Anda di halaman 1dari 107

1

1
VIDEOBASE: Video, Sosial, Historia
Forum Lenteng
© Forum Lenteng - Pusat Informasi Data Penelitian Pengembangan, 2009

Katalog Catalogue
Penulis Writers: Hafiz, Mahardika Yudha, Mirza Jaka Suryana, Andang Kelana,
Efix Mulyadi
Penyelaras Bahasa Proofreaders: Mirza Jaka Suryana
Rancangan & Tata Letak Design & Layout: CONTEXT Creative Media
Foto Sampul Cover Photo: Wachyu Ariestya Permana dan Syaiful Anwar

Pameran Exhibition
Koordinator Pameran Exhibition Coordinator: Andang Kelana
Artistik Artistic: Hafiz
Peneliti Researcher: Hafiz, Ugeng T. Moetidjo, Andang Kelana, Mahardika Yudha,
Otty Widasari, Bagasworo Aryaningtyas, Mirza Jaka Suryana
Pendanaan & Dukungan Finance & Sponsorship: Faita Novti Krishna, Sherly Triana
Hapsari
Publikasi Publication: Forum Lenteng
Perlengkapan Equipment: Syaiful Anwar, Bagasworo Aryaningtyas
Program: Maulana M. Pasha
Dokumentasi Documentation: M. Gunawan Wibisono

Diterbitkan oleh:
Pusat Informasi Data Penelitian Pengembangan Forum Lenteng
Published By:
Forum Lenteng Center of Information Data Research and Development
2
Program riset Videobase didukung Videobase research program support by:
The Ford Foundation

Cetakan pertama First Edition, Maret 2009


Forum Lenteng
Videobase
Jakarta: Pusat Informasi Data Penelitian dan Pengembangan Forum Lenteng, 2009
100 hal; 15 x 21 cm
ISBN: 978-979-19458-0-6

Dicetak oleh percetakan Gajah Hidup. Disalurkan oleh Forum Lenteng


Printed by Gajah Hidup printing. DIstributed by Forum Lenteng

Forum Lenteng
Jl. Raya Lenteng Agung No. 34 RT.007/RW.02, Jakarta 12610. Indonesia
T/F: +62 21 78840373 | e-mail: info@forumlentengjakarta.org
www.forumlentengjakarta.org
www.jurnalfootage.net | www.akumassa.wordpress.com
[...] Kehadiran video telah menimbulkan suatu 3
kekhawatiran dalam masyarakat kita. Khawatir akan
terjadinya polusi kebudayaan dan nilai-nilai moral
dan khawatir akan rusaknya struktur suatu bidang
komunikasi massa, yaitu film. [...]

Kata Pengantar, hal 1-2, oleh Asrul Sani (Dewan Harian Dewan
Film Nasional), Buku Seminar Pengelolaan Teknologi Video untuk
Pembangunan, Jakarta 7 – 10 Desember 1981.
DAFTAR ISI
Video: Cerita Dari Kampung 7 - 8
Sendiri
(pengantar Bentara Budaya
Jakarta)

Videobase: Melihat Sejarah 9 - 12


Kita Sendiri
(Kuratorial)

Memaknai Sejarah Indonesia 13 - 18


Melalui Riset Videobase

Ikhtisar Video Indonesia 21 - 42


(catatan riset videobase)

Video Teknologi dan 45 - 55


Dampaknya Pada Masyarakat
4
Sambutan Ketua Dewan Harian 57 - 63
Film Nasional Pada Pembukaan
Seminar Pengelolaan
Teknologi Video Untuk
Pembangunan,
7 Desember 1981

Teknologi Video dan 65 - 74


Dampaknya Dalam Masyarakat

PRESENTASI
Proyektor 1 79 - 81
Proyektor 2 82 - 85
Proyektor 3 86 - 89
Proyektor 4 90 - 93

Video akumassa 94

Anggota Forum Lenteng 96 - 98


5
6
PENGANTAR DARI BENTARA BUDAYA JAKARTA
Video: Video sudah merasuk jauh ke dalam hidup
keseharian kita. Tak sedikit rumahtangga
Cerita yang menggunakannya untuk merekam
perkembangan anak sejak bayi. Pernikahan,
dari ulang tahun, atau sekadar sunatan, terasa
Kampung kurang lengkap tanpa aksi kamera video.
Bahkan jasa rekam video untuk berbagai
Sendiri hajatan di pelosok dusun merupakan bisnis
setempat yang berkembang dengan bagus.
Beberapa artis kampung sukses menyatroni
kota-kota besar berkat rekaman video yang
menonjolkan aksi goyang mereka di pentas-
7
pentas tingkat RW.

Belakangan sejumlah anak muda termasuk


pelajar sekolah menengah menggunakan
peralatan rekam ini untuk mengungkap buah
pikiran atau pandangan mereka di dalam
film fiksi atau semi-dokumenter. Muncul
pula karya-karya berbasis video yang
sering digolongkan ke dalam seni media
baru. Sebagian yang lain memanfaatkannya
untuk menangkap berbagai peristiwa yang
terjadi di lingkungan terdekat. Salah satu
hasilnya disiarkan oleh stasiun televisi
di Jakarta dan menjadi pemberita pertama
bencana tsunami di Aceh dan Nias akhir
Desember 2004 lalu: sebuah peristiwa
dramatis, limpahan banjir bandang dahsyat
yang diambil oleh pengguna video amatir
dari lantai dua rumah keluarganya. Unsur
kebetulan memegang peran penting dalam
pengambilan gambar yang berminggu-minggu
menjadi ikon siaran televisi nasional itu,
namun keteguhan seorang warga untuk melakukannya merupakan
PENGANTAR DARI BENTARA BUDAYA JAKARTA

faktor penentu. Kita memang tengah menyaksikan tumbuhnya


“jurnalisme warga” yang memanfaatkan video, yang potensial
untuk menjadi tulang punggung siaran televisi komunitas
yang tumbuh subur di berbagai daerah. Video menjadi alat
ampuh untuk mengolah cerita dari kampung sendiri, bagi
penonton dari kampung sendiri, dan untuk perkembangan
kampung itu sendiri.

Perkembangan yang menarik ini, yang sungguh tertolong oleh


kemudahan akses ke teknologinya, terutama berkat harganya
yang semakin terjangkau, sulit dibayangkan bisa terjadi
pada masa-masa sebelumnya. Secara kasat mata terlihat
betapa sebagian warga telah mampu memanfaatkannya untuk
berbagai keperluan, dan tampak pula perannya di dalam
dinamika sebuah masyarakat. Riwayat panjang kehadiran
video di tengah masyarakat kita sangat khas. Ia merupakan
bagian dari kehidupan kontemporer kita, dan jelas pada
saat kita berdiri di sini, ia masih terus saja berlangsung
dan membentuk dirinya. Perilaku kita dalam menyikapi
peralatan teknologi audio visual ini, antara lain, yang
masih akan terus ikut merangkai alur sejarahnya.

8 Meski demikian, dibutuhkan penelitian yang bersungguh


dengan jangkauan yang luas namun rinci, yang akan sanggup
menyuguhkan fakta-fakta seberapa jauh video telah berperan
dalam perubahan sosial budaya masyarakat, memilah-
milahnya, mencari konteksnya, dan kemudian memberinya
makna. Itulah yang coba dipresentasikan oleh pameran
“Videobase” ini, sebuah upaya membaca riwayat panjang
kehadiran video di tengah masyarakat Indonesia. Penelitian
telah dilakukan tahun lalu oleh Forum Lenteng, sebuah
organisasi nirlaba yang berdiri tahun 2003 di Jakarta.

Upaya memetakan peran teknologi dan aspek penerimaannya di


tengah masyarakat seperti ini selalu penting, dan Bentara
Budaya Jakarta dengan gembira menyambut uluran tangan
Forum Lenteng untuk menampilkannya dalam sebuah pameran
untuk umum. Terimakasih kami ucapkan kepada saudara Hafiz
yang telah menuliskan kuratorialnya dalam buku pengantar
pameran ini.

Selamat menikmati pameran.

Efix Mulyadi
KURATORIAL
VIDEO Dalam sepuluh tahun terakhir, dunia media
audio visual di Indonesia berkembang dengan
9

BASE: pesat. Ruang kebebasan yang dicetuskan


sejak reformasi memberi arti yang tidak
Melihat sedikit bagi perubahan ini. Televisi swasta
Sejarah menjamur, yang sebelumnya didominasi oleh
televisi pemerintah—Televisi Republik
Kita Indonesia (TVRI) dan munculnya internet
yang menggunakan video-online streaming
seperti YouTube, Myspace, Facebook,
Google, kompas.com, detik.com, guebanget.
com dan lain-lain adalah fenomena terakhir
dari perkembangan media audio visual ini.
Kelompok-kelompok dan individu kreatif yang
memproduksi film pendek dan seni video
juga bermunculan. Hal ini didukung oleh
“mudahnya” mengakses teknologi media audio
visual yang semakin murah dan terjangkau
masyarakat luas.

Video! Kata ini sudah sangat tidak asing


bagi kita. Namun, apa itu video? Video
berasal dari kata videre yang artinya
“aku melihat”. Berbeda dengan film, video lahir dari
KURATORIAL

perkembangan teknologi media massa, yaitu; televisi. Jadi,


kaidah-kaidah yang melekat pada medium ini tidak pernah
lepas dari media massa. Pernahkah kita berpikir bagaimana
medium video ini berkembang di Indonesia?

Akhir-akhir ini kita lebih sering melihat perkembangan


medium video hanya sebagai sebuah perkembangan teknologi
dan dunia kreatif untuk seniman/sutradara (videoart/film)
saja. Padahal video bukan hanya sebagai medium kreatif/
seni saja, medium ini lahir sebagai teknologi media yang
telah membangun budaya baru dalam masyarakat. Kita lupa
bahwa sebenarnya video telah banyak mengubah perilaku
dan cara berpikir masyarakat. Terutama sejak munculnya
Televisi Republik Indonesia (TVRI) pada 1962. Sampai-
sampai, pada suatu waktu, video bahkan menjadi sebuah
kekhawatiran tersendiri bagi penguasa Orde Baru.

Pameran VIDEOBASE—Video-Sosial-Historia adalah sebuah


pameran bacaan tentang perkembangan video sebagai medium
yang menjadi bagian dari perkembangan fenomena sosial
di Indonesia. Forum Lenteng dalam satu tahun terakhir
melakukan riset tentang medium video di Indonesia.
10 Diawali dari berdirinya TVRI pada Agustus 1962. Kenapa
kami memulainya dari TVRI? Dari bacaan awal ternyata
yang membawa teknologi video ke indonesia adalah televisi
pemerintah ini. Atas perintah Presiden Sukarno pada tahun
1961, pemerintah memutuskan memasukan proyek media massa
televisi dalam proyek pembangunan persiapan Asian Games
IV.

Forum Lenteng membagi dua periode perkembangan video


di Indonesia. Pertama, Masa Analog, yaitu periode
perkembangan medium dari berdirinya TVRI hingga runtuhnya
kekuasaan Orde Baru. Masuknya medium video di Indonesia
tidaklah terlalu tertinggal dari negara maju (Eropa dan
Amerika Serikat) jika kita mengacu kepada munculnya
stasiun televisi pertama di negeri ini pada 1962. Jadi,
kehadiran ledakan televisi dan kuasa media ini di ranah
publik di Eropa dan Amerika Serikat sebenarnya tidaklah
berbeda dengan kita. Namun, kekuasaan media ini yang
memunculkan gerakan pop art, fluxus dan video art sebagai
kritik terhadap dominasi ini tidak terjadi di Indonesia.
Dominasi TVRI sebagai satu-satunya saluran televisi di
Indonesia selama 27 tahun (televisi swasta pertama di
Indonesia Rajawali Citra Televisi Indonesia/RCTI mengudara
pada 1989) telah menyeragamkan pikiran masyarakat tentang

KURATORIAL
media massa itu sendiri dan persepsi tunggal terhadap
kekuasaan yaitu pemerintahan Orde Baru.

Kehadiran peranti pemutar video pada 1974 secara bebas


telah “cukup” menggoyang persepsi tontonan di masyarakat
(lihat iklan produk pemutar video AKAI di koran Sinar
Harapan, 5 Januari 1974). Video mulai masuk ke rumah-
rumah kelas tertentu. Dominasi TVRI sebagai satu-
satunya tontonan dan hadirnnya “video” di rumah mulai
mengkhawatirkan pemerintah Orde Baru. Dalam berbagai
komentar di media massa, urusan video lebih banyak tentang
moral, norma sosial, video yang akan merusak dan lain-
lain. Video lebih banyak diperdebatkan dalam konteks
pelarangan dan ketakutan-ketakutan, sebelum ia digunakan
sebagai medium yang lebih produktif. Pemerintah dalam
hal ini Departemen Penerangan merasa perlu melakukan
tata laksana penggunaan video ini. Pada 7-10 Desember
1981, Dewan Film Nasional melakukan Seminar Pengelolaan
Teknologi Video untuk Pembangunan dengan rekomendasi
agar pemerintah membuat aturan pengelolaan video dan
distribusinya.

Kedua, Masa Digital, yaitu periode perkembangan teknologi 11


video di era digital. Persebaran teknologi digital
(video, komputer, internet, hardware dan software) yang
mulai meluas pada tahun 1996 ditandai dengan mudah dan
murahnya teknologi ini yang dapat diakses oleh masyarakat.
Masa Digital kami asumsikan sebagai masa demokrasi dan
perubahan dalam masyarakat dalam mengapresiasi teknologi
ini. Perubahan yang paling mendasar adalah runtuhnya rezim
Orde Baru pada 1998. Peran teknologi digital (internet,
video dan short message service/SMS) dalam gerakan-gerakan
pro-demokrasi tidaklah dapat diabaikan dalam peristiwa
gerakan Reformasi di Indonesia.

Pameran VIDEOBASE: Video-Sosial-Historia menampilkan


sketsa tentang perkembangan dua periode medium video di
Indonesia. Dalam hal ini ditampilkan bebagai kepingan
(footage) video dari berbagai sumber yang kami bagi
dalam beberapa bagian; publik (media massa), privat
(dokumentasi pribadi/keluarga) dan teknologi digital
(online video streaming dan video handphone). Video-video
ini kami temukan berdasar pencarian dari berbagai sumber.
Dipresentasikan juga beberapa wawancara dengan para pelaku
pembuat video di Indonesia. Mereka adalah orang-orang yang
menggunakan video pada awal mulai merebaknya penggunaan
KURATORIAL VIDEOBASE

video ini di wilayah privat (untuk kepentingan dokumentasi


keluarga dan sebagainya). Juga ada kutipan-kutipan teks
dari temuan dokumentasi media massa dan makalah Seminar
Pengelolaan Teknologi Video untuk Pembangunan oleh Dewan
Film Nasional, Desember 1981.

Forum Lenteng dalam pameran ini juga menampilkan karya-


karya video anggotanya sejak lima tahun berdiri pada
2003. Karya-karya ini sebagian besar belum pernah
dipresentasikan ke publik luas di Indonesia, namun telah
dipresentasikan dalam berbagai gelaran besar pameran seni
media dan festival film internasional. Kami membagi dalam
empat bagian dari puluhan karya-karya Forum Lenteng yaitu;
video tentang kota di dunia, video yang bersifat naratif,
video eksperimentasi bentuk dan editing, serta video
metaforik yang membangun citra visual imajinatif tentang
persoalan-persoalan sosial di Indonesia. Video-video ini
merupakan kumpulan dari berbagai program Forum Lenteng
(Massroom Project, Videopoem, Video Kontrakan Kita,
Program Cerpen Untuk Filem, VIDEOKOTA dan karya individu)
hingga sekarang, sebagai usaha dalam menelaah persoalan-
persoalan sosial budaya dengan menggunakan medium video.
12
Pada kesempatan pameran VIDEOBASE: Video-Sosial-Historia
ini, juga dipresentasikan video-video program AKUMASSA—
sebuah program video/media partisipatoris Forum Lenteng
yang berkerjasama dengan komunitas lokal di beberapa
daerah di Indonesia (www.akumassa.wordpress.com). Program
ini merupakan usaha persebaran medium video di komunitas
lokal dalam upaya untuk merekam sejarah kini dari
perspektif masyarakat sendiri.

Demikianlah, pameran ini berusaha merekam dan


mempresentasikan dengan sketsa-sketsa sederhana tentang
perkembangan medium video dalam masyarakat kita. Hal ini
merupakan sebuah usaha kami dalam merangkum, mendata
aspek-aspek sosial dan budaya—yang mencakup kesejarahan
dan kekinian di dalam kerangka kajian—yang sejalan dengan
perkembangan zaman. Semoga sketsa dari Pameran VIDEOBASE—
Video-Sosial-Historia ini dapat membawa kita untuk
melihat tentang perkembangan sejarah sosial, politik dan
kebudayaan kita.

Hafiz (Kurator/Pembuat Video)


Memaknai Pada sebuah halaman di harian Kompas,
Desember 1981, terpampang iklan mengenai
13
Sejarah kamera video. Cukup istimewa, sebab iklan
Indonesia itu ingin menunjukkan bagaimana teknologi
Melalui video telah menelusup ke ruang-ruang intim
dalam masyarakat. Lebih jauh, teks iklan
Riset tersebut menyebutkan: “Kini Anda sekeluarga
Video menjadi bintang film.” Teks ini seakan
mengungkapkan bahwa menjadi bintang film
adalah capaian prestasi tertinggi dalam
kehidupan personal, terutama bagi orang-
orang Indonesia.

Iklan ini mengklaim sebuah era baru


kehidupan, di mana setiap orang, setiap
keluarga, setiap bagian dari masyarakat
suatu negara, mampu mengabadikan setiap
momen, baik dianggap penting ataupun
biasa, dengan begitu mudahnya. Kecanggihan
teknologi sistem video portabel dalam
iklan tersebut, yang juga dilengkapi
dengan kaset video rekam warna, yang
menyediakan pemutaran balik instan, bahkan
diklaim memiliki keuntungan lebih besar dibanding film.
Suatu tantangan atas dominasi film, melalui teknologi
seluloidnya, yang juga merupakan tantangan terhadap
persepsi visual masyarakat waktu itu. Teknologi kamera
seluloid dianggap telah menjauhkan jarak antara individu
dengan gambaran yang dihasilkannya. Menjauhkan subjek
dengan objek. Gambaran dunia yang dihasilkannya pun
menjadi semacam penegas garis pisah antara orang-orang
berlimpah dengan orang-orang biasa. Sedang kamera video
mencoba untuk menghilangkan batas-batas tersebut.

Sebelumnya, di harian Sinar Harapan, 5 Januari 1974,


sebuah iklan kamera video dengan klaim sama terpampang.
Hanya saja, dalam iklan ini tak jelas apakah kamera
video itu memakai sistem warna atau tidak. Namun, satu
persepsi yang ingin dibangun: kamera video lebih praktis,
bermanfaat, menyenangkan dan murah. Begitu praktis
dan murahnya kamera video, membuat setiap orang mampu
memilikinya dengan tanpa halangan berarti.

Disadari atau tidak, video kini telah menjadi bagian


penting dalam proses pencatatan sejarah. Kenangan hari
ini untuk dimaknai kembali di hari esok. Representasinya
14 beragam di mata pengguna dan penikmat tayangannya. Eforia
publik terhadap kamera video menjadi kenyataan sehari-
hari masyarakat, tidak hanya yang tinggal di perkotaan,
melainkan juga yang tinggal di pedesaan.

Iklan Video dan Efek Representasi

Harian Sinar Harapan, 11 Juni 1971, menampilkan promosi


satu unit televisi merek SHARP jenis 23G-5S. Dalam iklan
tersebut terdapat teks yang cukup menonjol bertuliskan:
“6 SPEAKER EX JAPAN_lebih kontras lebih djelas_”. Jika
ditilik lebih jauh, iklan ini agak ketinggalan zaman,
sebab sebelumnya, pertengahan Maret 1971, Bina Graha
memamerkan produk televisi berwarna pertama. Merek
televisi berwarna itu Philips. Tentu ini berbanding
terbalik dengan iklan televisi SHARP yang masih berupa
hitam putih. Lalu, apa yang ingin ditonjolkan produk
ini? Dari teks iklan, kita dapat membaca bahwa yang
ingin ditonjolkan adalah kekuatan suara dan kejernihan
gambarnya. Garis bawah pada kata “EX”, seakan ingin
mengingatkan hubungan Indonesia dengan Jepang, yang sering
disebut sebagai ‘saudara tua’.

Pada iklan ini, belum ada representasi kenyataan yang


tergambar di layarnya. Teks “lebih kontras dan lebih
jelas” tidak sama dengan “lebih asli” atau “mendekati
kenyataan”. Sebab itulah, dalam iklan TV di media cetak
ini belum ada representasi produksi visual. Menyadari
ketidakmemadaian iklan media cetak, perusahaan swasta
mulai memandang pentingnya penggunaan medium iklan gambar
bergerak.

Pada tahun 1973, TVRI mulai menayangkan iklan video. Tiap


bulannya ada sekitar 3.000 macam produk primer (termasuk
juga barang-barang mewah) dipromosikan lewat TVRI. Iklan
peralatan rumahtangga dan obat-obatan mendominasi acara
siaran niaga I, yang ditayangkan pukul 18.30-19.00, dan
siaran niaga II, yang ditayangkan pukul 20.30-21.00.
Pendapatan iklan video di TVRI terbilang luar biasa.
Dalam tahun anggaran 1979/1980, pendapatan iklan TVRI
berjumlah Rp. 7,6 miliar. Pada tahun anggaran 1980/1981,
pendapatan iklan ditaksir mencapai Rp. 20 miliar. Namun,
kuatnya efek representasi visual bergerak iklan-iklan
TVRI waktu itu dinilai punya pengaruh psikologis pada
anak-anak. TVRI selalu kebanjiran iklan. Sebanyak 20% 15
waktu siaran komersial TVRI dihabiskan untuk menayangkan
produk konsumsi orang dewasa seperti rokok dan bir.
Banyak pihak memprotes tayangan iklan-iklan semacam ini.
Atas dasar protes tersebut, presiden Soeharto kemudian
mengambil keputusan menghapus iklan visual bergerak di
TVRI. Keputusan ini disampaikan pada presentasi Nota
Keuangan dan RAPBN 1981/1982 di DPR, 5 Januari 1981. Dus,
tertanggal 1 April 1981, siaran iklan di TVRI ditiadakan.

Akan tetapi, benarkah iklan video memberi pengaruh buruk


pada masyarakat? Persoalan ini sangat bisa diperdebatkan.
Sebelum ada iklan, acara-acara TVRI lebih sering
menyuguhkan pidato, penandatanganan perjanjian, dan
tayangan-tayangan resmi dari pemerintahan berkuasa. Bahkan
semua acara resmi ini ditayangkan pada jam-jam utama. Dari
sisi politik kekuasaan, penayangan iklan-iklan di TVRI
dinilai membahayakan, sebab bahasa iklan yang informatif
dan mudah dicerna karena dimungkinkan pula secara visual
begitu akrab dengan masyarakat. Penguasa Orde Baru
jelas mengkhawatirkan runtuhnya politik representasi
informasi visual resmi pemerintahan dengan yang dilakukan
oleh pihak swasta (periklanan). Itu sebab kenapa iklan
visual bergerak di TVRI dihapuskan. Alasan penghapusan
sepertinya memang masuk akal, “Untuk mengurangi gaya hidup
konsumerisme.”

Persoalan akan tampak berbeda jika kita mengaitkan


produksi iklan video sekarang. Jika iklan video di masa
Orde Baru dihapuskan dengan anggapan untuk menangkal
adanya efek samping merugikan bagi semangat pembangunan,
maka iklan visual belakangan ini jelas sangat berbeda.
Kekuatan ilusif gambar bergerak membuat masyarakat tidak
lagi mampu membedakan kenyataan dan fiksi. Sebagai contoh,
iklan video partai-partai selama musim kampanye pemilu
2009. Kekuatan gambar dan suara dari iklan-iklan politik
tersebut sangat bisa menggiring masyarakat untuk mengambil
keputusan menguntungkan bagi partai yang dimaksud.
Tentu semua bergantung pada kecerdasan pengolahan gambar
dan suara dari pembuatnya. Melalui iklan video, citra
seseorang yang dulunya dianggap buruk meningkat ke semacam
status pahlawan. Bahkan citra pemerintah yang melakukan
suatu hal berdasarkan mekanisme keputusan politik bisa
dianggap sebagai hasil kerja seorang diri, dengan tanpa
melibatkan unsur-unsur resmi pemerintahan lainnya. Kita
melihat di sini, bahwa video menjadi semacam representasi
16 pernyataan politik dalam keriuhan eforia publik.

Video: Representasi Politik dan Eforia Publik

Dalam sepuluh tahun terakhir, semesta media audio visual


di Indonesia berkembang luar biasa. Ruang kebebasan
yang dicetuskan sejak reformasi berkontribusi besar bagi
perubahan ini. Televisi swasta menjamur, siaran berbayar
banyak bermunculan dan internet bukanlah barang baru lagi.
Sekarang, masyarakat Indonesia bisa dengan sangat bebasnya
menyaksikan dan mengunduh video-online streaming seperti
YouTube, Myspace, Facebook, Google, kompas.com, detik.com,
guebanget.com dan lain-lain. Tidak hanya itu, masyarakat
juga bisa dengan bebasnya mengunduh dan menyaksikan
tayangan video-video porno, yang dianggap merusak
moral. Berbagai kelompok maupun individu kreatif muncul
memproduksi film pendek dan seni video. Semua merasakan
berkah dari semakin mudah dan murahnya akses kepemilikan
teknologi audio visual.

Jika kita harus melacak, video lahir di Indonesia sebagai


pemenuhan kebutuhan komunikasi dan hiburan masyarakat.
Video, menjadi semacam produk istimewa karena memungkinkan
setiap orang untuk bisa memilikinya tanpa mengeluarkan
biaya mahal. Namun, kemampuan teknologi video untuk
mencapai relung-relung terdalam masyarakat di era awal
kemunculannya, masih belum terlalu kuat.

Distribusi video di era kekuasaan Orde Baru, atau yang


dikenal sebagai era analog, cenderung terpusat dan
seragam secara isi. Komunikasi pesan melalui tayangan
TVRI dikendalikan untuk kepentingan kekuasaan. Perspektif
kebenaran disesuaikan dengan pandangan penguasa. Selama
lebih dari 32 tahun, persepsi tunggal dipertahankan
sampai kemudian muncul gerakan reformasi. Rezim reformasi,
yang dimulai sejak tahun 1998, menandai kebangkitan
demokratisasi. Seiring dengan itu, era teknologi video
digital pun berkembang pesat.

Sekarang, kita menyaksikan massifnya konsumsi masyarakat


Indonesia terhadap tayangan video. Hal tersebut membawa
pergeseran pada selera tontonan masyarakat menjadi lebih
beragam. Saluran televisi kabel dan berbagai stasiun
televisi swasta free-to-air turut meramaikan kemajemukan
ini. Belum lagi penggunaan internet dan kamera telepon 17
genggam, menjadi bagian keseharian masyarakat, baik di
kota maupun desa.

Tidak hanya para profesional, amatir pun menggunakan video


secara massal sejalan dengan semakin terintegrasinya
teknologi video dengan perangkat komputer dan telepon
genggam. Masyarakat kemudian didekatkan satu sama lain
melalui perangkat video. Berbagai peristiwa, mulai dari
kejadian sehari-hari, berita-berita politik, teror bom dan
tsunami, sampai acara bincang-bincang dan gosip televisi,
tertangkap begitu dekat oleh masyarakat penontonnya.
Tidak heran pula jika video menjadi media pembusukan
politik (political decay), saat mampu mengungkapkan
skandal-skandal politisi menerima suap di tempat parkir
atau sedang bercinta dengan pasangan selingkuhnya. Video
telah menjadi representasi politik di keriuhan eforia
publik. Keinginan publik untuk tahu seluk beluk dunia di
sekitarnya terpenuhi hanya dengan tayangan video.
Riset Video untuk Memaknai Kembali Sejarah

Mencermati sejarah Indonesia melalui video menjadi satu


gerakan penting. Sejarah memang berpihak pada pemenang.
Kenyataan dibentuk sedemikian rupa sesuai kehendak
penguasa. Namun melalui video kita diharuskan berpikir
ulang untuk memposisikan diri dalam pergulatan zaman.
Belakangan ini kita lebih sering memaknai perkembangan
medium video hanya sebagai sebuah perkembangan teknologi
dan dunia kreatif untuk seniman/sutradara seni video/film
saja. Padahal video bukan hanya sekadar medium kreatif.
Medium ini lahir sebagai teknologi media yang telah
membangun budaya baru dalam masyarakat. Kenyataannya,
video telah banyak mengubah perilaku dan cara berpikir
masyarakat. Sampai-sampai, video dianggap sebagai kekuatan
berbahaya bagi penguasa Orde Baru.

Kini, kita menyaksikan selusup video, yang masuk jauh


ke relung-relung terpencil kehidupan. Berbagai peristiwa
tampak kurang lengkap jika tidak melibatkan rekaman kamera
video di dalamnya. Perkawinan, kelahiran, ulangtahun,
sunatan, gelaran musik kampung, hampir semua melibatkan
kamera video. Bisnis jasa rekam video di pelosok pun
18 cukup menjanjikan. Roda sosial dan ekonomi bergerak
cepat dan pertukaran-pertukaran budaya berlangsung dalam
waktu singkat, seiring dengan semakin berkurangnya jarak
spasial antarmanusia, sebagai kelanjutan dari percepatan
globalisasi.

Upaya penelitian komprehensif yang mampu merekam


dan mempresentasikan perkembangan medium video dalam
masyarakat kita sangat diperlukan. Dengan penelitian
komprehensif tentang perkembangan medium video di
masyarakat Indonesia, kita akan mampu merangkum serta
mendata aspek-aspek sosial dan budaya, yang sejalan dengan
perkembangan zaman.

Mirza Jaka Suryana


Editor in-chief www.jurnalfootage.net
19
20
RISET VIDEOBASE
IKHTISAR VIDEO
INDONESIA:
MASA ANALOG 21
Asian Games IV dan Kelahiran TVRI

Asian Games IV diselenggarakan di Jakarta


dari tanggal 24 Agustus 1962 sampai 4
September 1962. Sebanyak 16 negara, 15
cabang olahraga dan 1.460 atlet ikut
bertanding dalam pesta olahraga tersebut.
Pada Asian Games IV ini, Indonesia tidak
mengundang tim dari Israel dan Taiwan,
dengan alasan menghormati negara-negara
Arab dan Republik Rakyat Cina. Keputusan
ini ditentang oleh Komite Olimpiade
Internasional (KOI), yang menyebabkan
Indonesia diskors dari olimpiade Tokyo
tahun 1964, karena Taiwan dan Israel
adalah anggota resmi Perserikatan
Bangsa-bangsa. Presiden Soekarno berang
dan memutuskan keluar dari keanggotaan
KOI. Ia menuduh KOI sebagai antek
imperialisme. Mengancam akan membuat
olimpiade tandingan.
Sebelum pelaksanaan Asian Games IV di Jakarta, Presiden
RISET VIDEOBASE

Soekarno memasukkan media televisi sebagai bagian dari


proyek pembangunan menyambut pesta olahraga besar
tersebut. TVRI menjadi salah satu proyek ambisius
Soekarno, yang waktu itu menginginkan negerinya tidak
disebut terbelakang dan ketinggalan zaman. Alhasil,
dengan segala ketidakmatangannya –perencanaan,
manajemen, peralatan dan perlengkapannya— TVRI tumbuh
di tengah kekuasaan otoriter Orde Lama.

Pada 25 Juli 1961, Menteri Penerangan mengeluarkan SK


Menpen No.20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia
Persiapan Televisi (P2T). Lalu, pada 23 Oktober 1961,
Presiden Soekarno yang sedang berada di Wina untuk
keperluan berobat karena menderita penyakit kencing
batu, mengirim teleteks kepada Menteri Penerangan waktu
itu, Maladi, untuk segera menyiapkan proyek televisi
dengan jadwal sebagai berikut:

1. Membangun studio di eks AKPEN (Akademi Penerangan)


di Senayan.

2. Membangun 2 pemancar berkekuatan 100 watt dan 10.000


watt dengan menara setinggi 80 meter.
22
3. Mempersiapkan software (program dan tenaga).

TVRI mengudara pertama kali dengan siaran percobaan


peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-17 pada
17 Agustus 1962 dari halaman Istana Merdeka. Dengan
pemancar cadangan berkekuatan 100 watt, jangkauan
siaran ini masih terbatas. Kemudian pada 24 Agustus
1962, TVRI mengudara untuk pertama kalinya dengan acara
siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari
stadion utama Senayan, pukul 14.30 WIB.

12 November 1962, TVRI mulai mengudara secara reguler.


Siaran TVRI dimajukan dari pukul 19.30-21.30 menjadi
19.00-21.30 pada tanggal 1 Maret 1963. Kemudian muncul
model Titi Qadarsih sebagai bintang iklan Skuter
Lambretta (waktu itu iklan TV dibatasi 15%). Pada 20
Oktober 1963, dikeluarkan Keppres No.215/1963 tentang
pembentukan Yayasan Televisi Republik Indonesia dengan
pimpinan umum Presiden RI.

Menyikapi skorsing KOI terhadap Indonesia, GANEFO


(Games of the New Emerging Forces) diselenggarakan di
Jakarta pada November 1963. Janji Soekarno membuat

RISET VIDEOBASE
olimpiade tandingan dilaksanakan. Pesta olahraga ini
mengikutsertakan negara-negara dunia ketiga. Sebanyak
2.200 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Amerika
Latin, dan Eropa Timur datang ke Senayan. Dengan
semboyan “Maju Terus Jangan Mundur”, GANEFO berlangsung
sukses meski diboikot negara-negara dari blok Barat.

TVRI: Film Gerakan 30 September 1965

Arifin C. Noer menyutradarai film Pengkhianatan G30S/


PKI yang diproduksi pada tahun 1984 (19 tahun setelah
peristiwanya terjadi). Film ini dibuat atas pesanan
Pusat Produksi Film Negara (PPFN). Saat film ini
selesai dan diedarkan, setiap murid sekolah di seluruh
negeri diwajibkan menontonnya. Pengkhianatan G30S/PKI
menjadi film bioskop terlaris di Jakarta tahun 1984,
ditonton oleh 699.282 orang. Sejak tahun 1985, setiap
tahun di tiap malam 30 September, TVRI menayangkan
film tersebut. Televisi swasta yang belakangan hadir
sejak 1989 pun diwajibkan melakukan rilei atas film
Pengkhianatan G30S/PKI. Hal itu berlangsung terus
23
hingga 1997—saat rezim Orde Baru di ambang keruntuhan.
Rezim Orde Baru mewajibkan seluruh warganya menonton
dan mempercayai versi tunggal peristiwa Gerakan 30
September 1965, berdasarkan tayangan itu.

Sistem Siaran Televisi Indonesia: PAL

Pertarungan politik: Usaha terakhir untuk menyatukan


sistem-sistem TV-Berwarna itu telah diselenggarakan di
Oslo, Norwegia pada tanggal 1 Juli 1966. Dari 75 Negara
yang hadir:

• 8 memilih NTSC—sistem Amerika Serikat, National


Television System Committe (a.l. AS, Jepang).

• 17 memihak PAL—sistem Jerman Barat, Phase Alternative


Line (a.l. Jerman Barat dan Belanda).

• 37 (yaitu 59,7%) memilih SECAM—sistem Prancis,


Séquentiel Couleur à Mémoire (a.l. Uni Soviet).

• 13 telah abstain (a.l. Italia).


Maka telah terbukti, bahwa perpecahan ini adalah nyata-
RISET VIDEOBASE

nyata politis, Rusia dan Prancis pada waktu itu terang-


terangan membuka kartu untuk bekerjasama.

Atas kekhilafan taktis psikologis itu, Inggris telah


menjawab dengan keputusan politis. Negara ini sangat
anti De Gaulle pada waktu itu dan telah memilih sistem
PAL.

Kini negara-negara Arab di sekitar Lautan Tengah telah


memilih SECAM (libanaon, Aljazair, Tunisia, Mesir,
dsb). Dalam persaingan PAL-SECAM di Libanon umpamanya,
ada suara-suara pers yang tidak malu-malu menghubungkan
persoalan ini dengan sengketa Timur Tengah.

Negara-negara sosialis telah mengikuti jejak Soviet


Rusia dan memilih SECAM pula. Juga, negara-negara
Amerika Latin banyak yang memihak SECAM pula.
Sebaliknya, negara-negara kaya, seperti Jerman Barat,
Belanda, Swiss dan negara-negara Skandinavia telah
menganut sistem PAL […] Seperti diketahui umum dari
berita surat kabar, kerjasama negara kita dengan Jerman
Barat dan Belanda dalam bidang Mass-Media sangat erat
dan terus meningkat.
24
Kerjasama ini didukung/dikontrol oleh Kapital Jerman
dan Belanda, yang kebetulan memegang kekuasaan
royalties PAL.

Kini oleh berita pertengahan Maret tersebut pada


permulaan tulisan kita ini, negara kita telah melangkah
ke sistem PAL (sadar atau tidak). Seperti Jerman di
waktu yang lampau, Jerman jaman sekarang ini akan tetap
mempergunakan politik “Fait Accompli”.

Contoh yang paling aktuil adalah seperti yang baru-baru


berlangsung di Yugoslavia.

Seperti diketahui umum pula, kalangan-kalangan tertentu


dan birokrasi di negara kita sangat “sensible” atas
pelbagai macam desakan. Menurut laporan-laporan, TVRI
kita tidak asing pula atas praktek-praktek tersebut.

“Memang sudah menjadi kebudayaan kita”, pernah berkata


Dr. Mohamad Hatta.

(DM Sarapil, BUDAJA DJAJA/36/Tahun ke-4/Mei/1971/


hal.262-265)
Pertengahan Maret 1971, gedung Bina Graha mengadakan

RISET VIDEOBASE
pameran laporan kegiatan departemen-departemen
pemerintahan Indonesia yang dipresentasikan secara
visual. Tahun-tahun sebelumnya, Presiden Soeharto
selalu mengadakan inspeksi langsung untuk melihat
perkembangan pelaksanaan PELITA (Pembangunan Lima
Tahun). Inspeksi pada tahun tersebut bisa dilakukan
melalui pesawat penerima televisi, yang menayangkan
gambar, grafik, angka, statistik, maket ataupun
miniatur proyek. Dan kali ini giliran Departemen
Pertanian yang mempresentasikan kemajuannya.

Pameran ini menjadi istimewa sebab untuk kali pertama,


sebuah unit televisi berwarna yang khusus diimpor
dari Belanda dipertontonkan di Indonesia. Pameran
unit televisi bermerek Philips ini dimaksudkan sebagai
percobaan TV berwarna di Jakarta dan akan dipergunakan
selama ada pameran-pameran di Bina Graha.

Koninklijke Philips Electronics N.V. (Royal Philips


Electronics Inc.), yang juga dikenal dengan Philips,
merupakan salah satu dari perusahaan elektronik
besar dunia, yang didirikan dan bermarkas di Belanda.
Disadari atau tidak, pemilihan sistem PAL, yang 25
merupakan sistem siaran televisi di Belanda, sangat
dilandasi hubungan bilateral Indonesia-Belanda. Tahun
1971, Indonesia mengukuhkan sistem PAL pada siaran
televisi analog.

Indonesia-Jepang: Malari

Tanggal 12-13 Januari 2002, PM Jepang, Junichiro


Koizumi berkunjung ke Indonesia. Sama sekali tidak ada
demonstrasi menyambut kedatangannya. Kontras dengan apa
yang terjadi 28 tahun sebelumnya. Selasa, 15 Januari
1974, paling sedikit 11 orang tewas, 300 luka berat
dan ringan, serta 775 orang ditahan. Sebanyak 807
mobil dan 187 sepeda motor dirusak/dibakar, 144 buah
bangunan rusak berat. Sedikitnya 160 kg emas hilang
dari sejumlah toko perhiasan. Peristiwa itu terjadi
ketika PM, Jepang Kakuei Tanaka melakukan kunjungan ke
Jakarta, 14-17 Januari 1974.

Waktu itu, 14 Januari 1971, mahasiswa merencanakan


menyambut kedatangan Kakuei Tanaka dengan
berdemonstrasi di bandar udara Halim Perdanakusuma.
RISET VIDEOBASE

Karena penjagaan ketat aparat keamanan, rombongan


mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan
udara, kecuali beberapa orang saja. Tanggal 17
Januari 1974, pukul 08.00 pagi, PM Jepang tersebut
berangkat dari Istana tidak dengan mobil, melainkan
diantar langsung Presiden Soeharto dengan menggunakan
helikopter dari gedung Bina Graha ke bandar udara Halim
Perdanakusuma.

Peristiwa 15 Januari 1974, yang dikenal dengan nama


”Malari” (bisa berarti ”Lima Belas Januari” atau bisa
pula ”Malapetaka 15 Januari”) 1974, dapat dilihat dari
berbagai perspektif. Banyak orang memandangnya sebagai
demonstrasi mahasiswa menentang modal asing, terutama
Jepang. (http://www.sinarharapan.co.id/berita/0201/18/
opi01.html)

Kolom “Kontak Pembaca” di harian Sinar Harapan, Sabtu,


12 Januari 1974, memuat tulisan seorang pemirsa TVRI
yang melakukan kritik tajam atas logo Seiko pada jam
yang biasa tertayang di layar televisi. Logo ini
kemudian diganti dengan logo TVRI. Kontak Pembaca
26 berjudul TVRI Overacting itu ditulis tiga hari sebelum
peristiwa Malari, dari seseorang yang menamakan
dirinya, M. Sani. Keterangan “bukan antek Jepang” di
bawah namanya, mengisyaratkan ketidaksukaannya pada
produk kapitalisme Jepang.

Kedatangan PM Jepang saat itu memang diasosiasikan


dengan penjajahan dalam bentuk lain. Penjajahan
ekonomi. Jepang, melalui lembaga pendana ODA (Official
Development Assistance/Bantuan Resmi Pembangunan),
sangat berperan besar dalam proses pembangunan di
Indonesia. Namun, sebagai timbal baliknya, sebagian
besar kekayaan alam Indonesia berupa minyak, gas, dan
lainnya, dijual ke Jepang.

Pada waktu itu, masyarakat melihat bahwa ODA merupakan


perpanjangan dari politik ketergantungan negara miskin
kepada negara-negara maju. Politik ketergantungan ini
tampak pada sebagian besar bantuan ODA yang diberikan
dalam bentuk pinjaman (berkisar antara 65-85 persen).
Praktis, Indonesia terus menumpuk utang kepada Jepang
untuk membiayai pembangunannya.
RISET VIDEOBASE
Satelit Palapa: Politik dan kekuasaan

Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa


diluncurkan dari Tanjung Kennedy, Florida, Amerika
Serikat, 8 Juli 1976 pukul 06.00 waktu setempat, atau
9 Juli 1976 sekitar pukul 07.00 WIB. Satelit Palapa
dipesan oleh pemerintah Republik Indonesia dari Hughes
Aircraft Company di El Segundo, California. Dari situ,
satelit dibawa ke Cape Canaveral (Tanjung Kennedy)
untuk diluncurkan. Indonesia menjadi negara ketiga yang
menggunakan SKSD setelah Amerika Serikat dan Kanada.

Nama ‘Palapa’ diberikan Presiden Soeharto pada Juli


1975. Pemberian nama ini diilhami oleh sumpah Mahapatih
Gajah Mada, dikenal dengan Amukti Palapa, yang bercita-
cita untuk menyatukan Nusantara di bawah kerajaan itu.

Sumpah Palapa adalah suatu pernyataan yang dikeluarkan


oleh Gajah Mada pada upacara pengangkatannya menjadi
Patih Amangkubhumi Majapahit tahun 1258 Saka (1336 M).
Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks Jawa Pararaton,
yang berbunyi:
27
Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia
palapa. Sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara
isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran,
Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali,
Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.

Terjemahannya:

Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin


melepaskan puasa. Beliau Gajah Mada, “Jika telah
mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan
puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura,
Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik,
demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa”.

Gurun=Nusa Penida, Seran=Seram, Tañjung Pura=Kerajaan


Tanjungpura, Ketapang, Kalimantan Barat, Haru=Sumatera
Utara (ada kemungkinan merujuk kepada Karo),
Pahang=Pahang di Semenanjung Melayu, Dompo=sebuah
daerah di pulau Sumbawa, Bali=Bali, Sunda=Kerajaan
Sunda, Palembang=Palembang atau Sriwijaya,
Tumasik=Singapura.
Sehubungan dengan pembangunan SKSD ini, 40 stasiun
RISET VIDEOBASE

bumi dibangun tersebar di 26 ibukota propinsi dan 14


di pusat-pusat pengembangan industri dan pertanian.
Sebanyak 220.000 nomor telepon yang ada di seluruh
tanah air direncanakan bertambah menjadi 449.000-
669.000 nomor. 12.500 saluran teleks ditingkatkan
menjadi 14.280 saluran. Semua penambahan ini
ditargetkan selesai pada tahun 1977/1978.

[...] Kita ambil salah satu contoh seperti yang


dikemukakan oleh Menteri Perhubungan Emil Salim kepada
pimpinan mass-media di ibukota, bahawa selain di
ibukota-ibukota propinsi stasiun bumi dengan salurannya
juga dipasang di tempat-tempat yang “terpencil” tetapi
memiliki potensi sosial ekonomis yang cerah, baik
sekarang maupun perkembangannya kemudian hari, seperti
Waingapu, Palangkaraya, Saroako, Tembagapura, Ternate
dll [...] (Sinar Harapan, 9 Juli 1976).

[...] Dengan menempatkan stasiun-stasiun bumi di


tempat-tempat tersebut, maka secara berangsur tetapi
pasti kebijaksanaan kita di bidang perataan ekonomi
28
penduduk akan dapat direalisir. Masyarakat tidak lagi
terpaksa hanya berorientasi ke kota-kota besar, tetapi
juga karena sarana sudah tersedia maka pembangunan
tempat-tempat “terpencil” yang memiliki potensi besar
akan bisa lebih dikembangkan [...] (Sinar Harapan, 9
Juli 1976).

Sumber-sumber tertulis waktu itu dapat dijadikan bahan


analisa bahwa ternyata satelit Palapa bukan semata
bagi kepentingan rakyat Indonesia pada umumnya. Pada
tahun-tahun tersebut, daerah terpencil merupakan pusat
pertambangan. Namun masyarakatnya dikenal miskin,
sehingga untuk memiliki pesawat televisi saja hampir
mustahil. Tentu saja, yang menikmati saluran televisi
di sini kebanyakan warga asing kaya. Sebagai contoh
adalah warga asing yang hidup di daerah pertambangan
Timika, Irian Jaya (sekarang provinsi Papua), di mana
PT. Freeport bercokol.

Seperti diketahui, Freeport-McMoRan Copper & Gold


Inc., merupakan produsen emas terbesar di dunia. Markas
pertamanya di New Orleans, Louisiana, lalu berpindah

RISET VIDEOBASE
ke Phoenix, Arizona. Freeport merupakan produsen
perdagangan tembaga dan molybdenum terbesar di dunia.
Lebih dikenal dengan tambang Grasberg di Propinsi
Papua, Indonesia, perusahaan ini merupakan pembayar
pajak terbesar kepada pemerintah Indonesia. Tambang
dan pabrik bijih besinya mengandung tembaga, emas,
molybdenum dan perak yang dipasarkan ke seluruh dunia.

[...] Segala gerak-gerik pertimbangan negara-negara


super power maupun negara-negara yang akan memegang
peranan di Asia Tenggara, semuanya ini akan berkisar
pada arti dan peranan beberapa jenis sumber daya alam
di masa mendatang.

Melihat letak geografis Indonesia, pertimbangan


geopolitik serta melihat peningkatan Asean dan apa
yang harus diperhitungkan dengan apa yang terjadi dalam
jazirah Indocina yang sejak dulu selalu mempunyai
peranan penting dalam hubungannya dengan “super
powers”, semuanya ini akan berkisar pada bagaimana kita
memanfaatkan sumber-sumber daya alam yang kita miliki
[...]
29
[...] Masalahnya sekarang adalah bagaimana kita bisa
secepat mungkin memanfaatkan sumber-sumber daya alam
sedemikian rupa sehingga manfaat tersebut tidak habis
dalam waktu 5 atau 10 tahun, tetapi sedapat mungkin
mengamankannya untuk 100 tahun yang akan datang [...]
(Sinar Harapan, 26 Agustus 1976)

Menurut majalah Tempo, seluruh kontrak SKSD bernilai


US$ 153,7 juta atau sekitar Rp. 700 miliar. Estimasi
tersebut dihitung dari kontrak dengan Hughes Aircraft
Company untuk membuat satelit Palapa (HS-333),
kontrak dengan NASA untuk peluncuran satelit dengan
roket Delta-Nasa/2914, kontrak dengan Philco Overseas
Services (AS), juga bersama Hughes untuk pembangunan
stasiun-stasiun utama pengendali satelit dan stasiun-
stasiun lintasan termasuk juga di dalamnya kontrak
dengan Federal Electric International (ITT) dengan
jumlah stasiun 40 buah yang tersebar di seluruh
Indonesia, kontrak dengan Bell Telephone Manufacturing
(BTM) Belgia untuk exchange equipment Metaconta,
kontrak dengan British Insulated Colender’s Cables Ltd
RISET VIDEOBASE

(BICC-lnggris) kontrak dengan Siemens (Jerman Barat),


kontrak asuransi untuk peluncuran satelit dengan PT.
Jasa Indonesia, kontrak dengan PT. Graha Gapura dan CV.
Modern untuk membangun rangka stasiun-stasiun bumi.
Nilai kontrak ini belum ditambah biaya-biaya dalam mata
uang rupiah.

(http://majalah.tempointeraktif.com/id/
arsip/1975/10/25/ILT/mbm.19751025.ILT67994.id.html)

Namun, menurut keterangan menteri Perhubungan saat


itu, Emil Salim, pembangunan SKSD menelan biaya kurang
lebih Rp. 581 miliar, meliputi Rp. 72 miliar untuk
pembangunan stasiun-stasiun bumi dan satelit, Rp. 48
miliar untuk pertelevisian dan Rp. 461 miliar untuk
pembangunan telepon di seluruh Nusantara. Pembiayaan
proyek SKSD tersebut diperoleh dari kredit luar negeri
serta dana-dana dalam negeri. (Sinar Harapan, jumat, 9
Juli 1976)

Dari dua keterangan di atas, terjadi selisih angka


signifikan yaitu berjumlah Rp. 119 miliar. Lalu,
kemanakah angka-angka ini berluncuran?
30
PT. Indosat yang menurut sejarahnya didirikan sebagai PMA
(Penanaman Modal Asing) pada 10 November 1967 oleh American
Cable & Radio Corporation (anak perusahaan International
Telephone & Telegraph/ITT) dengan bisnis inti menyediakan
jasa telekomunikasi internasional melalui telepon,
teleks, telegram, komunikasi data paket, faksimili dan
jasa Inmarsat untuk sistem komunikasi bergerak global.
Setelah membangun stasiun bumi di Jatiluhur tahun 1969,
Indosat memperluas usahanya dengan memasuki jaringan
International Telecommunication Satellite Organization
(Intelsat) sehingga memiliki akses jaringan internasional
(SLI) dan Indosat menjadi wakil resmi pemerintah di
Intelsat. Tahun 1976, Indonesia meluncurkan satelit Palapa
A1 yang menyatukan seluruh kepulauan Indonesia dengan
menerapkan Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD).

Tahun 1980 status Indosat berubah menjadi BUMN setelah


pemerintah Indonesia membelinya dari ITT senilai US$ 43,8
juta dan kemudian menjadikannya penyelenggara tunggal jasa
telekomunikasi internasional Indonesia. Indosat memang
dibeli sebagai gerbang untuk SLI maupun melalui operator.
Semula Indosat menjadi bagian (internasional) dari PT.

RISET VIDEOBASE
Telkom, namun kemudian dipisahkan menjadi PT. Indosat.
Tahun 1994 tanpa intervensi kepentingan berbagai pihak,
PT. Indosat go public melalui pasar modal. Privatisasi
ini memberikan keuntungan yang besar bagi pemilik saham,
namun beban konsumen semakin berat yang tercermin dari
rasio pembebanan kepada pelanggan (cost to customer) yang
meningkat mencapai dua kali lipat pada tahun 1998.

Mei 2002, pemerintah melepas 8,1% sahamnya di Indosat.


Bulan Juli 2002 Indosat membeli Satelindo. Satelindo
sendiri berdiri pada 1993 dan merupakan perusahaan
telekomunikasi pertama di Indonesia yang mengantongi
tiga lisensi penyelenggara komunikasi yaitu satelit
(Palapa-C), GSM selular (Matrix dan Mentari) dan
SLI 008. Satelit Palapa memiliki posisi yang sangat
strategis bagi Indonesia karena dapat memantau ribuan
pulau yang ada secara serentak di samping berfungsi
sebagai sarana komunikasi, pengatur lalulintas
informasi global, pengatur jasa transfer keuangan,
pemantau lalulintas udara dan laut, bahkan ‘lalulalang
rahasia negara’. Divestasi selanjutnya dimulai pada
Agustus 2002 dengan melepas kepemilikan 41,94% saham
pada investor strategis. Dari delapan calon investor 31
waktu itu, setelah diseleksi tinggal dua, yaitu;
STT (Singapore Technologies Telemedia) dan Telekom
Malaysia. Pilihan pemerintah jatuh kepada STT, di mana
saham STT sendiri 100% dimiliki Temasek. Tahun 2006
tercatat bahwa 26,9% pasar operator selular dikuasai
Indosat.

Satelit: Tayangan TV Indonesia

Rencana pusat produksi siaran TV yang tadinya hanya


ada di Jakarta, akan segera juga dibangun di Surabaya,
Denpasar, Palembang, Medan, Ujung Pandang, dan Manado.
Karena siaran nasional ini memerlukan diversifikasi
isi, tak hanya menuruti kebiasaan orang-orang pusat
(Jakarta), maka perlu juga disesuaikan dengan daerah-
daerah lainnya di seluruh Indonesia.

Konsep diversifikasi merupakan strategi posisi antara


pusat dan daerah, yang tak lepas dari peran ideologi
negara, di mana siaran-siaran nasional-daerah menjadi
suatu strategi politis untuk sentralisasi kekuasaan,
RISET VIDEOBASE

dengan menyiarkan berita-berita atau acara pembangunan


nasional dan program-program pemerintah.

Sedangkan untuk penyiaran di daerah, pemerintah


menginginkan adanya diversifikasi isi, tak hanya
menampilkan pembangunan yang dikontrol dari pusat,
tetapi juga menampilkan budaya lokal. Hal ini dilakukan
agar budaya masyarakat di daerah/pedesaan tak hilang,
alih-alih akan semakin terangkat dengan adanya pusat-
pusat produksi siaran yang menampilkan lokalitas itu.

Namun sampai akhir tahun 1976, rencana-rencana itu


belum dapat ditonton pada siaran televisi daerah. TVRI
masih menyiarkan pembangunan dari kota untuk desa, yang
dapat diterima oleh masyarakat pedesaan masih berupa
media radio.

Rencana tersebut baru direalisasikan pada Januari 1977,


menyongsong Pemilu yang akan berlangsung pada Mei 1977.
TVRI pusat tetap menayangkan program-program nasional
wajib rilei oleh stasiun daerah, namun menyerahkan
program-program lokal dengan pengawasan dari pusat.
Tetapi rencana ini pun harus dimatangkan, karena
32
setiap stasiun daerah belum semuanya rampung, dari
permasalahan teknis, dan mental penerimaan siaran di
desa-desa. Iklan-iklan yang bersifat menjual produk
konsumtif akan ditiadakan dan penayangan film impor
akan dikurangi dengan keputusan dari pusat. Masyarakat
desa masih diragukan kesiapannya untuk menghadapi
bombardir siaran dari kota, seperti suguhan lagu-lagu
band pop kota (SH, Tajuk Rencana, 28 Juli 1976).

Penting diingat bahwa Mei 1977 adalah Pemilu kedua


yang diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden
Soeharto. Sesuai peraturan fusi partai politik tahun
1975, Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik
dan satu Golongan Karya. Sebagaimana diketahui Pemilu
sebelumnya dimenangkan Golongan Karya (SH, 28 Juli
1976).

Teknologi satelit Palapa yang digembar-gemborkan sangat


canggih itu, ternyata belum merata diterima oleh
stasiun bumi daerah Medan. Sebab kondisi sistem kamera
dan suara dalam ruangan DPR di mana Presiden berpidato
itu kurang bagus, beberapa pemirsa di daerah menonton
TV dengan gambar buram dan suara yang sember. (Sinar

RISET VIDEOBASE
Harapan, 16 Agustus 1976).

[...] Kepada karyawan dan karyawati TVRI, Menteri


Penerangan Mashuri mengatakan bahwa dalam menangani
acara-acara siaran TVRI Jakarta yang akan dipancarkan
secara nasional, tidak boleh lagi berpandangan sempit
yang terbatas pada lingkungan hidup Jakarta saja,
melainkan sudah harus berorientasi nasional [...]
(Sinar Harapan, 25 Agustus 1976).

Persatuan dan Kesatuan yang merupakan ideologi


sentralisasi, tetap dijaga oleh pemerintah Indonesia.
TVRI Jakarta yang menyiapkan program nasional, harus
memperhatikan kemajemukan/perbedaan, di mana ada
kesenjangan kelas sosial dalam masyarakat. Perbedaan
dianggap sebagai faktor pemicu konflik dan perpecahan.

Dalam siaran TV tidak boleh ada kritik sosial. Melalui


kendali pemberitaan/penyiaran yang dilegalisasi oleh UU
siaran TV(RI), segala bentuk representasi bertentangan
dengan kehendak pemerintah dikendalikan.

Pada Tahun 1974 jenis acara pemberitaan, penerangan,


pendidikan/kebudayaan berjumlah 40% dari waktu siaran, 33
sedang dalam tahun 1975 bertambah menjadi 67%. Isi
siaran akan mengetengahkan hasil-hasil pembangunan
masyarakat di pedesaan. Program nasional merupakan
program yang dibuat sesuai dengan daya tangkap dan daya
tanggap pemirsa TV di seluruh Indonesia. Program ini
hanya akan menayangkan iklan-iklan terpilih yang tidak
menyiarkan barang-barang konsumsi yang tidak terjangkau
masyarakat pedesaan. Program TV diatur secara nasional
(terpusat).

Penayangan iklan yang diatur oleh pusat, digunakan


agar masyarakat ‘bersikap’ anti konsumtif. Sedang
untuk program film, masyarakat diharapkan ‘bersikap’
anti film asing/barat/berbahasa Inggris. Jadi jika
pada tahun 1974 acara hiburan berkisar 60% dari waktu
siaran, maka di tahun 1975 acara hiburan berkurang
menjadi 33% dari waktu siaran.

Pada tahun 1975/1976 dilaksanakan pemasangan 608


buah pesawat TV umum di kota-kota Kecamatan di
Jawa. Sedang untuk tahun 1976/1977 direncanakan
pemasangan 3.190 buah TV umum di Jawa dan luar Jawa.
Di tahun ini, pemerintah sudah mencanangkan televisi
RISET VIDEOBASE

publik (di kelurahan, kecamatan, rumah Pak Kades,


dsb.) dan disebar di berbagai pelosok desa. Sebab
itulah pemerintah membuat program nasional yang
merepresentasikan pembangunan desa untuk warga desa
namun dirancang secara sentralistik.

Pemerintah Indonesia pada tahun 1976, membatasi film-


film impor dan film nasional diutamakan. Sejak saat
itu, dalam dua tahun saja ada 35 gedung bioskop yang
terpaksa tutup karena kehabisan penonton. Penonton
lebih senang berada di rumah, berganti kebiasaan dari
semula menonton film di bioskop, kini menonton film di
TV. Dari ruangan yang bersifat publik menuju ke ruang
yang lebih pribadi, menonton sambil bercengkerama
dengan keluarga dalam rumah yang terlindungi dan aman.
Pola-pola itu berubah sejak TVRI menayangkan film-film
impor. Masyarakat lebih memilih menonton hal-hal yang
berbau barat, asing, ataupun berbahasa Inggris. TVRI
membenahi dirinya agar program lokal nasional dapat
diperbanyak, selain acara-acara pidato, berita, dsb.
Hasilnya, acara hiburan tersedia cukup banyak bagi
masyarakat di TVRI.
34

Representasi Iklan dan Dampaknya pada Kekuasaan

Harian Sinar Harapan, 11 Juni 1971, mengiklankan


satu unit televisi merek SHARP type 23G-5S. Terdapat
teks menonjol bertuliskan, “6 SPEAKER EX JAPAN _lebih
kontras lebih djelas_”. Jika pada pertengahan Maret
1971, pameran di Bina Graha itu membawa TV berwarna
pertama yang diimpor dari Belanda, maka tentunya
televisi SHARP ini masih berupa hitam putih. Apa yang
ingin ditonjolkan pada iklan itu adalah kekuatan suara
dan gambarnya yang lebih jernih. Garis bawah pada
kata “EX”, seakan ingin mengedepankan hubungan baik
Indonesia dengan Jepang, sebagai ‘saudara tua’.

Sama halnya dengan iklan TV SANYO (Sinar Harapan, 17


Juli 1971) yang juga berasal dari Jepang, menonjolkan
juga keunggulan gambar yang lebih baik dan lebih
jelas. Dalam kedua iklan TV ini belum ada representasi
kenyataan yang tergambar dalam layarnya. Teks “ lebih
kontras dan lebih jelas” dan “ lebih baik dan lebih
jelas” tentu tidak sama dengan “lebih asli” atau

RISET VIDEOBASE
“mendekati kenyataan”. Jadi belum ada representasi
reproduksi visual dalam iklan TV cetak ini.

Sementara, efek representasi visual bergerak pada


acara iklan di TVRI dinilai punya pengaruh psikologis
pada anak untuk terjerat pada produk konsumsi orang
dewasa: rokok dan bir. TVRI selalu kebanjiran iklan.
Sebanyak 20% dari waktu siaran komersialnya kebanyakan
menayangkan iklan rokok sigaret dan kretek, serta
produk-produk bir (Tempo, 2 Juni 1973).

Kekhawatiran pemerintah terhadap efek iklan tampak


besar. Acara TVRI yang banyak menampilkan tayangan
pidato, obrolan, serah terima, tanda tangan, dsb. pada
jam-jam utama mulai tergeser oleh acara-acara hiburan
dengan juga diselingi iklan. Padahal, program resmi ini
sangat penting untuk mengendalikan persepsi masyarakat.
Bahasa iklan yang informatif sebab dimungkinkan pula
secara visual menjadi begitu akrab dengan masyarakat.
Pemerintah sangat khawatir bahwa politik representasi
informasi visual resminya akan runtuh. Satu-satunya
cara untuk tetap melakukan hegemoni atas persepsi
adalah dengan meniadakan iklan dan mengurangi acara 35
hiburan di televisi. Atas dasar itulah pada tahun 1981
iklan dihapuskan. Alasan penghapusan sederhana dan
tampak masuk akal, “Mengurangi gaya hidup konsumtif.”
(Tempo, 17 Januari 1981).

Presiden Soeharto secara resmi menyampaikan keputusan


penghapusan iklan ini, pada presentasi Nota Keuangan
dan RAPBN 1981/1982 di DPR, 5 Januari 1981. Tertanggal
1 April 1981, siaran iklan di TVRI tidak ada lagi.

Video Kaset Hitam, Merah, Biru dan Hijau

Pada 1982, di Sulawesi Selatan, bus-bus malam sudah


dilengkapi dengan tayangan video. Meski bus malam
yang dilengkapi tayangan video khusus melayani trayek
Ujung Pandang-Tana Toraja dan Palopo dengan tarif
lebih mahal dari biasa, namun kenyataan ini sangat
istimewa. Pemutaran video ditayangkan non stop sejak
pemberangkatan dari Ujung Pandang, sekitar pukul 20.00
waktu setempat. Jadwal pertama yang ditayangkan berupa
hiburan musik dangdut oleh penyanyi ternama Indonesia.
Penonton pun tak merasakan buruknya kondisi jalan
RISET VIDEOBASE

di jalur tersebut, karena disuguhi goyangan pinggul


penyanyi yang menghibur hati itu.

Setelah hiburan musik dangdut, penonton yang mulai


terkantuk, mulai terjaga lagi ketika film kungfu dan
dilanjutkan film James Bond tampak di layar televisi.
Alhasil, penonton dalam bus malam itu sama sekali
tidak tampak lelah. Mereka baru sadar rasa capek itu
setelah turun dari bus, menonton video semalaman (Sinar
Harapan, 28 April 1982).

Tidak hanya penayangan video di bus malam, tempat


penginapan pun mulai mempromosikan layanan pemutaran
video. Pada harian Sinar Harapan, 7 Juni 1982, hotel
Ramayana mengiklankan layanan penginapan dengan
fasilitas penayangan film video selama 8 jam per
hari. Hotel ini juga menyediakan TV berwarna (VIDEO–
tambahan dalam kurung di iklan tersebut) sesuai dengan
permintaan pelanggan hotel.

Pertanyaannya, apakah video yang diputar dalam bus itu


asli atau bajakan? Jika video asli, berapa biaya yang
harus dikeluarkan oleh pihak pengelola bus? Kemungkinan
36
terbesar kaset video yang diputar dalam bus itu
bajakan. Waktu itu terdapat tiga warna kaset resmi yang
menandai jenis-jenis isi video. Merah, hijau dan biru.
Kaset berwarna hitam dilarang beredar karena digunakan
untuk reproduksi ilegal film-film berbagai genre.
Menilik ini, sangat mungkin jika pembajakan telah
merebak.

Perkembangan masuknya video di Indonesia ditangkal


dengan pasal-pasal peraturan sebagai tameng dari
kecemasan tradisional terhadap penetrasi teknologi
dalam kehidupan sosial. Asumsinya, video merupakan
barang berbahaya yang bisa dengan sangat mudah merusak
semangat pembangunan yang sedang digalakkan pemerintah.
Kecemasan moral semacam ini pernah dibahas dalam
seminar video pada 7-11 Desember 1981. Penyelenggaranya
Dewan Film Nasional.

Sesuai Surat Edaran Dirjen Bina Film dan rekaman Video,


tanggal 9 Mei 1987, kaset video yang boleh diedarkan
dan diperjualbelikan yaitu kaset video kotak merah
(untuk 17 tahun keatas), kotak biru (untuk 13 tahun ke
atas), dan kotak hijau (semua umur). Kaset berwarna

RISET VIDEOBASE
merah, hijau dan biru diproduksi oleh tiga perusahaan
penggandaan rekaman video resmi (PT. Metro Tama Dunia,
PT. Baskara Cipta Kencana dan PT. Panggung Elektronik)
dengan ciri-ciri khusus.

Sejalan dengan itu dikeluarkan pula Keputusan Menteri


Penerangan RI No.201 Kep/Menpen/1983, dilanjutkan
dengan Instruksi Menpen No.06/Inst/Menpen/1984,
yang menetapkan antara lain pelaksanaan penggandaan
rekaman video wajib menggunakan video kosong produksi
dalam negeri, yang memiliki ciri-ciri motif batik,
berwarna merah untuk 17 tahun, biru 13 tahun, dan hijau
semua umur. Tujuannya antara lain, untuk memudahkan
pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan batas usia
yang ditetapkan Badan Sensor Film (BSF), meningkatkan
usaha produksi kaset video kosong dalam negeri,
dan membantu pengendalian dan pengawasan peredaran
perekaman video.

Akibat komersialisasi ini beredar kaset video kotak


berwarna palsu di wilayah DKI Jakarta. Pada kaset
palsu ini tidak terdapat kode produksi (1 dan 2; 1
dan 3; 1 dan 4; 2 dan 3; 2 dan 4; A dan B; atau tanda 37
+), dan dalam kotakya tidak terdapat tulisan “Made in
Indonesia”. Di kotaknya juga tidak ada motif batik
(parang rusak atau garuda).

Kaset video berkotak hitam dilarang beredar sejak 10


Oktober 1987 berdasarkan Keppres No.3/1983. Untuk
mendapatkan kaset video, Palwa (penjual dan penyewa)
harus menempuh prosedur pemesanan kepada Darvisat
(Pengedar Video Pusat) dan Gadarvi (Gabungan Pengedar
Video), yang keduanya bernaung di bawah Asosiasi
Rekaman Video (Asrevi). Pesanan tersebut oleh Asrevi
diteruskan ke produsen penggandaan untuk diproduksi
sesuai kebutuhan.

Sampai batas terakhir penyerahan kaset video kotak


hitam 31 Oktober 1987, kantor Deppenda Jakarta Timur
hanya menerima 6.780 kaset video kotak hitam dari 59
pemilik Palwa resmi dan Palwa yang belum memiliki SPP
(Surat Pengakuan Perusahaan). Sedangkan total Palwa di
Jakarta Timur waktu itu tercatat berjumlah 135 (78 di
antaranya memiliki SPP).
Jika mekanisme itu berjalan sesuai rencana dan kaset
RISET VIDEOBASE

hitam dapat ditarik sesuai dengan waktunya, seharusnya


tiga pemegang hak penggandaan di bawah Deppen, yaitu,
PN Lokananta, TVRI dan PPFN masing-masing dapat
memproduksi rata-rata 200.000 buah per tahun. Dengan
kapasitas produksi antara 100.000 sampai 600.000 per
tahun, dapat dipastikan bahwa ketiga pemegang hak
penggandaan ini merugi sebab sampai tanggal 31 Oktober
1987 itu, tidak ada pesanan yang masuk dari Palwa. Para
pengusaha Palwa beralasan bahwa sebanyak lebih dari
300 judul film yang lolos sensor dan digandakan tidak
termasuk film-film mutakhir. Harga hak cipta untuk film
aktual semacam James Bond mencapai ratusan juta rupiah.

Keberadaan kaset video kotak hitam berperan penting


dalam persebaran film-film bajakan. Kaset-kaset inilah
yang digunakan untuk membajak film mutakhir dan film-
film porno dengan cara dari pintu ke pintu. Kasus
pembajakan dan persebaran film-film porno sangat
memusingkan pemerintah. Meski dianggap merusak moral,
namun ternyata persebaran kaset bajakan, termasuk film-
film porno memberi arti pada persebaran informasi di
luar persepsi tunggal yang selalu ditekankan penguasa
38 Orde Baru. SK yang dikeluarkan pemerintah mengenai
pelarangan diperjualbelikannya kaset berwarna merah,
biru dan hijau, sekaligus melarang diedarkannya kaset
hitam dan setiap Palwa (Penjualan dan Penyewaan/
rental) video wajib memutar dan menyewakan kaset video
yang dikeluarkan oleh tiga badan yang ditunjuk oleh
pemerintah; PPFN, Lokananta dan TVRI. Karena SK ini
dikeluarkan oleh pemerintah, para pemilik bioskop dapat
bernafas lega, perharap penonton bioskop diharapkan
kembali memenuhi ruang teater. Kehadiran film bajakan,
membuat film-film yang akan diputar di bioskop, tidak
laku lagi, karena telah terlebih dahulu didistribusikan
di Palwa video.

Dengan hadirnya kaset bajakan di pasaran saat itu,


otomatis penonton enggan datang lagi menonton di
bioskop. Akibatnya perfilman nasional lesu, tidak
mengalami kemajuan dan mengalami kemerosotan (SK, 8
November 1987). Film bukan lagi ladang bisnis yang
menjanjikan penghasilan menggiurkan bagi para insan
film, setidaknya untuk tahun 1987. Akibat kemajuan
teknologi yang canggih dalam video, telah mengubah tata
edar produk perfilman. Film-film yang masih panas,

RISET VIDEOBASE
baru keluar dari produser, bisa tidak laku diputar
di bioskop kelas mewah akibat videonya sudah beredar
lebih dahulu. Praktis, masyarakat kini lebih menikmati
tontonan atau menonton di ruang pribadi (rumah), karena
beredarnya film-film terbaru di masyarakat melalui
video dan mendahului tayangan bioskop, serta lebih
murah.

[ ] Film “Dracula Lovers” yang kini sedang diputar di


dua bioskop Kota Bandung, misalnya bisa disaksikan
di dalam video yang bisa dipinjam dengan aman dari
beberapa toko Palwa di kota Bandung. Video itu
dibungkus kotak berwarna merah motif kain batik,
mirip sekali dengan kotak kaset video untuk 17 tahun
keatas yang telah dinyatakan sebagai kaset resmi oleh
Departemen Penerangan.[ ]

(Pikiran Rakyat, 10 November 1987)

Film nasional produksi terbaru seperti, Catatan Si


Boy, Pondokan Bu Broto, Jhoni Indo, Mandala dari
Sungai Ular, Petualangan Nyi Blorong, bahkan film laris
produksi lama juga tampak berada dalam deretan kaset
39
bajakan warna. Sementara film impor selain dari Amerika
dan India, film drama Taiwan (Mandarin) juga menjadi
sasaran kaum pembajak, meskipun jumlahnya tidak terlalu
besar.

(Pos Film, 15 November 1987)

Sedang Pajak Tontonan Video, 1987 Dinas Pendapatan


Daerah di Bandung menerima Pajak Tontonan (Pto)
Bioskop, non-bioskop (TV), dan video (dari penyewaan
kaset di Palwa) dan biaya retribusinya sebesar Rp. 226
juta. terbagi atas Pto bisokop sebesar Rp.183 juta, Pto
non bioskop Rp.13 juta, dan Video sebesar Rp. 6 juta,
dan dari sektor retribusi tontonannya RP.24 juta.

(Pos Film, 8 November 1987)

Pada 1988, dalam beberapa tempat, tayangan video sudah


masuk ke warung-warung kopi bahkan jumlahnya lebih
banyak dari bioskop. warung itu memutar video dari jam
8 malam hingga jam 12 malam, dengan menaikkan harga
kopi dari biasanya. Kebanyakan dari warung itu memutar
film-film bajakan yang belum lulus Badan Sensor, dan
tak ada yang bisa mencegah. Jadi, hiburan video pun
RISET VIDEOBASE

sudah memasuki ruang-ruang publik yang lebih intim,


seperti warung kopi.

(Minggu Merdeka, 14 Februari 1988)

Sejak peraturan yang melarang diedarkannya kaset warna


hitam diberlakukan, pemerintah semakin gencar melakukan
operasi di seluruh Indonesia. Dalam operasi pemusnahan
kaset video kotak hitam, sebanyak 26 ribu lebih kaset
dimusnahkan oleh tim penertiban Deppen. Pemusnahan
ini sebagai tindak lanjut instruksi Dirjen RTF, yang
melarang peredaran kaset video kotak hitam sejak 1
Oktober 1987. Operasi ini dilaksanakan dengan asumsi
bahwa dalam video kotak hitam sudah tidak ada kontrol
batas usia tontonan.

Merujuk pada buku Seminar Video, permasalahan moral


menjadi yang utama dalam peredaran video di masyarakat.
Akibat negatif video inilah yang membuat pemerintah
kalang kabut, membuat tata aturan peredaran video. Efek
atas pemberantasan kotak kaset video hitam dirasakan
di seluruh negeri. Hal ini membuat Gapalwavi (Gabungan
Pengusaha Penjual/Penyewa Video) yang beranggotakan
40
1213 orang di Indonesia (300 di DKI Jakarta), tetap
bertahan untuk tidak menyerahkan sisa kaset hitam
yang dimilikinya. Menurut mereka, imbauan itu belumlah
jelas, sebab yang berhak melakukan pemusnahan barang
terlarang adalah aparat kejaksaan.

Nyatanya, pemberantasan/penertiban video melibatkan


banyak regu penertib yang sebagian besar bentukan
Pemda setempat. Mereka ini langsung turun ke lapangan
melakukan pemusnahan kaset yang dianggap ilegal.

[...] “Jelas dengan hadirnya tiga warna kotak kaset


video itu berbau bisnis, kaena pengelola ketiga warna
kaset tersebut adalah juga pengusaha”[...](Harian
Terbit, 16 November 1987).

Ini merupakan bentuk usaha monopoli negara terhadap


peredaran kaset video hitam di nusantara. Menutup
pelan-pelan usaha video privat, menguasai dan
mengontrol peredarannya sesuai dengan cita-cita
pemerintah.

Palwa-palwa dapat memesan kaset warna dalam keadaan


kosong. Bahkan bisa memesan hanya kotaknya saja.

RISET VIDEOBASE
Harganya berkisar antara Rp.3.000-Rp.3.500 per kotak.
Kotak-kotak kosong itu bisa diisi dengan pita lama, dan
bisa juga diisi dengan pita baru, dengan harga pita
baru Rp.3.500 untuk waktu putar selama 2 jam. Sedang
harga resmi yang beredar saat itu adalah Rp. 7.700,-
, yang setelah diisi film harga kaset itu menjadi
RP.27.500 per buah. Pita video juga tidak hanya didapat
dalam bentuk rol siap pasang, tetapi juga bisa dalam
bentuk gulungan besar yang panjangnya dapat mencapai
ratusan hingga ribuan meter. Ada kemungkinan kaset
warna merah, biru, hijau yang banyak beredar bukan
produksi dalam negeri. Namun sudah tertangkap pula
penyalurnya di daerah perdagangan Glodok.

Untuk perhitungan resmi, dapat kita pakai misalnya


pesanan penggandaan pada TVRI Jakarta periode Januari-
Juli 1986. Pada periode itu tercatat 73.752 kaset yang
dipesan. Jumlah itu tidak cocok dengan jumlah Palwa
yang resmi tercatat. Kuota tahun itu adalah 700 judul,
atau satu bulannya sekitar 58 judul. Berarti selama
periode itu (7 bulan) diperkirakan masuk 406 judul.
kalau setiap palwa (dari 2.128 Palwa yang tercatat
resmi) memesan satu kaset, maka seharusnya digandakan 41
sebanyak 863.968 kaset (bukan hanya 73.752 kaset).
Jadi sisa penggandaan kaset sebanyak 790.216 kaset,
mencapai kurang lebih 92% dari total seharusnya jumlah
penggandaan kaset. Diperkirakan 92% ini adalah kaset
bajakan. Itupun hanya film impor, belum termasuk film
dalam negeri sendiri.

Perhitungan demikian juga bisa dilakukan pada


penggantian kaset hitam ke kaset warna. Menurut
Gapalwavi Jaya, tiap anggota yang rata-rata memiliki
2.000 kaset Jadi kebutuhan kaset warna 2.000 x 2.128 =
4.256.00 kaset. [...] “Katakan separuh dari kaset milik
Palwa itu sudah diganti dalam 4 tahun ini, berarti
masih diperlukan 2 juta kaset lebih. Darimana kaset ini
diperoleh”[...] (Kompas, 14 & 18 Oktober 1987).

Para pengusaha Palwa yang berdiri sejak tahun 1981


memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) rata-rata
memiliki video kaset hitam antara 2.000 sampai 5.000
buah. Bila semua kaset tersebut dimusnahkan, berarti
setiap Palwa dirugikan antara Rp. 40 juta sampai Rp.100
juta. Berarti hitungan harga satuan kaset kotak hitam
jika berjumlah 2.000 buah adalah Rp.20.000,-, sehingga
RISET VIDEOBASE

kerugiannya mencapai Rp.40 juta. Ini bukanlah jumlah


yang sedikit pada tahun-tahun tersebut. Para pengusaha
kemudian menggugat SK pelarangan kaset hitam, menuntut
penghapusan monopoli penggandaan kaset video pada 3
perusahaan saja –PT. Metro Tama Dunia, PT. Baskara, dan
PT. Panggung (PF, 23 November 1987).

[...] Tim Pengawas Peredaran Film & Video (TP2FV)


setiap malam mengadakan operasi ke seluruh pelosok
pinggiran kota [...]

[...] Tim Pengawas Peredaran Film & Video (TP2FV)


setiap sebulan sekali melakukan razia terpadu. Para
petugas yang dilibatkan terdiri dari kejaksaan, Deppen,
Kodim dan Kores [...] (PF, 29 November 1987)

Data berdasar pada temuan tim peneliti videobase Forum


Lenteng sejak 2008 - 2009

42 Andang Kelana1, Mahardika Yudha2 & Mirza Jaka Suryana


1
Sekretaris Jenderal Forum Lenteng &
Editor Pengelola www.akumassa. wordpress.com
2
Koordinator Penelitian dan Pengembangan
43
44
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN
Video
Teknologi dan
Dampaknya
Terhadap
Masyarakat
oleh : Jenderal Yoga Sugama

45
I. Pendahuluan

Sebelum melakukan pembahasan terhadap


judul yang telah ditentukan mengenai
“Video teknologi dan dampaknya terhadap
masyarakat”, maka terlebih dahulu akan
dibahas landasan-landasan pokok yang
akan digunakan sebagai titik tolak, di
mana dengan sendirinya masalah-masalah
yang berhubungan dengan keamanan akan
mendapatkan penyorotan secara menonjol.
Oleh karena pada dasarnya pengamanan
mempunyai tujuan untuk menumbuhkan dan
memelihara stabilitas nasional, maka
sangat perlu diketahui dan dimengerti.
“Kondisi dan Situasi masyarakat pada masa
pembangunan sekarang ini” termasuk gejala
hambatan yang mungkin dapat berkembang.

Tanpa memahami/mengetahui arah, tujuan


dan segala seluk-beluk yang berhubungan
dengan pembangunan sebagai latar belakang
dalam membahas kondisi dan situasi masyarakat, akan
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

sulit dan mustahil bagi pengamanan untuk membuat keadaan


seimbang antara terpeliharanya keamanan dan gerak lajunya
pembangunan.

II. Pembahasan

1. Tujuan pembangunan jangka panjang ialah jelas untuk


mewujudkan masya­
rakat makmur dan berkeadilan sosial yang
menjamin kesejahteraan lahir dan bathin bagi segenap
masyarakat Indonesia.

Dalam hal ini berarti pula bahwa pembangunan berusaha


untuk meniadakan segala bentuk kepincangan sosial dan
kepincangan dalam menikmati kekayaan nasional, karena
kepincangan-kepincangan tersebut merupakan penghambat
terwujudnya keadilan sosial dan penghambat terwujudnya
kesetiakawanan yang menjadi kekuatan penting dalam usaha
kita untuk bersama-sama memikul beban pembangunan.

2. Pembangunan menyadari bahwa segala usaha dalam


mencapai tujuan jangka panjang memerlukan dan memakan
46 waktu, di samping menyadari pula mendesaknya waktu agar
tingkat hidup lapisan masyarakat segera ada perbaikan.
Dalam kenyataan saat ini kepincangan-kepincangan sosial
dan kepincangan penikmatan kekayaan nasional masih kita
rasakan tetapi harus dapat mengerti bahwa ini semua
merupakan warisan keadaan masa lampau, yang akar-akarnya
ditumbuhkan jauh dalam zaman sebelum Indonesia merdeka.
Keinginan dan harapan masyarakat baik yang menyangkut po­
litik, ekonomi dan sosial pada saat itu terbendung atau
tidak terpenuhi, sehingga saat sekarang masih dirasakan
pengaruh-pengaruhnya. Jelas bahwa masalah-masalah tersebut
di atas sangat mempengaruhi langkah-langkah pembangunan
yang sekarang kita jalankan, untuk itu pembangunan ber­
usaha secara bertahap merobah struktur masyarakat kita
yang menjadi sumber dari berbagai kepincangan.

Tetapi sebaliknya harus dimengertikan pula bahwa


pembangunan yang bertujuan mencapai masyarakat makmur dan
berkeadilan sosial bukan berarti menolerir dan memberikan
tempat pemilikan yang berkelebihan bagi segolongan orang
yang dapat dijadikan alat untuk menindas orang banyak dan
menjadi penghambat berkembangnya kekuatan ekonomi lemah/
rakyat kecil.
3. Pembangunan dalam geraknya yang selalu disesuaikan

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN


dengan kondisi dan situasi, tidak terlepas dari pengaruh
interaksi antar bangsa pada zaman modern sekarang ini.
Sebagai suatu kenyataan, masyarakat kita sudah tidak
mau lagi menerima kehidupan statis, karena menyadari
fungsinya sebagai tujuan dan pelaku pembangunan. Untuk
ini pembangunan pun telah berusaha untuk membangkitkan
kepercayaan diri dan mendorong kemampuan masyarakat agar
dapat memperbaiki taraf hidupnya. Kondisi tersebut hanya
dapat dicapai jika masyarakat merasa adanya kebebasan
dalam dirinya yang akan dapat melahirkan kreativitas yang
sangat dibutuhkan dalam pemba­
ngunan.

Sebaliknya harus disadari bahwa dalam usaha pembangunan


kebebasan itu, kita harus ingat pada tempat berpijak kita
sendiri dan waspada terhadap hal-hal yang baru dan asing
yang tidak cocok dan akan membawa pengaruh negatif pada
kepribadian dan perjuangan kita sendiri dan yang juga
dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan yang tidak
kita inginkan, terutama dalam kehidupan sosial budaya
masyarakat.

Kurang adanya pengertian tentang sejarah dan kepribadian


bangsanya sendiri, ditambah dengan hasrat yang besar 47
untuk segera menikmati kemajuan, dapat mendorong kearah
pencarian nilai-nilai dan kekuatan-kekuatan pendorong
pembangunan pada kebudayaan bangsa-bangsa lain yang telah
maju, yang mana sangat mungkin sebagai akibatnya akan
dapat meruntuhkan masyarakat kita sendiri.

4. Harus dipertimbangkan pula, bahwa tantangan yang besar


yang dihadapi oleh bangsa dan negara Indonesia pada tahun-
tahun terakhir abad ke-20 sekarang ini, ialah kenyataan-
kenyataan sebagai berikut:

a. Ketergantungan kehidupan bangsa dan negara yang


satu pada yang lain, baik dalam aspek politik, ekonomi,
keamanan/pertahanan mau­
pun segi sosial budaya.

b. Peledakan-peledakan sains dan teknologi yang tidak


mengenal batas negara dan yang menuntut setiap bangsa
untuk mengejar dan mengetrapkannya.

c. Tuntutan hidup yang semakin meningkat.

Tanpa mengertikan tantangan-tantangan yang dihadapi


berarti pula kita membiarkan timbulnya benturan
dan pergeseran nilai-nilai sosial budaya bangsa.
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

Dengan berpijak dan berpegang teguh pada nilai-nilai


kemasyarakatan yang merupakan pencerminan Pancasila
sebagai jiwa dan kepribadi­
an serta pandangan hidup Bangsa
Indonesia yang berarti pula mengertikan nilai-nilai yang
secara mutlak harus dipertahankan, akan memudahkan atau
dapat menyaring nilai-nilai sosial budaya yang terbawa
oleh pemanfaatan hasil kemajuan dari luar terutama
yang menyangkut kemajuan dalam sains dan teknologi yang
dibutuhkan dalam pembangunan.

5. Kemajuan sains dan teknologi yang terus berkembang


dapat menimbulkan berbagai perobahan dalam dimensi
kehidupan masyarakat. Di antaranya adalah dapatnya
memberikan manfaat yang cukup besar terhadap upaya
memperbaiki dan meningkatkan mutu kehidupan bangsa dan
negara. Namun difihak lain juga disadari bahwa kemajuan
teknologi dapat menim­
bulkan berbagai ekses dalam
masyarakat yang belum siap.

Sedangkan kehadiran sains dan teknologi dengan segala


akibatnya sulit untuk dapat dihindari di dalam abad
teknologi komunikasi yang semakin maju seperti sekarang.
48 Masalahnya adalah bagaimana supaya kehadiran kemajuan
teknologi itu dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kepentingan nasional dan sekaligus meredusir akibat
negatif yang mungkin timbul. Sebab kemajuan teknologi
tidak saja dapat membawa benturan-benturan terhadap nilai
budaya bangsa, tetapi ada kalanya kemajuan teknologi
sengaja digunakan untuk menghancurkan potensi ideologi,
politik, dan ekonomi negara.

6. Berdasarkan pola dasar Pembangunan Nasional, maka


pembangunan di bidang teknologi hendaknya tetap dilandasi
oleh nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 serta tetap
berpedoman pada azas manfaat dan azas perikehidupan yang
berimbang. Ini berarti bahwa pendayagunaan teknologi
hendaknya ditujukan bagi kesejahteraan rakyat dengan tetap
memperhatikan adanya keseimbangan antara kepentingan
materiil dan spiritual, antara kepentingan individu dan
masyarakat untuk menunjang kepentingan na­
sional.

Dengan demikian kebijaksanaan pengembangan sains dan


teknologi hendak­
nya selalu diarahkan pada peningkatan
kemampuan dan ketahanan nasional.
7. Sesuai dengan yang digariskan dalam forum seminar

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN


ini, makalah ini membatasi diri pada pembahasan tentang
pengaruh teknologi video terhadap keamanan nasional
sebagai salah satu produk dari pada kemajuan teknologi
yang sekarang ini sudah mulai digunakan oleh Pemerintah
mau­
pun masyarakat. Yang dimaksud dengan keamanan nasional
dalam makalah ini adalah keamanan yang erat hubungannya
dengan pelaksanaan GBHN sebagai rangkaian program
pembangunan yang berkesinambungan untuk mewujudkan Tujuan
Nasional.

8. Di dalam mencapai Tujuan Nasional tersebut di atas


ternyata keadaan di dalam negeri menghadapi beberapa
kerawanan yang cukup dominan, di antaranya adalah keadaan
demografi, sosial budaya, dan geografi.

Untuk mengatasi kerawanan tersebut maka secara tepat di


dalam GBHN telah dikembangkan pengertian Wawasan Nusantara
sebagai suatu keyakinan yang memandang Rakyat, Bangsa, dan
Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan yang utuh melalui
usaha menumbuhkan kesatuan politik, kesatuan sosial
budaya, kesatuan ekonomi dan kesatuan pertahanan-keamanan.

Di dalam menumbuhkan keyakinan Wawasan Nusantara itu,


49
kehadiran video teknologi dirasakan sekali manfaatnya
yang telah banyak meringankan tugas Pemerintah di dalam
menyebarluaskan corak kehidupan Bhinneka Tunggal Ika yang
bertebaran di wilayah Nusantara. Kecuali untuk kepentingan
menumbuhkan Wawasan Nusantara, video teknologi juga me­
rupakan sarana yang bermanfaat untuk mencerdaskan bangsa,
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan untuk
kepentingan pembangunan nasional pada umumnya.

9. Namun dari hasil pengamatan didapat kesan bahwa


terhadap kemajuan yang dimiliki, video teknologi belum
dimanfaatkan secara maksimal. De­
ngan pemanfaatan yang
sebaik-baiknya, video teknologi tidak saja dapat membantu
penerangan di berbagai bidang seperti pertanian dan
kesehatan, tapi sekaligus merupakan pula sarana yang
efektif di dalam mempercepat akselerasi pembangunan
(antara lain di bidang pendidikan). Selain dari pada itu
pemanfaatan terhadap video teknologi dapat pula melengkapi
kegiatan penerangan.

Sampai sekarang selain Pemerintah, anggota masyarakat yang


memiliki video masih terbatas pada golongan tertentu di
kota-kota besar dan pada umumnya berfungsi sebagai alat
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

hiburan. Namun meluasnya peredaran video cassette dalam


kenyataan pemanfaatannya sempat menimbulkan masalah-
masalah baru yang perlu mendapatkan perhatian dan
penanganan yang serius.

10. Untuk mencegah timbulnya akibat negatif dari


penggunaan video cassette, telah dikeluarkan izin-
izin baik yang berhubungan dengan impor, perda­
gangan,
penjualan, produksi dan peredarannya, tapi dalam
kenyataannya timbul banyak kasus-kasus tertentu yang baik
secara langsung maupun tidak langsung merupakan dampak
negatif dan sempat menimbulkan gangguan-gangguan keamanan,
antara lain seperti:

a. Telah dikeluarkan larangan tentang pemasukan video


cassette berbahasa Cina dan kepada para importir video
cassette dikenakan kewajiban sensor sebelum diedarkan
kepada masyarakat. Namun kenyataannya menunjukkan bahwa di
masyarakat telah beredar kaset video yang belum disensor.
Selama tahun 1980 telah disita 2660 kaset video, di
antaranya ada kaset video yang mengandung propa­
ganda RRC
(Pekan Olah Raga RRC, Perang RRC lawan Vietnam).
50
Terlepas dari motivasi apapun yang mendorong penyelundupan
ter­
sebut, namun beredarnya video cassette mengandung
propaganda RRC dan sudah merupakan ancaman langsung
terhadap UUD 1945 dan Pancasila, serta dapat mengkrier/
meningkatkan sikap menutup dari WNI Keturunan yang jelas
akibatnya dapat merusak usaha Pemerintah dalam menangani
pembauran warganegaranya dan juga dapat menimbulkan
peluang bagi munculnya kembali kasus-kasus rasial yang
selama ini sering terjadi. Dan yang lebih parah ialah
dapat menstimulir kembali timbulnya kekuatan komunis di
Indonesia.

b. Selain video cassette yang isinya bertentangan dengan


Pancasila, di masyarakat beredar pula video cassette yang
bercorak porno dan sadisme sekalipun pengaruhnya terhadap
generasi muda masih memer­
lukan penelitian secara lebih
mendalam, namun yang sudah nampak adalah bahwa pelanggaran
susila di kalangan generasi muda menunjuk­
kan gejala yang
semakin meningkat.

Ditambah kondisi yang ada di masyarakat tentang kadar


kenakalan remaja yang sudah menjurus kepada tindakan
yang bersifat kriminil, maka akibatnya akan dapat lebih

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN


merangsang lahirnya sikap mental yang bertentangan dengan
moral Pancasila.

Sekalipun beredarnya video cassette porno/sadisme mungkin


bermotifkan komersil, namun dilihat dari akibat yang
dapat ditimbulkan (merusak moral) maka tidak terlepas
kemungkinan adanya unsur gelap yang menumpang di belakang
para penyelundup.

c.Terhadap peredaran kaset video yang masuknya secara


legal dan mengikuti ketentuan-ketentuan/izin-izin yang
ada tidaklah menimbul­
kan masalah, tetapi terhadap masuknya
video cassette asal selundupan diperlukan kewaspadaan dan
penanganan yang lebih tegas dan terkoordinir. Masuknya
video cassette yang mengandung propaganda RRC jelas
merupakan penyelundupan dengan latar belakang politik,
masuknya video cassette porno atau video cassette yang
berbahasa Cina (sekalipun tidak mengandung propaganda),
namun tidak mencegah kemungkinan diselipkannya kepentingan
politik.

Dengan demikian terlepas dari motifnya yang mendorong


penyelundupan tersebut, nampak sekali betapa besar
51
bahayanya ter­
hadap keamanan nasional yang dapat
ditimbulkan oleh beredarnya video cassette selundupan
sebagai akibat sampingan dari suatu ke­
majuan teknologi.

11. Sekarang ini situasi belum menunjukkan ada tanda-tanda


dimanfaatkannya video cassette oleh unsur dalam negeri
untuk tujuan politik. Tetapi kondisi sosial politik dan
sosial budaya yang sangat rawan (agama, generasi muda,
rasialisme dan lain-lain), serta dengan meningkatnya
kemampuan ekonomi yang memungkinkan pemilikan video
teknologi yang bertambah luas, maka untuk masa yang akan
datang tidak menutup kemungkinan adanya peman­
faatan video
cassette oleh unsur-unsur dalam negeri yang secara sadar
atau tidak sadar dapat menimbulkan akibat negatif.

Dengan bertemunya unsur-unsur luar negeri dengan


kepentingan negatif dari unsur-unsur dalam negeri, maka
ancaman terhadap Pancasila dan Kesatuan Bangsa bertambah
besar.

12. Membiarkan situasi dan kondisi seperti tersebut di


atas berkembang dengan menyadari/mengerti side effect yang
negatif akan terjadi, berarti dengan sengaja mengabaikan/
mengorbankan keamanan dan stabilitas yang diperlukan bagi
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

lancarnya pembangunan. Untuk ini maka menjadi keharusan


dan kewajiban kita semua untuk menertibkan dan mengingat
masalahnya me­
nyangkut aspek-aspek yang begitu luas, maka
seyogyanya dalam usaha penertiban tersebut berlandaskan
pokok-pokok fikiran yang bersifat na­
sional, adil, dan
berimbang.

Peredaran video cassette tidak hanya dinilai untuk


menyalurkan usaha penetrasi kebudayaan, politik yang
merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia yang
sedang membangun, tapi lebih jauh juga sudah menimbulkan
persaingan bussiness baik antar pengedar video cassette
maupun terhadap perfilman yang cenderung mengarah ke
persaingan yang tidak sehat, di mana pengaruhnya di
kemudian akan dirasakan oleh kon­
sumen yang merasakan
kemudahan dan kemurahan dari peredaran video cassette.
Meskipun masalahnya hanya bermotifkan ekonomis, tapi harus
dilihat dalam konteks yang lebih luas, bahwasanya apapun
yang telah/akan terjadi dalam bussiness video cassette
tentu berkaitan dengan tujuan/hasil yang diharapkan
pembangunan, yaitu untuk mendorong/membangkitkan kemampuan
dan kreativitas masyarakat Indonesia dalam memperbaiki
52 taraf hidupnya. Memecahkan masalah yang sekedar untuk
memenuhi selera kelompok kecil anggota masyarakat,
akhirnya hanya menjadi beban kerugian masyarakat banyak
dan tidak akan menyelesaikan masalahnya, malahan justru
akan menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih kompleks.

13. Persoalan kita sekarang adalah bagaimana caranya untuk


membuat keselarasan antara terpeliharanya stabilitas
keamanan dan dinamika masyarakat yang berkembang seiring
dengan lajunya pembangunan.

Menekankan segi keamanan saja, dapat mendatangkan


tekanan terhadap kreativitas masyarakat dalam menunjang
pembangunan, dan berarti pula mematikan gairah pembangunan
atau bahkan mungkin memacetkannya sama sekali.

Sebaliknya mengabaikan keamanan, berarti memberikan


peluang terhadap gangguan stabilitas nasional, yang akan
berakibat pula terhadap gagalnya pembangunan. Mengingat
video cassette termasuk kemajuan teknologi di bidang audio
visual yang mengelompok dengan Televisi/Film, maka masalah
status, peredaran dan penanganan terhadap isinya lebih
praktis dan aman jika dimasukkan bersama ke dalam badan-
badan yang bertanggungjawab terhadap pembinaan perfilman.

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN


Dan oleh karena perdagangan video cassette beserta
seluruh kegiatan dan pengembangannya dalam berbagai
aspek lebih bebas dari perfilman, maka tindakan-tindakan
preventif yang makin ketat harus dilakukan dengan
tetap memperhitungkan bahwa manfaat video teknologi
bagi kemajuan pemba­
ngunan ditempatkan dalam urutan
pertimbangan.

III. KESIMPULAN.

1. Hadirnya video teknologi dengan segala akibatnya


merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari dalam
teknologi komunikasi yang semakin maju seperti sekarang.
Pemanfaatan dan pendayagunaan video teknologi sebagai
salah satu produk mutakhir dari perkembangan kemajuan
teknologi modern, dapat diarahkan untuk menunjang
pembangunan, terutama ter­
hadap upaya memperbaiki dan
meningkatkan mutu kehidupan bangsa dan negara.

Selain manfaat positif yang diberikan oleh kemajuan


teknologi video, tidak sedikit pula dampak negatif yang 53
ikut terbawa yang dapat berpengaruh dalam kehidupan
politik, sosial budaya, dan ekonomi, baik yang datang dari
luar maupun dari dalam negeri atau merupakan perpaduan
dari dua kepentingan tersebut.

Sungguh merupakan tantangan yang besar bagi bangsa


Indonesia yang sedang giat melakukan pembangunan untuk
menghadapinya, karena di satu pihak kita tidak menghendaki
timbulnya benturan dan pergeseran nilai-nilai sosial
budaya bangsa dan di pihak lain disadarinya kebutuhan
setiap bangsa untuk mengejar setiap kemajuan teknologi
yang terjadi dan mengeterapkannya demi berkembangnya
kemajuan dan keberhasilan pemba­
ngunan.

Dengan mengertikan dan berpegang teguh pada nilai-


nilai kemasyarakatan yang mencerminkan jiwa, pribadi dan
pandangan hidup bangsa Indonesia yang secara mutlak harus
dipertahankan, akan sangat memudahkan untuk menyaring
nilai-nilai sosial budaya yang terbawa oleh pemanfaatan
hasil kemajuan teknologi pada abad sekarang ini.

Tanpa menyadari kondisi perkembangan masyarakat dan


situasi yang terjadi di dalam negeri, baik yang
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

menyangkut: kepentingan dan tujuan pemba­


ngunan;
harapan timbulnya dinamika dan kreativitas masyarakat
dalam menunjang gerak lajunya pembangunan; kedudukan
perkembangan dan kemajuan teknologi dalam kerangka
pendayagunaan dalam pembangunan; serta side effect
yang mungkin terjadi terhadap penggunaan kemajuan
teknologi maupun mengabaikan stabilitas keamanan yang
sangat dibutuhkan dalam suasana pembangunan, hanya akan
menimbulkan gangguan-gangguan yang berakibat terhadap
kemungkinan macetnya/gagalnya pembangunan.

2.Dengan mendasarkan kenyataan yang telah berkembang


dan memperkirakan bahwa masa yang akan datang bukan
tidak mustahil terjadi peningkatan dan pemanfaatan video
teknologi yang makin luas, yang berarti pula masalah yang
akan dihadapi akan makin kompleks, maka usaha penertiban
yang merupakan bagian tindakan pengamanan untuk mencegah
penyalahgunaan kehadiran kemajuan teknologi video dan
mengamankan gerak laju pembangunan, harus mendapatkan
prioritas utama dan dipecahkan dengan mendasarkan pada
pokok pikiran yang bersifat nasional, adil dan berimbang.

54 Mengingat pula sumber berkembangnya pengaruh yang negatif


terletak pada:

a. Berkembangnya isi dan peredaran video cassette


yang dapat menjangkau secara bebas ke seluruh lapisan
masyarakat secara mudah dimana hal tersebut tergantung
pada status teknologi video dan penggolongannya dalam
media massa audio visual.

b. Respons masyarakat sebagai pemilik/pemakai video


cassette recorder dan kesadarannya untuk berpartisipasi
positif bagi perkembangan generasi muda.

Maka kami sarankan sebagai pencegahannya:

1) Pola pembinaan video teknologi sebagai media massa audio


visual dimasukkan dalam pola pembinaan perfilman.

2) Oleh karena perdagangan video cassette beserta seluruh


kegiatan dan pengembangannya dalam berbagai aspek
lebih bebas dan mudah daripada perfilman, maka tindakan
preventif yang lebih ketat harus dilakukan dengan tetap
memperhitungkan pemanfaatan secara positif bagi kemajuan
pembangunan.
3) Perlu ditingkatkan kesadaran masyarakat pemakai video

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN


teknologi untuk lebih menanamkan disiplin pada dirinya
masing-masing, yang tidak berbeda dengan disiplin
pembinaan terhadap anak-anak yang menjadi tanggung jawab
dalam keluarga masing-masing.

Jakarta, 8 Desember 1981

BADAN KOORDINASI INTELIJEN NEGARA

Sumber: BUKU SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK


PEMBANGUNAN yang diadakan 7-10 Desember 1981, Dewan Film
Nasional, hal. 115 - 121.

55
56
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN
Sambutan Ketua Dewan Harian
Dewan Film Nasional
Pada Pembukaan Seminar
Pengelolaan Teknologi Video
Untuk Pembangunan
Pada Tanggal, 7 Desember 1981
Di Gedung Y.T.K.I. — Jakarta
57
Saudara Ketua Panitia Penyelenggara
Seminar,

Dan para hadirin yang saya muliakan.

Saya kira tidak banyak lagi yang perlu


saya tambahkan karena apa yang telah
diinginkan oleh DFN dengan Seminar ini
sudah disampaikan oleh Bapak Irawan tadi
dalam laporannya. Hanya ada beberapa soal
di antaranya yang barangkali dapat menjadi
pertimbangan kelak dalam mendiskusikan
masalah video ini dan mungkin menjadi
bahan untuk menetapkan masukan-masukan
yang bermanfaat untuk menentukan tindakan-
tindakan di masa mendatang.

Pertama, jelas sekali kelihatan


bahwa dimana pun juga dan baik dalam
perkembangannya maupun dalam pemakaiannya
jelas bahwa video ini adalah medium audio visual. Yang
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

kedua, dalam aspek ekonomi dan perdagangannya jelas sekali


bahwa video ini erat sekali hubungannya dengan film.

Konkritnya, kita melihat video yang diperdagangkan atau


dipersewakan orang di masa sekarang ini sebagian besar
atau boleh dikatakan hampir semuanya merupa­
kan rekaman
dari film-film yang sudah dibuat, baik yang dibuat di luar
negeri maupun yang dibuat di dalam negeri.

Kenyataan ini menimbulkan konstatasi pada kita bahwa


pengelolaan film dan video haruslah berada dalam satu
tangan, tangan mana pun juga yang ditugaskan untuk
mengelola kedua bidang yang kelak akan menjadi satu itu.

Lalu selanjutnya masalah yang paling rumit sekali,


yaitu pengaturan terhadap masalah video, yang berbeda
sekali dari pengaturan terhadap film, karena sifat
mobilitas dari pada medium baru ini dan sifat kemungkinan
pengembangannya, dalam pengertian bisa diperbanyak
dengan mudah sekali, maka ada dua hal yang lahir daripada
kenyataan tersebut.

Pertama, pengaruh ekonomi dalam bidang industri audio


58 visual, khususnya dalam hal ini film. Yang kedua, dampak
daripada dapatnya sesuatu keadaan di suatu tempat,
langsung ditransfer ke tempat lain; dalam hal ini misalnya
untuk memberikan contoh, sebuah film yang beredar di
Inggris hari ini, besok videonya sudah dapat kita lihat.

Apakah masuknya secara sah atau tidak sah, tapi pada


pokoknya benda itu sudah ada di tengah-tengah kita dan
begitu ia berada di tengah kita, ia dapat diperbanyak
secara sah atau tidak sah. Dalam hal ini video merupakan
satu alat penetrasi kebudayaan yang tidak bisa dihadapi
hanya dengan peraturan tetapi harus dihadapi dengan daya
tahan si pengguna video tersebut.

Jadi disini ada aspek keharusan meningkatkan pendidikan


masyarakat agar mampu menilai film-film video dengan cara
yang lebih kritis. Selama ini kita memiliki suatu badan
seperti BSF yang meneliti dan menapis film yang sumbernya
hanya dari satu pintu masuk sehingga mudah diawasi. Tetapi
sekarang ini kita berhadapan dengan suatu fenomena yang
sumber dan pintu masuknya tidak lagi ketahuan, tetapi
langsung masuk ke tengah-tengah keluarga dan rumah tangga.
Jadi jelas secara kultural dampak dari video sangat besar

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN


sekali, oleh karena itu timbul pertanyaan pada Dewan
Harian Dewan Film Nasional dalam menghadapi dua soal ini:
apakah sebetulnya segi positif dari video yang bisa kita
kembangkan, baik ditinjau dari aspek ekonominya maupun
dalam aspek kebudayaannya.

Kalau dilihat dalam sejarah film, Saudara-saudara yang


terhormat, video sebetul­
nya bukan suatu hal yang baru
dalam arti perkembangan teknologi baru, tetapi hakekatnya
sebetulnya lama, bermula berkembang kemudian perkembangan
itu terhenti. Sebetulnya film itu diperkembangkan tidak
untuk dilihat secara bersama-sama seperti yang kita
lihat di bioskop sekarang ini. Film yang diperkem­
bangkan
oleh Edison yang menghasilkan suatu alat adalah suatu
pertunjukan yang dipertontonkan pada satu orang, jadi
tidak pada sekelompok penonton sekaligus.

Tetapi kemudian perkembangan ini terhenti, karena memang


tidak bisa diperkembangkan. Lalu mulai suatu perkembangan
baru yang memungkinkan untuk mempertunjukkan hasil film
itu pada kelompok yang lebih besar. Artinya, sekaligus
film itu dapat diputar dalam bioskop yang bisa ditonton
seratus, seribu atau dua ribu orang. 59
Video kembali kepada konsep Edison yang pertama. Kalau
selama ini kita menonton film di bioskop, kita tidak
menguasai film itu sama sekali. Film itu kita tonton mulai
jam tujuh dan selesai jam sembilan. Kalau ada bagian-
bagian yang tidak bisa kita pahami dalam film itu, kita
tidak bisa meminta kepada pemutar film untuk memutar
kembali supaya bisa kita tonton lagi dan bisa kita pahami.

Lain halnya dengan video. Kalau ada bagian video yang


terlalu berat, maka persis seperti buku, kalau ada
bagian buku itu yang tidak bisa kita pahami maka kita
balik kembali buku tersebut, demikian juga halnya dengan
video. Dilihat dari sudut ini dia akan mengadakan atau
menimbulkan perubahan dalam cara pemilikan dan dalam cara
pembuatan film. Mungkin saja terjadi bahwa film-film yang
selama ini ditujukan kepada suatu selera yang diambil
sebagai selera rata-rata antara orang yang terpandai
dengan orang yang terbodoh, maka melalui video bisa
dipertunjukkan kepada golongan-golongan yang lebih sanggup
berpikir. Ini adalah salah satu segi positif.
Jadi secara lambat laun fungsi video akan mendekati fungsi
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

buku, yang bisa dibeli sebagai sebuah “buku” yang bisa


diputar berkali-kali agar bisa diteliti dengan lebih baik.
Hal ini berbeda dengan fungsi film, oleh karena salah
satu pegangan yang dipakai oleh orang film dalam membuat
film adalah bahwa film yang dia buat itu hendaknya bisa
ditonton dan dipahami oleh orang dengan satu kali lihat.

Tapi akhir-akhir ini makin banyak film dibuat yang


memerlukan dan menuntut kemauan yang lebih besar dari kita
sebagai penonton untuk dapat memahaminya dengan baik. Hal
semacam ini merupakan suatu hal yang bisa dilakukan oleh
video dengan cara yang lebih baik.

Kalau dilihat dari sudut ini, maka perkembangan video


adalah suatu perkembangan yang sangat positif. Hanya salah
satu ketinggalan atau keterlambatan dalam dunia pendidikan
dan juga dari kalangan kebudayaan kita adalah meskipun
medium film adalah suatu seni yang sebetulnya berkembang
di dalam abad keduapuluh ini, tetapi anehnya justru seni
film yang berkembang dalam abad kita ini tidak mendapat
tempat yang wajar di lembaga-lembaga pendidikan kita.

Sekolah-sekolah kita mengajarkan kesusastiaan dan seni


60
sastia. Mengajarkan musik, seni rupa dan tanggapan
terhadap seni rupa, pokoknya seni-seni tradisional yang
sudah lama, tapi sama sekali tidak menyentuh masalah
bentuk seni baru yang bernama film.

Oleh karena timbulnya anggapan masyarakat yang


mengkhawatirkan dampak medium baru ini, dibentuklah di
mana-mana “Badan Sensor Film” daerah. Ini adalah suatu
barometer bahwa masyarakat itu takut. Tetapi tidak pernah
lembaga pendidikan berusaha melengkapi masyarakat dengan
senjata, sehingga mereka dapat memisahkan mana yang keras,
mana yang antah, mana yang baik, mana yang buruk.

Sekarang ini saya kira pada tempatnya kalau masalah ini


kita hadapi dengan cara yang sungguh-sungguh dan yang
lebih teratur. Apalagi kalau kita ketahui bahwa yang
sebagian besar penonton bioskop kita dan yang sekarang
dalam kenyataannya mengasyiki video ini adalah kaum
remaja kita. Lalu timbul pertanyaan, apa yang dapat kita
lakukan dalam soal dampak-mendampak ini, dalam soal masih
adanya masyarakat yang permistik-mistik sangat tinggi
dan masyarakat yang masih bergerak di dalam jalur-jalur
tradisional serta ukuran-ukuran yang wajar bagi bangsa itu

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN


sendiri.

Kita melihat contoh, misalnya masalah film anak-anak yang


dikehendaki oleh masyarakat itu sulit sekali didatangkan
dari luar negeri, karena ternyata film anak-anak yang
dianggap oleh masyarakat di luar negeri cukup buat anak-
anak, kalau dimasukkan kedalam masyarakat Indonesia harus
ditonton oleh orang dewasa.

Jadi jelaslah di situ bahwa ada satu jarak yang besar


sekali antara perkembangan dari bermacam-macam nilai
yang terdapat di luar tanah air kita dan perkembang­
an dari nilai yang terdapat di tanah air, meskipun kita
sendiri tidak terlepas dari pengaruh luar. Oleh karena itu
barangkali bisa mulai dipikirkan satu disain sistem dalam
masalah video.

Kalau misalnya, ini hanya suatu pemikiran saja, hanya


film-film yang paling sedikit berumur 10 tahun yang boleh
direkam dalam video dan dipasarkan dalam masyarakat,
maka dengan cara ini kita akan memperoleh dua macam hal:
pertama diperlambat dampak yang datang ke negeri kita,
karena tidak ada lagi film baru yang bisa masuk langsung
61
ke tengah-tengah keluarga. Dan kedua, terjadi pemilihan
yang lebih baik; artinya, yang disebut orang film klasik
atau film-film yang bernilai saja yang akan direkam,
karena hanya film-film jenis itu yang akan bertahan
dilihat dari sudut perhatian masyarakat.

Dalam dunia film nasional tumbuh masalah yang lain


yaitu masalah ekonomi karena dalam tahun-tahun terakhir
ini —malahan dalam bulan-bulan terakhir ini— kelihatan
bagaimana film-film yang masih beredar di dalam masya­
rakat tahu-tahu sudah muncul videonya. Sebagai akibatnya
ada satu golongan yang memperkerjakan banyak karyawan
yang terkena yaitu golongan bioskop yang pada suatu saat
mendapat kesulitan untuk menghadapi persaingan dengan
video ini.

Nah, dalam hal ini bisa kita lakukan suatu delayed sistem,
artinya tidak boleh ada film nasional yang dapat direkam
untuk dipasarkan sebelum film itu berumur misalnya 2 kali
masa peredaran, yaitu 6 tahun. Ini hanya suatu contoh, apa
saja yang dapat kita pergunakan dalam menyusun perangkat
peraturan untuk video.
Jadi ada empat hal kalau boleh saya ulang kembali.
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

Pertama, jelas sekali bahwa pengaturan video dan film


itu adalah satu. Kedua medium itu adalah dua yang saling
sangkut menyangkut, saling pengaruh-mempengaruhi, baik
dalam dampak kulturalnya maupun dalam dampak ekonomisnya.
Jadi perlu sekali pengelolaan video dan film itu meski
oleh siapapun juga —untuk dilakukan oleh satu tangan.

Yang kedua, perlu diadakan sistem pengamanan dari dampak


video itu sendiri yang ketiga, perlindungan terhadap
aspek-aspek ekonominya dan yang keempat, justru yang
sulit dihadapi adalah bahwa ada video yang tidak bisa
diatur, yaitu video yang masuk secara gelap yang disini
diperedarkan dan diperbanyak secara gelap pula.

Dalam hal ini tidak ada aparat yang dapat menghadapinya.


Dimanapun juga pembajakan terjadi dan penyelundupan
terjadi. Satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah
meningkatkan daya kritis masyarakat itu sendiri. Nah, ini
berarti kita harus menciptakan suatu sistem penyensoran
terhadap video.

Ada bermacam-macam pendapat dalam hal ini; ada pendapat


yang mengata­
kan bahwa karena video itu ditonton dalam
62
keluarga, dia akan mempunyai pengaruh yang lebih buruk
daripada film, karena film diputar dalam lingkungan yang
tertutup sedangkan video diputar dalam lingkungan yang
terbuka sehingga bisa dilihat oleh sembarang orang. Tetapi
sebaliknya ada juga yang berpendapat bahwa tontonan video
itu akan lebih aman karena dilihat bersama-sama dengan
keluarganya, sehingga orang tuanya dapat bertindak sebagai
penyangga atau bumper terhadap pengaruh buruk yang mungkin
dapat ditimbulkan oleh video.

lnilah Saudara-saudara, sebutkanlah semacam gambaran yang


beredar dalam lingkungan Dewan Harian, gambaran yang
semu sifatnya, yang kesimpulannya masih belum jelas dan
karenanya saya harapkan akan Bapak-bapak/Ibu-ibu singgung
dalam seminar ini sehingga pada suatu saat dapat kita
capai dua hal. Pertama, mengadakan persiapan sedemikian
rupa; kedua, mengadakan perangkat ketentuan sedemikian
rupa sehingga dalam perkembangan video selanjutnya —yang
barangkali akan dilaporkan nanti oleh Komisi yang membahas
dampak teknologi video ini, kita tidak menjadi orang
yang disergap oleh satu perkem­
bangan baru, karena keadaan
kita selama ini selalu seolah-olah dikejar oleh suatu
perkembangan yang inisiatifnya tidak ada di tangan kita.

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN


Kita seolah-olah, seperti tadi dikemukakan oleh seorang
rekan, mengejar layang-layang; layang-layang itu terbang
lalu kita kejar.

Dalam perkembangan teknologi sekarang ini perlu bagi


kita agar bagaimanapun juga, secara mental harus dapat
mendahului perkembangan tersebut, sehingga kita juga siap
dengan suatu peraturan yang tidak bersifat tambal sulam.

lnilah kiranya Saudara Ketua, sekedar sambutan yang tidak


merupakan pengarahan tapi hanya sekedar menyampaikan
kepada khalayak yang hadir, masalah-masalah apa yang
hidup di kalangan Dewan Harian yang menyebabkan Dewan
Harian meminta kepada Saudara Ketua Komisi Idiil Dewan
Film Nasional untuk mengadakan seminar ini. Seminar ini
dianggap sangat penting sekali artinya dalam menghadapi
masalah perkembangan teknologi video sehingga suatu
teknologi baru yang seharusnya dapat memberikan keuntungan
positif tidak sampai menjadi bala yang negatif bagi bangsa
dan masyarakat kita.

63
Sekian dan terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Drs. Asrul Sani

Sumber: BUKU SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK


PEMBANGUNAN yang diadakan 7-10 Desember 1981, Dewan Film
Nasional, hal. 51-55
64
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN
Teknologi Video
dan Dampaknya Dalam
Masyarakat
Oleh Mochtar Lubis

65
— Video hanyalah satu bagian saja dari apa
yang dinamakan revolusi teknologi di bidang
komunikasi, hasil dari perkawinan teknologi
telekomunikasi dengan computer teknologi.

— Guna mendapat perspektif yang lebih


seimbang memandang video, kita memerlukan
latar belakang perkembangan mutakhir di
bidang komunikasi televisi ini. Istilah-
istilah teknologi baru telah bermunculan,
seperti piring video laser (light
amplification by stimulated emission of
radiation), sistem distribusi memakai
optical fiber, direct satellite-television,
pemakaian milimeter waveguide (yang dapat
mengangkat atau mengirim seperempat juga
percakapan sekaligus pada waktu yang sama).

Seminar ini membatasi diri pada video, yang


kita kenal dalam bentuk video-kaset, yang
dimasukkan ke dalam sebuah kaset-player/
recorder, dan kita dapat menonton isi
rekaman kaset tersebut di layar pesawat TV kita.
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

Kemajuan teknologi di bidang video-kamera akan merubah


situasi yang kita kenal selama ini. Waktu saya berkunjung
ke Jepang sebulan yang lampau saya mendapat kesempatan
berkunjung ke markas besar Sony Corporation. Di sana
seorang direkturnya menunjukkan pada saya hasil yang
telah dicapai dalam pengembangan video-kamera. Sony telah
berhasil mengembangkan kamera video yang dapat merekam
dengan lebih dari 1000 garis. Padahal menurut sang
direktur dengan 850 garis saja sudah dapat dicapai gambar
yang lebih jelas dan tajam dari gambar yang dapat direkam
oleh kamera film 35 mm yang selama ini dipakai membuat
film. Juga telah tercapai kesanggupan mengirim siaran TV
jarak jauh untuk rekaman lebih dari seribu garis ini.
Percobaan pengiriman jauh demikian telah dicoba oleh NHK
Tokyo melalui satelit Yuri Jepang.

Sony kini berharap menjelang akhir tahun depan telah dapat


memasarkan sistem kamera-video yang demikian, lengkap
dengan peralatan editing, dan sebagainya, dan diberi nama
HDVS (High Definition Video System), mungkin memakai 1.250
garis. Para pengusaha pemancar video merasa yakin dengan
66 teknologi baru ini, mereka akan dapat bertahan, jika tidak
akan lebih unggul terhadap saingan dari film dan bioskop,
dan sistem video-rumah (home video) yang kita kenal
sekarang ini.

Akan tetapi video kamera baru Sony ini tidak saja dapat
dipergunakan untuk meninggikan mutu tehnis rekaman video
untuk siaran televisi, tetapi dapat pula dipergunakan
untuk membuat film cerita, yang dapat dipertunjukkan
langsung di bioskop besar. Disamping ini bioskop dengan
tehnologi lama, produser film dengan modal yang telah
tertanam dalam peralatan teknologi film biasa, sutradara
dan para tehnisi film yang telah biasa dengan disiplin
teknologi film, masih dapat bekerja dalam kerangka
teknologi yang telah mereka kenal lama itu. Bioskop tidak
akan serta merta ditendang keluar gelanggang. Karena
video-tape yang baru ini akan mudah dipindahkan ke film,
seperti juga mudahnya memindahkan film ke video-tape.

— Meskipun demikian, patut kita menyadari, bahwa kita


kini telah berada diambang pintu menyatunya teknologi film
dengan video, dan penyatuan ini akan berkembang dengan
bertambah besarnya dominasi video, dan akhirnya video akan
menggantikan teknologi film samasekali.

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN


— Mungkin saja pada permulaannya teknologi membuat film
memakai teknologi video akan mahal pada taraf penanaman
modal pertama, akan tetapi kenyataan ini diimbangi oleh
jauh lebih murahnya, dan lebih cepatnya proses produksi
sesuatu film memakai teknologi video.

Sebagai yang ditunjukkan pada saya oleh salah seorang


direktur Sony, lama produksi sebuah cerita film yang
biasa, dengan video-camera tidak akan lebih dari sepuluh
hari, seandainya segala yang diperlukan telah disiapkan
terlebih dahulu. Ongkos film dapat dihemat secara besar-
besaran, karena pemotretan yang tidak memuaskan sutradara
atau jurukamera (yang dapat segera diperiksa pada layar
TV), segera dapat diulang dengan menghapus tape, editing
dengan sebuah mesin editing computer-elektronik dapat
dilakukan dengan cepat dan tepat. Dan kemudian proses
selanjutnya tidak lagi memerlukan proses di laboratorium.

Direktur Sony mengatakan, bahwa ketajaman gambar malahan


melampaui ketajaman gambar film 35 mm yang sekarang.
Karena itu dapat disorotkan ke layar besar, ukuran
cinemascope dan sebagainya.
67
Perkembangan ini memungkinkan pula pengaruh dan dampak
yang besar dalam sistem distribusi film cerita. Mungkin
bioskop seperti yang kita kenal selama ini akan dapat
bertahan selama beberapa waktu, tetapi jelas kematiannya
juga telah berada di ambang pintu. Karena distribusi
film cerita memakai teknik video jauh lebih mudah.
Sebagai sentral pengirim, dapat melayani beberapa bioskop
sekaligus memakai “cable tv”, yang di Amerika sarananya
telah ada di banyak kota.

— Karena perkembangan ini menurut direktur Sony tersebut


akan muncul di pasar menjelang akhir tahun 1982 (sutradara
Coppola dari Hollywood adalah pemesannya yang pertama),
maka sudah sepatutnya Dewan Film Nasional mulai memikirkan
dan menyiapkan dunia film dan perbioskopan Indonesia untuk
menerima teknologi baru ini.

Jangan menolak Teknologi:

— Betapapun juga munculnya teknologi video ini


terasa merupakan ancaman bagi berbagai golongan yang
berkepentingan, sikap kita seharusnya jangan menolak
teknologi baru ini. Amat mudah mendarat hal-hal yang
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

dianggap negatif yang dapat timbul dari sesuatu teknologi


baru. Tetapi soalnya bagi kita, adalah memanfaatkan
teknologi baru ini sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan-
tujuan utama Dewan Film Nasional yang telah digariskan;
waktu agar film Indonesia menjadi tuan rumah di negerinya
sendiri, dan agar film Indonesia memiliki kadar kultural-
edukatif yang bertambah tinggi.

— Karena ongkos produksi yang murah, maka lebih banyak


perorangan maupun kelompok masyarakat akan mendapat
kesempatan untuk berkarya kreatif memakai teknologi video.
Pembikin film tidak lagi dimonopoli oleh mereka yang kuat
modal saja, seperti yang banyak dikeluh-kesahkan selama
ini. Cukong-cukong yang selama ini menguasai produksi film
nasional (yang banyak tidak memahami aspirasi, perjuangan
dan kehidupan budaya bangsa kita) kini dapat dipatahkan
dominasi mereka.

Memakai teknologi video pengucapan kreatif film dapat


lebih “dimasyarakatkan” dan “didemokrasikan”. Mereka yang
berbakat dapat mengembangkan kreativitas mereka dan dengan
demikian menyumbang pada kekreativan pengucapan film
68 bangsa kita.

Ini tentu memerlukan perubahan sikap-sikap tertentu di


kalangan produser maupun artis film selama ini, yang kini
harus membuka diri lebih lebar menerima bakat-bakat baru.
Tentu juga diperlukan sikap terbuka yang lebih besar
pada pemerintah sendiri. Perubahan-perubahan sikap ini
diperlukan, jika kita hendak sungguh-sungguh memanfaatkan
teknologi baru ini menjadi milik masyarakat yang lebih
luas.

— Disamping film cerita, maka teknologi video juga membuka


kemungkinan bagi berbagai kelompok masyarakat untuk dapat
“turut bicara” mengenai kehidupan bangsa kita, mengenai
berbagai masalah masyarakat. Kelompok-kelompok masyarakat
akan mampu membuat sendiri laporan-laporan video tentang
masyarakat mereka, memajukan permasalahan mereka, dan
“berdialog” dengan kelompok-kelompok masyarakat lain,
dan dengan pemerintah sendiri, disamping tukar menukar
informasi antara berbagai kebudayaan di seluruh Nusantara.

— Dengan bekerja-sama dengan jaringan TV pemerintah, maka


semua kegiatan ini dapat diangkat ke tingkat nasional.
Dan dapatlah secara audio-visual berbagai kelompok

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN


sosial, politik, budaya, agama, dan sebagainya saling
memperkenalkan diri, melakukan tukar menukar informasi,
berdialog, hingga berbagai ragam citra bangsa kita dapat
tampil.

Proses ini akan sangat bermanfaat untuk mendorong proses


penyatuan bangsa, memperkaya kehidupan budaya dan pula
punya nilai pendidikan yang besar artinya.

— Selanjutnya teknologi video yang baru ini janganlah


hanya mengutamakan hiburan belaka, tetapi harus
dipergunakan sebanyak mungkin untuk tujuan pendidikan,
maupun informasi.

Penyuluhan pertanian, peternakan, perikanan darat dan


laut, bagaimana memelihara bunga dan buah-buahan, sayur-
sayuran, rumah sehat, dapur sehat, makanan bergizi,
mendidik anak-anak, kakus sehat, dan berbagai pengetahuan
dan ketrampilan dapat diajarkan lewat program video.

Ia juga dapat langsung dipergunakan di dalam kelas, mulai


dari sekolah dasar hingga universitas.

— Andai kata PT. Perfin dapat disempurnakan, dapat 69


dilengkapi dengan modal dan manajemen yang profesional,
dan padanya dapat dipercayakan untuk membina satu jaringan
distribusi video, maka teknologi video yang baru ini
membuka kesempatan bagi film Indonesia menjadi tuan rumah
di tanah airnya sendiri.

Jaringan bioskop yang sekarang, yang dilaporkan selama


ini kurang menyadari perjuangan membuat film Indonesia
jadi tuan rumah di tanah air sendiri, secara berangsur-
angsur dapat diimbangi oleh gedung bioskop video. Di tiap
kelurahan umpamanya sebuah bioskop mini dapat disediakan.
Hingga komunita kecil-kecil tidak perlu pergi jauh-jauh
mengeluarkan ongkos transport untuk pergi menonton.

Jaringan bioskop video mini seperti ini, yang dapat memuat


sampai seratus penonton juga mendorong keakraban lokal,
tak ubahnya dahulu dengan tontonan hidup tradisional
masyarakat kita.

— Teknologi video ini juga dapat dipergunakan untuk


merekam semua kekayaan kebudayaan bangsa kita, mulai dari
tari dan musik, isi museum, arca dan candi peninggalan
masa lampau, hingga pada pengucapan seni masa kini,
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

kerajinan tangan (teknik-tekniknya), dan sebagainya,


yang kini pun banyak di antaranya telah mulai hilang, dan
jika kita biarkan akan punah semuanya. Orang Indonesia
tidak biasa menuliskan semua ini jadi buku, dan teknologi
video yang baru ini akan memungkinkan kita merekam semua
ini, guna menjaga kesinambungan kebudayaan dan identitas
kebudayaan kita, hingga jauh ke masa depan.

— Kita dapat memperkecil dampak teknologi yang baru pada


masyarakat yang kita anggap bersifat negatif, asal kita
dengan penuh kesadaran pandai memakainya untuk tujuan-
tujuan positif.

Di luar negeri pun masalah ini kini sedang asyik


diperdebatkan dan diperbincangkan. Umpamanya di luar
angkasa, di luar daya tarik bumi kini telah beredar
puluhan satelit milik berbagai negara, termasuk Indonesia:
ada Stasiomar 10, Comestar, Palapa, Insat, Arabsat, dan
sebagainya, semuanya sudah berjumlah kurang lebih 26 buah
satelit.

Program yang dipancarkan satelit-satelit ini dapat


dicangkok, umpamanya di negeri Belanda sebuah perusahaan
70
TV memakai kabel mencangkok siaran TV Rusia dan
menawarkannya pada penonton-penonton TV di negeri Belanda.
Kemungkinan serupa ini menimbulkan berbagai masalah
mengenai hak cipta, invasi sesuatu negeri oleh program TV
lewat satelit dari negeri lain. Teknologi ini juga akan
menimbulkan perubahan dalam sistem produksi, pembiayaan
dan pengawasan.

— Video hanya merupakan satu bahagian saja dari revolusi


teknologi yang sedang terjadi di bidang komunikasi di
dunia kini. Sebuah perkembangan baru, perkawinan antara
teknologi komunikasi dengan komputer. Orang Perancis
menamakannya “telematique” dan “informatiques” dan ahli-
ahli teori perwujudan komunikasi baru ini telah sibuk pula
mengembangkan konsepsi-konsepsi mereka,

— Meskipun demikian baik kita menyadari, bahwa sebenarnya


tidak ada orang yang tahu pasti apa yang akan terjadi
sebenarnya, apa dampaknya yang sebenarnya akan timbul
terhadap masyarakat. Para pengamat di negeri-negeri
berindustri maju mengatakan, bahwa perkembangan teknologi
baru ini akan merubah pola-pola lama di masyarakat
berindustri dan akan menimbulkan sebuah masyarakat

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN


informasi yang baru.

Tetapi apa dan bagaimana masihlah belum terang benar, juga


bagi mereka sendiri.

— Sebaiknya kita bersikap sederhana menghadapi semua ini.


Kata-kata besar seperti telematique, informatiques, sudah
sejak beberapa tahun terakhir dilemparkan, kepada umum.
Tetapi maknanya masih kabur saja.

Kita kini baru menghadapi satu bagian saja. Dan karena


seminar kita khusus dipusatkan mengenai video, maka saya
membatasi diri, dan tidak memasukkan bidang-bidang lain
dari revolusi teknologi telekomunikasi/computer ini.
Meskipun pada kesempatan lain saya menyarankan agar juga
sebuah seminar tentang perkembangan ini harus diadakan,
agar negeri dan bangsa kita jangan sampai ketinggalan,
sedikitnya dalam pemikiran,

— Setelah mengatakan ini, maka saya ingin mengatakan,


bahwa kemajuan teknologi tidak menjamin mutu berkomunikasi
itu, dalam hal ini mutu isi video yang hendak disampaikan
pada masyarakat kita. Pengalaman kita dalam film
menunjukkan ini. Banyak produser dan sutradara film 71
Indonesia menyontek film India, Hongkong dan Taiwan, film
Hollywood, dan sebagainya, karena tidak menguasai medium
itu sepenuhnya, tidak mengenai manusia dan masyarakat
Indonesia itu sendiri dengan baik.

Teknologi video juga akan mengalami nasib yang sama,


seandainya dia tidak digauli demikian rupa, hingga menjadi
milik kita sendiri, dan menjadi teknik pengucapan kreatif
kita sebagai manusia Indonesia.

Teknologi baru ini tidak serta merta harus diwarisi


oleh orang film yang selama ini bekerja dengan teknologi
film. Disiplin teknologi video tidak sama dengan disiplin
teknologi film. Kita harus dapat menjawab pertanyaan
seperti siapa yang akan membuat video, bagaimana
distribusinya?

— Satu hal yang jelas adalah kemajuan-kemajuan di bidang


komunikasi seperti ini akan menimbulkan satu situasi
baru; tidak mungkin lagi mempertahankan monopoli sesuatu
pemerintah di bidang komunikasi. Seandainya nanti (ada
yang mengatakan menjelang akhir abad ini, jadi dalam masa
delapan belas tahun mendatang), pola komunikasi dengan
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

teknologi baru ini akan terjelma dalam jaringan komunikasi


satelit - tv yang bersifat global, hingga setiap orang
yang memiliki pesawat penerima dapat memilih program yang
dikehendakinya dari mana saja dengan mudah. Dan kebiasaan
sekarang seperti menghitamkan tulisan-tulisan dalam
berbagai penerbitan di luar negeri tentulah tidak ada
artinya lagi sama sekali.

— Kita juga perlu memahami beberapa ciri lain perkembangan


teknologi televisi ini:

1. Siaran televisi seperti yang kita kenal di Indonesia.


2. Cable televisi, yang di Amerika kini menyaingi siaran
televisi konvensional dengan hebatnya.
3. Siaran langsung ke rumah lewat satelit. Siaran serupa
ini membuka kemung­
kinan melintasi perbatasan negara lain
yang bertetangga dekat. Namanya DBS (Direct Broadcasting
from Satelite to home).
4. Ada pula sistim televisi langganan.
5. Lalu ada sistim distribusi multi-point (MDS).
6. Teletext (untuk mendapat informasi dan data).
7. Ada siaran khusus HBO alias Home Box Office, film-film
72 pilihan.
8. Siaran televisi lewat satelit dapat dipergunakan untuk
berbagai siaran, program biasa dan khusus seperti HBO,
untuk menyiarkan adpertensi, atau beberapa siaran yang
menarik dapat dibeli oleh sebuah penyiar televisi dan
digabungnya menjadi satuan program yang lebih menarik.
9. Ada pula sistim bertenaga rendah (low powered)
untuk siaran televisi lokal, dengan daya jangkauan yang
terbatas, dan memungkinkan kelompok-kelompok masyarakat,
atau komunita kecil menyelenggarakan sendiri siaran
televisi untuk memenuhi keperluan mereka sendiri.

Sistim MDS (multipoint distribution system) terutama


ditujukan pada hotel, motel, dan perusahaan atau sekolah,
universitas, memenuhi keperluan menghibur, ataupun
informasi dan pendidikan.

Di Amerika Serikat timbul pemikiran, bahwa pemasang


adpertensi di’ TV bukannya harus membayar pada perusahaan
siaran TV (kecuali ongkos siaran), tetapi yang harus
dibayar adalah penonton TV yang mau menonton siaran
adpertensi. Kini di sana sedang dikembangkan sistim
mengecek apakah seorang penonton benar-benar menonton
siaran adpertensi, dan jika demikian, maka dia akan

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN


menerima pembayaran untuk kesediaannya tersebut. Semakin
lama dan banyak dia menonton siaran iklan, semakin banyak
dia mendapat bayaran. Mungkin jadi penonton TV siaran
iklan akan merupakan profesi baru di Amerika. Karena
bayarannya direkakan antara 50 sen dollar hingga satu
dollar sejam menonton. Jika kuat menonton siaran iklan
enambelas jam tiap hari, kan lumayan?

— Semua ini memerlukan pemikiran kita. Bagaimana


mengaturnya agar tidak timbul kekacauan belaka? Bagaimana
agar teknologi baru ini, termasuk video ini, dapat
berfungsi dalam masyarakat kita sebagai medium hiburan
masyarakat maupun perorangan, alat komunikasi horisontal
maupun vertikal, alat berdialoog antara berbagai kelompok
masyarakat, antara mereka, dan antara mereka dengan
pemerintah sendiri? Bagaimana mempergunakannya sebaik-
baiknya agar dia dapat dipergunakan sebagai alat untuk
merekam dan menjamin kesinambungan budaya dan identita
budaya bangsa, yang selalu dapat dipelajari kembali oleh
generasi mendatang?

Bagaimana mempergunakannya agar dia juga berfungsi sebagai


alat pendidikan dan menyebarkan informasi dan ketrampilan, 73
menyebarkan ilmu dan pengetahuan?

Dalam perkembangan jangka panjangnya, malahan di


beberapa negeri hal ini telah dimulai seperti di Prancis,
Inggris, dan lain-lain, seluruh sistim “telematique”
atau “informatiques” ini tidak hanya meliputi siaran
tv seperti yang kita kenal di negeri kita, tetapi para
pemilik pesawat TV akan mendapat “kekuasaan” untuk memilih
sendiri program yang disukainya, pesawat tv-nya bersama
dengan teleponnya akan dapat dipergunakannya untuk meminta
data dan informasi setiap waktu, malahan dia akan dapat
berbelanja dari rumahnya, berhubungan dengan bank atau
perusahaan lewat sistim ini. Malahan sebuah perkembangan
lain mengatakan, bahwa sistim televisi/pesawat telepon/
komputer/elektronik ini akan dikembangkan pula menjadi
sebuah sistim sekuriti untuk melindungi rumah pribadi atau
perusahaan dari maling atau rampok.

— Jelaslah bahwa sistim demikian, yang dapat memburu


setiap manusia sampai ke kamar tidurnya, ke kakus atau
kamar mandinya, ke dapurnya malahan, dengan potensi-
potensi besarnya untuk memotivasi manusia ke arah yang
baik maupun yang buruk, kekuatannya untuk menyiarkan
SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

kebenaran atau kebohongan, kemahiran kameranya dan


fasilitas editingnya untuk memalsukan atau melakukan
distorsi terhadap kenyataan, pasti mempunyai bukan saja
dampak sosial yang besar, akan tetapi juga dampak politik
dan kebudayaan.

Ia dapat merusak, berciri negatif, tetapi dia juga dapat


menjadi kekuatan budaya, politik dan sosial yang positif,
yang kreatif, dan membuka kemungkinan pendemokrasian
komunikasi baru secara nyata.

Teknologi ini tidak perlu kita cemaskan. Dia dapat


merugikan ataupun berbuat baik, tergantung dari isinya.
Yang mengisinya adalah manusia Indonesia sendiri.

Teknologi ini jelas teknologi yang dikembangkan oleh


kebudayaan asing, dengan nilai-nilai mereka sendiri. Akan
salahlah kita, jika kita juga mengisinya dengan isian yang
diciptakan oleh kebudayaan asing tersebut.

Tidak berarti saya menolak hasil hasil karya bukan-


Indonesia akan tetapi kita harus lebih selektif
terhadapnya dari yang selama ini kita lihat.
74
— Pada akhirnya kita harus mampu mempergunakan
perkembangan teknologi baru ini untuk sungguh-sungguh
memenuhi keperluan bangsa kita, oleh bangsa kita sendiri.

Bacaan

1. Informasi Sony Corporation.


2. Inter-Media, International Institute of Communications.
3. Channels of Communications, Media Commentary Council
Inc. New York.
4. Century 21, D.S. Hallacy Jr. McRae Smith Company,
Philadelphia.
5. Future Facts, Stepehen Rosen, Simon and Schuster, New
York.
6. Many Voices, One World, Unipub, Unesco

Sumber: BUKU SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK


PEMBANGUNAN yang diadakan 7-10 Desember 1981, Dewan Film
Nasional, hal. 122 - 128
75
76
77
78 PRESENTASI
D: Durasi Duration
m: Menit Minute
d: Detik Second
B: Bahasa Language
SB: Sub Teks Subtitle
F: Format
S: Sutradara Director
K: Kamera
Ed: Editor
C: Cerita Story
Pam: Penampilan Appearance
Mus: Musik
Art: Artistik
Nar: Narator
Q: Kuotasi
M: Mentor
Du: Dukungan Support
Pen: Penerjemah Translator
Pr: Produksi Production
Pg: Program
TPr: Tempat Produksi Production Location
BPr: Bulan Produksi Production Month
T: Tahun Produksi Year of Production.
PROYEKTOR 1
BE RTDM KIITOS, SELAMAT TINGGAL
KOTA MERAH

79

LA CASA CACÁRO

LA AZOTEA FATHER WHERE EVER YOU ARE


YOUR DAUGHTER HERE NEAR THE
STAGE or PURUSHA
D: 26m 06d, B: Inggris, SB: Inggris, F: Video, BE RTDM
PROYEKTOR 1
S: Hafiz & Otty Widasari, P: Forum Lenteng-
Reinaart Vanhoe, Pg: Neo Beginners, TPr:
Rotterdam–Belanda, BPr: Agustus, T: 2006
Dokumenter tentang kota Rotterdam.
Sebuah esai pendek pengalaman
sebagai turis yang datang ke
kota pelabuhan yang penuh dengan
tanda-tanda perubahan yang berbeda
dengan kota-kota lain di Belanda.
Film merupakan bagian dari proyek
NEO BEGINNERS di TENT. Center
Rotterdam yang didukung oleh Forum
Lenteng dan Art Council Rotterdam.

D: 24m 12d, B: Indonesia–Finlandia-Inggris, SB: KIITOS, SELAMAT TINGGAL KOTA MERAH


Inggris, Format: Video,
S: Mahardika Yudha, Pen: Teza Faisal Arivai,
Pr: Forum Lenteng,TPr: Tampere–Finlandia, BPr:
Dokumenter ini merupakan catatan
Maret, TPr: 2007 harian tentang pengalaman singkat
di kota Tampere yang disebut
sebagai Kota Merah. Menceritakan
sejarah kota industri tersebut dari
kacamata pendatang yang berasal
dari Indonesia.

D: 24m 58d, B: Assam, SB: Inggris, F: Video, S: FATHER WHERE EVER YOU ARE YOUR
Mahardika Yudha, Pr: Desire Machine Collective-
DAUGHTER HERE NEAR THE STAGE or
KHOJ Guwahati & Forum Lenteng, Pg: Periferry
1.0, TPr: Guwahati–India, BPr: Januari- PURUSHA
Februari, T: 2008
80 Sungai diibaratkan sebagai ibu
bagi negara India. Namun satu-
satunya sungai yang menggunakan
nama laki-laki hanyalah sungai
Brahmaputra yang artinya Putra
Brahma yang terletak di North-
East India. Membelah negara bagian
Assam menjadi dua. Sungai yang
menghubungkan antara North-East
India dengan pulau induk ternyata
tidak mempersatukan mereka. Video
ini merupakan sebuah catatan
kecil tentang seorang turis yang
mengalami kehidupan disana yang
memiliki pengalaman visual yang
tidak berbeda dengan orang-orang
India.
EL TVDCM (El Taller Video documental de Ciudad de Mexico)

PROYEKTOR 1
Oktober 2005

3 karya film dokumenter yang dibuat oleh El Despacho di Mexico dengan


mengundang Forum Lenteng yang diwakili oleh Andang Kelana dan Ari
Dina Krestiawan sebagai koordinator program. 3 karya dokumenter
tentang ‘KEINTIMAN’. Keintiman antara si pembuat dengan subyek dan
obyek yang diangkatnya melalui ide ini. Tentang keceriaan, ruang,
kenangan, kenyamanan dan sebuah mimpi.

12 orang partisipan, dalam waktu 3 minggu, 3 kelompok untuk membuat


ketiga karya ini.

VIDEO:
Cacáro/Tuan Pemutar Proyektor, La Casa/Rumah, La Azotea/Atap.

PARTISIPAN:
Andang Kelana (Koordinator), Ari Dina Krestiawan (Koordinator), Eder
Castillo, Antonio Bunt, Greta Gamboa, Rene Hayashi, Edith Ovalle
lopez, Ricardo Atl Laguna dan Fernanda Mejia

D:4m 50d, B: Spanyol, SB: Inggris, F:Video, CACÁRO (Tuan Pemutar Proyektor) 81
S: Antonio Bunt, Eder Castillo, Greta Gamboa,
Rodrigo Reyes, M: Andang Kelana & Ari Dina
Keceriaan Diego dan Frida, dua
Krestiawan (Forum Lenteng), Pr: El Despacho
& Forum Lenteng, Pg: Intimacy Project, orang anak yang bertemu di sebuah
TPr:Meksiko, BPr: Oktober, T: 2005 teater. Mereka bertemu untuk
pertama kali, sambil bermain mereka
bercerita tentang keceriaan mereka
berdua.

D: 7m 54d, B:Spanyol, SB: Inggris, F: Video, LA CASA (Rumah)


S: Ari Dina Krestiawan, Fernanda Mejia, Ricardo
Atl Laguna, Juan Pablo Garza, M: Andang Kelana
Seorang nenek yang memiliki memori
& Ari Dina Krestiawan, Pr: El Despacho & Forum
Lenteng, Pg: Intimacy Project, TPr: Meksiko,T: akan ruang yang ditinggalkan oleh
2005 suaminya yang telah meninggal.
Ruang itu tidak pernah berubah
sampai sekarang.

D: 7m 16d, B: Spanyol, SB: Inggris, F: Video, LA AZOTEA (Atap)


S: Andang Kelana, Edith Ovalle López, René
Hayashi, Carlos Garavito, M: Andang Kelana &
Setiap Apartemen memiliki kamar
Ari Dina Krestiawan, Pr: El Despacho & Forum
Lenteng, Pg: Intimacy Project, TPr: Meksiko, gudang dan ruang untuk mencuci
T: 2005 bagi penghuninya, kadang tempat
itu dijadikan ruang untuk bekerja,
tinggal, ataupun mengejar impian.
PROYEKTOR 2

LOCAL FBI ANDANG DAN SARJO

82

DONGENG SEBELUM HUJAN


ANDY BERTANYA

IBU DAN ANAK HUNI


PROYEKTOR 2
ALAM: SYUHADA KEPUTUSAN DI SUNGAI CIUJUNG

83

REQUIEM
D: 6m 47d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, LOCAL FBI
PROYEKTOR 2
S: Andang Kelana, Pam: M. Mansyur, Mus: Andang
Kelana, Pen: Reza Afisina, P: Forum Lenteng,
Pr: Jakarta, T: 2005
Mansyur seorang satpam yang
menikmati hidupnya bagai menghisap
sebatang rokok.

D: 8m 10d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, ANDANG DAN SARJO


S: Forum Lenteng, K: Wachyu Ariestya Permana,
Hafiz, Ed: Hafiz, Andang Kelana, C: Hafiz,
Andang Kelana, Art: Hafiz, Maulana M. Pasha,
Film ini mendokumentasikan
Andang Kelana, P: Forum Lenteng, Du: Yayasan peristiwa pengalaman yang
Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (YSIK)- diperoleh Andang saat rambutnya
HIVOS, Pg: Massroom Project, Pr: Forum Lenteng, dicukur. Dialog terjadi antara
TPr: Jakarta, BPr: Oktober, T: 2003
Sarjo yang bekerja sebagai tukang
cukur keliling dengan Andang
selaku penggunanya tentang memori
masing-masing bagaimana hidup dan
sejarahnya di Jakarta.

D: 13m 57d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: ANDY BERTANYA


Video, S: Forum Lenteng, K: Andang Kelana,
Maulana M. Pasha, Ed: Hafiz, Art: Forum
Banyak cara sebuah usaha dalam
Lenteng, C: Forum Lenteng, P: Forum Lenteng,
Du: Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan mengiklankan diri. Jasa iklan di
(YSIK)-HIVOS, Pg: Massroom Project, Pr: Forum media massa sangatlah mahal. Dan
Lenteng, TPr: Jakarta, BPr: Oktober, T: 2003 ada cara untuk menyelesaikannya.
“Taruh nomor telepon Anda di
jalanan!”

84 D: 14m 55d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: DONGENG SEBELUM HUJAN


Video, S: Forum Lenteng, K: Hafiz, Ed: Hafiz,
C: Hafiz, Otty Widasari, Art: Hafiz, Otty Wi-
Kendaraan umum ini ternyata
dasari, Pr: Forum Lenteng, Du: Yayasan Sosial
Indonesia untuk Kemanusiaan (YSIK)-HIVOS, Pg: menyimpan berbagai cerita.
Massroom Project, Pr: Forum Lenteng, TPr: Kesaksian seorang sopir yang
Jakarta, BPr: Oktober, T: 2003 kesehariannya menadapat berbagai
pengalaman menarik ketika ia
membawa penumpangnya, mulai
dari cerita mengenai pelacur di
Jakarta sampai kejahatan orang
yang dialaminya. “Mendongeng”,
itulah yang dilakukan Ukar kepada
penumpangnya. Kebenaran dan
kebohongan menjadi kabur.

D: 4m 9d, F: Video, S: Ari Dina Krestiawan, IBU DAN ANAK


Pen: Rochaeni Junus, Pr: Forum Lenteng,
TPr: Jakarta, T: 2005
Hubungan antara ibu dan anak,
ketika sang anak meminta ibunya
untuk mengerjakan pekerjaan
rumahnya, sementara sang anak
tidak mempercayai hasil karya
ibunya.
D: 10m 16d, B: Indonesia, SB: Inggris, HUNI

PROYEKTOR 2
F: Video, S: Mahardika Yudha, Nar: Sherly
Triana Hapsari, Q: Rumah Mati di Siberia
Memiliki rumah adalah sesuatu yang
karya Fyodor Dostoyevsky, terjemahan M. Rad-
jab, Balai Pustaka–1949, Pr: Forum Lenteng, saya impikan. Dari jelasnya batas
TPr: Jakarta, BPr: Juli, T: 2007 dan kepemilikan sertifikat atas
tanah tersebut, saya berhak untuk
mewujudkan apa yang saya impikan
atas tanah itu, atas bangunannya,
atas interior, atas pekarangan
yang dibatasi oleh pagar.

D: 8m 50d, B: Indonesia, SB: Inggris, S: ALAM: SYUHADA


Hafiz, F: Video, Pen: Reza Afisina,
Pam: Alam, Pr: Forum Lenteng, T: 2005
Alam memiliki impian untuk menja-
di tentara. Namun karena kendala
ekonomi ia berangkat ke Jakarta
untuk meringankan beban orang
tuanya. Alam bercerita tentang
hidup, mimpi sebagai manusia yang
berjuang di kota besar.

D: 11m 19d, B: Sunda-Indonesia, S: Syaiful KEPUTUSAN DI SUNGAI CIUJUNG


Anwar, F: Video, Pr: Forum Lenteng, T: 2009
Bagaimanakah Wandi, seorang remaja
akan memutuskan harga dirinya se-
bagai seorang lelaki dalam tradisi
sungai Ciujung? apakah kekuatan-
kekuatan sosial di lingkunganya 85
mampu menaklukan kecemasanya dari-
pada melecehkan dirinya

D: 8m 2d, S: Mirza Jaka Suryana, F: Video, REQUIEM


Pr: Forum Lenteng, T: 2009
Sebuah tangkapan atas kesepian
anak manusia di tengah hiruk
pikuk dunia. Pertanyaan mengenai
keyakinan serta relasi-relasi
individu dan sosial. Berujung pada
ketidakpastian.
PROYEKTOR 3

BUKU ! BENHIL

86

PUNK SATU MENIT B

NUNGGAK JALAN TAK ADA UJUNG


PROYEKTOR 3
SECANGKIR COPY, PASTE DAN KETIKA AKU PULANG, TIDAK
CELL ADA MAMAH DI DEPAN PINTU

87

BILAL ROOM IMAGE


D: 3m 15d, SB: Inggris, F: Video, S: Hafiz, Pr: BUKU !
PROYEKTOR 3
Forum Lenteng, T: 2003
Buku adalah simbol dari
intelektualitas dan bagaimana jika
intelektualitas itu terbentur oleh
dinding yang kokoh hingga pada
akhirnya ia hanya menjadi sebuah
‘suara yang menggema’.

D: 5m 50d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: BENHIL


Video, S: Forum Lenteng, C: Hafiz, Pr:
Forum Lenteng, Du: Yayasan Sosial Indonesia
“Ngga’ kenal tapi akrab”.
untuk Kemanusiaan (YSIK)-HIVOS, Pg: Massroom
Project, TPr: Jakarta, BPr: Oktober, T: 2003 Keakraban antara penumpang dan
sopir, serta kisah seputar sopir
kendaraan ini yang setiap hari
membawa orang-orang asing. Bahasa
tubuh dari kedua personal yang
berbeda ini sangat menarik untuk
dilihat.

D: 1m 8d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, PUNK SATU MENIT


S: Otty Widasari, K: Otty Widasari, Ed: Hafiz,
Pam: Dionysius, Mus: Oomleo, Pr: Forum Lenteng,
Dokumenter pendek satu menit
T: 2005
wawancara dengan Dionysius ‘The
Punk’ tentang hal-hal yang biasa
di Indonesia, tapi tidak biasa
baginya.
88
D: 4m 45d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: B
Video, S: Forum Lenteng, K: Maulana M. Pasha,
Andang Kelana, Ed: Hafiz, Andang Kelana, C:
Bising dan bergetar, itulah ciri
Hafiz, Andang Kelana, Art: Hafiz, Andang
Kelana, Wachyu Ariestya Permana, Maulana M. khas dari kendaraan ini.
Pasha, Pr: Forum Lenteng, Du: Yayasan Sosial
Indonesia untuk Kemanusiaan (YSIK)-HIVOS, Pg:
Massroom Project, TPr: Jakarta, BPr: Oktober,
T: 2003

D: 1m 18d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, NUNGGAK


S: Andy Rahmatullah, Pr: Forum Lenteng, Pg:
Kontrakan Kita, TPr: Jakarta, BPr: Juli,T: 2007
Pintu-pintu kontrakan selalu
menyimpan cerita lama tentang awal
bulan di mana sang penagih menjadi
momok bagi para penghuni.

D: 6m 23d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: JALAN TAK ADA UJUNG


Video, S: Maulana M. Pasha, Ed: Maulana M.
Pasha, Hafiz, Pen: Hafiz, Maulana M. Pasha,
Ketika arah dan alamat tidak lagi
Pam: Fajar Bibir Gambit (wawancara tanggal 19
Juli 2006), Pg: Videopoem Project, Pr: Forum pasti, ketika petunjuk dan arahan
Lenteng, TPr: Jakarta, T: 2006 mengajak Anda berfantasi akan
lokasi. Tidak ada patokan pasti,
berjalan dalam sebuah labirin
kota.
D: 19m 9d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: SECANGKIR COPY, PASTE DAN CELL

PROYEKTOR 3
Video, S: Maulana Muhammad Pasha, Pam: Fuad
Fauji & Klara Pokeratu, Pr: Forum Lenteng,
Narator mempertanyakan siapa
Q: Secangkir Kopi dan Sepotong Donat karya
Umar Kayam dalam buku Seribu Kunang-Kunang Jim dan Peggy. Dua tokoh dalam
di Manhattan, terbitan PT Pustaka Utama film ini yang merupakan “orang-
Grafitti, 2003, TPr: Jakarta, BPr: Januari- orang” di sekitar kita saat ini.
April, TPr: 2008, Pg: Cerpen untuk Film
Ada pertemuan yang tersembunyi
di ruang pribadi. Jim dan Peggy
adalah tokoh yang terjebak dalam
lingkaran pesan dan media saat
ini, dari film, radio, televisi,
hingga ke video handphone. Orang-
orang instant ini akan hilang
begitu saja seperti kecepatan
dunia “pesan” kontemporer yang
selalu berubah dari satu bentuk
ke bentuk yang baru.

D: 6m 42d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, KETIKA AKU PULANG, TIDAK ADA MAMAH
S: Gelar Agryano Soemantri, Pr: Forum Lenteng,
DI DEPAN PINTU
Pg: Kontrakan Kita, TPr: Jakarta, BPr: Juli,
T: 2007
Sebuah puisi tentang kehidupan
di pinggiran yang tidak pernah
membosankan.

D: 3m 42d, B: Arab, SB: Inggris, F: Video, BILAL


S: Bagasworo Aryaningtyas, K: Wachyu Ariestya
Permana, Ed: Hafiz, Bagasworo Aryaningtyas,
Art: Andy Rahmatullah, Pam: Bagasworo Arya-
Ketika atribut pengumandang adzan 89
ningtyas, Pen: Mirza Jaka Suryana, Pr: Forum dipertanyakan.
Lenteng, TPr: Jakarta, BPr: April, TPr: 2006

D: 05m 02d, B: Indonesia, F: Video, S: Putera ROOM IMAGE


Rizkyawan, Pr: Forum Lenteng, T: 2008

Empat gadis belia melakukan


pengenalan dirinya di ruang privat
ekspresi. kejadian privat pun
terekam, dimana kamera menjadi
monitor bagi mereka.
PROYEKTOR 4

6,33 M x 3,70 M RONIN

90

FAÇADE 5A SERUANG BERSAMA BATU

RUMAH TEMBANG PAGI DI AWAL MEI


PROYEKTOR 4
FACT PEMANDANGAN PIKNIK

91

SUNRISE JIVE
D: 9m 30d, B: Indonesia, F: Video, S: Ardy 6,33 M x 3,70 M
PROYEKTOR 4
Widi Yansah, Pr: Forum Lenteng, Pg: Kontrakan
Kita, TPr: Jakarta, BPr: Juli, T: 2007
Lapisan-lapisan di sepotong
jalanan lenteng agung memaparkan
kisah tentang trotoar, jalan raya,
roda, debu, deru kereta, dan hari-
hari yang selalu sama.

D: 12m 45d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: RONIN


Video, S: Forum Lenteng, K: Maulana M. Pa-
sha, Andang Kelana, Ed: Hafiz, Mus: Andang
Ronin adalah saksi yang melihat
Kelana, C: Hafiz, Mahardika Yudha, Pam:
Ronin, Art: Hafiz, Andang Kelana, Mahardika dan mendengar “perubahan” dan
Yudha, Maulana M. Pasha, Pr: Forum Lenteng, “kejadian” di komunitas-komunitas
Du: Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanu- kecil di Jakarta. Ronin adalah
siaan (YSIK)-HIVOS, Pg: Massroom Project, Pr:
Forum Lenteng, TPr: Jakarta, BPr: Oktober,
seseorang yang ditunggu-tunggu
T: 2003 oleh ibu-ibu rumah tangga dan
para pembantu. Ronin adalah
tempat melampiaskan kekesalan
dan mengadu. Ronin adalah yang
tersisa dari kehadiran mal-mal
dan supermarket di Jakarta.

D: 10m 21d, F: Video, S: Hafiz, K: Hafiz, FAÇADE 5A


Ed: Hafiz, Pg: Videopoem Project, Pr: Forum
92 Lenteng, TPr: Jakarta, T: 2004
Lihat sekeling di mana kamu
tinggal. Suatu hari, sesuatu yang
dekat dengamu menjadi sangat
berbeda.

D: 5m 7d, B: Indonesia, F: Video, S: Hafiz, SERUANG BERSAMA BATU


Pr: Forum Lenteng, TPr: Jakarta, BPr: April,
Tahun: 2006
Di ruang itu dua manusia
menghancurkan batu.

D: 11m 19d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: TEMBANG PAGI DI AWAL MEI


Video, S: Mahardika Yudha, Nar:
Sherly, Fani, Daman, Dive, Ekoy, Gelar, Wibi,
Dalam ruang busway, di antara
Abe, Paul, Mus: Enggak Jadi Susah karya Be-
nyamin S., Bukan Propaganda karya Bandempo, jajaran gedung di kota Jakarta,
Uang karya Naif, Pen: Arissa A. Ritonga, Pr: cerita kecil buruh diungkapkan.
Forum Lenteng, TPr: Jakarta, TPr: 2006-2007
D: 7m 37d, B: Indonesia, SB: Inggris, RUMAH

PROYEKTOR 4
F: Video, S: Otty Widasari, Ed: Hafiz, Pr:
Forum Lenteng, TPr: Jakarta, BPr: Juli,
Video eksperimental dengan dua
T: 2007
lapis yang berhadap-hadapan,
tentang interaksi warga Jakarta
yang datang dari berbagai asal-
usul dalam satu tempat tinggal
yang sama. Karena didesak oleh
situasi dengan alasan entah apa,
dalam ketidakcocokan ‘kami’ harus
saling berinteraksi, bersama-sama
menjaga irama yang tidak pernah
sama itu berjalan bersamaan dalam
satu tempo yang kacau.

D: 7m 12d, F: Video, S: Mahardika Yudha, K: SUNRISE JIVE


Mahardika Yudha, Editor: Hafiz, Pam: Karyawan
Pabrik Astra Daihatsu Motor, Pr: Forum
Dokumenter tentang pekerja pabrik
Lenteng, T: 2005
mobil yang melakukan senam setiap
pagi sebelum memulai kerja.
Rutinitas dalam bekerja memang
membosankan, tetapi ada sesuatu di
balik itu yang dapat membuat kita
tersenyum dengan rutinitas.

93
D: 7m 5d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: PEMANDANGAN PIKNIK
Video, S: Forum Lenteng, K: Maulana M.
Pasha, Hafiz, Ed: Hafiz, Andang Kelana,
Pernahkah Anda membayangkan duduk
C: Hafiz, Maulana M. Pasha, Art:
Hafiz, Maulana M. Pasha, Andang Kelana, Pr: di atas sebuah kendaraan umum
Forum Lenteng, Du: Yayasan Sosial Indonesia ini? Pemandangan apakah yang Anda
untuk Kemanusiaan (YSIK)-HIVOS, Pg: Massroom dapatkan, ketika itu terjadi pada
Project, Pr: Forum Lenteng, LPr: Jakarta,
BPr: Oktober, T: 2003
diri Anda?
VIDEO AKUMASSA
Akumassa adalah program video/media partisipatori Forum Lenteng
bekerjasama dengan komunitas-komunitas pekerja kreatif muda (mahasiswa,
seniman muda, pelaku budaya) dalam menangkap persoalan lokal sebagai
materi pembelajaran dengan strategi;penggerakan motivasi, produksi
video/media dan informasi, guna mengupayakan kesadaran partisipatoris
akan persoalan-persoalan yang hidup di dalam masyarakat.

Sepanjang Tahun 2008-2009, program akumassa telah berjalan di beberapa


empat lokasi yang bekerjsama dengan komunitas lokal, mereka adalah:
SAIDJAHFORUM-Rangkasbitung, GARDU UNIK-Cirebon, Kelompok Studi SARUEH-
PAdang Panjang, KOMKA dan EPICENTRUM-Jakarta. Para fasilitator adalah:
Riezky Andhika Pradana, Otty Widasari, Maulana M. Pasha, Syaiful Anwar,
Mahardika Yudha, Ajeng Nurul Aini dan Gelar Agryano Soemantri.

MONITOR 1 Partisipan SAIDJAHFORUM: Fuad


Fauji, Helmi Darwan, Firmansyah,
AKUMASSA RANGKASBITUNG, Jaenudin, santi Susanti, Cak Rob
LEBAK-BANTEN BEKERJASAMA dan Risfa Firdayanti.
DENGAN SAIDJAH FORUM
94
MONITOR 2 Partisipan GARDU UNIK: Agung
Sentot Winnetou, Iskandar Abeng,
AKUMASSA CIREBON, JAWA Syaiful Anwar, Bayu Alfian, Yahya
BARAT BEKERJASAMA DENGAN Malik, Diki Septiadi, Desie Bayu
Raraningrum, Tri Astiyani Saputri
GARDU UNIK dan Nico Broer.

MONITOR 3 Partisipan SARUEH: Linda Gusnita,


Puji Nurani, Jelita Rahmadani,
AKUMASSA PADANG PANJANG, Putri Dewi Rahmah, Sovianti, M.
SUMATERA BARAT BEKERJASAMA Fandi Taufan, Shofyan Adi Nugroho,
Fadly Nasrul, David Darmadi,
DENGAN KELOMPOK STUDI Rio Sadja Dawat, Chandra Zefry
SARUEH Airlangga, Harryaldi Kurniawan,
Roni Febriandi, Rudy Rahman
Firdaus, Wulya Marthayadi dan
Roberto Satyady.

MONITOR 4 Partisipan KOMKA & EPICENTRUM:


Arry Susanty, MArifka Wahyu
AKUMASSA LENTENG AGUNG, Hidayat, Mira Febri Mellya, Ray
JAKARTA BEKERJASAMA DENGAN Sangga Kusuma, Sudrajat dan Sysca
Flaviana Devita.
KOMKA UIN DAN EPICENTRUM
IISIP
SUPLEMEN

PROYEKTOR 2 PROYEKTOR 4

IN LOVE WITH COMMERCIAL AN NISA

D: 06m 03d, B: Indonesia, F: Video, S: Ari Dina IN LOVE WITH COMMERCIAL


Krestiawan, P: Forum Lenteng, TPr: Jakarta,
BPr: Februari, T: 2009
Sebuah kisah cinta yang dibalut
oleh frame-frame dalam berbagai
film Indonesia yang terdapat
produk komersil di dalamnya.

D: 07m 10d, B: Indonesia–Arab, SB: Bahasa AN NISA


Indonesia, Format: Video,
S: Gelar Agryano Soemantri, Pr: Forum
Lenteng,TPr: Pasar Minggu-Jakarta, BPr: Maret, Sebuah ingatan tentang “manusia”
TPr: 2009 dalam sibuknya pasar, didengar,
diamalkan, diresapi atau tidak?
Kita kembalikan pada masing-masing
aku di dalamnya.
© 2009 VIDEOBASE: video, sosial, historia - Forum Lenteng
All Rights Not Reserved

Diterbitkan oleh:
Forum Lenteng, sebuah lembaga nirlaba egaliter yang didirikan sejak
tahun 2003. Kerja-kerja Forum Lenteng selalu berlandaskan pada
persoalan-persoalan yang dekat dengan masyarakat. Melalui medium
audio visual, Forum Lenteng berupaya menangkap gejala-gejala yang
terjadi dalam masyarakat kontemporer sebagai bentuk kontribusi bagi
pengayaan sejarah bangsa Indonesia.

Published By: 95
Forum Lenteng, a non-profit egalitarian organization established in
2003. The basic works of Forum Lenteng always related to the problems
in society. Through audio visual medium, Forum Lenteng attempt to
captured symptoms in contemporary society as a contribution to enrich
the history of the people of Indonesia.

KETUA > HAFIZ


SEKRETARIS JENDERAL > ANDANG KELANA
KEUANGAN > FAITA NOVTI KRISHNA
PROGRAM > OTTY WIDASARI
PENELITIAN PENGEMBANGAN > MAHARDIKA YUDHA
WORKSHOP > MAULANA M. PASHA
PRODUKSI > SYAIFUL ANWAR
JURNAL FOOTAGE > MIRZA JAKA SURYANA

Jl. Raya Lenteng Agung No. 34 RT.007/RW.02, Jakarta 12610. Indonesia


T/F: +62 21 78840373
e-mail: info@forumlentengjakarta.org
www.forumlentengjakarta.org
www.jurnalfootage.net
www.akumassa.wordpress.com
ANGGOTA

AGUNG NATANAEL AJENG NURUL AINI AKBAR YUMNI ANDANG KELANA


(ABE)
MAHASISWI AKTIVIS LSM DESAINER GRAFIS
JURNALIS FOTO JURNALISTIK

96 ANDY RAHMATULLAH ARDY WIDI YANSAH ARI DINA ARISSA A.


(GHALIB) (MANYEN) KRESTIAWAN RITONGA
(ICHA)
JURNALIS/ JURNALIS FOTO PEMBUAT VIDEO
PENGGIAT VIDEO GURU BHS
INGGRIS/MANTAN
JURNALIS

BAGASWORO DEFINA MARTALISA EKO YULIANTO FAITA NOVTI


ARYANINGTYAS (DIVE) (EKOY) KRISHNA
(CHOMENK) (ETA)
STAF PRODUKSI TV KARYAWAN RUMAH
MAHASISWA PRODUKSI/ WARDROBE FILM
JURNALISTIK/ JURNALIS FOOTAGE
PEMBUAT VIDEO
ANGGOTA
FRANS PASARIBU GELAR AGRYANO GUNAWAN WIBISONO HAFIZ
SOEMANTRI (WIBI)
PENGGIAT VIDEO PEMBUAT VIDEO
PEMBUAT VIDEO/ JURNALIS FOTO
SARJANA
JURNALISTIK

97

HAFIEZ PASHA HERMAN SYAHRUL INTAN PERTIWI KLARA POKERATU


(DAMAN)
FOTOGRAFER/ STAF PROGRAM WARDROBE FILM
KARYAYWAN SWASTA SANTRI/JURNALIS RADIO/MAHASISWA
JURNALISTIK

MAHARDIKA YUDHA MAULANA M. PASHA MIRZA JAKA NURHASAN


(DIKI) (ADEL) SURYANA (BARBAR)

PERISET SENIMAN MEDIA PENULIS COPYWRITER


BARU
ANGGOTA

OTTY WIDASARI PUTERA RIZKYAWAN RAY SANGGA RIEZKY ANDHIKA


KUSUMA PRADANA
PEMBUAT VIDEO DESAINER GRAFIS/ (KIKIE PE’A)
MAHASIWA MAHASISWA
JURNALISTIK KOMUNIKASI MUSISI/JURNALIS

98
SHERLY TRIANA SYAIFUL ANWAR TITIN NATALIA UGENG T.
HAPSARI (PAUL) MOETIDJO
JURNALIS
MANTAN PEMBUAT VIDEO INFOTAINMENT PERISET
KARYAWATI/
JURNALIS

WACHYU ARIESTYA WAHYU CHANDRA ANGGOTA ANGGOTA


PERMANA KESUMA SELANJUTNYA SELANJUTNYA
(ACONK) (TOOXSKULL)
19 TAHUN KE ATAS 19 TAHUN KE ATAS
JURNALIS FOTO MUSISI/MAHASISWA
PERIKLANAN
Forum Lenteng mengucapkan terima kasih kepada: 99

Heidi Arbuckle, Danis Vidha (The Ford Foundation), Efix Mulyadi, Ipong Purnama
Sidhi, Paulina Dinartisti (Bentara Budaya Jakarta), Dian Herdiany, Elan Vito,
Eko Harsoselanto (Kampung Halaman), Ade Darmawan, Indra Ameng, Julia Sari
(Ruangrupa), Kepada narasumber: Bpk. H. Dasmir, Wira Video & Boy Eka Putra,
Bpk. Alwi Karmena (Taman Budaya Padang), Bpk. Alda Wimar (Dewan Kesenian
Padang), Ibu Nina Alda & Keluarga, Rio dari Harian Pagi Padang Ekspres, Shanty
Puspita Dewi (Universitas Negeri Padang), Ajo Andre, Nico Broer, Bayu Alfian,
Yahya Malik, Iskandar Abeng (Gardu Unik), Fuad Fauji, Helmi Darwan, Dableng,
Rob (Saidjahforum), Linda Gusnita, Ronny Febriandi, David (Kelompok Studi
Sarueh), KOMKA, Epicentrum, Oktianto Setiawan, White Shoes & The Couples
Company, The Plastic String Ensemble, Mbak Minah, Mas Min, Mas Tris, Mbak
Yatin, Mbak Nana, Pak dan Bu Achyar, Mas Rahmat dan Istri, Mbak Icha dan
suami, Mbak Sum dan suami (Kontrakan 34), teman-teman, dan para sponsor yang
telah mendukung acara kami.
100

White Shoes & The Couples Company adalah:


Nona Sari (vokal), Tuan Rio Farabi (gitar akustik, suara latar),
Tuan Saleh Husein (gitar elektrik, suara latar),
Tuan Ricky Surya Virgana (bass gitar, cello, suara latar),
artwork by Miss Sari / 2008

Nyonya Mela Virgana (piano, keyboards, viola, suara latar),


Tuan John Navid(drum).

Contact:
Indra Ameng / Personal Manager
+62 818817548
indra.ameng@gmail.com
www.myspace.com/whiteshoesandthecouplescompany
www.whiteshoesandthecouplescompany.org
www.aksararecords.com
www.mintyfresh.com
Jurnal Footage adalah jurnal yang diterbitkan oleh Forum
Lenteng, membahas berbagai wacana visual kontemporer, baik
filem maupun video. Jurnal Footage menyuguhkan ragam tulisan
sebagai jawaban atas kurang berkembangnya wacana dan kriti-
sisme media audio visual (filem dan video) di Indonesia.

101

Foto: Sudrajat, akumassa Lenteng Agung

Akumassa adalah program video/media partisipatori Forum Lenteng


bekerjasama dengan komunitas-komunitas pekerja kreatif muda
(mahasiswa, seniman muda, pelaku budaya) dalam menangkap persoalan
lokal sebagai materi pembelajaran dengan strategi;penggerakan
motivasi, produksi video/media dan informasi, guna mengupayakan
kesadaran partisipatoris akan persoalan-persoalan yang hidup di
dalam masyarakat.
DVD UNTUK SEMUA adalah program penerjemahan karya
filem yang dinilai penting dalam perkembangan sejarah
sinema dunia oleh Forum Lenteng untuk studi sejarah
dan bahasa filem.
Kami menerima donasi berupa terjemahan filem, DVD,
dan dana.
Untuk informasi hubungi info@forumlentengjakarta.org
atau 021 78840373

102

DESIGN.
PRODUCTION.
CONTEXTUAL.
VALUEABLE.

contact:
contextcreative@gmail.com
0816 16 18 367
106

N SOCIETY.”
YOURSELF, THE
FIRST, RECORD

Anda mungkin juga menyukai