“THALASEMIA”
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Stase Keperawatan Anak
Disusun Oleh :
NAMA : DETI KOMALASARI
NIM : 4006190062
A. DEFINISI
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari). (Padila, 2013 : 297)
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari) (Yuwono, 2012).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120
hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari
gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb (Nursalam,2015).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif (Arif Manjoer, 2010).
Thalasemia merupakan keadaan yang diwarisi, yaitu diwariskan dari keluarga kepada
anak. Kecacatan gen menyebabkan haemoglobin dalam sel darah merah menjadi tidak
normal. Mereka yang mempunyai penyakit Thalasemia tidak dapat menghasilkan
haemoglobin yang mencukupi dalam darah mereka. Haemoglobin adalah bahagian sel
darah merah yang mengangkut oksigen daripada paru-paru keseluruh tubuh. Semua tisu
tubuh manusia memerlukan oksigen. Akibat kekurangan sel darah merah yang normal
akan menyebabkan pesakit kelihatan pucat kerana paras hemoglobin (Hb) yang rendah
(anemia).
Lokus gen globin pada β-globin terletak pada kromosom 11, dan lokus gen αglobin
terletak pada kromosom 16²¹. Urutan aktivasi dimulai dari masa embrional sampai
dewasa dari gen δ ke α dari gen Ɛ ke ϒᴳ,ϒᴬ,δ dan β. Maka hemoglobin utama pada masa
embrional adalah Hb Gower 1 (δ₂Ɛ₂), Hb Gower 2 (α₂Ɛ₂), dan Hb Portland (δ₂ϒ₂). Pada
masa janin sampai perinatal adalah HbF(α₂ϒ₂), dan pada anak yang berumur lebih dari 1
tahun sampai dewasa normal terdiri dari HbA (α₂β₂) dan HbA2 (α₂δ₂)¹⁴˒²³˒²⁶. Pada 6
bulan pertama perkembangan janin kehidupan neonatal, terjadi pola yang kompleks dari
ekspresi gen globin yang disebut hemoglobin switch²⁴. Pada awal kehidupan embrional
sampai delapan minggu sintesis rantai globin akan disintesis yolk sac dan hati yaitu rantai
δ yang berkombinasi dengan rantai Ɛ akan membentuk Hb Gower 1, Hb Gower 2 dan Hb
Portland. Ekspresi yang singkat dari gen globin pada masa embrio, maka pada akhir
kehamilan akan dibentuk hemoglobin utama pada janin yaitu Hemoglobin F (α2γ2) dan
organ yang terlibat dalam sintesis rantai globin tersebut adalah hati, limpa dan sumsum
tulang. kemudian akan digantikan oleh rantai β-globin dewasa yaitu hemoglobin A
(α2β2), hemoglobin A2 (α₂δ₂) dan Hemoglobin F (α₂ϒ₂) yang kadarnya <0,5%.
D. ETIOLOGI
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan
keturunan Thalasemia (homozigot). Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa
dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan secara resesif dari kedua orang tua.
Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih
pendek (normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu bahkan pada
kasus yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu. Pada talasemia, letak salah satu asam
amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino
lainnya.
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara
genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen
pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan
disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak
normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat
berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan
pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua
orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak
hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila
kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya
maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen
thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan
lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan
yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia,
maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan
mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada
anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan
keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,
maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga
menderita Thalassaemia mayor
E. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta
polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam
proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan
compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap
aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak
seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat
menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah
merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan
terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan
yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis).
Pada keadaan normal disintetis hemoglobin A (adult : A1) yang terdiri dari 2 rantai
alfa dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95 % dsari seluruh hemoglobin.
Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dari 2 rantai delta
sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada keadaan normal. Haemoglobin F (foetal)
setelah lahir Foetus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti
orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4%, pada keadaan normal. Hemoglobin F terdiri dari
2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. Pada thalasemia, satu atau lebih dari satu rantai globin
kurang diproduksi sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangan
dalam proses pembentukan hemoglobin normal orang dewawa (HbA). Kelebihan rantai
globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini
menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia
hipokrom, mikrositer.
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb
menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggu karena tidak
memerlukan rantai beta dan justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal,
mungkin sebagai usaha kompensasi.
Eritropoesis didalam susunan tulang sangat giat, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai
normal, dan juga serupa apabila ada eritropoesis ekstra medular hati dan limfa. Destruksi
eritrosit dan prekusornya dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif)
dan masa hidup eritrosit memendek dan hemolisis. (Padila, 2013 : 297-298)
F. PATHWAY
Gambar Pathways Thalasemia (Padila, 2013: 298)
G. KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi
gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap
kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada
setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua
subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya
separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi
subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan
produksi protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan
menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β
dapat menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2016).
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek,
yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat
menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2015).
a. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16,
maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada
Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi
yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen,
kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama
(cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen
dilabel αo (Sachdeva, 2006).
1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga
secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium
khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan
bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2016).
2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan
anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal
dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak
(Wiwanitkit, 2016).
3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan
transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α
dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi
Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2016).
4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya
meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang
biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α
menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai
β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin
Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2016)
atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).
b. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11
(Rodak, 2015). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation
dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif
dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan
prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2016).
1) Thalassemia βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan. Satu pertiga
penderita Thalassemia mengalami tipe ini.
2) Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi.
Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada
keadaan ini.
c. Hemoglobin varian
Hemoglobin varian adalah penyakit yang disebabkan oleh perubahan asam amino
dari rantai globin. Kelainan pada susunan asam amino rantai globin β dikenal
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)
1. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan
penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia.
Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun
sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat
lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain
itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies
cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung
masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja
terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia
mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya,
penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan
seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor
hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus
dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin
berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
2. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun
individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia
minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita
thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit
thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia,
lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak
lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive
test.
1. Screening Test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2016).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan
apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang
berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya
resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira.
Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran
yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol <
spherositosis (Wiwanitkit, 2016). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat
diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand,
sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan
false negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2016).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik.
Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2016).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter
jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH
x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC
tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi
dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2016).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh
sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke
Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit
meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula
MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani,
2011).
2. Definitive Test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam
darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb
A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan
neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis
Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%,
Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada
negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S
dan Hb J (Wiwanitkit, 2016).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb
C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi
dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2016).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.
Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat
juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2016).
d. Pemeriksaan laboratorium darah
Hb
Kadar Hb 3-9 g%
Eritripoesis hiperaktif
f. Elektroforesis Hb
i. Pemeriksaan khusus :
j. Pemeriksaan lain
Foto Ro tulsng kepala : gambaran hair on end , korteks menipis, diploe
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
J. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan
lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa
yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan
oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2012)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes
melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2014)
K. DIAGNOSA BANDING
Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia
(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah.
(Nursalam, 2015).
a. Diagnosis Medis: dugaan (suspect) thalassemia
b. Masalah yang sering dialami adalah (Broyles,1997) dalam buku (Nursalam, Asuhan
keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan Bidan), 2015 : 143)
N. PEMERIKSAAN FISIK
Data keadaan fisik anak thalasemia, yaitu :
a. Keadaan umum lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa
pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung
dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatosplenomegali)
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai
dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna
kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat
besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
j. Krisis Vaso-Occlusive
a. Sakit yang dirasakan
b. Gejala yang berkaitan dengan ischemia dan daerah yang berhubungan.
Ekstremitas : kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang
menjalar.
Abdomen : sakit yang sangat sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan
Cerebrum : stroke, gangguan penglihatan.
Pinggang : gejalanya seperti pada penyakit paru-paru basah.
Liver : obstruksi jaundise, koma hepatikum.
Ginjal : hematuria.
c. Efek dari krisis vaso-occclusive kronis adalah :
Hati : cardiomegali, murmur sistolik
Paru-paru : gangguan fungsi paru-paru, mudah terinfeksi.
Ginjal : ketidakmampuan memecah senyawa urin, gagal ginjal.
Genital : terasa sakit, tegang.
Liver : hepatomegali, sirosis.
Mata : ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan,
kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat menyebabkan
kebutaan.
Ekstremitas : perubahan tulang-tulang terutama bisa membuat bungkuk,
mudah terjangkit virus salmonela osteomyelitis.
O. ANALISA DATA
No Data Etiologi Problem
1 DS : Kien lemah Keturunan kurangnya HbA dan erithropoesis tidak Ketidakefektifan perfusi
seimbangnya alfa dan beta asam amino jaringan
DO :
Produksi rantai globin berkurang/tidak ada
Terjadi palpitasi
Kulit pucat
Mutasi DNA
Membran mukosa kering
Keluaran urine tidak adekuat Produksi rantai alfa dan beta berkurang
Terjadi mual/muntah dan distensil
abdomen Kelainan pada eritrosit
Terjadi perubahan tekanan darah
Orientasi klien tidak baik. Peningkatan O2 berkurang
Hb deficit
Ketidakseimbangan polipeptida
Eritrosit tidak stabil
Hemolisis
Suplai O2 berkurang
2 DS : Klien tidak nafsu makan Keturunan kurangnya HbA dan erithropoesis tidak Ketidakseimbangan nutrisi
seimbangnya alfa dan beta asam amino kurang dari kebutuhan
DO : tubuh
Produksi rantai globin berkurang/tidak ada
Menunjukkan penurunan berat badan/
BB tidak stabil.
Mutasi DNA
Terjadinya malnutrisi.
Peningkatan O2 berkurang
Kompensator pada rantai a
Hb deficit
Ketidakseimbangan polipeptida
Hemolisis
Suplai O2 berkurang
Kelelahan
Anoreksia
Peningkatan O2 berkurang
Hb deficit
Ketidakseimbangan polipeptida
Eritrosit tidak stabil
Hemolisis
Anemia berat
Resiko infeksi
4 DS : Klien terlihat lemah Keturunan kurangnya HbA dan erithropoesis tidak Intoleransi aktivitas
seimbangnya alfa dan beta asam amino
DO :
Produksi rantai globin berkurang/tidak ada
Menunjukkan peningkatan tanda
fisiologis intoleransi, misalnya nadi,
Mutasi DNA
pernapasan dan Tb mengalami
peningkatan.
Hb deficit
Ketidakseimbangan polipeptida
Hemolisis
Suplai O2 berkurang
Kelelahan
Intoleransi aktivitas
P. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d. penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna
makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
3. Resiko infeksi b.d. pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
4. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
Q. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa
No Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Ketidakefektifan NOC : NIC :
perfusi jaringan Circulation status Peripheral Sensation Management
berhubungan Tissue perfusion : perifer - Kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa,
dengan penurunan Kriteria hasil : dasar kuku
komponen seluler - Keluarga/pasien mengetahui penyebab perubahan - Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang,
yang diperlukan perfusi jaringan agitasi, gangguan memori, bingung
untuk pengiriman - Klien menunjukkan perfusi yang adekuat seperti: - Tinggikan posisi kepala (pada pasien hipotensi)
oksigen ke sel. pengisian kapiler baik, haluaran urin adekuat, - Awasi tanda vital
membrane mukosa merah muda, akral hangat - Periksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna
- Tidak ada nyeri ekstremitas kulit/membrane mukosa, dan suhu membrane mukosa.
- Hb normal 12 – 16 gr% - Pantau status cairan meliputi asupan dan haluaran.
- TTV dalam batas normal - Rendahkan ekstremitas untuk meningkatkan sirkulasi
arteri dengan tepat
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan
yang adekuat
- Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan
laboraturium.
- Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah
sesuai indikasi
2 Ketidakseimbangan NOC : Nutritional Status : Food and Fluid Intake NIC :
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 Nutrition Management
kebutuhan tubuh jam diharapkan nutrisi terpenuhi secara adekuat. - Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
b.d. kegagalan Kriteria hasil : yang dibutuhkan
untuk mencerna 1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan - Kaji adanya alergi makanan
atau tujuan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
ketidakmampuan 2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
mencerna 3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
makanan/absorbsi 4) Tidak ada tanda – tanda malnutrisi - Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
nutrien yang 5) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti vitamin C
diperlukan untuk - Yakinkan diet yang di makan mengandung tinggi
pembentukan sel serat untuk mencegah konstipasi
darah merah - Berikan makanan yang terpilih ( sudah
normal. dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Nutrition Monitoring
- Monitor berat badan pasien
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak pada
selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kadar albumin, total protein, hemoglobin
dan kadar hematokrit
- Monitor makanan kesukaan pasien
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor jaringan konjuntiva mata : kering, pucat,
dan kemerahan
- Monitor kalori dan intake nutrisi
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral
- Catat jika lidah berwarna magenta dan scarlet
3 Resiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan Immune status Infection control
dengan pertahanan Knowledge : Infection control - Ganti letak IV line sesuai petunjuk
sekunder tidak Risk control - Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan
adekuat, penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam infeksi kandung kemih
Hb, leukopenia diharapkan tidak terjadi infeksi - Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
atau penurunan Kriteria hasil : keperawatan
granulosit. 1) Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi - Tingkatkan intake nutrisi
2) Mendiskripsikan proses penularan penyangkit, faktor - Berikan antibiotik bila perlu
yang memengaruhi penularan serta Infection protection
penatalaksanaannya - Monitor tanda infeksi sistemik dan lokal
3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah - Monitor nilai leukosit
timbulnya infeksi - Pertahankan teknik aseptik
4) Jumlah leukosit dalam batas normal - Inspeksi kulit, dan membran mukosa terhadap
5) Menunjukkan perilaku hidup sehat kemerahan, panas, drainase
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Dorong masukan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Inspeksi kondisi luka
- Laporkan kultur positif
4 Intoleransi aktivitas NOC :
NIC :
berhubungan Energy conservation
dengan Self Care : ADLs
Energy management :
ketidakseimbangan Kriteria hasil : - Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
antara suplai - Berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai - Monitor nutrisi dan sumber energi
oksigen dengan peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan - Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktifitas
kebutuhan oksigen - Mampu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLs) secara - Monitor pola tidur dan lamanya tidur atau istirahat
mandiri - Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan
terhadap keterbatasan
Activity therapy
- Monitor respon fisik, sosial, emosi dan spiritual
- Bantu pasien mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
- Bantu pasien mengidentifikasi aktifitas yang mampu
dilakukan
- Bantu pasien memilih aktifitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
R. DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Joanne McCloskey, dkk. 2015. Nursing Intervention Classification Fourth
Edition. Mosby
Editors, Moorhead, Sue, dkk. 2015. Nursing Outcomes Classification Fourth Edition.
Mosby
Herdman, T.H& Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing
Diagnose:Definition& Classification, 2015 – 2017. 10nd ed. Oxford: Wiley Blackwell
Nursalam. 2015. Asuhan Keperawatan bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing
Care. St. Louis : Mosby Company, 2012
Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius,
2010
Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Alih Bahasa R.F. Maulany.
Jakarta : EGC, 2012.
Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta, 2011.
Wong, Donna L, Christina Algiere Kasparisin, Caryn Stoer mer Hess. Clinical Manual
Pediatric Nursing. Fourth edition. St. Louis : Mosby Year Book, 2010.
Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing
Care.
St. Louis : Mosby Company, 2012.
S. LAMPIRAN JURNAL
Terlampir