“HISPRUNG”
DISUSUN OLEH :
PENDAHULUAN
A. KONSEP TEORI
1. DEFINISI HISPRUNG
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel
– sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan
ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya
peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan
penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan
kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih
banyak laki – laki dari pada perempuan.
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan kongenital yang
disebabkan oleh obstruksi mekanis dari motilitas atau pergerakan
bagian usus yang tidak adekuat.
Penyakit Hisprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus yang
dimulai dari sfingter ani internal kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan
termasuk anus sampai rektum. Juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon. Keadaan upnormal
tersebut yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan,
sfingter rektum tidak dapat berileksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara
spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong kebagian sekmen yang tidak ada
ganglion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat
menyebabkan dilatasi usus proksimal
2. ETIOLOGI
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga
terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom,
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal
pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
3. KLASIFIKASI
1. Segmen pendek
Segmen pendek aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, merupakan 70%
kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding
anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum, insidenya 5 kali lebih besar
pada laki-laki dibanding wanita dan kesempatan bagi saudara laki-laki dari penderita
anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dalam 20.
2. Segmen panjang
Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat
menyerang seluruh kolon atau sampai usus halus. Anak laki-laki dan perempuan
memiliki peluang yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis
kelamin.
4. ANATOMI FISIOLOGI
Rektum propia : bagian yang melebar disebut ampula rekt, jika terisi sisa
makanan akan timbul hasrat defekasi.
Rektum analis rekti : sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot polos
(muskulus sfingter ani internus dan muskulus sfingter ani eksternus). Kedua
otot ini berfungsi pada waktu defekasi. Tunika mukosa rektum banyak
mengandung pembuluh darah, jaringan mukosa, dan jaringan otot yang
membentuk lipatan disebut kolumna rektalis. Bagian bawah terdapat vena
rektalis (hemoroidalis superior dan inferior) yang sering mengalami pelebaran
atau varises yang disebut wasir (ambeyen).
7) Anus : anus adalah saluran pendek yang panjangnya sekitar 3,8cm yang merupakan
bagian dari saluran pencernaan yang berhubungan dengan dunia luar terletak di dasar
pelvis, dinding nya diperkuat oleh sfingter ani yang terdiri atas :
Sfingter ani internus : terdiri atas otot polos yang bekerja dibawah sistem saraf
otonom (tidak menurut kehendak).
Sfingter levator ani : merupakan bagian tengah yang bekerja tidak menurut
kehendak.
Sfingter ani eksternus : dibentuk oleh otot rangka dan bekerja dibawah kendali
volunter (bekerja menurut kehendak).
C. Fungsi usus besar
1) Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa massa membentuk massa lembek
yang disebut feses.
2) Menyimpan bahan feses. Sampai saat defekasi, feses ini terdiri dari sisa makanan,
serat serat selulosa, sel sel epitel bakteri, bahan sisa sekresi (lambung, kelenjar
intestine, hati, pancreas) magnesium fosfat dan Fe.
3) Tempat tinggal bakteri koli. Sebagian dari kolon berhubungan dengan fungsi
penernaan dan sebagaian lagi berhubungan dengan penyimpanan. Untuk kedua fungsi
ini tidak diperlukan gerakan yang kuat dengan pergerakan yang lemah.
D. Gerakan kolon
1) Gerakan mencapur : pada tiap kontraksi kira kira 2,5 cm, otot sirkuler kolon mengerut
kadang kadang dapat menyempitkan lumen dengan sempurna. Gabungan otot sirkuler
dan longitudinal menyebabkan bagaian usus besar tidak terangsang mengembung
keluar, dan merupakan kantong yang disebuthaustration. Dalam
waktu 30 detik, kontraksi haustral akan bergerak dengan lambat kearah anus.
Beberapa menit kemudian timbul haustral kedua yang baru di dekat tempat semula
tetapi tidak pada tempat yang sama. Dengan cara ini feses perlahan lahan didekatkan
ke permukaan dan secara progresif akanterjadi penyerapan air.
2) Gerakan mendorong : pada kolon terjadi gerakan yang disebut mass
movementyaitu mendorong feses kearah anus. Gerakan ini timbul beberapa kali
sehari,biasanya sesudah makan pagi. Pada mulanya, gerakan terjadi di bagian kolon
yang terserang kemudian kolon distal tempat kontraksi panjangnya kira kira 20 cm,
berkontraksi serentak sebagai satu kesatuan mendorong feses kebagiandistal.
5. Patofisiologi
Tiga tanda (trias) yang sering ditemukan meliputi mekonium yang terlambat keluar (>24jam),
perut kembung dan muntah berwarna hijau. Pada neonatus, kemungkinan ada riwayat
keterlambatan keluarnya mekonium selama 3 hari atau bahkan lebih mungkin menandkan
terdapat obstruksi rektum dengan distensi abdomen progresif dan muntah; sedangkan pada
anak lebih besar kadang-kadang ditemukan keluhan adanya diare atau anterokolitis kronik
yang lebih menonjol daripada tanda-tanda obstipasi. Terjadinya diare yang berganti ganti
dengan konstipasi merupakan hal yang tidak lajim. Apabila disertai dengan komplikasi
enterokolitis, anak akan mengeluarkan feses yang bear dan mengandung darah serta sangat
bau, dan terdapat peristaltic dan bisingusus yang nyata.
Sebagaian besar dapat ditemukan pada minggu pertama kehidupan, sedangkan yang lain
ditemukan sebagai kasus konstipasi kronik dengan tingkat keparahan yang meningkat sesuai
dengan pertumbuhan umur anak. pada anak yang lebih tua biasanyaterdapat konstipasi kronik
disertai anoreksia dan kegagalan pertumbuhan.
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir
dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses
yang menyemprot pada colok dubur merupakan tanda yang khas.
Semua ganglion pada intramural pleksus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan
relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian kolon tersebut
melebar.
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
Daerah transisi
Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
Entrokolitis padasegmen yang melebar
Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam
2. Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel
ganglion pada daerah sub mukosa.
3. Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum
4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas
terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase.
5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot.
Pemeriksaan ini untuk mengetahui bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan
menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
4. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk
membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan
juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan
obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan
ukuran normalnya.
Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai
sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama. Ada beberapa
prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave.
Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari
penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah
diubah) .
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaannya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara
dini.
Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak.
Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan ).
Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang
Pada perawatan pre-operasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal
nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini
sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet
rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral
total ( NPT )
BAB III
ASUHAN KEPERWATAN
a. Pengkajian
1) Riwayat pengeluaran meconium dalam 24 jam pertama setelah
2) Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk
3) Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi
4) Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif pada bagian
proksimal karena obtruksi.
5) Pengkajian psikososial keluarga.
b. Diagnosa keperawatan
1) Konstipasi berhubungan dengan obstruksi karena aganglion pada usus.
2) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan persiapan pembedahan,intake
yang kurang,mual,dan muntah.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolonostomi dan perbaikan
pembedahan.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan dan adanya insisi.
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembedahan
gastrointestinal.
6) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
7) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kebutuhan irigasi pembedahan dan
perawatan kolonostomi.
8) Gangguan citra tubuh berhubungan dengankolonostomi dan irigasi.
c. Perencanaan
1) Pengeluaran tinja lembek dan tanpa retensi
2) Anak tidak menunjukan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang ditandai
dengan membran mukosa lembab, gravitasi urine, atau berat jenis urine normal,
sodium, potasium, dan bikarbonat dalam batas normal.
3) Insisi bekas pembedahan tidak ada pus, atau exudate, tidak ada kemerahan , drainage,
dan tampa pendarahan.
4) Anakakan terbebas dari infeksi.
5) Bising usus dalam batas normal,pengeluaran tinja mudah dan tidak ada tanda-tanda
dehidrasi.
6) Anak tidak menunjukan rasa nyeri yang ditandai dengan melakukan
aktifitas,beristirahat, kooperatif dengan yang merawat.
7) Orang tua memahami kondisi anak dan dapat membantu dalam perawatan.
8) Anak dan orang tua mengekspresiakan perawatan secara verbal secara verbal tentang
irigigasi van yang dilakukan dan ostonomy.
d. Implementasi
1) Mencegah atau mengatasi konstipasi dan mempertahankan hidrasi yang adekuat
Kaji fungsi usus dan karakteristik tinja.
Siapkan anak untuk pembedahan dan kolonostomi temporer, untuk anak usia 5
tahun dan sekolah ; lakukan enema isotonik hingga bersih, monitor intake dan
output, pemberian elektrolit, polythylene glycol melalui oral atau NGT 25-60
ml/kg perjam hingga cairan sampai ke rektum dan monitor mual muntah.
Untuk anak < 5 tahun anak dipuasakan sampai persiapan
pembedahan,diberikan cairan secara intravena bila dibutuhkan dan sesuai
program , pertahankan intake dan output.
Monitor gravitasi urinedan berat jenis urine.
Monitor elektrolit sesuai program.
Kaji status hidrasi sebelum dan sesudah pembedahan dengan mengkaji turgor
kulit dan membran mukosa.
2) Mencegah infeksi pembedahan dan kolonostomi serta mempertahankan keutuhan
kulit di sekeliling area pembedahan.
Pemberian larutan neomycin 1.0% per rektum atau stoma sesuai program.
Pemberian antibiotik oral atau intravena sesuai program.
Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam.
Mengukur lilitan abdomen.
Kaji insisi pembedahan.
Kaji warna stoma.
Berikan perawatan kulit dengan meticulos.
Catat adanya demam, drainage yang tidak biasanya.
Gunakan kantung stoma yang hipoalergi.
3) Mempertahan kan status nutrisi yang adekuat
Puasakan anak hingga bising usus positif dan flatus.
Pertahankan NGT
Pemberian cairan melalui intravena sesuai program sampai anak toleran
dengan intake secara oral.
Timbang berat badan.
4) Memberikan kontrol nyeri yang adekuat
Kaji nyeri dengan skala 1-10
Berikan rasa nyaman
Pemberian obat untuk atasi rasa nyeri sesuai program
Berikan ketenangan pada anak.
Kaji pola tidur dan hindari hal-hal yang tidak dibutuhkan anak.
5) Meningkatkan pengetahuan tentang kondisi pada orang tua dan anak.
Kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi yang dialami, perawatan dirumah
dan pengobatan.
Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan, kecemmasan, dan
perhatian tentang irigasi rektal dan perawatan ostomy.
Jelaskan perbaikan pembedahan dan proses kesembuhan.
Ajarkan pada anak dengan membuat gambar sebagai ilustrasi misalnya
bagaimana melakukan irigasi dan kolonostomi.
Ajarkan perawatan ostomy segera setelah pembedahan dan lakukan supervisi
saat orang tua melakukan perawatan ostomy.
e. Perencanaan pemulangan
Instrusikan orang tua untuk mendemonstrasikan kembali bagaimana melakukan
irigasi rektal dan melakukan perawatan ostonomy.
Ajarkan orang tua bagaimana mengkaji distensi dan obstruksi, hal ini untuk
dilaporkan ke dokter.
Perlu konsuntasi ke bagian perawat enterostomal dan ahli gizi bila ,memungkinkan.
Ajarkan orang tua untuk mengkaji fungsi usus dan perlunya diet tinggin serat.
f. Pengkajian
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan
tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada
segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-
laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan
seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan
1. Informasi identitas/data dasar :
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal pengkajian, pemberi informasi.
2. Keluhan utama :
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering
ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir),
perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
3. Riwayat kesehatan sekarang :
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir,
distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal. Tanyakan sudah berapa lama gejala
dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut.
4. Riwayat kesehatan masa lalu :
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan
dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
5. Riwayat Nutrisi meliputi :
masukan diet anak dan pola makan anak.
6. Riwayat kesehatan keluarga :
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita
Hirschsprung.
7. Riwayat tumbuh kembang :
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
8. Riwayat kebiasaan sehari-hari :
kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.
9. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada survey umum
terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi dan takikardidimana
menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi
dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis.
Pada pemeriksaan fisik focus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan didapatkan :
a) Inspeksi :
Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan rectum dan feses akan
didapatkan adanya perubahan feses seperti berbau busuk.
b) Auskultasi :
Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan hilangnya bising
usus.
c) Perkusi :
Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
d) Palpasi :
Teraba dilatasi kolon abdominal.
e) Sistem integument :
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, warna kulit, ada tidaknya edema kulit,
dan elastisitas kulit.
f) Sistem respirasi :
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
g) Sistem kardiovaskuler :
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal,
frekuensi denyut nadi / apikal.
h) Sistem penglihatan :
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata.
i) Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung
pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah).
j) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah.
Barium Enema ditemukan:
- Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit.
3.2 Diagnosa
3.3 intervensi
3. Ukur lingkar
abdomen anak, sesuai
program, dengan
menggunakan titik
referensi yang
konsisten, dan pita
pengukur yang sama
setiap waktu.
2. Tujuan :Kebutuhan cairan 1. Timbang berat 1. Menimbang berat badan
terpenuhi badan anak setiap hari, setiap hari dan pemantauan
dan dengan cermat cermat terhadap asupan dan
Kriteria hasil: pantau asupan dan cairan mengindikasikan status
- Keseimbangan intake dan cairan. cairan anak.
output 24 jam.
- Berat badanstabil.
- Tidak adamata cekung. 2. Anak mungkin
- Kelembabankulit dalambata 2. Beri cairan membutuhkan cairan intravena
s normal. intravena sesuai jika ia mengalami dehidrasi atau
- Membranmukosalembab program. beresiko mengalami dehidrasi.
2. Observasi suhu
minimal setiap 4 jam
dan catat pada kertas
grafik. Laporkan
evaluasi kerja. 2. Suhu yang terus
meningkat setelah pembedahan
dapat merupakan tanda awitan
komplikasi pulmonal, infeksi
atau dehisens.
8. Kolaborasi
pemberian antibiotic
pasca bedah
PENUTUP
KESIMPULAN
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah
fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang
mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan
masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus
difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk
tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara
pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi
kemungkinan yang terjadi.
SARAN
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit
hsaprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA