Anda di halaman 1dari 26

ANALISIS JURNAL SISTEM KARDIOVASKULER

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas keperawatan anak dengan


Dosen Pengampuh Agni Laily, Ners.,MN

Disusun oleh:
Amelia Hafsari (218089)
Aprilia sucianti (218091)
Deri Cahya Ramdani (218093)
Dita Sakila Tiwi (218096)
Hemel Prayoga (218103)
Iis Mulyani (218104)
Nadia Khofifah (218108)
Riani Wulandari (218116)
Suci Fuji Ginayah (218121)

KELAS S1.2C
S1 KEPERAWATAN
STIKEP PPNI JABAR
BANDUNG
2020
Kelompok 1
Deri Cahya Ramdani ( 218093)
Jurnal
Risiko Penyakit Jantung Bawaan Pada Perkawinan Konsanguinus

Penulis : Aris Fazeriandi, Muhammad Ali

Definisi
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan kelainan kongenital yang paling umum dan sering dijumpai
pada anak. Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan bentuk kelainan jantung yang sudah didapatkan
sejak lahir. PJB didefenisikan sebagai suatu malformasi anatomi jantung atau pembuluh darah besar yang
terjadi selama perkembangan intra uterin.
Perkawinan konsanguinus yaitu perkawinan yang memiliki hubungan darah dari nenek moyang yang
sama dan hal ini masih lazim di beberapa wilayah di dunia.

Gejala PJB
Detak jantung tidak beraturan ( aritmia ).
Pusing dan sering merasa kelelahan, terutama saat berolahraga.
Kesulitan bernapas atau napas terengah-engah.
Terjadi pembengkakan (edema) di kaki, pergelangan kaki, atau tangan.
Kulit tampak kebiruan (sianosis).
Mudah pingsan atau kehilangan kesadaran.

Terdapat tiga faktor terjadinya PJB yaitu :


(1). Faktor genetik (8%),
(2). Faktor lingkungan/eksterna (obat, virus, radiasi) yang terdapat sebelum kehamilam 3 bulan (2%),
(3). Interaksi dari faktor genetik dan faktor lingkungan (90%).2 Faktor genetik bekerja melalui lintasan
gen, kromosom, atau mitokondria. Gen dapat bekerja secara monogenik atau poligenik.

Kejadian PJB meningkat bila memiliki hubungan perkawinan kekerabatan


(konsanguinus) orang tua dengan memberikan risiko 2-3 kali lipat terjadinya fenotip PJB. Peran
konsanguinus dalam etiologi PJB didukung adanya pola resesif autosomal pada beberapa kelainan
jantung bawaan. Konseling genetik diperlukan untuk mencegah dan mengurangi risiko terjadinya PJB
pada anak.
Kelompok 1
Deri Cahya Ramdani (218093)
PENGARUH PELAKSANAAN ATRAUMATIC CARE DENGAN MUSIK
SAAT PROSEDUR INVASIF TERHADAP TINGKAT KOOPERATIF
ANAK USIA TODDLER DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG

Penulis : Susanti Puspitadiningsih

Anak saat sakit dan mengalami beberapa dampak hospitalisasi membuat anak mengalami stres yang
berakibat anak menjadi tidak kooperatif. Untuk itu prinsip atraumatic care dalam merawat anak yang
sedang sakit sangat diperlukan. Musik diketahui dapat memberikan efek hiburan, tetapi juga mampu
membangkitkan gairah dan semangat. Upaya atraumatic care dengan terapi musik diharapkan dapat
membantu memaksimalkan tingkat kooperatif pada anak yang sedang menjalani prosedur invasif.

pada kelompok kontrol 43,75% dengan tingkat kooperatif kurang, serta 56,25% dengan tingkat kooperatif
cukup+baik dan kelompok intervensi 56,25% dengan tingkat kooperatif kurang serta 43,75% dengan
tingkat kooperatif cukup+baik, Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan tingkat
kooperatif anak usia toddler antara kelompok kontrol dan kelompok
intervensi akan tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna (p-value sebesar 0,724).

Kelebihan
Menurut saya atraumatic care dengan musik itu bagus dan kreatif untuk menarik kooperatif dari usia
toddler.

Kelemahan
pelaksanaan atraumatic care dengan musik saat prosedur invasif tidak ada pengaruh yang signifikan
terhadap tingkat kooperatif anak usia toddler
Nama : Amelia Hafsari
NIM : 218089
Grup : 1 (conginetal abnormalities cadiovascular system)
Judul : Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Bawaan pada Anak di RSUP Dr. M. Djamil
Padang Periode Januari 2010 – Mei 2012
Penulis : Nur Ain, Didik Hariyanto, Sofina Rusdan

Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Bawaan pada Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang
Periode Januari 2010 – Mei 2012

Penyakit jantung bawaan (PJB) disebut juga defek jantung bawaan, merupakan istilah umum
untuk kelainan pada struktur jantung dan pembuluh darah besar yang muncul sejak lahir yang sering
ditemukan dan merupakan penyebab kematian terbanyak dari semua jenis kelainan bawaan. PJB dapat
dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penyakit jantung bawaan sianotik dan asianotik.
PJB pada bayi baru lahir di beberapa rumah sakit di Indonesia telah meneliti sebanyak 3069
orang bayi baru lahir, didapatkan sebanyak 55,7% adalah laki - laki dan 44,3% adalah perempuan, dan 28
dari jumlah tersebut (9,1/1000) mempunyai PJB. Dari 28 bayi tersebut, 4 bayi meninggal dunia (14,3%)
selama 5 hari pengamatan. Sejak lebih dari setengah abad yang lalu, terjadi peningkatan jumlah pasien
PJB yang dapat bertahan hidup setelah operasi reparatif untuk PJB ditemukan dan sebelum era operasi
jantung, hanya 20% dari PJB yang dapat hidup sampai dewasa. Kebanyakan penderita meninggal karena
gagal jantung dalam usia kurang dari 1 tahun.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif untuk melihat karakteristik penderita
PJB pada anak. Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang menderita PJB di RSUP Dr. M. Djamil
Padang dari Januari 2010 sampai Mei 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data
sekunder yang diperoleh dari pencatatan rekam medik pasien yang menderita PJB. Jumlah sampel yang
terlibat dalam studi ini adalah sebesar 55 sampel yang terdiri dari 21 orang berjenis kelamin laki-laki
(38,2%) dan 34 orang berjenis kelamin perempuan (61,8%). PJB asianotik merupakan jenis PJB dengan
jumlah sampel terbanyak, yaitu sebanyak 22 sampel (40%), diikuti dengan PJB sianotik sebanyak 17
sampel (31%). Jumlah sampel yang menderita lebih dari satu jenis PJB adalah sebanyak 16 sampel
(29%).
Berdasarkan penelitian, gejala yang paling banyak ditemui adalah sesak nafas, yaitu diderita oleh
28 sampel (50,9%), diikuti gejala sianosis yang diderita oleh 26 sampel (47,3%) dan nafas cuping hidung
diderita oleh sebanyak 13 sampel (23,6%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Windarini di
Medan, dimana gejala sesak nafas diderita oleh 102 sampel (77,9%). Didapati 24% anak penderita PJB
juga menderita penyakit nonkardiak, yaitu penyakit sindromik sebanyak 11,35% dan nonsindromik
sebanyak 12,01%.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aydin et al di Turki menunjukkan rata-rata nilai Hb anak
penderita PJB asianotik dan sianotik secara berurutan adalah 12,03 ± 0,82 gr/dl dan 13,87 ± 1,28 gr/dl.
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa nilai Hb antara penyakitjantung bawaan asianotik dan
sianotik memiliki perbedaan yang signifikan (p < 0,001). Pada penderita PJB sianotik, terjadi eritrositosis
sekunder yang merupakan respon fisiologis akibat hipoksemia kronik jaringan, yang akan merangsang
eritropoesis di sumsum tulang. Dampak PJB terhadap angka kematian bayi dan anak di RSUP Dr. M.
Djamil Padang masih cukup tinggi, oleh karena itu dibutuhkan tatalaksana penyakit jantung bawaan yang
sangat cepat, tepat, dan spesifik.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai Hb anak dengan PJB asianotik dan sianotik
dimana nilai Hb anak denganPJB sianotik lebih tinggi berbanding asianotik. Tingkat tindakan operatif
terhadap kasus penyakit jantung bawaan pada anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang adalah sebesar 1,8%.

Nama : Amelia Hafsari


NIM : 218089
Grup :1
Judul : Pengaruh Atraumatic Care: Audiovisual dengan Portable DVD Terhadap Hospitalisasi
pada Anak
Penulis : Rifka Putri Andayani

Pengaruh Atraumatic Care: Audiovisual dengan Portable DVD Terhadap Hospitalisasi pada Anak

Atraumatic care merupakan salah satu filosofi atau dasar dalam penerapan pelayanan asuhan
keperawatan pada anak. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak trauma saat menjalani perawatan
fisik pada anak maupun keluarga (Hockenberry & Wilson, 2013). Berbagai kemajuan yang luar biasa
telah dicapai dalam keperawatan anak sehingga menimbulkan banyak perubahan dalam penyembuhan
penyakit dan memperpanjang kehidupan anak. Namun proses tersebut merupakan hal yang bersifat
traumatis, menyakitkan, merepotkan, dan menakutkan
Atraumatic care sangat berhubungan dengan kecemasan yang dialami anak selama hospitalisasi. Salah
satu hal yang menimbulkan kecemasan pada anak adalah tindakan invasif yang dilakukan perawat. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sunaldi (2016) adalah penerapan perawatan atraumatic care yang
dilakukan oleh perawat di ruang rawat inap anak mempunyai hubungan yang signifikan dengan
penurunan tingkat kecemasan saat injeksi intra vena pada anak usia toddler. Penelitian ini sejalan
dengan prinsip pelayanan keperawatan anak yaitu penerapan atraumatic care. Dalam melakukan praktik
keperawatan perawat harus memberikan dukungan kepada anak dan keluarga yang menjalani
hospitalisasi dengan tingkat kecemasan untuk memilih pendekatan terbaik manajemen non farmakologis
Berdasarkan hasil observasi di ruang rawat didapatkan bahwa sebagian besar anak selalu menangis saat
akan dilakukan tindakan keperawatan. Hal tersebut terjadi karena kurang optimalnya penerapan
atraumatic care pada anak dan anak fokus dengan tindakan invasif yang diberikan. Upaya memperkecil
trauma pada anak akibat intervensi medis dan keperawatan sudah seringkali dilakukan namun tidak
dilakukan secara maksimal dan berkelanjutan
Mengalihkan perhatian pada anak sebelum dilakukan tindakan keperawatan dan medis penting
dilakukan karena dapat mengurangi kecemasan dan ketakutan pada anak. Teknik distraksi yang dapat
digunakan sebagai atraumatic care adalah audio visual. Teknik distraksi audio visual efektif karena
memprovokasi keingintahuan anak untuk menggunakan pendengaran, penglihatan, taktil dan kinestetik
dengan demikian distraksi efektif meminimalkan distres terkait dengan tindakan yang menyakitkan
(Maharjan, Maheswari & Maharjan, 2017). Teknik distraksi audio visual dapat dilakukan dengan
mengunakan portable DVD player. Pada saat tindakan keperawatan dilakukan anak dipersiapkan untuk
menonton konten video yang berisi edukasi kesehatan dan hiburan yang disesuaikan dengan tahap
perkembangan anak yaitu dari infant, toodler, preschool, sekolah dan remaja. Penelitian yang dilakukan
terhadap 23 pasien anak di ruang radioterapi yang dilakukan intervensi audio visual didapatkan hasil
bermakna untuk pergantian anastesi ke audiovisual.
Penerapan evidence based nursing pemberian audio visual dengan portabel DVD player ini dilakukan
menggunakan metode penelitian quasi eksperimen dengan teknik pengambilan sampel secara
consecutive sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 26 anak yang dirawat. Kriteria inklusi
anak yang menjadi responden pada penelitian ini adalah anak usia kurang dari 18 tahun dan telah
mendapatkan tindakan keperawatan sebelumnya dan kriteria eksklusinya adalah anak yang mengalami
penurunan kesadaan dan 24 jam pasca operasi.
Pelaksanaan teknik distraksi dengan audio visual ini melibatkan perawat yang bertugas di ruang rawat
inap Teratai selatan lantai 3. Perawat yang akan melakukan tindakan invasif datang keruangan anak
kemudian memberikan edukasi dengan memperlihatkan video pada folder video edukasi selama 5
menit. Untuk mengefisienkan waktu perawat mempersiapkan alat-alat untuk prosedur tindakan pada
saat anak menonton video edukasi. Selanjutnya setelah 5 menit perawat menukar video dengan video
hiburan dan menanyakan kepada anak video apa yang akan dilihat oleh anak. Biarkan anak menonton
selama 2 menit, ketika anak terlihat terdistraksi dengan video yang diputar perawat mulai melakukan
tindakan invasif. Setelah tindakan selesai biarkan anak tetap menonton selama 2 menit. Selanjutnya
lakukan evaluasi dengan menanyakan kepada anak langsung atau kepada orang tua bagaimana
perbedaan setelah anak menonton video.
Berdasarkan hasil implementasi keperawatan di ruang Teratai lantai 3 selatan didapatkan hasil bahwa
penggunaan audio visual sebagai salah satu teknik atraumatic care dapat menghilangkan kecemasan
pada anak yaitu 84,62%. Jenis kelamin (p value 0,63) dan diagnos medis (p value 0,53) tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan penerapan atraumatic care audio visual dengan portable DVD. Usia
memiliki hubungan yang sangat bermakna terhadap penerapan atraumatic care audio visual dengan
portable DVD (p value 0,63)
Hasil ini didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan pada anak yang
akan dilakukan perawatan gigi dimana 56 anak yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok
intervensi dengan distraksi audiovisual dan kelompok kontrol tanpa distraksi dari penelitian didapatkan
bahwa penggunaan audio visual dapat menurunkan kecemasan pada anak secara bermakna (p value
0.029).

Jenis penelitian : quasi eksperimen dengan teknik pengambilan sampel secara consecutive sampling.
Manfaat : atraumatic care ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan pada anak yang
sedang mengalami hostitalisasi.
Pendapat saya : menurut saya, menggunakan atraumatic care dengan pemberian audio visual
menggunakan DVD ini cukup efektif untuk mendistraksi kecemasan anak yang sedang mengalami
hospitalisasi. Hal ini terbukti dengan 84,62% rasa cemas anak dapat hilang dengan pemberian audio
visual DVD. menggunakan teknik audio visual sebagai atraumatic care dapat direkomendasikan untuk
digunakan dalam praktik keperawatan untuk menurunkan dan menghilangkan dampak hospitalisasi pada
anak di rumah sakit. Adanya audio visual dengan DVD diharapkan anak lebih nyaman ketika dirawat di
rumah sakit sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan pada anak.

Nama : Aprilia sucianti


Kelas : S1-2C
NIM : 218091
Congenital abnormalities : sistem cardiovaskular (kelompok 1)
Judul artikel : kelainan kardiovaskular pada sindrom gawat nafas neonatus
Penulis : Ramona tobing

Sindrom gawat nafas neonatus (SGNN) atau respiratory distress syndrome merupakan penyebab
morbiditas utama pada anak. Penyebabnya karena penyakit hialin (PMH) yang terjadi akibat kekurangan
surfaktan. Kelainan paru ini membawa akibat pada sistem kardiovaskular seperti terjadinya pengisian
ventrikel kiri yang menurun, curah jantung yang menurun. Penyakin membran hialin umumnya terjadi
pada bayi prematur.
Angka kejadian PMH pada bayi yang lahir dengan masa gestasi 28 minggu sebesar 60% - 80%, pada usia
kelahiran 30 minggu sebesar 25%, sedang pada usia kelahiran 32 -36 minggu sebesar 15% - 30 %.
penyakit membran hialin pada bayi kurang bulan (BKB) terjadi karena pematangan paru yang belum
sempurna karena kekurangan surfaktan. Tanpa surfaktan, alveoli menjadi kolaps pada akhir ekspirasi
sehingga menyebabkan gagal nafas pada neonatus.
Gejala dan tanda klinis yang ditemui pada SGNN adalah dipsneu, merintih, takipneu, reaksi dinding
toraks dan sianosis. Gejalanya timbul dalam 24 jam pertama sesudah lahir dengan derajat yang berbeda ,
tetapi biasanya gambaran sindrom gawat nafas sudah nyata pada usia 4 jam. Faktor faktor resiko yang
dapat terjadinya SGNN adalah prematuritas, masa kehamilan, jenis kelamin, ras, riwayat kehamilan
sebelumnya, bedah kaisar, diabetes, pecah ketuban. Pada kasus yang berat di sebagian besar (50% - 60%)
area paru terjadi perfusi yang akhirnya dapat menyebabkan hipoksia. Berkurangnya komplians paru,
volume tidal yang keil, bertambahnya ruang fisiologis, bertambahnya kerja pernafasan, tidak cukupnya
ventilasi alveoli, akan menghasilkan hiperkabia. Keadaan berat dan fatal akan timbul bila terjadi
hipertensi pulmonal persisten (HPP). pada PMH hal ini biasanya berhubungan dengan tekanan paru yang
tinggi dan aliran darah paru yang berkurang selama 3 hari sesudah lahir. Hal ini menunjukan bahwa HPP
mempunyai konstribusi pada angka kematian PMH pada bayi kurang bulan. HPP terjadi akibat
peningkatan resistensi pembuluh darah paru dan akan menyebabkan disfungsi jantung.
Manifestasi klinis yang timbul dari HPP biasanya terlihat 6-12 jam sesudah lahir berupa sianosis ringan
sampai berat, kesulitan bernafas, takipneu disertai retraksii dan grunting. Sianosis yang patognomonik
pada HPP adalah sianosis diferensial. Pada auskultasi bisa didapatkan impuuls ventrikel kanan yang
meningkat, suara jantung kedua tunggal dan mengeras, irama galop serta soft regurgitan murmur sistolik.

Kelainan kardiovaskular pada SGNN dapat berupa gangguan faal ventrikel jantung, baik sistolik maupun
diastolik, disfungsi jantung yang terjadi akibat hipertensi pulmonal persisten, serta disfungsi miokard.
Surfaktan dalam konsentrasi tinggi didapatkan dalam paru paru fetur pada usia 20 minggu kehamilan.
Tingkat kematangan surfaktan paru biasanya terlihat sudah 35 minggu.
Pemberian dobutamin pada bayi dengan PMH ringan akan memperbaiki faal diastolik ventrikel kiri dan
kanan serta faal sistolik ventrikel kiri. Duktus arterio persisten (DAP) merupakan peyakit jantung
bawaannon sianotikyang di temukan pada PJB.
Suatu penelitian pada 421 bayi dengan DAP yang bermakna secara hemodinamik, mendapatkan 79%
terjadi penutupan duktus yang permanen dengan pemberian indometasin.

Nama : Aprilia sucianti


Kelas : S1-2C
NIM : 218091
Judul artikel : Atraumatic care dengan spalk manakara pada pemasangan infus efektif menurunkan tingkat
kecemasan anak prasekolah
Penulis : zulhaini sartika A.palungan, yusuf, edi purnomo dll
Group : satu

Atraumatic care merupakan asuhan terapetik melalui intervensi yang berfungsi menurunkan distress
psikologis dan fisik yang di derita oleh anak dan keluarganya dalam sistem pelayanan kesehatan. Spalk
manakara di modifikasi untuk mengurangi tingkat kecemasan anak pada pemasangan infus.
Anak usia pra sekolah adalah usia perkembangan yang dimulai pada usia 3 sampai 6 tahun
(Muscari,2005). pada usia ini anak memandang bahwa penyakit adalah suatu hukuman sehingga ketika
anak sakit dan mengalami hospitalisasi dapat menimbulkan stress pada anak berupa cemas, cedera tubuh,
kehhilangan kendali, dan nyeri. Intervensi keperawatan dalam upaya mengatasi masalah yang timbul pada
anak maupun orang tua selama hospitalisasi adalah menimbulkan stresor, memaksimalkan manfaat
hospitalisasi, memberikan dukunggan psikologi terhadap anggota keluarga dan mempersiapkan anak
sebelum hospitalisasi (Supartini, 2004).
Beberapa atraumatic care contoh tindakannya yaitu mendekorasi atau memodifikasi lingkungan rumah
sakit dan ruangan sepertii di rumah sendiri, dekorasi bernuansa anak anak seperti hiasan dinding gambar
binanatang, sprai yang berwarna, ruangan yang terang.
Kemudian dengan perawat menggunakan pakaian perawat non konvesional atau seragam perawat
berwarna menunjukan peningkatan hubungan antara anak dan perawat dan berpotense mengurangi
ketidaknyamanan yang dialami anak karena hospitalisasi.
Kemudian spalk manakara pada anak untuk menurunkan tingkat kecemasan selama pemasangan infuus.
Spalk atau piksasi selang intra vena merupakan alat yang dirancang untuk melindungi area intra vena
yang digunakan pada bayi dan anak untuk menghindari lepasnya jarum atau kateter .
Spalk manakara dapat digunakan sebagai alternatif spalk yang dapat mengurangi kecemasan anak pada
pemasangan infus dirumah sakit, spalk manakara dapat digunakan sebagai bahan inovasi yang dapat di
kembangkan untuk meningkatkan kreativitas perawat.

Argument : menurut saya spalk manakara bagus digunakan dirumah sakit untuk bayi atau anak, karena
bayi atau anak mereka tidak mengerti apa yang di pasang dan pada anak anak karena mereka tidak bisa
diam atau sudah aktif ketika dipasang infus rentan untuk lepas, karena itu bagus untuk di pasang spalk
manakara yang menggunakan bahan yang transparan. Kekurangannya mungkin tidak nyaman bagi bayi
atau anak anak.

NAMA : DITA SAKILA TIWI


KELAS : S1-2C
NIM : 218096
KELOMPOK : 1 ( KARDIOVASKULER) TUGAS 1

Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan

 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember


2000
Definisi
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan jantung yang sudah didapat sejak lahir. kelainan
ini bervariasi dari yang paling ringan sampai berat. Pada bentuk yang ringan, sering tidak ditemukan
gejala, dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan klinis. Sedangkan pada PJB berat, gejala
sudah tampak sejak lahir dan memerlukan tindakan segera.
Patofisiologi
Penyakit jantung bawaan dapat berupa defek pada sekat yang membatasi ke dua atrium atau ventrikel
sehingga terjadi percampuran darah pada tingkat atrium atau ventrikel, misalnya defek septum
ventrikel atau defek septum atrium. Dapat juga terjadi pada pembuluh darah yang tetap terbuka yang
seharusnya menutup setelah lahir seperti pada duktus
arteriosus persisten. Kelainan lain berupa kelainan yang lebih kompleks seperti tertukarnya posisi
aorta dan arteri pulmonalis atau kelainan muara vena
pulmonalis.
Manifestasi klinis
Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala yang menggambarkan
derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis, berkurangnya toleransi latihan, kekerapan
infeksi saluran napas berulang, dan terdengarnya bising jantung, dapat merupakan petunjuk awal
terdapatnya kelainan jantung pada seorang bayi atau anak.
Gangguan pertumbuhan.
Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan pertumbuhan timbul akibat berkurangnya
curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan timbul akibat hipoksemia kronis. Gangguan
pertumbuhan ini juga dapat timbul akibat gagal jantung kronis pada pasien PJB.
Sianosis.
Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis mudah dilihat pada
selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut. Sianosis akibat kelainan jantung ini (sianosis sentral)
perlu dibedakan pada sianosis perifer yang sering didapatkan pada anak yang kedinginan. Sianosis
perifer lebih jelas terlihat pada ujungujung jari.

Toleransi latihan.
Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk menggambarkan status kompensasi
jantung ataupun derajat kelainan jantung. Pasien gagal jantung selalu menunjukkan toleransi latihan
berkurang. Gangguan toleransi latihan dapat ditanyakan pada orangtua dengan membandingkan
pasien dengan anak sebaya, apakah pasien cepat lelah, napas menjadi cepat setelah melakukan
aktivitas yang biasa, atau sesak napas dalam keadaan istirahat.
Infeksi saluran napas berulang.
Gejala ini timbulakibat meningkatnya aliran darah ke paru sehingga mengganggu sistem pertahanan
paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung anak karena anak sering menderita demam, batuk dan
pilek. Sebaliknya tidak sedikit pasien PJB yang sebelumnya sudah diobati sebagai tuberkulosis
sebelum di rujuk ke ahli jantung anak.
Bising jantung.
Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan
penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan alasan anak dirujuk
untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising, derajat serta penjalarannya dapat
menentukan jenis kelainan jantung. Namun tidak terdengarnya bising jantung pada pemeriksaan fisik,
tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga menderita kelainan jantung,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis.
Tatalaksana
Dengan berkembangnya ilmu kardiologi anak, banyak pasien dengan penyakit jantung bawaan dapat
diselamatkan dan mempunyai nilai harapan hidup yang lebih panjang. Umumnya tata laksana
penyakit jantung bawaan meliputi tata laksana non-bedah dan tata laksana bedah. Tata laksana non-
bedah meliputi tata laksana medikamentosa dan kardiologi intervensi.
Bedah Jantung
Kemajuan dalam bidang perinatologi memungkinkan bayi dengan keadaan umum yang buruk dapat
bertahan hidup. Sementara itu perkembangan teknologi diagnostik telah mampu mendeteksi kelainan
jantung secara dini pada bayi baru lahir, bahkan sejak dalam kandungan dengan ekokardiografi janin.
Di dalam bidang bedah jantung, kemampuan untuk melakukan operasi ditunjang oleh (1) teknologi
pintas jantung-paru yang sudah semakin aman untuk bayi dengan berat badan yang rendah, (2)
tersedianya instrumen yang diperlukan, (3) perbaikan kemampuan unit perawatan intensif pasca
bedah, dan (4) pengalaman tim dalam mengerjakan kasus yangrumit.6,11,12 Pada prinsipnya
penanganan penyakit jantung bawaan harus dilakukan sedini mungkin. Koreksi definitif yang
dilakukan pada usia muda akan mencegah terjadinya distorsi pertumbuhan jantung, juga mencegah
terjadinya hipertensi pulmonal.
Kardiologi Intervensi
Salah satu prosedur pilihan yang sangat
diharapkan di bidang kardiologi anak adalah Nurmashitah1, Agus Purnama2
kardiologi intervensi nonbedah melalui Vol. 8 No.4 Desember 2018 Jurnal Ilmiah Ilmu
kateterisasi pada pasien penyakit jantung
Keperawatan Indonesia
bawaan. Tindakan ini selain tidak traumatis
dan tidak menimbulkan jaringan parut, juga diharapkan biayanya lebih murah. Meskipun kardiologi
intervensi telah dikembangkan sejak tahun 1950, namun hingga pertengahan tahun 1980 belum
semua jenis intervensi trans-kateter dapat dikerjakan pada anak, termasuk balloon atrial
septostomy.13-15
Dengan berkembangnya teknologi, khususnya ekokardiografi, banyak kelainan jantung yang
sebelumnya tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik dan penunjang biasa, EKG, radiologi
dengan menggunakan alat ini dapat dideteksi dengan mudah.

NAMA : DITA SAKILA TIWI


KELAS : S1-2C
NIM : 218096
KELOMPOK : 1 (TUGAS 2)

Medical Play dalam Menurunkan Respon Kecemasan Anak Usia Prasekolah


yang mengalami Hospitalisasi di Ruang
Rawat Inap Anak
Definisi
Atraumatic care merupakan bentuk perawatan terapeutik yang di berikan oleh tenaga kesehatan
dalam tatanan pelayanan kesehatan anak melelui penggunaan tindakan yang dapa mengurangi distres
fisik maupun distres psikologis yang di alami anak maupun orangtua.Medical play merupakan salah
satu terapi bermain yang dapat diberikan pada anak dengan diberi kesempatan untuk bermain dan
mengekplorasi peralatan medis seperti stetoskop, penlight, termometer, dan lain-lainnya terhadap
tindakan yang mereka alami selama dirumah sakit.
Kesimpulan
Anak yang mengalami kecemasan membutuhkan perawatan yang kompeten dan sensitif untuk
meminimalisasi efek negatif dari hospitalisasi dan mengembangkan efek yang positif.8 Pentingnya
atraumatic care bermanfaat untuk mencegah masalah psikologis (kecemasan) dan mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang di hospitalisasi9
Pendekatan atraumatic care dalam melaksanakan asuhan keperawatan anak dapat dilakukan dengan
menggunakan konsep terapi bermain.10 Terapi bermain efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan
anak karena merupakan unsur yang penting untuk perkembangan anak baik fisik, emosi, mental dan
sosial serta intelektual maupun kreatifitas.8 Kondisi kecemasan yang dialami pada anak dengan
hospitalisasi tersebut harus ditangani sedini mungkin, karena keterlambatan dalam penanganan
kecemasan ini, akan berdampak tidak baik pada proses kesembuhan anak. Dampak hospitalisasi dan
kecemasan yang dialami oleh anak akan berisiko mengganggu tumbuh kembang anak dan berdampak
pada proses penyembuhan.4 Dampak lainnya yang dialami anak yakni anak akan menolak perawatan
dan pengobatan.5

Kelebihan
Dengan menggunakan mediaplay Kondisi kecemasan yang dialami pada anak dengan hospitalisasi
tersebut dapat teratasi, karena terdistraksi oleh mediaplay tersebut dan tidak cemas untuk di berikan
tindakan.

Nama : Iis Mulyani


NIM : 218104
Kelas : S1-2C
Kelompok : 1
Judul : Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Episode Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada
Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan
Pengamatan menunjukan bahwa pasien PJB makin bertambah jumlahnya dan menempati posisi
terbanyak diantara penyakit jantung pada bayi dan anak-anak. Setiap jenis PJB membeawa dampak
yang berbeda satu sama lain baik perjalanan klinis, komplikasi ataupun pendekatan bedah. Gangguan
hemodinamik akibat kelainan jantung memberikan gejala yang menggambarkan derajat kelainan, dari
yang asimtomatis sampai gagal jantung yang berat disertai gagal tumbuh. Derajat gangguan
pertumbuhan, sianotik, berkurangnya toleransi latihan, infeksi saluan nafas berulang serta komplikasi
neurologis dapat merupakan petunjuk beratnya kelainan.
Lingkaran anatara infeksi dan malnutrisi jelas berdampak negatif pada pertumbuhan anak dengan
PJB. Pasien PJB yang mengalami infeksi akut misalnya : ISPA akan menyebabkan anoreksia,
malabsorsi dan gangguan metabolism. Anoreksia dan sesak napas dapat menyebabkan problem
makan pada anak-anak. Pada anak tidak cukupnya konsumsi makanan akan menyebabkan turunnya
berat badan, pertumbuhan terhambat, menurunnya imunitas dan kerusakan mukosa. Perubahan dalam
sirkulasi paru menyebabkan perubahan sistem pernapasan disertai penurunan kekebalan seluler
setempat yang memudahkan pasien terserang ISPA.
Di Indonesia, ISPA merupakan penyakit yang sangat sering diderita ank-anak ; 90% diantara
ISPA pada anak merupakan infeksi saluran pernapasan atas akut. Banyak faktor resiko yang
berhubungan dengan terjadinya ISPA pada anak-anak diantaranya umur, jenis kelamin, gizi, jumlah
keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, sosial ekonomi, lingkungan dan fasilitas
kesehatan yang tersedia.
Metode dari penelitian ini berupa tinjauan atau observasi secara longitudinal (prospektif). Subjek
penelitiannya adalah semua anak yang berusia 6 bulan-12 tahun yang datang berobat di poliklinik
bayi/anak dan ruang rawat inap anak, dr.spesialis anak, dan dr.spesialis penyakit jantung yang
didiagnosis dengan PJB berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, radiologis, elektrokardiografi dan
ekokardiografi.
Kriteria eksklusi menderita kelinan bawaan yang lain misalny (bibir sumbing), menderita penyakit
kronis misalnya (TBC Paru, Gagal Jantung, Asma). Subjek akan mengalami putus uji (Drop Out)
apabila ditemukan penyakit kronis saat periode evaluasi, penderita pindah tempat tinggal dan tidak
bisa dilakukan control/evaluasi.
Diagnosis penyakit jantung bawaan terbesar adalah teknologi fallot (TF) dan terkecil ductus arterious
persistent ( DAP) dan defect septum ventricle + pulmonal stenosis (DSV+PS) (berat).

Nama : Iis Mulyani


Nim : 218104
Kelas : S1-2C
Kelompok : 1
Argumen Jurnal Tentang Pengaruh Penerapan Atraumatic Care Terhadap Respon Kecemasan Anak
yang Mengalami Hospitalisasi di RSU Pancaran Kasih
Menurut saya hospitalisasi itu sangat bagus karena banyak sekali manfaatnya khususnya bagi
para orang tua. Namun cenderung anak merasa tertekan dan cemas kadang-kadang anak juga sering
merasa gugup karena belum terbiasa juga, mungkin ada trauma saat di rumah sakit.
Penerapan atraumatic care yang baik dapat dilakukan oleh perawat cenderung akan membuat
tingkat stress selama proses hospitalisasi pada anak. Semakin baik penerapan atraumatic care yang
dilakukan oleh perawat maka dapat menurunkan atau mencegah munculnya stress pada orang tua dan
anak.
KESIMPULAN menunjukan adanya pengaruh penerapan atraumatic care terhadap respon
kecemasan anak yang mengalami hospitalisasi.
SARAN penelitian ini yaitu kompres es batu, dan pemberian mainan pada saat pemasangan infus
dapat menurunkan kecemasan pada anak. Manfaat penerapan atraumatic care adalah untuk
menurunkan kecemasan/stress dan nyeri pada anak selama menjalani hospitalisasi.
Nama : Nadia Khofifah
Nim : 218108
Kelompok : Sistem Kardiovaskular

Hubungan Lingkar Pinggang dengan Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskular Pada Anak
Obesitas Usia Sekolah Dasar
Sumber : Gustina Lubis, Nazardi Oyong
1. Definisi dan Fatofisiologi
Lingkar pinggang merupakan predikatar yang lebih baikuntuk mendeteksi faktor risiko PKV pada
dewasa, dan pada anak saat ini masih sedikit.
Obesitas pada anak cenderung menetap sampai dewasa dan meningkatnya kemungkinan menderita
penyakit kardiovaskular (PKV) di kemudian hari. Saat ini obesitas merupakan ancaman serius bagi
kesehatan. Prevalensinya meningkat tidak hanya di negara maju tetapi dinegara berkembang juga
meningkat dua ali dalam dua dekade terakhir. Terjadinya PKV secara epidemiologi berhubungan
dengan kadar lemak tubuh dan distribusinya. Lemak tubuh yang tersimpan berupa jaringa lemak
dalam abdomen mempunyai hubungan yang erat dengan terjadinya dislipidemia dibanding dengan
jaringan lemak bawah kulit di bagian tubuh lain.
2. Metoda dan Hasil
Penelitian ini di lakukan secara cross-sectional analitik dengan murid obesitas (IMT > persentil 95)
muli kelas I hingga kelas VI yang mendapatizin yang tertuis dari orang tuanya.
Umur rata-rata adalah 9 tahun, degan sebaran terbanyak pada kelompok 8-10 tahun. Jenis kelamin
laki-laki leb banyak di banding perempuan. Hampir dua pertiga subjek mempunyai IMT di atas
persentil. Peningkatan lingkar pinggang diiuti secara bermakna dengan peningkatan gula darah puasa,
penggunaan lingkar panggul da tinggi badan sebagai parameter mengurasi variasi lingkar pinggang.
Pada anak obesitas ini masih menunjukan uungan dengan PKV, yaitu ratio untuk LDL/HDL untuk
WHR dan gula darah puasa di gunakan untu menentukan obesitas dan derajat obesitas.
3. Kesimpulan
Terdapat hubunga lingkar pinggang dengan beberapa faktor risiko PKV pada anaka obesitas usia
sekolah dasar. Anak obes dengan LP > 90 persentil berisiko mengalami risiko hipertensi baik sistolik
maupun diastolik di banding dengan anakobes dengan LP < 90 persentil. Lingkar pinggangdapat di
pakai sebagai parameter untuk mendeteksi faktor risiko PKV pada anak obesitas usia sekolah dasar.
Pengaruh Storytelling Dan Guided-Imagery Terhadap Tingkat Perubahan Kecemasan Anak
Usia Prasekolah Yang Dilakukan Tindakan Invansif
Sumber : Joting Julita Rosalia, Suhendar Sulaiman, Nyimas Heny Purwanti
Anak adalah individu yang selalu mengalami perubahan yaitu di mulai dari bayi hingga remaja. Pada
masa pertumbuhan dan perkembanganya anak idak selalu dalam kondisi keadaan yang sehat ada juga
beberapa yang rentang akan sehat maupun sakit(Mariyam, 2011). Hospitalisasi merpakan kondisi
kritis bagi anak yang diharuskan untuk menghadapi ligkungan yang baru, pemberian asuhan
keperawatan yang di berikan kepada anak yang tidak di kenal sehingga anak dapat merasakan nyeri,
kehilangan kemandirian anak da hal lainnya (Wong, 2009).
Pemasangan infus adalah prosedur penusukan vena dengan menggunakan over te neddle catheter
untuk memasukan obat atau cairan kedalam pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan rasa cemas
terhadap anak. Untuk di lakukan penelitian pengaruh storytelling dan guided-imagery terhadap
tingkat perubahan kecemasan anak usia prasekolah yang dilakukan tindakan invansif dimana tingkat
kecemasan anak usia prasekolah pada anak yang di temani orang tua saat di lakukan tindakan invansif
sebelum diberikan intervensi storytelling dan guided-imagery yatu tingkat kecemasan sedang-berat
menjadi ringan-sedang. Dan tingkat kecemasan anak usia prasekolah saat dilakukan tindaka invansif
sebelum di berikan intervensi storytelling dan guided-imagy tana di temani orang tua tingkat
kecemasan anak sedang-berat menjadi sedang-ringan. Selisih penurunan tingkat kecemasan tertinggi
yaitu dengan menggunakan intervensi storrytelling dengan tindakan invansifnya di emani oleh orang
tua.
Argumen :
Menurut saya dengan petugas kesehatan menerapkan intervensi teknikstorytelling maupun guided
imagery pada anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi khususnya ketika di lakukan
tindakan invasif untuk menurunkan tingkat kecemasan anak dan memotivasi orang tua untuk selalu
hadir menemani anak sera untuk orang tua anak sendiri merupaan salah satu cara untuk mengalihkan
perhatian anak dan memberikan rasa nyaman pada anak yang dilakukan tindakan invasif. Berbeda
dengan anak yang sedang menjalani hospitasasi anak prasekolah tanpa di temani orang tua saat di
lakukan tindakan invasif anak akan merasa cemas, dan takut kepada petugas kesehatan.
PERAWATAN DENTAL PADA ANAK DENGAN KELAINAN JANTUNG
Hemel Prayoga
218103

Willyanti Soewondo Syarif


NIP. 19541218 198002 2 001
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama perawatan dental
Pencegahan endokarditis bakterialis di rumah
Pertimbangan penting dalam merencanakan perawatan gigi adalah mencegah penyakit gigi dan mulut.
Pasien dengan CHD termasuk ke dalam kelompok yang berisiko terkena karies terutama pada
periode gigi sulung.
Prosedur preventif
Yang penting dalam perawatan anak dengan CHD adalah pencegahan penyakit gigi dan mulut yang
meliputi pemberian fluor baik sistemik ataupun lokal, penutupan fisur yang dalam, yang dilanjutkan
dengan melibatkan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut di rumah (home care). Prosedur ini dapat
mencegah terjadinya endokarditis bakterialis.
Pencegahan Endokarditis bakterialis pada perawatan dental Pencegahan Endokarditis bakterialis
meliputi pemberian profilaksis antibiotic pada prosedur dental yang dapat mengakibatkan perdarahan
mukosa, gusi/pulpa seperti ekstraksi, perawatan pulpa. Sebaiknya perawatan gigi invasiv seperti
ekstraksi, perawatan endodontic. Dihindari karena dapat menyebabkan bakteriaemia bila tidak
dilakukan dengan hati-hati . Mouth preparation penting dilakukan apabila akan dilakukan
pembedahan pada anak dengan CHD. Penanganan Dental Pasien dengan Kelainan Jantung.
Penanganan pasien dengan kelainan jantung hams dilakukan secara interdisciplinary approach dengan
dokter spesialis jantung anak/cardiologist anak dan spesialis lainnya seperti anesthesis.

Kelebihan
kelebihannya menurut saya dalam artikel tersebut adalah dari pembahasan yang di tulis cukup mudah
di pahami oleh pembaca, dan tidak terlalu banyak pemborosan kata.
Kekurangan
menurut saya kekurangn nya yaitu pencegahana nya terlalu sedikit, seharusnya lebih banyak
memberikan penjelasan tentang pencegahannya, sehingga pembaca mampu memilih pencegahan
yang menurut mereka mudah di lakukan atau di aplikasikan.

ANALISIS JURNAL CARDIOVASCULER


Hemel Prayoga
218103

Amelia Farahdika , Mahalul Azam


Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama di negara maju dan negara
berkembang. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit jantung koroner, sehingga
usaha pencegahan harus multifaktorial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
anatara dislipidemia, kebiasaan merokok, hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, tingkat aktivitas
fisik, status sosial ekonomi, jenis pekerjaan, jenis kelamin, dan stres dengan penyakit jantung
koroner. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat observasional menggunakan
rancangan kasus kontrol secara retrospektif. Pada penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling dengan jumlah masing-masing 39 orang pada kasus dan 39 orang pada kontrol. Analisis
data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan uji chi-square (α=0,05) dan menghitung nilai
Odds Ratio (OR). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa faktor yang berhubungan dengan penyakit
jantung koroner pada usia dewasa madya (41-60 tahun) adalah dislipidemia (p=0,0001<0,05),
kebiasaan merokok (p=0,027<0,05), hipertensi (p=0,002<0,05), diabetese mellitus (p=0,0001<0,05),
obesitas (p=0,011<0,05), dan stres (p=0,0001<0,05).
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama di negara maju dan negara
berkembang. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit jantung koroner, sehingga
usaha pencegahan harus multifaktorial. Pencegahan harus diusahakan sedapat mungkin dengan cara
pengendalian faktor faktor risiko dan merupakan hal yang cukup penting dalam usaha pencegahan,
baik primer maupun sekunder.
Berdasarkan data dari Riskesdas 2007, prevalensi PJK di Indonesia sebesar 7,2% (berdasarkan
wawancara gejala) dan 0,9 % (berdasarkan wawancara diagnosis dokter), sementara itu data dari
Riskesdas tahun 2013 terjadi penurunan yaitu menjadi 1,5% (berdasarkan wawancara gejala) dan
0,5% (berdasarkan diagnosis dokter). Provinsi DI. Aceh berada di peringkat pertama dengan
prevalensi sebesar 12,3% dan Lampung berada di peringkat terakhir dengan prevalensi sebesar
4,3% , sementara Jawa Tengah berada di peringkat ke-8 dengan prevalensi sebesar 8,4%.
Setelah dilakukan penelitian terhadap faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit
jantung koroner pada usia dewasa madya (41-60 tahun) (studi kasus di RSUD Kota Semarang)
disimpulkan bahwa, faktor-faktor yang terbukti berhubungan setelah analisis bivariat adalah
dislipidemia (OR=6,479; 95% CI 2,416-17,373), kebiasaan merokok (OR=3,352; 95% Cl 1,256-
9,936), hipertensi (OR=5,091; 95% CI 1,941-13,532), diabetes mellitus (OR=6,479; 95% CI 2,416-
17,373), obesitas (OR=3,753; 95% CI 1,440-9,779), stres (OR=5,8; 95% CI 2,177-14,450),
sementara itu beberapa faktor risiko yang tidak terbukti berpengaruh adalah tingkat aktivitas fisik,
status sosial ekonomi, jenis pekerjaan dan jenis kelamin.
Nama : Suci Fuji Ginayah
Nim : 218121
Kelompok 1 Kelaninan kariovaskuler pada anak
PERBEDAAN PERTUMBUHAN ANAK PENYAKIT JANTUNG
IBAWAAN DENGAN KELAINAN SIMPLEK DAN KELAINAN
KOMPLEK PADA UMUR 0-2 TAHUN.
A.Definisi
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital merupakan abnormalitas dari
struktur dan fungsi sirkulasi jantung pada semasa kelahiran. Penyakit ini cukup sering ditemukan
dengan angka kejadian sekitar 30% dari seluruh kelainan bawaan. Penyakit jantung bawaan dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yakni PJB non-sianotik dan sianotik Penyakit jantung
bawaan (PJB) non-sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak
ditandai dengan sianosis. Sedangkan penyakit jantung bawaan (PJB) sianotik didapat kelainan
struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik
yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Sianosis ini bisa
terdapat pada mukosa bibir dan mulut serta kuku jari tangan-kaki, dimana tanda tersebut merupakan
penampilan utama pada golongan PJB ini.
B.faktor yang mempengaruhi
Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan antara lain: faktor genetik, faktor asupan, dan faktor
lingkungan.8 Usia 0 -2 tahun terjadi
periode emas dalam hal pertumbuhan dan perkembangan (Golden Age) karena pada jarak usia
tersebut sedang terjadi pertumbuhan secara cepat, dan periode ini salah satu penentu kualitas
manusia.
C. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan belah lintang (cross
sectional). Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada periode Juli-Oktober
2017. Pemilihan subyek dilakukan secara consecutive sampling. Kriteria inklusi penelitian ini usia 0-
2 tahun, menderita penyakit jantung bawaan. Kriteria Eksklusi penelitian ini adalah menderita
penyakit bawaan lainnya (Down Syndrome, Turner Syndrome, Marfan Syndrome)
D. Hasil
Hasil analisis mengenai HAZ untuk kategori sangat pendek memiliki perbedaan yang bermakna
diantara ketiga kelompok PJB dengan pasien sianotik memiliki frekuensi yang paling banyak
daripada kelompok lainnya dan memiliki perbedaan yang bermakna diantara kelompok PJB sianotik
dan PJB asianotik
E. Pengobatan Kelainan Kongenital
Pengobatan kelainan bawaan akan disesuaikan dengan jenis kelainan yang diderita. Metodenya bisa
dengan pemberian obat-obatan, alat bantu, terapi, sampai operasi. Beberapa contoh pengobatannya
adalah:
Pemberian obat kortikosteroid, seperti prednisone, untuk distrofi otot.

Pemakaian alat bantu jalan untuk kelainan bentuk tangan dan kaki.

Pemakaian alat bantu dengar untuk gangguan pendengaran.

Operasi untuk kelainan jantung bawaan, misalnya pemasangan sumbatan pada patent ductus
arteriosus, dan bedah jantung pada tetralogy of fallot.

Operasi rekonstruksi untuk bibir sumbing atau kelainan bentuk bagian tubuh lain.

Argument
Menurut pendapat saya penyakit jantung bawaan ini sangat penting di cegah sejak dini. Baik itu
sebelum kehamilan dan sesudah kehamilan.
Sebelum kehamilan :
Pastikan mengikuti imunisasi sesuai jadwal.

Pastikan Anda dan pasangan tidak menderita penyakit menular seksual.

Penuhi asupan asam folat sebelum merencanakan kehamilan.

Lakukan konsultasi dan tes genetik, terutama jika Anda atau pasangan memiliki penyakit yang dapat
diturunkan kepada anak sebagai kelainan bawaan.

Konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu sebelum mengonsumsi obat-obatan sebelum hamil.

Selama kehamilan :
Jangan merokok dan hindari paparan asap rokok.

Hindari mengonsumsi minuman beralkohol.

Lakukan olahraga ringan dan cukupi waktu

Lakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin.


Nama : Suci Fuji Ginaya
Nim : 218121
Kelompok 1
PELAKSANAAN ATRAUMATIC CARE DI RUMAH SAKIT
IMPLEMENTATION OF ATRAUMATIC CARE IN HOSPITAL
Pelayanan atraumatic care merupakan bentuk pelayanan perawatan terapeutik dalam tatanan
pelayanan kesehatan anak melalui penggunaan tindakan yang mengurangi distres fisik maupun distres
psikologis yang dialami anak maupun orang tua (Supartini, 2004). Menurut Hidayat (2005), ada
beberapa prinsip perawatan atraumatic care yang harus dimiliki oleh perawat anak yaitu menurunkan
atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga, meningkatkan kemampuan orang tua dalam
mengontrol perawatan anak, mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak
psikologis), tidak melakukan kekerasan pada anak, dan modifikasi lingkungan fisik. Semakin baik
penerapan Atraumatic care yang diberikan maka semakin kecil risiko kecemasan yang dialami anak
prasekolah saat proses hospitalisasi (Maghfuroh, 206).
1. Kolaborasi Orang Tua dan Tenaga Professional
Perawat sebagai tenaga profesional perlu melibatkan orang tua dalam perawatan anak. yaitu asuhan
yang tidak menimbulkan trauma pada anak dan keluarga, yang merupakan asuhan terapeutik karena
bertujuan sebagai terapi bagi anak. Prinsip utama dalam asuhan terapeutik adalah mencegah atau
menurunkan dampak perpisahan antara orang tua dan anak dengan menggunakan pendekatan family
centered. Tingkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anaknya. Mencegah dan
menurunkan cedera baik fisik maupun psikologis.
2. Melakukan Modifikasi Lingkungan Rumah Sakit
Pencapaian perawatan tersebut beberapa prinsip yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain:
Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga menyebabkan kecemasan pada anak
sehingga menghambat proses penyembuhan dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
anak.

Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak.

Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis.

Proses pengurangan rasa nyeri dapat dikurangi melalui berbagai tekhnik misalnya distraksi, relaksasi
dan imaginary.

Tidak melakukan kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti
dalam kehidupan anak, yang dapat menghambat proses kematangan dan tumbuh kembang anak.
Modifikasi lingkungan anak dapat meningkatkan keceriaan dan nyaman bagi lingkungan anak
sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman dilingkungan.

3. Peran Perawat dalam Perawatan Anak


Adapun peran perawat sebagai perawat anak diantaranya :
Sebagai Pemberi perawatan

Sebagai Advokad keluarga

Sebagai pendidik

Konseling

Kolaborasi

Peneliti

4. Kendala yang Dihadapi Perawat Anak


Ada beberapa kendala yang sering dihadapi perawat anak diantaranya adalah:
Kurangnya kerjasama

Paparan terhadap resiko infeksi tinggi

Fasilitas mainan anak di Rumah Sakit masih kurang

Argument
Kekurangan dari autromatic tersebut adalah dimana adanya kendala seperti kurang nya kerjasama
dengan tim kesehatan lain dan keluarga klien,kemudian paparan terhadap resiko infeksi tinggi dan
fasilitas mainan anak di RS kurang dimana untuk melaksanakan terapi bermain pada anak.
Kelebihan dari autromatic ini ada di kolaborasi orangtua dengan tenaga profesional dimana family
Center Care yang dimaksudkan merupakan dasar pemikiran dalam keperawatan anak yang digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan melibatkan keluarga sebagai fokus
utama perawatan. Kutipan definisi dari para ahli memberikan bahwa dalam penerapan Family
Centered Care sebagai suatu pendekatan holistik dan filosofi dalam keperawatan anak.

Nama : Riani Wulandari


Nim : 218116
Kelompok : 1 Sistem kardiovaskuler
Tugas 1
Pengaruh Edukasi kepada Orang tua melalui Buku Kesehatan terhadap Pertumbuhan Anak
dengan Penyakit Jantung Bawaan

1. Definisi dan Etiologi Penyakit Jantung Bawaan


Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan penyakit dengan kelainan pada struktur jantung yang
dibawa sejak lahir. Kelainannya meliputi dinding jantung, katup jantung, pembuluh darah arteri atau
vena yang dapat menyebabkan perubahan fungsi sirkulasi jantung.
Penyebab nya adalah faktor genetik contoh nya anak yang memiliki penuakit genetik syndrome down
sering kali menderita PJB, yang kedua ada faktor lingkungan seperti infeksi rubella pada trimester
pertama kehamilan , penyakit diabetes, pajanan terhadap sinar X , merokok selama kehamilan,
konsumsi obat selama hamil,alkohol diduga berperan menjadi penyebab PJB.
2. Pertumbuhan Pada Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan
Pada anak dengan PJB beresiko mengalami gangguan pertumbuhan. Anak dengan PJB mengalami
malnutrisi akut maupun kronik dengan pengurangan lemak subkutan, massa otot yang mengecil dan
retardasi pertumbuhan linier atau Ukuran linear adalah ukuran yang berhubungan dengan panjang
Seperti panjang badan dan lingkar kepala. Mereka juga mengalami ketidakseimbangan penggunaan
energi yang mengakibatkan defisiensi nutrisi tertetentu atau ketidakcukupan total energi.
3. Edukasi Kesehatan
Edukasi kesehatan adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,
kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku edukasi
kesehatan. Tujuan nya mengingkatkan pengetahuan kesehatan perorangan sehingga orang yang dituju
mengetahui mengenai kesehatan,penyakit, faktor risiko dll.
a. Metode Edukasi Kesehatan
1. Metode individu : Metode ini digunakan untuk membina perilaku baru atau
membina seseorang yang mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku
atau inovasi. pendekatan nya melalui bimbingan atau penyuluhan
dan wawancara.
2. Metode Kelompok : Metode kelompok terdiri dari kelompok besar
dimana jumlah peserta lebih dari 15 orang dan kelompok kecil bila
jumlah pesera kurang dari 15 orang.
3. Metode Massa : Metode ini digunakan untuk mengomunikasikan pesan-
pesan kesehatan yang ditujukan pada masyarakat yang bersifat umum
tanpa membedakan tingkat pendidikan, sosial ekonomi, dan aspek
lainnya. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap suatu masalah dan belum diharapkan
untuk sampai pada perubahan prilaku.
b. Media Edukasi Kesehatan
Media adalah alat yang digunakan oleh petugas dalam menyampaikan bahan, materi atau pesan
kesehatan. Tujuan penggunaan media adalah untuk mempermudah klien memperoleh pengetahuan
dan memahami pesan yang disampaikan.
1) MediaCetak
a. Booklet
b. leaflet
c. poster
d.flipchart

Tugas 2
Pengaruh Biblioterapi Dengan Buku Cerita Bergambar Terhadap Tingkat Kecemasan Efek
Hospitalisasi Pada Anak Prasekolah di RSUD Bangkinang
Hospitalisasi dapat menimbulkan kecemasan pada anak-anak menjadi semakin cemas dan hal ini
dapat berpengaruh pada tingkt kesembuhan anak , salah satu nya untuk menghilangkan kecemasannya
dapat dilakukan pemanfaatan buku sebagai media terapi yang disebut juga dengan biblioterapi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh biblioterapi dengan buku cerita bergambar
terhadap tingkat kecemasan efek hospitalisasi pada anak prasekolah. Jenis penelitian Quasi
eksperiment dengan desain penelitian yang digunakan yaitu one group pre test post test design dengan
sample 19 responden, alat pengumpulan data berupa kuisioner dan observasi. Hasil penelitian
menunjukan bahwa rata rata tingkat kecemasan sebelum dilakukan pemberian biblioterapi bergambar
23,3 sedangkan setelah dilakukan pemberian biblioterapi dengan buku cerita bergambar menjadi 18,6.
-Manfaat Biblioterapi
Biblioterapi atau buku cerita harus sesuai dengan usia dalam terapi pengobatan

Dengan menggunakan buku itu anak dapat menghubungkan pengalaman personalnya seperti yang ada
dicerita dalam buku

Untuk menurunkan kecemasan pada anak

Proses pendekatan terhadap anak

Membantu proses penyembuhan anak.

-Hasil penelitian
Sudah dilakukan biblioterapi ada 9 anak yang tidak mengalami kecemasan , 4 anak mengalami
kecemasan ringan, dan 2 anak menglami kecemasan sedang .
Argumen : Menurut saya mengenai biblioterapi ini sangat cocok untuk mengurangi tingkat
kecemasan pada anak pra sekolah yang menjalani riwayat hospitalisasi.dan sudah terbukti karena
biblioterapi dengan buku cerita bergambar dapat membantu anak mengidentifikasi dan
mengekspresikan perasaannya yang didukung dengan hubungan lebih nyaman , anak tidak menangis,
dan menjerit saat diberi tindakan , tidak menolak ketika perawat atau dokter melakukan tindakan.

Anda mungkin juga menyukai