Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bronkopulmonar displasia merupakan salah satu penyakit paru kronik yang sering terjadi
pada bayi baru lahir. Bayi BBLSR dengan masa gestasi tidak cukup bulan yang menggunakan
ventilator sebagai alat bantu nafas banyak mengalami bronkopulmonar displasia.
Beberapa bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR), bayi prematur yang
lahir antara 23 – 28 minggu gestasi, dan berat badan lahir < 1.250 g, membutuhkan oksigen lebih
tinggi selama 1-2 minggu setelah lahir. Pada bayi prematur fungsi paru belum berkembang
dengan baik, sehingga untuk pernafasan bayi BBLSR dan bayi prematur dibutuhkan terapi
oksigen dengan menggunakan ventilator.
Pemakaian respirator pada BBLSR dan bayi prematur dalam jangka panjang dapat
menyebabkan barotrauma dan volutrauma yang dapat merusak jalan nafas dan parenkim paru
secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan tersebut dapat dilihat dari gambaran
radiologis. Gambaran radiologis tersebut dapat memperlihatkan berat ringannya kerusakan jalan
nafas dan parenkim paru serta menentukan lama pemakaian ventilator atau respirator pada bayi
tersebut.
Bayi dengan paru masih imatur dapat dengan mudah mengalami kerusakan dan lebih sulit
mengalami perbaikan. Dari hasil pemeriksaan akan ditemukan abnormalitas perkembangan dan
morfologi paru pada bayi yang menderita bronkopulmonar displasia. Sebagian besar bayi dengan
bronkopulmonar displasia membaik secara klinis meskipun kelainan patologis dan radiologis
biasanya menetap hingga dewasa.

1.2 Batasan Masalah


Pembahasan referat ini dibatasi pada anatomi saluran pernafasan dan paru, definisi,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
pemeriksaan radiologis, penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis dari bronkopulmonar
displasia.

1
1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai


bronkopulmonar displasia dan sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di
bagian Radiologi RSUP dr. M. Djamil, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

1.4 Metode Penulisan


Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk ke berbagai literatur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan
paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan
saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksternal, oksigen
dihirup melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli lalu dapat berhubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.1,2

Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus dan
dewasa menjadi sistem bronkopulmonar. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris. Apabila
dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang tergantung dari
lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi biologi yang berbeda. Alur yang berbeda
menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara
partikel yang terhirup tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan
kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkiolus. Bronkiolus terminalis membuka saat
pertukaran udara dalam paru-paru.1,2

Gambar 1 . Anatomi Saluran Pernafasan

3
Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel
kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat
pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas ke faring.
Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet
pada trakea dan bronkus memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan aparatus
golgi. Sel goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkitis kronis yang
hasilnya menjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum.1,2

Unit pertukaran udara (terminal respirasi) terdiri dari bronkiolus distal sampai terminal,
seperti: bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveoli. Alveoli memisahkan oksigen dan
darah, oksigen menembus membran ini dan diambil oleh hemoglobin sel darah merah dan
dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah
meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya
95%. Hasil buangan metabolisme (CO2 dan H2O) menembus membran alveoli, dari kapiler darah
ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial serta trakea akan dinafaskan keluar melalui hidung
dan mulut.1,2

P0

Gambar 2. Anatomi Saluran Nafas dan Paru

4
Gambar 3 . Anatomi dan Fungsi Sistem Respirasi

Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan


terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Sebagaimana mekanisme
tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Beberapa
mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi atas 1:

a. Filtrasi udara
Partikel debu yang masuk melalui organ hidung:
 Yang berdiameter 5-7 μm akan tertahan di orofaring.
 Yang berdiameter 0,5-5 μm akan masuk sampai ke paru-paru.
 Yang berdiameter 0,5 μm dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat pula di
keluarkan bersama sekresi.

b. Mukosilia
Baik mukus maupun partikel yang terbungkus di dalam mukus akan digerakkan oleh silia
keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mukus ini tergantung pada kekentalan

5
mukus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi, baik
oleh asap rokok, hipoksemia, maupun hiperkapnia.

c. Sekresi Humoral Lokal


Zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain :
 Lisozim, dimana dapat melisis bakteri
 Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik
 Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam
membunuh virus.
 Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya infeksi virus.
Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang berulang.

d. Fagositosis
Sel fagositosis berperan dalam memfagosit mikroorganisme dan kemudian
menghancurkannya. Makrofag sebagai derivat monosit berperan sebagai fagositer. Untuk proses
ini diperlukan opsonin dan komplemen.
Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah :
 Gerakan mukosiliar
 Faktor humoral lokal
 Reaksi sel
 Virulensi dari kuman yang masuk
 Reaksi imunologis yang terjadi
 Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti alkohol,
stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.

6
Gambar 4. Rontgen Paru Normal

Pada pemeriksaan luar, pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo
sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura interlobaris dalam
beberapa lobus pulmonar. Pulmonar dekstra dibagi menjadi 3 lobus, yaitu1:
a. Lobus Superior
Dibagi menjadi 3 segmen: apeks, posterior, inferior.
b. Lobus Medius
Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis.
c. Lobus Inferior
Dibagi menjadi 5 segmen : apeks, mediobasal, anterobasal, laterobasal, posterobasal.

Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobus, yaitu1:

a. Lobus Superior
Dibagi menjadi segmen: apeksposterior, anterior, lingularis superior, lingularis inferior.

7
b. Lobus Inferior
Dibagi menjadi 4 segmen: apeks, anteromediobasal, laterobasal, dan posterobasal.

Gambar 5 . Pembagian Lobus Paru

b.2 Definisi
Bronkopulmonar displasia (BPD) merupakan penyakit paru kronik yang ditemui pada bayi
prematur dan BBLSR yang mengunakan alat bantu nafas. Bronkopulmonar displasia pertama

8
kali dilaporkan oleh Northway dkk pada tahun 1967 berdasarkan perubahan radiologis pada bayi
prematur yang menderita Respiratory Distresss Syndrome (RDS) setelah lahir, mendapatkan
terapi ventilator dan ketergantungan oksigen.1,2,3,4,5.

b.3 Epidemiologi
Faktor risiko terjadinya BPD adalah multifaktor. Hal ini berhubungan langsung dengan
derajat penyakit paru yang mendasarinya, lama pemakaian ventilator, dan lama pemberian
oksigen. BPD terjadi pada 27% bayi preterm yang menderita gangguan pernafasan berat dan
50% pada bayi yang menderita hipoplasia pulmonar.2,4
Sekitar 50% bayi prematur ketergantungan oksigen pada 28 hari setelah lahir dan tetap
tergantung pada oksigen setelah 36 minggu pasca konsepsi dan lebih sedikit lagi bayi prematur
ketergantungan oksigen setelah 42 hari pasca konsepsi. Pada BBLSR (<1500 g), insiden
ketergantungan oksigen pada 28 hari setelah lahir adalah sekitar 30% - 50%, pada 36 minggu
pasca konsepsi insiden yang sama menurun menjadi 4 - 30% .1,2
Beberapa studi menunjukan bahwa sepertiga bayi BBLSR mengalami bentuk ringan BPD.
Insiden BPD berbanding terbalik dengan usia saat bayi dilahirkan dan dengan berat badan lahir.
Semakin banyak bayi prematur dan BBLSR yang bertahan hidup semakin tinggi jumlah anak –
anak yang mengalami BPD, meskipun derajatnya bervariasi mulai dari ringan sampai berat.1,2

b.4 Etiologi
a. Inflamasi
Respon inflamasi berlebihan (jumlah dari sitokin proinflamasi dari influks alveolar,
seperti makrofag dan leukosit) terjadi di kehidupan awal infan yang akan mengalami
BPD. 1,2,3
b. Ventilasi mekanik
Volutrauma / barotrauma adalah salah satu penyebab BPD. Minimalisasi penggunaan
ventilasi mekanik dengan menggunakan Nasal Continuous Positive Airway Pressure

9
(NCPAP) lebih awal dan Noninvasive Ventilatory Support akan menurunkan kejadian
BPD. 1,2,3
c. Paparan oksigen
Terapi surfaktan dari luar selalu dihubungkan dengan terapi surfaktan eksogen dengan
paparan yang lama (lebih dari 150 jam) dan dengan tekanan O 2> 60. Hiperoksia dapat
mengakibatkan efek pada jaringan paru seperti proliferasi dari sel alveolar tipe 2 dan
fibroblast, perubahan di sistem surfaktan, peningkatan sel inflamasi, dan sitokin,
peningkatan deposit kolagen, penurunan alveolarisasi dan densitas mikrovaskular.
Sekarang, paparan oksigen tekanan tinggi dalam jangka waktu lama yang dibatasi.

2.5 Patofisiologi dan Patogenesis


Pada awalnya BPD dipercaya sebagai akibat trauma langsung dari ventilator dan
toksisitas oksigen. Akan tetapi dalam perkembangannya, dengan adanya perubahan gejala klinis
dan adanya ketergantungan oksigen pada bayi tanpa Respiratory Distresss Syndrome (RDS) atau
pada bayi yang pada awalnya tidak diberi oksigen, akhirnya diketahui bahwa inflamasi
merupakan penyebab utama BPD. Bukti bahwa respon inflamasi menyertai respon distress
pernafasan adalah ditemukannya sel-sel inflamasi yang teraktivasi, mediator inflamasi, dan
sitokin. Faktor-faktor seperti Macrophage Inflammatory Protein I dan IL-8 yang ditemukan di
saluran respirasi, dan penurunan cytokin counter regulatory seperti IL-10 menyebabkan
inflamasi persisten. Sel-sel inflamasi banyak ditemukan di ruang antar sel maupun di rongga
udara, selain itu sel-sel epitel paru juga mensintesis mediator-mediator inflamasi. Produksi
radikal bebas oleh karena Fe bebas pada rongga udara menyebabkan terbentuknya TGF β dan
fibrosis. 1,2,3,4,5

Barotrauma dan volutrauma akibat respirator dapat merusak jalan nafas dan parenkim paru
secara langsung ataupun tidak langsung. Intubasi menyebabkan kerusakan permukaan saluran
respirasi lokal, mengganggu aktivitas silier, dan sebagai saluran masuk langsung bakteri patogen
dan gas eksogen pada saluran respirasi. Kebocoran udara, misalnya pada emfisema interstisial
paru semakin merusak jaringan paru. Paparan oksigen menyebabkan timbulnya radikal bebas
toksik yang dapat menyebabkan kerusakan akut pada jaringan, peradangan, dan menghambat
perbaikan dan perkembangan paru.1,2

10
Bayi dengan paru yang masih imatur dapat mudah mengalami kerusakan dan lebih sulit
mengalami perbaikan. Dari hasil autopsi ditemukan abnormalitas perkembangan dan morfologi
paru pada bayi yang menderita BPD, dengan penurunan pembentukan septum alveoli. Diketahui
juga bahwa alveoli terus berkembang hingga usia 5 tahun, sehingga sebagian besar bayi dengan
BPD membaik secara klinis meskipun kelainan patologis dan radiologis biasanya menetap
hingga dewasa.1,2,4

Predisposisi infant: Severe lung disease:


 Immaturity  PDA/ fluid overload
 Family history  PIE
 RDS

BPD

Contributory factors:
High level of respiratory
 Infection
support:
 Surfactant abnormalities
 Oxygen toxicity
 Disturbance of elastase/
 Barotrauma
protease

Gambar 6. Patogenesis BPD1

2.6 Gejala Klinis

Gejala klinis BPD meliputi takipnea, retraksi, mengi, dan ronkhi. Risiko terjadinya infeksi
juga meningkat. Kebutuhan oksigen mulai meningkat pada akhir minggu pertama setelah lahir,
lalu menetap pada awal minggu ketiga. Eksaserbasi terjadi berhubungan dengan edema paru,
infeksi, atau gagal jantung kanan.1,2,3

Northway menggambarkan 4 stadium radiologis BPD sebagai berikut1,2,4 :

a. Sindrom distresss pernapasan


b. Diffusely hazy
11
c. Diffusely bubbly, pola interstisial
d. Hiperaerasi, hiperlusen fokal

Stadium tersebut sesuai dengan progresivitas patologi, dari Respiratory Distresss


Syndrome (RDS) akut hingga edema paru, inflamasi, metaplasia sel skuamosa, dan akhirnya
emfisema, fibrosis, ateletaksis, penebalan otot polos peribronkial serta perivaskular. Akan tetapi
lesi CT Scan dapat ditemukan area hiperaerasi multifokal, beberapa opasitas linier subpleura, dan
menyingkirkan bronkiektasis jika didapatkan gambaran sekuele dari BPD.1,2

Bronkopulmonar displasia sering disertai dengan bronkospasme, episode sianosis, dan


hipoksemia kronik. Abnormalitas fungsi paru pada bayi BPD meliputi penurunan komplians
paru, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, serta peningkatan volume paru, tahanan saluran
respirasik, dan air trapping. Perbaikan klinis BPD dinyatakan dengan perkembangan somatik
yang membaik.1,2

Abnormalitas uji fungsi paru menetap pada anak usia sekolah dengan riwayat BPD.
Abnormalitas tersebut mencakup penurunan kapasitas vital paru, volume ekspirasi paksa, aliran
ekspirasi paksa, dan peningkatan volume residu. Uji fungsi paru biasanya membaik pada usia 7-
11 tahun. Sekitar 50% anak-anak dengan riwayat BPD mempunyai hiperaktivitas bronkus
meskipun tidak terdapat riwayat mengi. Suatu studi kohort bahwa BBLSR yang menderita BPD
memiliki kelemahan motorik dan berisiko lebih tinggi terhadap retardasi mental.1,2

2.7 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

a. Pemeriksaan Umum
Status respirasi yang buruk adalah manifestasi yang disebabkan karena peningkatan dari
pernafasan yang buruk, peningkatan dari tekanan oksigen, atau peningkatan dari apneu-
bradikardi, atau kombinasi dari hal tersebut. 1,2,3,4
b. Pemeriksaan paru
Retraksi dan keabnormalan paru yang difus biasa ditemukan. Wheezing atau
pemanjangan ekspirasi juga harus diwaspadai. 1,2,3,4
c. Pemeriksaan Kardiovaskuler

12
Ventrikel kanan terangkat, S2 tunggal, atau P2 prominen mungkin diikuti dengan cor
pulmonal. 1,2,3,4
d. Pemeriksaan Abdomen
Hati mungkin membesar setelahnya ke sisi kanan di daerah gagal jantung atau mungkin
ke bawah abdomen, karena disebabkan hiperinflasi dari paru. 1,2,3,4
e. Analisis Gas Darah
Biasanya menunjukkan retensi CO2. Walaupun demikian jika masalah respirasi telah
kronik dan stabil pH biasanya sub normal (pH > 7,25). 1,2,3,4
f. Elektrolit
Abnormalitas dari elektrolit akan dihasilkan dari retensi kronik karbondioksida
(peningkatan serum bikarbonat), terapi diuretik (hiponatremia, hipokalemia, atau
hipokloremia), restriksi cairan (peningkatan nitrogen urea dan kreatinin), atau ketiga
tiganya. 1,2,3,4
g. Urinalisis
Pemeriksaan mikroskopik akan menunjukkan adanya sel darah merah, mengindikasikan
adanya kemungkinan nefrokalsinosis sebagai hasil dari pemakaian diuretik jangka lama.
1,2,3,4

h. EKG dan Ekokardiografi


Ini diindikasikan pada BPD yang tidak membaik atau semakin memburuk. Pemeriksaan
ini dapat mendeteksi cor pulmonal dan atau hipertensi pulmonal, dimanifestasikan oleh
hipertrofi ventrikel kanan dan elevasi dari tekanan arteri pulmonal dengan deviasi aksis
ke kanan, peningkatan waktu interval sistolik kanan, penebalan daripada dinding
ventrikel kanan, dan abnormal dari geometri ventrikel kanan. 1,2,3,4

2.8 Pemeriksaan Radiologi

2.8.1 Rontgen
Empat tahap perubahan radiografi pada BPD1,6,7,8 :
a. Tahap I
Terlihat seperti gambaran RDS (tampak air bronchogram, ground glass apperarance).
b. Tahap II

13
Tampak gambaran kekaburan yang difus, ini terjadi pada minggu kedua.
c. Tahap III
Tampak gambaran cystic lusen pada minggu 3.
d. Tahap IV
Hiperinflasi luas dan pembesaran jantung pada minggu keempat.

Penemuan ini juga dapat digambarkan menurut 4 tahap asli dari BPD yang yang ditemukan
Northway dkk1,6,7,8 :
a. Tahap 1 ( < 3 hari)
Karakteristik (mirip dengan RDS dan kadang juga menyerupai komplikasi RDS seperti
pneumotoraks dan emfisema paru interstisial).
 Tampak air bronchogram
 Tampak ground glass appearance
 Belum terjadi hiperinflasi

14
Gambar 7. BPD stage 1
b. Tahap 2 (4-10 hari)
 Ada penemuan radiografi yang menetap dan harus diwaspadai untuk
perkembangan BPD lebih lanjut.
 Gambaran interstitial yang halus atau kasar yang difus (homogenous opacity)
sering dijumpai pada tahap ini. Kadang sulit untuk melihat batasan jantung. Tidak
ada kecenderungan pada satu lobus tertentu. Pada kasus berat akan tampak
gambaran yang lebih kasar.
 Mulai terbentuk vacuole lusen tapi belum terlalu jelas.

15
Gambar 8. BPD stage 2
c. Tahap 3 (10-20 hari)
 Vacuole meluas dan akan dikenali menjadi kistik yang berisi daerah udara.
 Dikenal dengan pola interstisial.

16
Gambar 9. Foto Rontgen BPD Stage 3
d. Pada tahap 4 (> 1 bulan)
 Tampak hiperekspansi paru-paru
 Perluasan cyst
 Pada tahap ini, udara lebih sering terjebak di lobus bawah daripada lobus atas.
 Hiperinflasi paru akan terlihat pada kasus yang parah.

17
Gambar 10. Foto rontgen BPD stage 4

Tahap Northway tidak terlalu jelas terlihat dalam pemeriksaan bayi dengan BPD. Bayi
dengan RDS tidak akan selalu menjadi BPD.7,8
Pada hari ke 3, perubahan radiografi dapat dilihat sebagai edema paru. Memasuki 1
minggu, gambaran dapat menunjukkan edema interstisial, mengaburnya garis septum, dan
corakan bronkovaskuler meningkat. Gambaran opak mungkin terlihat karena pembengkakan
getah bening atau atelektasis. Kardiomegali dapat dilihat jika ada PDA atau kelebihan cairan.
Perubahan dapat terjadi di awal dan akan parah jika disebabkan oleh infeksi. Sulit untuk
membedakan infeksi dan overload cairan dengan menggunakan radiografi saja. Pada minggu
ketiga, fibrosis dan / atau atelektasis dapat diamati di lobus atas. Hiperinflasi dapat menghasilkan
pembesaran ventrikel kanan, hila akan menonjol karena arteri paru, dan arteri paru perifer tidak
tampak. Dalam kasus yang jarang, trakea diperbesar dan melunak. 1,6,7,8

2.8.2 CT SCAN

18
CT Scan digunakan dalam evaluasi lebih lanjut dari displasia bronkopulmonar (BPD). CT
Scan akan menunjukkan temuan yang berbeda tergantung pada stadium penyakit. Radiografi
adalah pencitraan andalan untuk diagnosis BPD. High resolution computed tomography (HRCT
scan) berguna dalam evaluasi lebih lanjut dari BPD dan untuk melihat adanya gejala sisa.1,7,9,10

Berikut ini beberapa gambaran CT Scan yang sering ditemukan :

Gambar 11. Anak 4 tahun yang berulang kali dirawat di rumah sakit insufisiensi pernafasan.Pada
Elektron-beam CT scan paru-paru ditemukan hypoattenuated besar di seluruh kedua lobus atas.
Hypoattenuated lainya yang lebih kecil terlihat pada lobus kanan bawah.

19
Gambar 12. Anak 3 tahun dengan episode berulang mengi dan pneumonia. Elektron-beam CT
scan paru memperlihatkan paru tajam, tipis, dengan kekeruhan terlihat dari pinggir menuju hilus
kiri. Linier kekeruhan (atelektasis atau fibrosis) yang berdekatan dengan penebalan pleura
segitiga. 1,7,9,10

Gambar 13. Gadis 9 tahun dengan dispnea dan sianosis.CT Scan menunjukkan semua tiga
kelainan: hypoattenuated daerah diparu-paru kanan, yang berisi opacity linear, dan penebalan
subpleural di paru-paru kiri. 1,7,9,10

20
2.9 Diagnosis Banding1,2,7

Pembeda
Air
Nama Retikulogran Hiperinfla
Bronchogr Infiltrat Lusen Kistik
ular si
am
Bronkopulmonar +/- (stage 1) + (stage 1- - + (vakuol + (tahap 3) + (tahap 4)
Displasia (BPD) 2) lusen
tahap 2)
Emfisema Paru - + - + (lebih - +
Interstisial (PIE) jelas)

Aspirasi - - + (kasar) - - -
mekonium
Aspirasi - - + (opak) - - -
pneumoni
Respiratory + - - - - -
Distresss
Syndrome (RDS)

Gambar 14. PIE12

21
Gambar 15. Aspirasi Mekonium11

22
Gambar 16. Aspirasi Pneumoni12

Gambar 17. RDS 11

2.10 Tatalaksana

Tujuan tatalaksana BPD adalah mengurangi keluhan respirasi, memperbaiki fungsi respirasi,
meminimalkan jejas paru dan inflamasi, memberikan oksigenasi adekuat, dan memfasilitasi
perkembangan paru. Meskipun pemberian diuretik dapat mengurangi edema paru dan kebutuhan
oksigen, tetapi dapat juga menurunkan elektrolit, memicu bone loss, dan nefrokalsinosis.
Kortikosteroid sistemik dosis tinggi memfasilitasi ekstubasi dan menurunkan bantuan pernafasan
dan paparan oksigen. Akan tetapi keuntungan jangka pendek tersebut menyebabkan komplikasi
yang serius seperti hiperglikemi, hipertensi, perforasi usus halus, infeksi, menghambat
pertumbuhan otak dan somatic, serta menghambat perkembangan neuromotor (cerebral palsy).
Kortikosteroid pasca natal tidak menunjukkan keuntungan jangka panjang. Hingga saat ini belum
diketahui hubungan antara efek steroid sistemik tersebut dan jenis steroid, dosis yang digunakan,
atau durasi pengobatan. Penggunanaan steroid aerosol menunjukkan komplikasi yang lebih
sedikit, tetapi efek terapinya kurang efektif. Karena efek samping jangka panjang maupun jangka

23
pendek itulah maka direkomendasikan bahwa penggunaan steroid pasca natal hanya pada
keadaan klinis khusus, seperti gagal nafas berat dengan oksigen maksimal. Kemungkinan
penggunaan obat yang digunakan untuk menurunkan ketergantungan oksigen lebih merusak
daripada oksigen itu sendiri.1,2,3,4

Banyak bayi prematur terpapar dengan konsentrasi oksigen, sedangkan enzim antioksigen
endogen relatif kurang saat lahir. Pemberian recombinan human superoxide dismutase (rhSOD)
dapat mengurangi jejas paru baik pada kultur sel maupun pada binatang percobaan. Pada studi
rhSOD tersebut diinstilasikan pada trakea setelah pemberian dosis awal surfaktan eksogen, dan
dilanjutkan hinggal 28 hari atau selama pengunaan ventilator. Dari studi tersebut didapatkan
hubungan antara pemakaian rhSOD, penurunan derajat perdarahan intraventrikuler, dan
leukomalasia periventrikuler. Akan tetapi, pemberian antioksidan untuk pencegahan dan terapi
masih perlu dievaluasi lebih lanjut.1,2,3,4

Perkembangan paru terjadi akibat keseimbangan antara pengaruh stimulan dan inhibitor, yaitu glukokortikoid, dan TGF β. Glukokortikoid mendorong

pematangan struktur parenkim, meningkatkan produksi surfaktan dan komplians paru, meningkatkan klirens air pada paru, dan menurunkan permeabilitas vaskuler.

Hasil akhirnya adalah perbaikan fungsi paru, respon yang lebih baik terhadap surfaktan dan peningkatan harapan hidup. Sebaliknya TGF β menghambat perkembangan

paru.
1,2,3,4

Tujuan Terapi Efek Samping


↓ cairan paru Restriksi cairan Restriksi kalori
↓ edema paru Diuretik Hilangnya Na+, K+, Ca++;
osteopenia; riketsia; fraktur;
nefrokalsinosis kolilitiasis
Kortikosteroid Hiperglikemi, hipertensi,
infeksi, perforasi
gastrointestinal, gangguan
pertumbuhan otak dan
somatic, cerebral palsy.
↓ reaktivitas saluran respirasi Bronkodilator Takikardi, iritabilitas
↓ hipertensi pulmonal Mempertahankan saturasi O2
≥ 92%
↓ inflamasi Stabilitas sel mast (misalnya Lihat di atas
kromolin)

24
Kortikosteroid
↓ refluks gastroesofagus Metoklopramid ↑ risiko infeksi
Antasida
↑ hantaran O2 Suplementasi O2 Jejas oksidan
Transfusi PRC Risiko terinfeksi penyakit dari
Eritropetin donor
↑ pertumbuhan Asupan makanan hiperkalori Insufisiensi cairan, azotemia
adekuat (24- 30 kkal/oz) prerenal, dehidrasi
mempertahankan saturasi O2 hipernatremi
≥ 92 %
Sumber: Voucher YE, Bronchopulmonary Dysplasia: an enduring challenge. Pediatrics in review. 2002;23:349-358

Tabel 1. Tujuan Terapi dan Efek Samping yang Ditimbulkan2

Studi yang dilakukan oleh Cole pada tahun 1999 menyatakan bahwa pemberian inhalasi
beklometason tidak mencegah terjadinya BPD, tetapi berhubungan dengan penurunan
penggunaan kortikosteroid sistemik dan ventilator. Deksametason diberikan dengan dosis awal
0,2-0,5 mg/kgBB po/iv dan dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,1 mg/KgBB/ po/iv selama 6-8
jam. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan dosis dan cara pemberian
glukokortikoid pada pasien BPD.1,2

Nitric oxide (NO) merupakan regulator penting pada tonus vaskular paru, dan NO sintase
dapat ditemukan pada endotel vaskular dan epitel bronkus. Inhalasi NO dapat meningkatkan
aliran darah paru, menurunkan tahanan vaskuler paru, dan memperbaiki oksigenasi.1,2

2.11 Komplikasi

Bagian Masalah
Respirasi Pneumonia
Sindrom kematian mendadak
Bronkitis
Aspirasi
Otitis media
Trakeomalasia
Stenosis subglotis
Kematian

25
Kardiovaskuler Hipertensi sistemik
Hipertensi pulmonal
Cor pulmonal
Gagal jantung kongestif
Gastrointestinal Refluks gastrointestinal
Kesulitan makan
Intoleransi makanan
Slow weight gain
Failure to thrive
Lain-lain Osteopenia
Riketsia
Batu ginjal
Batu empedu
Nefrokalsinosis
Tabel 2. Komplikasi BPD1,2

2.12 Prognosis

Sebagian bayi dengan BPD dapat bertahan hidup, tetapi terdapat peningkatan risiko infeksi,
hiperaktifitas saluran respirasi, disfungsi jantung, dan kelainan neurologis. Dua puluh empat
persen dari bayi BPD klasik akan mempunyai keluhan respirasi hingga dewasa. Meskipun BPD
ringan berhubungan dengan hasil yang lebih baik, tetapi anak yang menderita BPD mempunyai
risiko dua kali lebih besar untuk menderita mengi, asma, atau infeksi saluran respirasi bawah,
dibandingkan dengan anak-anak tanpa BPD. Pada beberapa laporan, 50% dari seluruh bayi
BBSLR dengan riwayat BPD kembali masuk rumah sakit pada 12-24 bulan pertama setelah
lahir, dan 50% mempunyai riwayat mengi atau asma pada masa anak-anak. Risiko kejadian akut
yang mengancam jiwa (20%) atau kematian mendadak (3%) lebih tinggi pada bayi BBLSR
dengan BPD.1,2,3,4

26
BAB III

KESIMPULAN

Bronkopulmonar displasia (BPD) merupakan penyakit paru kronik yang ditemui pada
bayi prematur dan BBLSR yang mengunakan alat bantu nafas. Bronkopulmonar displasia
pertama kali dilaporkan oleh Northway dkk pada tahun 1967 berdasarkan perubahan radiologis
pada bayi prematur yang menderita respiratory distresss syndrome setelah lahir, mendapatkan
barotrauma dan volutrauma yang menyebabkan kerusakan pada jalan nafas dan parenkim paru.

Bronkopulmonar displasia didiagnosa berdasarkan pemerikssan fisik dan pemeriksaan


penunjang lain. Pemeriksaan penunjang yang sangat penting dalam membantu penegakan
diagnosis penyakit ini adalah pemerikasaan radiologi. Radiografi adalah pencitraan andalan
untuk diagnosis BPD dan membedakan penyakit ini dengan penyakit-penyakit pernafasan pada
bayi lainya. High resolution computed tomography (HRCT scan) berguna dalam evaluasi lebih
lanjut dari BPD dan untuk melihat adanya gejala sisa.

Tujuan tatalaksana BPD adalah mengurangi keluhan respirasi, memperbaiki fungsi respirasi,
meminimalkan jejas paru dan inflamasi, memberikan oksigenasi adekuat, dan memfasilitasi
perkembangan paru.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Janet, M.R. and Roberton, N.R.C. 1999. Textbook of Neonatology 3rd Edition. England:
Churcill Livingstone, halaman 608-622.
2. Landia, S. dan Retno, A.S. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: IDAI, halaman
483-490.
3. Tricia, LG, dkk. 2009. Neonatology. USA: Lange, halaman 416-421.
4. Nelson, WE, dkk. 2007. Textbook of Pediatrics 18th Edition. USA: Saunders, chapter 415.
5. Leonard, ES. 2004. 5th Edition Imaging of The Newborn, Infant, and Young Child. USA:
Lippincott Williams.
6. Rudolph, AM, dkk. 2003. Pediatrics 21st Edition. USA:McGraw-Hill, chapter 23.9.
7. Prabhakar Rajiah. Imaging in Bronchopulmonary Dysplasia. 2011. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/406564-overview. Diakses pada tanggal 23 April
2012.
8. Learning Radiology.com. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD). Diunduh dari:
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20284-BPD/bpdcorrect.html .
Diakses pada tanggal 23 April 2012.
9. Aukland, Stein Magnus, dkk. High-Resolution CT of the Chest in Children and Young
Adults Who Were Born Prematurely: Findings in a Population-Based Study. 1999.
Diunduh dari:
http://www.ajronline.org/content/187/4/1012.figures-only. Diakses pada tanggal 23 April
2012.
10. Catherine, O, dkk.. Bronchopulmonary Dysplasia : Value of CT in Identifying pulmonary
squelae. 2004. Diunduh dari:
http://www.ajronline.org/content/163/1/169.full.pdf+html?sid=6d7a30c5-36f9-4148-
b79a-2644a62af844 . Diakses pada tanggal 23 April 2012.
11. Kirks, Donald R. and Laurin, Sven. Respiratory Radiology. 2011. Diunduh dari:
http://www.medcyclopaedia.com/library/radiology/chapter15/15_3.aspx . Diakses pada
tanggal 29 April 2012.

28
12. Wood, Beverly P. Imaging in Pulmonary Emphisema Interstisial. 2011. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/412482-overview . Diakses pada tanggal 29 April
2012.

29

Anda mungkin juga menyukai