Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.

16, Edisi Khusus I, Juni 2010

Pembentukan Peta Kognitif Tunagrahita Ringan


Dalam Penguasaan Konsep Pengukuran
Di Bidang Berhitung dan Ilmu Pengetahuan Alam

Mumpuniarti
PLB–FIP–Universitas Negeri Yogyakarta, email: mumpuni@uny.ac.id

Abstrak: Penelitian ini dilakukan pada pembelajaran bagi tunagrahita ringan dengan integrasi antara
bidang berhitung dan ilmu pengetahuan alam melalui bermain timbangan memakai permainan timbangan
neraca. Pembelajaran dengan cara tersebut bertujuan mengembangkan peta kognitif tunagrahita ringan
dalam penguasaan konsep ukuran berat dan isi. Pendekatan penelitian menggunakan penelitian tindakan
kelas, subjek penelitian 5 siswa tunagrahita ringan kelas 1 SMP Negeri 2 Yogyakarta, monitoring tindakan
dengan pedoman observasi terstruktur maupun observasi tidak terstruktur, analisis data dengan kualitatif
dari keterangan berupa deskripsi melalui menyeleksi, menyederhanakan, mengklasifikasikan,
menfokuskan, dan mengorganisasikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguasaan peta konsep
pengukuran berat dan isi pada tunagrahita ringan melalui proses bertahap dan secara grouping ketika
bermain timbangan. Proses itu mulai mengukur dari benda yang perbedaan ukuran beratnya signifikan
secara bertahap perbedaan itu diperkecil sampai ke benda yang perbedaan beratnya tidak signifikan;
demikian juga sebaliknya mengukur berat dari isi yang perbedaan volumenya berbeda tetapi jenis
bendanya sama sampai volumenya sama tetapi jenisnya berbeda.

Kata kunci: peta kognitif, tunagrahita ringan, konsep pengukuran berhitung dan IPA

Abstract:This research was conducted in the learning for mild mentally retarded with the integration
between field arithmetic and science through game play scales using balance scales. Learning in a way
that aims to develop of mild mentally retarded cognitive map in mastering the concept of content size
and weight; approach to research using classroom action research, research subjects 5 of mild mentally
retarded students grade 1 SMP at SLB Negeri 2 Yogyakarta, monitoring actions with a structured observation
guide or unstructured observation, analysis qualitative data with a description of the information by
selecting, simplifying, classifying, focused, and organized. The results showed that the mastery of the
concept maps for weight and content measurement in mild mentally retarded through a gradual process
and the grouping when playing scales. The process began measuring the body weight difference significant
size difference was gradually reduced until the body weight difference was not significant; vice versa
measuring the weight of the contents of the volume difference is different but the same type of object to
the same volume but a different kind.

Key words: cognitive map,mild mentally retarded, measurement concept in math, and science.

Pendahuluan yang akan dibuat keterampilan, mengukur bahan


Pembelajaran akademik bagi tunagrahita ringan untuk dimasak, dan mengukur benda yang dibeli
te rutama d i bida ng matematika khususnya atau konsumsi sehari-hari sesuai dengan uang
berhit ung diarahkan untuk mendukung ke- yang dimiliki.
mandirian di dalam pekerjaan dan kehidupan Salah satu kemampuan mengukur tersebut
sehari-hari. Sa lah sa tu subst ansi bidang terut ama untuk mengukur berat dan isi.
matematika bagi tunagrahi ta r ingan iala h Ke mamp uan ukuran b erat dan i si a dala h
kemampuan di dalam pengukuran. Kemampuan kemampuan yang diperlukan untuk menentukan
ini dapat digunakan untuk bekerja maupun untuk besaran benda dari segi beban atau besarnya
kehidupan sehari-hari. Misalnya, mengukur benda benda yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-

62
Mumpuniarti, Pembetukan Peta Kognitif Tunagrahita Ringan dalam Penguasaan Konsep Pengukuran Di Bidang Berhitung dan IPA

hari. Kebutuhan itu harus disertai kemampuan Diagnosis dari persoalan tersebut, karena
mengukur dan untuk mengukur kedua konsep penguasaan konsep pengukuran berat yang
te rsebut tidak dapat dihub ungkan secara selanjutnya berimplikasi pada besaran isi bagi
otomatis, seperti jika benda yang besarannya tunagrahita ringan merupakan sesuatu yang
lebih banyak pasti yang lebih berat. Penentuan abstrak dan hubungannya tidak secara langsung.
benda yang lebih berat harus diukur meng- Konsep yang salah sering terjadi pada siswa
gunakan t imba ngan, dan pengukurannya tunagrahita ringan di SLB Negeri 2 Yogyakarta
menggunakan norma-norma satuan berat. dalam menduga suatu berat bahwa benda yang
Norma-norma satuan berat tersebut nantinya lebih besar diduga pasti lebih berat. Konsep yang
sebagai materi pelajaran yang perlu dipelajari terjadi demikian berimplikasi kebingungan guru
siswa tunagrahita ringan. Khususnya dalam dalam menanamkan konsep pengukuran berat
keterampilan kehidupan sehari-hari sehingga secara benar dengan melalui pembelajaran yang
mampu menimbang sesuai dengan kebutuhan tidak memberatkan proses kogni tif siswa
masalah yang harus diatasi. Pembelajaran untuk tunagrahita. Untuk itu, sebelum siswa melangkah
membimbing siswa tunagrahita ringan memiliki mempelajari konsep berat yang sebenarnya perlu
kemampuan menimbang beserta konsep satuan- dijembatani dengan konsep nyata dari timbangan
satuan beratnya sangat sulit dilakukan guru. dan proses menimbang untuk memastikan sifat
Kesulitan tersebut dikemukakan oleh guru dengan berat suatu benda. Diagnosis dari masalah
adanya suatu fenomena-fenomena yang terjadi tersebut, siswa belum memiliki jembatan tentang
pada siswa tunagrahita bahwa benda yang proses perubahan berat suatu benda dan cara
kelihatan lebih besar atau lebih banyak pasti lebih menentukan.
berat, seperti antara kapas dan besi. Pada kedua Penentuan intervensi terhadap diagnosis
benda itu siswa tunagrahita selalu memilih bahwa dari masalah tersebut atas dasar memberikan
kapaslah yang lebih berat, karena guru menyajikan jembatan kepada siswa tunagrahita tentang
kedua benda itu dalam kondisi kapas ditunjukkan proses perubahan berat dan cara penentuannya
jumlahnya yang lebih banyak. atau penaksirannya. Jembatan itu atas dasar
Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa harapan guru untuk memberi pelajaran yang
siswa tunagrahita selalu melihat secara fakta menyenangkan dengan tidak memberatkan
yang terlihat, belum memiliki suatu pengertian proses kognitif si swa tunagrahita ringan.
bahwa berat hubungan dengan besar/isi benda Jembatan itu adalah s imul asi permaina n
tergantung berat jenisnya. Demikian juga, mereka timbang an. Berdasarkan so lusi terhada p
belum memili ki pengertian bahwa untuk diagno si s terseb ut , pene liti an dir umuska n
penentuan benda yang lebih berat atau keadaan masalahnya sebagai b erikut 1) Bagaimana
beratnya perlu ditimbang dahulu. Persoalan atau “Simulasi Permainan Timbangan” dapat mem-
masalah yang dirasakan oleh guru itu, diperlukan perbaiki penguasaan tunagrahita ringan tentang
suatu penyelesaian dengan mengubah proses konsep variasi pengukuran berat dan isi dari
pembelajaran yang dilakukan dalam penanaman berbagai benda?, 2) Apakah “Simulasi Permainan
konsep berat dan isi bagi siswa tunagrahita Timbangan” ini efektif untuk pembentukan peta
ringan. kognitif penguasaan konsep ukuran berat dan isi
Masalah yang dirasakan oleh guru tersebut bagi tunagrahita ringan?
diberikan alternatif solusinya. Alternatif yang Tujuan penel itian adalah menge tahui
dipilih guru adalah membuat alat peraga guna perbaikan proses pembelajaran bagi tunagrahita
pembelajaran yang dapat menjembatani proses ringan yang memerlukan berpikir kognitif, dan
perubahan berat. Pengubahan proses tersebut mengetahui cara pembentukan peta kognitif pada
yang mengi mpli kasi ka n adanya penel itian tunagrahita ringan dalam penguasaan konsep
tindakan kelas untuk perbaikan dalam proses tentang ukuran berat dan isi dengan mengguna-
penguasaan konsep berat dan isi pada siswa kan simulasi permainan timbangan. Manfaat
tunagrahita ringan. penelitian untuk perbaikan proses pembelajaran
matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada

63
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010

tunagrahita ringan. Bagi siswa diperolehnya suatu (IQ) berkisar antara 50 sampai dengan 70.
keterampilan dan pengetahuan cara menimbang Re ndahnya ti ng kat kece rdasan i tu juga
untuk menentukan berat benda serta perubahan mengaki batkan t erbatasnya perke mbanga n
isinya. Bagi sekolah sebagai sumber informasi pencapaian tingkat usia mental mereka. Tingkat
untuk kebijakan dalam peningkatan pembelajaran pencapaian usia mental/umur kecerdasan mereka
di sekolah. setaraf anak usia sekolah dasar kelas enam
(umur anak 12 tahun) walaupun sudah mencapai
Kajian Literatur usia dewasa.
Pendekatan Pembelajaran bagi Tunagrahita Tunagrahita ringan menurut Astati (2001: 5-
Ringan 7) memiliki karakteristik pertumbuhan fisik seperti
Penyandang tunagrahita merupakan individu anak no rmal t etap i kese hatan tubuh da n
yang memiliki keterbelakangan mental. Menurut kematangan motorik lebih lemah dibandingkan
AAMR ( Association American Mental Retardation) dengan anak normal yang seusia sebaya; banyak
yang dikemukakan oleh Ruth Luckasson melalui yang lancar berbicara tetapi kurang perbenda-
(Smith et.al (2002: 50) individu dipandang haraan kata; mengalami kesulitan berpikir abstrak
terbelakang mental jika memenuhi dua kriteria. tetapi mereka masih mampu mempelajari hal-hal
Pertama memiliki tingkat kecerdasan di bawah yang bersifat akademik secara terbatas. Menurut
rerata dan disertai keterbelakangan adaptasi Inhelder dan Woodward dalam (Smith et al., 2002:
tingkah laku. Keterbelakangan adaptasi tingkah 250) perkembangan kognitif tunagrahita ringan
laku adal ah kemampuan penye suaian diri melalui tahapan yang sama seperti anak yang
dibandingkan dengan usia sebaya. Tingkah laku tidak retardasi, dengan perbedaan pokok pada
yang dibandingkan itu ialah segala aspek yang pencapaian nilai dan level yang t ertinggi.
meliputi 10 bidang keterampilan adaptif, yaitu: Pencapaian bagi anak yang retardasi akan lebih
komunikasi, menolong diri sendiri, keterampilan lambat, dan lebih berat retardasinya, lebih lambat
kehidupan di keluarga, keterampilan sosial, lagi perke mb angan tahapannya. Se bagai
kebiasaan di ma syarakat, pengarahan di ri, tambahan, individu yang retardasi tidak mampu
menjaga kesehatan dan keamanan diri, akademik mencap ai seluruh t ahapan perkembangan.
fungsional, waktu luang dan kerja .Definisi dari Menurut Inhelder, anak-anak yang retardasi ringan
AAMR tersebut yang sekarang menjadi dasar hanya mencap ai level ope rasional konkrit.
untuk petunjuk atau identifikasi pada individu Pencapaian level operasional konkrit itu dicapai
yang dianggap tunagrahita. Definisi tersebut juga oleh tunagrahita pada usia kronologis yang jauh
ditandaskan Oliver & Williams (2006) “The mentally lebih tua. Jadi pada usia 11 tahun anak normal
handicapped child has special educational needs and mencapai tahap operasio nal ko nkri t, pada
is thus often regarded as special in the sense that tunagrahita ringan tahapan tersebut mungkin
he requires assistance and support to overcome dicapai pada usia kronologis 15 tahun atau 17
cotextual, social and individual difficulties.” tahun. Karakteristik tunagrahita di atas dan
Keterbatasan kemampuan penyandang tuna- kemampuan tahap pencapaian perkembangan di
grahita t ersebut berkaitan dengan layanan bidang ko gnit if sebag ai dasar alt ernati f
pendidikan yang diberikan untuk mereka. Layanan pendekatan pembelajaran bagi t unagrahita
pendi di kan yang d iberikan dalam rangka ringan.
optimalisasi kemampuan mereka supaya mampu Pembelajaran merupakan proses belajar
mandiri di kehidupan masyarakat. Layanan yang dilakukan individu untuk mencapai sesuatu.
tersebut menyesuaikan dengan kondisi mereka Menurut Dimyati & Mudjiono (2002: 10) program
dan prediksi optimalisasi bagi mereka yang akan pembelajaran be risi urutan pe ri laku yang
dicapai juga disesuaikan dengan kondisi mereka. dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari
Salah satu di antara klasifikasi tunagrahita perilaku, dan evaluasi. Pembelajaran sebagai
ialah tunagrahit a katego ri ringan. Ana k proses belajar berorientasi pada hasil dan hasil
tunagrahita kategori r ingan (mild mentally itu berupa perilaku hasil belajar yang meliputi
retarded) adalah anak yang tingkat kecerdasannya kapabilitas keterampilan, pengetahuan, sikap, dan

64
Mumpuniarti, Pembetukan Peta Kognitif Tunagrahita Ringan dalam Penguasaan Konsep Pengukuran Di Bidang Berhitung dan IPA

nilai. Pembelajaran menurut pendapat tersebut Bentuk-bentuk pengkondisian dari pengembang-


sebagai proses belajar adalah menerangkan an modifikasi tingkah laku oleh Skinner dipandang
individu melakukan belajar. Perilaku belajar itu sesuai dengan karakteritik tunagrahita, karena
supaya mencapai kapabilitas di berbagai aspek daya abstraksi dan kognitif yang lemah perlu
dari individu. Perilaku belajar individu untuk diarahkan untuk melakukan perubahan bertahap
mencapai sesuatu dikaji oleh berbagai teori sedikit-demi sedikit, berorientasi hasil yang
belajar. konkrit, dan memotivasi perubahan dari perilaku
Teori belajar menerangkan apa yang terjadi yang telah dikuasai siswa.
selama siswa belajar (Soekamto, 1994: 13). Prinsip-prinsip penyajian materi di atas
Pendapat itu berimplikasi bahwa teori belajar berkai tan de ngan pro sedur pe mbel ajaran,
mengkaji tentang aspek-aspek yang terjadi ketika sedangkan tahapan atau level materi yang
individu mela kuka n pe rubahan, sehingga disajikan perlu disesuaikan dengan perkembang-
mendeskrip sikan tentang proses dari individu an usia mental tunagrahita ringan. Tahapan usia
ketika melakukan perubahan. Pengkajian tentang mental tunagrahita perkembangannya lebih
manfaat teori belajar tersebut dalam praktik rendah dengan usia kronologisnya. Untuk itu,
pembelajaran merupakan cara-cara mengguna- materi yang dibelajarkan perlu disesuaikan
kan manfaat itu untuk membantu belajar yang dengan tahapan usia mental.
efektif. Jadi teori belajar dalam pembelajaran Ke te rbatasan mental tunagrahita juga
berfungsi untuk menetapkan metode atau cara berakibat pada kemampuan kognitif. Kemampuan
agar individu melakukan proses belajar. Kerangka itu masih dioptimalkan jika diberikan intervensi
pikir yang dihasilkan tersebut digunakan untuk khusus. Eldevik, et.al. (2010) bahwa intervensi
menkondisikan agar individu berproses belajar. khusus pada siswa yang kecerdasan rendah
Jadi, pengkondisian supaya individu berproses dapat bermanfaat. Intervensi khusus ini terkait
belajar dengan menggunakan kerangka pikir teori taraf usia mental yang dicapai lebih rendah
belajar adalah yang dimaksud pembelajaran. dengan rerata siswa umumnya. Hal itu dalam
Pembe lajara n ya ng imple mentasinya pembelajaran lebih tep at dengan ber mai n.
menggunakan kerangka pikir teori belajar sebagai Bermain dapat digunakan sebagai sarana belajar
alasan perlunya pengkajian teori belajar. Untuk matematika, karena disarankan oleh Herman
itu, pembelajaran bagi tunagrahita akan tepat jika Hudoyo (Wakiman, 1998: 212) sebagai berikut:
dipilih salah satu teori belajar yang sesuai dengan bawalah suasana kelas yang menyenangkan
karakteristik tunagrahita. Karakteristik tuna- peserta didik. Suasana yang menyenangkan
grahita yang lemah dalam berpikir abstrak dan dapat menimbulkan minat belajar. Untuk
terbatas perkembangan kognitifnya perlu suatu menggairahkan suasana itu dengan kegiatan
pendekatan pembelajaran atas dasar teori tingkah permainan matematika yang sesuai tingkat
laku (behavioristik). Salah satu penggagas teori perkembangan anak. Pendapat itu menekankan
itu adalah Skinner dengan penerapan teori tingkah bahwa bermain dapat menggairahkan suasana
laku dalam pembelajaran yang disebut modifikasi belajar. Bermain digunakan dalam pembelajaran
tingkah laku. Alternatif pendekatan tersebut dipilih berhitung bag i hambatan tunagrahit a ag ar
dengan mengingat lemahnya tunagrahita ringan supaya memoti vasi mereka yang ser ing
pada daya abstraksi dan kognitif, sehingga perlu terhambat. Hambatan motivasi itu dikarenakan
proses untuk melakukan perubahan dengan penelitian Zigler (Hallahan & Kauffman, 2003: 121)
pengkondisian adanya penguat (reinforcement), bahwa tunagrahita lebih sering menghindar dan
strategi penahapan dengan langkah-langkah yang merasa kesulitan untuk tugas belajar yang
pendek dan terinci dari sederhana ke langkah yang berkaitan dengan kognitif. Tugas belajar yang
lebih sulit (shaping), penahapan dengan merantai perlu kognitif agar tidak dihindari oleh hambatan
dimulai dari perilaku yang diharapkan ke perilaku mental dan terdorong untuk melakukan belajar
yang telah dikuasai anak (backward chaining), perlu dikondisikan belajar dengan bermain.
serta penggunaan dorongan dan memudarkan Bermain sebagai sarana belajar adalah model
untuk mengurangi dorongan (promting dan fading). pembelajaran yang disarankan dalam teori sosio-

65
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010

kultural, karena model ini diperkuat oleh Wrigley dicarikan alat angkatnya dan tempatnya, atau
(2006) dengan penelitian tentang pengalaman mengukur isi untuk disesuaikan denga n
dan representasi simbolik yang menjadi fokus kemampuan alat angkutnya.
dalam penelitian ini adalah mencari manfaat model Pendekatan pembelajaran mengukur bagi
pendidikan yang progressif dan inklusif. Model ini tunagrahita ringan perlu strategi mediational.
secara langsung memberi pengalaman belajar, Mediational menurut Smith, et al. (2002: 254) “ A
selanjutnya pengalaman itu dikonversi menjadi mediator is something that goes between or
simbolik untuk menjadi bangunan kognitif siswa. connects.” Maksud pernyataan itu bahwa suatu
Proses itu dapat terjadi pada siswa jika dalam pengantara ad alah sesuatu yang ber fungsi
pembelajaran di kelas digunakan pendekatan jembatan atau penghubung. Sel anjutnya,
progressif dan inklusif. Pendekatan itu dipandang mediat or tersebut perlu dilakukan untuk
sesuai untuk model proses pengalaman dan pembelajaran atas dasar penelitian Spitz’s.
representasi simbolik karena siswa diberi kesem-
Penelitian yang dilakukan Spitz’s (Smith, et.al.
patan secara maju membangun pengetahuannya
20 02: 25 4)tersebut men teo rikan tentang
di dalam suasana variasi kelas ketika bermain.
tahapan input dal am pembe lajaran. Bagi
tunagrahita lebih sulit, sebab kerugian pada
Pembelajaran Pengukuran bagi Tunagrahita
kemampuan mereka untuk mengorganisasi input
Ringan
rangsangan untuk disimpan dan dipanggil lagi jika
Pembelajaran pengukuran bagi tunagrahita ringan diperlukan. Pendapat ini menurunkan suatu
ialah mengkondisi kan agar supaya siswa tuna- pernyataan tentang strategi bagi guru untuk
grahita ringan berusaha berlatih mengukur meningkat kan ke mampuan si swa dalam
berbagai benda untuk menaksir besaran berat, memasukkan data. Strategi itu dengan pengelom-
isi, atau panjang. Pada penelitian ini difokuskan pokkan (grouping) dan pengantara (mediation).
menaksir berat dan isi, karena keduanya saling
Strategi penggunaan mediational untuk
berhubungan tetapi tidak secara langsung.
meningkatkan kemampuan tunagrahita menata
Keterbatasan tunagrahita ringan menuntut rangsangan yang masuk dengan pengantaran
agar proses pendidikan bagi mereka diarahkan jembatan. Jembatan untuk menguasai peng-
ke pembelajaran kete rampilan fungsio nal gunaan ukuran tersebut perlu suatu alat simulasi
(functional skills) sehingga bermanfaat bagi yang s ecar a pengalaman mengukur dapat
kehidupan siswa tunagrahita. Hal itu ditandaskan mengant arai atau me ngelompo kkan. Sala h
oleh Hallahan & Kauffman (2003: 131) bahwa satunya mengukur berat perlu diantarkan dengan
anak-anak yang kategori retardasi mental/tuna- media yang memberi pengalaman variasi berat,
grahita diajarkan akademik untuk kemandirian variasi berat hubungannya dengan jenis benda,
yang disebut dengan akademik fungsional. serta variasi berat implikasinya dengan isi.
Kemandirian itu untuk kehidupan di keluarga, Berat dan isi perlu dibelajarkan bersama-
sekolah, di tempat kerja, atau di masyarakat. sama, menurut Polloway & Patton (1993: 320):
Keterampilan fungsional tersebut perlu dukungan menjelaskan hubungan pengukuran isi dan berat
bidang akademik yang salah satunya adalah ada hubungan langsung, namun hubungan itu
kemampuan mengukur. tidak serta merta secara langsung. Berat tidak
Kemampuan mengukur adalah salah satu di dapat diprediksi dari isi, atau isi tidak dapat
antara materi pembelajaran matematika. Kemam diprediksi dari berat. Berat merupakan sifat gaya
puan mengukur sebagai salah satu dari bagian padat suatu benda, sedangkan isi dari mengukur
keterampilan spesifik dengan menggunakan suatu jumlah zat.
matematika diperlukan sebagai dasar kemampuan Implikasi bagi guru pada permulaan materi
keterampilan aplikasi matematika dan pemecahan pelajaran dimulai menunjukkan benda konkrit
masalah dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, yang paling kecil ke benda yang lebih besar, atau
mengukur benda yang akan dibentuk atau dibuat, sebaliknya. Penjelasan itu meng-isyaratkan
mengukur tempat untuk disesuaikan dengan bahwa antara isi dan berat ada hubungan tetapi
jumlah penggunanya, mengukur berat untuk hubungan itu tidak secara langsung. Hubungan

66
Mumpuniarti, Pembetukan Peta Kognitif Tunagrahita Ringan dalam Penguasaan Konsep Pengukuran Di Bidang Berhitung dan IPA

yang langsung bahwa pertambahan berat suatu kesulitan dalam menghubungkan antara besaran
jenis benda diikuti pertambahan isinya, namun suatu benda pada setiap jenis benda dengan
dibandingkan dengan benda yang bervariasi berat nya, kar ena se tiap jenis benda yang
penambahan volume tidak selalu sama. Tidak berbeda-beda dengan besaran yang sama belum
selalu sama di dalam penambahan volume dilihat te nt u beratnya s ama. Kesulit an t ersebut
dari beratnya ini yang dimaksud hubungan tidak berimplikasi dalam penguasaan konsep berat dan
langsung. Hubungan langsung dan tidak langsung isi maupun cara untuk menentukan. Kesulitan itu
dari sifat pengukura n benda inilah yang juga disebabkan karena siswa tunagrahita lebih
menyulitkan konsep pemahaman tunagrahita melihat hubungan berat dan besar benda atas
ringan. De ngan a da nya kesuli tan itu pe rl u dasar fakta yang dilihat.
dilakukan perbaikan pembelajaran dimulai dengan Untuk memecahkan problem kognitif pada
situasi konkrit melalui simulasi permainan, dengan siswa tunagrahita yang sulit membedakan antara
melakukan menimbang berbagai benda seperti berbagai jenis benda yang besarnya sama belum
kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. tentu beratnya sama tersebut, diperlukan suatu
Simulasi permainan sebagai dike mukakan proses yang secara nyata dapat dihayati siswa
oleh Nancy A Neef. et.al. (2003) bahwa praarah terhadap perubahan berat pada jenis benda yang
seperti mengidentifikasi nilai permulaan, peru berbeda-beda. Proses itu dipilih dengan “Simulasi
bahan nilai, mengoperasikan, dan mendapatkan Permainan Timbangan”, karena simulasi itu
hasil secara sekuential lebih bermakna pada memberi pengalaman cara menimbang untuk
belajar matematika. Simulasi permainan dengan perubahan berat. Cara tersebut dipilih, karena
alat permainan diperoleh proses seperti proses penguasaan yang diperlukan jembatan peru-
praarah. bahan berat dan cara menentukan. Atas dasar
Alat permainan itu sebuah timbangan pura- kerangka pikir di atas penelitian ini mengajukan
pura, agar pembelajaran dilakukan dengan suatu hipotesis tindakan
senang, tetapi simulasi pengalaman menimbang “bahwa ’Simulasi Permainan Timbangan’
dan mengukur tetap dilakukan. Untuk simulasi itu mampu memperbaiki dan menjembatani
menggunakan “Simulasi Permainan Timbangan”. penguasaan peta kognitif siswa tunagrahita
Me ilan Zha ng , et a l. (20 10 ). Menel iti tentang konsep perubahan berat dan cara
penggunaan ”Science Talks” untuk meningkatkan menentukan.”
pembelajaran di tingkat taman kanak-kanak.
Penggu naan cara itu digunakan alat permainan. Metode Penelitian
Atas dasar penelitian ini alat permainan juga
Pe ne liti an ini menggunakan pende kata n
meningkatkan sarana untuk belajar pemecahan
penelitian tindakan kelas dengan satu siklus
masalah. Alat permainan timbangan dalam
tindakan. Subjek penelitian siswa di Sekolah Luar
penelitian ini berupaya anak mampu mengukur
Biasa Negeri 2 Yogyakarta (SLB N 2 Yk.) yang
berat dan isi benda, juga mengetahui berbagai
dikatego ri kan tunagrahit a ri ng an denga n
sifat benda alam yang bervariasi, seperti benda
perkembangan usia mental 8/9 tahun (bukan usia
cair, berupa serbuk, dan yang ringan tetapi
kronologis) yang ekuivalen dengan kemampuan
membutuhkan banyak tempat adalah sifat kodrati
perkembangan anak normal 8-9 tahun. Subjek
di alam dengan pengamatan langsung.
sedang dalam tahapan mulai belajar mengukur
dan masih kesulitan untuk menghubungkan berat
Kerangka Pikir dan Hipotesis dan isi, belum memiliki konsep tentang perubahan
Siswa tunagrahita ringan memiliki keter-batasan berat dan cara menaksirnya. Subjek yang dipilih
dalam berpikir abstrak, lemah dalam meng- sesuai dengan kriteria tersebut, saat penelitian
hubungkan suatu kejadian dengan kejadian lain ini berada di tingkat SMP kelas 1 (kelas 7
yang prob lemnya sama, serta lemahnya Pendidikan Dasar) berjumlah 5 orang.
mengorganisasikan informasi-informasi yang Waktu pe nelitian dilakukan pada bulan
diperoleh. Kondisi kelemahan itu berakibat Agustus sampai dengan bulan Oktober 2008.

67
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010

Waktu satu bulan untuk persiapan alat, dan dua sebaliknya dari volume yang sama, beda jenisnya
bulan untuk pelaksanaan. Waktu dua bulan itu akan beda beratnya. Pentahapan itu sambil
dilaksanakan tiap minggu selama 5 jam pelajaran. dicatat dan digambar guru dengan skema, agar
Tindakan yang dilakukan dengan pembelajar- siswa memperoleh konsep antara perbedaan
an melalui bermain timbangan. Alat permainan berat dan volume; Kelima, prosedur itu disajikan
dirancang oleh guru dari bahan kayu. Di samping secara berva riasi dan pengulangan dengan
itu, dilengkapi beberapa benda yang terbuat dari prosedur yang berbeda-beda sampai dikuasainya
kayu, gabus dengan berbagai bentuk, warna, dan ko nsep ber at dan volume. Kee nam, setia p
berbeda besarnya, serta beberapa kelereng prosedur timbangan perlu diurutkan hasilnya,
(Gambar 1). sehingga susunan informasi yang dipelajari siswa
tersusun secara kategori atau pengelompokan
atas dasar berat sama benda tetapi beda isi,
berat beda benda tetapi sama isi, isi sama benda
tetapi berat beda, serta isi berat benda sesuai
jenis dan variasi isi. Ketujuh, selanjutnya, guru
melakukan pengayaan dengan mengajak siswa
untuk meni mbang berbagai b enda yang
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
menimbang teh, kopi, gula pasir, garam, susu,
beras, begitu juga siswa mencari pasir dan air.
Cara mo nito ring tindakan di lakukan
menggunakan pedo man observas i tentang
tahapan perilaku keterampilan menggunakan alat
permainan siswa tunagrahita ringan, dilengkapi
Gambar 1. Pembelajaran melalui Timbangan wawancara kepada guru untuk konfirmasi tentang
objektivitas hasil observasi dan perubahan yang
Pelaksanaan tindakan dalam satu siklus tidak terekam melalui observasi, serta doku-
dilakukan sebagai berikut. mentasi untuk mengetahui status dari siswa
tunagrahita ringan yang menjadi subjek penelitian.
Pertama, guru mempersiapkan alat permainan
dan tempat permainan, siswa diminta membantu Analisis data dilakukan secara deskriptif
menyiapkan alat-alat, kemudian siswa dimotivasi kualitatif dengan proses menyeleksi, menyeder-
bahwa akan dilakukan bermain bersama-sama; hanakan, meng klasifikasi, memfokuskan, meng
Kedua, guru dan siswa menyusun alat permainan organisasi (mengkaitkan gejala) secara sistematis
dengan cara berikut. Pada suatu tiang yang ujung dan logis, serta membuat abstraksi atas simpulan
atasnya dibuat lekukan guna meletakkan alat makna has il analisi s. Keberhasi lan dalam
pengungkit semacam sekrup yang mengikat penelitian tindakan ini jika ditandai oleh: Proses
sebilah papan horizontal. Papan ini panjang-nya simulasi permainan yang mengaktifkan siswa
antara kanan dan kiri harus sama/seimbang, untuk secara bertahap menimbang berbagai
sehingga jika diletakkan benda yang beratnya benda dengan variasi jenis, berat, dan isi. Keaktif-
sama juga akan seimbang bentuknya; Ketiga, an siswa membentuk penguasaan konsep tentang
secara bertahap pada papan itu digunakan untuk menentukan proses perubahan berat dan cara
menimbang berbagai benda mulai yang jenisnya menentukan, serta keterampilan mensetimbang-
sama, jenis berbeda, beratnya sama dan beratnya kan alat timbangan.
berbeda; Keempat, selanjutnya, juga ditimbang
dari benda yang beratnya sama tetapi jenisnya Hasil dan Pembahasan
beda, sehingga memberi pengalaman perbedaan Siswa t unagrahita ringan yang mendapat
volume benda. Hal itu diperoleh dari pengertian perlakuan dalam tindakan ini berjumlah lima orang.
bahwa benda yang beratnya sama dan beda Siswa tersebut dengan kode As; Ay; Fr; Ib; Nw.
jenisnya akan berbeda volumenya. Demikian terus Siswa yang berkode As adalah siswa puteri

68
Mumpuniarti, Pembetukan Peta Kognitif Tunagrahita Ringan dalam Penguasaan Konsep Pengukuran Di Bidang Berhitung dan IPA

kondisinya sedikit mengalami tambahan handicap menunjuk dengan cara menimbang dahulu pada
yaitu tunarungu, namun mudah diajak komunikasi alat jungkat-jungkit tersebut. Untuk itu, konsep
jika lawan komunikasi saling berhadapan lurus siswa tentang berat berbagai benda masih perlu
dengan muka As. Kemampuannya dalam berhitung diperbai ki. Pe rbaikan itu de ngan tindaka n
sudah sampai taraf menghitung angka sampai memberi kesempatan kepada siswa berproses
ribuan dan sudah mengenal beberapa ukuran secara nyata tentang perubahan berat sesuai
jarak, pada kemampuan membedakan berbagai jenis-jenis benda.
benda sesuai bes ar dan bentuknya, serta Proses di dalam tindakan dilakukan sebagai
kemungkinan pembandingan beratnya sudah berikut.
mampu, tetapi belum dapat mengemukakan
Sebelum dilakukan kegiatan menimbang
secara verbal berhubung keterbatasan komuni
berbagai macam benda, guru menerangkan fungsi
kasinya. Siswa puteri satunya yang berkode Ay
dari timbangan jungkat-jungkit yang ada
sedikit lancar berbicara dan sudah memiliki
dihadapan siswa, yaitu untuk mengetahui dan
kemampuan membedakan bentuk, jenis benda
membandingkan benda mana yang lebih berat dan
sesuai beratnya, dan sudah memiliki konsep
benda mana yang lebih ringan. Keg iata n
fungsi satuan berat, karena di rumah sering diberi
menimbang kemudian dil anjutkan denga n
kesempatan berbelanja gula pasir atau beras.
menyeimbangkan keadaan timbangan jungkat-
Namun, konsep tentang benda yang isinya lebih
jungkit.
banyak akan lebih berat masih dimiliki Ay.
Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok dan
Fenomenanya ketika Ay ditanya ’antara beras 4kg
masing-masing kelompok diberikan satu alat
dengan gula pasir 4kg lebih berat mana?’ Ay
timbang neraca dan berbagai macam benda yang
menjawab ’lebih berat beras, karena beras isinya
akan ditimbang. Benda tersebut adalah gabus,
lebih banyak’. Fakta itu menunjukkan masih
berbagai macam warna, bentuk dan ukuran balok
bingungnya tentang konsep berat yang harus
kayu, dan kelereng.
dibuktikan dengan timbangan dan penunjuk
satuannya. Ketiga siswa lainnya adalah siswa Kegiatan menimbang pertama yaitu me-
putera, yang berkode Fr pemahamannya sedikit nimbang dua benda yang memiliki perbedaan
lebih maju dibanding kedua siswa lainnya, namun ukuran yang signifikan, seperti tahapan yang
konsep benda yang volumenya lebih banyak lebih tertera pada Tabel 1.
berat masih t erjadi pada pe mahaman Fr. Kegiatan menimbang kedua yaitu menimbang
Fenomenanya ketika ditanya beberapa benda dua benda yang memiliki perbedaan yang tidak
lebih berat yang mana? Jawabannya masih signifikan
memilih yang bentuknya lebih besar. Kedua siswa
lainnya tidak mampu menjawab, hanya kadang

Tabel 1. Menimbang benda dengan berbeda ukuran yang signifikan.

Membandingkan berat antara: Hasil


Balok kayu Balok kayu Semua anak bisa menyimpulkan
segiempat besar segiempat kecil benda mana yang lebih berat dengan
Balok kayu Balok kayu melihat timbangan jungkat-jungkit,
segiempat besar segitiga kecil bahwa benda yang timbangannya
Balok kayu Balok kayu bulat berada di bawah lebih berat dan benda
segiempat besar yang timbangannya di atas lebih
Balok kayu Balok kayu pipih ringan.
segiempat besar
Balok kayu Balok kayu Simpulan sementara yang didapat oleh
segiempat besar silinder anak:
Benda yang lebih besar memiliki
timbangan yang lebih berat.

Pada kegiatan ini anak diminta meng-


gambar timbangan dan kegiatan
menimbang serta menuliskan simpulan

69
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010

Kegiatan menimbang dilanjutkan dengan menimbang berbagai benda milik siswa, seperti pensil, buku,

Tabel 2. Menimbang benda dengan berbeda ukuran yang tidak signifikan.

Membandingkan berat antara: Hasil


Balok kayu segiempat Balok kayu segitiga kecil Semua anak bisa menyimpulkan
kecil benda mana yang lebih berat
Balok kayu segiempat Balok kayu bulat dengan melihat timbangan
kecil jungkat-jungkit, bahwa benda
Balok kayu segiempat Balok kayu pipih yang timbangannya berada di
kecil bawah lebih berat dan benda
Balok kayu segitiga kecil Balok kayu bulat yang timbangannya di atas lebih
Balok kayu segitiga kecil Balok kayu pipih ringan.
Balok kayu bulat Balok kayu pipih
Balok kayu bulat Kelereng Dengan dibimbing oleh guru anak
Balok berbentuk angka 5 Balok berbentuk angka 4 diberikan pemahaman bahwa
benda yang ukurannya hampir
sama belum tentu mempunyai
berat yang sama

Kegiatan menimbang ketiga adalah menimbang dua benda yang ukurannya sama dari bahan berbeda

Tabel 3. Menimbang dua benda yang ukurannya sama dari bahan berbeda

Membandingkan berat antara: Hasil


Balok kayu segiempat Gabus segiempat Semua anak bisa menyimpulkan benda
Balok kayu segiempat Busa segiempat mana yang lebih berat dengan melihat
Busa segiempat Gabus segiempat timbangan jungkat-jungkit, bahwa benda
yang timbangannya berada di bawah lebih
berat dan benda yang timbangannya di atas
lebih ringan.

Dengan dibimbing oleh guru anak diberikan


pemahaman bahwa benda yang ukurannya
sama belum tentu mempunyai berat yang
sama

Kegiatan menimbang keempat yaitu menimbang benda yang sama

Tabel 4. Menimbang dua benda yang ukurannya sama

Membandingkan berat antara: Hasil


Balok berbentuk angka Balok berbentuk angka Semua anak bisa menyimpulkan
5 5 benda mana yang lebih berat dengan
Balok berbentuk angka Balok berbentuk angka melihat timbangan jungkat-jungkit,
4 4 bahwa benda yang timbangannya
Balok kayu silinder Balok kayu silinder berada di bawah lebih berat dan
Balok kayu segiempat Balok kayu segiempat benda yang timbangannya diatas
kecil kecil lebih ringan.
Balok kayu segitiga kecil Balok kayu segitiga
kecil Dengan dibimbing oleh guru anak
Balok kayu pipih Balok kayu pipih diberikan pemahaman bahwa benda
Balok kayu bulat Balok kayu Bulat yang ukuran dan bentuknya sama
Kelereng Kelereng belum tentu mempunyai berat yang
Busa segiempat Busa segiempat sama
Gabus segiempat Gabus segiempat

70
Mumpuniarti, Pembetukan Peta Kognitif Tunagrahita Ringan dalam Penguasaan Konsep Pengukuran Di Bidang Berhitung dan IPA

hp, uang. Siswa memahami bahwa benda yang untuk menimbang sudah menunjukkan mampu
lebih berat maka timbangannya akan berada di melakukan dan mengiyakan dengan mengangguk
bawah d an b enda l ebih ringan maka tim- kesimpulan yang diteg askan guru. Hal it u
bangannya berada di atas. dil akukan pada As , karena keterba tasa n
Selanjutnya, secara bertahap dilakukan pendengaran juga menghambat untuk bereaksi
menimbang berbagai benda serbuk yang isinya/ dengan penjelasan menggunakan bahasa. Ketiga,
volumenya diubah-ubah oleh siswa sendiri. Di siswa Fr, termasuk siswa yang lebih bai k
sinilah, si swa diberi kesempatan untuk kemampuannya sudah dapat menjel aska n
meningkatkan keterampilan menim bang dan dengan kata-kata bahwa tanda benda yang lebih
menentukan sendiri cara-cara memutuskan berat berat jika posisi salah satu kotak samping dari
yang seimbang timbangan berada di bawah. Demikian juga sudah
mampu me njawab ketika guru mentras fe r
Perbaikan penguasaan siswa tunagrahita
kemampuannya ke benda-benda lainnya yang
tentang konsep variasi berat dan isi pada 5 siswa
berada di luar p engamatan si swa. Ketika
tunagrahita dari masing-masing subjek penelitian
menimbang pasir dan air, dengan terampilnya
berbeda-beda. Perbedaan itu disebabkan juga
menstimbangkan kedua posisi timbangan melalui
variasi hambatan kondisi mereka yang juga
cara menambah/mengkurangkan posisi yang lebih
berbeda-beda. Variasi itu sebagai berikut.
ringan atau lebih berat. Keempat, Siswa Ib dan
Pertama, subjek Aj dapat menunjukkan
Nw kemampuannya hampir sama, keduanya juga
tentang benda-benda yang seharusnya lebih
sudah melakukan penimbangan seperti yang
berat dengan cara sebelum menimbang di alat
dilakukan oleh temannya.
dicoba dahulu diletakkan di telapak kanan dan
kirinya. Telapak tangannya dirasakan mana yang
lebih berat, itulah benda yang lebih berat, jadi
dengan perasaan keseimbangan di tangan dapat
merasakan benda yang lebih berat. Namun oleh
guru dianjurkan untuk membuktikan dengan
permainan timbangan sambil mengajak teman
putrinya Si As bermain. Ketika mencoba alat itu Aj
selalu mengajak As mensetimbangkan bagian
yang berat sebelah dengan berbagai kepingan
permainan yang telah disediakan. Perlakuan Aj
itu mengindikasikan bahwa dia selalu mencoba
untuk mencari benda-benda yang lebih berat atau
lebih ringan, atau sebaliknya lebih besar dan lebih
kecil. Jika ditanya oleh guru mana di antara benda-
benda itu yang dapat diperbandingkan lebih berat Gambar 2. Ketika siswa berusaha memilih-milih
atau lebih ringan, respon Aj sambil ketawa benda untuk dicari keseimbangannya.
menunjuk, dan jika guru balik bertanya untuk
menegaskan kembali pendapat anak sambil Refleksi dilakukan bersama-sama guru untuk
menunjuk pos isi permainan ti mbangan, Aj mempert imbangkan: pengaruh efekt ivit as,
menggang guk. Fenomena pada Aj itu menunjuk- problem yang timbul, dan keputusan yang perlu
kan bahwa secara perbuatan langsung sudah dilakukan. Pert ama, pengaruh efekt ivit as
menunjukkan penguasaannya tentang perubahan penerapan “ simulasi permainan t imbangan”
berat dan cara menentukan, tanpa menjelaskan terhadap kemampuan siswa tunagrahita ringan
dengan verbal. Hal itu terjadi karena pada menunjukkan fungsi perubahan berat dan cara
umumnya tunagrahita ringan kurang mampu menentukan berat suatu benda. Efektifitas itu
menjelaskan dengan bahasa. Kedua, siswa As diperlihatkan oleh siswa yang bisa menunjukkan
walaupun hanya mengikuti yang dilakukan oleh benda mana yang lebih berat dan lebih ringan.
temannya Aj, jika ditanya guru dan mencoba Demikian juga posisi jungkat-jangkit akan lurus

71
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010

bila berat benda setimbang bisa didemonstrasikan kut pada hitungan dengan berbagai ukuran berat
oleh siswa. Ketika siswa diminta untuk membuat pada timbangan. Penguasaan konsep ini baru
jungkat-jangkit berada pada posisi setimbang, taraf pra-mengukur untuk bidang matematika dan
siswa dapat menambah-kurangkan benda pada mengetahui berbagai sifat benda atas dasar
jungkat-jangkit tersebut. Kedua, problema yang hubungan berat dan isi dalam ilmu pengetahuan
timbul dari siswa, guru, dan keterbatasan yang alam. Jadi simulasi ini sebagai dasar untuk
terjadi selama tindakan adalah siswa terbatas mengintegrasikan dua bidang pelajaran dalam
dalam menyatakan simpulan secara verbal, untuk kehidupan sehari-hari.
itu guru harus menolong dengan perbuatan Perbaikan konsep itu dapat dilakukan secara
menunjukkan. Problema dari guru bahwa untuk bertahap dan pengklasifikasian: a) benda yang
melakukan tindakan pembelajaran belum berani berbeda signifikan, b) benda yang berbeda tidak
inovasi untuk menstrategikan dengan model signifikan, c) berat sama bahan berbeda. d. benda
lainnya, seperti mengatur benda-benda itu secara sama dengan berat berbeda. Pentahapan dan
berkelompok dan berkategori, lalu siswa diminta pengklasifikasian terse but mendas ari pa da
menaksirnya tanpa ditimbang dahulu. Keter- pendapat penelitian Spitz’s dalam (Smith, et al.,
batasan dalam tindakan adalah waktu yang lama 2002: 254) yang menteorikan tentang tahapan
untuk mempersiapkan alatnya karena kesibukan input dalam pembelajaran. Bagi tunagrahita lebih
guru. Ketiga, keputusan yang perlu dilakukan sulit, sebab kerugian pada kemampuan mereka
untuk mengatasi problema yang muncul dengan untuk mengorganisasi input rangsangan untuk
mengubah rancangan tindakan lebih menitikkan disimpan dan dipanggil lagi jika diperlukan.
beratkan esensi untuk perbaikan penguasaan Pendapat ini menurunkan suatu pernyataan
konsep perubahan berat. tentang strategi bagi guru untuk meningkatkan
Kriteria keberhasilan ditunjukkan oleh ke- kemampuan siswa dalam memasukkan data.
aktifan siswa untuk secara bertahap menimbang Strategi itu dengan pengelompokkan (grouping)
berbagai benda dengan variasi jenis, berat, dan dan pengantara (mediation).
isi. Keaktifan siswa membentuk penguasaan Strategi penggunaan mediational untuk
tentang menentukan proses perubahan berat dan meningkatkan kemampuan tunagrahita menata
cara menentukan, serta keterampilan mensetim- rangsangan yang masuk dengan pengantaran
bangkan alat timbangan. Kriteria yang telah jembatan. Jembatan untuk menguasai peng-
ditetapkan tersebut telah tercapai seperti yang gunaan ukuran tersebut perlu suatu alat simulasi
ditunjukkan oleh hasil tindakan. Dengan demikian, yang s ecar a pengalaman mengukur dapat
penelitian ini telah mencapai sesuai kriteria mengant arai atau me ngelompo kkan. Sala h
keberhasilan yang disebutkan di atas. Hal itu satunya mengukur berat perlu diantarkan dengan
te rdukung ol eh fakto r-faktor pende katan media yang memberi pengalaman variasi berat,
pembela jaran ya ng dilakukan guru suda h variasi berat hubungannya dengan jenis benda,
menyesuaikan dengan karakteristik siswa dan serta variasi berat implikasinya dengan isi.
usia mental siswa yang menjadi subjek penelitian. Konsep pengantaran atau jembatan ini juga
Pe ng uasaan s iswa t unagrahita ringan dilakukan oleh guru dengan memod ifikasi
te rhadap konsep peng ukuran berat dan isi penyusunan rancangan pembelajaran. Modifikasi
meliputi: benda yang volumenya lebih banyak dengan cara pembelajaran tentang simulasi
belum tentu lebih berat; untuk mngetahui berat permainan jungkat-jungkit ini sebagai jembatan
suatu benda harus dilakukan penimbangan; dan menuju pembelajaran tentang konsep peng-
ko nsep setimbang j ug a sudah ditunj ukkan ukuran satuan berat selanjutnya.
dengan mela kukan us aha menambah atau Efektivitas untuk pembentukan peta kognitif
mengurangi dari beban yang ditimbang di Neraca tunagrahita ringan tentang konsep ukuran berat
timbang permainan jungkat-jungkit. dan isi sebagai berikut. Pembelajaran dikemas
Penguasaan konsep setimbang tersebut dalam be ntuk permainan sehingg a terjadi
adalah belajar pengukuran terhadap benda. perubahan suasana be lajar. Siswa menja di
Pengukuran terhadap benda ini belum menyang- senang belajar dan tidak terbebani oleh berpikir

72
Mumpuniarti, Pembetukan Peta Kognitif Tunagrahita Ringan dalam Penguasaan Konsep Pengukuran Di Bidang Berhitung dan IPA

kognitif. Pembelajaran yang dikemas dalam simulasi permainan timbangan dapat membentuk
bentuk permainan juga meningkatkan motivasi penguasaan tunagrahita ringan tentang konsep
siswa sehingga siswa lebih engage dalam kegiatan pengukuran berat dan cara menentukan dengan
belajarnya yang pada akhirnya akan berpengaruh proses siswa bermain timbangan yang pura-pura
te rhadap penguasaan ke terampil an yang tersebut dari benda perbedaan ukuran signifikan
dihara pkan. Be rdasarka n peneli tian yang ke p erbedaan berat yang ti dak si gnifikan.
dilakukan oleh Zigler (Hallahan & Kauffman, 2003: Selanjutnya, menimbang benda yang ukurannya
121) bahwa tunagrahita lebih sering menghindar sama dari bahan berbeda secara bertahap.
dan merasa kesulitan untuk tugas belajar yang Simulasi Permainan Timbangan ini efektif untuk
berkaitan dengan kognitif, sehingga kegiatan yang pembelajaran pembentukan konsep ukuran berat
menyenangkan seperti permainan akan lebih dan isi bagi tunagrahita ringan. Efektif itu telah
efektif dalam menanamkan suatu konsep yang terbentuknya peta kognitif siswa tunagrahita
memerlukan kognitif. yang berbentuk pengetahuan tentang proses
Dengan metode permainan, siswa juga akan perubahan berat-ringannya suatu benda harus
le bi h akti f berpartisipa si d alam keg iatan melalui proses pengukuran dengan menggunakan
pembelajaran karena bermain dapat membangkit- alat timbang. Demikian juga, di bidang pengeta-
kan rasa senang siswa sehingga siswa lebih huan alam mengetahui berbagai sifat benda
menghayati proses perubahan tentang berat tentang berat dan isinya yang diketemukan
se cara nyata. Untuk itu, efekt ivitas dari sehari-hari.
pembela jaran de ng an simulas i permainan
timbangan terletak pada telah terbentuknya peta Saran
kognitif siswa tunagrahita ringan yang meliputi; Simulasi permainan timbangan dapat diimplemen-
(a) benda yang volumenya lebih banyak belum tasikan untuk pembentukan pe ta kogniti f
tentu lebih berat; (b) untuk mengetahui berat tunagrahita ringan, khususnya konsep tentang
suatu benda harus dilakukan penimbangan; (c) pengukuran berat dan isi dalam pembelajaran ber-
konsep setimbang juga sudah ditunjukkan oleh hitung dan terintegrasi dengan Ilmu Pengetahuan
mereka dengan melakukan usaha menambah atau Alam. Untuk itu, perlu dilanjutkan dengan lebih
mengurangi beban yang ditimbang di neraca menstandardisasikan dan menyempurnakan alat
permainan timbangan. peraga yang dig unakan, serta kemampuan
ko gnitif tunagrahi ta dapat dib ina me lalui
Simpulan dan Saran pembelajaran yang distrategikan secara grouping.
Simpulan
Penelitian tindakan kelas ini hasilnya dapat
disimpulan sebagai berikut. Pembelajaran dengan

Pustaka Acuan
Astati. 2001. Persiapan pekerjaan penyandang tunagrahita. Bandung: CV. Pandawa.
Dimyati & Mudjiono. 2002. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Eldevik, S., Jahr, E., Eikeseth, S., Hastings, R., & Hughes, C. 2010. Cognitive and Adaptive Behavior
Outcomes of Behavioral Intervention for Young Children With Intellectual Disability. Behavior
Modification, 34(1), 16. Retrieved June 11, 2010, from ProQuest Education Journals.
(Document ID: 1943253901).
Hallahan, DP. & Kauffman, JM. 2003. Exceptional Learner:Introduction to Special Education. Boston:
Pearson Education, Inc.
Meilan Zhang, Susan Passalacqua, Mary Lundeberg, Matthew J Koehler. 2010. “Science Talks” in
Kindergarten Classrooms: Improving Classroom Practice Through Collaborative Action
Research. Journal of Science Teacher Education, 21(2), 161-179. Retrieved June 11, 2010, from

73
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010

ProQuest Education Journals. (Document ID: 1995142751).


Nancy A Neef, Diane E Nelles, Brian A Iwata, Terry J Page. 2003. Analysis of precurrent skills in solving
mathematics story problems. Journal of Applied Behavior Analysis. Lawrence: Vol. 36, Iss. 1; pg.
21.
Oliver. M.A.J. & Williams. E.E. 2005, Vol 20, No.2. Teaching the Mentally Handicapped Child: Challenges
Teachers are Facing. Diambil dari www.Internationaljournalofspecialeducation.com. pada
tanggal 4 Februari 2006.
Polloway, E. A. & Patton, J. R. 1993. Strategies for teaching learners with special needs. 5th ed. New
York: Macmillan Publishing Company.
Smith, M. B., Ittenbach, R. F. & Patton, J.R. 2002. Mental retardation. 6th ed. New Jersey: Merrill Prentice
Hall.
Toeti Soekamto & Udin Saripudin Winatasaputra. 1994. Teori belajar dan model-model pembelajaran.
Jakarta: Debdikbud, DIKTI.
Wakiman. 1998. Menumbuhkan kesenangan belajar matematika melalui permainan. Jurnal
Kependidikan. Nomor 2, tahun XXXVIII. 1998. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP
YOGYAKARTA.
Wrigley. 2006. In Search of Inclusive Pedagogies: The Role of Experience and Symbolic
Representation in Cognition. International Journal of Pedagogies and Learning. 2(1).114-128.
Diambil dari (Terry, Wriley@ed.ac.uk). tanggal 20 Desember 2008

74

Anda mungkin juga menyukai