Anda di halaman 1dari 25

]

BAB 1

Antibiotika

1.Definisi Antibiotika

Antibiotika dikenal sebagai agen antimikroba, adalah obat yang melawan


infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Pada tahun 1927, Alexander Fleming
menemukan antibiotika pertama yaitu penisilin. Setelah penggunaan antibiotika
pertama di tahun 1940-an, mereka mengubah perawatan medis dan secara
dramatis mengurangi penyakit dan kematian dari penyakit menular. Istilah
"antibiotik" awalnya dikenal sebagai senyawa alami yang dihasilkan oleh jamur
atau mikroorganisme lain yang membunuh bakteri penyebab penyakit pada
manusia atau hewan. Beberapa antibiotika merupakan senyawa sintetis (tidak
dihasilkan oleh mikroorganisme) yang juga dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri. Secara teknis, istilah "agen antibakteri" mengacu pada
kedua senyawa alami dan sintetis, akan tetapi banyak orang menggunakan kata
"antibiotika" untuk merujuk kepada keduanya. Meskipun antibiotika memiliki
banyak manfaat, tetapi penggunaannya telah berkontribusi tehadap terjadinya
resistensi. (Katzung, 2007).
Pemilih terapi antibiotika yang rasional harus mempertimbangkan
berbagai faktor, antara lain faktor pasien, bakteri dan antibiotika. Terapi empiris
diarahkan pada bakteri yang dikenal menyebabkan infeksi yang bersangkutan.
(Dipiro et al., 2005).

2. Penggolongan Antibiotika

a. Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan aktivitas, cara kerja maupun


struktur kimianya. Berdasarkan aktivitasnya, antibiotika dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu (Ganiswara, 199 Hein & Bieger, 2005):

1. Antibiotika kerja luas (broad spectrum), yaitu agen yang dapat menghambat
pertumbuhan dan mematikan bakteri gram positif maupun bakteri gram
negatif. Siti Fauziyah, FMIPA UI, 2010
2. Antibiotika kerja sempit (narrow spectrum) adalah golongan ini hanya aktif
terhadap beberapa bakteri saja. Yang termasuk golongan ini adalah penisilina,
streptomisin, neomisin, basitrasi.

b. Penggolongan antibiotika berdasarkan cara kerjanya pada bakteri adalah


sebagai berikut (Ganiswara, 1995; Lüllmann, Mohr, Hein & Bieger, 2005):
1. Antibiotika yang bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri,
misalnya penisilin, sefalosporin, carbapenem, basitrasin, vankomisin,
sikloserin.
2. Antibiotika yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba, yang termasuk
kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien serta berbagai antibakteri
kemoterapetik.
3. Antibiotika yang bekerja dengan menghambat sintesa protein, yang termasuk
golongan ini adalah kloramfenikol, eritromisin, linkomisin, tetrasiklin dan
antibiotika golongan aminoglikosida.
5. Antibiotika yang bekerja melalui penghambatan sintesis asam nukleat bakteri,
yang termasuk golongan ini adalah asam nalidiksat, rifampisin, sulfonamid,
trimetoprim.
6. Antibiotika yang menghambat metabolisme sel mikroba, yang termasuk dalam
kelompok ini adalah sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS)
dan sulfon.

c. Penggolongan antibiotika berdasarkan gugus kimianya sebagai berikut


(Katzung, 2007).

1.Golongan Aminoglikosida
Diantaranya amikasin, dibekasin, gentamicin, kanamicin, neomycin, netilmicin,
paromomicin, sisomicin, streptromisin, tobramisin.
2.Golongan Beta-Laktam
Diantaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem sefaleksin, sefazolin,
sefuroksim, meropenem).
Golongan sefalosporin (sefadroksil, seftazidin).golongan beta-laktam monosiklik,
dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin).
3.Golongan glikopeptida
Diantaranya vankomisin, teikoplamin, ramoplanin,dan dekaplanin.
4.Golongan polipeptida
Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin,
roksitromisin). Golongan ketolida(telitromisin), golongan tertrasiklin (doksisiklin,
oksitetrasiklin, klortetrasiklin).
5.Golongan polimiksin
Diantaranya polimiksin dan kolistin.
6.Golongan kinolon(fluorokinolon)
Dintaranya asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin,levofloksasin,
dan trovafloksasin.
7.Golongan streptogramin
Diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, kinupristindalfopristin.
8.Golongan Oksazolidinon
Diantaranya linezolid dan AZD2563
9.Golongan sulfonamide
Diantaranya kotrimiksazol dan trimetropim.
10.Antibiotik lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin, dan asam
fusidat
.
2.jenis Antibiotik
Antibiotik memiliki berbagai macam jenis. Berikut beberapa jenis antibiotik:
a. Penicillin
Penicillin pertama kali ditemukan oleh Alexander fleming, senyawa ini dihaasilkan
dari pembenihan spesies penicillium notatum.sifat dari penicillin adalah
kepekaanya dalam menghancurkan cincin beta-laktam yang dihancurkan dengan
senyawa beta-laktamase. Setelah dikembangkan penicillin menjadi lebih stabil
dan aktif terhadap bakteri gram positif maupun negatif. Penicillin yang sudah
dikembangkan memiliki senyawa lain pada gugus R.

b.Chepalosporin
Dihasilkan oleh jamur Chephalosporin. Senyawa ini mirip seperti penicillin.
Akan tetapi, senyawa ini lebih resisten terhadap beta-laktamase dan cenderung
lebih aktif terhadap bakteri gram positif dibandingkan baktei gram negatif.
Struktur kimia ini mirip dengan penicillin, yaitu adanya cincin beta-laktam tetapi
dilekati cincin dihydrithiazide dan terdapat gugusan R1 dan R2 yang
memungkinkan untuk dibuat turunan cephalosporin dengan aktivitas yang lebih
tinggi dan toksisitas yang lebih rendah.
c. Vancomycin
Vancomycin dihasilkan oleh streptomyces. Senyawa ini lebih aktif terhadap
bakteri gram positif khususnya staphylococcus. Vancomycin terdiri dari suatu
glicopeptida. Vancomycin bisa larut di air dan stabil. Mekanisme antibiotic jnj
adalah menghambat sintesis peptidoglican.

d. Bacitracin
Basitrasin merupakan campuran koleptisida sikli kyang di hasilkan dari
tracybacillus suptilis aktif terhadap bakteri gram positif karena aktifitas toksiknya,
antibiotic ini jarang di gunakan.

e. Tertracyclin
Tetrasyclin yang pertama kali di temukan adalah chlortetrasycline yang diisolasi
dari streptomycecs aureofaciens.tetrasyclin adalah antibiotic berspektrum luas.
Semua antibiotik ini memiliki struktur kimia yang sama. Antibiotik ini tersedia
sebagai hidroklorida yang larut. Larutan tersebut bersifat asam dan mudah
berikatan dengan ion –ion logam.
e .Aminoglyciside
Aminoglyciside berguna untuk menghambat sintesis protein. Antibiotik ini
memiliki kelemahan dalam berbagai macam resistensi.Aktif terhadap gram
negatif. Aminoglycoside memiliki inti hikosa disamping streptidin. Dimana gula
amino terikat dengan glikosida. Aminoglucoside larut di air, stabil dalam larutan
dan lebih aktif dalam keadaan ph alkali.

f. Cloramphenicol
Cloramphenicol adalah larut dalam alkohol dan sukar larut dalam air. Namun,
Cloramphenicol suksinat sangat larut didalam air.
Antibiotik ini memiliki efek kuat dalam menghambat sintesis protein.
Bersifat bakteriostatik terhadap kebanyakan bakteri, akan tetapi tidak efektif
untuk klamida.
.
g. Clindamycin/lincomycin
Clindamycin merupakan turunan dari Lincomycin. Kedua antibiotik ini
mempunyai aktivitas yang menyerupai erythromycin. Akan tetapi clindamycin
lebih kuat dalam
spectrum yang kecil dan biasanya digunakan untuk antiseptic saluran kemih.
mengatasi infeksi yang disebabkan bakteri kokus gram positif, kecuali beberapa
bakteri yang resisten terhadap Clindamycin.

h. Quinolone
Quinolone merupakan turunan dari nalidixic acis. Dahulu, Quinolone mempunyai
spectrum yang kecil dan biasanya digunakan untuk antiseptic saluran kemih.

i. Metronidazole
Metronidazole sering digunakan sebagai antibiotik untuk pengobatan infeksi
amubiasis. Metronidazole memiliki efek antibakteri terhadap banyak bakteri
anaerop. Untuk pengobatan infeksi anaerop, metronidazole sering digunakan
untuk menurunkan infeksi pada saat operasi

j. Rifamycin
Rifampycin digunakan untuk beberapa bakteri kokus gram positif maupun negatif.
Akan, tetapi banyak laporan mengenai cepatnya resistensi bakteri terhadap
pengobatan tunggal rifampycin. Sehingga rifampycin tidak boleh diberikan
sendiri tanpa resep dokter.

k. Polimycin
Antibiotik ini memiliki efek nefrotosik yang hebat sehingga banyak
ditinggalkan .Bakteri ini juga bekerja secara bakterisidal, sehingga harus diberikan
secara parenteral.

l. Sulfonamide
Sulfonamide bekerja dengan mengubah suldanomide dengan menggunakan
enzim d
ihidrofolat sintase menjadi asam folat yang tidak berfungsi.
m. Thrimethropin
Thrimethropin bekerja dengan cara penghambatan kerja enzim asam dihidrofolat
reduktase yang bertugas mengubah asam tetrahidrofolat.

n. Co-trimoxazole
Merupakan gabungan dari sukfonamide dengan thrimethropin.
Perbandingan pencapuran antara sulfonamide dengan thrimethropin adalah lima
banding satu.

BAB 2

Analgetik

a.Analgetik

Analgetik adalah obat atau senyawa yang digunakan untuk mengurangi


rasa sakit atau nyeri. Secara umum analgetik dibagi dalam dua golongan, yakni
analgetik non-narkotik (misalnya: parasetamol,asetosal) dan analgetik narkotika
(misalnya:morfin). Analgetik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa
nyeri.Rasa nyeri ini diakibatkan oleh terlepasnya mediator nyeri seperti:\
bradikinin, prostaglandin, dll dari jaringan yang rusak kemudian merangsang
reseptor nyeri di ujung saraf perifer ataupun di tempat lain.
Penggunaan analgetika yang berlebihan, terutama ketika dipakai dalam
periode waktu yang lama, bisa menyebabkan masalah kesehatan seperti penyakit
ginjal dan hati (Wilmana, 1995).

b.Analgetik narkotik

Senyawa-senyawa golongan ini memiliki daya analgetik yang kuat


sekali dengan titik kerja di susunan saraf pusat. Analgetik jenis ini umumnya
mengurangi kesadaran (sifat yang meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan
perasaan nyaman (euforia), mengakibatkan toleransi dan habituasi,
ketergantungan fisik dan psikis dengan gejala-gejala abstinensi bilapenggunaan
dihentikan (Tjay dan Rahardja, 2002).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, analgetika narkotik dapat
digolongkan menjadi tiga macam yaitu (Tjay 6dan Rahardja, 2002):
1) Agonis opiat, dapat menghilangkan rasa nyeri dengan cara mengikat reseptor
opioid pada sistem saraf. Contoh: morfin, kodein, heroin, metadon, petidin, dan
tramadol.
2) Antagonis opiat, bekerja dengan menduduki salah satu reseptor opioid pada
sistem saraf. Contoh: nalokson, nalorfin, pentazosin, buprenorfin dan nalbufin.
3) Kombinasi, berkerja dengan mengikat reseptor opioid, tetapi tidak
mengaktivasi kerjanya dengan sempurna.
Analgetik narkotik bekerja di SSP, memiliki daya penghalang nyeri yang
hebat sekali. Dalam dosis besar dapat bersifat depresan umum (mengurangi
kesadaran), mempunyai efek samping menimbulkan rasa nyaman (euforia).
Hampir semua perasaan tidak nyaman dapat dihilangkan oleh analgesic narkotik
kecuali sensasi kulit.

c.Analgetik Non-narkotik
Obat-obat ini sering disebut golongan obat analgetika-antipiretik atau Non
Steroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAID) (Siswandono dan Soekardjo, 1995).
Dan juga dinamakan analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi susunan saraf
pusat, tidak menurunkankesadaran, ataupun mengakibatkan ketagihan. Semua
analgetika perifer memiliki sifat antipiretik yaitu penurunan panas pada kondisi
demam. Sebagian besar efek samping dan efek terapinya berdasarkan atas
mekanisme penghambatan biosintesis prostaglandin. Mekanisme kerjanya sebagai
analgetik yaitu dengan jalan menghambat secara langsung dan selektif
enzimenzim yang mengkatalisis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase
sehingga mampu mecegah stimulasi reseptor nyeri.
Obat-obat golongan analgetika ini dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :
1).Golongan salisilat : natrium salisilat, asetosal, salisilamid, dan
benorilat.
2).Turunan p-aminofenol : fenasetin dan parasetamol.
3).Turunan pirazolon : antipirin, aminofenol, dipiron, dan asam difluminat
4).Turunan antranilat : glafenin, asam mefenamat, dan asam difluminat
(Tjay dan Rahardja, 2002).
Macam-maacam obat analgetik non narkotik antara lain:
1. Ibu profen
2. Asam mefenamat
3. Antalgin
4. Diklofenac
5. Endometasin
6. Piroksikam
7. Paracetamol

BAB 3

OBAT SISTEM SARAF PUSAT

A. DEFINISI SISTEM SARAF PUSAT


Susunan saraf pusat berkaitan dengan sistem saraf manusia yang
merupakan suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling
berhubungan satu dengan yang lain. Fungsi sistem saraf antara lain :
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan
lingkungan sekitarnya.
Stimulan sistem saraf pusat (SSP) adalah obat yang dapat merangsang
serebrum medula dan sumsum tulang belakang. Stimulasi daerah korteks otak-
depan oleh se-nyawa stimulan SSP akan meningkatkan kewaspadaan,
pengurangan kelelahan pikiran dan semangat bertambah. Contoh senyawa
stimulan SSP yaitu kafein dan amfetamin
Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat atau sentral dan
sistem saraf tepi (SST). Pada sistem syaraf pusat, rangsang seperti sakit, panas,
rasa, cahaya, dan suara mula-mula diterima oleh reseptor, kemudian dilanjutkan
ke otak dan sumsum tulang belakang. Rasa sakit disebabkan oleh perangsangan
rasa sakit diotak besar. Sedangkan analgetik narkotik menekan reaksi emosional
yang ditimbulkan rasa sakit tersebut. Sistem syaraf pusat dapat ditekan seluruhnya
oleh penekan saraf pusat yang tidak spesifik, misalnya sedatif hipnotik. Obat yang
dapat merangsang SSP disebut analeptika.
Obat–obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat berdasarkan efek
farmakodinamiknya dibagi atas dua golongan besar yaitu :
• merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung
merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta syarafnya.
•menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak lansung
memblokir proses proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang
dan saraf- sarafnya.
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang
sangat luas (merangsang atau menghambat secara spesifik atau secara umum).
Kelompok obat memperlihatkan selektifitas yang jelas misalnya analgesik
antipiretik khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu pusat nyeri tanpa pengaruh
jelas.

B. KLASIFIKASI SISTEM SARAF PUSAT


Obat yang bekerja terhadap SSP dapat dibagi dalam beberapa golongan
besar, yaitu:
1. Psikofarmaka (psikotropika), yang meliputi Psikoleptika (menekan atau
menghambat fungsi-fungsi tertentu dari SSP seperti hipnotika, sedativa dan
tranquillizers, dan antipsikotika); Psiko-analeptika (menstimulasi seluruh SSP,
yakni antidepresiva dan psikostimulansia (wekamin)).
2. Untuk gangguan neurologis, seperti antiepileptika, MS (multiple sclerosis), dan
penyakit Parkinson.
3. Jenis yang memblokir perasaan sakit: analgetika, anestetika umum, dan lokal.
4. Jenis obat vertigo dan obat migrain (Tjay, 2002).
Umumnya semua obat yang bekerja pada SSP menimbulkan efeknya dengan
mengubah sejumlah tahapan dalam hantaran kimia sinap (tergantung kerja
transmitter)

ObatPerangsang Sistem Saraf Pusat antara lain :


1.Amfetamin
2.Metilfeidat
3. Kafein
4. Niketamid
5. Doksapram

C. KLASIFIKASI OBAT –OBAT  SISTEM SARAF PUSAT


1. Obat Anestetik :
Obat anestetik adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam
bermacam-macam tindakan operasi.

2.Obat Hipnotik dan Sedatif


Hipnotik atau obat tidur berasal dari kata hynops yang berarti tidur, adalah
obat yang diberikan malam hari dalam dosis terapi dapat mempertinggi keinginan
tubuh normal untuk tidur, mempermudah atu menyebabkan tidur.Sedangkan
sedative adalah obat obat yang menimbulkan depresi ringan pada SSP tanpa
menyebabkan tidur, dengan efek menenangkan dan mencegah kejang-kejang.
Yang termasuk golongan obat sedative-hipnotik adalah: Ethanol
(alcohol),Barbiturate,fenobarbital,Benzodiazepam, methaqualon.

Penggolongan
Secara kimiawi, obat-obat hipnotik digolongkan sebagai berikut :
1. Golongan barbiturate,seperti fenobarbital, butobarbital, siklobarbital,
heksobarbital,dll.
2. Golongan benzodiazepine, seperti flurazepam, nitrazepam, flunitrazepam dan
triazolam.
3.Golongan alcohol dan aldehida, seperti klralhidrat dan turunannya serta
paraldehida.
4.Golongan bromide, seperti garam bromide ( kalium, natrium, dan ammonium )
dan turunan ure seperti karbromal dan bromisoval.
5. Golongan lain, seperti senyawa piperindindion (glutetimida ) dan metaqualon.Q

3.Obat Psikofarmaka / Psikotropik


Obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat
(SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, dan
digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik.
Psikofarmaka dibagi dalam 3 kelompok :
1.Anti psikotika, yaitu dapat meredakan emosi dan agresi, mengurangi atau
menghilangkan halusinasi, mengembalikan kelakuan abnormal dan schizophrenia.
2.Sedative yaitu menghilangkan rasa bimbang, takut dan gelisah, contoh
tioridazina.
3.Anti emetika, yaitu merintangi neorotransmiter ke pusat muntah, contoh
proklorperezin.
4.Analgetika yaitu menekan ambang rasa nyeri, contoh haloperidinol.

4. Obat Antikonvulsan
Obat mencegah & mengobati bangkitan epilepsi.
Contoh : Diazepam, Fenitoin,Fenobarbital, Karbamazepin, Klonazepam.

5. Obat Pelemas otot / muscle relaxant


obat yg mempengaruhi tonus otot

6. Obat Analgetik atau obat penghalang nyeri


Obat atau  zat-zat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Sedangkan bila menurunkan panas disebut
Antipiretika.

7. Antipiretik
Adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh.

8. Obat Antimigrain
Obat yang mengobati penyakit berciri serangan-serangan berkala dari nyeri hebat
pada satu sisi.

9. Obat Anti Reumatik


Obat yang digunakan untuk mengobati atau menghilangkan rasa nyeri pada
sendi/otot, disebut juga anti encok. Efek samping berupa gangguan lambung usus,
perdarahan tersembunyi (okult ), pusing, tremor dan lain-lain. Obat generiknya
Indomestasin, fenilbutazon, dan piroksikam.

10.Obat Anti Depresan


Obat yang dapat memperbaiki suasana jiwa dapat menghilangkan atau
meringankan gejala-gejala keadaan murung yang tidak disebabkan oleh kesulitan
sosial, ekonomi dan obat-obatan serta penyakit.

11. Neuroleptika
Obat yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis (jiwa) tertentu tanpa menekan
fungsi-fungsi umum seperti berfikir dan berkelakuan normal.Obat ini digunakan
pada gangguan (infusiensi) cerebral seperti mudah lupa, kurang konsentrasi dan
vertigo.Gejalanya dapat berupa kelemahan ingatan jangka pendek dan
konsentrasi, vertigo, kuping berdengung, jari-jari dingin, dan depresi.

12.Obat Antiepileptika
Obat yang dapat menghentikan penyakit ayan, yaitu suatu penyakit gangguan
syaraf yang ditimbul secara tiba-tiba dan berkala, adakalanya disertai perubahan-
perubahan kesadaran.
Penyebab antiepileptika : pelepasan muatan listrik yang cepat, mendadak dan
berlebihan pada neuron-neuron tertentu dalam otak yang diakibatkan oleh luka di
otak( abses, tumor, anteriosklerosis ), keracunan timah hitam dan pengaruh obat-
obat tertentu yang dapat memprovokasi serangan epilepsi.

Penggolongan
1.      Golongan hidantoin, adalah obat utama yang digunakan pada hamper semua
jenis epilepsi. Contoh fenitoin.
2.      Golongan barbiturat, sangat efektif sebagi anti konvulsi, paling sering
digunakan pada serangan grand mal. Contoh fenobarbital dan piramidon.
3.      Golongan karbamazepin, senyawa trisiklis ini berkhasiat antidepresif dan
anti konvulsif.
4.      Golongan benzodiazepine, memiliki khasiat relaksasi otot, hipnotika dan
antikonvulsiv yang termasuk golongan ini adalah desmetildiazepam yang
aktif,klorazepam, klobazepam.
5.      Golongan asam valproat, terutama efektif untuk terapi epilepsy umum tetapi
kurang efektif terhadap serangan psikomotor. Efek anti konvulsi asam valproat
didasarkan meningkatkan kadar asam gama amino butirat acid.

13.Obat Antiemetika
Obat untuk mencegah / menghentikan muntah akibat stimulasi pusat muntah yang
disebabkan oleh rangsangan lambung usus, melalui CTZ (Cheme Receptor
Trigger Zone) dan melalui kulit otak

14. Obat Parkinson (penyakit gemetaran )

Obat yang digunakan untuk mengobati penyakit Parkison yang ditandai dengan
gejala tremor, kaku otot,gangguan gaya berjalan, gannguan kognitif, persepsi, dan
daya ingat. Penyakit ini terjadi akibat proses degenerasi yang progresif dan sel-sel
otak  sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi neurotransmitter yaitu dopamin.

Penggolongan
Berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi :
1.      Obat anti muskarinik, seperti triheksifenidil/ benzheksol, digunakan pada
pasien dengan gejala ringan dimana tremor adalah gejala yang dopamin.
2.      Obat anti dopaminergik, seperti levodopa, bromokriptin. Untuk penyakit
Parkinson idiopatik, obat pilihan utama adalah levodopa.
3.      Obat anti dopamine antikolinergik, seperti amantadine.
4.      Obat untuk tremor essensial, seperti haloperidol, klorpromazine, primidon

D. INTERAKSI OBAT ANTI EPILEPSI

1. Fenitoin + Amiodaron
Kadar plasma fenitoin meningkat sehingga terjadi toksisitas bila dosis fenitoin
tidak dikurangi.Sebaliknya kadar plasma amiodaron menurun.
Mekanisme :

Amiodaron menghambat enzim yang terlibat dalam metabolisme fenitoin


sehingga terjadi peningkatan kadar plasma. Amiodaron juga terikat plasma
sehingga terjadi pergeseran ikatan dengan protein.

Fenitoin adalah penginduksi enzim  meningkatkan metabolisme  menurunkan


kadar amiodaron.

2. Fenitoin + Antikoagulan
 Kadar serum fenitoin ditingkatkan oleh dikoumarol dan warfarin.
 Fenitoin mengurangi efek antikoagulan dikoumarol tapi meningkatkan efek
warfarin.

Mekanisme :
 Mekanisme interaksi kompleks.
Dikoumarol menghambat metabolisme fenitoin di hati  mengurangi ekskresi.
Fenitoin meningkatkan metabolisme dikoumarol, mengurangi metabolisme
warfarin.
 Fenitoin juga mempunyai efek depresi pada hati yang menurunkan produksi
faktor pembekuan darah.
3. Fenitoin + Barbiturat
Perubahan kadar plasma fenitoin (meningkat atau menurun) dapat terjadi
bila digunakan fenobarbital, tapi kontrol kejang baisanya tidak terlalu
terpengaruh.
Intoksikasi fenitoin tampak setelah pemutusan fenobarbital.
Peningkatan kadar fenobarbital dapat terjadi bila ditambahkan fenitoin pada terapi
dengan fenobarbital.

Mekanisme :

Fenobarbital mempunyai 2 efek terhadap

metabolisme fenitoin :

1. Menginduksi enzim sehingga meningkatkan klirens fenitoin


2. Pada dosis tinggi dapat menghambat metabolisme melalui kompetisi
sistem enzim.Total efek yang terjadi tergantung keseimbangan antara
kedua mekanisme ini.
4. Fenitoin + H2 Bloker
 Kadar plasma fenitoin meningkat oleh simetidin.
 Toksisitas bisa terjadi kalau dosis fenitoin tidak diturunkan.

Mekanisme :

 Simetidin adalah inhibitor enzim yang poten  akumulasi kadar fenitoin 


mencapai MTC. Tapi famotidin, ranitidin dan nizatidin tidak.
 Simetidin juga menunda disolusi tablet fenitoin karena peningkatan pH lambung.

Manifestasi : aganulositosis & trombositopenia (karena depresi sumsum tulang).

5. Fenitoin + Kloramfenikol
 Kadar plasma fenitoin meningkat oleh kloramfenikol  Toksisitas bisa terjadi
kalau dosis fenitoin tidak diturunkan.

Mekanisme :

Kloramfenikol adalah inhibitor enzim yang poten  akumulasi kadar fenitoin


hingga 2x lipat lebih.

6. Anti Epilepsi + Benzodiazepin


 Klirens diazepam meningkat pada pemakaian bersama karbamazepin dan fenitoin.
 Efek hipnotik midazolam dikurangi oleh karbamazepin dan fenitoin sehingga
perlu dosis midazolam yang lebih besar.
Mekanisme : berbeda-beda. Sebagian besar karena induksi dan inhibisi enzim.

7. Benzodiazepin + Antifungi golongan Azol


 Flukonazol, itrakonazol & ketokonazol secara bermakna meningkatkan serum
midazolam & triazolam per oral dapat meningkatkan efek sedasi sehingga perlu
penyesuaian dosis.
 Ketokonazol tidak merubah efek klinik klordiazepoksida secara signifikan, tapi
meningkatkan efek alprazolam dan midazolam.
Mekanisme : inhibisi enzim metabolisme oleh golongan azol dapat meningkatkan
kadar plasma Benzodiazepin
Pemberian Benzodiazepin secara bolus iv dengan adanya itrakonazol atau
flukonazol tidak meningkatkan efek sedasi pada dosis normal.

8. Benzodiazepin + Penghambat kanal Ca


 Kadar serum dan efek midazolam dan triazolam meningkat oleh diltiazem atau
verapamil sehingga dosis BDZ perlu dikurangi hingga 50%
Mekanisme : diltiazem & verapamil menghambat enzim sitokrom sehingga
menghambat metabolisme dan meningkatkan kdar midazolam dan triazolam.

9. Benzodiazepin + Antibiotik (golongan Makrolida)


 Kadar serum dan efek midazolam & triazolam secara bermakna meningkat &
diperpanjang pada pemakaian bersama eritromisin. Begitu juga antara midazolam
– klaritromisin sehingga perlu penyesuaian dosis.
 Roxitromisin memberikan efek yang lemah terhadap midazolam & triazolam,
sedang eritromisin efeknya lemah terhadap diazepam, nitrazepam dan temazepam.
Azitromisin tidak berinteraksi dengan midazolam.
Mekanisme : antibiotik makrolida mengurangi metabolisme berbagai BDZ di hati
dan/atau dinding saluran cerna sehingga dapat menurunkan klirens &
meningkatkan kadar serum.

BAB 4
OBAT ANTIHISTAMIN

Sebelum mempelajari tentang obat-obat antihistamin, ada baiknya terlebih


dahulu kita membahas mengenai histamin. Histamin atau β-imidazoletilamin
merupakan senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, disintesis dari L-
histidin oleh enzim histidin dekarboksilase (lihat gambar 4.1). Enzim histidin
dekarboksilase merupakan suatu enzim yang banyak terdapat di sel-sel parietal
mukosa lambung, sel mast, basofil dan susunan saraf pusat. Histamin berperan
pada berbagai proses fisiologis penting seperti regulasi system kardiovaskular,
otot halus, kelenjar eksokrin, system imun dan fungsi system saraf pusat.
Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-protein
dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen-antibodi, bila ada rangsangan senyawa
alergen. Senyawa alergen dapat berupa spora, debu rumah, sinar ultra violet,
cuaca, racun, tripsin dan [ezim proteolitik lainnya, detergent, zat warna, obat,
makanan dan beberapa turunan amin.

A. FUNGSI DAN EFEK HISTAMIN


Histamin memegang peranan utama pada proses peradangan dan sistem daya
tahan
tubuh. Efek histamin bagi tubuh yakni :
 Kontraksi otot-otot polos bronkus, usus dan rahim;
 Vasodilatasi semua pembuluh sehingga menurunkan tekanan darah;
 Memperbesar permeabilitas kapiler, yang berakibat edema dan pengembangan
mukosa;
 Memperkuat sekresi kelenjar ludah, air mata dan asam lambung;
 Stimulasi ujung-ujung saraf sehingga menyebabkan eritema dan gatal-gatal.
Efek di atas pada umumnya merupakan fenomena alergi dan pada keadaan
tertentu kadang-kadang menyebabkan syok anafilaksis yang dapat berakibat fatal.
Syok anafilaksis terjadi karena histamin yang dilepaskan sedemikian banyak
sehingga menyebabkan terjadinya vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah),
sehingga terjadi penurunan tekanan darah yang drastis dan menyebabkan pingsan
(syok).

B. MEKANISME KERJA HISTAMIN


Histamin dapat menimbulkan efek bila beinteraksi dengan reseptor histaminrgik
yakni reseptor H1, H2, H3 dan H4. Interaksi histamin dengan reseptor H1
menyebabkan kontraksi otot polos usus dan bronki, meningkatkan permeabilitas
vascular dan meningkatkan sekresi mucus. Interaksi dengan reseptor H1 juga
menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga menyebabkan sembab, pruritik,
dermatitis dan urtikaria. Efek ini diblok oleh antagonis H1. Interaksi histamin
dengan reseptor H2 dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan kecepatan
kerja jantung. Peningkatan sekresi asam lambung dapat menyebabkan tukak
lambung. Efek ini diblok oleh antagonis-H2. Reseptor H3 adalah reseptor
histamin yang baru ditemukan pada tahun 1987 oleh Arrang dkk, yang terletak
pada ujung saraf jaringan otak dan jaringan perifer yang mengontrol sintesis dan
pelepasan histamin, mediator alergi lain dan peradangan. Efek ini diblok oleh
antagonis-H3. Reseptor H4 paling banyak ditemukan pada sel basofil dan sumsum
tulang. Reseptor ini juga ditemukan di kelenjar timus, usus halus, limfa dan usus
besar. Perannya hingga saat ini belum banyak diketahui. Reseptor ini tampaknya
terlibat dalam differensiasi sel hematopetic (myeloblast dan promyelocytes) dan
memodulasi fungsi system imun.

C. ANTIHISTAMIN
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja
histamine dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi
reseptor H1, H2 dan H3. Efek antihistamin bukanlah suatu reaksi antigen-antibodi
karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi.
Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin.
Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara kompetitif (bersaing)
interaksi histamin dengan reseptor histaminrgik. Berdasarkan hambatan pada
reseptor khas histaminrgik, antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok yakni:
1. Antagonis H1 terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat reaksi
alergi
2. Antagonis H2 digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada
pengobatan penderita tukak lambung
3. Antagonis H3 belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam proses
penelitian lebih lanjut. Untuk pembahasan selanjutnya dalam modul ini mengenai
hubungan struktur aktivitas hanya akan membahas mengenai antagonis H1 dan
antagonis H2.
1. Antagonis H1
Antagonis H1 sering disebut juga antihistamin klasik, adalah senyawa yang dalam
kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamin pada jaringan
yang mengandung reseptor H1. Digunakan untuk ; alergi, antiemetic, antimabuk,
antiparkinson, antibatuk, sedative, antipsikotik, dan anastesi setempat.

Hubungan struktur dan aktifitas antagonis H1


Ar = gugus aril, termasuk fenil, fenil tersubstitusi dan heteroaril
Ar’ = gugus aril kedua
R dan R’ = gugus alkil
X = O , turunan aminoalkil eter dengan efek sedasi yang besar
= N, turunan etilendiamin, senyawa lebih aktif dan lebih toksik
= CH, turunan alkilamin, senyawa kurang aktif dan kurang toksik.
a. Gugus aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob
dengan ikatan reseptor H1. Monosubstitusi gugus yang mempunyai efek induktif
(-), seperti Cl atau Br, pada posisi para gugus Ar atau Ar’ akan meningatkan
aktivitas, kemungkinan karena dapat memperkuat ikatan hidrofob dengan
reseptor. Disubstitusi pada posisi para akan menurunkan aktivitas. Substitusi pada
posisi orto atau meta juga menurunkan aktivitas.
b. Secara umum untuk mencapai aktivitas optimal, atom N pada ujung adalah
amin tersier yang pada pH fisiologis bermuatan positif sehingga dapat mengikat
reseptor H1 melalui ikatan ion.
c. Kuartenerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan senyawa
yang kurang efektif.
d. Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktifitas antihistamin optimal bila
jumlah atom C = 2 dan jarak antara pusat cincin aromatic dan N alifatik = 5 -6 A
e. Faktor sterik juga mempengaruhi aktifitas antagonis H1
f. Efek antihistamin akan maksimal jika kedua cincin aromatic pada struktur
difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama. Secara umum antagonis H1
digunakan dalam bentuk garam-garam HCl, sitrat, fumarat, fosfat, suksinat, tartrat
dan maleat untuk meningkatkan kelarutan dalam air. Berdasarkan struktur
kimianya antagonis H1 dibagi ke dalam enam kelompok yakni (1)
turunan eter aminoalkil, (2) turunan etilendiamin, (3) turunan alkilamin, (4)
turunan piperazin, (5) turunan fenotiazin, dan (6) turunan lain-lain. Adapula
antagonis H1 generasi kedua yang dikembangkan untuk mengurangi efek sedasi
dan efek kolinergik dan adrenergic yang tidak diinginkan dari antagonis H1
generasi pertama (anhistamin klasik).
1. Turunan eter amino alkil
Rumus : Ar(Ar-CH2) CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2
Hubungan struktur dan aktifitas
a. Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi pada cincin aromatic akan
meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
b. Pemasukan gugus CH3 pada posisi p-cincin aromatic juga dapat meningkatkan
aktivitas tetapi pemasukan pada posisi o- akan menghilangkan efek antagonis H1
dan akan meningkatkan aktifitas antikolinergik
c. Senyawa turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang
cukup bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol,
suatu senyawa pemblok kolinergik. Contoh senyawa turunan eter amino alkil :
1. Difenhidramin HCl, merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek
sedative dan antikolonergik
2. Dimenhidrinat, adalah garam yang terbentuk dari difenhidramin dan 8-
kloroteofilin.
3. Karbinoksamin maleat, mengandung satu atom C asimetrik yang mengikat 2
cincin aromatik.
4. Klemasetin fumarat, merupakan antagonis H1 kuat dengan masa kerja panjang.
5. Pipirinhidrinat digunakan terutama untuk pengobatan rhinitis, alergi
konjungtivitis dan demam karena alergi.
2. Turunan etilendiamin
Rumus umum ; Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2 Merupakan antagonis H1 dengan
keefektifan yang cukup tinggi, meskipun penekan system saraf dan iritasi
lambung cukup besar. Hubungan struktur antagonis H1 turunan etilen diamin
dijelaskan sebagai berikut :
a. Tripelnamain HCl, mempunyaiefek antihistamin sebanding dengan
difenhidramin dengan efek samping lebih rendah.
b. Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding
turuan etilendiamin lain.
c. Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping amiopropil
dalam system heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.
3. Turunan alkil amin
Rumus umum ; Ar (Ar’)CH-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antihistamin dengan indeks terapetik cukup baik dengan efek samping
dan toksisitasnya sangat rendah. Hubungan struktur antagonis H1 dengan turunan
alkil amin dijelaskan sebagai berikut :
a) Feniramin maleat, merupakan turunan alkil amin yang memunyai efek
antihistamin H1 terendah.
b) CTM, merupakan antihistamin H1 yang popular dan banyak digunakan dalam
sediaan kombinasi.
c) Dimetinden maleat, aktif dalam bentuk isomer levo.
4. Turunan piperazin
Turunan ini memunyai efek antihistamin sedang dengan awal kerja lambat dan
masa kerjanya relatif panjang. Rumus umum senyawa AH1 turunan piperazin).
Hubungan struktur antagonis H1 turunan piperazin dijelaskan sebagai berikut :
a) Homoklorsiklizin, mempunyai spectrum kerja luas, merupakan antagonis yang
kuat terhadap histamin serta dapat memblok kerja bradkinin dan SRS-a
b) Hidroksizin, dapat menekan aktivitas tertntu subkortikal system saraf pusat.
c) Oksatomid, merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai reaksi
alerhi, mekanismenya menekan pengeluaran mediator kimia dari sel mast,
sehingga dapat menghambat efeknya.

5. Turunan fenotiazin
Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai aktivitas
tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesik dan sedatif.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan fenontiazin dijelaskan sebagai berikut :
a. Prometazin, merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dengan masa
kerja panjang.
b. Metdilazin
c. Mekuitazin. Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan digunakan
untuk memperbaiki gejala alergi
d. Oksomemazin, mekanismenya sama seperti mekuitazin
e. Pizotifen hydrogen fumarat, sering digunakan sebagai perangsang nafsu makan.
6. Antagonis H1 (AH1) Generasi Kedua
AH1 generasi pertama (klasik) pada umumnya menimbulkan efek samping sedasi
dan mempunyai efek seperti senyawa kolinergik dan adrenergic yang tidak
diinginkan. Oleh karena itu dikembangkan AH1 generasi kedua. Contoh senyawa
AH1 generasi kedua adalah terfenadin, feksofenadin, astemizol, sefarantin,
loratidin, setirizin, akrivastin, taksifilin, dan sodium kromolin. Karakteristik dari
senyawa AH1 generasi kedua tersebut diuraikan sebagai berikut.
1. Terfenadin merupakan AH1 selektif yang relatif tidak menimbulkan efek sedasi
dan antikolinergik. Senyawa tidak berinteraksi dengan reseptor α dan β
adrenergik, karena tidak mampu menembus sawar darah otak. Terfenadin efektif
untuk pengobatan alergi rhinitis musiman, pruritik dan urtikaria kronik. Metabolit
utama terfenadin adalah feksofenadin (Allegra) yang juga merupakan AH1 yang
poten.
R = H : Terfenadin
R = OH : Feksofenadin

2. Akrivastin (Semprex) merupakan senyawa dengan lipofilisitas yang rendah


sehingga senyawa sulit menembus sawar darah otak, oleh karena itu tidak
menimbulkan efek samping sedasi. Akrivastin digunakan untuk alergi kulit yang
kronis.
3. Astemizol, merupakan AH1 selektif yang kuat dan relative tidak menimbulkan
efek penekan system saraf pusat (sedasi) karena tidak mampu menembus sawar
darah otak. Astemizol efektif untuk menekan gejala alergi rhinitis, alergi
konjungtivitis dan urtikaria kronik. Loratadin, memiliki masa kerja panjang
dengan efek sedasi dan efek antikolinergik yang rendah. Loratadin digunakan
untuk meringankan gelaja alergi rhinitis, urtikaria kronik dan lain-lain.
5. Setirizin merupakan turunan benzhidril piperazin yang mengandung gugus
etoksi karboksilat, mempunyai masa kerja yang panjang dengan aktivitas
antagonis perifer yang selektif. Efek sedasi dan efek antikolinergiknya rendah.
2. Antagonis H2
Adalah senyawa yang secara bersaing menghambat interaksi histamin dengan
reseptor H2 sehingga dapat menghambat asam lambung. Senyawa Antagonis H2
mempunyai struktur serupa dengan histamin yaitu mengandung cincin imidazol,
tetapi yang membedakan adalah panjang gugus rantai sampingnya. Sekresi asam
lambung dipengaruhi oleh histamin, gastrin, dan asetilkolin. Antagonis H2
menghambat secara langsung kerja histamin pada sekresi asam lambung dan
menghambat kerja potensial histamin pada sekresi asam yang dirangsang oleh
gastrin atau asetilkolin, sehingga histamine mempunyai efikasi intrinsik dan
efikasi potensial, sedang gastrin dan asetilkolin hanya mempunyai efikasi
potensial.
Hubungan struktur dan aktivitas
Rumus struktur Antihistamin AH2 ditampilkan pada Gambar 4.9. Struktur
senyawa Antihistamin AH2 sangat berpengaruh terhadap aktivitasnya. Perubahan
atau modifikasi struktur senyawa Antihistamin AH2 akan mengubah aktivitas
yang dihasilkan. Perubahan atau modifikasi struktur senyawa Antihistamin AH2
dapat dilakukan melalui modifikasi pada cincin, rantai samping, dan gugus N.
Berikut penjelasan tentang pengaruh modifikasi struktur senyawa Antihistamin
AH2 terhadap aktivitasnya. Gambar 4.9. Rumus Struktur Antihistamin AH2
a. Modifikasi pada cincin
Cincin imidazol dapat membentuk 2 tautomer yaitu ; ‘N-H dan “N-H. bentuk ‘N-
H lebih dominan dan diperlukan untuk aktivitas antagonis H2 dan mempunyai
aktifitas 5 kali lebih kuat daripada “N-H
b. Modifikasi pada rantai samping
Untuk aktivitas optimal cincin harus terpisah dari gugus N oleh 4 atom C atau
ekivalennya. Pemendekan rantai dapat menurunkan aktivitas antagonis H2,
sedangkan penambahan panjang pada metilen dapt meningkatkan antagonis H2.
Pengantian 1 gugus metilen pada rantai samping dengan isosteriktioeter maka
dapat meningkatkan aktivitas antagonis.
c. Modifikasi pada gugus N
Penggantian gugus amino rantai samping dengan gugus guanidine yang bersifat
basa kuat maka akan menghasilkan efek antagonis H2 lemah dan masih bersifat
parsial agonis. Penggantian gugus guanidine yang bermuatan positif dengan gugus
tiorurea yang tidak bermuatan atau tidak terionisasi pada pH tubuh dan bersifat
polar serta maih membentuk ikatan hydrogen maka akan menghilangkan efek
agonis dan memberikan efek antagonis H2 100 x lebih kuat dibanding “N-H.
Contoh senyawa Antihistamin AH2 yaitu Simetidin (Cimet), Ranitidin HCL
(Ranin, Rantin), Famotidin (Facid), Roksatidin Asetat HCl (Roxan). Proton pump
inhibitors : omeprazole.
Ringkasan
1. Histamin merupakan senyawa yang normal berada dalam tubuh, yang akan
dikeluarkan dari sel mast bila terjadi rangsangan senyawa alergen. Reaksi antara
histamin dan reseptornya akan menimbulkan gejala yang dikenal sebagai alergi.
Antihistamin merupakan senyawa yang dapat memblok reseptor histaminrgik
sehingga reaksi alergi dapat diminimalisir.
2. Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja
histamine dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi
reseptor H1, H2 dan H3. Efek antihistamin bukanlah suatu reaksi antigen-antibodi
karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi.
Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin.
Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara kompetitif (bersaing)
interaksi histamin dengan reseptor histaminrgik.
3. Berdasarkan hambatan pada reseptor khas histaminrgik, antihistamin dibagi
menjadi tiga kelompok yakni: Antagonis H1 terutama digunakan untuk
pengobatan gejala-gejala akibat reaksi alergi; Antagonis H2 digunakan untuk
mengurangi sekresi asam lambung pada pengobatan penderita tukak lambung;
Antagonis H3 belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam proses penelitian
lebih lanjutAnalgetika non narkotika dikelompokkan menjadi analgetika-
antipiretika dan antiradang non steroid.
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa dibidang kesehatan diikuti dengan
kemunculan obat-obatan Antibiotik, Analgetik (narkotik dan non
narkotik), SSP, dan obat antihistamin yang memiliki manfaat berbeda
dari masing-masing obat ini.
Pada antibiotik tidak hanya satu jenis saja. Beberapa senyawa
yang berbeda dan berlainan ternyata mempunyai kemampuan dalam
membunuh mikroba.
Pada analgetik adalah obat-obatan yang dapat mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran contohnya:
sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid, menghambat rasa nyeri
diSSP dan memberikan perasaan nyaman.
Pada sistem saraf pusat(SSP) merupakan salah satu sistem
koordinasi yang bertugas menyampaikn rangangan dari reseptor untuk
dideteksi dan direspon oleh tubuh.sistem saraf pusat terdiri dari jutaan
sel saraf(neuron).sistem saraf pusat dibagi menjadi dua, yaitu sistem
saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat terdiri atas otak
dan sumsum tulang belakang. Sistem saraf perifer terdiri dari sistem
saraf sadar dan sistem saraf tidak sadar.
Pada obat anti histamine, adalah obat yang digunakan untuk
mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan
tubuh terhadap allergen( penyebab alergi ). Reaksi ini menun jukkan
penglepasan histamine dalaam jumlah signifikan ditubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, S.G.,Setiabudy,R.,Suyatna,D.F.,Purwantyastuti,
Nafrialdi,2005,Farmakologi dan Terapi, Edisi IV,Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas IndoneSIA, Jakarta.

ISFI.2005.ISO Indonesia.PT Anem kosong.

Katzung, Bertram G.2012. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi


10.EGC,Jakarta.

Katzung, B.G,2002. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 8,


Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
Salemba Medika, Jakarta.

Tan, Hoan Tjai. Obat-obat Penting.


2007.Jakarta: PT Gramedia.

Wilmana, P.F.,1995, Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti


Inflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai, Farmakologi dan Terapi,
Gaya Baru, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai