebijakannya dengan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten/Kota selainnya, demikian juga
sebaliknya. Demikian juga, warga masyarakat di Kota Magelang secara hukum tata
pemerintahan dan hukum syariat, terikat dengan peraturan dan kebijakan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kota Magelang, dan tidak terikat dengan produk hukum dan kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota lainnya untuk di terapkan di wilayah Kota
Magelang. Singkatnya, wilayah Kota Magelang secara otonomi berada di bawah kendali
kewenangan Pemerintah Kota Magelang yang dipimpin oleh Walikota Magelang dan dibantu
oleh jajaran pimpinan daerah di Kota Magelang.
Keempat, bahwa ancaman agama terhadap orang yang meninggalkan sholat Jum’at tertuju
kepada orang yang sengaja meninggalkannya tanpa adanya udzur seperti telah disebutkan di
atas, tanpa keadaan darurat, atau tertuju pada orang yang meninggalkannya karena sengaja
menyepelekannya. Adapun orang yang meninggalkannya karena ada udzur, atau karena keadaan
darurat seperti dalam kondisi wabah Covid -19 saat sekarang dan menggantikannya dengan
sholat Dhuhur, maka dia tidak termasuk golongan orang-orang yang diancam sebagaimana
ancaman yang tersebut pada hadits-hadits Rasulullah SAW seperti berikut:
1. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang-orang yang wajib menghadiri shalat
Jum’at tetapi tidak mendatanginya dengan ancaman yang keras, sebagaimana diriwayatkan

11
dari Abdullâh bin Umar Radhiyallahu anhuma dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa
keduanya mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di atas mimbarnya:
ِِ ِ ِِ ِ ‫اﳉﻤﻌ‬
‫ﺎت أ َْو ﻟَﻴَ ْﺨﺘِ َﻤ ﱠﻦ ﱠ‬ ِ
‫ﲔ‬
َ ‫ا"ُ َﻋﻠَﻰ ﻗُـﻠُﻮ_ ْﻢ ﰒُﱠ ﻟَﻴَ ُﻜﻮﻧُ ﱠﻦ ﻣ ْﻦ اﻟْﻐَﺎﻓﻠ‬ َ ُ ُْ ‫ﲔ أَﻗْـ َﻮ ٌام َﻋ ْﻦ َوْدﻋ ِﻬ ْﻢ‬
‫“ ﻟَﻴَـْﻨـﺘَ ِﻬ َ ﱠ‬Hendaklah
orang yang suka meninggalkan shalat Jum’at menghentikan perbuatan mereka, atau benar-
benar Allâh akan menutup hati mereka, kemudian mereka benar-benar menjadi termasuk
orang-orang yang lalai. [HR Muslim].
2. Dalam hadits lain disebutkan:

‫ث ُﲨَ ٍﻊ َ½َ ُﺎو ً> ِ_َﺎ ﻃَﺒَ َﻊ ﱠ‬


‫ا"ُ َﻋﻠَﻰ ﻗَـ ْﻠﺒِﻪ‬ َ َ‫َﻣ ْﻦ ﺗَـَﺮَك ﺛَﻼ‬
“Barangsiapa meninggalkan shalat Jum’at sebanyak tiga kali karena lalai terhadap shalat
tersebut, Allah akan tutupi hatinya.” (HR. Abu Daud).
3. Hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

‫ا"ُ َﻋﻠَﻰ ﻗَـ ْﻠﺒِ ِﻪ‬


‫ ﻃَﺒَ َﻊ ﱠ‬،ٍ‫ﺿ ُﺮ َورة‬ ِ
َ ‫ ﻣ ْﻦ َﻏ ِْﲑ‬،¾ً ‫ ﺛََﻼ‬،َ‫اﳉُ ُﻤ َﻌﺔ‬
ْ ‫َﻣ ْﻦ ﺗَـَﺮَك‬
“Siapa yang meninggalkan jumatan 3 kali, bukan karena darurat, Allah akan mengunci
hatinya.” (HR. Ibnu Majah).
4. Hadits Dari Usamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ﲔ‬ ِِ ٍ ‫ث ُﲨﻌ‬
ِ ِ‫ﺎت ﰒُﱠ َﱂ َﳛﻀﺮ ُﻛﺘ‬ ِ
َ ‫ﺐ ﻣ َﻦ اﻟْ ُﻤﻨَﺎﻓﻘ‬
َ ُْ ْ ْ َ ُ َ ‫َﻣ ْﻦ َﲰ َﻊ ْاﻷَذَا َن ﺛََﻼ‬
“Siapa yang mendengar adzan jumatan 3 kali, kemudian dia tidak menghadirinya maka
dicatat sebagai orang munafik.” (HR. Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir).
5. Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

‫ﻣﻦ ﺗﺮك ﺛﻼث ﲨﻊ ﻣﺘﻮاﻟﻴﺎت ﻣﻦ ﻏﲑ ﻋﺬر ﻃﺒﻊ ﷲ ﻋﻠﻰ ﻗﻠﺒﻪ‬


“Siapa yang meninggalkan jumatan 3 kali berturut-turut tanpa udzur, Allah akan mengunci
mati hatinya.” (HR. At-Thayalisi dalam Musnadnya).
6. Hadits dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan:

‫ ﻓﻘﺪ ﻧﺒ َﺬ ا ِﻹﺳﻼم وراء ﻇﻬﺮﻩ‬،‫ﻣﻦ ﺗﺮك اﳉﻤﻌﺔ ﺛﻼث ُﲨَﻊ ﻣﺘﻮاﻟﻴﺎت‬


”Siapa yang meninggalkan jumatan 3 kali berturut-turut, berarti dia telah membuang islam
ke belakang punggungnya.” (HR. Abu Ya’la).
D. Protokol Pengurusan Jenazah Terinfeksi Covid-19
Protokol mengenai hal tersebut berpedoman pada:
1. Surat Edaran Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: P-
002/DJ.III/Hk.00.7/03/2020 Tentang Imbauan dan Pelaksanaan Protokol Penanganan
Covid-19 Pada Area Publik Di Lingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam;
2. Surat Edaran Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: P-
003/DJ.III/Hk.00.7/04/2020 Tentang Perubahan Atas Surat Edaran Direktur Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: P-002/DJ.III/Hk.00.7/03/2020 Tentang Imbauan

12
dan Pelaksanaan Protokol Penanganan Covid-19 Pada Area Publik Di Lingkungan
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam;
3. Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor: 443.5/0007222 Tentang Tata Cara
Pengurusan Jenazah Terinfeksi Covid-19
Fenomena terkait pemakaman, ada sejumlah kasus oknum warga di berbagai tempat di
Indonesia yang menolak pemakaman jenazah korban COVID-19 di wilayahnya. Contohnya
hal itu terjadi di Sawangan Depok, Jawa Barat, di Kota Sorong Papua Barat, dan di Kabupaten
Semarang. Kasus serupa tidak boleh lagi terjadi di tempat lain, termasuk di wilayah Kota
Magelang.
Pada dasarnya syariat Islam telah mewajibkan setiap individu termasuk Muslim menghormati
jenazah, lebih-lebih jika jenazah itu umat Islam. Oleh karena itu siapa pun jenazahnya harus
diperlakukan dengan baik.
Jika jenazah Islam tidak menularkan penyakit, maka dimandikan hingga bersih dan suci,
dikafani sesuai syariat, kemudian dikubur dengan penuh penghormatan. Tidak boleh
diremehkan atau mendapatkan penghinaan.
Kemudian jika jenazah yang beragam Islam tersebut berpotensi menularkan penyakit,
misalnya terjangkit COVID-19, maka pihak rumah sakit harus menanganinya sehingga betul-
betul sesuai protokol keamanan, seperti dibungkus plastik hingga dinilai betul-betul aman.
Kemudian diantar ke keluarganya. Keluarga tidak boleh membukannya, sesuai aturan medis.
Kemudian dishalati, diantar ke kuburan dan dimakamkan dengan penuh penghargaan sesuai
janazah Muslim umumnya.
Pengurusan jenazah sesuai syariat Islam adalah hak jenazah yang menjadi kewajiban syariat
atas umat Islam yang hidup. Barangsiapa menyia-nyiakan jenazah atau berbuat zalim
terhadapnya, maka dia telah melanggar syariat Islam dan melanggarkan hak jenazah.
Justru, Islam tidak hanya menghormati jenazah korban penyakit dalam hal pengurusannya,
lebih dari itu Islam memberikan imbalan kematiannya dengan predikat syahid. Sebagaimana
hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari, an-Nasa’i di dalam as-Sunan al-
Kubra, dan Ahmad:

‫رﺳﻮل‬
ُ ‫ﻓﺄﺧﱪﱐ‬ ِ ِ َ ‫ ﺳﺄﻟﺖ‬: ‫ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ أم اﳌﺆﻣﻨﲔ رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﻬﺎ ﻗﺎﻟﺖ‬
ََ ، ‫رﺳﻮل ﷲ ﷺ ﻋﻦ اﻟﻄﺎﻋﻮن‬ ُ
‫ ﻓﻠﻴﺲ ِﻣﻦ َر ُﺟ ٍﻞ ﻳَـ َﻘ َﻊ اﻟﻄﺎﻋﻮ ُن‬،‫ﻨﲔ‬ ِ ً‫ ﻓﺠﻌﻠَﻪ رﲪﺔ‬،‫ ﻳﺒﻌﺜُﻪ ﷲ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻳﺸﺎء‬L‫ أﻧﱠﻪ ﻛﺎن ﻋﺬا‬:‫ﷲِ ﷺ‬
َ ‫ﻟﻠﻤﺆﻣ‬
ُ َ َ ُ َ َ ُ ََ ً َ
ِ ‫ﻓﻴﻤ ُﻜﺚ ﰲ ﺑﻴﺘِﻪ ﺻﺎﺑﺮا ُﳏﺘ ِﺴﺒﺎ ﻳﻌﻠَﻢ أﻧﱠﻪ ﻻ ﻳﺼﻴﺒﻪ ّإﻻ ﻣﺎ َﻛﺘﺐ ﷲ ﻟﻪ ّإﻻ ﻛﺎن ﻟﻪ ِﻣﺜﻞ أﺟ ِﺮ اﻟﺸ‬
.‫ﱠﻬﻴﺪ‬ ْ ُ ُ ََ ُ ُ ُ َ ً َ ً َ ُ َ
«‫ واﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ﰲ »اﻟﺴﻨﻦ اﻟﻜﱪى‬،(٣٤٧٤) ‫إﺳﻨﺎدﻩ ﺻﺤﻴﺢ ﻋﻠﻰ ﺷﺮط اﻟﺒﺨﺎري • أﺧﺮﺟﻪ اﻟﺒﺨﺎري‬
‫( واﻟﻠﻔﻆ ﻟﻪ‬٢٦١٣٩) ‫ وأﲪﺪ‬،(٧٥٢٧)

"Dari Aisyah Ummul Mukminin ra, Beliau berkata: Saya pernah bertanya kepada Rasulullah
saw tentang tha’un (wabah penyakit), lalu Rasulullah SAW memberitahukan kepadaku wabah
itu adalah siksa yang dikirim Allah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dan Dia
menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Siapa yang menghadapi wabah lalu
dia bersabar dengan tinggal di dalam rumahnya seraya bersabar dan ikhlas sedangkan dia
mengetahui tidak akan menimpanya kecuali apa yang telah ditetapkan Allah kepadanya, maka
ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mati syahid."

13
E. Protokol Pelaksanaan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H.

Mengenai hal tersebut, masyarakat Islam di Kota Magelang ditekankan agar berpedoman
pada petunjuk: (1) 2. Surat Edaran Menteri Agama Nomor: SE.6 Tahun 2020 Tentang
Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Tengah Pandemi Wabah Covid-
19, dan (2) Taushiyah Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Menyambut Ramadhan
Dalam Situasi Covid-19 Nomor: Kep-1065/DP-MUI/IV/2020.

F. Penutup

Alhamdulillahirabbil alamin, atas rahmat dan pertolongan Allah SWT Panduan Sosialisasi
dan Edukasi Pelaksanaan Ibadah Dalam Kondisi Luar Biasa Wabah Corona Virus Disease
(Covid-19) Bagi Umat Islam di Kota Magelang ini telah selesai di susun. Semoga dapat
membantu bagi para pemangku kewenangan dan para pemangku kepentingan umat Islam
dalam memberikan penjelasan yang cukup terhadap umat Islam, sehingga dapat memahami
dan mengimplementasikannya.

Magelang, 16 April 2020


Kantor Kementerian Agama Kota Magelang
Kepala,

SOFIA NUR

14

Anda mungkin juga menyukai