BAB I
PENDAHULUAN
A. Defenisi
Jumlah kasus HIV yang dilaporkan terus meningkat setiap tahun, sementara
jumlah AIDS relatif stabil. Hal ini menunjukkan keberhasilan bahwa semakin banyak
orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang diketahui statusnya saat masih dalam fase
terinfeksi (HIV positif) dan belum masuk dalam stadium AIDS. Berdasarkan faktor
resiko penularan, kasus HIV pada ibu rumah tangga menduduki peringkat kedua.
Penularan melalui perinatal menyumbang 5,1 %. Persentase infeksi HIV tertinggi
dilaporkan pada kelompok umur 25 – 49 ahun (69,6%), diikuti kelompok umur 20 - 24
tahun (17,8%) dan kelompok umur lebih sama dengan 50 tahun (6,7%). Rasio HIV
antara laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1. Sedangkan persentase AIDS tertinggi pada
kelompok umur 30 - 39 tahun (38,6%) diikuti kelompok umur 20 – 29 tahun (29,3%) dan
kelompok umur 40 – 49 tahun (16,5%). Rasio AIDS antara laki–laki dan perempuan
adalah 2 : 1
munodeficiency Virus (HIV), merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem
kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan makrofag komponen-
komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya.
Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-
menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sedangkan Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang
terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditetapkan sebagai
penyebab AIDS, tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu
merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS (Hoyle, 2016;
12)
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
1. Penyakit ini merupakan penyakit berbahaya dan harus diwaspadai dimana
penyebarannya sangat cepat.
2. HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit infeksi peringkat atas yang dapat
menyebabkan kematian
2
B. Etiologi
Etiologi penyakit HIV diakibatkan oleh human immunodeficiency virus dengan
mayoritas manusia.
1. Agen
Agen infeksi HIV disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus. Virus ini terdiri
dari 2 tipe, HIV-1 dan HIV-2.
1). HIV-1
HIV-1 merupakan jenis virus HIV yang paling umum ditemukan hampir di seluruh belahan
dunia, memiliki progresivitas yang tinggi, lebih cepat dalam meningkatkan nilai viral-load,
dan menurunkan tingkat CD4.
2.) HIV-2
HIV-2 memiliki predominansi untuk ditemukan pada area Afrika Barat. Subtipe ini tidak
seagresif HIV-1 dan ketika ditemukan, umumnya memiliki tingkatan CD4 yang lebih
tinggi dibanding penderita infeksi HIV-1.
2. Host / Pejamu
Sesuai dengan namanya Human Immunodeficiency Virus, maka manusia merupakan
pejamu utama pada infeksi HIV
3. Faktor Risiko
Terdapat berbagai perilaku dan tindakan yang dapat menyebabkan peningkatan risiko
terinfeksi HIV:
C. Patofisiologi
Patofisiologi HIV (human immunodeficiency virus) dimulai dari transmisi virus ke
dalam tubuh yang menyebabkan infeksi yang terjadi sbb ::
1. Transmisi HIV
HIV ditransmisikan melalui cairan tubuh dari orang yang terinfeksi HIV, seperti
darah, ASI, semen dan sekret vagina. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui port
d’entree yang terdapat pada tubuh, umumnya kemungkinan ini meningkat melalui perilaku
berisiko yang dilakukan.
2. Fase Infeksi HIV
Infeksi HIV terdiri dari 3 fase: serokonversi, asimtomatik, dan AIDS.
a). Serokonversi
Fase serokonversi terjadi di masa awal infeksi HIV. Pada fase ini, terjadi viremia
plasma dengan penyebaran yang luas dalam tubuh, selama 4-11 hari setelah virus masuk
melalui mukosa tubuh. Kondisi ini dapat bertahan selama beberapa minggu, dengan gejala
yang cukup ringan dan tidak spesifik, umumnya berupa demam, flu-like
syndrome, limfadenopati dan ruam-ruam. Kemudian, keluhan akan berkurang dan bertahan
tanpa gejala mengganggu. Pada masa ini, umumnya akan mulai terjadi penurunan nilai
CD4, dan peningkatan viral-load.
b). Fase Asimtomatik
Pada fase asimtomatik, HIV sudah dapat terdeteksi melalui pemeriksaan darah.
Penderita infeksi HIV dapat hidup bebas gejala hingga 5-10 tahun walau tanpa intervensi
pengobatan. Pada fase ini, replikasi virus terus berjalan, virulensi tinggi, viral load stabil
tinggi, serta terjadi penurunan CD4 secara konstan.
c). Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Pada fase AIDS Infeksi oportunistik ini bersifat berat, meliputi dan mengganggu
berbagai fungsi organ dan sistem dalam tubuh. Menurunnya CD4 mempermudah infeksi
dan perubahan seluler menjadi keganasan. Infeksi oportunistik berupa:
1) Demam > 2 minggu
2) Tuberkulosis paru
4) Sarkoma kaposi
5) Herpes rekuren
4
6) Limfadenopati
7) Candidiasis orofaring
8) Wasting syndrome
3. Stadium Infeksi HIV
5
D. Pathway
Hiv masuk kedalam tubuh
Infeksi opurtinistik
Gangguan
pemenuhan nutrisi Kekurangan
cairan gangguan
eliminasi
E. Manifestasi Klinis
6
1) Penderita asimtomatik tanpa gejala yang terjadi pada masa inkubasi yang berlangsung
antara 7 bulan sampai 7 tahun lamanya
2) Persistent generalized lymphadenophaty (PGL) dengan gejala limfadenopati umum
3) AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan gangguan sistem
imun atau kekebalan
4) Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang berat berupa
diare kronis, pneumonitis interstisial, hepatomegali, splenomegali, dan kandidiasis oral
yang disebabkan oleh infeksi oportunistik dan neoplasia misalnya sarcoma kaposi.
Penderita akhirnya meninggal dunia akibat komplikasi penyakit infeksi sekunder
Stadium 1
Stadium 1 infeksi HIV berupa sindrom serokonversi akut yang disertai dengan
limfadenopati persisten generalisata (muncul nodul-nodul tanpa rasa sakit pada 2 atau lebih
lokasi yang tidak berdampingan dengan jarak lebih dari cm dan waktu lebih dari 3 bulan).
Stadium 2
Pada stadium 2, pasien dapat kehilangan berat badan kurang dari 10% massa tubuh. Risiko
penyakit infeksi antara lain:
1) Herpes zoster
Stadium 3
Stadium 3 HIV akan menyebabkan pasien kehilangan berat badan lebih dari 10% massa
tubuh. Pasien juga akan mengalami beberapa infeksi atau gejala berikut:
6) Tuberkulosis paru
7) Status performa 3: berada di tempat tidur lebih dari 50% dalam satu bulan terakhir.
Stadium 4
Pasien HIV stadium 4 mengalami infeksi oportunistik yang juga dikenal sebagai AIDS
defining infections, antara lain:
1) Tuberkulosis ekstrapulmoner
2) Pneumoniac Pneumocystis jirovecii
3) Meningitis kriptokokal
6) Toksoplasmosis
7) Kriptosporidiosis
8) CMV
9) HIV wasting syndrome
10) Ensefalopati HIV
12) Limfoma
F. Komplikasi
1. Oral lesi
8
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.
b) Ensefalophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis atau ensefalitis. Dengan efek: sakit kepala,
malaise, demam, paralise total/parsial. http://repository.unimus.ac.id 17
c) Infark serebral kornea sifilis menin govaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
d) Neuropati karena inflamasi diemilinasi oleh serangan HIV.
3. Gastrointertinal
a) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
b) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis.
c) Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal
dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus
dan strongyloides dengan efek sesak nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal
nafas. e. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
5. Sensorik
a) Pandangan: sarcoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
9
b) Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri
G. Pemeriksaan Penunjang
Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi :
1. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar
98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
2. Western blot Spesifikasinya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaannya cukup
sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tes ini digunakan untuk :
a) Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada padabayi yang dapat
menghambat pemeriksaan secara serologis.
b) Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi
c) Tes pada kelompok tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d) Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk
HIV-2
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk kasus HIV (human immunodeficiency virus) adalah dengan
memberikan terapi antiretroviral (ARV) yang berfungsi untuk mencegah sistem imun
semakin berkurang yang berisiko mempermudah timbulnya infeksi oportunistik. Hingga
kini, belum terdapat penatalaksanaan yang bersifat kuratif untuk menangani infeksi HIV.
Walau demikian, terdapat penatalaksanaan HIV yang diberikan seumur hidup dan
bertujuan untuk mengurangi aktivitas HIV dalam tubuh penderita sehingga memberi
kesempatan bagi sistem imun, terutama CD4 untuk dapat diproduksi dalam jumlah yang
normal. Pengobatan kuratif dan vaksinasi HIV masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
10
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian
Nama : Tn’H
Umur : 56 Th
Alamat :-
Agama :
Anamnesis Tn’H
Keluhan Utama Keluhan utama Tn’H batuk berdahak, sesak
nafas, dan diare
B. Analisa Data
11
Sesak, demam
Bibir kering
Turgor kulit
3 Ds : infeksi opurtunitis Gangguan pemenuhan
-Pasien mengatakan diare nutrisi
sejak 3 hari yang lalu dan sistem pencernaan
memiliki riwata penyakit HIV
infeksi jamur
- pasien mengatakan sudah 2
bulan tidak melnjutkan peradangan mulut
pengobatan ARV
- konsistensi cair sulit menelan mual
Do :
- leukosite : 23.000 intake kurang
- Hb : 6,6 g/dl
- TTV
TD : 90/80 mmHg
12
Nadi : 90 x/mnt
RR : 34 x/mnt
T : 37,9 0C
C. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektif gangguan pertukaran gas b/d adanya penumpukan secret
2. Kekurangan cairan gangguan eliminasi b/d diare kronis
3. Gangguan pemenuhan nutrisi b/d penurun metabolisme karbohidrat
4. Gangguan rasa nyaman b/d peradangan kulit adanya infeksi jamur
13
D. Intervensi
E. Implementasi
konsistensi feses
3. Memberikan periode
istirahat yang cukup
4. Memberikan perawatan
mulut sebelum dan sesudah
tindakan pernapasan
5. menganjurkan untuk makan
sedikit dan sering dengan
makanan tinggi protein dan
karbohidrat
F. Evaluasi
P : Intervensi dilanjutkan
BAB III
KESIMPULAN
yang cukup, Memberikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan
,menganjurkan untuk makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat. Menurut jurnal penelitian yuniarti (2016), Pengaruh konseling gizi plus dapat
meningkatkan asupan energi, tetapi belum dapat meningkatkan asupan protein, berat
badan, dan indeks massa tubuh. Peningkatan status gizi berdasarkan IMT pada kelompok
konseling gizi lebih tinggi dibandingkan kelompok konseling gizi plus, sehingga kegiatan
konseling gizi tetap perlu dilakukan dan lebih intensif khususnya untuk meningkatkan
asupan zat gizi dalam upaya perbaikan status gizi ODHA di instansi kesehatan khususnya
pusat rehabilitasi narkoba dan HIV/AIDS di Poliklinik Edelweis RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
4. Gangguan rasa nyaman b/d peradangan kulit adanya infeksi jamur
Setelah melakukan intervensi dengan memberikan sumber sumber edukasi yang
relevan dan berguna mengenai managemen penyakit, Memberikan perawatan pada bagian
kulit yang terinfeksi jamur, Memberikan informasi tentang penggunaan obat,
Menganjurkan pasien untuk merawat diri dan memakan obat sesuai dengan anjuran dari
tim medis, menurut penelitian Nisrina (2019) Tingkat kepatuhan rendah 13 (39.4%)
terinfeksi. Tingkat kepatuhan sedang kepatuhan tinggi 2 (6.1%) pasien yang p chi-square
menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara tin protozoa usus di RSUP Dr M Djamil
Padang (p=0.001). kepatuhan konsumsi ARV dengan kejadian infeksi protozoa usus pada
pasien HIV. K
20
DAFTAR PUSTAKA
Joernal Suhaimi 2017. Pencegahan Dan Penatalaksanaan Infeksi Hiv/Aids Pada Kehamilan
Joernal Nisrina, 2019. Hubungan Tingkat Retro Viral (Arv) Pada Pasien Hiv Dengan
Infeksi Protozoa Usus Di Rsup Dr M Djamil Padang
Joernal Yoliandri, 2017. Terapi Antiretroviral Pada Pasien HIV/AIDS Di RSUP. Dr. M.
Djamil Padang: Kajian Sosiodemografi Dan Evaluasi Obat
Joernal Sari, 2018. Hubungan Asupan Cairan, Status Gizi Dengan Status Hidrasi Pada
Pekerja Di Bengkel Divisi General Engineering Pt Pal Indonesia
Joernal Yuniarti, 2018. Pengaruh konseling gizi dan penambahan makanan terhadap
asupan zat gizi dan status gizi pasien HIV/AIDS
Joernal Riski dkk, 2016. Pengaruh konseling gizi dan penambahan makanan terhadap
asupan zat gizi dan status gizi pasien HIV/AIDS
http://binbask.blogspot.com/2013/01/pathway-hiv-aids.html