Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia
biasanya mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan
dalam proses menelan. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi
kesehatanseseorang karena risiko aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi,
penurunan berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah etiologi telah
dikaitkan dengan disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan non-
neurologic.1,2
Gangguan yang dapat menyebabkan disfagia dapat mempengaruhi proses
menelan pada fase oral, faring, atau esofagus. Anamnesis secara menyeluruh dan
pemeriksaan fisik dengan teliti sangat penting dalam diagnosis dan pengobatan
disfagia. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan leher, mulut, orofaring,
dan laring. Pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan. Pemeriksaan endoskopi
serat optik pada proses menelan mungkin diperlukan. Gangguan menelan mulut
dan faring biasanya memerlukan rehabilitasi, termasuk modifikasi diet dan
pelatihan teknik dan manuver menelan. Pembedahan jarang diindikasikan untuk
pasien dengan gangguan menelan. Pada pasien dengan gangguan berat, makanan
sulit melewati rongga mulut dan faringsecara keseluruhan dan pemberian nutrisi
enteral mungkin diperlukan. Pilihanmeliputi gastrostomy endoskopi perkutan dan
kateterisasi intermitenoroesophageal.1,2
Disfagia telah dilaporkan dalam beberapa jenis gangguan, dan dapat
digolongkan sebagai neurologis dan non neurologis. Gangguan menelan
neurologis ditemui lebih sering pada unit rehabilitasi medis daripada spesialisasi
kedokteran lainnya. Stroke adalah penyebab utama dari disfagia neurologis.
Sekitar 51-73% pasien dengan stroke mengalami disfagia, yang merupakan faktor
resiko bermakna berkembangnya pneumonia, hal ini dapat juga menunda
pemulihan fungsional pasien.Oleh karenanya, deteksi dini dan pengobatan
disfagia pada pasien yang telah mengalami stroke adalah sangat penting.1,2

1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1. Anatomi
2.1.1. Anatomi faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
esophagus, panjangnya ± 12 cm. Letaknya setinggi vertebraservikalis IV ke
bawah setinggi tulang rawan krikoidea. Faring di bentuk oleh jaringan yang kuat
dan jaringan otot melingkar, kantung fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Di dalam faring
terdapat tonsil yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit
untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, menyaring dan mematikan
bakteri/mikroorganisme yang masuk melalui jalan pencernaan dan pernafasan.
Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan
dengan rongga mulut melalui isthmus faucium, sedangkan dengan laring di bawah
berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah berhubungan esofagus.
Faring berlanjut ke esofagus untuk pencernaan makanan.1,3

Gambar 1. Faring

2
A. Anatomi Orofaring
Batas-batas orofaring adalah ujung bawah dari palatum mole dan superior
tulang hyoid inferior. Batas anterior dibentuk oleh inlet orofaringeal dan pangkal
lidah, dan perbatasan posterior dibentuk oleh otot-otot konstriktor superior dan
media dan mukosa faring.2
Orofaring berhubungan dengan rongga mulut melalui saluran masuk
orofaringeal, yang menerima bolus makanan. Inlet orofaringeal terbuat dari
lipatan palatoglossal lateral, tepat di anterior tonsil palatina. Lipatan itu sendiri
terbuat dari otot palatoglossus, yang berasal dari palatum mole itu sendiri dan
mukosa diatasnya. 2
Di inferior, terdapat sepertiga posterior lidah, atau pangkal lidah,
meneruskan perbatasan anterior orofaring. Valekula, yang merupakan ruang
antara pangkal lidah dan epiglotis, membentuk perbatasan inferior dari orofaring.
Ini biasanya setara dengan tulang hyoid. 2
Pada dinding-dinding lateral orofaring terdapat sepasang tonsil palatina di
fosa anterior yang dipisahkan oleh lipatan palatoglossal dan posterior oleh lipatan
palatopharyngeal. Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terlibat dalam
respon imun lokal untuk patogen oral. 2
Otot-otot yang membentuk dinding posterior orofaring adalah otot
konstriktor faring superior dan menengah dan membran mukosa diatasnya yang
saling tumpang tindih. Saraf glossopharingeus dan otot faring stylopharyngeus
memasuki faring pada perbatasan antara konstriktor superior dan tengah.2

B. Anatomi Hipofaring
Perbatasan hipofaring adalah di bagian superior terdapat tulang hyoid dan
sfingter esofagus atas (Upper Esophagus Sphincter/UES), dan otot krikofaringeus
di bagian inferior. Batas anterior hipofaring sebagian besar terdiri dari inlet laring,
yang meliputi epiglotis dan kedua lipatan aryepiglottic dan tulang rawan
arytenoid. Permukaan posterior dari kartilago arytenoid dan pelat posterior
kartilago krikoid merupakan perbatasan anteroinferior dari hipofaring. Lateral

3
kartilago arytenoid, hipofaring terdiri dari kedua sinus Piriformis, yang dibatasi
oleh tulang rawan lateral tiroid. 2
Dinding posterior faring terdiri dari otot konstriktor tengah dan inferior
dan selaput lendir diatasnya. Di bawahnya, sejajar dengan kartilago krikoid, otot
cricopharyngeus membentuk UES. Otot ini kontraksi tonik selama istirahat dan
relaksasi saat menelan untuk memungkinkan bolus makanan masuk ke esofagus. 2

2.1.2. Anatomi Esofagus


Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan faring dengan lambung,
panjangnya sekitar 9 sampai dengan 25 cm dengan diameter sekitar 2,54 cm,
mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Esofagus
berawal pada area laringofaring, melewati diafragma dan diatus esofagus.
Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui
toraks menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan
lambung.1,3
Lapisan terdiri dari 4 lapis yaitu mucosa, submucosa, otot (longitudinal dan
sirkuler), dan jaringan ikat renggang. Makanan atau bolus berjalan dalam
oesofagus karena gerakan peristaltik, yang berlangsung hanya beberapa detik
saja.1,3
Sfingter esofagus bagian atas (UES) adalah sekumpulan muskulus di
bagian atas esofagus. Otot-otot UES berada di bawah kendali sadar (involunter),
digunakan ketika bernapas, makan, bersendawa, dan muntah. 3
Sfingter esophagus bagian bawah (Lower esophageal sphincter/LES)
adalah sekumpulan otot pada akhir bawah dari esofagus, yang mana berbatasan
langsung dengan gaster. Ketika LES ditutup, dapat mencegah asam dan isi gaster
naik kembali ke esofagus. Otot-otot LES tidak berada di bawah kontrol volunter. 3
Fungsi esofagus adalah menggerakkan makanan dari faring ke lambung
melalui gerak peristaltis. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mucus
untuk melumasi dan melindungi esofagus tetapi esofagus tidak memproduksi
enzim pencernaan.1,3

4
Gambar 2. Esofagus

2.1.3. Vaskularisasi Faring dan Esofagus


A. Faring
Pasokan arteri ke faring berasal dari 4 cabang dari arteri karotis eksternal.
Kontribusi utama adalah dari arteri faring asenden, yang berasal dari arteri karotis
eksternal yang tepat berada diatas bifurkasio (percabangan) karotis dan melewati
posterior selubung karotis, memberikan cabang ke faring dan tonsil. 2
Cabang arteri palatina memasuki faring tepat diatas dari muskulus
konstriktor faring superior. Arteri fasialis juga bercabang menjadi arteri palatina
asenden dan arteri tonsilaris, yang membantu pasokan untuk muskulus konstriktor
faring superior dan palatum. Arteri maksilaris bercabang menjadi arteri palatina
mayor dan cabang pterygoideus, dan arteri lingualis dorsalis berasal dari arteri
lingual memberi sedikit kontribusi. 2
Darah mengalir dari faring melalui pleksus submukosa interna dan pleksus
faring eksterna yang terkandung dalam fasia buccopharyngeal terluar. Pleksus
mengalir ke vena jugularis interna dan, sesekali, vena fasialis anterior. Hubungan
yang luas terjadi antara vena yang terdapat di tenggorokan dan vena-vena pada
lidah, esofagus, dan laring. 2

5
B. Esofagus
Esofagus mendapat perdarahan dari arteri secara segmental. Cabang-
cabang dari arteri tiroid inferior memberikan pasokan darah ke sfingter esophagus
atas dan esophagus servikal. Kedua arteri aorta esofagus atau cabang - cabang
terminal dari arteri bronchial memperdarahi esophagus bagian toraks. Arteri
gaster sinistra dan cabang dari arteri frenikus sinistra memperdarahi sfingter
esophagus bagian bawah dan segmen yang paling distal dari esofagus. Arteri yang
memperdarahi akhir esofagus dalam jaringan sangat luas dan padat di submukosa
tersebut. Suplai darah berlebihan dan jaringan pembuluh darah yang berpotensi
membentuk anastomosis dapat menjelaskan kelangkaan dari infark esofagus. 4

6
Gambar 3. Vaskularisasi Pharyngoesophageal

Vaskularisasi vena juga mengalir secara segmental. Dari pleksus vena


submukosa yang padat darah mengalir ke vena cava superior. Vena esofagus
proksimal dan distal mengalir ke dalam sistem azygos. Kolateral dari vena gaster
sinistra, cabang dari vena portal, menerima drainase vena dari mid-esofagus.
Hubungan submukosa antara sistem portal dan sistem vena sistemik di distal
esofagus membentuk varises esofagus pada hipertensi portal. Varises submukosa
ini yang merupakan sumber perdarahan GI utama dalam kondisi seperti sirosis. 4

2.1.4. Persarafan Faring dan Esofagus

7
A. Faring
Pleksus saraf faring memberi pasokan saraf eferen dan aferen faring dan
dibentuk oleh cabang dari nervus glossopharingeus (saraf kranial IX), nervus
vagus (saraf kranial X), dan serat simpatis dari rantai servikal. Selain muskulus
stylopharyngeus, yang dipersarafi oleh saraf glossopharingeus, semua otot-otot
faring dipersarafi oleh nervus vagus.2
Semua otot-otot intrinsik laring dipersarafi oleh nervus laringeus, cabang
nervus vagus, kecuali untuk otot krikotiroid, yang menerima persarafan dari
cabang eksternal dari nervus laringeus superior, juga dari cabang nervus vagus.2
Pleksus faring menerima cabang-cabang nervus vagus dan
glossopharingeus untuk persarafan sensorik faring. Sepertiga lidah posterior, di
orofaring, menerima baik sensasi rasa dan sensasi somatik dari nervus
glossopharingeus. Otot krikofaringeus (UES) menerima persarafan parasimpatis
untuk relaksasi dari nervus vagus dan persarafan simpatis untuk kontraksi dari
serabut post ganglionik dari ganglion servikalis superior.2

B. Esofagus
Persarafan motor esophagus didominasi melalui nervus vagus. Esophagus
menerima persarafan parasimpatis dari nucleus ambiguus dan inti motorik dorsal
nervus vagus dan memberikan persarafan motor ke mantel otot esofagus dan
persarafan secretomotor ke kelenjar. Persarafan simpatis berasal dari servikal dan
rantai simpatis torakalis yang mengatur penyempitan pembuluh darah, kontraksi
sfingter esofagus, relaksasi dinding otot, dan meningkatkan aktivitas kelenjar dan
peristaltik.4
Pleksus Auerbach, yaitu ganglia yang terletak antara lapisan longitudinal
dan melingkar dari tunika muskularis myenteric bekerja mengatur kontraksi
lapisan otot luar. Pleksus Meissner, yaitu ganglia yang terletak dalam submukosa
bekerja mengatur sekresi dan kontraksi peristaltik dari mukosa muskularis.4

2.1.5. Aliran Limfatik Faring dan Esofagus

8
A. Faring
Aliran limfatik faring mengalir ke KGB servikalis profunda (deep cervical
lymph node) sepanjang selubung karotis. Aliran limfatik pada hipofaring juga
dapat mengalir ke KGB paratrakeal. Pembuluh limfatik laring mengalir ke
kelenjar servikalis profunda, nodus pretracheal, dan nodus prelaryngeal.2
B. Esofagus
Limfatik dari sepertiga proksimal esofagus mengalir ke kelenjar getah
bening servikal profunda, dan kemudian menjadi duktus toraksikus. Limfatik dari
sepertiga tengah esofagus mengalir ke nodus mediastinum superior dan posterior.
Limfatik sepertiga distal esofagus mengikuti arteri gaster kiri ke kelenjar getah
bening gaster dan celiac.4

Gambar 4. Aliran limfatik esofagus.


Ada interkoneksi yang cukup besar antara ketiga wilayah drainase
terutama karena asal embryologic ganda jalur limfatik dari branchiogenic dan

9
mesenkim tubuh. Aliran getah bening dua arah di daerah ini bertanggung jawab
untuk penyebaran keganasan dari esofagus bawah ke kerongkongan bagian atas.4

2.2. Fisiologi Menelan


Selama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan secara
teratur dipicu dengan dorongan kortikal atau input sensoris perifer. Begitu proses
menelan dimulai, jalur aktivasi otot beruntun tidak berubah dari otot-otot perioral
menuju kebawah. Jaringan saraf yang bertanggung jawab untuk menelan otomatis
ini, disebut dengan pola generator pusat. Batang otak, termasuk nucleus tractus
solitarius dan nucleus ambiguus dengan formatio retikularis berhubungan dengan
kumpulan motoneuron kranial, diduga sebagai pola generator pusat.3

Dalam proses menelan akan terjadi hal hal berikut :


1. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik
2. Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan
3. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi
4. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring
5. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus
makanan ke arah lambung
6. Usaha membersihkan kembali esofagus

Gambar 5. Posisi lidah dan epiglotis selama bernapas


Tiga Fase Menelan
Deglutition adalah tindakan menelan, dimana bolus makanan atau cairan
dialirkan dari mulut menuju faring dan esofagus ke dalam lambung. Deglutition

10
normal adalah suatu proses halus terkoordinasi yang melibatkan suatu rangkaian
rumit kontraksi neuromuskuler valunter dan involunter dan dan dibagi menjadi
bagian yang berbeda.3

Gambar 6. Fase menelan

1. Fase Oral
Fase oral terjadi secara sadar. Fase persiapan oral merujuk kepada
pemrosesan bolus sehingga dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsif oral
berarti pendorongan makanan dari rongga mulut ke dalam orofaring. Prosesnya
dimulai dengan kontraksi lidah dan otot-otot rangka mastikasi. Otot bekerja
dengan cara yang berkoordinasi untuk mencampur bolus makanan dengan saliva
dan membentuk bolus makanankemudian mendorong bolus makanan dari rongga
mulut di bagian anterior ke dalam orofaring, dimana reflek menelan involunter
dimulai. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di
tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah.3
Cerebellum mengendalikan output untuk nuklei motoris nervus kranialis V
(trigeminal), VII (facial), dan XII (hypoglossal). Dengan menelan suatu cairan,
keseluruhan urutannya akan selesai dalam 1 detik. Untuk menelan makanan padat,
suatu penundaaan selama 5-10 detik mungkin terjadi ketika bolus berkumpul di
orofaring.3

11
Kontraksi m.levator veli palatini

Rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas,


Palatum mole dan bagian atas dinding posterior faring terangkat

Bolus terdorong ke posterior,


Penutupan nasofaring

Kontraksi m.palatoglosus sehingga isthmus faucium tertutup,


Kontraksi m.palatofaring sehingga bolus tidak berbalik ke rongga mulut

2. Fase Faringeal
Fase faringeal terjadi pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus
makanan dari faring ke esofagus. Aspirasi paling sering terjadi pada fase ini.

Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring, m.salfongofaring,


m.tiroihioid, dan m.palatofaring.

Aditus laring tertutup oleh epiglotis,


Kontraksi m.ariepiglotika dan m.aritenoid obliqus,
Plika ariepiglotika, plika ventrikularis, dan plika vokalis tertutup

Penghentian udara ke laring karena reflex yang menghambat pernapasan

Bolus makanan tidak masuk ke dalam saluran napas,


Bolus makanan ke arah esofagus karena valekula dan sinus piriformis dalam
keadaan lurus

Fase faringeal pada proses menelan adalah involunter dan kesemuanya


adalah reflek, jadi tidak ada aktivitas faringeal yang terjadi sampai reflek menelan

12
dipicu. Reflek ini melibatkan traktus sensoris dan motoris dari nervus kranialis IX
(glossofaringeal) dan X (vagus).

3. Fase Esophageal
Fase esophageal adalah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke
lambung. Pada fase esophageal, bolus didorong kebawah oleh gerakan peristaltik.
Sphincter esophageal bawah relaksasi pada saat mulai menelan, relaksasi ini
terjadi sampai bolus makanan mecapai lambung.3

Rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringal, Gerak bolus makanan di
esofagus bagian atas yang dipengaruhi kontraksi m.konstriktor faring inferior
pada akhir fase faringal.

Relaksasi m.krikofaring,
Introitus esofagus terbuka,
Bolus makanan masuk ke dalam esofagus

Bolus makanan didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus

Pada akhri kase esofagal, sfingter esofagus akan terbuka ketika dimulainya
peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Setelah
makanan lewat, sfingter akan menutup

13
BAB III
DISFAGIA

3.1. Definisi
Disfagia didefinisikan sebagai kesulitan dalam mengalirkan makanan padat
atau cair dari mulut melalui esofagus. Penderita disfagia mengeluh sulit menelan
atau makanan terasa tidak turun ke lambung. Disfagia harus dibedakan dengan
odinofagia (sakit waktu menelan). Disfagia dapat disebabkan oleh gangguan pada
masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal dan fase esofageal.1,2
Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhan adanya regurgitasi
ke hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit untuk mulai menelan.
Sedangkan disfagia fase esofageal, pasien mampu menelan tetapi terasa bahwa
yang ditelan terasa tetap mengganjal atau tidak mau turun serta sering disertai
nyeri retrosternal. Disfagia yang pada awalnya terutama terjadi pada waktu
menelan makanan padat dan secara progresif kemudian terjadi pula pada makanan
cair, diperkirakan bahwa penyebabnya adalah kelainan mekanik atau struktural.
Sedangkan bila gabungan makanan padat dan cair diperkirakan penyebabnya
adalah gangguan neuro muskular. Bila keluhan bersifat progresif bertambah berat,
sangat dicurigai adanya proses keganasan.4,7

3.2. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas:
A. Disfagia mekanik
Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus.
Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esophagus oleh
massa tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan
mukosa esophagus, striktur lumen esophagus, serta akibat penekanan lumen
esophagus dari luar, misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid,
kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi
aorta.5

14
B. Disfagia motorik
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang
berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak,
kelainan saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot
faring dan lidah serta gangguan peristaltic esophagus dapat menyebabkan
disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus
esophagus, kelumpuhan otot faring dan skleroderma esophagus.5
C. Disfagia oleh gangguan emosi
Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau
tekanan jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globus histerikus.5

Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas:


A. Disfagia orofaringeal
Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari
orofaring ke dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal
dari proksimal ke kerongkongan. Pasien mengeluh kesulitan memulai
menelan, regurgitasi nasal, dan aspirasi trakea diikuti oleh batuk.6
B. Disfagia esophageal
Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke
kerongkongan. Hal ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau
obstruksi mekanis.6

3.3. Patofisiologi
Gangguan pada proses menelan dapat digolongkan tergantung dari fase
menelan yang dipengaruhinya. Keberhasilan mekanisme menelan tergantung dari
beberapa faktor, yaitu :6
1. Ukuran bolus makanan
2. Diameter lumen esofagus yang dilalui ( normalnya 4cm bila kurang dari
2,5cm maka akan terjadi disfagia )
3. Kontraksi peristaltik esofagus
4. Fungsi sfingter esofagus atas dan bawah

15
5. Kerja otot – otot rongga mulut dan lidah
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila system
neuromuscular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik
dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esophagus serta persarafan
intrinsic otot-otot esophagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik
berjalan lancar. Kerusakan pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas
komponen orofaring, otot lurik esophagus dan sfingter esophagus bagian
atas.Oleh karna otot lurik esophagus dan sfingter esophagus bagian atas juga
mendapat persarafan dari inti motor n. vagus, maka aktivitas peristaltic esophagus
masih tampak pada kelainan di otak. Relaksasi sfingter esophagus bagian bawah
terjadi akibat perenggangan langsung dinding esophagus.5

Gambar 7. Proses menelan

16
a. Fase Oral
Gagguan pada fase Oral mempengaruhi persiapan dalam mulut dan fase
pendorongan oral biasanya disebabkan oleh gangguan pengendalian lidah. Pasien
mungkin memiliki kesulitan dalam mengunyah makanan padat dan permulaan
menelan. Ketika meminum cairan, pasien mungkin kesulitan dalam menampung
cairan dalam rongga mulut sebelum menelan. Sebagai akibatnya, cairan tumpah
terlalu cepat kadalam faring yang belum siap, seringkali menyebabkan aspirasi.
Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing
mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase oral sebagai berikut: 8,9
- Tidak mampu menampung makanan di bagian depan mulut karena tidak
rapatnya pengatupan bibir.
- Tidak dapat mengumpulkan bolus atau residu di bagian dasar mulut karena
berkurangnya pergerakan atau koordinasi lidah.
- Tidak dapat menampung bolus karena berkurangnya pembentukan oleh lidah
dan koordinasinya.
- Tidak mampu mengatupkan gigi untukmengurangi pergerakan madibula.
- Bahan makanan jatuh ke sulcus anterior atau terkumpul pada sulcus anterior
karena berkurangnya tonus otot bibir.
- Posisi penampungan abnormal atau material jatuh ke dasar mulut karena
dorongan lidah atau pengurangan pengendalian lidah.
- Penundaan onset oral untuk menelan oleh karena apraxia menelan atau
berkurangnya sensibilitas mulut.
- Pencarian gerakan atau ketidakmampuan unutkmengatur gerakan lidah karena
apraxia untuk menelan.
- Lidah bergerak kedepan untuk mulai menelan karena lidah kaku.
- Sisa-sisa makanan pada lidah karena berkurangnya gerakan dan kekuatan lidah.
- Gangguan kontraksi (peristalsis) lidah karena diskoordinasi lidah.
- Kontak lidah-palatum yang tidaksempurna karena berkurangnya pengangkatan
lidah.
- Tidak mampu meremas material karena berkurangnya pergerakan lidah keatas.

17
- Melekatnya makanan pada palatum durum karena berkurangnya elevasi dan
kekuatan lidah.
- Bergulirnya lidah berulang pada Parkinson disease.
- Bolus tak terkendali atau mengalirnya cairan secara prematur atau melekat
pada faring karena berkurangnya kontrol lidah atau penutupan linguavelar.
- Piecemeal deglutition.
- Waktu transit oral tertunda.

b. Fase Faringeal
Jika pembersihan faringeal terganggu cukup parah, pasienmungkin tidak
akan mampu menelan makanan dan minuman yang cukup untuk mempertahankan
hidup. Pada orang tanpa dysphasia, sejumlah kecil makanan biasanya tertahan
pada valleculae atau sinus pyriform setelah menelan. Dalam kasus kelemahan atau
kurangnya koordinasi dari otot-otot faringeal, atau pembukaan yang buruk dari
sphincter esofageal atas, pasien mungkin menahan sejumlah besar makanan pada
faring dan mengalami aspirasi aliran berlebih setelah menelan. Logemann's
Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan tanda dan
gejala gangguan menelan fase faringeal sebagai berikut:8,9
- Penundaan menelan faringeal
- Penetrasi Nasal pada saat menelan karena berkurangnya penutupan
velofaringeal
- Pseudoepiglottis (setelah total laryngectomy) – lipata mukosa pada dasar lidah
- Osteofit Cervical
- Perlengketan pada dinding faringeal setelah menelan karena pengurangan
kontraksi bilateral faringeal
- Sisa makanan pada Vallecular karena berkurangnya pergerakan posterior dari
dasar lidah
- Perlengketan pada depresi di dinding faring karena jaringan parut atau lipatan
faringeal
- Sisa makanan pada puncak jalan napas Karena berkurangnya elevasi laring
- penetrasi dan aspirasi laringeal karena berkurangnya penutupan jalan napas

18
- Aspirasi pada saat menelan karena berkurangnya penutupan laring
- Stasis atau residu pada sinus pyriformis karena berkurangnya tekanan laringeal
anterior
c. Fase Esophageal
Gangguan fungsi esophageal dapat menyebabkan retensi makanan dan
minuman didalam esofagus setelah menelan. Retensi ini dapat disebabka oleh
obstruksi mekanis, gangguan motilitas, atau gangguan pembukaan Sphincter
esophageal bawah. Logemann's Manual for the Video fluorographic Study of
Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan pada fase
esophageal sebgai berikut:8,9
- Aliran balik Esophageal-ke-faringeal karena kelainan esophageal
- Tracheoesophageal fistula
- Zenker diverticulum
- Reflux

3.4. Tanda dan Gejala10


1. Disfagia Oral atau faringeal
- Batuk atau tersedak saat menelan
- Kesulitan pada saat mulai menelan
- Makanan lengket di kerongkongan
- Sialorrhea
- Penurunan berat badan
- Perubahan pola makan
- Pneumonia berulang
- Perubahan suara (wet voice)
- Regusgitasi Nasal
2. Disfagia Esophageal
- Sensasi makanan tersangkut di tenggorokan atau dada
- Regurgitasi Oral atau faringeal
- Perubahan pola makan
- Pneumonia rekuren

19
BAB IV
DIAGNOSIS

4. 1. Diagnosis
Pasien yang memiliki disfagia dapat datang dengan berbagai tanda dan
gejala. Mereka biasanya mengeluhkan batuk atau tersedak atau sensasi abnormal
menempel makanan di belakang tenggorokan atau dada bagian atas ketika mereka
mencoba menelan, namun, beberapa kasus bisa dengan keluhan yang sangat
minimal atau bahkan tidak ada keluhan (misalnya, pada mereka dengan aspirasi
diam).7
Pemeriksaan fisik untuk disfagia meliputi:7
 Selama pemeriksaan fisik, mencari mekanisme oral-motor dan laring.
Pengujian n.V tengkorak dan n.VII-XII sangat penting untuk menentukan
apakah bukti fisik disfagia orofaringeal ada
 Pengamatan langsung penutupan bibir, penutupan rahang, mengunyah dan
pengunyahan, mobilitas lidah dan kekuatan, elevasi palatal dan laring, air
liur, dan kepekaan oral diperlukan.
 Periksa tingkat kewaspadaan dan status kognitif pasien, karena dapat
berdampak pada keselamatan menelan dan kemampuan untuk belajar
langkah-langkah kompensasi.
 Disfonia dan disartria adalah tanda-tanda disfungsi motor struktur yang
terlibat dalam mulut dan faring menelan.
 Periksa rongga mulut dan faring untuk integritas mukosa dan gigi.
 Periksa langit-langit lunak untuk posisi dan kesimetrisan selama fonasi
dan beristirahat.
 Evaluasi elevasi faring dengan menempatkan 2 jari di laring dan menilai
gerakan selama menelan volunter. Teknik ini membantu untuk
mengidentifikasi ada atau tidak adanya hambatan mekanisme pelindung
laring.
 Refleks muntah yang ditimbulkan oleh menyentuh mukosa faring dengan
spatula lidah. Pengujian untuk refleks muntah sangat membantu, tetapi

20
tidak adanya refleks muntah tidak selalu menunjukkan bahwa pasien tidak
mampu menelan dengan aman. Memang, banyak orang dengan tidak ada
refleks muntah memiliki kemampuan menelan yang normal, dan beberapa
pasien dengan disfagia memiliki refleks muntah yang normal.
 Auskultasi servikal menjadi bagian dari evaluasi klinis pasien disfagia.
Menilai kekuatan dan kejelasan suara, waktu episode apneic, dan
kecepatan menelan.
 Menilai fungsi pernafasan juga sangat penting. Jika kekuatan pernapasan
batuk atau kliring tenggorokan tidak memadai, risiko aspirasi meningkat.
 Langkah terakhir dalam pemeriksaan fisik adalah pengamatan langsung
dari tindakan menelan. Minimal, menonton pasien sementara dia minum
air. Jika memungkinkan, menilai makan pasien berbagai tekstur makanan.
Sialorrhea, inisiasi menelan tertunda, batuk, atau kualitas suara serak
basah atau mungkin menunjukkan masalah. Setelah menelan, mengamati
pasien selama 1 menit atau lebih untuk melihat apakah respon batuk
tertunda hadir.

4.2. Pemeriksaan Penunjang


 Esofagoskopi (pemeriksaan endoskopi untuk esofagus), untuk melihat
langsung isi lumen esogafus dan keadaan mukosanya.
 Barium meal (esofagografi).
 Fluoroskopi, untuk melihat kelenturan dinding esofagus, adanya gangguan
peristaltik, penekanan lumen esofagus dari luar, isi lumen esofagus, dan
kelainan mukosa esofagus.
 Manometri esofagus untuk menilai fungsi motorik esofagus, dengan
mengukur tekanan dalam lumen esofagus dan tekanan sfingter esofagus
sehingga dapat dinilai gerakan peristaltik secara kualitatif dan kuantitatif.
 CT – Scan, untuk mengevaluasi bentuk esofagus dan jaringan
disekitarnya.
 MRI, untuj membantu melihat kelainan di otak yang menyebabkan
disfagia motorik.

21
Akalasia Sriktur esofagus
Gambar 8. RO

CT Scan of the neck with contrast. A. Coronal image showing the esophageal
diverticulum to the right of the esophagus and trachea (blue arrow). B. Axial
image showing the diverticulum posterior to the trachea (blue arrow).
Gambar 9. CT Scan

4.3. Penatalaksanaan
Tujuan dari tatalaksana disfagia adalah mengurangi aspirasi,
meningkatkan kemampuan pasien untuk mengunyah dan menelan dan
mengoptimalkan status nutrisi pasien. Penatalaksanaan disfagia tergantung pada
masing-masing diagnosis penyakit penyebab keluhan disfagia tersebut, karena
disfagia hanya suatu gejala yang dikeluhkan dari salah satu manifestasi klinis dari
suatu penyakit (underlying disease).8

22
Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis dysphagia.
Pertama dokter danspeech-language pathologists yang menguji dan menangani
gangguan menelan menggunakan berbagai pengujian yang memungkinkan untuk
melihat bergagai fungsi menelan. salah satu pengujian disebut dengan,
laryngoscopy serat optik, yang memungkinkan dokter untuk melihat kedalam
tenggorokan. Pemeriksaan lain, termasuk video fluoroscopy, yang mengambil
video rekaman pasien dalam menelan dan ultrasound, yang menghasikan
gambaran organ dalam tubuh, dapat secara bebas nyeri memperlihakab tahapan-
tahapan dalam menelan.8
Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat-obatan dapat
diberikan. Jika dengan mengobati penyebab dysphagia tidak membantu, dokter
mungkin akan mengirim pasien kepada ahli patologi hologist yang terlatih dalam
mengatasi dan mengobati masalah gangguan menelan.8
Pengobatan dapat melibatkan latihan otot ntuk memperkuat otot-otot facial
atau untuk meninkatkan koordinasi. Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan
pelatihan menelan dengan cara khusus. Sebagai contoh, beberapa orang harus
makan denan posisi kepala menengok ke salah satu sisi atau melihat lurus ke
depan. Meniapkan makanan sedemikian rupa atau menghindari makanan tertentu
dapat menolong orang lain. Sebagai contoh, mereka yang tidak dapat menelan
minuman mungkin memerlukan pengental khusus untukminumannya. Orang lain
mungkin garus menghindari makanan atau minuman yang panan ataupun dingin.6
Untuk beberapa orang, namun demikian, mengkonsumsi makanan dan
minuman lewat mulut sudah tidak mungkin lagi. Mereka harus menggunakan
metode lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Biasanya ini memerlukan suatu
system pemberian makanan, seperti suatu selang makanan (NGT), yang
memotong bagian menelan yang tidak mampu bekerja normal.6
 Berbagai pengobatan telah diajukan unutk pengobatan disfagia orofaringeal
pada dewasa. Pendekatan langsung dan tidak langsung disfagia telah
digambarkan. Pendekatan langsung biasnya melibatkan makanan, pendekatan
tidak langsung biasanya tanpa bolus makanan.
 Modifikasi diet

23
 Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum disfagia. Suatu
diet makanan yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan
kesulitan pada fase oral, atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal
untuk mengunyah makanan padat.
 Jika fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak
atau semi-padat sampai konsistensi normal.
 Suplai Nutrisi
 Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat
menyebabkan malnutrisi
 Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan nutrisi.
Bahan-bahan pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang diperkuat,
suplemen cair oral. Jika asupan nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian
parenteral.
 Hidrasi
 Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan hidrasi
pasien sangat penting dan cairan intravena diberikan jika terapat dehidrasi
 Pembedahan
- Pembedahan gastrostomy
Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan
laparotomy dengan anestesi umum ataupun lokal.
- Cricofaringeal myotomy
Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang dilakukan unutk
mengurangi tekanan pada sphicter faringoesophageal (PES) dengan
mengincisi komponen otot utama dari PES.
Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai ganti
dari CPM.

Disfagia Orofaringeal
Pilihan tatalaksana untuk disfagia orofaringeal sedikit terbatas, karena
gangguan neuromuscular dan neurological yang mendasari jarang dapat
ditatalaksana dengan terapi farmakologi maupun tindakan pembedahan, kecuali

24
pada Penyakit Parkinson dan myasthenia. Mengidentifikasi faktor risiko
terjadinya aspirasi merupakan hal yang paling penting untuk diperhatikan untuk
menentukan jenis tata laksana yang dipilih.9

- Terapi nutrisi dan makanan.


Perubahan diet, yaitu dengan memberikan makanan yang lebih
lembut. Selama masih memungkinkan, pemberian makanan oral sangat
dianjurkan.Pasien harus selalu dimonitor untuk mendapatkan cairan dan
nutrisi yang cukup untuk mencegah malnutrisi dan dehidrasi.Apabila
makanan tidak dapat diberikan secara oral dapat digunakan bantuan dengan
pemasangan dari NGT.

- Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan biasanya bertujuan untuk mengurangi disfagia
akibat spastik contohnya pada cricopharyngeal myotomy, dengan tingkat
keberhasilan sekitar 60%.

- Terapi Rehabilitatif.
Tujuannya adalah untuk keamanan dari proses menelan (misalnya
mencegah aspirasi) dan efektivitas (misalnya meningkatkan kecepatan
menelan dan mengurangi residu makanan di rongga mulut dan faring).9

- Compensatory Treatment Procedures.


Teknik terapi ini dirancang untuk melancarkan aliran bolus melewati
rongga mulut dan faring

- Prosedur Terapi Langsung


Prosedur Terapi Langsung dirancang untuk mengubah fisiologi
menelan dengan cara mengubah komponen spesifik dari fase oral maupun
faringeal. Antara lain dengan latihan untuk memperbaiki kekuatan, gerakan,
kemampuan kontrol otot-otot menelan, dan memperbaiki integrasi sensori-
motor.11

25
- Latihan gerak, resistensi, dan kontrol
Latihan gerak memperbaiki gerakan rahang, bibir, lidah dan dasar
lidah, konstriktor faringeal, laring, dan hyoid. Latihan ini berguna terutama
memperbaiki oropharyngeal swallow efficiency (OPSE) untuk pasien dengan
pengobatan kanker rongga mulut, pasien Parkinson, multipel sklerosis, dan
amyotrophic lateral sclerosis.
Latihan kekuatan melibatkan teknik resistensi aktif dan targetnya
biasanya adalah otot-otot lidah, bibir, rahang, dan suprahyoid. Kekuatan lidah
biasa berkurang pada orang lanjut usia, pasien stroke, traumatic brain injury
(TBI), amyotrophic lateral sclerosis (ALS), Parkinson, dan kanker rongga
mulut yang diradioterapi.
Latihan kontrol lidah memperbaiki kontrol bolus pada saat
mengunyah.Latihan Shaker adalah latihan untuk memperbaiki pembukaan
upper esophageal sphincter (UES) saat menelan.11

- Prosedur Integrasi Sensori-motor


Stimulasi termal-taktil digunakan sebagai mekanisme inisiasi untuk
menstimulasi susunan saraf pusat. Dilakukan pijatan pada arkus faucial
anterior dengan kaca laring 00 yang dingin dan pasien diperintahkan untuk
menelan. Jika dikombinasikan dengan rangsangan asam dapat mengurangi
waktu laten dari proses menelan. 10

- Manuver
Manuver dirancang untuk mengubah fisiologi menelan, khususnya
fase faringeal dengan menjadikan fase faringeal dibawah kontrol volunter.
Supraglotis swallow dirancang untuk meningkatkan penutupan jalan
nafas sebelum dan selama menelan pada level glottis. Pasien diinstruksikan
untuk menahan nafas, menelan, dan batuk.
Super supraglotis swallow untuk meningkatkan penutupan jalan
nafas sebelum dan selama menelan pada level laringeal vestibulum dan
glottis. Pasien diinstruksikan untuk menahan nafas dalam agar arytenoid

26
sampai ke dasar epiglotis sehingga laringeal vestibulum tertutup, menelan
lalu batuk.10
The effortful swallow dirancang untuk meningkatkan gerakan dasar
lidah posterior selama menelan dan memperbaiki bersihan bolus yang
melewati dasar lidah. Manuver ini berguna pada pasien dengan penurunan
gerak dasar lidah posterior, residu pada dasar lidah, valekula, dan dinding
faringeal atas. Pasien diinstruksikan menghancurkan makanan dengan lidah
dan otot tenggorokan selama menelan yang akan meningkatkan pembersihan
bolus melewati dasar lidah dan melalui faring atas. Manuver ini sering
dikombinasikan dengan postur chin tuck.
The Mendelsohn maneuver dirancang untuk meningkatkan
perpanjangan elevasi laring dan gerakan anterior selama menelan, dengan
demikian meningkatkan luas dan durasi pembukaan cricofaringeal selama
menelan. Manuver ini juga dapat meningkatkan koordinasi faringeal selama
fase faringeal. Pasien diinstruksikan menelan seperti biasa dan saat setengah
menelan (saat laring terangkat) tahan selama 2 detik kemudian relaksasi.10
The tongue-hold maneuver (Masako manuver) dirancang untuk
meningkatkan gerakan anterior dinding faring posterior. Gerakan dinding
faring posterior lebih besar sehingga terdapat kontak dengan dasar lidah
selama menelan. Teknik ini digunakan pada pasien dengan penurunan kontak
dasar lidah dengan dinding faring dan penurunan pembersihan bolus melewati
dasar lidah10

4.4. Komplikasi
Disfagia menyebabkan penurunan pemasukan kkal- atau makanan yang
mengandung protein sehingga harus diperhatikan apakah pasien mengalami
kekurangan kalori protein (KKP).10
Penderita disfagia akan mengalami kesulitan menelan makanan sehingga
suplai nutrisi yang dibutuhkan tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
mineral, dan cairan berkurang. Dampak lanjut akan mengalami defisiensi zat gizi
dan tubuh mengalami gangguan metabolisme.10

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA. Disfagia. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin
J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta: FKUI. 2007.
2. Anthony Fauci. Harrison Internal Medicine, 17th edition. USA, McGraw-Hill.
2008.
3. William Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. 2001. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
4. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid I. 2009. Interna
Publishing: Jakarta
5. Hayes Peter, dkk. Segi Praktis Gastroenterologi dan Hepatologi. 1988.
Binarupa Aksara: Jakarta.
6. Mary Courtney Moore. Buku Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi Edisi II.
7. Slamet Suyono, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.
2001. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
8. Lazarus, Cathy L. Management of Dysphagia, Head & Neck Surgery -
Otolaryngology, 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006:
Philadelphia.
9. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of patients with
stroke: identification and management of dysphagia, a National clinical
guideline. June 2010.
10. World Gastroenterology Organisation. World Gastroenterology Organisation
Practice Guideline : Dysphagia. 2007.
11. Dysphagia. The Merck Manuals: The Merck Manual for healthcare Proffesionals.
Available at http://www.merck.com/mmpe/print/sec02/ch012b.html.

28

Anda mungkin juga menyukai