LP KMB Batu Saluran Kemih
LP KMB Batu Saluran Kemih
3. ETIOLOGI
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air
kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air
kemih kekurangan penghambat pembentuka batu yang normal (Sja’bani,
2006). Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai
bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit (Sja’bani, 2006). Batu
struvit (campuran dari magnesium, amonium dan fosfat) juga disebut batu
infeksi karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi
(Muslim, 2007). Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batu
yang besar disebut kalkulus staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir
keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis
Brunner dan Sudarth (2003) dan Nurlina (2008) menyebutkan
beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih, yaitu:
a. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan
hiperoksalouria.
b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral
dalam air minum.
4. MANIFESTASI KLINIS
Batu terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di
dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu
yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa
menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat).
Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di
daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut,
daerah kemaluan dan paha sebelah dalam (Brunner dan Suddarth, 2003).
Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung,
demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi
sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa
menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih,
bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas
penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung
lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan
penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada
akhirnya bias terjadi kerusakan ginjal.
Menurut Fillingham dan Douglass (2000), ketika batu menghambat
dari saluran urin, terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan hidrostatik. Bila
nyeri mendadak terjadi akut disertai nyeri tekan disaluran osteovertebral dan
muncul mual muntah maka klien sedang mengalami episode kolik renal.
Diare, demam dan perasaan tidak nyaman di abdominal dapat terjadi. Gejala
gastrointestinal ini akibat reflex dan proxsimitas anatomik ginjal kelambung,
pangkereas dan usus besar.
Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan gelombang nyeri
luar biasa, akut dan kolik yang menyebar kepala obdomen dan genitalia. Klien
sering merasa ingin kemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan
biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu gejala ini disebabkan
kolik ureter. Pada laki-laki nyeri khas terasa menyebar di sekitar testis,
sedangkan pada wanita nyeri terasa menyebar di bawah kandung kemih
(Ganong (1992) dan Brunner dan Sudarth (2003)).
Umumnya klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5 sampai
dengan 1 cm secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1 cm biasanya
harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan secara spontan
dan saluran urin membaik dan lancar. ( Brunner and Suddarth. 2001).
5. PATOFISIOLOGI
a. Teori Intimatriks
Sja’bani (2006) meyebutkan terbentuknya batu saluran kencing
memerlukan adanya substansi organik sebagai inti. Substansi ini terdiri
dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah
kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi
Sja’bani (2006) menyebutkan erjadi kejenuhan substansi pembentuk batu
dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan
mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Sja’bani (2006) menyebutkan perubahan pH urine akan mempengaruhi
solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan
mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap
garam-garam fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat,
polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah
terbentuknya batu saluran kemih. (Muslim, 2007).
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu
saluran kemih adalah (American Urological Association, 2005) :
a. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-kuningan,
abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi
urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8
(rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali
(meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat),
Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau
sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran
Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang
bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular
Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah
dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin
serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70
sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan
ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi
pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Laboratorium
Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH)
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi
serum dan kalsium urine.
c. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder)
Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta menunjukan
adanya batu di sekitar saluran kemih.
d. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang kecil.
e. USG Ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
f. EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
g. Foto Rontgen
Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang abnormal,
menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal
dan sepanjang ureter.
h. IVP (Intra Venous Pyelografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan
derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan
penebalan abnormal otot kandung kemih dan memberikan konfirmasi
cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul.
Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
i. Pielogram retrograd
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih.
Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih,
urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan
urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin,
natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat
diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan
kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi
faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada
klien.
7. KOMPLIKASI
a. Sumbatan : akibat pecahan batu
b. Infeksi : akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat
obstruksi
c. Kerusakan fungsi ginjal : akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan
dan pengangkatan batu ginjal
8. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi
infeksi, serta mengurangi obstruksi akibat batu (Sja’bani, 2006). Cara yang
biasanya digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih adalah terapi
konservatif, medikamentosa, pemecahan batu, dan operasi terbuka.
a. Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm.
Batu ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan
(Fillingham dan Douglass, 2000). Untuk mengeluarkan batu kecil
tersebut terdapat pilihan terapi konservatif berupa (American
Urological Association, 2005):
1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2. α - blocker
3. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran
batu syarat lain untuk terapi konservatif adalah berat ringannya
keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik
berulang atau ISK menyebabkan konservatif bukan merupakan pilihan.
Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien
tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi
ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus
segera dilakukan intervensi (American Urological Association, 2005).
b. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih.
Badlani (2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu
saluran kemih dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan
oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh
mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai
cara. Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi akan melepas
energinya. Diperlukan beberapa ribu kali gelombang kejut untuk
memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, selanjutnya
keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit. Al-Ansari (2005)
menyebutkan komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak
ada. Keterbatasan ESWL antara lain sulit memecah batu keras
(misalnya kalsium oksalat monohidrat), perlu beberapa kali tindakan,
dan sulit pada orang bertubuh gemuk. Penggunaan ESWL untuk terapi
batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus
dipertimbangkan dengan serius karena ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium.
c. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah
secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan
pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses
dalam memecah batu ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk
ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga diperlukan alat
pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk
menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada
pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
d. Percutaneous Nefro Litotripsy (PCNL)
PCNL yang berkembang sejak dekade 1980 secara teoritis dapat
digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Namun, URS dan ESWL
menjadi pilihan pertama sebelum melakukan PCNL. Meskipun
demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat
memiliki peluang untuk dipecahkan dengan PCNL (Al-Kohlany,
2005).
Menurut Al-Kohlany (2005), prinsip dari PCNL adalah membuat akses
ke kalik atau pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut
dimasukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk
selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah. Keuntungan
dari PCNL adalah apabila letak batu jelas terlihat, batu pasti dapat
diambil atau dihancurkan dan fragmen dapat diambil semua karena
ureter bisa dilihat dengan jelas. Proses PCNL berlangsung cepat dan
dapat diketahui keberhasilannya dengan segera. Kelemahan PCNL
adalah PCNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.
2. Keperawatan
a. Promotif : Memberikan penjelasan dan informasi tentang penyakit,
penyebab dampak terhadap kesehatan dan pencegahan melalui metode
penyuluhan kesehatan atau pendidikan kesehatan
b. Preventif : Menyarankan untuk mengurangi dan menghindari merokok
dan mengurangi minum – minuman beralkohol dan bersoda, minum air
putih minimal 8 gelas perhari.
c. Kuratif : Menganjurkan pengobatan ke rumah sakit dan melakukan
pemasangan pengontrolan diperlukan, melakukan manajemen nyeri,
d. Rehabilitatif :Menfalisitasi klien untuk melakukan pengecekan kembali
kondisi klien ke rumah sakit atau tenaga kesehatan terdekat.
ASKEP UROLITHIASIS
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama :
Umur : Paling sering 30 – 50 tahun
Jenis kelamin : 3 x Lebih banyak pada pria
Alamat : Tinggal di daerah panas, daerah berkapur
Pekerjaan : perkerja berat, pekerja tambang
b. Keluhan Utama
a) Nyeri yang luar biasa, akut/kronik.
b) Kolik yang menyebar ke paha dan genetelia.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
a) Pernah menderita infeksi saluran kemih.
b) Sering mengkonsumsi susu berkalsium tinggi.
c) Bekerja di lingkungan panas.
d) Penderita osteoporosis dengan pemakaian pengobatan kalsium.
e) Olahragawan.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri, Mual / Muntah, Hematuria, Diare, Oliguria, Demam, Disururia
e. Riwayat Penyakit Keluarga
a) Pernah menderita urolitiasis
b) Riwayat ISK dalam keluarga
c) Riwayat hipertensi
Pemahaman pasien mengenai perawatan harus digali untuk
mengidentifikasi kesalahan konsepsi atau kesalahan informasi yang
dapat dikoreksi sejak awal.
f. Pemeriksaan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga
memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan.Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum
alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan
kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan Batu Ginjal akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
nyeri dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan
metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan Batu
Ginjal keadaan umumnya lemah.
c) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena
keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan
pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya, penilaian dan resiko
jatuh atau cidera menurut skala morse
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
f) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami
perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien
tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus
mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien
di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu
mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya
sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai
seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa
penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal
ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian
juga dengan proses berpikirnya.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse
akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di
rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
j) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada
perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin
dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya
kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu
cobaan dari Tuhan.
k) Ekstermitas
Inspeksi : apakah terdapat edema di kedua kaki
Palpasi : kembali > 3 detik jika disentuh
Perkusi :-
Auskultasi :-
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre operasi :
a) Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi
uretral.
b) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan situasi kandung kemih
oleh batu,iritasi ginjal atau uretral.
c) Hipertermi berhubungan dengan Pelepasan mediator inflamasi (Pirogen)
d) Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan, tindakan pembedahan
e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/ menginggat
salah interpertasi informasi.
Post operasi
a) Nyeri b.d insisi bedah
b) Gangguan eliminasi perkemihan b.d. penggunaan kateter
c) Resiko infeksi b.d. insisi operasi dan pemasangan kateter.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Tujuan Dan Intervensi Rasional
Kriteria hasil
Pre Operasi
1 Setelah dilakukan 1. Catat lokasi, 1. Membantu
asuhan keperawatan lamanya intensitas mengevaluasi tempat
selama 3x24 jam (0-10) dan abstruksi dan kemajuan
diharapkan nyeri penyebaran gerakan kalkulus
hilang/berkurang 2. Berikan kesempatan
dengan Kriteria hasil untuk pemberian
: 2. Jelaskan penyebab analgesic sesuai waktu
- Skala nyeri nyeri dan pentingnya (membantu dalam
berkurang 0-3 (0- melaporkan tentang meningkatkan koping
10) perubahann pasien dan dapat
- Klien tampak kejadian / menurunkan ansietas).
rileks karakyeristik nyeri. 3. Menaikkan relaksasi
menurunkan tegangan
otot dan menaikkan
3. Berikan tindakan koping
nyaman contoh 4. Obstruksi lengkap ureter
pijatan punggung dapat menyebabkan
lingkungan istirahat. perforasi dan
4. Perhatikan ekstravasasi urine ke
keluhan/menetap nya dalam area perineal.
nyeri abdomen. 5. Cairan membantu
membersihkan ginjal
5. Berikan banyak dan dapat mengeluarkan
cairan bila tidak ada batu kecil.
mual, lakukan dan
pertahankan terapi
IV yang 6. Gerakan dapat
diprogramkan bila meningkatkan pasase
mual dan muntah dari beberapa batu kecil
terjadi. dan mengurangi urine
6. Dorong aktivitas statis. Kenyamanan
sesuai toleransi, meningkatkan istirahat
berikan analgesic dan penyembuhan mual
dan anti emetic disebabkan oleh
sebelum bergerak peningkatan nyeri.
bila mungkin.
Setelah dilakukan 1. Awasi pemasukan 1. Memberikan infor
asuhan keperawatan dan keluaran serta fungsi ginjal, dan
selama 3x24 jam karakteristik urine adanya komplikasi
diharapkan eliminasi contoh infeksi dan
urine tidak perdarahan
terganggu dengan
criteria hasil : 2. Tentukan pola 2. Kalkulus dapat
- Berkemih dengan berkemih normal menyebabkan
pola normal dan perhatikan ekstibilitas yang
- Tidak terjadi variasi menyebabkan sensasi
tanda obstruksi kebutuhan berkemih
segera.
3. Dorong 3. Peningkatan hidrasi
meningkatjkan membilas bakteri,darah
pemasukan cairan dan debris dan dapat
membantu lewatnya
batu.
4. Periksa semua urine 4. Penemuan batu
catat adanya memungkinkan
keluaran batu dan identifikasi tipe batu
kirim ke dan mempengaruhi
laboratorium untuk pilihan terapi.
analisa.
5. Observasi 5. Akumulasi sisa uremik
perubahan status dan ketidak seimbangan
mental, perilaku elektrolit dapat menjadi
atau tingkat toksik di SSP.
kesadaran 6. Peninggian BUN,
kreatinin dan elektrolit
6. Awasi pemeriksaan mengidentifikasikan
laboratorium, disfungsi ginjal.
contoh BUN,
elektrolit, kreatinin
DAFTAR PUSTAKA