Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I

PENDAHULUAN
A. Defenisi

Jumlah kasus HIV yang dilaporkan terus meningkat setiap tahun, sementara
jumlah AIDS relatif stabil. Hal ini menunjukkan keberhasilan bahwa semakin banyak
orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang diketahui statusnya saat masih dalam fase
terinfeksi (HIV positif) dan belum masuk dalam stadium AIDS. Berdasarkan faktor
resiko penularan, kasus HIV pada ibu rumah tangga menduduki peringkat kedua.
Penularan melalui perinatal menyumbang 5,1 %. Persentase infeksi HIV tertinggi
dilaporkan pada kelompok umur 25 – 49 ahun (69,6%), diikuti kelompok umur 20 - 24
tahun (17,8%) dan kelompok umur lebih sama dengan 50 tahun (6,7%). Rasio HIV
antara laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1. Sedangkan persentase AIDS tertinggi pada
kelompok umur 30 - 39 tahun (38,6%) diikuti kelompok umur 20 – 29 tahun (29,3%) dan
kelompok umur 40 – 49 tahun (16,5%). Rasio AIDS antara laki–laki dan perempuan
adalah 2 : 1
munodeficiency Virus (HIV), merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem
kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan makrofag komponen-
komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya.
Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-
menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sedangkan Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang
terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditetapkan sebagai
penyebab AIDS, tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu
merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS (Hoyle, 2016;
12)
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
1. Penyakit ini merupakan penyakit berbahaya dan harus diwaspadai dimana
penyebarannya sangat cepat.
2. HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit infeksi peringkat atas yang dapat
menyebabkan kematian
2

B. Etiologi
Etiologi penyakit HIV diakibatkan oleh human immunodeficiency virus dengan
mayoritas manusia.
1. Agen
Agen infeksi HIV disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus. Virus ini terdiri
dari 2 tipe, HIV-1 dan HIV-2.
1). HIV-1
HIV-1 merupakan jenis virus HIV yang paling umum ditemukan hampir di seluruh belahan
dunia, memiliki progresivitas yang tinggi, lebih cepat dalam meningkatkan nilai viral-load,
dan menurunkan tingkat CD4.
2.) HIV-2
HIV-2 memiliki predominansi untuk ditemukan pada area Afrika Barat. Subtipe ini tidak
seagresif HIV-1 dan ketika ditemukan, umumnya memiliki tingkatan CD4 yang lebih
tinggi dibanding penderita infeksi HIV-1.
2. Host / Pejamu
Sesuai dengan namanya Human Immunodeficiency Virus, maka manusia merupakan
pejamu utama pada infeksi HIV
3. Faktor Risiko
Terdapat berbagai perilaku dan tindakan yang dapat menyebabkan peningkatan risiko
terinfeksi HIV:

1) Melakukan hubungan seks yang tidak terproteksi

2) Memiliki riwayat mengidap infeksi menular seksual, terutama jika berulang

3) Menggunakan jarum yang telah terkontaminasi HIV, secara bergantian (seperti


pada pengguna narkoba suntik, tindik, atau tato)

4) Bekerja pada lingkungan yang berisiko tertusuk jarum/infeksius (pekerja/tenaga


kesehatan)

5) Ibu HIV terhadap janin yang dikandungnya, atau pada bayinya


3

C. Patofisiologi
Patofisiologi HIV (human immunodeficiency virus) dimulai dari transmisi virus ke
dalam tubuh yang menyebabkan infeksi yang terjadi sbb ::
1. Transmisi HIV
HIV ditransmisikan melalui cairan tubuh dari orang yang terinfeksi HIV, seperti
darah, ASI, semen dan sekret vagina. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui port
d’entree yang terdapat pada tubuh, umumnya kemungkinan ini meningkat melalui perilaku
berisiko yang dilakukan.
2. Fase Infeksi HIV
Infeksi HIV terdiri dari 3 fase: serokonversi, asimtomatik, dan AIDS.
a). Serokonversi
Fase serokonversi terjadi di masa awal infeksi HIV. Pada fase ini, terjadi viremia
plasma dengan penyebaran yang luas dalam tubuh, selama 4-11 hari setelah virus masuk
melalui mukosa tubuh. Kondisi ini dapat bertahan selama beberapa minggu, dengan gejala
yang cukup ringan dan tidak spesifik, umumnya berupa demam, flu-like
syndrome, limfadenopati dan ruam-ruam. Kemudian, keluhan akan berkurang dan bertahan
tanpa gejala mengganggu. Pada masa ini, umumnya akan mulai terjadi penurunan nilai
CD4, dan peningkatan viral-load.
b). Fase Asimtomatik
Pada fase asimtomatik, HIV sudah dapat terdeteksi melalui pemeriksaan darah.
Penderita infeksi HIV dapat hidup bebas gejala hingga 5-10 tahun walau tanpa intervensi
pengobatan. Pada fase ini, replikasi virus terus berjalan, virulensi tinggi, viral load stabil
tinggi, serta terjadi penurunan CD4 secara konstan.
c). Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Pada fase AIDS Infeksi oportunistik ini bersifat berat, meliputi dan mengganggu
berbagai fungsi organ dan sistem dalam tubuh. Menurunnya CD4 mempermudah infeksi
dan perubahan seluler menjadi keganasan. Infeksi oportunistik berupa:
1) Demam > 2 minggu

2) Tuberkulosis paru

3) Tuberkulosis ekstra paru

4) Sarkoma kaposi

5) Herpes rekuren
4

6) Limfadenopati

7) Candidiasis orofaring

8) Wasting syndrome
3. Stadium Infeksi HIV
5

D. Pathway
Hiv masuk kedalam tubuh

Menginfeksi sel yang mempunyai meelekul CO4


(Limposite T4, Monosit, Sel dendrit, Sel Langerhans)

Mengikat melekul CO4

Memiliki sel target dan memproduksi virus

Sel limfosite T4 hancur

Imunitas tubuh menurun

Infeksi opurtinistik

Sist pernafasan sist pencernaan sist integumen

Peradangan pada Infeksi jamur peristaltik Peradangan


jaringan paru kulit
Peradangan
mulut Diare kronis
Timbul lesi
Sesak, demam
bercak putih
Sulit menelan Cairan
mual output
Tidak efektif Gangguan
gangguan Intake kurang rasa nyaman
pertukaran gas Bibir kering
turgor kulit

Gangguan
pemenuhan nutrisi Kekurangan
cairan gangguan
eliminasi

E. Manifestasi Klinis
6

Penderita yang terinfeksi HIV dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu:

1) Penderita asimtomatik tanpa gejala yang terjadi pada masa inkubasi yang berlangsung
antara 7 bulan sampai 7 tahun lamanya
2) Persistent generalized lymphadenophaty (PGL) dengan gejala limfadenopati umum
3) AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan gangguan sistem
imun atau kekebalan
4) Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang berat berupa
diare kronis, pneumonitis interstisial, hepatomegali, splenomegali, dan kandidiasis oral
yang disebabkan oleh infeksi oportunistik dan neoplasia misalnya sarcoma kaposi.
Penderita akhirnya meninggal dunia akibat komplikasi penyakit infeksi sekunder

Stadium infeksi HIV menurut WHO dibagi ke dalam 4 stadium.

Stadium 1

Stadium 1 infeksi HIV berupa sindrom serokonversi akut yang disertai dengan
limfadenopati persisten generalisata (muncul nodul-nodul tanpa rasa sakit pada 2 atau lebih
lokasi yang tidak berdampingan dengan jarak lebih dari cm dan waktu lebih dari 3 bulan).

Stadium 2

Pada stadium 2, pasien dapat kehilangan berat badan kurang dari 10% massa tubuh. Risiko
penyakit infeksi antara lain:

1) Herpes zoster

2) Manifestasi minor mukokutan

3) Infeksi saluran pernafasan atas rekuren

4) Status performa 2: simtomatik namun hampir aktif penuh.

Stadium 3

Stadium 3 HIV akan menyebabkan pasien kehilangan berat badan lebih dari 10% massa
tubuh. Pasien juga akan mengalami beberapa infeksi atau gejala berikut:

1) Diare kronik lebih dari 1 bulan


7

2) Demam prolong lebih dari 1 bulan

3) Kandidosis oral, kandidiasis vagina kronik

4) Oral hairy leukoplakia


5) Infeksi bakteri parah

6) Tuberkulosis paru
7) Status performa 3: berada di tempat tidur lebih dari 50% dalam satu bulan terakhir.

Stadium 4

Pasien HIV stadium 4 mengalami infeksi oportunistik yang juga dikenal sebagai AIDS
defining infections, antara lain:
1) Tuberkulosis ekstrapulmoner

2) Pneumoniac Pneumocystis jirovecii
3) Meningitis kriptokokal

4) Infeksi HSV lebih dari 1 bulan

5) Kandidiasis pulmoner dan esofageal

6) Toksoplasmosis

7) Kriptosporidiosis

8) CMV

9) HIV wasting syndrome
10) Ensefalopati HIV

11) Sarkoma Kaposi

12) Limfoma

13) Pneumonia rekuren

F. Komplikasi
1. Oral lesi
8

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.
b) Ensefalophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis atau ensefalitis. Dengan efek: sakit kepala,
malaise, demam, paralise total/parsial. http://repository.unimus.ac.id 17
c) Infark serebral kornea sifilis menin govaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
d) Neuropati karena inflamasi diemilinasi oleh serangan HIV.
3. Gastrointertinal
a) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
b) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis.
c) Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal
dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus
dan strongyloides dengan efek sesak nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal
nafas. e. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.

5. Sensorik
a) Pandangan: sarcoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
9

b) Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri
G. Pemeriksaan Penunjang
Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi :
1. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar
98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
2. Western blot Spesifikasinya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaannya cukup
sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tes ini digunakan untuk :
a) Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada padabayi yang dapat
menghambat pemeriksaan secara serologis.
b) Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi
c) Tes pada kelompok tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d) Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk
HIV-2
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk kasus HIV (human immunodeficiency virus) adalah dengan
memberikan terapi antiretroviral (ARV) yang berfungsi untuk mencegah sistem imun
semakin berkurang yang berisiko mempermudah timbulnya infeksi oportunistik. Hingga
kini, belum terdapat penatalaksanaan yang bersifat kuratif untuk menangani infeksi HIV.
Walau demikian, terdapat penatalaksanaan HIV yang diberikan seumur hidup dan
bertujuan untuk mengurangi aktivitas HIV dalam tubuh  penderita sehingga memberi
kesempatan bagi sistem imun, terutama CD4 untuk dapat diproduksi dalam jumlah yang
normal. Pengobatan kuratif dan vaksinasi HIV masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
10

BAB II
PEMBAHASAN KASUS

A. Pengkajian

Nama : Tn’H
Umur : 56 Th
Alamat :-
Agama :

Anamnesis Tn’H
Keluhan Utama Keluhan utama Tn’H batuk berdahak, sesak
nafas, dan diare

Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat penyakit sekarang pasien mengalami


batuk berdahak, sesak nafas, dan diare sejak 3
hari yang lalu, terdapat stomatitis di area mulut
dan kandisiasis
TTV : TD : 90/60 mmHg, Nadi : 90x/m,
RR : 34x/m, Temp : 37,9◦C

Riwayat Kesehatan Lalu Pasien memliki riwayat penyakit HIV/AIDS


sejak 2 tahun yang lalu, pasien mengatakan
sudah 2 bulan tidak melanjutkan pengobatan
antiretroviral(ARV)

Pemeriksaan Penunjang Leukosit : 23.000 ul/dl


Hb : 6,6 g/dl
HBSAG : (+)
Sputum Tb : (+)

B. Analisa Data
11

NO Data Etiologi Masalah Keperawatan


1 Ds : Pasien mengatakan batuk Hiv masuk kedalam Tidak efektif gangguan
berdahak dan sesak nafas. tubuh pertukaran gas
Do :
Infeksi sel
- Hasil specimen sputum
tuberculosis (+) Imunitas menurun
- TTV
TD : 90/80 mmHg Infeksi opurtunitis
Nadi : 90 x/mnt
RR : 34 x/mnt Sistem pernafasan
T : 37,9 0C
Peradangan pada paru

Sesak, demam

2 Ds : Pasien mengatakan diare Hiv masuk kedalam Kekurangan cairan


sejak 3 hari yang lalu tubuh gangguan eliminasi
- konsistensi cair
Infeksi sel
Do :
- leukosite : 23.000 Imunitas menurun
- Hb : 6,6 g/dl
- Hbsag (+) Infeksi opurtunitis
- TTV
TD : 90/80 mmHg Sistem pencernaan
Nadi : 90 x/mnt
Paristaltik
RR : 34 x/mnt
T : 37,9 0C Diare kronis

Bibir kering
Turgor kulit
3 Ds : infeksi opurtunitis Gangguan pemenuhan
-Pasien mengatakan diare nutrisi
sejak 3 hari yang lalu dan sistem pencernaan
memiliki riwata penyakit HIV
infeksi jamur
- pasien mengatakan sudah 2
bulan tidak melnjutkan peradangan mulut
pengobatan ARV
- konsistensi cair sulit menelan mual
Do :
- leukosite : 23.000 intake kurang
- Hb : 6,6 g/dl
- TTV
TD : 90/80 mmHg
12

Nadi : 90 x/mnt
RR : 34 x/mnt
T : 37,9 0C

4 Ds : Infeksi sel Gangguan rasa


-Pasien mengatakan diare nyaman
sejak 3 hari yang lalu dan Infeksi opurtinisik
memiliki riwata penyakit HIV
Sistem integumen
- pasien mengatakan sudah 2
bulan tidak melnjutkan Peradangan kulit
pengobatan ARV
- konsistensi cair Timbul lesi bercak
Do : putih
- leukosite : 23.000
Gatal nyeri bersisik
- Hb : 6,6 g/dl
-Terdapat stomatitis di area
mulut dan kandisiasis
- TTV
TD : 90/80 mmHg
Nadi : 90 x/mnt
RR : 34 x/mnt
T : 37,9 0C

C. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektif gangguan pertukaran gas b/d adanya penumpukan secret
2. Kekurangan cairan gangguan eliminasi b/d diare kronis
3. Gangguan pemenuhan nutrisi b/d penurun metabolisme karbohidrat
4. Gangguan rasa nyaman b/d peradangan kulit adanya infeksi jamur
13

D. Intervensi

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Tidak efektif Setelah diberikan asuhan 1. Ajarkan batuk efektif
gangguan pertukaran keperawatan selama 2x24 jam, 2. Berikan posisi
gas b/d adanya diharapkan pertukaran gas pada semifowler atau fowler
penumpukan secret pasien adekuat dengan kriteria untuk memaksimalkan
hasil: ventilasi
 batuk berkurang 3. Berikan oksigen
 Mendemonstrasikan 4. Monitor frekuensi
peningkatan ventilasi dan irama, kedalaman dan
oksigenasi yang adekuat upaya napas
 Memelihara kebersihan paru- 5. Kolaborasi pemberian
paru dan bebas dari tanda- therapy nebulizer bila
tanda distress pernafasan perlu
 Suara nafas yang bersih tidak
ada penumpukan secret

2 Kekurangan cairan Setelah diberikan asuhan 1. Anjurkan pasien untuk


gangguan eliminasi keperawatan selama 2x24 jam, minum sesuai kebutuhan
b/d diare kronis diharapkan dapat 1. Pantau TTV
mempertahankan keseimbangan 2. Monitor intake cairan
cairan dan elektrolit Kriteria dan output
Hasil : 3. Berikan terapi IV,
 Mukosa bibir lembap sesuai program order
 Turgor kulit elastis dari dokter
 TTV dalam batas normal 4. Anjurkan pasien untuk
 Tidak ada tanda-tanda meningkatkan asupan
dehidrasi oral
 Intake dan output cairan
seimbang
3 Gangguan Setelah diberikan asuhan 1. Awasi
pemenuhan nutrisi keperawatan selama 2x24 jam, masukan/pengeluaran
14

b/d penurun diharapkan dapat memenuhi dan berat badan secara


metabolisme kebutuhan nutri dengan kriteria periodik
karbohidrat hasil : 2. Selidiki anoreksia, mual
 Menunjukkan peningkatan dan catat kemungkinan
fungsi pengecapan dari hubungan dengan obat.
menelan Awasi frekuensi,
 Tidak terjadi penurunan berat volume, konsistensi feses
badan yang berarti 3. Berikan periode istirahat
 Mampu mengidentifikasi yang cukup
kebutuhan nutrisi 4. Berikan perawatan mulut
sebelum dan sesudah
tindakan pernapasan
5. Anjurkan untuk makan
sedikit dan sering dengan
makanan tinggi protein
dan karbohidrat

4 Gangguan rasa Setelah diberikan asuhan 1. Berikan sumber


nyaman b/d keperawatan selama 2x24 jam, sumber edukasi yang
peradangan kulit diharapkan infeksi jamur hilang relevan dan berguna
adanya infeksi jamur dengan kriteria hasil : mengenai managemen
 tidak terjadi peradangan pada penyakit
kulit 2. Berikan perawatan
 pasien mampu merawat diri pada bagian kulit yang
dengan pengetahuan yang terinfeksi jamur
banyak 3. Berikan informasi
tentang penggunaan obat
4. Anjurkan pasien
untuk merawat diri dan
memakan obat sesuai
dengan anjuran dari tim
medis
15

E. Implementasi

N Diagnosa Implementasi Respon


o Keperawatan
1 Tidak efektif 1. Mengajarkan batuk 1. Jalan nafas jadi longgar
gangguan efektif 2. Pasien mau menurut dan mengatur
pertukaran gas 2. Memberikan posisi posisi
b/d adanya semifowler atau fowler 3. Terpasang oksigen
penumpukan untuk memaksimalkan 4. Pasien memberikan nafas yang tidak
secret ventilasi terlalu dalam lagi
3. Memberikan oksigen 5. Nafas pasien sedikit kembali normal
4. Memonitor frekuensi
irama, kedalaman dan
upaya napas
5. Berkolaborasi
pemberian therapy
nebulizer bila perlu
2 Kekurangan 1.Menganjurkan pasien untuk 1. pasien mau minum sesuai dengan
cairan minum sesuai kebutuhan kebutuhan
gangguan 2. Memantau TTV 2. ttv dalam bata normal
eliminasi b/d 3. Memonitor intake cairan 3. pasien mau diberikan obat sesuai
diare kronis dan output anjuran tim medis
4. memberikan terapi IV, 4. pasien mau makan
sesuai program order dari
dokter
5. menganjurkan pasien untuk
meningkatkan asupan oral
3 Gangguan 1. Mengawasi masukan/ 1. berat badan kurang dari masa tubuh
pemenuhan pengeluaran dan berat 2. tidak ada mual dan muntah
nutrisi b/d badan secara periodik 3. pasien mau istirihat dengan sesuai
penurun 2. Menyelidiki anoreksia, kebutuhan
metabolisme mual dan catat 4. pasien mau menurut untuk dilakukan
karbohidrat kemungkinan hubungan perawatan mulut
dengan obat. Awasi 5. pasien mau makan walaupun sedikit
frekuensi, volume,
16

konsistensi feses
3. Memberikan periode
istirahat yang cukup
4. Memberikan perawatan
mulut sebelum dan sesudah
tindakan pernapasan
5. menganjurkan untuk makan
sedikit dan sering dengan
makanan tinggi protein dan
karbohidrat

4 Gangguan rasa 1. Memberikan sumber 1. Pasien mau mendengarkan apa yang


nyaman b/d sumber edukasi yang diajarkan oleh tim medis untuk
peradangan relevan dan berguna perawatan kulit yang terinfeksi jamur
kulit adanya mengenai managemen 2. Pasien mulai mengerti tentang
infeksi jamur penyakit perawatan diri dan pengguanaan obat
2. Memberikan sesuai dengan anjuran dari tim medis
perawatan pada bagian kulit
yang terinfeksi jamur
3. Memberikan
informasi tentang
penggunaan obat
4. Menganjurkan pasien
untuk merawat diri dan
memakan obat sesuai
dengan anjuran dari tim
medis
17

F. Evaluasi

No Diagnosa Catatan Perkembangan Paraf


Keperawatan
1 Tidak efektif S : Pasien mengatakan batuk berkurang dan
gangguan pertukaran sesak nafas berkurang.
O : TD : 100/80 mmHg
gas b/d adanya
Nadi : 90 x/m
penumpukan secret RR : 28 x/mnt
T : 36,9 0C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
2 Kekurangan cairan S : Pasien mengatakan diare sedikit berkurang
gangguan eliminasi - konsistensi sudah mulai lunak
- pasien mau minum 600-700 cc / hari
b/d diare kronis
O : TD : 100/80 mmHg
Nadi : 90 x/m
RR : 34 x/mnt
T : 37,9 0C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
3 Gangguan S : Pasien mengatakan diare sedikit berkurang
pemenuhan nutrisi - konsistensi sudah mulai lunak
- pasien mengatakan makan sedikit tapi
b/d penurun
sering
metabolisme O : mukosa bibir masih kering
karbohidrat TD : 100/80 mmHg
Nadi : 90 x/m
RR : 34 x/mnt
T : 37,9 0C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
4 Gangguan rasa S : Pasien mengatakan mau menuruti yang
nyaman b/d sudah diajarkan dan dianjurkan untuk
pengobatan mandiri
peradangan kulit
O:
adanya infeksi jamur TD : 100/80 mmHg
Nadi : 90 x/m
RR : 34 x/mnt
T : 37,9 0C
A : Masalah teratasi sebagian
18

P : Intervensi dilanjutkan
BAB III

KESIMPULAN

Setelah menemukan diagnosa keperawatan, maka selanjutnya adalah menyusun


rencana tindakan keperawatan untuk menanggulangi masalah-masalah keperawatan yang
dihadapi pasien. dan dari diagnosa keperawatan dilakukan intervensi terhadap pasien
dengan diagnosa medis HIV/AIDS dengan melakukan beberapa intervensi dari diagnosa
keperawatan :

1. Tidak efektif gangguan pertukaran gas b/d adanya penumpukan secret


Setelah melakukan intervensi dengan Mengajarkan batuk efektif, Memberikan posisi
semifowler atau fowler untuk memaksimalkan ventilasi, Memberikan oksigen, Memonitor
frekuensi irama kedalaman dan upaya napas, Mampu mengurangi sesak pada pasien
dengan gangguan pertukaran gas karena adanya batuk dan penumpukan secret. Menurut
penelitian Riski, dkk (2018) Intervensi keperawatan sesuai dengan NIC 2015 mengenai
bersihan jalan nafas dengan terapi batuk efektif ada Tn S dan Tn B, setelah dilakukan
tindakan keperawatan yang dilakukan selama 3 hari klien mengatakan sesak berkurang, Tn
S tanpa mengularkan dahak dan Tn B batuk dengan mengeluarkan dahak.
2. Kekurangan cairan gangguan eliminasi b/d diare kronis
Setelah melakukan intervensi dengan Menganjurkan pasien untuk minum sesuai
kebutuhan, Memantau TTV, Memonitor intake cairan dan output, memberikan terapi IV,
sesuai program order dari dokter, menganjurkan pasien untuk meningkatkan asupan oral,.
Menurut penelitian Sari (2018) Penelitian ini menunjukkan hubungan kuat antara jumlah
asupan cairan dengan status hidrasi tetapi terdapat hubungan lemah antara status gizi
dengan status hidrasi pada pekerja divisi general engineering PT. PAL INDONESIA. Hasil
penelitian ini merekomendasikan perlunya pekerja memiliki asupan cairan ≥ 3700 liter per
hari, pekerja ditempat yang panas harus minum sesering mungkin 150–200 cc air setiap
15–20 menit sekali perlu adanya penyuluhan dan edukasi tentang pentingnya air minum
dan bahaya dehidrasi.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi b/d penurunan metabolisme karbohidrat
Setelah melakukan intervensi dengan Mengawasi masukan/ pengeluaran dan berat
badan secara periodik, Menyelidiki anoreksia, mual dan catat kemungkinan hubungan
dengan obat. Awasi frekuensi, volume, konsistensi feses, Memberikan periode istirahat
19

yang cukup, Memberikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan
,menganjurkan untuk makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat. Menurut jurnal penelitian yuniarti (2016), Pengaruh konseling gizi plus dapat
meningkatkan asupan energi, tetapi belum dapat meningkatkan asupan protein, berat
badan, dan indeks massa tubuh. Peningkatan status gizi berdasarkan IMT pada kelompok
konseling gizi lebih tinggi dibandingkan kelompok konseling gizi plus, sehingga kegiatan
konseling gizi tetap perlu dilakukan dan lebih intensif khususnya untuk meningkatkan
asupan zat gizi dalam upaya perbaikan status gizi ODHA di instansi kesehatan khususnya
pusat rehabilitasi narkoba dan HIV/AIDS di Poliklinik Edelweis RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
4. Gangguan rasa nyaman b/d peradangan kulit adanya infeksi jamur
Setelah melakukan intervensi dengan memberikan sumber sumber edukasi yang
relevan dan berguna mengenai managemen penyakit, Memberikan perawatan pada bagian
kulit yang terinfeksi jamur, Memberikan informasi tentang penggunaan obat,
Menganjurkan pasien untuk merawat diri dan memakan obat sesuai dengan anjuran dari
tim medis, menurut penelitian Nisrina (2019) Tingkat kepatuhan rendah 13 (39.4%)
terinfeksi. Tingkat kepatuhan sedang kepatuhan tinggi 2 (6.1%) pasien yang p chi-square
menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara tin protozoa usus di RSUP Dr M Djamil
Padang (p=0.001). kepatuhan konsumsi ARV dengan kejadian infeksi protozoa usus pada
pasien HIV. K
20

DAFTAR PUSTAKA

Joernal Suhaimi 2017. Pencegahan Dan Penatalaksanaan Infeksi Hiv/Aids Pada Kehamilan

Joernal Nisrina, 2019. Hubungan Tingkat Retro Viral (Arv) Pada Pasien Hiv Dengan
Infeksi Protozoa Usus Di Rsup Dr M Djamil Padang

Joernal Pujiana 2015. Infeksi Jamur Candida Pada Penderita Hiv/Aids

Joernal Yoliandri, 2017. Terapi Antiretroviral Pada Pasien HIV/AIDS Di RSUP. Dr. M.
Djamil Padang: Kajian Sosiodemografi Dan Evaluasi Obat

Joernal Sari, 2018. Hubungan Asupan Cairan, Status Gizi Dengan Status Hidrasi Pada
Pekerja Di Bengkel Divisi General Engineering Pt Pal Indonesia
Joernal Yuniarti, 2018. Pengaruh konseling gizi dan penambahan makanan terhadap
asupan zat gizi dan status gizi pasien HIV/AIDS
Joernal Riski dkk, 2016. Pengaruh konseling gizi dan penambahan makanan terhadap
asupan zat gizi dan status gizi pasien HIV/AIDS

http://binbask.blogspot.com/2013/01/pathway-hiv-aids.html

Anda mungkin juga menyukai