S44865-Ibnu Danisworo
S44865-Ibnu Danisworo
IBNU DANISWORO
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perbandingan hukum kepailitan yang berlaku di
Indonesia dengan hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat. Metode
penelitian skripsi ini berbentuk yuridis normatif, dengan sifat eksplanatoris
deskriptif. Skripsi ini mengangkat tema analisa perbandingan atas hukum
kepailitan antara Indonesia dengan Amerika Serikat didasarkan kepada
kepentingan atau kebutuhan Indonesia terutama dalam hukum ekonomi Indonesia,
dalam hal untukmelihat kelemahan, kekurangan, juga kelebihan, terutama yang
terdapat dalam hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia. Hal ini perlu
dilakukan karena dalam kasus kepailitan yang telah terjadi selama ini
membuktikan bahwa perlindungan hukum terhadap debitur dalam kasus kepailitan
dapat dikatakan kurang memadai. Sebagai contoh yaitu putusan hakim terhadap
permohonan kepailitan PT Prudential Life Assurance dan PT Telekomunikasi
Selular Tbk. Dimana dalam putusannya, hakim pengadilan niaga memutus pailit
kepada kedua perusahaan tersebut yang masih memiliki aset yang lebih dari
cukup untuk melunasi kewajibannya kepada para kreditur. Hasil dari penelitian
adalah tidak hanya terdapat perbedaan tetapi juga persamaan antara Undang-
undang kepailitan Indonesia dengan Bankruptcy Code Amerika Serikat. Selain itu,
penerapan hukum kepailitan di Indonesia dapat dikatakan belum memenuhi asas
keseimbangan dimana debitur belum mendapatkan perlindungan atas
kepentingannya dalam kasus kepailitan.
ABSTRACT
This thesis discusses about comparative studies on Bankruptcy Law between
Bankruptcy Law in Indonesia and Bankruptcy Law in United States of America.
This research uses the form of juridical normative method, with descriptive
explanatory nature. The theme of this thesis is based on the need or how
importance to Indonesia government, especially on the economic law to renewing
the regulation of Bankruptcy Law, in this case to find the weakness, deficiency,
and the excess of the regulation in Indonesia Bankruptcy Law. It is necessary,
because what has happen so far, proving that Indonesia Bankruptcy Law giving
less protection to the debtor. For example on PT Prudential Life Assurance and
PT Telekomunikasi Selular Indonesia bankruptcy cases, where in both cases,
bankruptcy judges declaring bankruptcy to both companies, even though there are
some proves with both companies that they have enough assets to pay their debt to
creditors. The result of this study is that there are not only differentiations in
bankruptcy regulation in Indonesia, but also there are some similarities between
both bankruptcy regulations. In addition, the bankruptcy law implementation in
Key words:
PENDAHULUAN
Peraturan mengenai kepailitan di Indonesia sudah berlaku sejak tahun
1906 dengan lahirnya Faillissementsverordening. Peraturan tersebut berlaku
sampai lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 digantikan oleh Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.1 Salah satu tujuan dari dibentuknya Undang-undang No. 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
adalah untuk mendukung pembangunan perekonomian nasional mengingat modal
yang dimiliki oleh para pengusaha sebagian besar pada umumnya merupakan
pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, baik melalui bank, penanaman
modal, penerbitan obligasi, maupun cara lain yang diperbolehkan, hal ini telah
menimbulkan banyak permasalahan terutama mengenai penyelesaian utang-
piutang dalam kehidupan masyarakat.2 Disamping itu, undang-undang kepailitan,
juga dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan dan pembagian menurut tagihan
masing-masing diantara para Kreditur.3
Ada beberapa faktor mengenai perlunya pengaturan mengenai kepailitan
dan penundaan kewajiban pembayaran utang, antara lain untuk menghindari
perebutan harta Debitur apabila dalam waktu yang sama ada beberapa Kreditur
yang menagih piutangnya dari Debitur. Kemudian, untuk menghindari adanya
1
Prof. Erman Rajagukguk, dalam Kata Pengantar buku karangan Siti Anisah, Perlindungan
Kepentingan Kreditor dan Debitor Dalam Hukum Kepailitan Di Indonesia (Yogyakarta: Kreasi Total Media,
2008), hlm. V.
2
Indonesia, Undang-Undang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No.
37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN. No. 4443, Penjelasan Umum.
3
Emmy Yuhassarie, Kepailitan dan Transfer Aset Secara Melawan Hukum (Jakarta: Pusat
Pengkajian Hukum), hlm. 75.
POKOK PERMASALAHAN
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar belakang yang
sebelumnya telah penulis terangkan, maka terdapat beberapa pokok permasalahan
yang akan dijelaskan, antara lain:
1. Bagaimanakah perbandingan proses kepailitan berdasarkan hukum yang
berlaku di negara Amerika Serikat dibandingkan dengan proses kepailitan
berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia?
4
Op.cit, Penjelasan Umum.
5
Adrian Sutedi, op.cit., hlm. 31-32
6
Gunawan Widjaya, op.cit., hlm. 46-47.
7
UU No. 37 tahun 2004. Pasal 12 ayat 4.
8
UU No. 37 tahun 2004. Pasal 13 angka 4
9
UU No. 37 tahun 2004. Pasal 295 ayat 2.
10
Ellyana S, op.cit., hlm. 21.
11
Jono, Op. Cit.,, hal. 169-171
12
Ibid.
13
Doglas G. Baird, op.cit., hlm. 24.
14
Lawrence M. Friedman, op.cit., hlm 549.
15
U.S.C Title 11 § 109 (a)
16
U.S.C Title 11 § 109 (b)
17
U.S.C Title 11 § 303 (b)
18
U.S.C Title 11 § 101 (41)
19
U.S.C Title 11 § 362
20
U.S.C Title 11 § 343
21
U.S.C Title 11 § 706 (a)
22
Henry R. Cheeseman. op.cit., hlm 494
23
Bankruptcy Rules. Fed. R. Bankr. P. 1007(b)
24
Bankruptcy Code §§ 1121(b)(c).
25
Bankruptcy Code §§ 1121(a).
26
U.S.C Title 11 § 1101.
27
U.S.C Title 11 § 1104.
28
U.S.C Title 11 § 1107(a).
29
U.S.C. Title 11 § 1108.
30
U.S.C Title 11 § 522
31
UU No. 37 Tahun 2004. Pasal 222 ayat (1).
32
UU No.37 Tahun 2004, Penjelasan Umum.
33
Annual Report PT Telekomunikasi Selular tahun 2011, diunduh pada tanggal 20 Desember
2012, pukul 02.05.
34
Henni T Soelaeman dan Tutut Handayani, Manajemen Krisis Sang Pemenang
http://www.swa.co.id, 22 Juli 2004. Diakses pada tanggal 2 November 2012 pukul 00.12.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa terhadap perbandingan yang ada pada bab-bab
sebelumnya, penulis telah memperoleh jawaban atas pokok permasalahan yang
mendasari penulisan ini, penulis menyimpulkan sebagai berikut :
1. Hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia memiliki banyak
perbedaan dengan hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat.
Perbedaan tersebut meliputi perbedaan sistematika dalam hukum
kepailitan masing-masing negara. Demikian pula perbedaan terkait pihak-
pihak yang dapat dinyatakan pailit, pihak-pihak yang dapat mengajukan
permohonan pailit, prosedur atau tata cara pengajuan permohonan
pernyataan kepailitan, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, jangka
waktu yang harus ditempuh, hukum acara yang dipergunakan,
Reorganisasi Perusahaan dan lain-lain. Namun diantara perbedaan-
perbedaan tersebut, juga terdapat beberapa persamaan yang ada dalam
hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia dengan hukum kepailitan
yang berlaku di Amerika Serikat. Diantaranya definisi terhadap pengertian
antara kreditur, debitur dan kurator. Selain itu terdapat persamaan dalam
hal lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Indonesia
dengan Reorganization di Amerika Serikat. Dalam hukum kepailitan di
dua negara tersebut juga memungkinkan kreditur dan debitur untuk
menyelesaikan sengketa kepailitan diluar pengadilan.
2. Hukum kepailitan Indonesia melalui Undang-undang No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
SARAN
maka saran yang bisa diberikan, yaitu pemerintah harus segera melakukan
revisi ulang terhadap undang-undang kepailitan Indonesi, yang setidaknya
mencakup:
1. Persyaratan atas pengajuan permohonan kepailitan;
2. Memasukkan pengaturan terhadap konsep insolvency test sebagai tolok
ukur diajukannya permohonan kepailitan terhadap kreditur;
Kemudian, untuk melengkapi pengaturan Undang-undang No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, ada
baiknya dibuat peraturan pelaksananya, misalnya Peraturan Pemerintah untuk
menjelaskan lebih lanjut ketentuan-ketentuan maupun istilah-istilah yang
ditemukan dalam Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang untuk mencegah ke-simpang siur-an
dalam pelaksanaannya. Pengaturan lebih lanjut melalui PP juga akan lebih
menghemat waktu dan tenaga dibandingkan harus dibuat undang-undang revisi
atau undang-undang penggantinya karena inisiatif pembentukan dan pembahasan
ada pada internal pihak Pemerintah.