Anda di halaman 1dari 153

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

Defisit Perawatan Diri

A. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi
akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri menurun.
Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia
dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya,
kesehatannya dan kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya
(Damaiyanti dan Iskandar, 2012).
Defisit perawatan diri toileting adalah Klien memiliki
keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau
kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakain
untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat,
dan menyiram toilet atau kamar kecil (Keliat, 2014).
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang
yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau
melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi
(hygiene), berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK (toileting) (Fitria,
2009).
2. Penyebab
Penyebab kurang perawatan diri adalah kelelahan fisik dan
penurunan kesadaran (Tarwoto dan Wartonah (2000) dalam Damaiyanti
dan Iskandar (2012). Menurut Depkes (2000) dalam Damaiyanti dan
Iskandar (2012), penyebab kurang perawatan diri adalah:
a. Faktor Predisposisi
1. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian diri dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
4. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam keperawatan diri.
b. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit keperawatan diri
adalah kurang/penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau
perceptual, cemas, lelah atau lemah yang dialami oleh individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri.

Menurut Depkes (2000), Faktor-faktor yang mempengaruhi personal


hygiene adalah.
a) Body Image gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan dirinya misalnya adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak peduli dengan dirinya
b) Praktek Sosial. Pada anak-anak selalu dimanja dalamkebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c) Status sosial ekonomi. Personal hygiene memerlukan alat dan bahan
seperti sabu, pasta gigi, sakit gigi, shampoo, alat mandi yang
semuanya memerlukan uang untuk menyediaannya
d) Pengetahuan. Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatan kesehatan. Misalnya pada
pasien penderita diabetes mellitus ia harusnya menjaga kebersihan
kakinya.
e) Budaya. Disebagian masyarkat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
f) Kebiasaan seseorang ada kebiasaan orang yang menggunakan
produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun,
shampoo dan lainnya.
g) Kondisi fisik atau psikis. Pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan
untuk merawat diri berkurang dan iperlu bantuan untuk
melakukannya.
3. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri adalah sebagai
berikut (Fitria, 2009):
a. Mandi/hygene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau
aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan
tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam melakukan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, melepas pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat
yang memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah
makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan,
membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut,
mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya ke dalam
mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut cara yang
diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas serta mencerna
cukup makanan dengan aman.
d. Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban, memanipulasi makanan untuk toileting, membersihkan diri
setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar
kecil.

Menurut Depkes (2000) dalam Damaiyanti dan Iskandar (2012),


tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tidak berdaya, rendah diri dan merasa hina
c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB disembarang tempat,
gosok gigi dan mandi tidak mampu sendiri

Jenis-Jenis Defisit Perawatan Diri


Menurut NANDA –I (2012) Jenis perawatan diri terdiri dari :
a. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk menyelesaikan mandi atau
aktifitas perawatan diri untuk diri sendiri.
b. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk menyelesaikan aktifitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri.
c. Defisit perawatan makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan/ menyelesaikan
aktifitas sendiri.
d. Defisit perawatan diri : eliminasi
Hambatan kemampuan untuk melakukan/ menyelesaikan
aktifitas eleminasi sendiri.
4. Akibat dari Masalah
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene:
1. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena
tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, ganguan
fisik yang sering terjadi adalah gangguan untregitas kuliat, gangguan
membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan
gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubunngan dengan personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan
interaksi sosial.
C. Pohon Masalah

Effect Resiko Tinggi Isolasi Sosial

Core Problem Defisit Perawatan Diri

Menurunnya motivasi
dalam perawatan diri

Causa Harga Diri Rendah

Sumber: Menurut Fitri (2009)

D. Masalah dan Data yang Harus Dikaji


Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), berikut ini masalah serta
data yang harus dikaji pada pasien dengan defisit perawatan diri:
1. Resiko Tinggi Isolasi Sosial
a. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif
a) Merasa ingin sendirian
b) Merasa tidak aman di tempat umum
2) Objektif
a) Menarik diri
b) Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau
lingkungan
b. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif
a) Merasa berbeda dengan orang lain
b) Merasa asyik dengan pikiran sendiri
c) Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
2) Objektif
a) Afek datar
b) Afek sedih
c) Riwayat ditolak
d) Menunjukkan permusuhan
e) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
f) Kondisi difabel
g) Tindakan tidak berarti
h) Tidak ada kontak mata
i) Perkembangan terlambat
j) Tidak bergairah/lesu
2. Defisit Perawatan Diri
a. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif
a) Menolak melakukan perawatan diri
2) Objektif
a) Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke
toilet/berhias secara mandiri
b) Minat melakukan perawatan diri kurang
b. Gejala dan Tanda Minor
Tidak tersedia
3. Harga Diri Rendah
a. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif
a) Menilai diri negatif (misalnya tidak berguna, tidak
tergolong)
b) Merasa malu/bersalah
c) Merasa tidak mampu melakukan apapun
d) Meremehkan kemampuan mengatasi masalah
e) Merasa tidak memiliki kelebihan atau kemampuan positif
f) Melebih – lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
g) Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
2) Objektif
a) Enggan mencoba hal baru
b) Berjalan menunduk
c) Postur tubuh menunduk
b. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif
a) Merasa sulit konsentrasi
b) Sulit tidur
c) Mengungkapkan keputusasaan
2) Objektif
a) Kontak mata kurang
b) Lesu dan tidak bergairah
c) Berbicara pelan dan lirih
d) Pasif
e) Perilaku tidak asertif
f) Mencari penguatan secara berlebihan
g) Bergantung pada pendapat orang lain
h) Sulit membuat keputusan
i) Seringkali mencari penegasan

E. Diagnosis Keperawatan
Defisit perawatan diri bukan merupakan bagian komponen dari pohon
masalah (cause, cor problem, effect) tetapi sebagai masalah pendukung
(Damaiyanti dan Iskandar, 2012).
a. Effect
b. Cor problem
c. Cause
d. Defisit perawatan diri
e. Menurunnya motivasi perawatan diri
F. Rencana Intervensi

Diagnosa Perencanaan
Tg No Tujuan Kriteria Evaluasi
Keperawata Intervensi Rasional
l Dx
n
1 2 3 4 5 6 7
Defisit 1. Klien dapat 1.1 Klien menunjukkan tanda-tanda 1.1.1 Bina hubungan saling percaya:
perawatan membina percaya kepada perawat: a. Beri salam setiap
diri: mandi, hubungan saling a. Wajah cerah, tersenyum berinteraksi.
berpakaian, percaya dengan b. Mau berkenalan b.Perkenalkan nama, nama
makan, perawat c. Ada kontak mata panggilan perawat dan
eliminasi d. Menerima kehadiran tujuan perawat berkenalan
perawat c. Tanyakan nama dan
e. Bersedia menceritakan panggilan kesukaan klien
perasaannya d.Tunjukkan sikap jujur dan
menepati janji setiap kali
berinteraksi
e. Tanyakan perasaan dan
masalah yang dihadapi
klien
f. Buat kontrak interaksi yang
jelas
g.Dengarkan ungkapan
perasaan klien dengan
empati
h.Penuhi kebutuhan dasar
klien

2. Klien dapat 2.1 Klien dapat menyebutkan 2.1.1 Diskusikan bersama klien
mengenal tentang pentingnya kebersihan diri pentingnya kebersihan diri
pentingnya dalam waktu 2 kali pertemuan: dengan cara menjelaskan
kebersihan diri - Tanda-tanda bersih pengertian tentang arti bersih
- Badan tidak bau dan tanda – tanda bersih.
- Rambut rapi, bersih dan 2.1.2 Dorong klien untuk
tidak bau menyebutkan 3 dari 5 tanda
- Gigi bersih & tidak bau kebersihan diri
mulut
- Baju rapi & tidak bau

2.2 Klien mampu menyebutkan 2.2.1 Diskusikan fungsi kebersihan


kembali kebersihan untuk diri untuk kesehatan dengan
kesehatan menggali pengetahuan klien
terhadap hal yang
berhubungan dengan
kebersihan diri
2.2.2 Bantu klien mengungkapkan
arti kebersihan diri dan tujuan
memelihara kebersihan diri.
2.2.3 Beri reinforcement positif
setelah klien mampu
mengungkapkan arti
kebersihan diri.

2.3 Klien dapat menjelaskan cara 2.3.1 Ingatkan klien untuk


merawat diri, antara lain: memelihara kebersihan diri
- Mandi 2 kali sehari seperti:
dengan sabun a. Mandi 2 kali, pagi dan sore
- Menggosok gigi minimal b. Sikat gigi minimal 2 kali
2 kali sehari setelah sehari (sesudah makan dan
makan dan akan tidur sebelum tidur)
- Mencuci rambut 2-3 kali c. Keramas dan menyisir
seminggu dan memotong rambut
kuku bila panjang d. Gunting kuku bila panjang
- Mencuci tangan sebelum e. Cuci tangan sebelum dan
dan sesudah makan sesudah makan

3. Klien dapat 3.1. Klien berusaha untuk 3.1.1 Motivasi klien untuk mandi,
mempraktekkan memelihara kebersihan diri, dengan:
cara menjaga yaitu: a. Ingatkan caranya, evaluasi
kebersihan diri - Mandi pakai sabun dan hasilnya & beri umpan
sesuai dengan disiram dengan air sampai balik.
anjuran perawat. bersih b. Bimbing klien dengan
- Mengganti pakaian bersih bantuan minimal
sehari sekali dan c. Jika hasilnya kurang kaji
merapikan penampilan hambatan yang ada
3.1.2 Bimbing klien untuk mandi
a. Ingatkan dan anjurkan
untuk mandi 2 kali sehari
dengan menggunakan sabun
b. Anjurkan klien untuk
meningkatkan cara mandi
yang benar
3.1.3 Anjurkan klien untuk
mengganti baju setiap hari:
a. Anjurkan klien untuk
mempertahankan dan
meningkatkan penampilan
diri setiap hari.
b. Dorong klien untuk
mencuci pakaiannya sendiri
c. Demonstrasikan cara
mencuci pakaian yang
benar dengan sabun dan
dibilas
3.1.4 Kaji keinginan klien untuk
memotong kuku dan
merapikan rambut
a. Beri kesempatan pada klien
untuk melakukan sendiri
b. Ingatkan potong kuku dan
keramas
3.1.5 Kolaborasi dengan perawat
ruangan untuk pengelolaan
fasilitas perawatan kebersihan
diri, seperti mandi dan
kebersihan kamar mandi
3.1.6 Bekerja sama dengan keluarga
untuk mengadakan fasilitas
kebersihan diri sendiri seperti
odol, sikat gigi, sampo,
pakaian ganti, handuk dan
sandal.
4. Klien dapat 4.1 Setelah satu minggu klien 4.1.1 Monitor klien dalam
melakukan dapat melakukan perawatan melaksanakan kebersihan diri
kebersihan kebersihan diri secara rutin dan secara teratur. Ingatkan untuk
perawatan diri teratur tanpa anjuran mencuci rambut, menyisir,
secara mandiri - Mandi pagi dan sore gosok gigi, ganti baju dan
- Ganti baju setiap hari pakai sandal.
- Penampilan bersih dan
rapi

5. Klien dapat 5.1 Klien selalu tampak bersih dan 5.1.1 Beri reinforcement positif
mempertahankan rapi jika klien berhasil melakukan
kebersihan diri kebersihan diri.
secara mandiri.

6. Klien dapat 6.1 Keluarga selalu mengingat hal- 6.1.1 Jelaskan pada keluarga
dukungan keluarga hal yang berhubungan dengan tentang penyebab kurang
dalam kebersihan diri. minatnya klien menjaga
meningkatkan kebersihan diri
kebersihan diri 6.1.2 Diskusikan bersama keluarga
tentang tindakan yang telah
dilakukan klien selama di RS
dalam menjaga kebersihan
dan kemajuan yang telah
dialami di RS.
6.1.3 Anjurkan keluarga untuk
memutuskan memberi
stimulasi terhadap kemajuan
yang telah dialami di RS.
6.2 Keluarga menyiapkan sarana 6.2.1 Jelaskan pada keluarga
untuk membantu klien dalam tentang manfaat sarana yang
menjaga kebersihan diri lengkap dalam menjaga
kebersihan klien
6.2.2 Anjurkan keluarga untuk
menyiapkan sarana dalam
menjaga kebersihan diri
6.2.3 Diskusikan bersama keluarga
cara membantu klien
menjaga kebersihan diri
6.3 Keluarga membantu dan 6.3.1 Diskusikan dengan keluarga
membimbing klien dalam mengenai hal – hal yang
menjaga kebersihan diri. dilakukan misalnya:
- Mengingatkan klien pada
waktu mandi
- Sikat gigi, keramas,
ganti baju, dan lain – lain
- Membantu klien apabila
mengalami hambatan,
memberi pujian atas
keberhasilan klien.

7. Pasien mampu 7.1 Klien dapat melaksanakan 7.1.1 Melatih pasien makan secara
melakukan makan perawatan diri secara mandiri mandiri
dengan baik dalam hal: Makan a. Menjelaskan cara
mempersiapkan makan
b. Menjelaskan cara makan
yang tertib
c. Menjelaskan cara
merapihkan peralatan
makan setelah makan
d. Praktek makan sesuai
dengan tahapan makan
yang

8. Pasien mampu 8.1 Klien dapat melaksanakan 8.1.1 Mengajarkan pasien


melakukan perawatan diri secara mandiri melakukan BAB/BAK secara
BAB/BAK secara dalam hal: BAB/BAK mandiri
mandiri a. Menjelaskan tempat
BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara
membersihkan diri
setelah BAB dan BAK
c. Menjelaskan cara
membersihkan tempat
BAB dan BAK

9. Klien dapat 9.1 Klien dapat melaksanakan 9.1.1 Melatih pasien


melakukan perawatan diri secara mandiri berdandan/berhias
berhias/berdandan dalam hal: Berdandan Untuk pasien laki-laki latihan
secara baik meliputi:
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
Untuk pasien wanita,
latihannya meliputi:
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.


Bandung: Refika Aditama

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan


Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S-1 Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika

Keliat, B A. dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic


Course). Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI

21
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) II
Pada Klien dengan Defisit Perawatan Diri

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
3 hari setelah pertemuan pertama dengan perawat Tn. J sudah bisa
mandi secara mandiri. Hal ini bisa dibuktikan saat dilakukan evaluasi
pada pertemuan kedua dengan perawat. Tn. J tampak bersih dan sudah
mengganti pakaian. Akan tetapi, Tn. J masih belum mampu makan
dengan baik secara mandiri. Hal ini dapat diketahui perawat pada saat
pertemuan kedua baju pasien tampak ada noda makanan.

2. Diagnosis Keperawatan
Defisit Perawatan Diri

3. Tujuan Intervensi
a. Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri
b. Klien memahami tata cara makan yang baik
c. Klien dapat mempraktekkan tata cara makan yang baik
d. Klien mau dan mampu berlatih tata cara makan yang baik dan
memasukkannya dalam jadwal kegiatan harian

4. Rencana Intervensi

22
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien mengenai intervensi pada
pertemuan pertama
b. Beri penjelasan mengenai cara makan yang baik
c. Bantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik
d. Beri motivasi dan anjurkan pasien berlatih cara makan yang baik dan
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

B. Strategi Komunikasi
1. Tahap orientasi
a. Salam terapeutik

Perawat : “Assalamu’alaikum …”
Pasien : “Wa’alaikumsalam…”
Perawat : “Selamat pagi Mas Jae. Bagaimana kabarnya pagi ini
mas?”
Pasien : “Baik.”
Perawat : “Alhamdulillah mas. Mas masih ingat saya tidak?”
Pasien : “Ingat ingat.” (Jawab Mas Jae dengan antusias sembari
menganggukkan kepalanya berulang kali)
Perawat : “Alhamdulillah kalau mas masih mengingat saya.
Terimakasih mas.

b. Evaluasi Validasi
Perawat : “Bagaimana keadaan mas hari ini?”
Pasien : “Baik”

c. Tujuan
Perawat : “Syukur kalau begitu pak. Hari ini kita bertemu kembali
sesuai dengan janji kita 3 hari yang lalu untuk bertemu di
taman ini pukul 09.00 pagi ya mas. Mas ingat?”
Pasien : (Mas Jae menganggukkan kepalanya)

23
Perawat : “Baik mas. Mas sudah mandi belum?”
Pasien : “Sudah, ini ganti.”
Perawat : “Oh mas nya sudah mandi lalu ganti dengan baju ini?”
Pasien : “Iya. Ini bagus.” (Sambil menunjuk ke arah baju yang
dikenakannya)
Perawat : “Wah iya, bajunya mas bagus ya. Kalau boleh tahu di
baju mas ada noda karena apa mas?”
Pasien : “Ini.” (Pasien menunjukkan di tangannya terdapat
potongan kecil coklat yang sebagian telah habis
dimakan, kemudian pasien menghabiskan coklatnya lalu
membersihkan sisa coklat ditangannya dengan cara
mengusapkan ke bajunya)
Perawat : “Wah rupanya dari coklat yang mas makan ya.
Seharusnya sisa coklatnya dibersihkan dengan cuci
tangan mas, supaya bajunya tidak kotor seperti itu. Mau
cuci tangan dulu mas?”
Pasien : “Mau.”
Perawat : “Baik mas, mari saya bantu.”

Akhirnya perawat membantu pasien untuk membersihkan


tangannya dari sisa coklat yang masih menempel. Kemudian mereka
kembali duduk di kursi taman.

d. Kontrak
1. Topik

Perawat : “Nah sekarang tangan mas sudah bersih. Bagaimana


kalau kita lanjutkan untuk berbincang – bincang
mengenai tata cara makan yang baik mas?”
Pasien : “Iyaa.”

24
2. Waktu
Perawat : “Kira – kira mau berapa lama mas untuk waktunya?”
Pasien : “15.”
Perawat : “15 menit ya mas?”
Pasien : “Iya.”

3. Tempat
Perawat : “Baik mas. Untuk tempatnya mas mau dimana?”
Pasien : “Di taman.”
Perawat : “Baik mas tempatnya disini ya.

2. Tahap kerja
Perawat : “Kalau mas mau makan biasanya menyiapkan apa saja
mas?”
Pasien : “Sendok dan garpu.”
Perawat : “Iya mas betul, mas sudah tau ya. Selain itu kita juga
siapkan piring dan gelas ya.”
Pasien : “Iya.”
Perawat : “Kalau peralatan makannya sudah siap apa yang mas
lakukan?”
Pasien : “Hmmmm apa yaa…” (Pasien menggeleng – gelengkan
kepalanya)
Perawat : “Tidak apa – apa mas. Setelah peralatannya siap mas
bisa ambil makanannya, kemudian mencari tempat
duduk untuk mas makan.Mas sudah makan pagi?”
Pasien : (Pasien menggelengkan kepalanya)
Perawat : “Kalau begitu bagaimana kalau sekarang kita belajar tata
cara makan secara langsung. Mas mau tidak?”
Pasien : “Belum kenyang.”
Perawat : “Maksudnya mas?”
Pasien : “Makan.”

25
Perawat : “Mas mau makan?”
Pasien : “Iya.”
Perawat : “Mari kita ambil makanannya mas ke dapur umum. Biar
saya bantu ya mas.”
Pasien : (Pasien menganggukkan kepalanya lalu langsung berlalu
pergi ke arah dapur umum. Perawat pun langsung
mengikutinya.)
Perawat : “Nah sekarang mas ambil piring, sendok garpu dan
gelasnya ya mas.”
Pasien : “Iya.”
Perawat : “Sekarang mas ambil makanan yang mas ingin, mari
saya bantu.”

Pasien sudah mengambil makanannya.

Perawat : “Mas mau makan dimana?”


Pasien : “Disana.” (Ujar pasien sambil mengarahkan dagunya ke
salah satu tempat duduk di ruang makan yang ada dekat
dapur.”
Perawat : “Baik mas, mari kita duduk disana.”

Pasien langsung menempati tempat duduk lantas mengacak –


acak makanannya.

Perawat : “Mas, biasanya kalau mas makan begini?”


Pasien : (Menganggukkan kepalanya lantas kembali memainkan
makanan sambil mengetuk – ngetuk sendok ke piring)
Perawat : “Mas.” (Panggil perawat sambil memegang bahu pasien)
“Makanannya dimakan ya, tidak baik di acak – acak
seperti itu nanti mejanya berantakan. Pakaian mas juga
bisa kotor lagi.”

26
Pasien : “Tidak tahu.”
Perawat : “Mas tidak tahu bagaimana caranya?”
Pasien : (Pasien menganggukkan kepalanya)
Perawat : “Mas pegang sendok dan garpunya, tidak boleh di ketuk
– ketukkan ke piring ya.”
“Nah betul seperti itu.”
“Sekarang mas ambil makanannya dengan sendok, lalu
mas makan perlahan ya.”
Pasien : (Mencoba melakukan anjuran perawat, perlahan – lahan
pasien memahami cara makan yang baik hingga akhirnya
makanannya pun habis)
“Sudah.”
Perawat : “Wah sudah habis. Baik mas, sekarang mas simpan
peralatan makannya di tempat cucian piring ya disana.”

Pasien memahami arahan perawat dan melakukannya.

Perawat : “Setelah makan, mas cuci tangan dulu ya.”


Pasien : (Pasien menganggukkan kepala lantas mencuci
tangannya dengan bantuan perawat. Pasien kembali ke
taman dengan berlari kecil dan kembali duduk di tempat
semula)
Perawat : “Wah mas sekarang sudah bisa ya makan sendiri dengan
rapi seperti tadi. Bagus mas.”
Pasien : “Iya.”

3. Terminasi
a. Evaluasi
(Subjektif)
Perawat : “Bagaimana perasaannya setelah makan tadi mas?”

27
Pasien : “Senang senang saya kenyang.” (Ujar pasien sambil
tertawa kecil)
(Obyektif)
Perawat : “ wah, mas hebat sudah bisa makan sendiri.

b. Rencana tindak lanjut.

Perawat : “Nah kalau begitu, mulai sekarang mas coba ya untuk


makan secara tertib, makan dengan baik seperti tadi
supaya pakaian mas tidak lagi kotor terkena makanan.
Mas mau?”
Pasien : “Mauuu.”
Perawat : “Bagus mas. Sekarang mas masukkan ke jadwal harian
mas ya. Mas bawa bukunya?”
Pasien : “Bawa.” (Lalu dengan antusias, pasien tersebut menulis
di jadwalnya sendiri)
Perawat : “Coba saya lihat jadwalnya.”

Pasien pun menyerahkan buku jadwal hariannya.

Perawat : “Siip Mas. Setiap Mas makan nanti diisi ya jadwal


hariannya.”
Pasien : “Iya.”
c. Kontrak
1. topik
Perawat : “Baik mas, pertemuan kita sekarang sudah selesai ya mas
sesuai dengan janji kita tadi untuk berbincang 15 menit.”
Pasien : “Iyaa.”

28
Perawat : “Bagaimana kalau nanti sore kita bertemu lagi untuk
membicarakan tentang tata cara BAB dan BAK mas.
Apa Mas mau?”
Pasien : “Mau.”

2. Tempat
Perawat : “Mas mau bertemu dimana?
Pasien : “Disini saja”
Perawat : ‘Baik mas”

3. Waktu

Perawat :”Baik mas. Mas mau bertemu jam berapa?’


Pasien : “Lima.”
Perawat : “Wah sepertinya jam 5 itu terlalu sore mas, jam segitu
biasanya mas sedang bermain dengan teman – teman
mas yang lain. Bagaimana kalau jam 3 saja?”

Perawat : “Baik mas, nanti kita bertemu lagi disini jam 3 sore ya
mas. Saya permisi dulu mas.”

Pasien : “Dadah … (Ujar pasien sambil melambaikan tangannya


lantas berlari menghampiri teman – temannya untuk bermain)

29
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) III
Pada Klien dengan Defisit Perawatan Diri

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Pada pertemuan ketiga pasien tampak sudah mengenakan pakaian yang
berbeda dengan pertemuan kedua. Pakaiannya pun bersih tanpa noda
makanan lagi. Akan tetapi celana pasien tampak basah dan berbau pesing
khas air kencing.

2. Diagnosis Keperawatan
Defisit Perawatan Diri

3. Tujuan Intervensi
a. Klien dapat makan dengan baik sesuai dengan jadwal kegiatan
harian pasien
b. Klien dapat memahami cara eliminasi yang baik
c. Klien dapat mempraktekkan cara eliminasi yang baik dan
memasukkan dalam jadwal
d. Klien mampu berlatih cara eliminasi yang baik dan memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

4. Rencana Intervensi
a. Evaluasi jadwal makan pasien

30
b. Jelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
c. Ajari pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
d. Jelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
e. Jelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
Perawat : “Assalamu’alaikum …”
Pasien : “Wa’alaikumsalam …”
Perawat : “Mas kenapa lari – lari?”
Pasien : “Tadi saya main dengan teman – teman.”
Perawat : “Wah pantas saja lari – larian ya mas. Sudah mainnya?”
Pasien : “Kan tadi janji pagi harus ketemu suster lagi sekarang.”
Perawat : “Wah syukurlah mas ingat ya. Terimakasih mas Jae.”
Pasien : “Iya hahaha.”
Perawat : “Yasudah sekarang mas duduk yaa.”
Pasien : “Iya.”

b. Evaluasi validasi
Perawat : “Apa mas sudah makan sesuai dengan jadwal yang kita
buat tadi pagi?”
Pasien : “Sudah. Makan sudah. Sudah mandi ganti baju ini.
Hihihi”
Perawat : “Wah iya ya mas. Bagus mas. Jadwalnya sudah mas
lakukan dengan baik. Dilanjutkan yaa mas.”
Pasien : (Menganggukkan kepala)

31
c. Kontrak
1) Topik
Perawat : “Sesuai dengan janji kita tadi pagi, kali ini kita akan
membicarakan tentang tata cara BAB dan BAK yang
baik ya mas.”
Pasien : “Iya neng.”

2) Waktu
Perawat : “Waktunya mau berapa lama mas?”
Pasien : “10 menit.”
3) Tempat
Perawat : “Baik mas, 10 menit ya. Tempatnya mau dimana mas?”
Pasien : “Disini.”
Perawat : “Baik mas, disini saja yaa 10 menit.”

Pasien tampak gelisah seperti mencari dan mencium sesuatu.


2. Tahap kerja
Pasien : “Bauu bauu.” (Tiba – tiba saja pasien berujar)
Perawat : “Bau apa mas?”
“Wah sepertinya bau pesing ya mas.”
Pasien : “Ini basah.”
Perawat : “Wah kenapa celananya basah mas?”
Pasien : “Gatau, tadi lari – lari terus BAK jadi basah.”
Perawat : “Mas BAK di celana?”
Pasien : “Iya.”
Perawat : “Biasanya kalau BAK dimana mas?”
Pasien : “Dimana – mana hihi.”
Perawat : “Mas, sebaiknya kalau mas mau BAK atau BAB itu di
kamar mandi ya mas. Mas tahu tidak dimana kamar
mandinya?”
Pasien : “Disanaa.” (Tunjuk pasien ke arah salah satu kamar)

32
Perawat : “Iya betul, di dalam kamar mas ada kamar mandinya ya
Mas. Kalau begitu nanti saat mas mau BAK mas harus
pergi dulu ke kamar mandi ya mas. Sudah tau caranya
belum mas?”
Pasien : “Jarang – jarang.”
Perawat : “Jarang apanya mas?”
Pasien : “Kamar mandi.”
Perawat : “Maksudnya mas jarang BAK di kamar mandi?”
Pasien : “Iyaa.”
Perawat : “Yasudah tidak apa – apa, untuk kedepannya Mas harus
ke kamar mandi yaa.”
Pasien : “Iya.”
Perawat : “Kalau begitu sekarang saya bantu tunjukkan cara
menggunakan kamar mandi untuk BAB dan BAK ya
mas. Mas mau?”
Pasien : “Ya.”
Perawat : “Mari mas.”
“Nah sekarang coba mas tunjukkan mana tempat untuk
BAK dan BAB.”
Pasien : “Ituu.” (Pasien menunjuk ke arah WC di kamar
mandinya)
Perawat : “Betul mas, jadi nanti kalau mas mau BAK atau BAB
Mas gunakan WC ini ya.”
“Cara menggunakannya bagaimana mas?”
Pasien : “Begini.” (Pasien jongkok di atas WC)
Perawat : “Betul mas. Bagus sekali.”
“Setelah BAB dan BAK biasanya apa yang dilakukan?”
Pasien : “Bersih, bersihkan.”
Perawat : “Bagus Mas. Mas masih ingat bagaimana cara
melakukannya. Nanti setelah BAB dan BAK jangan lupa
bersihkan diri mas, kemudian jangan lupa untuk

33
bersihkan WC nya juga ya mas. Caranya disiram
menggunakan air bersih ini.”
Pasien : (Pasien mengambil air lantas mempraktikkan untuk
membersihkan WC.”
Perawat : “Betul Mas seperti itu. Tampaknya Mas sudah bisa
melakukannya sendiri ya. Kalau begitu sekarang Mas
ambil celana ganti di lemari baju, bersihkan diri lalu
ganti celananya ya Mas.”

Pasien mengambil celana ganti lantas mempraktikkan apa yang


telah diarahkan oleh perawat dengan baik pada saat menggunakan
WC, membersihkan diri dan tak lupa membersihkan WC yang telah
digunakannya.

Pasien : “Sudah… horee.”


Perawat : “Bagus sekali mas. Mulai sekarang kalau mau BAB atau
BAK harus ke kamar mandi ya mas, seperti yang baru
saja mas lakukan.”
Pasien : “Iya.”

3. Terminasi
Perawat : “Bagaimana perasaannya mas setelah bisa melakukan
cara BAK yang baik tadi?”
Pasien : “Tidak bau, tidak gatal, tidak bau.”
Perawat : “Alhamdulillah kalau begitu mas, nyaman ya mas. Kalau
begitu mas masukkan ke jadwal harian ya mas, mau?”
Pasien : “Mauu … mauu …”
Perawat : “Bagus mas. Tidak terasa sudah sepuluh menit ya mas
kita berbincang – bincang.”

34
Pasien : “Iyaa.”
Perawat : “Mas suka berdandan tidak?”
Pasien : “Sisir rambut inii.”
Perawat : “Iya mas betul. Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi
untuk membahas cara berdandan mas?”
Pasien : “Mau.”
Perawat : “Mau jam berapa mas kita berbincang lagi?”
Pasien : “Jam 8 jam 8 jam 8.”
Perawat : “Baik mas, jam 8 pagi ya. Tempatnya mau dimana?”
Pasien : “Hmmmm disini.”
Perawat : “Baik mas, kalau begitu nanti besok kita bertemu lagi
disini jam 8 pagi ya mas.”
Pasien : “Iya mau.”
Perawat : “Saya permisi dulu ya mas. Selamat sore.”
Pasien : “Dadah suster dadah …”
Perawat : “Dadah …”

35
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) IV
Pada Klien dengan Defisit Perawatan Diri

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Setelah 3 kali pertemuan dengan perawat, kondisi Tn. J banyak
mengalami kemajuan. Pasien sudah dapat mandi dan berganti pakaian
secara mandiri, makan dengan baik, juga melakukan eliminasi dengan
baik.

2. Diagnosis Keperawatan
Defisit Perawatan Diri

3. Tujuan Khusus

36
a. Klien dapat melakukan eliminasi dengan baik secara mandiri
b. Klien dapat memahami cara berdandan
c. Klien mampu mempraktekkan cara berdandan
d. Klien mau dan mampu berlatih dan memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

e. Rencana Intervensi
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Beri penjelasan mengenai cara berdandan
c. Bantu pasien mempraktekkan cara berdandan
a. Anjurkan pasien berlatih dan memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian

B. Strategi Komunikasi

Perawat : “Assalamu’alaikum …”
Pasien : “Wa’alaikumsalam …”
Perawat : “Mas masih ingat saya tidak?”
Pasien : “Ingat sus.”
Perawat : “Syukurlah mas. Sesuai dengan janji kita kemarin sore
kita bertemu lagi pagi ini untuk membicarakan tentang
berdandan ya mas.”
Pasien : “Iya.”
Perawat : “Mas ingin berbicara soal berdandan berapa lama?”
Pasien : “15 sus.”
Perawat : “15 menit mas? Sepertinya 5 menit sudah cukup mas,
bagaimana?”
Pasien : “Ya.”
Perawat : “Tempatnya mau dimana mas?”
Pasien : “Disini saja.”

37
Perawat : “Baiklah mas. Apa mas sudah melakukan kegiatan mas
pagi ini sesuai dengan jadwal?”
Pasien : “Sudah bisa BAK di kamar mandi.”
Perawat : “Wah hebat mas. Bagus mas, lanjutkan seperti itu ya
mas.”
Pasien : “Iya.”
Perawat : “Jadi apa mas sudah mandi?”
Pasien : “Udah wangi udah mandi.”
Perawat : “Iya mas, bagus sudah mandi. Tapi rambutnya belum di
rapikan. Sesuai dengan apa yang akan kita bicarakan tadi
mengenai berdandan ya mas, biasanya mas berdandan
tidak?”
Pasien : “Jarang saja saya malas.”
Perawat : “Kenapa malas?”
Pasien : “Tidak, tidak jalan – jalan saya.”
Perawat : “Mas jarang berdandan karena tidak jalan – jalan?”
Pasien : “Ya.”
Perawat : “Mas tetap bisa berdandan meski tidak pergi jalan –
jalan, supaya rambutnya lebih rapi mas. Mas mau
mencoba menyisir rambut mas tidak?”
Pasien : “Ya.”
Perawat : “Bagus mas. Apa mas punya sisir?”
Pasien : (Berdiri lantas mengambil sisir yang ternyata di
sembunyikan di bawah tempat tidurnya)
Perawat : “Loh kenapa sisirnya di simpan di bawah tempat tidur
mas?”
Pasien : “Diambil teman … sstttt jangan bilang – bilang.”
Perawat : “Jadi disimpan disitu agar tidak di ambil teman mas?”
Pasien : “Iya, sssttt.”
Perawat : “Baiklah, sekarang mas coba sisir rambutnya yaa.”

38
Pasien : “Awww … gamau sakit.” (Pasien tampak meringis
karena menggunakan sisir terlalu kencang, lantas
melempar sisirnya)
Perawat : “Mas, sisirnya tidak boleh dilempar ya. Coba mas
gunakan sisirnya perlahan saja agar tidak menyakiti kulit
kepala mas. Ayo mas dicoba.”
Kali ini pasien mencobanya perlahan dan tampak mulai bisa
merapikan rambutnya dengan baik.

Pasien : “Tidak sakit.”


Perawat : “Nah, bagus mas begitu. Mulai sekarang gunakan
sisirnya perlahan ya.”
Pasien : “Ya.”
Perawat : “Apa mas mau menyisir setiap hari setelah mandi?”
Pasien : “Mau.”
Perawat : “Baiklah kalau begitu, sebaiknya mas tulis di jadwal
harian mas ya supaya mas selalu ingat untuk
melakukannya setiap habis mandi. Bagaimana mas?”
Pasien : “Iya mau.”
Perawat : “Betul mas begitu. Baiklah mulai sekarang mas coba
untuk melakukannya setiap setelah mandi ya.”
Pasien : “Ya.”
Perawat : “Bagaimana rasanya setelah menyisir rambutnya tadi?”
Pasien : “Saya bisaaa.” (Sambil tertawa – tawa)
Perawat : “Iya mas bisa ya, hebat sekali. Apa mas senang?”
Pasien : “Senang.”
Perawat : “Apa ada yang ingin mas tanyakan?”
Pasien : “Tidak.”
Perawat : “Baik mas, kalau begitu untuk pertemuan saat ini saya
kira cukup ya mas. Nanti besok saya akan kembali untuk
memantau kembali pelaksanaan kegiatan mas sesuai

39
dengan jadwal hariannya ya mas. Mas mau bertemu jam
berapa?”
Pasien : “8.”
Perawat : “Baik mas, dimana mas maunya?”
Pasien : “Taman.”
Perawat : “Baik mas, kalau begitu besok kita bertemu kembali jam
8 pagi di taman ya mas. Selamat beristirahat mas.
Assalamu’alaikum …”
Pasien : “Dadaaah…”

LAPORAN PENDAHULUAN

40
A. MASALAH UTAMA
Isolasi sosial
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi

Isolasi sosial adalah individu yang mengalami ketidakmampuan untuk


mengadakan hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya
secara wajar dalam khalayaknya sendiri yang tidak realistis (Dalami , dkk ,
2009).

Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami


penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan rang lain. (Keliat,
dkk, 2011)

Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami


penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.

2. Rentang Respon (Stuart And Laraia , 2016)


Respon Adaptif Respon Maladaptif

Solitade
Autonom Kesepian Manipulasi
Kebersamaan Menarik diri Impulsif
Saling Ketergantungan Ketergantungan Narkisisme

Keterangan rentang respon

41
1. Respon adaptif adalah respon ynag diterima oleh norma sosial dan
kultural dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas
normal. Adapun respon adptif tersebut :
a. Solitude
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah
dilakukan dilingkungan sosial dan merupakan satu cara mengawasi
diri dan menentukan langkah berikutnya .
b. Otonomi
Suatu kemempuan individu untuk menentuksn dan menyampaikan
ide-ide pikiran.
c. Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersoanal dimana individu
tersebut mampu untuk memberi dan menerima.
d. Saling ketergantungan
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
hubungan interpersonal
2. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu
tempat. Karakteristik dan perilaku maladaptif tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Kesepian
Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain
b. Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara
waktu.

c. Ketergantungan

42
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan
yang dimiliki.
d. Manipulasi
Adalah hunbungan yang terdapat pada individu yang menganggap
orang lain sebagai objek dan orientasi pada diri sendiri atau pada
tujuan, bukan berorientasi pada orang lain. Individu tidak dapat
membina hubungan social secara mendalam.
e. Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang
buruk dan cenderung memaksakan kehendak.
f. Narkisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris, pecemburu dan
marah jika orang lain tidak mendukung.
3. Etiologi
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan
sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai
dari usia bayi sampai dewasa lanjut untuk dapat mengembangkan
hubungan sosial yang positif, diharapkan setiap tahapan
perkembangan dapat dilalui dengan sukses. Sistem keluarga yang
terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial
maladaptif.
b. Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif.

c. Faktor sosiokultural

43
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan
berhubungan. Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak
mendukung pendekatan terhadap orang lain, tidak mempunyai
anggota masyarakat yang kurang produktif seperti lanjut usia,
orang cacat dan penderita penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi
karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang
berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
d. Faktor dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seserang dalam
gangguan hubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-
hal yang negatif akan mendorong anak mengembangkan harga
diri rendah. Adanya dua pesan yang bertentangan disampaikan
pada saat yang bersamaan, mengakibatkan anak menjadi enggan
berkomunikasi dengan orang lain.
2. Faktor presipitasi
a. Stress sosiokultural
Stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit
keluarga dan berpisah dari orang yang berarti,misalnya karena
dirawat di rumah sakit.
b. Stressor psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasna kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan
ansietas tingkat tinggi.

4. ManifestasiKlinis

44
a. Tanda Mayor
 Subjektif
1. Merasa ingin sendirian
2. Merasa tidak aman di tempat umum
 Objektif
1. Menarik diri
2. Tidak berminat atau menolak berinteraksi dengan orang
lainn atau lingkungan
b. Tanda minor
 Subjektif
1. Merasa berbeda dengan orang lain
2. Merasa asyik dengan pikiran sendiri
3. Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
 Objektif
1. Afek datar
2. Afek sedih
3. Riwayat ditolak
4. Menunjukkan permusuhan
5. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6. Kondisi difabel
7. Tindakan tidak berarti
8. Tidak ada kontak mata
9. Perkembangan terlambat
10. Tidak bergairah atau lesu (PPNI, 2017)

5. Akibat

Akibat yang mungkin di timbulkan pada klien dengan Isolasi sosial


antara lain :

a. Resiko terjadinya gangguan sensori persepsi halusinasi


C. POHON MASALAH

45
PPS: Halusinasi

Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

D. MASALAH DAN DATA YANG HARUS DIKAJI


1. Masalah keperawatan yang mungkin muncul:
a. Isolasi sosial
DS: Klien mengatakan lebih senang melakukan aktivitas sendiri,
merasa jika berkomunikasi dengan orang lain itu maka orang
yang diajak berkomunikasinya tidak dapat memahami maksud
yang disampaikan klien
DO: -Tidak adanya keinginan untuk melakukkan komunikasi
dengan orang lain
-Lebih suka menyendiri
-Afek tumpul
-Tampak merasa sedih

b. Harga diri rendah kronis


DS: Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak tahu apa apabodoh,
mengkritik diri sendiri mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
DO: -Klien terlihat lebih suka menyendiri
-Klien bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan
-Klien ingin menciderai diri dan mengakhiri hidup
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi

46
DS:Klien mengatakan jika dirinya mendengar bisikan, suara,ataupun
melihat bayangan dan merasa takut akan hal tersebut
DO: -Klien tampak berbicara sendiri
-Tidak adanya kontak mata dari klien
-Tampak tremor dan berkeringat serta menunjukan perilaku panic

2. Data yang perlu dikaji


a. Subjektif:
- Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
- Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan
meminta untuk sendirian.
- Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
- Tidak mau berkomunikasi.
- Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang
mengetahui keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau
teman dekat).

b. Objektif:
- Kurang spontan.
- Apatis (acuh terhadap lingkungan).
- Ekspresi wajah kurang berseri.
- Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
- Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
- Mengisolasi diri.
- Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
- Asupan makanan dan minuman terganggu.
- Retensi urine dan feses.
- Aktivitas menurun.
- Kurang berenergi atau bertenaga.
- Rendah diri.

47
- Postur tubuh berubah, misalna sikap fetus atau janin (khususnya
pada posisi tidur).

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial
2. HDR Kronis
3. GSP Halusinasi

48
F. RENCANA INTERVENSI

Diagnosa Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Keperawata
(TUK/TUM)
n
Isolasi sosial TUM: 1. Setelah 1x interaksi, 1.1. Bina hubungan saling Membina hubungan
Klien dapat ber- klien menunjukkan percaya dengan me- saling percaya dengan
interaksi dengan tanda-tanda percaya ngemukakan prinsip ko- klien. Kontak yang jujur,
orang lain. kepada perawata: munikasi terapeutik: singkat dan konsisten
TUK 1: 1. Ekspresi wajah cerah, a. Mengucapkan salam dengan perawat dapat
Klien dapat tersenyum terapeutik. Sapa klien membantu klien mem-
mem-bina 2. Mau berkenalan dengan ramah, baik bina kembali interaksi
hubungan saling 3. Ada kontak mata verbal ataupun non- penuh percaya dengan
percaya 4. Bersedia menceritakan verbal. orang lain.
perasaan b. Berjabat tangan
5. Bersedia mengung- dengan klien
kapkan masalah c. Perkenalkan diri
dengan sopan
d. Tanyakan nama
lengkap klien dan

49
nama panggilan yang
disukai klien.
e. Jelaskan tujuan per-
temuan
f. Membuat kontrak
topik, waktu, dan
tempat setiap kali
bertemu pasien
g. Tunjukkan sikap em-
pati dan menerima
klien apa adanya.
h. Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
TUK 2: 1. Klien dapat 2.1. Tanyakan pada klien Dengan mengetahui
Klien mampu menyebutkan minimal tentang: tanda dan gejala isolasi
menyebutkan penyebab isolasi sosial. a. Orang yang tinggal sosial yang muncul,
penyebab isolasi Penyebab muncul-nya serumah atau se-kamar perawat dapat menen-
sosial isolasi sosial: diri dengan klien tukan langkah intervensi

50
sendiri, orang lain dan b. Orang yang paling selanjutnya.
lingkungan dekat dengan klien di
rumah atau ruang
perawatan
c. Hal apa yang membuat
klien dekat dengan
orang tersebut
d. Orang yang tidak dekat
dengan klien, baik di
rumah atai di ruang
perawatan
e. Apa yang membuat
klien tidak dekat
dengan orang tersebut
f. Upaya yang sudah
dilakukan agar dekat
dengan orang lain
2.2. Diskusikan dengan klien
penyebab isolasi sosial

51
atau tidak mau bergaul
dengan orang lain
2.3. Beri pujian terhadap
kemampuan klien dalam
mengungkapkan
perasaan
TUK 3: 1. Klien dapat 3.1 Tanyakan kepada klien Perbedaan seputar man-
Klien mampu menyebutkan tentang: faat hubungn sosial dan
menyebutkan ke- keuntungan dalam a. Manfaat hubungan kerugian isolasi sosial
untungan berhu- berhu-bungan sosial, sosial membantu klien meng-
bungan sosial seperti: b. Kerugian isolasi identifikasi apa yang
dan kerugian dari a. Banyak teman sosial terjadi pada dirinya
isolasi sosial b. Tidak kesepian 3.2 Diskusikan bersama sehingga dapat diambil
c. Bias diskusi klien tentang manfaat langkah untuk mengatasi
d. Saling menolong berhu-bungan sosial dan masalah ini.
2. Klien dapat kerugian isolasi sosial. Penguatan (reinfor-
menyebutkan kerugian 3.3 Beri pujian terhadap ke- cement)dapat membantu
isolasi sosial: mampuan klien dalam meningkatkan harga diri
a. Sendiri mengungkapkan perasa- klien.

52
b. Kesepian annya
c. Tidak bias diskusi
TUK 4 1. Klien dapat melaksanakan 4.1 Observasi perilaku klien Kehadiran orang yang
Klien dapat me- hubungan sosial secara ketika berhubungan dapat dipercaya memberi
laksanakan bertahap dengan: sosial. klien rasa aman dan
hubungan sosial a. Perawat 4.2 Jelaskan kepada klien teerlindungi.
secara bertahap b. Perawat lain cara berinteraksi dengan
c. Klien lain orang lain.
d. Keluarga 4.3 Berikan contoh cara ber-
e. Kelompok bicara dengan orang lain.
4.4 Beri kesempatan klien Setelah dapat berinter-
mempraktikkan cara ber- aksi dengan orang lain
interaksi dengan orang dan memberi
lain yang dilakukan di kesempatan klien dalam
hadapan perawat. mengikuti aktivitas
4.5 Bantu klien berinteraksi kelompok, klien merasa
dengan satu orang teman, lebih berguna dan rasa
atau anggota keluarga percaya diri klien dapat
4.6 Bila klien sudah tumbuh kembali.

53
menunjukan kemajuan,
tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua,
tiga, empat orang dan
seterusnya.
4.7 Beri pujian untuk setiap
kemajuan interaksi yang
telah dilakukan oleh
klien.
4.8 Latih klien bercakap-
cakap dengan anggota
keluarga saat melakukan
kegiatan harian dan
kegiatan rumah tangga.
4.9 Latih klien bercakap-
cakap saat melakukan
kegiatan sosial misalnya:
belanja ke warung, ke
pasar, ke kantor pos, ke

54
bank, dll.
4.10 Siap mendengarkan
ekspresi perasaan klien
setelah berinteraksi
dengan orang lain.
Mungkin klien akan
mengungkapkan keber-
hasilan atau kegagalan-
nya. Beri dorongan terus
menerus agar klien tetap
semangat meningkatkan
interaksinya.
TUK 5: 1. Klien dapat menjelaskan 5.1 diskusikan dengan klien Ketika klien merasa
Klien mampu perasannya setelah ber- tentang perasaannya se- dirinya lebih baik dan
menjelaskan pe- hubungan sosial dengan: telah berhubungan sosial mempunyai makan, in-
rasaannya setelah 1. Orang lain dengan: teraksi sosial dengan
berhubungan 2. kelompok a. Orang lain orang lain dapat diting-
sosial. b. Kelompok katkan.
5.2 beri pujian terhadap

55
kemampuan klien meng-
ungkapkan perasaannya.
TUK 6: Keluarga dapat menjelaskan 6.1 Diskusikan pentingnya Dukungan dari keluarga
Klien mendapat tentang: peran serta keluarga merupakan bagian pen-
dukungan ke- 1. Isolasi sosial beserta sebagai pendukung untuk ting dari rehabilitasi
luarga dalam tanda dan gejalanya mengatasi perilaku klien.
memperluas 2. Penyebab dan akibat dari isolasi sosial.
hubungan sosial. isolasi sosial 6.2 Diskusikan potensi ke-
3. Cara merawat klien luarga untuk membantu
menarik diri klien mengatasi pe-rilaku
isolasi sosial.
6.3 Jelaskan pada keluarga
tentang:
a. Isolasi sosial beserta
tanda dan gejalanya
b. Penyebab dan akibat
isolasi sosial
c. Cara merawat klien
isolasi sosial

56
6.4 Latih keluarga cara
merawat klien isolasi
sosial.
6.5 Tanyakan perasaan
keluarga setelah
mencoba cara yang
dilatihkan.
6.6 Beri motivasi keluarga
agar membantu klien
utuk bersosialisasi.
6.7 Beri pujian kepada
keluarga atas
keterlibatannya merawat
klien di rumah sakit.
TUK 7: Klien bias menyebutkan: 7.1 Diskusikan dengan klien Membantu dalam
Klien dapat 1. Manfaat minum obat tentang manfaat dan meningkatkan perasaan
memanfaatkan 2. Kerugian yang kerugian tidak minum kendali dan keterlibatan
obat dengan baik. ditimbulkan akibat tidak obat, nama, warna, dosis, dalam perawatan
minum obat cara, efek terapi, efek kesehatan klien.

57
3. Nama, warna, dosis, efek samping penggunaan
terapi, efek samping obat obat.
4. Akibat berhenti minum 7.2 Pantau klien pada saat
obat tanpa konsultasi penggunaan obat.
dokter 7.3 Berikan pujian kepada
klien jika klien meng-
gunakan obat dengan
benar.
7.4 Diskusikan akibat ber-
henti minum obat tanpa
konsultasi dokter.
7.5 Anjurkan klien untuk
konsultasi dengan dokter
atau perawat jika terjadi
hal-hal yang tidak di-
inginkan.

58
STRATEGI PELAKSANAAN (SP1) PADA KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien

Ny. F, usia 31 tahun. Ia sudah menikah selama 6 tahun tapi tak kunjung
mempunyai keturunan. Banyak sekali cibiran yang datang baik dari orang lain maupun
dari keluarga sang suami. Selama usia pernikahannya Ny. F merasa tertekan, pada
tahun ke-6 pernikahannya suami Ny. F meninggalkan Ny. F untuk bersama perempuan
lain yang mampu memberinya anak. Hingga akhirnya Ny. F tidak mau berinteraksi
dengan orang lain, klien juga tampak sedih.

2. Diagnosa keperawatan

Isolasi Sosial

3. Tindakan Keperawatan

1) Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial.


2) Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
3) Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain.
4) Mengajarkan kepada klien tentang cara berkenalan dengan satu orang.
5) Menganjurkan kepada klien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian.

B. Strategi Komunikasi

1. Fase Orientasi

a. Salam Terapeutik

“assalamualaikum. Selamat pagi bapak/ibu. Saya suster ….. panggil saja suster ….
Saya mahasiswa keperawatan yang akan bertugas disini dari jam 07.00 – 14.00 siang
nanti.
b. Evaluasi/validasi

59
“bagaimana perasaan ibu hari ini ?
c. Kontrak
 Topik : “seperti janji kita 3 hari yang lalu, hari ini kita akan diskusi tentang
penyebab ibu kurang suka bergaul, apa saja keuntungan bergaul dan apa saja
kerugian bila tidak bergaul dengan orang lain”.
 Tempat : “ibu ingin bercakap-cakap/mengobrol dimana ? bagaimana bila di ruang
tunggu saja ?”
 Waktu : “ibu ingin bercakap-cakap berapa lama ?”

2. Fase Kerja
“apa yang membuat ibu tidak suka bergaul dengan orang lain ?”
“apakah karena sikap atau perilaku orang lain terhadap ibu ? atau ada alasan lain ?”
“apakah ruginya kalau kita punya teman ?”
“Menurut ibu, apakah keuntungannya kalau kita banyak teman ?”
“nah kita sudah mengetahui penyebab ibu tidak mau bergaul dengan orang lain,
ruginya tidak punya teman dan untungnya punya teman.”
“Sekarang, saya akan mengajari ibu bagaimana cara berkenalan dengan orang lain.
Pertama ibu bisa bersalaman, tanyakan siapa nama, alamat orang yang ingin ibu ajak
berkenalan, selanjutnya ibu bisa kembangkan pertanyaan lainnya semisal apa
hobinya.”
“Bagaimana perasaan ibu saat ini setelah diajari cara berkenalan? Baik bu, sekarang
ibu bisa memperagakan kembali cara berkenalan dengan saya ya bu”
“Ya seperti itu bu, ibu sudah paham ya”

3. Terminasi

 Evaluasi subjektif
“bagaimana perasaan ibu setelah kita berdiskusi mengenai penyebab ibu tidak mau
bergaul dengan orang lain beserta keuntungan dan kerugian?”
 Evaluasi objektif
“biasakah ibu menceritakan kembali tentang keuntungan dan kerugian bergaul
dengan orang lain ?”
 Rencana tindak lanjut
“Menurut saya ya bu, dari kegiatan berinteraksi dengan orang lain itu banyak sisi
positif dan keuntungannya. Untuk itu menurut saya berinteraksi dengan orang lain

60
dimasukkan ke dalam kegiatan harian ibu supaya ibu menjadi lebih sering berlatih
untuk berinteraksi dengan orang lain. Jadi bagaimana ibu. Apakah ibu ingin berlatih
berinteraksi dengan orang lain lagi ? Ibu ingin berlatih berapa kali dalam sehari dan
jam berapa ibu ingin berlatih?”
 Kontrak yang akan datang
a. Topik : “bagaimana kalau besok kita praktikkan cara berkenalan dengan orang
lain, misalnya dengan perawat yang lain? Nanti saya ada disamping ibu,saya akan
membimbing ibu.”
b. Tempat : “dimana nanti ibu ingin mempraktikkan cara berkenalan? bagaimana
kalau di depan ruangan tunggu ?
c. Waktu : “ibu inginnya jam berapa ? bagaimana kalau jam 13.00 setalah ibu
makan siang ?”.

STRATEGI PELAKSANAAN (SP2) PADA KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien

Klien sudah mau belajar untuk berinteraksi dengan orang lain.

a. Data subjektif

Klien mengatakan telah mengetahui penyebabab isolasi sosialnya, mengetahui


keuntungan dan kerugiannya, dan sudah belajar bagaimana cara berinteraksi.

b. Data objektif

kontak mata klien mulai terbentuk

2. Diagnosa Keperawatan

Isolasi Sosial

3. Tindakan Keperawatan

a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktikkan cara berkenalan dengan satu


orang

c. Membantu pasien berlatih dan memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan


orang lain sebagai salah satu kegiatan harian
61
B. Strategi Komunikasi

1. Fase Orientasi

a. Salam Terapeutik

“Assalamualaikum... Selamat siang ibu”

b. Evaluasi/Validasi

“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Nampaknya hari ini sangat cerah ya bu.”

“Apakah ibu masih ingat dengan saya?”

“Alhamdulillah ternyata ibu masih ingat ya sama saya, kalau untuk topik hari ini
yang akan kita lakukan ibu masih ingat?”

c. Kontrak

 Topik: “Saya ingatkan kembali ya bu. Hari ini kita akan mempraktikkan cara
berkenalan dengan perawat lain.”
 Tempat: “Mau dimana ibu mempraktikkan cara berkenalan dengan perawat?”
 Waktu: “untuk sekarang, mau berapa lama ibu mempraktikkannya?”

2. Fase Kerja
“Dijadwal kegiatan harian ibu yang kemarin sudah dituliskan tentang berinteraksi
dengan orang lain ya bu. Sekarang ibu bisa mulai dengan ibu berkenalan dengan
perawat M yang bertugas di ruangan ini juga.”
“Baiklah, ibu bisa mempraktikkan cara berkenalan dengan perawat M”
“Sekarang ibu lakukan cara yang kemarin sudah diajarkan”
“Ya ibu sudah betul berarti ibu mengerti ya bu, tetapi kontak mata ibu belum selalu
terarah ke lawan bicaranya. Saya ingatkan lagi ya bu di dalam kegiatan harian kan
sudah ada tentang cara berinteraksi dengan orang lain ya bu, nanti ibu harus terus
memcoba ya bu.”

62
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah mencoba berkenalan dengan orang lain?”
b. Evaluasi Objektif
“Coba ibu bacakan kembali daftar kegiatan harian ibu. Jangan lupa untuk terus
berlatih ya bu sesuai kesepakatan kita kemarin dua kali dalam sehari kan ya bu?”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Baik ibu, nanti lusa kita akan coba lakukan kembali berinteraksi dengan lebih dari
satu orang”
d. Kontrak
1. Topik
“Baiklah bu, saya rasa cukup ya kegiatan siang ini. Lusa kita lanjut lagi dengan
berinteraksi dengan satu orang lebih atau dua orang ya bu”
2. Tempat
“Untuk tempatnya ibu mau dimana? Bagaimana jika di depan ruangan bu
sekalian ibu keluar kamar”
3. Waktu
“Menurut ibu, kita berlatih jam berapa pagi atau sore?”

STRATEGI PELAKSANAAN (SP3) PADA KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien

Klien sudah mampu untuk berinteraksi dengan orang lain

a. Data subjektif

63
Klien mengatakan tidak ingin sendirian.

e. Data objektif
Klien terlihat mau untuk mengobrol dengan tetangga ruangannya.

2. Diagnosa Keperawatan

Isolasi Sosial

3. Tindakan Keperawatan

a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktikkan cara berkenalan dengan dua


orang atau lebih

c. menanjurkan klien berlatih dan memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

B. Strategi Komunikasi

1. Fase Orientasi

a. Salam Terapeutik

“Assalamualaikum... Selamat pagi ibu F. Seperti biasa ya bu saya Perawat Dinda


saya yang akan merawat ibu hari ini dari pukul 07.00-14.00”

b. Evaluasi/Validasi

“Bagaimana keadaan ibu hari ini? ”

“Apakah lebih baik dari kemarin? Alhamdulillah kalau lebih membaik ya bu”.

“Nah kalau begitu apa saja yang dilakukan ibu kemarin? Wah bagus bu, ibu sudah
terus berlatih berinteraksi dengan orang lain. Sekarang ibu sudah punya tetangga
sebelah ya bu.”

c. Kontrak

 Topik: “Saya ingatkan kembali ya bu. Hari ini kita akan mempraktikkan cara
berkenalan dengan dua orang atau lebih.”
 Tempat: “Mau dimana ibu mempraktikkan cara berkenalan dengan orang?”
 Waktu: “untuk sekarang, mau berapa lama ibu mempraktikkannya?”

64
2. Fase Kerja
“Dijadwal kegiatan harian ibu yang kemarin sudah dituliskan tentang berinteraksi
dengan orang lain ya bu. Ibu bisa mulai berkenalan dengan 2 orang lain.”
“baiklah, ibu saya akan panggil teman saya ya bu perawat D dan S ya”
“Sekarang ibu lakukan cara berkenalan kembali dengan 2 orang perawat ya bu ”
“ Iya ibu sudah bagus mempraktikannya ”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah mencoba berkenalan dengan dua orang lain?”
b. Evaluasi Objektif
“Coba ibu bacakan kembali daftar kegiatan harian ibu. Baik ibu sudah bagus ya
sudah sering berlatih. Sekarang apakah ibu menyetujui jika latihan ibu ditingkatkan
lagi misalnya tiga kali dalam sehari? Baik kalo ibu setuju ibu ingin jam berapa?”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Baik ibu, nanti lusa kita akan belajar berinteraksi kembali dengan lebih dari dua
orang ya bu”
d. Kontrak
1. Topik
“Baiklah bu, saya rasa cukup ya kegiatan pagi ini. Lusa kita lanjut lagi dengan
berinteraksi dengan 2 orang lebih atau kelompok ya bu”
2. Tempat
“Untuk tempatnya ibu mau dimana? Bagaimmana jika di dapur bu sekalian ibu
melihat kegiatan lain dari selain di kamar saja bu”
3. Waktu

“Menurut ibu, kita berlatih jam berapa pagi atau sore?”

65
LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. MASALAH UTAMA
Resiko Perilaku Kekerasan

B. PROSES TERJADINNYA MASALAH


1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan
definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan atau
perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan) (Deden
Dermawan, 2018:58).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai
ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Mukripah Damaiyanti (2012:100-101) faktor predisposisi klien
dengan perilaku kekerasan adalah:
1) Teori Biologis
a) Neurologic Faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,
neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat

66
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon
agresif.
Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah
antara perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang
merupakan bagian otak dimana terdapat interaksi antara rasional
dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat menyebabkan
tindakan agresif yang berlebihan.

b) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007)
dalam gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif yang
sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal.
Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada
umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta
orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
c) Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut
penelitian pada jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan
menjelang berakhirnya kerja ataupun pada jam tertentu akan
menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap agresif.
d) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak
contohnya epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin
sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui
sistem persyarafan dalam tubuh. Apabila ada stimulus dari
luar tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan
akan dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak
dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan
hormon androgen dan norepineprin serta penurunan
serotonin dan GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada
cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya perilaku agresif.
e) Brain Area Disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom
otak, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi
67
ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan.

68
2) Teori Psikogis
a) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya
ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak
mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang
cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan
setelah dewasa sebagai komponen adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri perilaku tindak
kekerasan.
b) Imitation, modelling and information processing theory Menurut
teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan
yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku
yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan
individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa
anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pemukulan pada
boneka dengan reward positif (semakin keras pukulannya akan
diberi coklat). Anak lain diberikan tontonan yang sama dengan
tayangan mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward
yang sama (yang baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak
keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku
sesuai dengan tontnan yang pernah dilihatnya.
c) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat

69
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat
marah.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2011) faktor presipitasi klien dengan perilaku kekerasan
adalah:
1) Ancaman terhadap fisik: pemukulan, penyakit fisik
2) Ancaman terhadap konsep diri: frustasi, Harga Diri Rendah
3) Ancaman eksternal: serangan fisik, kehilangan orang/benda berarti
4) Ancaman internal: kegagalan, kehilangan perhatian.

3. Proses Terjadinya Masalah


a. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposis, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1) Psikologis
Menurut Townsend (1996) dalam Nuraenah (2012) Faktor psikologi
perilaku kekerasan meliputi:
a) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri.
b) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku
yang dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologik
terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk
dipengaruhioleh peran eksternal.
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar
rumah, semua aspek ini menstiumulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 142).

70
3) Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-niali sosial dan budaya
pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai
kemampuan yang sama untuk mnyesuaikan dengan berbagai
perubahan, serta mengelola konflik dan stress (Nuraenah, 2012: 31).
4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014:
hal 143).
b. Faktor Presipitasi
Menurut Eko Prabowo (2014), secara umum seseorang akan marah jika
dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis atau
ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
1) Kondisi klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
kehidupan yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa terancam
baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal
dari lungkungan.
3) Lingkungan: panas, padat dan bising

4. Tanda dan Gejala


Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala
perilaku kekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012:97)
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang

71
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Jalan mondar mandir

Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya (Kartika Sari,


2015: 138) :
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
b. Klien mengungkapkan perasaan tidak berguna
c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar,
rasa tercekik dan bingung
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

5. Akibat
Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang meakukan tindakan
yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain. Seseorang
dapat mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat
menunjukan perilaku (Kartikasari, 2015: hal 140) :

Data Subyektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data Obyektif :
a. Wajah tegang merah
b. Mondar mandir
c. Mata melotot, rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar banyak keringat
f. Mata merah
g. Tatapan mata tajam

72
h. Muka merah

6. Komplikasi
Perilaku Kekerasan dapat mengakibatkan resiko tinggi terhadap cedera.

7. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

(Ahmad Yusuf, Hanik Endang Nihayati, Rizky Fitriyasari, 2015).

Keterangan:

Asertif :Mengemukakan pendapat/ ekspresi tidak senang/ tidak setuju


tanpa menyakiti lawan bicara. Hal ini menimbulkan ketegangan.

Frustasi :Respon akibat gagal mencapai tujuan, kepuasan atau rasa aman.
Individu tidak dapat menunda sementara atau menemukan
alternative lain.

Pasif :Perilaku yang ditandai dengan perasaan tidak mampu untuk


mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-
haknya. Merasa kurang mampu, HDR, pendiam, malu, sulit diajak
bicara.

Agresif :Suatu perilaku yang menyertai marah merupakan dorongan mental


untuk bertindak dan masih terkontrol.

73
Kekerasan :Rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol
diri sehingga dapat merusak diri dan lingkungan. (Ahmad Yusuf, Hanik Endang
Nihayati, Rizky Fitriyasari, 2015).

Pasif Asertif Agresif


Isi Pembicaraan Negatif dan Positif dan Menyombongkan
merendahkan diri, menawarkan diri, diri, merendahkan
contohnya contohnya orang lain,
perkataan: perkataan: “Saya contohnya
“Dapatkah saya?” dapat...”. “Saya perkataan: “Kamu
“Dapatkah kamu?” akan...” selalu...”. “Kamu
tidak pernah”
Tekanan Suara Cepat lambat, Sedang Keras dan ngotot
mengeluh
Posisi Badan Menundukan Tegap dan santai Kaku, condong ke
kepala depan
Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak
dengan sikap jarak yang nyaman akan menyerang
acuh/mengabaikan orang lain
Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam, posisi
tenang menyerang
Kontak Mata Sedikit/sama sekali Mempertahankan Mata melotot dan
tidak kontak mata sesuai dipertahankan.
dengan hubungan

(Ahmad Yusuf, Hanik Endang Nihayati, Rizky Fitriyasari, 2015).

74
C. POHON MASALAH

Risiko Mencederai diri sendiri dan orang lain Effect

Perilaku Kekerasan
Cor Problem

Halusinasi Causa

Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

Faktor Predisposisi dan Presipitasi

(Ahmad Yusuf, Hanik Endang Nihayati, Rizky Fitriyasari, 2015).

D. MASALAH DAN DATA YANG HARUS DIKAJI

Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji


Koping individu tidak efektif Data Subjektif:
 Klien merasa malu
 Klien merasa depresi

75
 Klien merasa stres berat
 Klien mengatakan tidak percaya diri
 Klien mengatakan malas melakukan
aktivitas atau pekerjaan

Data Objektif:
 Isolasi
 Isolasi sosial
 Menggunakan keterampilan koping
maladaptif (bergantung pada obat,
melakukan kekerasan, dan lain-lain)
Gangguan konsep diri : Harga Data Subjektif:
Diri Rendah Klien mengatakan :
 Saya tidak bisa
 Saya malu
 Saya salah
 Tidak mampu/tidak sanggup
 Bodoh/ tidak tahu apa-apa.

Data Objektif:
 Klien tampak lebih suka sendiri.
 Bergantung pada pendapat orang
lain.
 Sering kurang berhasil (dalam kerja
atau peristiwa lain)
 Kurang kontak mata
 Ragu-ragu untuk mencoba hal baru
 Bimbang
 Tidak asertif atau pasif
 Ingin menciderai diri / ingin

76
mengakiri kehidupan
Halusinasi Data Subjektif:
 Klien mengatakan mendengar bunyi
yang tidak berhubungan dengan stimulus
nyata
 Klien mengatakan melihat gambaran
tanpa ada stimulus nyata
 Klien mengatakan mencium bau tanpa
stimulus
 Klien merasa makan sesuatu
 Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
 Klien takut pada suara/bunyi/gambar
yang dilihat
 Klien ingin memukul atau melempar
barang-barang
 Klien membentak seseorang dan
mengatakan kata - kata kasar dan kacau.

Data Objektif:
 Klien berbicara atau tertawa sendiri
 Klien bersikap seperti
mendengar/melihat sesuatu
 Klien berhenti berbicara ditengah
kalimat untuk mendengarkan sesuatu
 Disorientasi

Perilaku Kekerasan Data Subjektif :


 Klien mengatakan benci atau kesal pada
seseorang
 Klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika sedang

77
kesal atau marah
 Riwayat perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya

Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak memerah
 Nada suara tinggi dan keras
 Bicara menguasai
 Ekspresi marah saat membicarakan
orang
 Pendengaran tajam
 Merusak dan melempar barang-barang
Risiko mencederai diri, orang lain Data Subjektif :
dan lingkungan  Klien mengatakan benci atau kesal pada
seseorang
 Klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika sedang
kesal dan marah
 Riwayat perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya

Data Objektif :
 Mata merah, wajah memerah
 Pandangan tajam
 Nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain
 Ekspresi marah saat membicarakan
orang
 Merusak dan melempar barang-barang

78
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Koping individu tidak efektif


2. Harga Diri Rendah
3. Halusinasi
4. Perilaku Kekerasan
5. Risiko Perilaku Kekerasan

79
F. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSIS TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI


KEPERAWATA
(TUK/TUM)
N

Risiko perilaku TUM: Klien menunjukkan tanda- Bina hubungan saling perca
kekerasan tanda percaya kepada dengan mengemukakan
Klien mampu mengatasi
perawat melalui: prinsip komunikasi
atau mengendalikan risiko
terapeutik:
perilaku kekerasan a. Mau membalas salam
b. Mau berjabat tangan a. Ucapkan salam terapeut
c. Bersedia menyebutkan Sapa klien dengan rama
TUK I: nama baik verbal ataupun non
d. Refleks melakukan verbal
Klien dapat membina
kontak mata b. Jabat tangan dengan klie
hubungan saling percaya
e. Mau mengetahui nama c. Kenalkan diri dengan
perawat sopan
f. Bersedia menyediakan d. Tanyakan nama lengkap
waktu untuk kontrak klien dan nama panggila
yang disukai klien
e. Jelaskan maksud
hubungan interaksi
f. Jelaskan tentang kontrak
topik, waktu, dan tempa
yang akan dibuat
g. Tunjukkan sikap empati
dan rasa aman pada klie
h. Beri perhatian pada klie
dan perhatian kebutuhan
dasar klien

80
i. Lakukan kontrak singka
tetapi sering

TUK II: Klien dapat: Bantu klien mengungkapka


perasaan marahnya:
Klien dapat a. Mengungkapkan
mengidentifikasi penyebab perasaannya a. Diskusikan bersama klie
perilaku kekerasan yang b. Menceritakan penyebab untuk menceritakan
dilakukannya perasaan jengkel/kesal, penyebab rasa kesal atau
baik diri sendiri maupun rasa jengkelnya
lingkungannya b. Dengarkan penjelasan
klien tanpa menyela ata
memberi penilaian pada
setiap ungkapan perasaa
klien

TUK III: Klien dapat menceritakan Membantu klien


Klien dapat tanda-tanda perilaku mengungkapkan tanda-tand
mengidentifikasi tanda- kekerasan secara: perilaku kekerasan yang
tanda perilaku kekerasan dialaminya:
a. Fisik: mata merah,
tangan mengepal, a. Anjurkan klien untuk
ekspresi tegang, dan menceritakan atau
lain-lain mengungkapkan yang
b. Emosional: perasaan dialaminya saat
marah, jengkel, bicara marah/jengkel
kasar b. Observasi tanda-tanda
c. Sosial: bermusuhan yang perilaku kekerasan pada
dialami saat terjadi klien
perilaku kekerasan c. Simpulkan bersama klie
tanda-tanda klien saat
jengkel/marah yang
dialami

81
TUK IV: Klien dapat menjelaskan: Diskusikan dengan klien
seputar perilaku kekerasan
Klien dapat a. Jenis-jenis ekspresi
yang dilakukannya selama
mengidentifikasi jenis kemarahan yang selama
perilaku kekerasan yang ini telah dilakukannya a. Anjurkan klien
pernah dilakukannya b. Perasaannya saat mengungkapkan perilak
melakukan kekerasan kekerasan yang biasa
c. Efektivitas yang dipakai dilakukan klien
dalam menyelesaikan b. Bantu klien bermain per
masalah dengan perilaku kekeras
yang biasa dilakukan
c. Diskusikan dengan klien
apakah dengan tindak
kekerasan yang
dilakukannya, masalah
yang dialami teratasi

TUK V: Klien dapat menjelaskan a. Diskusikan dengan klien


akibat yang timbul dari akibat negatif atau
Klien dapat
tindak kekerasan yang kerugian dari cara atau
mengidentifikasi akibat dari
dilakukannya: tindakan kekerasan yang
perilaku kekerasan
dilakukan klien pada:
a. Diri sendiri: luka, dijauhi
a) Diri sendiri
teman, dll
b) Orang lain/keluarga
b. Orang lain/keluarga:
c) Lingkungan
luka, tersinggung,
b. Tanyakan pada klien
ketakutan, dll
apakah ingin mempelaja
c. Lingkungan: barang atau
cara baru mengungkapk
benda-benda rusak, dll
marah yang sehat

TUK VI: Klien dapat menjelaskan: Diskusikan dengan klien


cara-cara sehat dalam seputar:
Klien dapat
mengungkapkan marah

82
mengidentifikasi cara a. Apakah klien mau
konstruktif atau cara-cara mempelajari cara baru
sehat dalam mengungkapkan marah
mengungkapkan kemarahan yang sehat
b. Jelaskan berbagai
alternatif pilihan untuk
mengungkapkan
kemarahan selain perila
kekerasan yang diketahu
klien
c. Jelaskan cara-cara sehat
untuk mengungkapkan
kemarahan:
a) Cara fisik: nafas
dalam, pukul bantal
atau kasur, olahraga
b) Verbal:
mengungkapkan
bahwa dirinya sedan
kesal kepada orang
lain tanpa menyakiti
c) Sosial: latihan aserti
dengan orang lain
d) Spiritual:
sembahyang/do’a,
dzikir, meditasi dsb
sesuai dengan
keyakinan agamany
masing-masing

TUK VII: Klien dapat memperagakan a. Diskusikan cara yang

83
Klien dapat cara mengontrol perilaku mungkin dipilih serta
mendemonstrasikan cara kekerasan secara fisik, anjurkan klien memilih
mengontrol perilaku verbal, dan spiritual dengan cara yang mungkin
kekerasan cara: diterapkan untuk
mengungkapkan
a. Cara fisik: nafas dalam,
kemarahannya
pukul bantal atau kasur,
b. Jelaskan manfaat cara
olahraga
yang dipilih
b. Verbal: mengungkapkan
c. Latih klien memperagak
bahwa dirinya sedang
cara yang dipilih dengan
kesal kepada orang lain
melaksanakan cara yang
tanpa menyakiti
dipilih
c. Sosial: latihan asertif
d. Anjurkan klien meniruk
dengan orang lain
peragaan yang sudah
d. Spiritual:
dilakukan
sembahyang/do’a, dzikir,
e. Beri reinforcement posi
meditasi dsb sesuai
atas keberhasilan klien
dengan keyakinan
menstimulasi cara
agamanya masing-
tersebut, perbaiki cara
masing
yang masih belum
sempurna
f. Anjurkan klien
menggunakan cara yang
sudah dilatih saat
marah/jengkel

TUK VIII: Keluarga mampu: a. Identifikasi kemampuan


keluarga merawat klien
Klien mendapat dukungan a. Menjelaskan cara
dari sikap apa yang telah
keluarga untuk mengontrol merawat klien dengan
dilakukan keluarga
risiko perilaku kekerasan risiko perilaku kekerasan
terhadap klien selama in

84
b. Mengungkapkan rasa b. Diskusikan pentingnya
puas dalam merawat peran serta keluarga
klien dengan risiko sebagai pendukung klien
perilaku kekerasan dalam mengatasi risiko
perilaku perilaku
kekerasan
c. Jelaskan pengertian,
penyebab, akibat, dan ca
merawat klien risiko
perilaku kekerasan yang
dapat dilaksanakan oleh
keluarga
d. Peragakan cara merawa
klien (menangani PK)
e. Beri kesempatan keluarg
untuk memperagakan
ulang cara perawatan
terhadap klien
f. Beri pujian kepada
keluarga setelah
memperagakan
g. Tanyakan perasaan
keluarga setelah mencob
cara yang dilatihkan

TUK IX: Klien dapat menjelaskan: a. Jelaskan manfaat


menggunakan obat seca
Klien dapat menggunakan a. Manfaat minum obat
teratur dan kerugian jika
obat sesuai program yang b. Kerugian tidak minum
tidak menggunakan oba
telah ditetapkan obat
b. Jelaskan pada klien:
c. Nama obat
a) Jenis obat (nama,

85
d. Bentuk dan warna obat warna, dan dosis oba
e. Dosis yang diberikan b) Dosis yang tepat unt
kepadanya klien
f. Waktu pemakaian c) Waktu pemakaian
g. Cara pemakaian d) Cara pemakaian
h. Efek yang dirasakan e) Efek yang akan
i. Klien menggunakan obat dirasakan klien
sesuai program c. Anjurkan klien untuk:
a) Minta dan
menggunakan obat
tepat waktu
b) Lapor ke
perawat/dokter jika
mengalami efek yan
tidak biasa
d. Beri pujian terhadap
kedisiplinan klien
menggunakan obat

(Ahmad Yusuf, Hanik Endang Nihayati, Rizky Fitriyasari, 2015).

86
STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP-1) ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

i. Proses Keperawatan
i. Kondisi Klien
Ny. W, dengan usia 45 tahun mengalami penyakit kanker payudara stadium 2.
Perawat sudah melakukan pengkajian dan didapatkan hasil: Ny.W mengatakan
merasa khawatir akan kondisi yang dihadapinya,merasa bingung harus berbuat
apa dan sulit tidur. Klien tampak gelisah dan tegang. Klien mengeluh pusing dan
tidak nafsu makan. Pada saat pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil TD
= 150/100 mmHg, nadi = 130x/menit, frekuensi nafas = 28x/menit, suhu =
37,6°C.
j. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
k. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukannya
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
d. Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya

87
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan
f. Klien dapat mengidentifikasi cara mengendalikan perilaku kekerasaan
dengan cara fisik pertama (latihan nafas dalam).
l. Rencana/Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya
c. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya
d. Diskusikan dengan klien seputar perilaku kekerasan yang dilakukannya
selama ini
c. Diskusikan dengan klien akibat negatif atau kerugian dari cara atau tindakan
kekerasan yang dilakukan klien pada:
1) Diri sendiri
2) Orang lain/keluarga
3) Lingkungan
d. Jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan kemarahan dengan nafas dengan
cara fisik pertama (latihan nafas dalam)
e. Susun jadwal latihan kegiatan harian cara pertama.
j. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik:
“Selamat pagi Bapak? perkenalkan nma saya Gita Ulul Azmi, saya biasa
dipanggil perawat Gita. Saya perawat yang dinas di ruang Melati ini, hari
ini saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang. Saya yang akan
merawat bapak, hari ini. Nama bapak siapa, dan senang dipanggil apa?”
b. Evaluasi/Validasi:
“Bagaimana perasaan bapak saat ini,? Masih ada perasaan kesal, marah,
jengkel atau semacamnya? Apa yang terjadi di rumah bapak?”
c. Kontrak:
1) Topik:
“Baiklah, sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan
marah yang bapak rasakan”

88
2) Waktu:
“Berapa lama bapak dan saya akan berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 20 menit?”
3) Tempat:
“Dimana kita akan berbicara? Bagaimana kalau kita berbincang-
bincang di taman?”
2. Fase Kerja
“Apa yang menyebabkan bapak merasa marah? ceritakan apa yang dirasakan
Bapak saat marah? apakah sebelumnya bapak pernah marah? Lalu penyebabnya
apa? samakah dengan rasa marah yang sekarang? Saat Bapak marah apa ada
perasaan tegang, kesal, mengepalkan tangan, mondar-mandir? Atau ada hal lain
yang dirasakan?”

“Penyebab marah itu ada seperti saat bapak pulang kerumah sehabis bekerja dan
anak bapak sangat rewel, seperti menangis keras dan berteriak-teriak (misalnya
ini penyebab marah pasien) apakah yang bapak rasakan? (menunggu respon
pasien)”

“Apakah merasa kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,


rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”

“Setelah itu apa yang bapak lakukan untuk mengatasi perasaan tersebut”

“Jadi bapak memukul anak Bapak dan melemparkan barang-barang? Apakah


dengan melakukan hal tersebut anak bapak akan diam? Iya, tentu tidak. Apa saja
kerugian dengan cara yang bapak lakukan? Betul, anak Bapak jadi sakit dan
ketakutan, barang-barang pun menjadi rusak.”

“Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar
mengungkapkan kemarahan yang baik, tanpa menimbulkan kerugian? Saya akan
membantu bapak untuk belajar mengontrol rasa marah bapak.”

“Ada beberapa cara untuk mengendalikan kemarahan Pak, salah satunya dengan
cara fisik. Jadi, melalui kegiatan fisik, rasa marah akan disalurkan”

89
“Ada berapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, bagaimana kalau kita
belajar satu cara dulu?”

“Seperti ini pak caranya, jika tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan, bapak
berdiri, lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan atau tutup
perlahan lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Coba bapak
lakukan hal tadi, Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa
melakukannya, bagaimana perasaannya?”

“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak sudah biasa melakukannya.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
bapak?”
“Iya, jadi coba bapak sebutkan hal yang membuat bapak marah? (sebutkan)
dan yang bapak lakukan (sebutkan) serta akibatnya (sebutkan).”
b. Evaluasi kerja:
“Coba bapak mencoba kegiatan ini kapanpun, mengingat lagi penyebab
marah bapak yang lalu-lalu, apa yang bapak lakukan kalau marah, ada
beberapa kegiatan fisik lagi yang belum kita bahas seperti pukul kasur
bantal, bicara yang baik serta beribadah dan jangan lupa latihan nafas
dalam, ya pak”
c. Kontrak yang akan datang:
“Sekarang kita buat jadwal untuk Bapak berlatih ya pak, berapa kali sehari
bapak mau latihan nafas dalam?”
“Baik bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan besok saya akan
membantu bapak latihan tentang cara minum obat yang benar untuk
mengendalikan rasa marah”
“Bagaimana kalau tempatnya disini saja lagi, ya pak?”
“Saya permisi dulu Pak, selamat pagi”

90
STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP-2) ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan
Klien dapat menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan
4. Rencana/Intervensi
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien untuk cara mencegah marah yang
sudah dilatih
b. Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan obat bantu
pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama
pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat,
dan benar dosis minum obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat
berhenti minum obat, susun jadwal minum obat seara teratur).
c. Susun jadwal minum obat secara teratur
B. Strategi Komunikasi 2
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik:
“Selamat pagi Ibu, apa kabar bu? sesuai dengan janji saya kemarin ya bu,
hari ini kita bertemu lagi.”
b. Evaluasi/Validasi:

91
“Bagaimana bu, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam? Apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan tersebut secara teratur? Coba kita cek
kegiatannya. Bagus! Apakah berkurang rasa marahnya?”
c. Kontrak:
1) Topik:
“Bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang lagi dan latihan
tentang cara minum obat yang benar untuk mengendalikan rasa marah
ibu?”
2) Tempat:
“Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat
kemarin saja?”
3) Waktu:
“Berapa lama kira-kira kita akan berbincang? Bagaimana kalau 15
menit? Apakah ibu setuju?”
2. Fase Kerja
(Perawat membawa obat pasien)
“Ibu sudah mendapatkan obat dari dokter ya..? coba sebutkan ada berapa
macam obat yang ibu minum? Warnanya apa saja? Coba sebutkan bu, Bagus!
Jam berapa ibu harus minum obat?”

“Obatnya ada tiga macam ya ibu, yang warna oranye namanya CPZ gunanya
agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar Bapak rileks dan tidak
tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP agar rasa marah berkurang.
Semuanya harus Bapak minum 3 kali sehari pukul 7 pagi, 1 siang dan 7 malam.”

“Jika nanti setelah minum obat mulut Ibu terasa kering, untuk membantu
mengatasinya ibu minum air putih ya bu.. kalau ada es batu ibu hisap-hisap saja
dan jika mata ibu kunang-kunang atau merasa agak pusing sebaiknya ibu
istirahat dan jangan beraktivitas dulu.”

92
“Nanti saat di rumah sebelum minum obat ini, ibu lihat dulu label di kotak obat
apakah benar nama ibu tertulis di label obatnya, berapa dosis atau takaran yang
harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya
sudah benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah obat
yang ibu dapatkan sudah sesuai atau sudah benar”

“Ibu nanti jangan pernah menghentikan minum obat ini sebelum berkonsultasi
dengan dokter karena bisa terjadi kekambuhan.”

“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya ke dalam jadwal, ya bu.”


3. Fase Terminasi
a. Evaluasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum
obat yang benar dan jenis-jenis obat yang ibu minum?”
b. Evaluasi kerja:
“Coba ibu sebutkan lagi jenis Obat yang ibu minum! Bagaimana cara
minum obat yang benar?”
“Nah, kemarin kita sudah latihan menarik nafas dalam ya bu? Sekarang kita
tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan
semua dengan teratur ya.”
c. Kontrak yang akan datang:
“Baik, besok kita ketemu kembali sekitar jam 10 pagi untuk melihat sejauh
mana ibu melaksanakan kegiatan dan sejauh mana ibu dapat mencegah rasa
marahnya ya bu. Apa ibu bersedia?.
“Baik kalau begitu, saya tinggal dulu. Sampai jumpa lagi bu”

93
STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP-3) ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan
a. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif atau cara-cara sehat dalam
mengungkapkan kemarahan
b. Klien dapat mengidentifikasi cara mengendalikan perilaku kekerasaan
dengan cara fisik kedua (latihan pukul bantal atau kasur).
4. Rencana/Intervensi
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan kemarahan dengan nafas
dengan cara fisik kedua (latihan pukul bantal atau kasur)
c. Susun jadwal latihan kegiatan harian cara fisik kedua
B. Strategi Komunikasi 3
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik:
“Selamat pagi ibu, sesuai dengan janji saya yang kemarin .. jadi saya datang
lagi bertemu ibu.”
b. Evaluasi/validasi:
“Bagaimana perasaan ibu saat ini, sudah latihan tarik nafas dalam hari ini?
Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan tersebut secara teratur? Apa
ibu juga meminum obat dengan rutin? Coba kita cek kegiatannya. Bagus!
Apakah berkurang rasa marahnya?”
c. Kontrak:

94
1) Topik:
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah
dengan kegiatan fisik untuk cara kedua.”
2) Waktu:
“Ibu mau berlatih berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
3) Tempat:
“Di mana kita bicara? Bagaimana kalau dikamar Ibu saja”
2. Fase Kerja
“Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar,mata melotot, selain tarik napas dalam ibu bisa melakukan cara yang lain
yaitu memukul kasur dan bantal.”

“Sekarang, mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Pilih bantal dan kasur
yang ingin ibu pukul Jadi kalau nanti ibu kesal dan ingin marah, langsung ke
kamar ibu dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan
bantal nantinya. Nah, coba ibu lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali
ibu melakukannya”

“Kekesalan yang dirasakan lampiaskan ke kasur dan bantal .”

“Nah, cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah.
Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menyalurkan marah dengan
kegiatan fisik yang tadi?”
b. Evaluasi kerja:
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba ibu sebutkan lagi? Bagus!”
“Kegiatan yang tadi mari kita masukan kedalam jadwal sehari-hari ibu.
Pukul berapa ibu mau mempraktikan memukul kasur atau bantal?
Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, tadi jam 7 pagi dan jam 6 sore.

95
Lalu, kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya
bu.”
c. Kontrak yang akan datang:
“Baik bu. Besok jam 10 pagi, kita ketemu lagi ya bu. bagaimana kalau di
taman lagi bu?”
“Kita akan latihan cara mengendalikan marah dengan cara selanjutnya yaitu
belajar bicara yang baik. Ibu bersedia?
“Baik bu. kalau begitu saya pamit dulu bu. Sampai jumpa”.

96
STRATEGI PELAKSANAAN 4 (SP-4) ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan
a. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif atau cara-cara sehat dalam
mengungkapkan kemarahan
b. Klien dapat mengidentifikasi cara mengendalikan perilaku kekerasaan
dengan cara verbal/sosial (mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal
kepada orang lain tanpa menyakiti).
4. Rencana/Intervensi
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien untuk dua cara fisik (latihan nafas
dalam dan pukul bantal atau kasur)
b. Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
c. Susun jadwal latihan kegiatan harian mengungkapkan marah secara verbal.
C. Strategi Komunikasi 4
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik:
“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji saya yang kemarin, sekarang kita
bertemu lagi dengan ibu.”
b. Evaluasi/validasi:
“Bagaimana ibu? sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur
bantal? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?
Berkurangkah rasa marahnya? Apakah perasaan ibu lebih baik?”

97
“Coba saya liat jadwal kegiatan harian ibu. bagus! nah, kalau tarik napas
dalamnya dilakukan sendiri, tulis M, artinya mandiri; kalau diingatkan
perawat baru dilakukan ditulis B, artinya dibantu. Nah kalau tidak
dilakukan, ditulis T, artinya belum dapat melakukan.”
c. Kontrak:
1) Topik:
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk
mencegah marah ibu?”
2) Tempat:
“Dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di taman lagi?”
3) Waktu:
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30
menit?”
2. Fase Kerja
“Sekarang kita akan latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik napas dalam atau pukul kasur dan
bantal, dan sudah lega, kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita
marah agar penyelesaiannya tidak dengan emosi. Ada tiga cara bu:
a. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta
tidak mnggunakan kata- kata yang kasar. Kemarin ibu bilang penyebab
marahnya karena anak bapa yang rewel ya...”nak, jangan menagis lagi
ya...” Coba ibu praktikan. Bagus bu!”
b. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan ibu tidak ingin
melakukannya, “Maaf saya tidak bisa melakukannya sekarang karena
sedang ada kerjaan lain”. Coba ibu praktikkan. Bagus ibu!
c. Mengungkapkan perasaan kesal, Bapak dapat mengatakan, “Saya jadi ingin
marah karena kamu menagis terus.” Coba praktikkan. Bagus!”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengendalikan marah dengan bicara yang baik?”

98
b. Evaluasi kerja:
“Coba ibu sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.
Bagus sekali! Sekarang mari kita masukkan dalam jadwal seperti kegiatan
yang lain. Berapa kali sehari ibu mau latihan sehari-hari, misalnya meminta
obat, uang, dan lain-lain. Bagus nanti dicoba ya ibu”
c. Kontrak yang akan datang:
“Nah ibu, karena waktunya sudah habis. Kita lanjutkan besok ya bu. Nanti
besok kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah ibu,
yaitu dengan cara beribadah, ibu setuju?”
“Mau dimana kita melakukannya bu? Disini lagi? Bagaimana kalau jam 9
pagi kita berjumpa lagi bu?”
“Baik, saya permisi dulu bu. Sampai nanti ya”

STRATEGI PELAKSANAAN 5 (SP-5) ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

99
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan
a. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif atau cara-cara sehat dalam
mengungkapkan kemarahan
b. Klien dapat mengidentifikasi cara mengendalikan perilaku kekerasaan secara
spiritual (sembahyang/do’a, dzikir, meditasi dsb sesuai dengan keyakinan
agamanya masing-masing)
4. Rencana/Intervensi
a. Evaluasi hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik,
sosial/verbal, dan jadwal rutin minum obat klien
b. Latihan beribadah dan berdo’a
c. Susun jadwal latihan kegiatan harian Ibadah/berdo’a
C. Strategi Komunikasi 5
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik:
“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang
lagi jam 9 tepat ya bu.”
b. Evaluasi/validasi:
“Bagaimana bu, latihan apa saja yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan tersebut secara teratur? Bagus sekali, bagaimana
rasa marahnya apakah masih menggebu-gebu?”
“Lalu apakah minum obatnya masih ibu rutinkan? Bagaimana sekarang bu?
Apa ibu masih bergantung pada obat tersebut atau tidak?”
c. Kontrak:
1) Topik:
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa
marah yaitu dengan ibadah sesuai dengan agama ibu?”
2) Tempat:

100
“Dimana kita bisa berbincang-bincang? Bagaimana kalau disini saja bu?”
3) Waktu:
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang ?”
“Bagaimana kalau 30 menit?”
2. Fase Kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan. Bagus.”
“Baik, yang mana mau dicoba?”
“Nah, Kalau ibu sedang merasa marah coba ibu langsung duduk dan tarik napas
dalam.”
“Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan ibu agar rileks dan reda.”
“Apa kegiatan ibadah yang biasa ibu suka lakukan?”
“Kegiatan ibadah mana yang mau dicoba selama di rumah sakit?
Coba pilih dua kegiatan yang ingin ibu lakukan?”
“Mari coba lakukan. Bagus sekali!”
“Ibu bisa melakukan ibadah secara teratur untuk meredakan kemarahan dan bisa
lebih dekat lagi dengan Tuhan.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang
ketiga ini?”
b. Evaluasi/kerja:
“Jadi, sudah berapa cara mengendalikan marah yang kita pelajari? Kita
ulangi yang kegiatan ibadah ya bu, mari kita coba. Bagus!”
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadawal kegiatan ibu. Mau
berapa kali ibu beribadah.”
“Coba ibu sebutkan lagi cara ibadah yang dapat ibu lakukan saat ibu merasa
marah dan ibu merasa dapat meredakan marahnya ibu.”
“Setelah ini, coba ibu lakukan jadwal ibadah sesuai jadwal yang telah kita
buat tadi dan perhatikan apakah rasa marah ibu berkurang.”
c. Kontrak yang akan datang:

101
“Besok kita ketemu lagi ya bu, untuk melihat sejauh mana ibu sudah
melaksanakan beberapa kegiatan yang telah diajarkan dan dilatih dan sejauh
mana ibu dapat mengontrol rasa marah ibu. Bagaimana bu? apa ibu
bersedia?”
“Baik bu, sekitar jam 9 pagi saja ya bu?”
“Di mana kita berbincang? Bagaimana kalau di depan kamar ibu?”
“Baik kalau begitu saya permisi dulu. Sampai jumpa, bu”

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi dilakukan untuk mengukur tujuan dan kriteria yang sudah tercapai
dan yang belum sehingga dapat menentukan intervensi lebih lanjut. Bentuk evaluasi
positif pada klien dan keluarga adalah:
Pasien Mampu:
Menyebutkan penyebab, tanda dan gejala PK, PK yang biasa dilakukan dan
akibat PK.
Menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal
yaitu secara fisik, verbal/sosial, spiritual dan terapi farmakologi.

102
Keluarga Mampu:
a. Mencegah terjadinya PK
b. Menjukkan sikap mendukung dan menghargai
c. Memotivasi dalam mengontrol PK
Mengidentifikasi perilaku yang harus dilaporkan perawat.

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Masalah Utama
Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu.
(Prabowo, 2014 : 129).
Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara(Kusumawati & Hartono, 2012:102).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012: 53)
2. Penyebab

103
Menurut Trimeilia (2011), beberapa faktor penyebab halusinasi adalah
sebagai berikut:
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
Terdapat lesi pada area frontal, temporal dan limbik.
2) Faktor Perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri
dan lebih rentan terhadap stress.
3) Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima di lingkungannya akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
4) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan di alami individu maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusnogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytransferase (DMP). Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmiter otak.
Misalnya terjadi ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.
5) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjeremus pada penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu ibu yang
pencemas, overprotektif, dingin, tidak sensitif, pola asuh tidak
adekuat, konflik perkawinan, koping tidak adekuat juga berpengaruh
pada ketidakmampuan individu dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Individu lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam nyata.
6) Faktor Genetik
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang di asuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung akan mengalami skizofrenia juga.
b. Faktor Presipitasi

104
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologik
yang maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak
yang mengatur proses informasi dan adanya abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.
2) Pemicu gejala
Pemicu atas stimulusyang sering menimbulkan episode baru suatu
penyakit yang biasanya terdapat pada respons neurobiologis yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan
perilaku individu.
a) Kesehatan, seperti gizi buruk, kurang tidur, keletihan, infeksi,
obat Sistem Syaraf Pusat, gangguan proses informasi, kurang olah
raga, alam perasaan abnormal dan cemas.
b) Lingkungan, seperti lingkungan penuh kritik, gangguan dalam
hubungan interpersonal, masalah perumahan, stress, kemiskinan,
tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam kehidupan dan
pola aktivitas sehari-hari, kesepian (kurang dukungan) dan
tekanan pekerjaan.
c) Perilaku, seperti konsep diri rendah, keputusasaan, kehilangan
motivasi, tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual, bertindak
berbeda dengan orang lain, kurang keterampilan sosial, perilaku
agresif dan amuk.
c. Perilaku
Berikut adalah berbagai gangguan fungsi yang akan berpengaruh pada
perilaku klien halusinasi:
1) Fungsi kognitif
a) Terjadi perubahan daya ingat
b) Sukar untuk menilai dan menggunakan memorinya, sehingga
terjadi ganguan daya ingat jangka panjang atau pendek
c) Menjadi pelupa dan tidak berminat

105
d) Cara berpikir magis dan primitif
e) Perhatian terganggu, yaitu tidak mampu mempertahankan
perhatian, mudah beralih dan konsentrasi buruk
f) Isi pikir terganggu, yaitu tidak mampu memproses stimulus
internal dan eksternal dengan baik
g) Tidak mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan yang
logis dan koheren, seperti berikut:
(1) Kehilangan asosiasi, yaitu pembicaraan tidak ada hubungan
antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dan klien tidak
menyadarinya.
(2) Tangensial, yaitu pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak
sampai pada tujuan.
(3) Inkoheren, yaitu pembicaraan yang tidak nyambung
(4) Sirkumstansial, yaitu pembicaraan yang berbelit-belit tapi
sampai pada tujuan pembicaraan.
(5) Flight of ideas, yaitu pembicaraan yang meloncat dari satu
topik ke topik lainnya, masih ada hubungan yang tidak logis
dan tidak sampai pada tujuan.
(6) Blocking, yaitu pembicaraan berhenti tiba-tiba tanpa
gangguan eksternal kemudian dilanjutkan kembali.
(7) Perseverasi, yaitu pembicaraan yang diulang berkali-kali.
2) Fungsi Emosi (mood dan afek)
Mood adalah suasana emosi yang mempengaruhi kepribadian dan
fungsi kehidupan. Sedangkan afek adalah ekspresi emosi, seperti
ekspresi wajah, gerakan tubuh dan tangan, nada suara.Afek yang
maladaptif adalah:
a) Afek tumpul, yaitu kurang respon emosional terhadap
pikiran/pengalaman orang lain, seperti klien apatis.
b) Afek datar, yaitu tidak tampak ekspresi, suara monoton, tidak
ada keterlibatan emosi terhadap stimulus menyenang kan atau
menyedihkan.

106
c) Afek tidak sesuai, yaitu emosi yang tidak sesuai/bertentangan
dengan stimulus yang ada.
d) Afek labil, yaitu emosi yang cepat berubah-ubah
e) Reaksi berlebihan, yaitu reaksi emosi yang berlebihan terhadap
suatu kejadian.
f) Ambivalensi, yaitu timbulnya dua perasaan yang bertentangan
pada waktu bersamaan.
3) Fungsi Motorik:
a) Agitasi adalah gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan.
b) Tik adalah gerakan-gerakan kecil pada otot muka yang tidak
terkontrol.
c) Grimasen adalah gerakan otot muka yang berubah-ubah yang
tidak dapat di kontrol klien
d) Tremor adalah jari-jari yang tampak gemetar ketika klien
menjulurkan tangan dan merentangkan jari-jari.
e) Kompulsif adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang
seperti berulang-ulang mencuci tangan, mencuci muka, mandi,
mengeringkan tangan dan sebagainya.
4) Fungsi sosial
a) Kesepian seperti perasaan terisolasi, terasing, kosong dan
merasa putus asa, sehingga individu terpisah dengan orang lain
b) Isolasi sosial terjadi ketika klien menarik diri secara fisik dan
emosional dari lingkungan. Isolasi klien tergantung pada tingkat
kesedihan dan kecemasan yang berkaitan dalam berhubungan
dengan orang lain. Pengalaman hubungan yang tidak
menyenangkan menyebabkan klien menganggap hubungan saat
ini membahayakan. Individu merasa terancam setiap ditemani
orang lain karena menganggap orang lain akan mengontrolnya,
mengancam atau menuntutnya. Oleh sebab itu individu memilih
tetap mengisolasi dari pada pengalaman yang menyedihkan
terulang kembali.

107
c) Harga diri rendah : individu mempunyai perasaan tidak
berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan
sehingga akan mempengaruhi hubungan interpersonal.

Menurut Rawlins dan Heacokck (dalam Trimeilia, 2011) penyebab


halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi berikut:
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasidapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut, sehingga klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi intelektual
Bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awlanya halusinasi merupakan usaha dari
ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien.
4) Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting,
klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,

108
kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata.
Isi halusinasi dijadikan sistem control oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang
lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting
dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
dan halusinasi tidak berlangsung.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkadiannya
terganggu karena sering tidur larut malam dan bangun sangat siang.
Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
Individu sering memaki takdir tetapi lemah dalam menjemput rezeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan
takdirnya memburuk.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Prabowo (2014) beberapa perilaku pasien yang berkaitan
dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri.
b. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon
verbal lambat.
c. Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang lain.
d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak
nyata.
e. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah .
f. Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.

109
g. Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya)
dan takut.
h. Sulit berhubungan dengan orang lain.
i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan marah.
j. Tidak mampu mengikuti perintah.
k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton.
Menurut Trimeilia (2011) tahapan proses terjadinya halusinasi adalah
sebagai berikut:
1) Tahap I (Sleep Disorder)
Fase awal individu sebelum muncul halusinasi. Karakteristiknya:
a) Individu merasa banyak masalah, ingin menghindar dari orang
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak
masalah.
b) Masalah semakin terasa sulit,karena berbagai stressor terakumulasi
(misal: putus cinta, dikhianati, di PHK, bercerai,masalah
dikampus,dll).
c) Masalah semakin terasa menekan, support sistem kurang dan
persepsi terhadap masalah sangat buruk.
d) Sulit tidur terus menerus sehingga tebiasa mengkhayal.
e) Klien menganggap lamunan-lamunan awal tesebut sebagai
upayapemecahan masalah.
2) Tahap II (Comforting Moderate Level of Anxiety)
Halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum individu terima
sebagai sesuatu yang alami. Karakteristiknya:
a) Individu mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan.
b) Individu mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan dan pada penenangan pikiran untuk mengurangi
kecemasan tesebut.
c) Individu beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensori yang
dialaminya dapat dikontrol atau dikendalikan jika kecemasannya bisa

110
diatasi.Dalam tahap ini ada kecenderungan individu merasa nyaman
dengan halusinasinya dan halusinasi bersifat sementara.
d) Prilaku yang muncul adalah menyeringai atau tetawa yang tidak
sesuai, menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerekan
mata cepat, respon verbal lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu
yang mengasyikan.
3) Tahap III (Condemning Severe Level of Anxiety)
Halusinasi bersifat menyalahkan, sering mendatangi individu, dan secara
umum halusinasi menjijikkan. Karakteristiknya:
a) Pengalaman sensori individu menjadi sering datang dan mengalami
bias.
b) Pengalaman sesnori mulai bersifat menjijikkan dan menakutkan.
c) Mulai merasa kehilangan kendali dan merasatidak mampu lagi
mengontrolnya.
d) Mulai berusaha untukmenjaga jarak antara dirinya dengan objek
sumber yang dipersepsikan individu.
e) Individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya
tersebut dan menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu
yang lama.
f) Perilaku yang muncul adalah terjadi peningkatan sistem saraf otonom
yang menunjukkan ansietasatau kecemasan, seperti: pernafasan
meningkat, tekanan darah dan denyut nadi meningkat,konsentrasi
menurun,dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin
kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan
realita.
4) Tahap IV (Controling Severe Levelof Anxiety)
Halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi tidak relevan
dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi penguasa.
Karakteristiknya:
a) Halusinasi menjadi menonjol, menguasai dan mengontrol individu.

111
b) Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang
datang.
c) Klien menjadi tidak berdaya dan menyerah untuk melawan
halusinasi, sehingga membiarkan halusinasinya menguasai dirinya.
d) Individu mungkin akan mengalami kesepian jika pengalamansensori
atau halusinasinya tersebut berakhir (dari sisnilah dimulai fase
gangguan psikotik).
e) Perilaku yang muncul: cenderung mengikuti petunjuk sesuai
halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang
perhatian hanya beberapa detik/ menit, gejala fisik dari kecemasan
berat, seperti: berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti
petunjuk.
5) Tahap V (Conceuring Panic Level of Anxiety)
Halusinasi bersifat menaklukan, halusinasi menjadi lebih rumit dan klien
mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Karakteristiknya:
a) Pengalaman sensorinya menjadi terganggu.
b) Halusinasi berubah mengancam, memerintah, memarahi dan
menakutkan apabila tidak mengikuti perintahnya,sehingga klien
mulai terasaterancam.
c) Klien merasaterpaku dan tidak berdaya melepaskan diri,kllien tidak
dapat berhubungan dengan orang lain dan menjadimenarik diri.
Kllien berada dalam duniamenakutkan dalam waktu yang singkat
atau bisa juga beberapa jam atau beberapa hari atau selamanya/kronis
(terjadi gangguan psikotik berat).
d) Perilaku yang muncul adalah perilakumenyerang, risikobunuh diri
atau membunuh, kegiatan fisikyang merefleksikan isi halusinasi
(amuk,agitasi, menarik diri), tidak mampu berespons tehadap
petunjuk yang kompleks dan lebh dari satu orang.
4. Jenis-jenis Halusinasi
Menurut Trimeilia (2011) jenis-jenis halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Halusinasi pendengaran (auditory)

112
Mendengar suara yang membicarakan,mengejek,menertawakan,
mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang
hal yang berbahaya).Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga
pada sumber suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
menutup telinga,mulut komat-kamit, dan ada gerakan tangan.
2) Halusinasi penglihatan (visual)
Status penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar,orang atau
panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau
menakutkan.Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat
tertentu,menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat.
3) Halusinasi penciuman (olfactory)
Tercium bau busuk,amis dan bau yang menjijikan,seperti bau
darah,urine, atau feses ayau bau harum seperti parfum.Perilaku yang
muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium dengan gerakan cuping
hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu, menutup hidung.
4) Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, seperti rasa
darah, urine, atau feses.Perilaku yang muncul adalah seperti
mengecap,mulut seperti gerakan mengunyah sesuatu, sering
meludah,muntah.
5) Halusinasi perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti
merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang. Merasakan
ada yang menggerayangi tubuh, seperti tangan, binatang kecil dan
makhluk halus.Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-
garuk atau meraba-raba permukaan kulit, telihat menggerak-gerakkan
badan seperti merasakan sesuatu rabaan.
6) Halusinasi sinestetik
Marasakan fungsi tubh, seperti darah mengalir melalui vena dan arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan tubuhnya melayang
diatas permukaan bumi.Perilaku yang muncul adalah klien terlihat

113
menutup tubuhnya sendiri dan terlihat seperti merasakan sesuatu yang
aneh tentang tubuhnya.
5. Akibat atau Dampak Halusinasi
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Ini diakibatkan karena pasien berada di bawah halusinasinya
yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya
(Prabowo, 2014).

C. Pohon Masalah
Risiko Perilaku Kekerasan (pada diri sendiri dan orang lain)

Gangguan persepsi sensori


halusinasi/ pendengaran/
penglihatan/ penciuman/ perabaan/
pengecapan

Isolasi Sosial

Sumber: (Trimeilia, 2011)

D. Masalah dan Data yang Harus Dikaji


Masalah Data yang Harus Dikaji
Isolasi Sosial Data Subyektif
a. Mengungkapkan perasaan kesendirian
b. Mengungkapkan perasaan berbeda terhadap orang lain
c. Mengungkapka perasaan penolakan
d. Melaporkan tujuan hidup yang tidak adekuat
e. Merasa tidak aman dalam masyarakat
Data Obyektif
a. Ketiadaan orang terdekat yang member dukungan
(misalnya: keluarga, teman, kelompok

114
b. Afek tumpul
c. Termasuk golongan budaya non-dominan
d. Tindakan tidak terarah
e. Tidak ada kontak mata
f. Asyik dengan pikiran sendiri
g. Afek sedih
h. Memilih untuk sendiri
Halusinasi Data Subyektif
a. Pasien mengatakan melihat atau mendengar sesuatu
b. Pasien tidak mampu mengenal tempat, waktu, dan
orang
c. Pasien mengatakan merasa kesepian
d. Pasien mengatakan tidak dapat berhubungan sosial
e. Pasien mengatakan tidak berguna
f. Mengungkapkan takut
g. Mengatakan apa yang dilihat dan didengar mengancam
dan membuatnya takut
Data Obyektif
a. Tampak bicara dan tertawa sendiri
b. Tidak ada kontak mata
c. Tidak/ kurang komunikatif
d. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata
cepat, dan respon verba lambat.
e. Sulit berhubungan dengan orang lain.
f. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan
marah.
g. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi
dan kataton.
h. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah.
Risiko 1. Terhadap diri sendiri

115
Perilaku Faktor Risiko
Kekerasan a. Status emosi (peningkatan ansietas , panik, marah)
b. Hubungan interpersonal yang penuh konflik
c. Pekerjaan (misalnya: pengangguran, kegagalan atau
kehilangan pekerjaan saat ini)
d. Latar belakang keluarga (misalnya: kacau atau penuh
konflik)
e. Kurang sumberpersonal (misalnya: pencapaian
buruk, daya tilik diri buruk, afek datar, tumpul, atau
tidak terkendali)
f. Kurang sumber sosial (misalnya: kurang hubunngan
saling percaya, isolasi sosial, keluarga tidak
renponsif)
g. Status perkawinan ( misalnya: membujang,
janda/duda, cerai)
h. Masalah kesehatan mental (depresi berat, psikosis,
gangguan kepribadian yang berat, alkoholisme,atau
penyalahgunaan obat)
i. Masalah kesehatan fisik (misal: penyakit kronis,
penyakit terminal)
2. Terhadap orang lain
Faktor Risiko
a. Riwayat kekerasan terhadap orang lain
b. Riwayat penyalahgunaan zat
c. Riwayat ancaman kekerawasan (misalnya: ancaman
verbal terhadap property, orang)
d. Kumpulan gejala psikotik
e. Kejam pada binatang
(NANDA, 2016)
E. Diagnosa Keperawatan

116
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran/ penglihatan/
penciuman/ perabaan/pengecapan
2. Isolasi sosial
3. Risiko Perilaku Kekerasan

117
F. Rencana Intervensi

Diagnosa
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Halusinasi TUM:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan,
Klien dapat mengontrol
halusinasinya.

TUK:
1. Klien dapat
membina hubungan 1. Klien dapat menunjukkan 1. Bina hubungan saling 1. Hubungan saling
saling percaya. tanda-tanda percaya percaya dengan percaya merupakan
kepada perawat: prinsip terapeutik dasar dari terjadinya
a. Menunjukkan rasa a. Sapa klien dengan komunikasi terapeutik
sayang ramah sehingga akan
b. Ada kontak mata b. Tanyakan nama memfasilitasi dalam
c. Mau berjabat tangan lengkap klien, dan mengungkapkan
d. Mau menjawab salam nama panggilan perasaan, emosi, dan

118
dan mau menyebut yang disukai harapan klien.
nama c. Jelaskan tujuan
e. Mau mengutarakan pertemuan
masalah yang dihadapi d. Tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya
e. Beri perhatian
pada klien dan
2. Klien dapat penuhi kebutuhan
mengenali klien
halusinasi. 2. Bantu pasien 2. Dengan membantu
2. Klien dapat menyebutkan mengenali mengenalkan
dan mengungkapkan halusinasinya halusinasi kepada
a. Jenis, waktu, isi dan a. Kaji pengetahuan klien, klien akan lebih
frekuensi timbulnya klien tentang kooperatif terhadap
halusinasi perilaku halusinasi tindakan keperawatan
b. Mengungkapkan dan tanda- dan mau berkontribusi
perasaan terhadap tandanya. guna untuk
halusinasinya b. Identifikasi kesembuhannya.

119
bersama klien
tentang jenis
halusinasi, waktu
munculnya
halusinasi, isi dan
frekuensi
timbulnya
halusinasi.
c. Dorong klien
untuk
mengungkapkan
perasaannya ketika
halusinasi muncul.
d. Berikan
reinforcement
positif atau pujian
terhadap
kemampuan klien
dalam
3. Klien dapat mengungkapkan

120
mengontrol perasaannya. 3. Memberi alternatif
halusinasi. 3. Ajarkan pasien teknik pilihan bagi klien
4. Kliendapat 3. Klien mengetahui teknik yang dapat untuk mengontrol
memanfaatkan obat untuk mengontrol mengontrol/ halusinasi.
dengan baik. terjadinya halusinasi, yaitu mengendalikan
mengetahui teknik: halusinasi, seperti
a. Klien dapat a. Menghardik
menyebutkan tindakan dengan
yang bisa dilakukan mengatakan “pergi
untuk mengendalikan sana pergi”
halusinasi. b. Berbincang dan
b. Klien dapat bersosialisasi
menyebutkan cara baru dengan orang lain
untuk mengotrol c. Melakukan
halusinasi. kegiatan yang
c. Klien dapat memilih biasa pasien
cara lakukan di rumah
mengatasi/mengendalik 4. Penggunaan obat dapat
an halusinasi. 4. Diskusikan dengan mengurangi frekuensi
klien tentang halusinasi.

121
a. Manfaat, dosis,
4. Klien mengetahui dan dan efek samping
mampu obat
mendemonstrasikan b. Penggunaan obat
a. Manfaat, dosis, dan dengan benar.
efek samping obat c. Efek samping obat
b. Penggunaan obat dan akibat berhenti
dengan benar. minum obat.
c. Efek samping obat dan d. Menyebutkan
akibat berhenti minum prinsip lima benar
obat. penggunaan obat.
d. Menyebutkan prinsip
lima benar penggunaan
obat.

122
G. Daftar Pustaka
Eko, Prabowo. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Kusumawati, F dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:
Refika Aditama.
Trimeilia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: CV. Trans Info
Media
Wijayaningsih, K. s. 2015. Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.
Jakarta Timur: TIM.
Wilkinson, Judith M. (2016). Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA-I,
Intervensi NIC, hasil NOC. Edisi: 10. Jakarta: EGC

123
STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP-1)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Mas X dengan usia 45 tahun, saat perawat melakukan pengkajian klien terlihat
mondar-mandir dan tampak berbicara sendiri. Dia mengatakan mendengar
suara-suara dan bisikan yang tidak dikenal, yang menyuruhnya untuk memukul
dirinya sendiri. Mas X mendengar halusinasi sekitar 5x dalam sehari, pada
waktu setelah subuh, ketika menjelang siang hari, sore hari, menjelang
maghrib, dan saat menjelang tidur.Dia sulit berinteraksi dengan orang lain
termasuk keluarganya. Ekspresi muka tampak tegang, mudah tersinggung, dan
mudah marah. Ketika dikaji tanda-tanda vital didapatkan hasil TD: 140/90
mmHg, nadi: 100x/menit, respirasi: 22x/menit dan suhu: 37,1˚C.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
3. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Klien dapat mengenal halusinasi yang di alaminya.
1) Mengetahui jenis halusinasi
2) Mengetahui isihalusinasi
3) Mengetahui waktu munculnya halusinasi
4) Mengetahui frekuensi halusinasi
4. Rencana/Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip terapeutik.
b. Bantu klien mengungkapkan halusinasi.
1) Kaji jenis halusinasi
2) Kaji isi halusinasi
3) Tanyakan mengenai waktu munculnya halusinasi
4) Tanyakan frekuensi halusinasi
c. Ajarkan teknik yang dapat mengontrol halusinasi

124
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi mas, perkenalkan nama saya Z, saya perawat yang akan
merawat mas hari ini”
“Mas boleh sebutkan namanya siapa?”
“Oh mas YX, mas senang di panggil apa? Mas Y atau mas X?”
“Oh begitu, baiklah mas X saya akan menemani mas kurang lebih 1 minggu
ke depan. Nanti mas bisa menceritakan masalah apa yang sedang mas
alami”
b. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan mas X saat ini?”
“Oh saya lihat mas X tampak sedang ketakutan, suara seperti apa yang mas
X dengar?”
c. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang mengenai suara yang mas X
dengar?”
2) Tempat
“Dimana kita akan berbincang-bincang mas? Oh disini ya mas.”
“Baiklah kalau begitu mas”
3) Waktu
“Berapa lama kita akan berbincang mas? Bagaimana kalau 10 menit?”
“Baik mas kita akan berbincang 10 menit”
2. Fase Kerja
“Baik mas sekarang kita sudah di taman, bagaimana perasaan mas pada pagi hari
ini?”
“Mas bisa ceritakan apa yang mas X dengar?”
“Menurut mas situ suara siapa? Apakah mas mengenali suara itu?”
“Saat suara bisikan itu datang, biasanya berapa lama mas mendengarnya?”
“Kapan biasanya bisikan itu mas dengar? Berapa kali sehari?”

125
“Biasanya apa yang mas lakukan saat bisikan itu muncul?”
“Lalu, bagaimana hasilnya setelah mas lakukan itu?”
“Baik mas, setelah saya dengar cerita yang mas rasakan, sepertinya mas sedang
mengalami halusinasi dengar, halusinasi hanyalah perspepsi negatif yang mas
rasakan, yang belum pasti kebenarannya, untuk menghilangkan halusinasi yang
mas rasakan ada 4 cara yang bisa mas lakukan, yaitu pertama dengan cara
menghardik suara tersebut, kedua mas harus meminum obat secara teratur
jangan berhenti ya mas, cara berikutnya dengan berbincang-bincang, dan yang
terakhir melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Bagaimana kalau sekarang
kita belajar cara yang pertama terlebih dahulu?”
“Baiklah kalau mas setuju, caranya nanti jika suara bisikan itu muncul mas bisa
duduk dulu, sambil menutup telinga dan mengusirnya dengan berkata (pergi
sana pergi, saya tidak mau mendengarmu berbicara)”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan mas X setelah berbincang-bincang tentang suara yang
mas dengar?
b. Evaluasi objektif
“Apakah mas sudah mengetahui halusinasi yang dirasakan mas X? Bagus
mas. Sekarang coba mas ceritakan kembali tentang isi halusinasi yang mas
dengar? Coba mas sebutkan kembali kapan saja halusinasi yang mas dengar?
Berapa kali suara itu muncul? Ketika suara itu muncul, bagaimana perasaan
mas? Apa yang mas lakukan jika suara itu muncul?”
c. Rencana tindak lanjut
“Baik mas, agar suara halusinasi itu tidak muncul mas harus sering berlatih
latihan menghardik yang sudah kita pelajari tadi. Latihannya sesering
mungkin ya mas. Minimal dalam sehari latihannya 5 kali dalam sehari ya
mas saat mas halusinasi setelah subuh, menjelang siang, sore hari, setelah
magrib, dan menjelang tidur. Ketika mas sudah tidak mengalami halusinasi,
mas juga tetap harus latihan menghardik ya, biar mas nya cepat sembuh. ”

126
“Mas sudah memiliki jadwal kegiatan harian belum? Jika mas belum
mempunyai jadwal kegiatan harian, ini saya sudah buatkan jadwal kegiatan
harian untuk mas, nanti mas isi sendiri ya, caranya yaitu jika mas melakukan
latihan menghardik yang sudah dipelajari tanpa dibantu atau mandiri mas
tulis dengan huruf M, jika mas masih dibantu mas tulis dengan huruf B, dan
jika mas lupa atau tidak dilakukan mas tulis dengan huruf T. Nanti mas tulis
sesuai tanggal dan waktu mas melakukannya ya”
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau besok kita bahas mengenai obat yang mas minum?
Setuju mas?”
2) TempPat
“Baiklah kalau begitu, mas mau membicarakan ini dimana?”
“Oh di taman lagi? Baik mas”
3) Waktu
“Baiklah kalau begitu mas kira-kira pukul berapa?”
“Berapa lama kita akan berbincang-bincang? 10 menit atau 15 menit?”
“Baik mas sampai jumpa besok ya”

127
STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP-2)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Pada pertemuan hari kedua, klien sudah mengetahui halusinasi, jenis halusinasi dan
bagaimana cara menghardik halusinasi. Klien mengatakan halusinasi berkurang dari 5x
sehari menjadi 4x sehari, karena pada siang hari klien sudah tidak mendengar
halusinasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar.
3. Tujuan
a. Klien mengetahui jenis obat, manfaat, serta efek samping obat yang diminumnya.
b. Klien meminum obat secara teratur.
4. Rencana/Intervensi
a. Berikan salam terapeutik.
b. Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur.
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi mas X?”
“Masih ingat dengan saya mas?”
“Alhamdulillah jika mas masih ingat”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan mas hari ini?”
“Apakah mas X tadi malam mendengar suara seperti sebelumnya atau ada suara lain
yang mas dengar?”

128
c. Kontrak
1) Topik
“Seperti janji kita kemarin, pagi ini kita akan berbincang-bincang tentang cara
mengontrol halusinasi yang mas X alami. Apakah mas X setuju?”
2) Tempat
“Kita berbincang-bincang di taman lagi ya mas”
3) Waktu
“Untuk waktu berbincang-bincang kurang lebih 15 menit ya mas sesuai
kesepakatan kemarin, setuju mas?”
2. Fase Kerja
“Mas tadi sudah minum obat belum?”
“Berapa jenis obat yang diminum?”
“Ya bagus. Jadi obat yang diminum mas tadi ada 3 macam. Saya jelaskan satu persatu
tentang obat yang mas minum ya?”
“Yang warna orange ini namanya CPZ atau Chlorponazin, obat ini berguna untuk
mempermudah mas tidur agar dapat beristirahat, minumnya dua kali sehari, pagi dan
malam hari. Pagi jam 07.00 dan malam jam 19.00 WIB. Obat ini mempunyai efek
samping yang membuat badan terasa lemas, dan keluar ludah terus-menerus. Nah kalau
yang ini, namanya HPD atau haloperidole, karena mas dapat 5 mg maka warnanya pink.
Cara dan waktu minumnya sama dengan CPZ, gunanya obat ini untuk menghilangkan
suara-suara yang mas dengar, membuat mas terasa rilex, santai dan dapat mengontrol
emosi. Efek sampingnya badan menjadi kaku terutama pada tangan dan kaki, mulut
kering, dada berdebar-debar dan tangan terasa gemetar. Tapi tenang mas, ada penangkal
untuk menghilangkan efek samping dari kedua obat tadi. Obat putih agak besar ini
namanya triheksipenidile atau THP, fungsinya untuk menetralkan atau menghilangkan
efek samping dari kedua obat tadi. Obat ini harus diminum bersama CPZ dan HPD.
Bagaimana masih ada yang belum jelas mas?”
“Jangan lupa nanti kalau obat ini hampir habis segera kontrol kembali ya”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif

129
“Bagaimana perasaan mas X setelah berbincang-bincang tentang mengenai obat yang
mas minum?”
b. Evaluasi Obyektif
“Coba sebutkan jenis obat yang mas minum?”
“Iya benar mas. Kalau obat ini gunanya apa?”
“Iya benar mas. Obat ini efek sampingnya apa?”
“Bagus, diingat-ingat terus ya mas”
c. Rencana tindak lanjut
“Bagaimana kalau mas masukan kedalam jadwal kegiatan harian?
“Jangan lupa, nanti minum obatnya sesuai jadwal yam as, pukul 7 pagi dan pukul7
malam. Nanti kalau mas minum obatnya tanpa dibantu atau mandiri mas tulis dengan
huruf M ya, kalau dibantu keluarga mas atau dengan saya atau perawat lain, mas tulis
dengan huruf B ya. Tapi jangan sampai mas lupa atau tidak minum obat ya, soalnya
obat ini harus diminum secara teratur, guna untuk mengontrol halusinasi mas.”
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang mengenai kegiatan sehari-hari
yang biasa mas lakukan?”
2) Tempat
“Baiklah kalau begitu di mana kita akan berbincang-bincang? Mas punya saran
tempat yang nyaman?”
3) Waktu
“Baik mas, berapa lama kita akan berbincang-bincang?”
“Baik 15 menit ya. Sampai bertemu besok mas”

130
STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP-3)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Pada pertemuan ketiga, klien sudah bisa menyebutkan jenis obat yang diminum,
manfaat obat, dan efek samping obat yang diminum. Klien juga mengatakan halusinasi
berkurang dari 4x sehari menjadi 3x sehari pada saat setelah subuh, menjelang maghrib
dan menjelang tidur.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
3. Tujuan
a. Pasien mampu menulis jadwal kegiatan harian.
b. Pasien dapat mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain.
c. Pasien dapat berlatih setiap hari dan memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
4. Rencana/Intervensi
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Melatih pasien untuk mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain.
c. Menganjurkan pasien untuk berlatih setiap hari dan memasukkan ke dalam jadwal
kegiatan harian.
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi mas X, masih ingat dengan saya?”
“Alhamdulillah mas masih ingat”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan mas X hari ini?”
“Apakah mas sudah meminum obat dengan tepat waktu?”
“Apakah mas masih mendengar suara bisikan-bisikan itu?”

131
“Apakah mas sudah melakukan cara untuk mengendalikan halusinasi yang sudah
saya ajarkan kemarin?”
“Bagaimana hasilnya setelah mas lakukan cara tersebut? Bagus !”
“Kemarin mas sudah di berikan jadwal kegiatan harian oleh saya yang harus mas isi
ya, boleh saya lihat jadwal kegiatan harian mas X?”
“Bagus ya mas jadwal kegiatan hariannya sudah mas isi sesuai dengan tindakan
yang mas lakukan”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah mas, kemarin kita sudah membahas mengenai cara menghardik
halusinasi dan manfaat obatnya ya mas? Sekarang kita akan berbicara mengenai
cara mengontrol halusinasi dengan berbincang-bincang, bagaimana mas?”
2) Tempat
“Mas ingin berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja mas? ”
3) Waktu
“Berapa lama kita akan berbincang-bincang?”
“Oh 10 menit”
2. Fase Kerja
“Baik mas, cara mengontrol halusinasi dengan cara berbincang-bincang mas bisa
melakukannya dengan 2 cara, yang pertama jika mas mendengar halusinasi, mas minta
tolong kepada teman atau orang didekat mas dengan mengatakan “tolong ajak berbicara
saya, saya sedang mendengar suara-suara” dan pada saat mas tidak mendengar
halusinasi mas minta tolong kepada teman mas agar jika mas terlihat berbicara sendiri
segera tepuk pundak mas dan ajak mas mengobrol.
“Saya praktikkan ya mas (perawat menjelaskan sambil mempraktikkan langsung kepada
pasien).”
“Coba mas ulangi yang tadi saya jelaskan. (pasien mengulangi penjelaskan yang sudah
dijelaskan oleh perawat).”
“Sekarang mas boleh praktikkan cara tersebut mas. (Pasien mempraktikkan cara
tersebut).”
3. Fase Terminasi

132
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaanya setelah mas berbincang-bincang tentang mengontrol
halusinasi?”
b. Evaluasi Obyektif
“Apakah mas paham dengan apa yang kita pelajari tadi? Coba mas jelaskan kembali
yang telah kita pelajari?”
c. Rencana tindak lanjut
“Baik mas, kita sudah melakukan latihan untuk menghilangkan halusinasi yang mas
alami dengan cara berbincang-bincang dengan orang lain, mas bisa berlatih secara
rutin ya mas. Di jadwal kegiatan harian tertulis ada 6 kali latihan ya mas, nanti
setelah mas melakukannya mas tulis di jadwal kegiatan harian ya sesuai dengan jam
saat mas melakukannya. Penulisannya nanti kalau mas melakukannya tanpa dibantu
mas bisa tulis M. kalau dibantu mas tulis B, kalau mas tidak tidak melakukan mas
tulis T ya.”
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang cara mengontrol
halusinasi dengan melakukan kegiatan saat terjadinya halusinasi?”
2) Tempat
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang lagi di taman?”
3) Waktu
“Untuk waktunya mau jam berapa mas? Baiklah nanti besok kita berbincang-
bincang lagi jam 9 pagi ya mas”

STRATEGI PELAKSANAAN 4 (SP-4)


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien

133
Pertemuan keempat, klien sudah bisa mempraktekan cara mengontrol halusinasi dengan
berbincang-bincang. Klien juga mengatakan frekuensi halusinasi berkurang menjadi 2x
sehari pada saat setelah subuh dan pada saat menjelang maghrib.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
3. Tujuan
a. Klien dapat mengendalikan halusinasi
b. Klien dapat melakukan kegiatan untuk menghindari halusinasi
4. Rencana Keperawatan
a. Beri salam terapeutik
b. Latih klien untuk mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan sehari-hari.
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi mas X. Mas masih ingat dengan saya?”
“Alhamdulillah jika mas masih ingat”
b. Evaluasi/validasi
“Kemarin Mas X sudah melakukan tindakan yang telah kita pelajari, masih ingat
mas? Coba mas peragakan!”
“Apakah dapat mengurangi atau menghilangkan suara-suara yang Mas dengar? Ya
bagus”
c. Kontrak
1) Topik
“Mas X sesuai kesepakatan kemarin, kita akan berbincang-bincang mengenai
cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan saat halusinasi
tersebut muncul, Bagaimana mas?”
2) Tempat
“Kemarin kesepakatannya di taman ya mas? Bagaimana atau mas X punya saran
tempat lain? “
3) Waktu
“Sesuai kesepakatan waktunya kurang lebih 10 menit ya mas.”

134
2. Fase Kerja
Baik mas, mas X merasakan halusinasi pada saat setelah subuh dan menjelang maghrib
untuk mengontrolnya mas bisa melakukan kegiatan untuk mengalihkan halusinasinya.
Caranya pada saat mas merasakan halusinasi setelah subuh mas dapat melakukan
kegiatan olahraga misalnya Joging di taman, atau mas dapat melakukan ibadah
contohnya tadarus, membaca Al-Qur’an, dan berdzikir. Jika mas merasakan halusinasi
menjelang adzan maghrib mas dapat pergi ke Masjid untuk berzikir sambil menunggu
waktu sholat maghrib atau mas bisa melakukan kegiatan lain misalnya bersih-bersih
ruangan.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan mas X setelah berbincang-bincang tentang kegiatan saat terjadi
halusinasi?”
b. Evaluasi Obyektif
“Coba mas ceritakan kembali hal-hal yang bisa mas lakukan untuk membantu
mengendalikan halusinasi?”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Jangan lupa ya mas, cara-cara yang sudah saya ajarkan, mas nanti praktikan ya. mas
harus sering berlatih. Latihan ini mas bisa lakukan 4 kali dalam sehari, setelah subuh,
setelah duhur, setalah magrib, dan menjelang tidur ya mas. Jangan lupa juga ya mas
obatnya di minum secara teratur dan tepat waktu.”

d. Kontrak
1) Topic
“Mas nanti kita bertemu lagi ya untuk membahas hal-hal selanjutnya.
Halusinasi ini berisiko terhadap perilaku kekerasan mas. Meskpiun sekarang
mas tidak mengarah ke perilaku kekerasan, tetapi kejadian seperti ini sangat
mungkin terjadi pada pasien halusinasi. “
“Bagaimana apakah mas setuju?”
2) Tempat
“Mas mau tempatnya dimana?”

135
“Oh disini saja mas.”
“Baik mas.”
3) Waktu
“Besok mau pukul berapa mas?”
“Pukul 10 ya, berapa menit mas?”
“baik, 15 menit ya mas. Sampai ketemu besok mas X.”

136
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH

A. Masalah Utama
Harga diri rendah

B. Proses TerjadinyaMasalah
1. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri
(Dermawan, 2018).
Sementara itu menurut Keliat (2010), harga diri rendah adalah kondisi seseorang
yang menilai keberadaan dirinya lebih rendah dibandingkan orang lain yang berpikir
adalah hal negatif diri sendiri sebagai individu yang gagal, tidak mampu, dan tidak
berprestasi.
Harga diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak terima
dilingkungan dan gambaran-gambaran negatif tentang dirinya (Barry, dalam Fitria 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah adalah kondisi seseorang dimana ia
merasa tidak berharga dan merasa dirinya lebih rendah dari orang lain serta memiliki
gambaran-gambaran negatif terhadap dirinya.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah, menurut Fitria (2009) dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
a. Situasional, yaitu keadaan dimana individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif
mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian
(kehilangan, perubahan).
b. Kronik, yaitu keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai
diri atau kemampuan dalam waktu lama.

137
2. Penyebab
Menurut Stuart (2007) dalam Nurhalimah (2016), proses terjadinya harga diri rendah
terdiri dari faktor predisposisi dan presipitasi.

a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Faktor herediter (keturunan) seperti adanya riwayat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa. Selain itu adanya riwayat penyakit kronis atau trauma
kepala merupakan salah satu faktor penyebab gangguan jiwa.
2) Psikologis
Masalah psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya harga diri rendah adalah
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, penolakan diri dari lingkungan dan
orang terdekat serta harapan yang tidak realistis. Kegagalan berulang, kurang
mempunyai tanggung jawab personal dan memiliki ketergantungan yang tinggi pada
orang lain merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan harga diri rendah. Selain
itu, pasien dengan harga diri rendah memiliki pandangan atau penilaian negatif
terhadap gambaran dirinya, mengalami krisis identitas, peran yang terganggu, ideal
diri yang tidak realistis.
3) Faktor Sosial Budaya
Penilaian negatif dari lingkungan terhadap klien, sosial ekonomi rendah, pendidikan
rendah, serta adanya riwayat penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang
anak.
b. Faktor Presipitasi
1) Riwayat trauma seperti adanya penganiayaan seksual dan pengalaman psikologis
yang menyenangkan, menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan, menjadi
pelaku, korban maupun saksi dari pelaku.
2) Ketegangan peran : ketegangan peran dapat disebabkan karena
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan seperti transisi dari masa kanak-kanak ke remaja.
b) Transisi peran situasi : terjadinya dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran dan kematian.

138
c) Transisi peran sehat-sakit: merupakan akibat pergeseran dari kondisi sehat ke
sakit. Transisi ini dapat dicetuskan antara lain karena kehilangan sebagian
anggota tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh, atau
perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal, prosedur
medis dan keperawatan.

3. Tanda Dan Gejala


Ungkapan negative tentang diri sendiri merupakan salah satu tanda dan gejala harga
diri rendah. Selain itu tanda dan gejala harga diri rendah didapatkan dari data subjektif dan
objektif, seperti yang tertera dibawah ini (Nurhalimah, 2016) :
Data subjektif: pasien mengungkapkan tentang :
a. Hal negative tentang dirinya sendiri
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Penolakan terhadap kemampuan diri
e. Mengevaluasi diri tidak mampu mengatasi situasi
Data objektif
a. Penurunan produktivitas
b. Tidak berani menatap lawan bicara
c. Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
d. Bicara lambat dengan nada suara lemah
e. Bimbang, perilaku yang non asertif
f. Mengekspresikan tidak berdaya dan tidak berguna
Menurut Damayanti (2008) dalam Nurhalimah (2016), tanda dan gejala harga diri
rendah kronik adalah sebagai berikut :
G. Mengkritik diri sendiri
H. Perasaan tidak mampu
I. Pandangan hidup yang pesimis
J. Penurunan produktivitas
K. Penolakan terhadap kemampuan diri
4. Akibat

139
a. Sebab : koping mekanisme seseorang terhadap stressor yang diterima oleh seorang
individu tidak adekuat menyebabkan individu malu terhadap dirinya, merasa tidak
berguna, tidak berharga dan pesimis.
b. Akibat :gangguan isolasi social : menarik diri
c. Mekanisme : harga diri yang rendah menyebabkan klien merasa malu sehingga klien
lebih suka menyendiri dan menghindari orang lain, klien mengurung diri sehingga hal
ini dapat menyebabkan klien tidak dapat berpikir realistik.
5. Rentang Respon Konsep Diri

RENTANG RESPON KONSEP-DIRI

Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi Konsep diri + Harga diri rendah Kerancuan Depresonalisasi


Diri

C. POHON MASALAH
Menurut Nurhalimah (2016), pohon masalah yang muncul adalah sebagai berikut:

Isolasi sosial

CP Harga diri rendah

Mekanisme koping Mekanisme koping


individu tidak efektif keluarga tidak efektif

140
D. Masalah Keperawatan Yang Perlu Dikaji
1. Masalah Keperawatan
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
2. Data yang perlu dikaji
a. Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak tahu apa apa, bodoh, mengkritik diri
sendiri mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin menciderai diri dan mengakhiri hidup
Selain data diatas, kita dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan gangguan
harga diri rendah, terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak
rapi, selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk
bicara lambat dengan nada suara lemah

E. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah

F. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien harga diri rendah adalah sebagai
berikut (Dermawan, 2018):
Tindakan Keperawatan pada pasien :
1. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
b. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
c. Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan.
d. Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan.
e. Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih.

2. Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.

141
Untuk membantu klien dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang
dimilikinya, perawat dapat:
1) Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien seperti kegiatan klien dirumah sakit, dirumah, dalam keluarga dan
lingkungan terdekat klien.
2) Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu dengan klien
penilaian yang negative.
b. Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Untuk tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1) Mendiskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini.
2) Bantu klien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap kemampuan diri
yang diungkapkan klien.
3) Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif.
c. Membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1) Mendiskusikan dengan klien beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dan dipilih
sebagai kegiatan yang akan klien lakukan sehari-hari.
d. Bantu pasien menentukan kegiatan mana yang dapat klien lakukan secara mandiri,
mana kegiatan yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga atau lingkungan
terdekat klien. Melatih kemampuan yang dipilih klien
Untuk tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1) Mendiskusikan dengan klien untuk melatih kemampuan yang dipilih
2) Bersama klien memperagakan kegiatan yang ditetapkan
3) Berikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat dilakukan klien.
e. Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
Untuk mencapai tujuan tindakan keperawatan tersebut yang dapat dilakukan adalah
hal-hal berikut:
1) Memberi kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan.
2) Beri pujian atas kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan klien setiap hari
3) Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih Berikan kesempatan
mengungkapkan perasaannya

142
Tindakan Keperawatan pada keluarga (Keliat, 2013) :
1. Tujuan Keperawatan
a. Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
b. Keluarga dapat memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki pasien.
c. Keluarga dapat memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih dan
memberikan pujian atas keberhasilan pasien
d. Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien
2. Tindakan Keperawatan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b. Jelaskan kepada keluarga tentang mengenai kemampuan yang dimiliki pasien dan puji
pasien atas kemampuannya
c. Jelaskan cara-cara merawat pasien harag diri rendah
d. Demonstrasikan cara-cara merawat pasien harga diri rendah
e. Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikan cara merawat pasien harga diri
rendah seperti yang telah perawat demonstrasikan sebelumnya
f. Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah

G. DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Deden. 2018. Modul LaboratoriumKeperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.

N, Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan AplikasiPenulisanLaporanPendahuluan dan


StrategiPelaksanaanTindakanKeperawatan. Jakarta :Salemba Medika

Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Jakarta :Pusdik SDM Kesehatan.

Keliat, Budi Anna. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

143
Keliat, Budi Anna. Dkk. 2013. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (BASIC
COURSE). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) I PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN HARGA
DIRI RENDAH

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Tn. T berusia 20 tahun mengalami gangguan Harga Diri Rendah saat dikaji klien
mengatakan merasa tidak mampu, malu, karena gagal dalam seleksi sepak bola.
Klien terlihat bingung.

2. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah

3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
4. Tindakan keperawatan
a. Sapa klien dengan sopan
b. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
c. Jelaskan tujuan pertemuan
d. Jujur dan menepati janji
e. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
f. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Assalamualaikum…selamat pagi Mas, perkenalkan nama saya … panggil saja
saya … “

“Nama Mas siapa? Senang dipanggil apa?”

144
b. Evaluasi /Validasi
“bagaimana perasaan Mas hari ini? bagaimana tidurnya semalam? Apakah
nyenyak?”

“Apakah Mas masih ingat, mengapa bapak.ibu dibawa kesini?”

c. Kontrak
1) Topik
“kalau begitu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang mengenai hobby
atau kegiatan yang Mas sukai?”

2) Tempat
“Mau dimana berbincang-bincangnya Mas?bagaimana kalau di ruangan
ini?”

3) Waktu
“mau berapa lama berbincang-bincangnya Mas? Bagaimana kalau sekitar
10 menit?”

2. Fase Kerja
“kalau boleh tahu, Mas hobbynya apa?”

“kegiatan yang paling sering dilakukan Mas di rumah apa?”

“wahh bagus sekali kegiatannnya ya pak/ibu, apakah bapak.ibu sering melakukan


kegiatan tersebut?”

“kalau boleh tahu, apa yang menarik dari kegiatan tersebut?”

“selain kegiatan tadi yang disebutkan Mas, apakah ada kegiatan lain yang biasa
Mas lakukan?”

3. Fase Terminasi

145
a. Evaluasi respon terhadap klien terhadap tindakan keperawatan
1) Evaluasi Subjektif
“bagaimana perasaan Mas setelah kita berbincang-bincang hari ini?”

2) Evaluasi Objektif
- Klien mampu mengungkapkan atau mengulang kembali pembicaraan
- Klien mampu mempertahankan kontrak
- Klien mampu melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
“coba bapa/ibu ceritakan kembali apa yang tadi kita bicarakan?”

b. Rencana Tindak lanjut


“coba Mas ingat-ingat lagi tentang kegiatan-kegiatan yang sudah pernah
dilakukan oleh Mas selama ini, nanti kita buat jadwalnya besok”

c. Kontrak
1) Topik
“baiklah, saya rasa cukup untuk perbincangan kita hari ini. bagaimana jika
nanti kita lanjutkan perbincangan kita dengan membahas tentang
kemampuan yang dimiliki oleh Mas, baik itu di rumah, di sini ataupun di
tempat lain”

2) Tempat
“untuk tempatnya, Mas mau dimana? Bagaimana jika di kursi depan?”

3) Waktu
“menurut Mas, kita berbincangnya jam berapa? Bagaimana jika nanti sekitar
jam 1 siang?”

“mau berapa lama bu? Bagaimana kalau 15 menit?”

146
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) II PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN HARGA
DIRI RENDAH

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif
Klien mengatakan telah mengetahui beberapa kegiatan yang dimiliki tetapi ia
belum mampu memilih kegiatan yang akan dilakukan

b. Data Objektif
Klien terlihat telah terbina hubungan saling percaya dengan perawat
2. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah

3. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
b. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
c. Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan.
d. Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan.
e. Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih.
5. Tindakan keperawatan
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.
Untuk membantu klien dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang
dimilikinya, perawat dapat:

3) Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


klien seperti kegiatan klien dirumah sakit, dirumah, dalam keluarga dan
lingkungan terdekat klien.
4) Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu dengan
klien penilaian yang negative.
b. Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Untuk tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah:

147
4) Mendiskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan saat
ini.
5) Bantu klien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap kemampuan
diri yang diungkapkan klien.
6) Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif.
c. Membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1) Mendiskusikan dengan klien beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dan
dipilih sebagai kegiatan yang akan klien lakukan sehari-hari.
d. Bantu pasien menentukan kegiatan mana yang dapat klien lakukan secara
mandiri, mana kegiatan yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga atau
lingkungan terdekat klien. Melatih kemampuan yang dipilih klien
Untuk tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
4) Mendiskusikan dengan klien untuk melatih kemampuan yang dipilih
5) Bersama klien memperagakan kegiatan yang ditetapkan
6) Berikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat dilakukan
klien.
e. Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
Untuk mencapai tujuan tindakan keperawatan tersebut yang dapat dilakukan
adalah hal-hal berikut:
4) Memberi kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
dilatihkan.
5) Beri pujian atas kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan klien setiap hari
6) Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
Berikan kesempatan mengungkapkan perasaannya

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Assalamualaikum…selamat siang Mas”

148
b. Evaluai/Validasi
“bagaimana perasaan Mas hari ini?nampaknya hari ini sangat cerah ya.”

“ apakah Mas masih ingat dengan saya?”

“wah alhamdulillah ternyata Mas masih ingat, untuk topik yang akan kita
bicarakan apakah Mas juga masih ingat?”

c. Kontrak
1) Topik
“Mas masih ingat ya. baiklah kita berbincang-bincang mengenai kemampuan
dan aspek positif yang Mas miliki.”

2) Tempat
“Mau dimana berbincang-bincangnya Mas?bagaimana kalau di kursi
depan?”

3) Waktu
“untuk sekarang, mau berapa lama berbincang-bincangnya Mas? Bagaimana
kalau sekitar 15 menit?”

4. Fase Kerja
“baiklah kalau begitu, Mas biasanya melakukan kegiatan apa kalau di rumah?”

“untuk sekarang, kegiatan apa yang biasa dilakukan Mas disini?”

“baiklah, mari kita buat daftar kegiatan apa saja yang biasa Mas lakukan, oh
biasanya Mas menyapu, membereskan tempat tidur, mencuci piring?”

“wahh bagus sekali kegiatannnya ya, apa yang menarik dari kegiatan tersebut?”

“menurut ibu, kegiatan apa yang paling ibu sukai?”

“mari buat jadwal kegiatan harian yang bisa ibu lakukan disini.”

“wah bagus sekali, ternyata banyak sekali kegiatan yang bisa dilakukan Mas. Mari
kita coba kegiatan membereskan tempat tidur Mas.”

149
“wah bagus sekali, ternyata Mas dapat membereskan tempat tidur dengan baik.”

5. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“bagaimana perasaan Mas setelah kita membuat daftar kegiatan dan melakukan
salah satu kegiatannya yaitu membereskan tempat tidur?”

b. Evaluasi Objektif
“coba Mas bacakan kembali daftar kegiatan yang telah dibuat tadi.”

c. Rencana Tindak lanjut


“Baiklah, nanti besok kita coba lakukan hobi Mas yang kemaren Mas ungkapkan.
Apa yang ingin Mas coba lakukan?”

d. Kontrak
1) Topik
“baiklah, saya rasa cukup untuk perbincangan kita hari ini. bagaimana jika
nanti besok kita ketemu lagi, kita berlatih sepak bola ya?”

2) Tempat
“untuk tempatnya, Mas mau dimana? Bagaimana jika di halaman depan?”

3) Waktu
“menurut Mas, kita berlatih jam berapa? Bagaimana jika nanti sekitar jam 8
pagi?”

150
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) III PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN HARGA
DIRI RENDAH

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif
Klien mengatakan sudah mulai melakukan kegiatannya

b. Data Objektif
Klien terlihat mampu melakukan salah satu kegiatannya
2. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah

3. Tujuan Khusus
Klien dapat melakukan kegiatan lainnya

4. Tindakan keperawatan
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Melatih kemampuan kedua klien
3. Menganjurkan klien berlatih
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Assalamualaikum…selamat pagi Mas”

b. Evaluasi/Validasi
“bagaimana perasaan Mas hari ini? nampaknya Mas sudah mulai bergabung
dengan teman-teman lain ya. Wah bagus sekali”

“bagaimana Mas masih mengingat apa yang akan kita bahas untuk pertemuan
kali ini?”

d. Kontrak

151
1) Topik
“Mas masih ingat ya. baiklah pertemuan kali ini kita akan berlatih sepak
bola ya?

2) Tempat
“sesuai perjanjian kemarin ya Mas, kita melakukan kegiatannya di halaman
depan ya”

4) Waktu
“untuk sekarang, mau berapa lama kegiatan ini dilakukannya Mas?
Bagaimana kalau sekitar 30 menit?”

6. Fase Kerja
“Mas boleh saya lihat jadwal kegiatannya? Apa saja yang sudah dilakukan Mas?
Apakah kegiatan kemarin dilakukan juga tadi pagi?”

“wahh bagus sekali ya Mas, ternyata memang kegiatannya dilakukan.”

“baiklah, sekarang mari kita berlatih bermain bola. Mari kita ke halaman.”

“sebelumnya, mari kita melakukan pemanasan terlebih dahulu, Mas ikuti gerakan
saya.”

“saya perlihatkan terlebih dahulu ya Mas cara menendang bolanya. Pertama, bola
nya kita simpan didepan kaki kita searah mulut gawang ya pak/bu agar bolanya
masuk ke mulut gawang, setelah itu, kita bisa menendang bolanya dengan kaki yang
dominan ya…”

“nah sekarang coba Mas yang melakukan…”

“bagus sekali Mas dapat mempraktikan cara menendang bola dengan baik!
Sekarang kita ulangin lagi ya.”

152
4. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“bagaimana perasaan Mas setelah bermain bola??”

b. Evaluasi Objektif
“coba Mas bacakan kembali daftar kegiatan yang telah dibuat tadi.”

c. Rencana Tindak lanjut


“baiklah, besok saya akan mengajak Mas bermain sepak bola bersama
teman-teman yang lain”

d. Kontrak
1) Topik
“baiklah, saya rasa cukup untuk kegiatan kita hari ini. bagaimana jika
nanti besok kita ketemu lagi ya, kita berlatih sepak bola bersama teman-
teman yang lain”

2) Tempat
“menurut Mas, kita latihan jam berapa? Bagaimana jika nanti sekitar jam 8
pagi?”

4) Waktu
“untuk tempatnya, Mas mau dimana? Bagaimana jika di halaman depan?”

153

Anda mungkin juga menyukai