Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

“THALASEMIA”
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Stase Keperawatan Anak

Disusun Oleh :
NAMA : DETI KOMALASARI
NIM : 4006190062

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
“THALASEMIA”

A. DEFINISI
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari). (Padila, 2013 : 297)
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari) (Yuwono, 2012).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120
hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari
gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb (Nursalam,2015).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif (Arif Manjoer, 2010).
Thalasemia merupakan keadaan yang diwarisi, yaitu diwariskan dari keluarga kepada
anak. Kecacatan gen menyebabkan haemoglobin dalam sel darah merah menjadi tidak
normal. Mereka yang mempunyai penyakit Thalasemia tidak dapat menghasilkan
haemoglobin yang mencukupi dalam darah mereka. Haemoglobin adalah bahagian sel
darah merah yang mengangkut oksigen daripada paru-paru keseluruh tubuh. Semua tisu
tubuh manusia memerlukan oksigen. Akibat kekurangan sel darah merah yang normal
akan menyebabkan pesakit kelihatan pucat kerana paras hemoglobin (Hb) yang rendah
(anemia).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Struktur dan Sintesis Hemoglobin, yaitu :
Hemoglobin merupakan pigmen yang terdapat didalam eritrosit yang terdiri dari heme
dan globin dan memiliki berat molekul 64-64.4 kDa. Molekul hemoglobin yang
terkandung dalam sel-sel darah merah sangat penting untuk kehidupan manusia. Heme
sangat penting untuk transportasi oksigen sedangkan globin berfungsi untuk melindungi
heme dari oksidasi. Struktur molekul hemoglobin menghasilkan lingkungan internal
hidrofobik yang melindungi besi pada heme dari air, dan juga dari oksidasi²². Hemoglobin
berbentuk heterotetramer yang terdiri dari dua pasang rantai polipeptida yang berkaitan
dengan gen α-globin (α like globins) dan dua pasang rantai polipeptida yang berhubungan
dengan gen β-globin (β-like globins). Rantai Globin polipeptida akan mengikat heme,
yang nantinya hemoglobin di eritrosit berfungsi untuk mengangkut oksigen dan sebagai
transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan,

Lokus gen globin pada β-globin terletak pada kromosom 11, dan lokus gen αglobin
terletak pada kromosom 16²¹. Urutan aktivasi dimulai dari masa embrional sampai
dewasa dari gen δ ke α dari gen Ɛ ke ϒᴳ,ϒᴬ,δ dan β. Maka hemoglobin utama pada masa
embrional adalah Hb Gower 1 (δ₂Ɛ₂), Hb Gower 2 (α₂Ɛ₂), dan Hb Portland (δ₂ϒ₂). Pada
masa janin sampai perinatal adalah HbF(α₂ϒ₂), dan pada anak yang berumur lebih dari 1
tahun sampai dewasa normal terdiri dari HbA (α₂β₂) dan HbA2 (α₂δ₂)¹⁴˒²³˒²⁶. Pada 6
bulan pertama perkembangan janin kehidupan neonatal, terjadi pola yang kompleks dari
ekspresi gen globin yang disebut hemoglobin switch²⁴. Pada awal kehidupan embrional
sampai delapan minggu sintesis rantai globin akan disintesis yolk sac dan hati yaitu rantai
δ yang berkombinasi dengan rantai Ɛ akan membentuk Hb Gower 1, Hb Gower 2 dan Hb
Portland. Ekspresi yang singkat dari gen globin pada masa embrio, maka pada akhir
kehamilan akan dibentuk hemoglobin utama pada janin yaitu Hemoglobin F (α2γ2) dan
organ yang terlibat dalam sintesis rantai globin tersebut adalah hati, limpa dan sumsum
tulang. kemudian akan digantikan oleh rantai β-globin dewasa yaitu hemoglobin A
(α2β2), hemoglobin A2 (α₂δ₂) dan Hemoglobin F (α₂ϒ₂) yang kadarnya <0,5%.

C. TANDA DAN GEJALA


Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat
mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan
pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak
ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak
tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang
akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada
tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis
yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat
menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan
kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis,
pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap
infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami
septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat
hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan
perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung
(aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Tanda dan gejala lain dari thalasemia secara umum yaitu :
a. Thalasemia Mayor
Thalasemia Minor / Thalasemia Trait : tampilan klinis normal, splenomegaly dan
hepatomegaly ditemukan pada sedikit penderita, hyperplasia eritroid stipples ringan
sampai sedang sampai sumsum tulang, bentuk homozigot, anemia ringan, MCV
rendah. Pada penderita yang berpasangan harus diperiksa.Karena karier minor pada
kedua pasangan dapat menghasilkan keturunan dengan Thalasemia Mayor.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya :
1) Gizi buruk
2) Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
3) Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati, limpa yang besar ini
mudah ruptur karena trauma ringan saja.
Tanda umum lainnya, yaitu :
1) Pucat
2) Lemah
3) Anoreksia
4) Sesak napas
5) Peka rangsang
6) Tebalnya tulang kranial
7) Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegaly
8) Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
9) Disritmia
10) Epistaksis
11) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
12) Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
13) Kadar besi serum tinggi
14) Ikterik
15) Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan
datar.
b. Thalasemia Minor
Thalasemia Mayor, gejala klinik terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1
tahun, yaitu :
1) Anemia simptomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya kadar
hemoglobin fetal.
2) Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah merah yang berinti
pada darah perifer, tidal terdapat HbA, kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4 g/dL.
3) Lemah dan pucat
4) Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus, penebalan tulang
tengkorak, splenomegaly, ulkus pada kaki, dan gambaran patognomonik “hair
on end”.
5) Berat badan kurang
6) Tidak dapat hidup tanpa transfuse
7) Pucat
8) Hitung sel darah merah normal
9) Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah
kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang
c. Thalasemia Intermedia
Thalasemia Intermedia : Anemia mikrositik, bentuk heterozigot, tingkat
keparahannya berada diantara Thalasemia Minor dan Thalasemia Mayor, masih
memproduksi sejumlaj kecil HbA, anemia agak berat 7-9 g/dL dan splenomegaly,
tidak tergantung pada transfusi.
Gejala khas adalah :
1) Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak antara
kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2) Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi
kelabu karena penimbunan zat besi.
(Padila, 2013: 299)

D. ETIOLOGI
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan
keturunan Thalasemia (homozigot). Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa
dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan secara resesif dari kedua orang tua.
Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih
pendek (normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu bahkan pada
kasus yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu. Pada talasemia, letak salah satu asam
amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino
lainnya.
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara
genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen
pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan
disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak
normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat
berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan
pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua
orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak
hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila
kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya
maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen
thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan
lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan
yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia,
maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan
mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada
anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan
keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,
maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga
menderita Thalassaemia mayor

E. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta
polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam
proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan
compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap
aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak
seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat
menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah
merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan
terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan
yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis).
Pada keadaan normal disintetis hemoglobin A (adult : A1) yang terdiri dari 2 rantai
alfa dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95 % dsari seluruh hemoglobin.
Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dari 2 rantai delta
sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada keadaan normal. Haemoglobin F (foetal)
setelah lahir Foetus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti
orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4%, pada keadaan normal. Hemoglobin F terdiri dari
2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. Pada thalasemia, satu atau lebih dari satu rantai globin
kurang diproduksi sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangan
dalam proses pembentukan hemoglobin normal orang dewawa (HbA). Kelebihan rantai
globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini
menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia
hipokrom, mikrositer.
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb
menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggu karena tidak
memerlukan rantai beta dan justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal,
mungkin sebagai usaha kompensasi.
Eritropoesis didalam susunan tulang sangat giat, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai
normal, dan juga serupa apabila ada eritropoesis ekstra medular hati dan limfa. Destruksi
eritrosit dan prekusornya dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif)
dan masa hidup eritrosit memendek dan hemolisis. (Padila, 2013 : 297-298)

F. PATHWAY
Gambar Pathways Thalasemia (Padila, 2013: 298)

G. KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi
gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap
kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada
setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua
subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya
separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi
subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan
produksi protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan
menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β
dapat menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2016).
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek,
yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat
menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2015).
a. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16,
maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada
Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi
yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen,
kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama
(cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen
dilabel αo (Sachdeva, 2006).
1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga
secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium
khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan
bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2016).
2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan
anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal
dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak
(Wiwanitkit, 2016).
3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan
transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α
dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi
Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2016).
4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya
meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang
biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α
menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai
β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin
Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2016)
atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).
b. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11
(Rodak, 2015). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation
dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif
dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan
prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2016).
1) Thalassemia βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan. Satu pertiga
penderita Thalassemia mengalami tipe ini.
2) Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi.
Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada
keadaan ini.
c. Hemoglobin varian

Hemoglobin varian adalah penyakit yang disebabkan oleh perubahan asam amino

dari rantai globin. Kelainan pada susunan asam amino rantai globin β dikenal

hemoglobin E, hemoglobin S, dan kombinasinya dengan thalassemia β. Kelainan ini

banyak dijumpai di Indonesia.

(Depkes RI, 2014)

Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)
1. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan
penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia.
Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun
sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat
lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain
itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies
cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung
masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja
terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia
mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya,
penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan
seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor
hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus
dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin
berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
2. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun
individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia
minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita
thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit
thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia,
lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak
lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive
test.
1. Screening Test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2016).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan
apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang
berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya
resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira.
Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran
yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol <
spherositosis (Wiwanitkit, 2016). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat
diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand,
sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan
false negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2016).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik.
Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2016).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter
jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH
x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC
tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi
dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2016).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh
sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke
Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit
meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula
MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani,
2011).
2. Definitive Test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam
darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb
A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan
neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis
Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%,
Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada
negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S
dan Hb J (Wiwanitkit, 2016).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb
C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi
dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2016).

c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.
Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat
juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2016).
d. Pemeriksaan laboratorium darah

 Hb

 Kadar Hb 3-9 g%

 Pewarnaan SDM (Anisositosis, poikilositosis, hipokromia berat, target cell,

tear drop cell.)

e. Gambaran sumsum tulang

Eritripoesis hiperaktif

f. Elektroforesis Hb

 Thalasemia alfa : ditemukan Hb Bart’s dan Hb H

 Thalasemia beta : kadar Hb F bervariasi antara 10-90% (N: <=1%)

g. Darah tepi :Hb, gambangan morfologi eritrosit dan Retikulosit meningkat

h. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)

i. Pemeriksaan khusus :

 Hb F meningkat : 20-90% Hb total

 Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F

 Pemeriksaan Pedigree : kedua orang tua pasien Thalasemia mayor

merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>3,5% dari Hb total).

j. Pemeriksaan lain
 Foto Ro tulsng kepala : gambaran hair on end , korteks menipis, diploe

melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.

 Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang

sehingga trabekula tampak jelas.

(Padila, 2013 : 299)

I. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


1. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Suriadi, 2014) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
a. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat
besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan
pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari
dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena,
namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara 
subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
b. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
c. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid),
karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang
sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik
masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain : (Rudolph, 2012; Hassan dan Alatas,


2012; Herdata, 2016) :
a. Medikamentosa
1) Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar
feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%,
atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg
berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan
minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
2) Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
3) Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
4) Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang
umur sel darah merah 
b. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
1) limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture
2) hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun.
c. Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita
thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil
tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan
hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15
tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara
kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
d. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi
besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap
kenaikan Hb 1 g/dl.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Memulihkan/mengembalikan perfusi jaringan secara mencukupi, yaitu dengan
jalan melakukan transfusi sesuai dengan protokol (macam darah sesuai program
dokter).
b. Beri dukungan psikososial pada anak dan keluarga untuk mengurangi kecemasan
dan ketidaktahuan.
c. Memenuhi kebutuhan nutrisi
d. Anak dengan Thalasemia mengalami anorexia karena terdapat anemi yang kronis.
Anorexia bisa dikurangi dengan memperbaiki eneminya, yaitu dengan transfusi.
e. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
f. Mencegah risiko terajdi infeksi/komplikasi

J. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan
lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa
yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan
oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2012)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes
melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2014)

K. DIAGNOSA BANDING
Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia
(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah.
(Nursalam, 2015).
a. Diagnosis Medis: dugaan (suspect) thalassemia

b. Masalah yang sering dialami adalah (Broyles,1997) dalam buku (Nursalam, Asuhan

keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan Bidan), 2015 : 143)

1) Perfusi jaringan yang tidak mencukupi.

2) Kecemasan (keluarga dan anak).

3) Gangguan pemenuhan nutrisi.

4) Gangguan aktivitas fisik.


5) Gangguan perubahan fisik.

6) Gangguan pertumbuhan fisik.

7) Risiko (potensial) terjadi infeksi / komplikasi.

L. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Asal keturunan / kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti
Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada
anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak
akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3.  Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya.
Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak
masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil
untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak
ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
5. Pola makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak
sesuai usia.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7. Riwayat kesehatan keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua
juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia
mayor.
8. Riwayat ibu saat hamil (Antenatal Care (ANC))
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.

M. DATA FOKUS PENGKAJIAN


1. Asal keturunan / kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial)
seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya
anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya.
Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak
masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil
untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak
ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
5. Krisis Vaso-Occlusive
a. Sakit yang dirasakan
b. Gejala yang berkaitan dengan ischemia dan daerah yang berhubungan.
 Ekstremitas: kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang
menjalar.
 Abdomen : sakit yang sangat sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan
 Cerebrum : stroke, gangguan penglihatan.
 Pinggang : gejalanya seperti pada penyakit paru-paru basah.
 Liver : obstruksi jaundise, koma hepatikum.
 Ginjal : hematuria.

N. PEMERIKSAAN FISIK
Data keadaan fisik anak thalasemia, yaitu :
a. Keadaan umum lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa
pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung
dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatosplenomegali)
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai
dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna
kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat
besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
j. Krisis Vaso-Occlusive
a. Sakit yang dirasakan
b. Gejala yang berkaitan dengan ischemia dan daerah yang berhubungan.
 Ekstremitas : kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang
menjalar.
 Abdomen : sakit yang sangat sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan
 Cerebrum : stroke, gangguan penglihatan.
 Pinggang : gejalanya seperti pada penyakit paru-paru basah.
 Liver : obstruksi jaundise, koma hepatikum.
 Ginjal : hematuria.
c. Efek dari krisis vaso-occclusive kronis adalah :
 Hati : cardiomegali, murmur sistolik
 Paru-paru : gangguan fungsi paru-paru, mudah terinfeksi.
 Ginjal : ketidakmampuan memecah senyawa urin, gagal ginjal.
 Genital : terasa sakit, tegang.
 Liver : hepatomegali, sirosis.
 Mata : ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan,
kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat menyebabkan
kebutaan.
 Ekstremitas : perubahan tulang-tulang terutama bisa membuat bungkuk,
mudah terjangkit virus salmonela osteomyelitis.
O. ANALISA DATA
No Data Etiologi Problem
1 DS : Kien lemah Keturunan kurangnya HbA dan erithropoesis tidak Ketidakefektifan perfusi
seimbangnya alfa dan beta asam amino jaringan
DO :
Produksi rantai globin berkurang/tidak ada
 Terjadi palpitasi
 Kulit pucat
Mutasi DNA
 Membran mukosa kering
 Keluaran urine tidak adekuat Produksi rantai alfa dan beta berkurang
 Terjadi mual/muntah dan distensil
abdomen Kelainan pada eritrosit
 Terjadi perubahan tekanan darah
 Orientasi klien tidak baik. Peningkatan O2 berkurang

Kompensator pada rantai a

Rantai B produksi terus menerus

Hb deficit

Ketidakseimbangan polipeptida
Eritrosit tidak stabil

Hemolisis

Suplai O2 berkurang

Ketidakefektifan perfusi jaringan

2 DS : Klien tidak nafsu makan Keturunan kurangnya HbA dan erithropoesis tidak Ketidakseimbangan nutrisi
seimbangnya alfa dan beta asam amino kurang dari kebutuhan
DO : tubuh
Produksi rantai globin berkurang/tidak ada
 Menunjukkan penurunan berat badan/
BB tidak stabil.
Mutasi DNA
 Terjadinya malnutrisi.

Produksi rantai alfa dan beta berkurang

Kelainan pada eritrosit

Peningkatan O2 berkurang
Kompensator pada rantai a

Rantai B produksi terus menerus

Hb deficit

Ketidakseimbangan polipeptida

Eritrosit tidak stabil

Hemolisis

Suplai O2 berkurang

Penggunaan otot bantu nafas

Kelelahan

Anoreksia

Intake nutrisi kurang


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3 DS : - Keturunan kurangnya HbA dan erithropoesis tidak Resiko infeksi


seimbangnya alfa dan beta asam amino
DO :
Produksi rantai globin berkurang/tidak ada
 Adanya demam
 Adanya drainage purulen atau eritema
Mutasi DNA
 Tidak ada peningkatan penyembuhan
luka
Produksi rantai alfa dan beta berkurang

Kelainan pada eritrosit

Peningkatan O2 berkurang

Kompensator pada rantai a

Rantai B produksi terus menerus

Hb deficit

Ketidakseimbangan polipeptida
Eritrosit tidak stabil

Hemolisis

Anemia berat

Transfuse darah berulang

Resiko infeksi

4 DS : Klien terlihat lemah Keturunan kurangnya HbA dan erithropoesis tidak Intoleransi aktivitas
seimbangnya alfa dan beta asam amino
DO :
Produksi rantai globin berkurang/tidak ada
 Menunjukkan peningkatan tanda
fisiologis intoleransi, misalnya nadi,
Mutasi DNA
pernapasan dan Tb mengalami
peningkatan.

Produksi rantai alfa dan beta berkurang

Kelainan pada eritrosit


Peningkatan O2 berkurang

Kompensator pada rantai a

Rantai B produksi terus menerus

Hb deficit

Ketidakseimbangan polipeptida

Eritrosit tidak stabil

Hemolisis

Suplai O2 berkurang

Penggunaan otot bantu nafas

Kelelahan

Intoleransi aktivitas
P. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d. penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna
makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
3. Resiko infeksi b.d. pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
4. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
Q. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa
No Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Ketidakefektifan NOC : NIC :
perfusi jaringan Circulation status Peripheral Sensation Management
berhubungan Tissue perfusion : perifer - Kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa,
dengan penurunan Kriteria hasil : dasar kuku
komponen seluler - Keluarga/pasien mengetahui penyebab perubahan - Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang,
yang diperlukan perfusi jaringan agitasi, gangguan memori, bingung
untuk pengiriman - Klien menunjukkan perfusi yang adekuat seperti: - Tinggikan posisi kepala (pada pasien hipotensi)
oksigen ke sel. pengisian kapiler baik, haluaran urin adekuat, - Awasi tanda vital
membrane mukosa merah muda, akral hangat - Periksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna
- Tidak ada nyeri ekstremitas kulit/membrane mukosa, dan suhu membrane mukosa.
- Hb normal 12 – 16 gr% - Pantau status cairan meliputi asupan dan haluaran.
- TTV dalam batas normal - Rendahkan ekstremitas untuk meningkatkan sirkulasi
arteri dengan tepat
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan
yang adekuat
- Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan
laboraturium.
- Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah
sesuai indikasi
2 Ketidakseimbangan NOC : Nutritional Status : Food and Fluid Intake NIC :
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 Nutrition Management
kebutuhan tubuh jam diharapkan nutrisi terpenuhi secara adekuat. - Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
b.d. kegagalan Kriteria hasil : yang dibutuhkan
untuk mencerna 1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan - Kaji adanya alergi makanan
atau tujuan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
ketidakmampuan 2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
mencerna 3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
makanan/absorbsi 4) Tidak ada tanda – tanda malnutrisi - Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
nutrien yang 5) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti vitamin C
diperlukan untuk - Yakinkan diet yang di makan mengandung tinggi
pembentukan sel serat untuk mencegah konstipasi
darah merah - Berikan makanan yang terpilih ( sudah
normal. dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Nutrition Monitoring
- Monitor berat badan pasien
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak pada
selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kadar albumin, total protein, hemoglobin
dan kadar hematokrit
- Monitor makanan kesukaan pasien
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor jaringan konjuntiva mata : kering, pucat,
dan kemerahan
- Monitor kalori dan intake nutrisi
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral
- Catat jika lidah berwarna magenta dan scarlet
3 Resiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan Immune status Infection control
dengan pertahanan Knowledge : Infection control - Ganti letak IV line sesuai petunjuk
sekunder tidak Risk control - Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan
adekuat, penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam infeksi kandung kemih
Hb, leukopenia diharapkan tidak terjadi infeksi - Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
atau penurunan Kriteria hasil : keperawatan
granulosit. 1) Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi - Tingkatkan intake nutrisi
2) Mendiskripsikan proses penularan penyangkit, faktor - Berikan antibiotik bila perlu
yang memengaruhi penularan serta Infection protection
penatalaksanaannya - Monitor tanda infeksi sistemik dan lokal
3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah - Monitor nilai leukosit
timbulnya infeksi - Pertahankan teknik aseptik
4) Jumlah leukosit dalam batas normal - Inspeksi kulit, dan membran mukosa terhadap
5) Menunjukkan perilaku hidup sehat kemerahan, panas, drainase
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Dorong masukan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Inspeksi kondisi luka
- Laporkan kultur positif
4 Intoleransi aktivitas NOC :
NIC :
berhubungan Energy conservation
dengan Self Care : ADLs
Energy management :
ketidakseimbangan Kriteria hasil : - Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
antara suplai - Berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai - Monitor nutrisi dan sumber energi
oksigen dengan peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan - Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktifitas
kebutuhan oksigen - Mampu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLs) secara - Monitor pola tidur dan lamanya tidur atau istirahat
mandiri - Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan
terhadap keterbatasan

Activity therapy
- Monitor respon fisik, sosial, emosi dan spiritual
- Bantu pasien mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
- Bantu pasien mengidentifikasi aktifitas yang mampu
dilakukan
- Bantu pasien memilih aktifitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
R. DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Joanne McCloskey, dkk. 2015. Nursing Intervention Classification Fourth
Edition. Mosby
Editors, Moorhead, Sue, dkk. 2015. Nursing Outcomes Classification Fourth Edition.
Mosby
Herdman, T.H& Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing
Diagnose:Definition& Classification, 2015 – 2017. 10nd ed. Oxford: Wiley Blackwell
Nursalam. 2015. Asuhan Keperawatan bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing
Care. St. Louis : Mosby Company, 2012
Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius,
2010
Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Alih Bahasa R.F. Maulany.
Jakarta : EGC, 2012.
Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta, 2011.
Wong, Donna L, Christina Algiere Kasparisin, Caryn Stoer mer Hess. Clinical Manual
Pediatric Nursing. Fourth edition. St. Louis : Mosby Year Book, 2010.
Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing
Care.
St. Louis : Mosby Company, 2012.

S. LAMPIRAN JURNAL
Terlampir

Anda mungkin juga menyukai