Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

STATUS PASIEN

1. PASIEN

1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny.M
b. Kelamin : Perempuan
c. Umur : 53 tahun
d. Pekerjaan : IRT
e. Pendidikan : SMP
f. Alamat : Tanjung Pasir RT 06
2. Latar belakang social ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Kawin
b. Jumlah anak atau saudara : Mempunyai 4 orang anak
c. Status ekonomi keluarga : cukup
d. Kondisi Rumah :
Pasien tinggal dirumah panggung bersama 1 orang anaknya,
menantunya dan satu orang cucunya. Rumah pasien berisi 1 ruang
tamu dan 2 kamar. Dirumah pasien terdapat 6 jendela kaca. Ventilasi
di rumah pasien ini termasuk kurang. Jendela rumah jarang dibuka.
Dibagian rumah bagian belang terdapat dapur, pasien masak
menggunakan kayu bakar. Dirumah bagian belakang juga terdapat
kamar mandi. Di rumah pasien sumber air bersih berasal dari PDAM
sedangkan sumber penerangan berasal dari PLN.

1
e. Kondisi Lingkungan keluarga:

Pasien dirumah tinggal bersama anak, menantu dan 1 orang cucunya.


Pasien tidak bekerja lagi, pasien hanya menjaga cucunya dirumah
karena anak pasien sibuk bekerja di kebun. Keluarga pasien ini cukup
harmonis. Pasien punya kebiasaan yang kurang baik, yaitu suka makan
makanan berlemak dan asin-asin. tidak pernah olahraga. Dan
keseharian tidak bekerja

3. Aspek psikologis di keluarga :

Pasien dirumah tinggal bersama anaknya yang bungsu, menantu dan 1 orang
cucunya. Hubungan pasien dengan anak, menantu dan cucunya sangat baik.
Keharmonisan keluarga cukup harmonis.

4. Riwayat penyakit dahulu atau keluarga :


a. Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat penyakit DM (+)
b. Riwayat penyakit Keluarga :
 Riwayat penyakit yang sama (-)

5. Riwayat penyakit sekarang


a. Anamnesis
Keluhan utama :
Pasien datang dengan keluhan sakit kepala dan badan terasa lemas.

Riwayat penyakit sekarang:


Sejak ± 1 hari yang lalu, pasien mengeluh kepala terasa sakit
dan badan terasa lemas. Pasien juga sering merasa kesemutan sejak 3

2
hari yang lalu. Keluhan pandangan kabur disangkal oleh pasien. Badan
terasa gatal-gatal (+).
Penyakit Diabetes Melitus baru diketahui pasien sejak 1 tahun
yang lalu. Pasien mengaku sering buang air kecil terutama pada malam
hari, sering merasa haus dan sering merasa lapar, pasien juga merasa
kalau berat badannya terasa turun. Pasien mempunyai kebiasaan suka
makanan yang manis.

6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital : TD : 130/80 mmHg, Nadi : 92x/I, RR 20x/I,
T:36,5ºC
Kepala : Normocepal
Mata : ca -/-, si -/- pupil isokor 3mm, reflek cahaya (+),
Telinga : Tidak nyeri dan tidak bengkak
Hidung : Simetris, Napas cuping hidung (-), lendir (-/-)
Mulut : Bibir kering(-), sianosi (-)
Tenggorok : T1-T1 Hiperemis(-), faring Hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Thorak
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
retraksi (-)
Palpasi : Stemfremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-

3
Cor
Inspeksi : Ictus cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I/II Reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
Inspeksi : Datar, sikatriks (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ektremitas : Akral hangat, edema (-)

7. Laboratorium dan usulan pemeriksaan


Hasil Pemeriksaan Gula Darah sewaktu : 311 mg/dl
Usulan Pemeriksaan :
 Kadar Glukosa darah puasa (puasa 10 jam)
 Kadar glukosa plasma sesudah beban glukosa 75

8. Diagnosis Kerja
Diabetes Tipe II

9. Manajemen
a. Promotif
Pasien diedukasi mengenai pengertian, faktor resiko, cara pengelolaan,
dan komplikasi penyakit DM serta di ajak agar dapat menjalani pola
hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, dan
mengurangi mengkonsumsi makanan yang manis-manis, dan tidak

4
tinggi kolesterol, melakukan olah raga ringan, dan minum obat secara
teratur
b. Preventif
 Mengatur pola makan yang sehat
 Mengurangi makanan yang manis-manis
 Lakukan olah raga secara teratur
 Minum obat secara teratur
 Mengontrol kadar gula darah setiap obat habis dan setiap ada
keluhan

c. Kuratif
Non farmakologis
Istirahat yang cukup
Minum obat secara teratur
Kontrol kadar gula darah setiap obat habis atau adanya keluhan

Farmakologis

Glibenklamid tab 5mg


Metformin tab 500mg
Antasida tab 500mg
vit B complek
CTM Tab 4mg

Rehabilitataif
Menjalankan pengobatan secara teratur
Mengurangi makanan yang manis
kontrol gula darah secara rutin

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
adekuat. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan
kembali normal dalam waktu 2 jam. kadar gula darah yang normal pada pagi hari
setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dl darah. Kadar gula darah
biasanya kurang dari 120-140 mg/dl pada 2 jam setelah makan atau minum cairan
yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya. Kadar gula darah yang normal
cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama
pada orang-orang yang tidak aktif.(1,2)

Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, merupakan zat utama
yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin
menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau
disimpan sebagai cadangan energi. Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau
minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah
kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah
menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktifitas fisik kadar gula darah juga
bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi. (1,2)

2.2 PENYEBAB

Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk
mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan
respon yang tepat terhadap insulin. Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang
tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak

6
menghasilkan insulin.sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30
tahun. Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus
atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem
kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. untuk terjadinya hal ini
diperlukan kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin
(sel beta) mengalami kerusakan permanen. terjadi kekurangan insulin yang berat dan
penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.(3,4,5)

Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin,
niddm), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari
normal. tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi
kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe ii bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II
adalah obesitas,/i>, 80-90% penderita mengalami obesitas. diabetes tipe ii juga
cenderung diturunkan

Penyebab diabetes lainnya adalah:

 Kadar kortikosteroid yang tinggi


 Kehamilan (diabetes gestasional)
 Obat-obatan
 Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin (4,5)

2.3 GEJALA

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah
yang tinggi. jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dl, maka glukosa akan
sampai ke air kemih. jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air
tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. karena ginjal

7
menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering
berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).

Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga


banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. untuk mengkompensasikan hal ini
penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
(polifagi).

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya


ketahanan selama melakukan olah raga.

Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena
kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita
diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar
penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis
diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel
tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari
sumber yang lain. sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan
senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang
berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak).
pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki
keasaman darah. bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan,
ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya
beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I
bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin
atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.

8
Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dl, biasanya
terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan
mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing,
kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
(4,5)

2.4 KOMPLIKASI

Peningkatan kadar gula darah bisa merusak pembuluh darah, saraf dan
struktur internal lainnya terbentuk zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam
dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal dan mengalami
kebocoran. akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang
menuju ke kulit dan saraf.Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung
menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat
terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak di dalam pembuluh darah). aterosklerosis
ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. (4)

Sirkulasi yang jelek melalui pembuluh darah besar dan kecil bisa melukai
jantung, otak, tungkai, mata, ginjal, saraf dan kulit dan memperlambat penyembuhan
luka. karena hal tersebut diatas, maka penderita diabetes bisa mengalami berbagai
komplikasi jangka panjang yang serius. Serangan jantung dan stroke. Kerusakan
pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan (retinopati
diabetikum). Kelainan fungsi ginjal menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita
harus menjalani dialisa. Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa
bentuk. Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah
lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke
tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka
pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan
kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera
karena penderita tidak dapat Meredakan perubahan tekanan maupun suhu.

9
Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan
semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan
mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai
harus diamputasi.

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah,


ditunda atau diperlambat dengan mengontrol kadar gula darah.(4,5)

KOMPLIKASI JANGKA PANJANG DARI DIABETES (4)

organ/jaringan
yg terjadi Komplikasi
yg terkena

plak aterosklerotik terbentuk


& menyumbat arteri
berukuran besar atau sedang sirkulasi yg jelek
di jantung, otak, tungkai & menyebabkan
penis. penyembuhan luka yg jelek
pembuluh
dinding pembuluh darah & bisa menyebabkan
darah
kecil mengalami kerusakan penyakit jantung, stroke,
sehingga pembuluh tidak gangren kaki & tangan,
dapat mentransfer oksigen impoten & infeksi
secara normal & mengalami
kebocoran

gangguan penglihatan &


terjadi kerusakan pada
Mata pada akhirnya bisa terjadi
pembuluh darah kecil retina
kebutaan

Ginjal  penebalan pembuluh fungsi ginjal yg buruk


darah ginjal gagal ginjal

10
 protein bocor ke dalam
air kemih

 darah tidak disaring


secara normal

 kelemahan tungkai yg
terjadi secara tiba-tiba atau
secara perlahan
kerusakan saraf karena
glukosa tidak dimetabolisir  berkurangnya rasa,
Saraf
secara normal & karena kesemutan & nyeri di
aliran darah berkurang tangan & kaki

 kerusakan saraf
menahun

tekanan darah yg naik-


turun
kerusakan pada saraf yg
Sistem saraf
mengendalikan tekanan  kesulitan menelan &
otonom
darah & saluran pencernaan perubahan fungsi
pencernaan disertai
serangan diare

berkurangnya aliran darah  luka, infeksi dalam

ke kulit & hilangnya rasa yg (ulkus diabetikum)


Kulit
menyebabkan cedera  penyembuhan luka yg
berulang jelek

Darah gangguan fungsi sel darah mudah terkena infeksi,

11
terutama infeksi saluran
putih
kemih & kulit

gluka tidak dimetabolisir


 sindroma terowongan
secara normal sehingga
Jaringan ikat karpal kontraktur
jaringan menebal atau
dupuytren
berkontraksi

2.5 DIAGNOSA

Kriteria diagnostik Diabetes Melitus*

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena)  200 mg/dl

Atau

2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena)  126 mg/dl Puasa berarti
tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir

Atau

3. Kadar glukosa plasma  200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
gram pada  TTGO**

Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali
untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti
ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat

Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik

12
kadar glukosa darah puasa.Untuk DM Gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik
yang sama (1)

2.6 PENGELOLAAN DM6

Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis

2.6.1 Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi
aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia 2006 yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

2.6.2 Terapi Gizi Medis


Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada
penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum
yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya

13
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama
pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.6

2.6.3 Latihan jasmani


Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan
jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat
dikurang dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalasmalasan.

2.6.4 Intervensi Farmakologis


Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
A. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):Nsulfonilurea dan glinid
B. penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin,tiazolidindion
C. penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

14
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons
kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal Sulfonilurea
generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum
makan Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan. Metformin : sebelum /pada
saat / sesudah makan. Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan
suapan pertama. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

2. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:


 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Ketoasidosis diabetik
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,stroke)
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
 insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
 insulin kerja pendek (short acting insulin)
 insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
 insulin kerja panjang (long acting insulin)
 insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

15
Efek samping terapi insulin
 Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
 Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan
OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi
OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana insulin
tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. (lihat
bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe-2).
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang
diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada
umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan
sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa
darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan
dan diberikan insulin saja.

2.7 Penyulit Diabetes Melitus6

16
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
2.7.1. Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
Merupakan suatu keadaan darurat. tanpa pengobatan yang tepat dan cepat, bisa terjadi
koma dan kematian. Penderita harus dirawat di unit perawatan intensif. diberikan
sejumlah besar cairan intravena dan elektrolit (natrium, kalium, klorida, fosfat) untuk
menggantikan yang hilang melalui air kemih yang berlebihan. insulin diberikan
melalui intravena sehingga bisa bekerja dengan segera dan dosisnya
disesuaikan.kadar glukosa, keton dan elektrolit darah diukur setiap beberapa jam,
sehingga pengobatan yang diberikan bisa disesuaikan. (1,2,3)

2. Hiperosmolar non ketotik


Pengobatan sama dengan pengobatan untuk ketoasidosis diabetikum.
diberikan cairan dan elektrolit pengganti. kadar gula darah harus dikembalikan secara
bertahap untuk mencegah perpindahan cairan ke dalam otak. kadar gula darah
cenderung lebih mudah dikontrol dan keasaman darahnya tidak terlalu berat.

Jika kadar gula darah tidak terkontrol, sebagian besar komplikasi jangka panjang
berkembang secara progresif. (4,5)

3. Hipoglikemia

Harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat,
menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. jika terdapat tanda
hipoglikemia, penderita harus segera makan gula. karena itu penderita diabetes harus
selalu membawa permen, gula atau tablet glukosa untuk menghadapi serangan
hipoglikemia. atau penderita segera minum segelas susu, air gula atau jus buah,
sepotong kue, buah-buahan atau makanan manis lainnya. penderita diabetes tipe i
harus selalu membawa glukagon, yang bisa disuntikkan jika mereka tidak dapat
memakan makanan yang mengandung gula.

17
Gejala-gejala dari kadar gula darah rendah: rasa lapar yang timbul secara tiba-
tiba, sakit kepala, kecemasan yang timbul secara tiba-tiba, badan gemetaran,
berkeringat, bingung, penurunan kesadaran, koma. (4)

2.7.2. Penyulit menahun6


1. Makroangiopati :
 Pembuluh darah jantung
 Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya
terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala.
Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
 Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati:
 Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan
memberatnya retinopati. Dapat diobati secara langsung dengan pembedahan laser
untuk menyumbat kebocoran pembuluh darah mata sehingga bisa mencegah
kerusakan retina yang menetap. terapi laser dini bisa membantu mencegah atau
memperlambat hilangnya penglihatan(4)
Terapi kombinasi bertujuan untuk menurunkan produksi glukosa dari hati,
meningkatkan sekresi insulin dan meningkatkan kerja insulin dengan menurunkan
resistensi insulin., kombinasi mulai 2 sampai 4 macam OHO, jenis OHO
ditambahkan secara bertahap sesuai respon.(4)

 Nefropati diabetik
 Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
nefropati

18
 Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan mengurangi
risiko terjadinya nefropati

3. Neuropati
 Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya
sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
 Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan
lebih terasa sakit di malam hari.
 Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan
skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan
neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan sedikitnya
setiap tahun.
 Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang
memadai akan menurunkan risiko amputasi.

2.8 PENCEGAHAN DM

2.8.1 Pencegahan Primer

        Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi
berpotensi untuk menderita DM (lihat halaman 4). Tentu saja untuk pencegahan
primer ini harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan
upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.

        Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer.


Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya
harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti
Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan perlu
memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan

19
pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian
tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat,
menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.

2.8.2 Pencegahan Sekunder

        Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat


timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak
awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring, namun
kegiatan tersebut memerlukan biaya besar. Memberikan pengobatan penyakit sejak
awal berarti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut DM.

        Dalam mengelola pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat
mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Penyuluhan mengenai
DM dan pengelolaannya memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan
pasien berobat.

Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan


primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM. Melalui langkah-langkah
yang disebutkan di atas diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal, apalagi bila
ditunjang pula dengan adanya tatacara pengobatan baku yang akan menjadi pegangan
bagi para pengelola.(1)

2.8.3 Pencegahan Tersier

        Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola
harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien
sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Sebagai contoh aspirin dosis
rendah (80 - 325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM
yang sudah mempunyai penyulit makro-angiopati.

20
        Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin
ilmu seperti ahli penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli dari disiplin lain
seperti dari bagian ilmu penyakit mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi,
rehabilitasi medis, gizi, podiatri dan lain sebagainya.(1)

21
BAB III

ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosa dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Pasien tinggal dirumah panngung bersama 1 orang anaknya, menantunya dan
satu orang cucunya. Rumah pasien berisi 1 ruang tamu dan 2 kamar. Dirumah
pasien terdapat 6 jendela kaca. Ventilasi ddurumah pasien ini termasuk kurang.
Jendela rumah jarang dibuka. Dibagian rumah bagian belang terdapat dapur,
pasien masak masih menggunakan kayu bakar. Dirumah bagian belakang juga
terdapat kamar mandi. Dirumah pasien sumber air bersih berasala dari PDAM
sedangkan sumber penerangan berasal dari PLN.
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
adekuat. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan
dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Jadi dapat disimpulakan kalau tidak ada
hubungan antara penyakit yang diderita pasien dengan keadaan rumah dan
lingkungan sekitar.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Pasien adalah seorang janda yang mempunyai 4 orang anak 3 orang laki-laki,
dan anak bungsunya perempuan.semua anak pasien sudah menikah. Pasien sudah
mempunnyai 6 orang cucu. Pasien dirumah tinggal bersama anaknya yang
bungsu, menantu dan 1 orang cucunya. Hubungan pasien dengan anak, menantu
dan cucunya sangat baik. Keharmonisan keluarga pasien biasa-biasa saja.

Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin,
niddm), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari
normal. tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi

22
kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe ii bisa terjadi pada anak-anak dan
dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk
diabetes tipe II adalah obesitas,/i>, 80-90% penderita mengalami obesitas.
diabetes tipe ii juga cenderung diturunkan. Jadi pada kasus ini dapat disimpulkan
kalau tidak ada hubungan anatar keadaan keluarga dan hubungan keluarga
dengan penyakit yang diderita pasien.

c. Hubungan diagnosa dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan


sekitar
Pasien punya kebiasaan yang kurang baik, yaitu suka makan makanan berlemak
dan asin-asin. tidak pernah olahraga. Dan keseharian tidak bekerja. Diabetes tipe
2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif
pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku. Jadi pada pasien ini ada hubungan antara penyakit
yang dioiderita pasien dengan perilaku kesehatan pasien.

d. Analisa kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit pada pasien
ini
Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, merupakan zat utama
yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat.
insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan
energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Peningkatan kadar gula darah
setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin
sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan
menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan
aktifitas fisik kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan
glukosa untuk energi

23
e. Analisa untuk mengurangi paparan atau memutuskan rantai penularan dengan
faktor resiko atau etiologi pada pasien ini
Sebaiknya pasien teratur minum obatnya dan rajin mengontrol gula darahnya.
edukasi untuk memperbaiki pola hidup, untuk mengurangi konsumsi makanan
yang manis, berolah raga secara teratur, dan pasien di anjurkan untuk meminum
obat secara teratur setiap hari dan kontrol kembali bila obat habis.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Gustaviani, Reno. Diabetes Mellitus dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi
IV; jilid II. Jakarta. 2007. 1867-1857
2. Mansyur, Arif, dkk. Kapita selekta Kedokteran. Edisi III; Jilid I. Jakarta.
Media Aesculapius. 1999. 588-580
3. Price SA, Wilson LM. Patafisiologi; konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6; Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kodokteran EGC. 2006.
4. Soegondo S, Pradana S, Subekti I, et all, Petunjuk Praktis Pengelolaan
Diabetes Melitus Tipe 2, PB PERKENI, Jakarta, 2003 ; 1-50
5. Kadri, piliang S, Asjiah N, et all, Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di
Indonesia, Denpasar, 1998
6. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia
2006

25

Anda mungkin juga menyukai