Anda di halaman 1dari 18

STASE KEPERAWATAN PRIMARY HEALTH CARE (PHC)

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN AN. F DENGAN ASMA BRONCHIAL


DI PUSKESMAS KASIHAN BANTUL

YOGYAKARTA

Fitriani, S.Kep

183203042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XIV

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN AN. F DENGAN ASMA BRONCHIAL


DI PUSKESMAS KASIHAN BANTUL

YOGYAKARTA

Disetujui Pada:

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik, Mahasiswa,

(Ngatoiatu Rohmani) ( ) (Fitriani, S.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasanakibat
penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversibel (penyempitandapat hilang dengan
sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi pernafasan diantara dua interval
asimtomatik (Djojodibroto, 2017).
Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, karena
adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifatreversible, peradangan
pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalannafas terhadap berbagai rangsangan
hiperresponsivitas, obstruksi padasaluran nafas bisa disebabkan oleh spasme/
kontraksi otot polos bronkus,oedema mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus
meningkat (Putri& Sumarno, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan asma bronchial
adalah penyakit saluran pernafasan yang terjadi karena adanya penyempitan saluran
nafas yang mengakibatkan sesak nafas dimana faseinspirasi lebih pendek dari fase
ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi(wheezing).

B. Etiologi
Faktor penyebab asma bronchial menurut Wijaya & Putri (2013)adalah
sebagai berikut :
a. Alergen
Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi diperlukan jumlahalergen yang sedikit
untuk menimbulkan serangan asma.
b. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan biasanya disebabkan oleh virus respiratory synchyhal
virus (RSV) dan virus para influenza.
c. Iritasi
Iritasi dapat di sebabkan oleh hairspray, minyak wangi, asaprokok, bau asam dari
cat dan polutan udara, air dingin dan udara dingin
d. Refleks gastroesopagus
Iritasi trakeobronkheal karena isi lambung dapat memperberat penyakit asma.
C. Klasifikasi
Menurut Djojodibroto (2017) Ada 2 penggolongan besar asma bronchial,
yaitu:
a. Asma bronchial yang berkaitan dengan penderita yang mempunyai riwayat
pribadi atau riwayat keluarga dengan kelainan atopik. Dapat disebut asma
ekstrinsik (asma alergik) yaitu asma yang mulai terjadi saat kanak-kanak, kadar
IgE serum meningkat, mekanisme terjadinya berkaitan dengan sistem imun.
b. Asma bronchial pada penderita yang tidak ada kaitannya dengan diatesis atopik.
Asma ini golongkan sebagai asma instrinsik atau asma idiosinkratik yaitu asma
yang terjadi saat dewasa, kadar IgEnormal dan bersifat Non-imun.

D. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkial adalah batuk dispnea dan
mengi. Selain gejala di atas ada beberaa gejala yang menyertai diantaranya sebagai
berikut (Mubarak 2016:198):
a. Takipnea dan Orthopnea
b. Gelisah
c. Dia Foresis
d. Nyeri adomen karena terlibat otot abdomen dalam pernafasan.
e. Kelelahan (Faigue)
f. Tidak toleran terhadap aktivitas seperti makan berjalan bahkan berbicara.
g. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai
pernafasan lambat.
h. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi.
i. Sionss sekunder
j. Gerak-gerak retensi karbon dioksida, seperti berkeringat, takinardi dan pelebaran
tekanan nadi.
k. Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang
secara spontan.

E. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan nafas dalah spalme otot polos
edama dan inflamasi memakan jalan nafas dan eksudasi muncul intra minimal, sel-sel
radang dan deris selular. Obstruksi, menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara
yang merendahkan volume ekspiresi paksa dan kecepatan aliran penutupan prematur
jalan udara , hiperinflasi paru. Bertambahnya kerja pernafasn, perubahan sifat elastik
dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan nafas bersifat difusi, obstruksi
menyebabkan perbedaan suatu bagian dngan bagian lain ini kibat perfusi bagian paru
tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas terutama
penurunan CO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi disaluran nafas antibod COE berikatan dengan alergi
degrenakulasi sel mati, akibat degrenakulasi tersebut histomin dilepaskan. Histomin
menyebabkan konstruksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin juga
merangsang pembentukan mulkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler maka juga
akan terjadi kongesti dan pembanguan ruang intensium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memerlukan respon yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergi atau sel-sel mestinya terlalu mudah mengalami
degravitasi dimanapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut. Hasil
akhirnya adalah bronkapasme, pembentukan mukus edema dan obstruksi aliran udara
(Amin 2016:47).
Sumber:Amin.2016
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan:
1) Kristal-kristal Charcot leyden yang merupakan degranulasi duri kristal
eosinofil.
2) Terdapatnya spiral cursehman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel
cabang-cabang bronkus.
3) Terdapatnya creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4) Terdapatnya neutrofil eosinofil.
b. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma.
1) Gas analisa darah
Terdaat aliran darah yang veriabel, akan tetapi bila terdapat PaCO2 maupun
penurunan PH menunjukan prognosis yang buruk.
2)  Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDTI yang meninggi.
3)  Pada pemriksaan faktor alergi terdapat I9E yang meninggi pada waktu
serangan dan menurun pada waktu penderita bebas dari seragan.
c.  Foto Rontgen
Pada umumnya pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma
gambaran ini menunjukan hiperinflasi paru berupa radiolusen yang bertambah
dan pelebaran rongga interkostal serta diafragma yang menurun, (Amin 2016:49).

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan pada pasien asma bronchial yaitu:
a. Pengobatan Farmakologi
1) Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknyaaerosol, bekerja
sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot,dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalah 10 menit.
2) Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bilagolongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3) Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidakmemberikan
respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari.Pemberian steroid dalam jangka
yang lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolinmerupakan obat
pencegah asma khusunya untuk anak-anak.
5) Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizerditentukan dengan
cara Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat yang dipakai yaitu Pulmicord
(budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50,
100, 200, 250, 400 μg /dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan (Putri & Sumarno,
2013).
b. Non Farmakologi
Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Putri & Sumarno (2013) dapat
dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk efektif
1) Batuk Effektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar,
dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat
mengeluarkan secret secara maksimal.. Tujuan membantu membersihkan
jalan nafas., Indikasi :Produksi sputum yang berlebih , Pasien dengan batuk
yang tidak efektif.
2) Menerapkan posisi semi fowler untuk memfasilitasi nafas dan ekspansi paru.
Posisi ini mengurangi kerja napas dan meningkatkan ekspansi paru.

H. Komplikasi
Status asma bronchial merupakan asma yang lama dan hebat dan tidak
berespon terhadap terapi rutin. status asmatikus dapat menyebabkangagal napas
dengan hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis. Intubasiendotrakea, ventilasi mekanis,
dan terapi obat agresif dapat diperlukanuntuk mempertahankan jiwa. Selain gagal
nafas akut, komplikasi lainterkait status asma, antara lain dehidrasi, infeksi
pernafasan, atelektasis, pneumotoraks, dan kor pulmonale (Priscilla, Karen, Gerene,
2016).

I. Pengkajian Fokus Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan pada pasien asma bronkial menurut Wijaya& Putri (2013)
dan Priscilla, Karen, Gerene (2016) meliputi:
a) Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin ras dll
b) Informasi dan diagnosa medik yang penting
c) Data riwayat kesehatan
d) Riwayat kesehatan dahulu : pernah menderita penyakit asma sebelumnya,
menderita kelelahan yang amat sangat dengan sianosi pada ujung jari.
e) Riwayat kesehatan sekarang
 Biasanya klien sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah, pucat tidak
ada nafsu makan, sakit pada dada dan pada jalan nafas
 Sesak setelah melakukan aktivitas / menhadapi suatu krisis emosional
 Sesak nafas karena perubahan udara dan debu
 Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.
f) Riwayat kesehatan keluarga
 Riwayat keluarga yang mengalami asma
 Riwayat keluarga positif menderita penyakit alergi, seperti rinitis alergi,
sinustis, dermatitis, dan lain-lain
g) Pemeriksaan fisik : tingkat distres yang tampak ,tanda-tanda vital, kecepatan
pernapasan dan ekskursi, suara napas di seluruh lapang paru, nadi apikal.
h) Pemeriksaan diagnostik meliputi volume ekspirasi paksa, kecepatan aliran
ekspirasi puncak, gas darah.
i) Pola gordon
 Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian,
eliminasi,mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga.
– Airway
Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan
otot–otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot interkosta).
– Breathing
Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi,
dypsnea,takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara
tambahanronkhi, hiperresonan pada perkusi.
– Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan
tingkatkesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm
 Pola istirahat tidur
Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur, kualitas dan kuantitas jam
tidur
 Pola nutrisi – metabolic
– Berapa kali makan sehari
– Makanan kesukaan
– Berat badan sebelum dan sesudah sakit
– Frekuensi dan kuantitas minum sehari
 Pola eliminasi
– Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
– Nyeri
– Kuantitas
 Pola kognitif perceptual
Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
 Pola konsep diri
– Gambaran diri
– Identitas diri
– Peran diri
– Ideal diri
– Harga diri
Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
 Pola seksual – reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminya.
 Pola peran hubungan
– Hubungan dengan anggota keluarga
– Dukungan keluarga
– Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
 Pola nilai dan kepercayaan
– Persepsi keyakinan
– Tindakan berdasarkan keyakinan

J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas.
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen aktivitas serta
kelemahan umum.
3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler
K. Rencana Keperawtan

No Dx. Keperawatan NOC NIC


.

1. Airway suction
Bersihan Jalan Nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
– Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
Tidak Efektif 1x24 jam dibaharapkan bersihan jalan nafas klien
– Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
dapat teratasi dengan
suctioning.
Kriteria Hasil:
– Informasikan pada klien dan keluarga
Respiratory status : Ventilation
tentang suctioning
Respiratory status : Airway patency
– Minta klien nafas dalam sebelum suction
Aspiration Control
dilakukan.
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
– Berikan O2 dengan menggunakan nasal
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
– Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
tindakan
pursed lips)
– Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
dalam setelah kateter dikeluarkan dari
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
nasotrakeal
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
– Monitor status oksigen pasien
suara nafas abnormal)
– Ajarkan keluarga bagaimana cara
 Mampu mengidentifikasikan dan mencegah
melakukan suksion
factor yang dapat menghambat jalan nafas
– Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management

– Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift


atau jaw thrust bila perlu
– Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
– Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
– Pasang mayo bila perlu
– Lakukan fisioterapi dada jika perlu
– Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
– Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
– Lakukan suction pada mayo
– Berikan bronkodilator bila perlu
– Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
– Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
– Monitor respirasi dan status O2.
2. Activity Therapy
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama – Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi
1x24 jam dibaharapkan intoleransi aktivitas klien medik dalam merencanakan program terapi
dapat teratasi dengan yang tepat
Kriteria Hasil: – Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
Energy conservation yang mampu dilakukan
Activity tolerance – Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
Self Care : ADLs yang sesuai dengan kemampuan fisik,
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa psikologi dan social
disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan – Bantu untuk mengidentifikasi dan
RR mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
 Mampu melakukan aktivitas sehari-hari aktivitas yang diinginkan
(ADLs) secara mandiri – Bantu untuk mendapatkan alat bantuan
 Tanda-tanda vital normal aktivitas seperti kursi roda, krek
 Energy psikomotor – Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
 Level kelemahan disukai
 Mampu berpindah: dengan atau tanpa – Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
bantuan alat diwaktu luang
 Status kardiopulmunari adekuat – Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
 Sirkulasi status baik
beraktivitas
 Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi
– Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
adekuat
beraktivitas
– Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
– Monitor respon fisik, emosi, social dan
spiritual
3. Airway Management
Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
– Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
1x24 jam dibaharapkan gangguan pertukaran gas
atau jaw thrust bila perlu.
klien dapat teratasi dengan
– Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Kriteria Hasil:
ventilasi.
Respiratory Status : Gas Exchange
– Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
Respiratory Status : Ventilation
jalan nafas buatan.
Vital Sign Status
– Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan
– Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
oksigentasi yang adekuat
– Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas
tambahan
dari tanda-tanda distress pernafasan.
– Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
keseimbangan.
nafas yang bersih tidak ada sianosis dan
– Monitor respirasi dan status O2
dsypneu (mampu mengeluarkan sputum, Respiratory Monitoring:
mampu bernafas dengan mudah, tida ada purse – Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
lips), usaha respirasi
 Tanda-tanda vital dalam rentang normal (TD : – Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
120/80 mmHg, Nadi : 70-80x/menit, Suhu : penggunaan otot tambahan, retraksi otot
36,5-37,5ºC, Respirasi : 16-20x/menit). supraclavicular dan intercostal
– Monitor suara nafas, seperti dengkur
– Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
– Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
– Auskultasi suara nafas, catat area penurunan
/ tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
– Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
– Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M.G.,Howard, K.B.,Joanne, M. D., & Wagner, M.C (2016). Nursing


intervention classification (NIC). United States of America: Elsevier Mosby.
Djojodibroto, R.D. (2017). Respirologi (Respiratory Medicine) Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, F., Murr, A. C. Dkk. 2015. Manual diagnosis
keperawatan : rencana, intervensi & dokumentasi asuhan keperawatan . editor
edisi bahasa indonesia, Karyuni, P. E. dkk edisi 3. Jakarta : EGC.
Herdman & Kamitsuru. (2015). Diagnosis keperawatan : definisi keperawatan &
klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Moorhead, S.,Johnson, M., & Mass, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
classification (NOC). United States of America: Elsevier Mosby.
Muttaqin, A. (2010). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Manjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculuplus.
Mubarak, W dkk. 2016. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur Tetap Dalam
Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nanda Nic-Noc. 2015
Neuratif, Amin Huda. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda.Yogyakarta: Mediacation.
Newman, Porland. 2012. Kamus Saku Kedokteran.  Jakarta: EGC
Priscilla, L., Karen, M. B., Gerene, B. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC.
Putri, H. & Soemarno, S. (2013). Perbedaan Postural Drainage Dan Latihan Batuk
Efektif Pada Intervensi Nabulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk Pada
Asma Bronchiale Anak Usia 3-5 Tahun. Jurnal Fisioterapi Volume 13 Nomor 1,
(online), (http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3896-
soemarno.pdf , diakses tanggal 29 Januari 2018).
Wijaya, A. S., & Putri, Y. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : keperawatan
dewasa teori dan contoh askep. Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai