Anda di halaman 1dari 25

ANALISA PERBANDINGAN HUKUM KEPAILITAN INDONESIA

DENGAN HUKUM KEPAILITAN DI AMERIKA SERIKAT

IBNU DANISWORO

ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perbandingan hukum kepailitan yang berlaku di
Indonesia dengan hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat. Metode
penelitian skripsi ini berbentuk yuridis normatif, dengan sifat eksplanatoris
deskriptif. Skripsi ini mengangkat tema analisa perbandingan atas hukum
kepailitan antara Indonesia dengan Amerika Serikat didasarkan kepada
kepentingan atau kebutuhan Indonesia terutama dalam hukum ekonomi Indonesia,
dalam hal untukmelihat kelemahan, kekurangan, juga kelebihan, terutama yang
terdapat dalam hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia. Hal ini perlu
dilakukan karena dalam kasus kepailitan yang telah terjadi selama ini
membuktikan bahwa perlindungan hukum terhadap debitur dalam kasus kepailitan
dapat dikatakan kurang memadai. Sebagai contoh yaitu putusan hakim terhadap
permohonan kepailitan PT Prudential Life Assurance dan PT Telekomunikasi
Selular Tbk. Dimana dalam putusannya, hakim pengadilan niaga memutus pailit
kepada kedua perusahaan tersebut yang masih memiliki aset yang lebih dari
cukup untuk melunasi kewajibannya kepada para kreditur. Hasil dari penelitian
adalah tidak hanya terdapat perbedaan tetapi juga persamaan antara Undang-
undang kepailitan Indonesia dengan Bankruptcy Code Amerika Serikat. Selain itu,
penerapan hukum kepailitan di Indonesia dapat dikatakan belum memenuhi asas
keseimbangan dimana debitur belum mendapatkan perlindungan atas
kepentingannya dalam kasus kepailitan.

ABSTRACT
This thesis discusses about comparative studies on Bankruptcy Law between
Bankruptcy Law in Indonesia and Bankruptcy Law in United States of America.
This research uses the form of juridical normative method, with descriptive
explanatory nature. The theme of this thesis is based on the need or how
importance to Indonesia government, especially on the economic law to renewing
the regulation of Bankruptcy Law, in this case to find the weakness, deficiency,
and the excess of the regulation in Indonesia Bankruptcy Law. It is necessary,
because what has happen so far, proving that Indonesia Bankruptcy Law giving
less protection to the debtor. For example on PT Prudential Life Assurance and
PT Telekomunikasi Selular Indonesia bankruptcy cases, where in both cases,
bankruptcy judges declaring bankruptcy to both companies, even though there are
some proves with both companies that they have enough assets to pay their debt to
creditors. The result of this study is that there are not only differentiations in
bankruptcy regulation in Indonesia, but also there are some similarities between
both bankruptcy regulations. In addition, the bankruptcy law implementation in

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


Indonesia can be said having lack on protection to the debtors due to bankruptcy
process cases.

Key words:

Bankruptcy, Bankruptcy Comparative Studies, Bankruptcy in United States of


America.

PENDAHULUAN
Peraturan mengenai kepailitan di Indonesia sudah berlaku sejak tahun
1906 dengan lahirnya Faillissementsverordening. Peraturan tersebut berlaku
sampai lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 digantikan oleh Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.1 Salah satu tujuan dari dibentuknya Undang-undang No. 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
adalah untuk mendukung pembangunan perekonomian nasional mengingat modal
yang dimiliki oleh para pengusaha sebagian besar pada umumnya merupakan
pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, baik melalui bank, penanaman
modal, penerbitan obligasi, maupun cara lain yang diperbolehkan, hal ini telah
menimbulkan banyak permasalahan terutama mengenai penyelesaian utang-
piutang dalam kehidupan masyarakat.2 Disamping itu, undang-undang kepailitan,
juga dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan dan pembagian menurut tagihan
masing-masing diantara para Kreditur.3
Ada beberapa faktor mengenai perlunya pengaturan mengenai kepailitan
dan penundaan kewajiban pembayaran utang, antara lain untuk menghindari
perebutan harta Debitur apabila dalam waktu yang sama ada beberapa Kreditur
yang menagih piutangnya dari Debitur. Kemudian, untuk menghindari adanya

1
Prof. Erman Rajagukguk, dalam Kata Pengantar buku karangan Siti Anisah, Perlindungan
Kepentingan Kreditor dan Debitor Dalam Hukum Kepailitan Di Indonesia (Yogyakarta: Kreasi Total Media,
2008), hlm. V.
2
Indonesia, Undang-Undang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No.
37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN. No. 4443, Penjelasan Umum.

3
Emmy Yuhassarie, Kepailitan dan Transfer Aset Secara Melawan Hukum (Jakarta: Pusat
Pengkajian Hukum), hlm. 75.

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


Kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara
menjual barang milik Debitur tanpa memperhatikan kepentingan Debitur atau
para Kreditur lainnya. Dan yang terakhir adalah untuk menghindari adanya
kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang Kreditur atau Debitur
sendiri. Misalnya, Debitur berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang
atau beberapa orang Kreditur tertentu sehingga Kreditur lainnya dirugikan, atau
adanya perbuatan curang dari Debitur untuk melarikan semua harta kekayaannya
dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para Kreditur. 4
Namun yang terjadi dalam praktik-nya, terdapat beberapa putusan
kepailitan yang tidak sesuai dengan tujuan awal dibentuknya Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, yaitu untuk mendukung pembangunan perekonomian
nasional. Beberapa putusan kepailitan oleh pengadilan terhadapap beberapa
debitur telah merubah status hukum debitur tersebut menjadi tidak cakap untuk
melakukan perbuatan hukum, menguasai, dan mengurus harta kekayaannya sejak
putusan pernyataan pailit dibacakan. Kenyataannya, pihak yang dimohonkan pailit
atau debitur tersebut memiliki aset yang melebihi jumlah hutang yang harus
dibayarkan kepada Kreditur, Dan pihak yang dimohonkan pailit tersebut, pada
kenyataannya, masih memiliki kesempatan untuk dapat menjalankan
perusahaannya dalam rangka untuk pembayaran atas kewajiban atau hutang-
hutang debitur kepada kreditur.

POKOK PERMASALAHAN
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar belakang yang
sebelumnya telah penulis terangkan, maka terdapat beberapa pokok permasalahan
yang akan dijelaskan, antara lain:
1. Bagaimanakah perbandingan proses kepailitan berdasarkan hukum yang
berlaku di negara Amerika Serikat dibandingkan dengan proses kepailitan
berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia?

4
Op.cit, Penjelasan Umum.

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


2. Bagaimanakah penerapan hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia
dikaitan dengan beberapa kasus kepailitan yang terjadi di Indonesia?

HUKUM KEPAILITAN INDONESIA


Berdasarkan Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, disebutkan mengenai syarat-syarat
kepailitan agar suatu permohonan atas pernyataan pailit dapat dikabulkan oleh
Pengadilan Niaga. Syarat – syarat tersebut ialah sebagai berikut:5
1. Pailit ditetapkan apabila debitor yang mempunyai dua atau lebih
kreditor tidak mampu membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh
tempo.
2. Pailit sedikitnya harus terdapat dua (2) kreditor (concursus
creditorum).
3. Terdapat utang.
4. Terdapat utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
5. Syarat cukup satu utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
6. Debitor harus dalam keadaan insolvent, yaitu keadaan tidak mampu
membayar lebih dari 50% (lima puluh persen) utang-utangnya.
Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang juga menentukan pihak-pihak yang dapat
mengajukan permohonan pailit kepada pengadilan niaga, , pihak-pihak yang
dapat mengajukan permohonan pailit, antara lain:
1. Debitur itu sendiri (voluntary petition);
2. Satu atau lebih kreditur (Unvoluntary petition);
3. Kejaksaan untuk kepentingan umum;
4. Bank Indonesia jika debiturnya adalah bank;
5. Badan Pengawas Pasar Modal jika debiturnya adalah
perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian;

5
Adrian Sutedi, op.cit., hlm. 31-32

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


6. Menteri Keuangan jika debiturnya adalah perusahaan asuransi,
perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau badan usaha milik
negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Menurut hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia, kepailitan
mengakibatkan Debitor yang dinyatakan pailit kehilangan segala hak perdata
untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukan ke dalam
harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal 24 ayat (1)
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU terhitung sejak saat keputusan pernyataan
pailit diucapkan.6 .
Terhadap putusan pengadilan niaga baik yang menyangkut permohonan
pernyataan pailit maupun menyangkut permohonan penundaan kewajiban
pembayaran utang, dapat dilakukan upaya hukum. Upaya hukum yang dimaksud
berupa kasasi dan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung RI.
Permohonan kasasi diajukan dalam jangka waktu delapan hari terhitung sejak
tanggal putusan yang dimohonkan kasasi ditetapkan dengan mendaftarkannya
kepada panitera dimana pengadilan yang telah menetapkan putusan atas
permohonan pernyataan pailit berada. Dalam jangka waktu paling lambat 14 hari
terhitung sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan, panitera wajib
menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi, dan kontra memori kasasi
kepada Mahkama Agung RI.7 Putusan atas permohonan kasasi diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal
permohonan kasasai diterima oleh Mahkamah Agung. Hal ini berbeda dengan
ketentuan mengenai putusan permohonan kasasi dalam perkara yang bukan
perkara kepailitan.8 Kemudian terhadap putusan atas permohonan pernyataan
pailit yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, dapat diajukan peninjauan
kembali ke Mahkamah Agung.
Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan, apabila: 9

6
Gunawan Widjaya, op.cit., hlm. 46-47.

7
UU No. 37 tahun 2004. Pasal 12 ayat 4.

8
UU No. 37 tahun 2004. Pasal 13 angka 4

9
UU No. 37 tahun 2004. Pasal 295 ayat 2.

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


a. Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di Pengadilan sudah
ada, tetapi belum ditemukan; atau
b. Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang
nyata.
Batas waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali tersebut dihitung
dari tanggal dikeluarkannya putusan kepailitan tersebut. Terhadap permohonan
yang didasarkan pada alas an pertama, diberi waktu paling lambat 180 (seratus
delapan puluh) hari. Sementara untuk alasan yang kedua diberi waktu maksimal
hingga 30 (tiga puluh hari) saja. Dalam jangka waktu paling lambat 32 (tiga puluh
dua) hari setelah tanggal permohonan diterima panitera Mahkamah Agung,
Mahkamah Agung wajib menyampaikan kepada para pihak salinan putusan
peninjauan kembali yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang
mendasari putusan tersebut.
Mengenai berakhirnya suatu kepailitan, menurut hukum kepailitan yang
berlaku di Indonesia, Kepailitan dapat berakhir dengan cara, antara lain:
1. Pembatalan kepailitan oleh pengadilan setelah adanya upaya hukum,
2. Pencabutan Kepailitan Atas Usulan Hakim Pengawas,
3. Pemberesan/Likuidasi, dan
4. Perdamaian.
Selain itu, hukum kepailitan Indonesia juga mengenal suatu bentuk yang
disediakan bagi debitur untuk menyelesaikan kesulitan finansial, agar debitur
tersebut tetap dapat melanjutkan kelangsungan usahanya. Bentuk tersebut dikenal
dengan penundaan kewajiban pembayaran utang, atau PKPU yang diatur dalam
Bab II Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, merupakan prosedur hukum yang memberikan
hak kepada setiap debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa tidak akan
dapat melanjutkan utang-utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat
memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk
mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau
sebagian utang kepada kreditur konkuren. 10 Dengan begitu, dapat disimpulkan

10
Ellyana S, op.cit., hlm. 21.

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


bahwa PKPU bertujuan menjaga jangan sampai debitur, yang karena suatu
keadaan semisal keadaan tidak likuid dan sulit mendapat kredit dinyatakan pailit,
sedangkan kalau debitur tersebut diberi waktu dan kesempatan, besar harapan
debitor akan dapat membayar utangnya.
Mengenai pihak yang dapat mengajukan permohonan PKPU diatur dalam
Pasal 222 s.d. pasal 294 UU kepailitan, antara lain PKPU dapat diajukan oleh
debitur maupun oleh kreditur.11 Selain pihak-pihak tersebut, juga ditentukan
mengenai pengecualian terhadap pihak-pihak yang dapat mengajukan proses
penundaan kewajiban pembayaran utang di Indonesia, yaitu Debitur Bank,
Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring, Dan penjaminan, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi,
Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang
kepentingan publik. Dalam hal Debiturnya adalah bank, maka permohonan PKPU
hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Dalam hal debiturnya adalah
perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan penjaminan, Lembaga
Penyimpanan dan penyelesaian, permohonan PKPU hanya dapat diajukan oleh
Badan pengawas pasar modal. Dan dalam hal Debiturnya adalah Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara
yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan PKPU hanya dapat
diajukan oleh menteri keuangan.
Permohonan PKPU harus diajukan kepada ketua Pengadilan Niaga di
daerah tempat kedudukan hukum debitur dengan ketentuan:
a. Dalam hal debitur telah meninggalkan wilayah Negara republik
Indonesia, pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan atas
permohonan PKPU adalah pengadilan yang berwenang
menjatuhkan putusan atas permohonan PKPU adalahpengadilan
yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir
debitur.

11
Jono, Op. Cit.,, hal. 169-171

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


b. Dalam hal debitur adalah persero suatu firma, pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma
tersebut juga berwenang memutuskan.
c. Dalam hal debitur tidak berkedudukan di wilayah Negara republik
Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di wilayah
Negara Republik Indonesia, pengadilan yang berwenang
memutuskan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan atau kantor pusat debitur menjalankan profesi
atau usahanya diwilayah Negara republik Indonesia.
Dalam hal debitur merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya
adalah sebagaimana dimaksud anggaran dasarnya.12

HUKUM KEPAILITAN AMERIKA SERIKAT


Sejarah hukum kepailitan di Amerika Serikat dimulai pada tahun 1787.
Dalam The Federalist Papers, seorang pendiri bangsa Amerika Serikat yaitu
James Madison, mendiskusikan mengenai apa yang disebut dengan Bankruptcy
Clause, yaitu sebagai kewenangan untuk menciptakan sebuah aturan hukum yang
seragam mengenai kepailitan, yang sangat erat hubungannya dengan aturan
mengenai perekonomian (commerce), dan diharapkan akan mampu mencegah
terjadinya begitu banyak penipuan, dimana para pihak atau harta kekayaannya
13
dapat dicurangi atau dipindahkan ke negara bagian yang lain secara tidak patut.
Kemudian pada tahun 1800, kongres Amerika Serikat pada akhirnya
mengundangkan peraturan pertama mengenai kepailitan dengan isi yang memiliki
kemiripan dengan peraturan mengenai kepailitan yang berlaku di negara Inggris
pada saat itu. Akan tetapi, di abad ke 18, di beberapa negara bagian Amerika
Serikat telah bermunculan peraturan negara bagian yang bertujuan untuk
melindungi debitur (dari hukuman penjara karena tidak membayar hutang) yang
dikenal dengan Insolvency Law.

12
Ibid.
13
Doglas G. Baird, op.cit., hlm. 24.

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


Selanjutnya Undang-undang Federal Amerika Serikat Tahun 1800 tersebut
diubah beberapa kali pada tahun 1841, 1867, 1878, 1898, 1938 (yang dikenal
sebagai The Candhler Act), 1867, 1898, 1978 dan pada tahun 1984. Antara tahun
1841 sampai tahun 1867, tidak terdapat sama sekali peraturan mengenai
kepailitan. Sebab peraturan lama telah dicabut sementara peraturan pengganti
14
mengenai kepailitan tersebut baru terbentuk di tahun 1867.
Henry R. Cheeseman menyebutkan kongres mengundangkan peraturan
mengenai kepailitan yang asli pada tahun1878. Kemudian diamandemen pada
tahun 1938 melalui Chandler Act, dan kemudian peraturan mengenai kepailitan
baru benar-benar diberlakukan melalui reformasi peraturan kepailitan pada tahun
1978. Peraturan tahun 1978 tersebut, dimana baru berlaku efektif pada tanggal 1
Oktober 1979. Beberapa tahun kemudian, Kongres Amerika Serikat
memberlakukan amandemen terhadap kepailitan dan peraturan mengenai
pengadilan federal untuk kasus kepailitan di tahun 1984. Reformasi peraturan
kepailitan ini kemudian di amandemen pada tahun 1984 inilah yang kemudian
dikenal sebagai Bankruptcy Code. Peraturan mengenai kepailitan melalui
Bankruptcy Code mengalami banyak perubahan atau amandemen oleh kongres
Amerika Serikat salah satunya melalui Bankruptcy Abuse Prevention and
Consumer Protection Act pada tahun 2005. Dan dalam perkembangan
terakhirnya, kongres Amerika Serikat mengamandemen kembali peraturan
mengenai kepailitan di Amerika Serikat yang berlaku efektif sejak tanggal 1
Desember 2012.
Berdasarkan hukum kepailitan Amerika Serikat permohonan pailit dapat
diajukan oleh debitur maupun kreditur. Pengajuan kepailitan kepada pengadilan
federal Amerika Serikat berdasarkan Bankruptcy Code Title 11 dapat dilakukan
hanya terhadap pihak yang memiliki domisili, tempat bisnis, atau aset di Amerika
Serikat,15 kecuali untuk perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi jalan
kereta api, perusahaan asuransi dalam negeri, bank, bank penyimpan dana, bank
korporasi, lembaga simpan pinjam, lembaga bangunan dan pinjaman, lembaga

14
Lawrence M. Friedman, op.cit., hlm 549.

15
U.S.C Title 11 § 109 (a)

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


rumah dan pekarangannya perusahaan pembiayaan kapital baru, lembaga investasi
untuk bisnis kecil, serikat kredit atau bank industri atau institusi serupa, atau
perusahaan asuransi asing, dan bank asing.16
Untuk pengajuan kepailitan oleh kreditur (Involuntary Case)
dipersyaratkan antara lain : 17
1. Dilakukan oleh 3 atau lebih kreditur, dimana masing-masing
kreditur memiliki utang yang dapat diklaim kepada debitur yang
harus merupakan utang pokok setidaknya sebesar 14.425 Dolar
Amerika.
2. Jika ada kurang dari 12 orang pemegang klaim utang, namun tidak
termasuk pegawai atau orang dalam perusahaan, dan utang
pokoknya belum terpenuhi, maka dapat menggabungkan dirinya
sehingga utang pokok sebesar minimal 14.425 Dolar Amerika
terpenuhi.
3. Jika debitur dalam bentuk persekutuan, maka :
a. Dilakukan oleh sebagian kecil mitra utama dalam
persekutuan tersebut;
b. Jika upaya peringanan telah diperintahkan berdasarkan
peraturan yang ada dalam Bankruptcy Code, maka
pengajuan kepailitan dilakukan oleh para mitra utama
dalam persekutuan, kurator yang ditunjuk oleh para mitra
utama, atau pemegang klaim utang atas persekutuan
tersebut.
4. Dilakukan oleh perwakilan asing atas aset, atas proses kepailitan
asing terhadap debitur.
Sedangkan untuk pengajuan permohonan kepailitan oleh debitur
(Voluntary Case) berdasarkan peraturan yang ada dalam bab 7 Title 11
Bankruptcy Code, debitur dapat berupa suatu individu, persekutuan, atau
korporasi atau badan usaha lainnya. 18 Sebelum debitur mengajukan permohonan

16
U.S.C Title 11 § 109 (b)

17
U.S.C Title 11 § 303 (b)

18
U.S.C Title 11 § 101 (41)

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


pernyataan kepailitan ke pengadilan federal kepailitan di Amerika Serikat
berdasarkan peraturan yang ada dalam bab 7 Title 11 Bankruptcy Code, debitur
harus terlebih dahulu melihat apakah ada kemungkinan untuk dilakukan alternatif
lain selain mengajukan proses likuidasi seperti dalam bab 7 Title 11 Bankruptcy
Code. Dengan dasar bab 11 Title 11 Bankruptcy Code, debitur dapat meminta
penyesuaian atas utang yang debitur miliki, penyesuaian atas utang dapat berupa
pengurangan utang tersebut atau memperpanjang masa jatuh tempo atas suatu
utang, atau meminta restrukturisasi yang lebih komprehensif. Selain itu, seorang
debitur dalam hal mengajukan permohonan kepailitan, juga harus melihat
kemungkinan penyelesaian lain atas utangnya dengan kreditur melalui perjanjian-
perjanjian yang telah disepakati.
Mengajukan permohonan kepailitan berdasarkan hukum kepailitan di
Amerika Serikat dibawah ketentuan bab 7 Title 11 Bankruptcy Code,
mengakibatkan debitur berada dalam keadaan Automatically Stays atau
menghentikan terhadap sebagian besar tindakan debitur atau aset-aset yang
dimiliki oleh debitur.19 Namun, pengajuan permohonan pernyataan kepailitan
tidak serta merta memberhentikan beberapa hal yang disebutkan dalam Section
362 (b) bab 7 Title 11 Bankruptcy Code, dan upaya penghentian tersebut berlaku
efektif dalam waktu yang tidak lama dalam kondisi tertentu.
Dalam jangka waktu antara 21 dan 40 hari setelah pengajuan permohonan
kepailitan diajukan ke pengadilan federal kepailitan Amerika Serikat, kurator akan
mengadakan pertemuan diantara para kreditur. Dalam pertemuan tersebut, kurator
akan meletakkan debitur dibawah sumpah, dan baik kurator maupun kreditor akan
menanyakan beberapa pertanyaan. Debitur diwajibkan hadir dalam pertemuan
tersebut dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh kurator dan
kreditur terkait dengan permasalahan keuangan dan aset-aset yang dimiliki oleh
debitur.20 Dalam hal menyesuaikan keringanan atas utang debitur, Title 11
Bankruptcy Code memberikan kesempatan bagi debitur untuk merubah
permohonan pernyataan kepailitan yang sebelumnya berada dibawah peraturan

19
U.S.C Title 11 § 362

20
U.S.C Title 11 § 343

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


bab 7 menjadi dibawah peraturan dalam bab 11, 12, atau 13 selama debitur
memenuhi persyaratan untuk berada dibawah peraturan bab yang baru. 21
Dalam hukum kepailitan yang berlaku di negara Amerika Serikat, tidak
mengenal istilah upaya hukum atas putusan kepailitan. Hal ini dikarenakan hukum
kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat berdasarkan Bankruptcy Code, berlaku
secara federal atau secara menyeluruh. Meskipun begitu, hukum kepailitan di
Amerika Serikat masih memberikan kesempatan kepada debitur untuk
menyelesaikan tunggakan kewajiban-kewajibannya kepada kreditur melalui
pengaturan yang diatur dalam bab 11 Bankruptcy Code.
Pernyataan kepailitan yang masuk dibawah bab 11 Title 11 Bankruptcy
Code seringkali merujuk sebagai reorganisasi atau restrukturisasi dalam hukum
kepailitan di Amerika Serikat. Bab 11 dalam Bankruptcy Code menyediakan suatu
jalan untuk mereorganisasi segala hal yang berkaitan dengan keuangan debitur
dibawah pengawasan dari pengadilan federal kepailitan dalam hukum kepailitan
yang berlaku di Amerika Serikat. Tujuan dari adanya bab 11 ini adalah untuk
mereorganisasi debitur dengan struktur modal baru yang akan timbul dari suatu
pernyataan kepailitan.22
Pengajuan yang dilakukan oleh debitur (Voluntary Petition) harus
mengikuti format yang terdapat dalam formulir 1 di formulir resmi yang
dikeluarkan oleh Judicial Conference of the United States. Kecuali pengadilan
memerintahkan sebaliknya, debitur kepada pengadilan juga harus mengajukan
jadwal atas aset dan utang, jadwal atas pendapatan dan pengeluaran yang ada,
jadwal atas pelaksanaan kontrak dan pinjaman yang belum daluars, dan
pernyataan permasalahan keuangan. 23
Kecuali jika diputuskan oleh pengadilan sebaliknya, hanya debitur yang
dapat mengajukan rencana reorganisasi 120 hari setelah tanggal perintah
reorganisasi diumumkan. Semua pihak yang memiliki kepentingan dalam
permohonan kepailitan, termasuk debitur, kurator, komite kreditur, komite

21
U.S.C Title 11 § 706 (a)

22
Henry R. Cheeseman. op.cit., hlm 494

23
Bankruptcy Rules. Fed. R. Bankr. P. 1007(b)

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


pemegang surat berharga, kreditur, pemegang surat berharga, atau kurator rangkap
dua, dapat mengajukan rencana reorganisasi, jika, dan hanya jika: 24
1. Kurator telah ditunjuk berdasarkan bab 11 Bankruptcy Code.
2. Debitur belum menyerahkan rencana reorganisasi sebelum 120 hari
setelah perintah atas keringanan diumumkan.
3. Debitur belum menyerahkan rencana reorganisasi yang
sebelumnya sudah disepakati, sebelum 180 hari setelah perintah
atas keringanan diumumkan.
Debitur dapat mengajukan rencana reorganisasi sesuai dengan yang ada
dalam bab 11 Bankruptcy Code meskipun debitur itu sendiri yang mengajukan
permohonan kepailitan (Voluntary Case), atau debitur dapat mengajukan rencana
reorganisasi segera setelah permohonan pernyataan kepailitan oleh kreditur
(Involuntary Case) diumumkan. 25 Isi atau rencana reorganisasi tersebut harus
direncanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan direncanakan dengan
secara rinci.
Ketika permohonan reorganisasi diajukan oleh debitur atau kreditur,
debitur secara langsung akan diasumsikan berada dalam identitas tambahan, yaitu
debtor in possesion (DIP).26 DIP adalah suatu istilah dimana debitur tetap
memiliki dan mengontrol segala aset yang dimilikinya saat menjalani proses
reorganisasi dibawah aturan bab 11 Title 11 Bankruptcy Code, tanpa ada kurator
yang ditunjuk. Namun, pengadilan melalui permintaan dari para pihak yang
memiliki kepentingan tanpa harus memberikan rencana konfirmasi terlebih dahulu
dapat menunjuk kurator dalam hal reorganisasi, apabila: 27
1. Dikarenakan, penipuan, ketidakjujuran, inkompeten, atau terjadi
salah urus atas debitur dalam kepemilikan (DIP) terhadap usaha
atau bisnis yang sedang dijalaninya.

24
Bankruptcy Code §§ 1121(b)(c).

25
Bankruptcy Code §§ 1121(a).

26
U.S.C Title 11 § 1101.

27
U.S.C Title 11 § 1104.

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


2. Jika penunjukan debitur dalam kepemilikan (DIP) atas kepentingan
kreditur, pemegang surat berharga, dan kepentingan aset-aset
debitur.
Seorang debitur akan tetap berada dalam posisi DIP hingga rencana
reorganisasi debitur disetujui, pernyataan kepailitan debitur berakhir atau dirubah
kembali menjadi dibawah yuridiksi bab 7 Title 11 Bankruptcy Code, atau kurator
dalam bab 11 Title 11 Bankruptcy Code ditunjuk. Pada umumnya, debitur dalam
keadaan debtor in possession mempunyai kewenangan dan fungsi dalam
menjalankan bisnisnya hampir sama seperti kewenangan dan fungsi kurator dalam
Title 11 Bankruptcy Code.28 Debitur dalam kondisi debtor in possession juga
diizinkan tetap dapat menjalankan usahanya, kecuali jika pengadilan melalui
permohonan dari pihak yang memiliki kepentingan, dan telah diadakan peradilan,
memerintahkan sebaliknya, dalam kondisi seperti ini, usaha debitur dijalankan
oleh kurator.29

PERSAMAAN HUKUM KEPAILITAN INDONESIA DENGAN HUKUM


KEPAILITAN AMERIKA SERIKAT
Meskipun terdapat perbedaan atas sistem hukum yang dianut antara
Indonesia dengan Amerika Serikat, namun ternyata masih terdapat beberapa
persamaan dalam hukum kepailitan di dua negara tersebut. Persamaan yang
terdapat dalam perbandingan antara hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia
dengan hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat antara lain terhadap
definisi atas pengertian antara kreditur, debitur, dan kurator, dimana antara kedua
hukum kepailitan mempunya definisi yang nyaris serupa terhadap ketiga hal
tersebut. Kemudian dalam pihak yang dapat melakukan pengajuan permohonan
pernyataan kepailitan, baik hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia maupun
hukum yang berlaku di Amerika Serikat terdapat kesamaan, yaitu kreditur dan
debitur. Dalam lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang juga terdapat
kemiripan antara lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berdasarkan

28
U.S.C Title 11 § 1107(a).

29
U.S.C. Title 11 § 1108.

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia dengan Reorganization Bussiness
dalam bab 11 Title 11 Bankruptcy Code di Amerika Serikat.
Dalam hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia dimungkinkan adanya
penyelesaian sengketa atas permohonan kepailitan diluar pengadilan. Begitu juga
dengan hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat, debitur dan kreditur
juga dapat menyelesaikan sengketa kepailitan di luar pengadilan sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak.

PERBEDAAN HUKUM KEPAILITAN INDONESIA DENGAN HUKUM


KEPAILITAN AMERIKA SERIKAT
Dapat dikatakan terdapat banyak sekali perbedaan antara hukum kepailitan
yang berlaku di Indonesia dengan hukum kepailitan di Amerika Serikat.
Perbedaan yang terlihat paling jelas adalah sistem hukum dan hukum acara yang
digunakan, hukum kepailitan di Amerika Serikat menganut sistem hukum dan
hukum acara Common Law, sedangkan hukum kepailitan di Indonesia menganut
sistem hukum dan hukum acara Civil Law.
Kemudian dalam hukum kepailitan di Amerika Serikat disebutkan pihak-
pihak yang tidak dapat diajukan permohonan kepailitan, yaitu perusahaan yang
bergerak dibidang konstruksi jalan kereta api, perusahaan asuransi dalam negeri,
bank, bank penyimpan dana, bank korporasi, lembaga simpan pinjam, lembaga
bangunan dan pinjaman, lembaga rumah dan pekarangannya perusahaan
pembiayaan kapital baru, lembaga investasi untuk bisnis kecil, serikat kredit atau
bank industri atau institusi serupa, atau perusahaan asuransi asing, dan bank asing.
Permohonan kepailitan juga tidak dapat diajukan kepada petani, keluarga petani,
atau perusahaan nirlaba, bisnis, atau perusahaan niaga, dalam hukum kepailitan
yang berlaku di Amerika Serikat. Sedangkan di Indonesia tidak disebutkan secara
mendetail siapa saja pihak yang tidak dapat diajukan permohonan pernyataan
kepailitan.
Dalam hukum kepailitan di Indonesia terdapat pemisahan terhadap pihak-
pihak yang dapat melakukan permohonan kepailitan sebagai pemohon selain
kreditur dan debitur, yaitu:
1. Kejaksaan untuk kepentingan umum;

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


2. Bank Indonesia jika debiturnya adalah bank;
3. Badan Pengawas Pasar Modal jika debiturnya adalah
perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian;
4. Menteri Keuangan jika debiturnya adalah perusahaan asuransi,
perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau badan usaha milik
negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Sedangkan hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat tidak
dilakukan pemisahan terhadap pihak yang dapat mengajukan permohonan
pernyataan kepailitan seperti dalam peraturan yang berlaku di Indonesia.
Persyaratan atas pengajuan permohonan kepailitan yang berlaku di
Indonesia juga memiliki perbedaan yang sangat jelas dengan hukum kepailitan di
Amerika Serikat. Dalam hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia, seorang
debitur dapat dimohonkan untuk dinyatakan pailit apabila debitor tersebut
memiliki dua atau lebih kreditor dan tidak mampu membayar sedikitnya satu
utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Sedangkan hukum kepailitan yang
berlaku di Amerika Serikat memberikan persyaratan untuk pengajuan
permohonan kepailitan dengan lebih rinci, yaitu dilakukan oleh 3 atau lebih
kreditur, dimana masing-masing kreditur memiliki utang yang dapat diklaim
kepada debitur yang harus merupakan utang pokok setidaknya sebesar 14.425
Dolar Amerika, dan jika ada kurang dari 12 orang pemegang klaim utang, namun
tidak termasuk pegawai atau orang dalam perusahaan, dan utang pokoknya belum
terpenuhi, maka dapat menggabungkan dirinya sehingga utang pokok sebesar
minimal 14.425 Dolar Amerika terpenuhi barulah dapat mengajukan permohonan
pernyataan kepailitan.
Dalam hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat, suatu utang
dapat diartikan sebagai hak untuk menerima pembayaran atau hak untuk
mendapat ganti kerugian oleh debitur kepada kreditur. Sedangkan dalam hukum
kepailitan yang berlaku di Indonesia, suatu utang diartikan hanya sebagai
kewajiban dari debitur kepada kreditur yang dapat dinyatakan dalam bentuk uang.
Prosedur kepailitan bedasarkan hukum kepailitan yang berlaku di
Indonesia dibagi berdasarkan subjek dari debitur, yaitu:

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


1. Kejaksaan untuk kepentingan umum;
2. Bank Indonesia jika debiturnya adalah bank;
3. Badan Pengawas Pasar Modal jika debiturnya adalah perusahaan efek,
bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan
dan penyelesaian;
4. Menteri Keuangan jika debiturnya adalah perusahaan asuransi,
perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau badan usaha milik negara
yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Sedangkan dalam hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat,
prosedur kepailitan hanya berdasarkan kreditur (involuntary case) atau debitur
(voluntary case) saja.
Dalam hukum kepailitan Amerika Serikat, Debitur memiliki hak terbatas
ketika pernyataan kepailitan diumumkan. Sedangkan dalam hukum kepailitan
Indonesia, ketika pernyataan pailit diumumkan hak untuk debitur atas aset-asetnya
diputus sama sekali.
Mengajukan permohonan pernyataan pailit dalam hukum kepailitan yang
berlaku di Indonesia berdampak pada debitur yang kehilangan segala hak perdata
untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang dimilikinya. Sedangkan
pengajuan permohonan pernyataan kepailitan di Amerika Serikat debitur tidak
serta merta kehilangan haknya terhadap harta yang dimilikinya, ada beberapa
harta atau aset debitur yang tetap dapat menjadi hak debitur, terutama yang
berkaitan dengan kelangsungan hidup debitur dan keluarganya.30 Dalam hukum
kepailitan di Amerika Serikat debitur juga memiliki hak untuk tetap mendapatkan
tunjangan-tunjangan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup debitur dan
keluarganya.
Di Indonesia dalam hukum kepailitannya terdapat upaya hukum terhadap
putusan kepailitan berupa kasasi atau peninjauan kembali yang diputuskan oleh
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dalam hukum kepailitan di Amerika
Serikat tidak mengenal adanya suatu upaya hukum, hal ini dikarenakan pengajuan

30
U.S.C Title 11 § 522

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


permohonan kepailitan diajukan kepada pengadilan federal, pengadilan federal
adalah pengadilan tertinggi dalam hirearki system peradilan di Amerika Serikat.
Dalam proses pengadilan kepailitan di Amerika Serikat, hakim pengadilan
federal kepailitan Amerika Serikat akan mendorong debitur untuk melakukan
reorganisasi atau restrukturisasi terhadap permasalahan keuangannya. Sedangkan
di Indonesia proses reorganisasi atau restrukturisasi debitur didapatkan jika
permohonan tersebut tidak didorong atau ditawarkan terlebih dahulu oleh hakim
pengadilan niaga, namun harus diajukan oleh debitur yang memiliki lebih dari 1
(satu) kreditur atau oleh kreditur dalam mengajukan permohonan atas Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang kepada pengadilan niaga dalam sidang pertama
kepailitan. 31
Dalam hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia, suatu Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang dibentuk semacam kurator atau pengurus yang
bertugas mendampingi manajemen perusahaan dalam melakukan restrukturisasi.
Pengurus ini kemudian sekaligus berfungsi sebagai pengawas jalannya
restrukturisasi dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sedangkan dalam
hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat, berdasarkan bab 11 Title 11
Bankruptcy Code, proses restrukturisasi dipercayakan sepenuhnya kepada
manajemen perusahaan.

PENERAPAN HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA


Salah satu tujuan dari dibentuknya Undang-undang No. 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah untuk
mendukung pembangunan perekonomian nasional mengingat modal yang dimiliki
oleh para pengusaha sebagian besar pada umumnya merupakan pinjaman yang
berasal dari berbagai sumber, baik melalui bank, penanaman modal, penerbitan
obligasi, maupun cara lain yang diperbolehkan, hal ini telah menimbulkan banyak
permasalahan terutama mengenai penyelesaian utang-piutang dalam kehidupan
masyarakat.32 Namun yang terjadi dalam praktik-nya, terdapat beberapa putusan

31
UU No. 37 Tahun 2004. Pasal 222 ayat (1).

32
UU No.37 Tahun 2004, Penjelasan Umum.

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


kepailitan yang tidak sesuai dengan tujuan awal dibentuknya Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang tersebut.
Sebagai contoh, pada tanggal 14 September 2012, majelis hakim
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, yang dipimpin oleh hakim Agus Iskandar,
memutus pailit Telkomsel melalui putusan nomor 48/Pailit/2012
PN.Niaga.JKT.PST, karena Telkomsel dinyatakan tidak dapat membayar utang
sebesar Rp 5,3 miliar kepada PT Prima Jaya Informatika. PT Telekomunikasi
Selular disebutkan terbukti memiliki hutang jatuh tempo yang dapat ditagih oleh
PT Prima Jaya Informatika dan sejumlah kreditur lain seperti PT Extend Media
Indonesia sebesar Rp 21 miliar dan Rp 19 miliar.
Melalui putusan hakim pengadilan niaga Jakarta Pusat tersebut, PT
Telekomunikasi Selular mendapat status baru dalam menjalankan semua
usahanya, yaitu perusahaan yang telah dipailitkan secara sah oleh hukum
kepailitan di Indonesia, meskipun semenjak putusan pengadilan tersebut PT
Telekomunikasi Selular tidak menerapkan salah satu asas hukum kepailitan
Indonesia, yaitu asas diberlakukannya keadaan diam sejak dimulainya pengajuan
permohonan pernyataan pailit, namun dalam beberapa aspek, dapat dilihat bahwa
hakim pengadilan niaga Jakarta Pusat telah menjalankan tugas dan wewenangnya
untuk menjatuhkan putusan pailit kepada PT Telekomunikasi Selular. Dengan
berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pengajuan permohonan
kepailitan terhadap PT Telekomunikasi Selular sudah tepat pada jalurnya, yaitu
memenuhi persyaratan permohonan pernyataan kepailitan. Terpenuhinya
persyaratan tersebut dapat dilihat antara lain:
1. Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur.
Dalam putusan pernyataan kepailitan disebutkan bahwa PT
Telekomunikasi Selular Indonesia memiliki 2 (dua) kreditur, yaitu
PT. Prima Jaya Informatika dan PT Extend Media Indonesia.
2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih.

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


PT Telekomunikasi Selular selaku debitur, berdasarkan putusan
kepailitan dinyatakan mempunyai 3 (tiga) utang yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih atas nama PT Prima Jaya Informatika
sebesar Rp 5,3 milliar, dan 2 (dua) utang yang telah jatuh tempo
dan dapat ditagih atas nama PT Extend Media Indonesia masing-
masing sebesar Rp 21 miliar dan Rp 19 miliar.
Sehingga, berdasarkan fakta pengadilan tersebut, PT Telekomunikasi
Selular berdasarkan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, telah memenuhi
persyaratan yang ada untuk kemudian dinyatakan pailit.
Namun, selain fakta-fakta tersebut, kemudian juga harus dilihat apakah
pengajuan permohonan kepailitan terhadap PT Telekomunikasi Selular memang
benar-benar tepat untuk dilakukan. Karena, pada kenyataannya di lapangan, aset
yang dimiliki PT Telekomunikasi Selular dapat dikatakan lebih dari cukup bahkan
melebihi untuk membayar semua utang tersebut. Perlu diketahui kemudian,
bahwa nilai total aset yang dimiliki oleh PT Telekomunikasi Selular adalah
sebesar Rp 11,297 Triliun pada saat putusan pailit tersebut dibacakan oleh hakim
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.33
Mengambil contoh kasus yang lain, yaitu proses kepailitan yang dihadapi
oleh PT Prudential Life Assurance melalui keputusan yang diambil pada tanggal
23 April 2004 No.13/PAILIT/2004/PN.NIAGA.JKT.PST yang menyatakan PT
Prudential Life Assurance pailit dengan segala akibat hukumnya. Pada saat itu, PT
Prudential Life Assurance menerima tunggakan kewajiban pelunasan atas bonus
rekruitmen, konsistensi dan biaya perjalanan yang sudah jatuh tempo dan dapat
ditagih sebesar Rp 366 miliar kepada mantan konsultan agen mereka yang
bernama Lee Boon Siong melalui perjanjian keagenan. Selain itu PT Prudential
Life Assurance ternyata juga memiliki hutang yang telah jatuh tempo dan dapat
ditagih kepada Kreditur lain, yaitu kepada Hartono Hojana, Liem Lie Sia dan
Budiman.

33
Annual Report PT Telekomunikasi Selular tahun 2011, diunduh pada tanggal 20 Desember
2012, pukul 02.05.

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


Melalui putusan hakim pengadilan niaga Jakarta Pusat tanggal 23 April
2004 No.13/PAILIT/2004/PN.NIAGA.JKT.PST tersebut, PT Prudential Life
Assurance juga mendapatkan status baru dalam menjalankan semua usahanya,
yaitu perusahaan yang telah dipailitkan secara sah oleh hukum kepailitan di
Indonesia. Dalam beberapa aspek, dapat dilihat bahwa hakim pengadilan niaga
Jakarta Pusat juga telah menjalankan tugas dan wewenangnya untuk menjatuhkan
putusan pailit kepada PT Prudential Life Assurance. Dengan berdasarkan Pasal 2
ayat (1) Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, pengajuan permohonan kepailitan terhadap PT
Prudential Life Assurance sudah tepat pada jalurnya, yaitu memenuhi persyaratan
permohonan pernyataan kepailitan. Terpenuhinya persyaratan tersebut dapat
dilihat antara lain:
1. Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur.
Dalam putusan pernyataan kepailitan disebutkan bahwa PT
Prudential Life Assurance Indonesia memiliki 4 (empat) orang
kreditur, yaitu kepada Lee Boon Siong, Hartono Hojana, Liem Lie
Sia dan Budiman.
2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih.
PT Prudential Life Assurance selaku debitur, berdasarkan putusan
kepailitan dinyatakan mempunyai 4 (empat) utang yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih terhadap Lee Boon Siong sebesar Rp 366
miliar, dan kepada 3 (tiga) kreditur lainnya, yaitu kepada Hartono
Hojana, Liem Lie Sia dan Budiman.
Sehingga, berdasarkan fakta pengadilan tersebut, PT Prudential Life
Assurance berdasarkan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, telah
memenuhi persyaratan yang ada untuk kemudian dinyatakan pailit.
Namun, selain fakta-fakta tersebut, terdapat fakta lain yang mengejutkan,
karena pada kenyataannya PT Prudential Life Assurance ketika dijatuhkan
putusan tersebut, memiliki aset kelola triliunan Rupiah, dengan tingkat Risk Based
Capital (RBC) sebesar 255% per Desember 2003. Selain itu, PT Prudential Life

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


Assurance yang berpusat di Inggris, juga beroperasi di 12 negara lain dengan total
pengelolaan dana sekitar 320 miliar Dolar Amerika sampai akhir 2003.34
Melalui dua contoh singkat terhadap PT Telekomunikasi Selular dan PT
Prudential Life Assurance, dapat dilihat bahwa hakim pengadilan niaga Jakarta
Pusat juga telah menjalankan tugas dan wewenangnya untuk menjatuhkan putusan
pailit berdasarkan peraturan mengenai hukum kepailitan yang berlaku di
Indonesia berdasarkan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Namun hal ini
terasa kurang tepat, karena jika melihat kepada fakta lain atas dua contoh kasus
yang dihadapi oleh PT Telekomunikasi Selular dan PT Prudential Life Assurance,
suatu putusan kepailitan yang dijatuhkan oleh hakim pengadilan niaga seharusnya
melihat aspek lain yang dimiliki oleh seorang debitur, yaitu apakah debitur
tersebut benar-benar tidak dapat membayar kewajibannya kepada kreditur berupa
utang karena aset yang dimiliki debitur tersebut lebih kecil daripada kewajiban
utang yang dimilikinya. Karena suatu pernyataan kepailitan terhadap suatu
perusahaan dapat memberikan citra yang kurang baik terhadap hukum Indonesia,
terutama dalam bidang hukum kepailitan yang dikhawatirkan menyebabkan
investor asing menarik diri dari berinvestasi di Indonesia karena merasa kurang
aman dengan usaha yang akan dijalankannya dapat dipailitkan dengan mudah, hal
ini tentunya bertentangan dengan tujuan awal dari dibentuknya Undang-undang
No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, yaitu untuk mendukung pembangunan perekonomian nasional.
Dalam penerapan hukum kepailitan di Indonesia melalui Undang-undang
No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, juga tidak diatur lebih lanjut pengaturannya dalam peraturan pelaksana,
sehingga dalam setiap pemeriksaan proses di persidangan dan pelaksanaanya
semata-mata hanya mengacu kepada peraturan yang terdapat dalam Undang-
undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Hal ini berpotensi menimbulkan kekacauan hukum, karena
untuk hal-hal yang lebih spesifik dan lebih lanjut hakim semata-mata hanya akan

34
Henni T Soelaeman dan Tutut Handayani, Manajemen Krisis Sang Pemenang
http://www.swa.co.id, 22 Juli 2004. Diakses pada tanggal 2 November 2012 pukul 00.12.

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


mengacu kepada undang-undang saja. Kalau di undang-undang tidak ada jawaban
atas suatu masalah, maka hakim sendiri yang harus menjawab. Sehingga, hal
tersebut akan menjadi masalah utama bagi debitur yang masih solven, karena
keputusan hakim bukan berdasarkan pada suatu peraturan tertulis.
Sepanjang penelusuran penulis, peraturan pemerintah sebagai peraturan
pelaksanaan atas Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang hanya terdapat dalam Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 2005 tentang Penghitungan Jumlah Suara Kreditor.

KESIMPULAN
Berdasarkan analisa terhadap perbandingan yang ada pada bab-bab
sebelumnya, penulis telah memperoleh jawaban atas pokok permasalahan yang
mendasari penulisan ini, penulis menyimpulkan sebagai berikut :
1. Hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia memiliki banyak
perbedaan dengan hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat.
Perbedaan tersebut meliputi perbedaan sistematika dalam hukum
kepailitan masing-masing negara. Demikian pula perbedaan terkait pihak-
pihak yang dapat dinyatakan pailit, pihak-pihak yang dapat mengajukan
permohonan pailit, prosedur atau tata cara pengajuan permohonan
pernyataan kepailitan, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, jangka
waktu yang harus ditempuh, hukum acara yang dipergunakan,
Reorganisasi Perusahaan dan lain-lain. Namun diantara perbedaan-
perbedaan tersebut, juga terdapat beberapa persamaan yang ada dalam
hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia dengan hukum kepailitan
yang berlaku di Amerika Serikat. Diantaranya definisi terhadap pengertian
antara kreditur, debitur dan kurator. Selain itu terdapat persamaan dalam
hal lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Indonesia
dengan Reorganization di Amerika Serikat. Dalam hukum kepailitan di
dua negara tersebut juga memungkinkan kreditur dan debitur untuk
menyelesaikan sengketa kepailitan diluar pengadilan.
2. Hukum kepailitan Indonesia melalui Undang-undang No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


dapat dikatakan masih belum dapat disebut sebagai jalan keluar bagi para
debitur dalam rangka debitur tersebut memang benar-benar tidak dapat
membayar kewajiban-kewajibannya. Dalam Undang-undang No. 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang juga tidak disebutkan secara lebih detail atau lebih rinci mengenai
kondisi dimana debitur mendapatkan perlindungan apabila ada fakta
bahwa debitur tersebut masih dalam keadaan solven. Selain itu, dalam
penerapan hukum kepailitan di Indonesia melalui Undang-undang No. 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, juga tidak diatur lebih lanjut pengaturannya dalam peraturan
pelaksana, sehingga dalam setiap pemeriksaan proses di persidangan dan
pelaksanaanya semata-mata hanya mengacu kepada peraturan yang
terdapat dalam Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

SARAN
maka saran yang bisa diberikan, yaitu pemerintah harus segera melakukan
revisi ulang terhadap undang-undang kepailitan Indonesi, yang setidaknya
mencakup:
1. Persyaratan atas pengajuan permohonan kepailitan;
2. Memasukkan pengaturan terhadap konsep insolvency test sebagai tolok
ukur diajukannya permohonan kepailitan terhadap kreditur;
Kemudian, untuk melengkapi pengaturan Undang-undang No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, ada
baiknya dibuat peraturan pelaksananya, misalnya Peraturan Pemerintah untuk
menjelaskan lebih lanjut ketentuan-ketentuan maupun istilah-istilah yang
ditemukan dalam Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang untuk mencegah ke-simpang siur-an
dalam pelaksanaannya. Pengaturan lebih lanjut melalui PP juga akan lebih
menghemat waktu dan tenaga dibandingkan harus dibuat undang-undang revisi
atau undang-undang penggantinya karena inisiatif pembentukan dan pembahasan
ada pada internal pihak Pemerintah.

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013


DAFTAR PUSTAKA
Anisah, Siti. Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor Dalam Hukum
Kepailitan Di Indonesia. Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2008.

Baird, Douglas G. The Elements of Bankruptcy, Fourth Edition (Concepts and


Insights). Foundation Press, 2005.

Jono, Hukum Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

M. Friedman, Lawrence. History of American Law. New York : Simon &


Schuster, Inc., 1985.

Sutedi, Adrian. Hukum Kepailitan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009.

Yuhassarie, Emmy. Kepailitan dan Transfer Aset Secara Melawan Hukum.


Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum.

Amerika Serikat, The United States Bankruptcy Code Title 11.

Indonesia, Undang-Undang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran


Utang, UU No. 37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN. No. 4443.

PT Telekomunikasi Selular Tbk.“Annual Report PT Telekomunikasi Selular


tahun 2011”, diunduh pada tanggal 20 Desember 2012, pukul 02.05.

Soelaeman, Henni T Soelaeman dan Tutut Handayani. “Manajemen Krisis Sang


Pemenang” http://www.swa.co.id, 22 Juli 2004. Diakses pada tanggal 2
November 2012 pukul 00.12.

Seputar Indonesia, http://www.seputar-


indonesia.com/edisicetak/content/view/402126, diakses pada tanggal 29
September 2012, pukul 02.10.

Analisa Perbandingan ..., Ibnu Danisworo, FH UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai