Rp.
14.000
Oleh :
IMI WULANDARI
NIM. 160101009
Dosen Pembimbing :
PRASETYA NINGSIH, S.St, M.KES
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmat dan
izin-nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Rehabilitasi Medis Pada
Pasien Penderita Jantung”.
Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi
semesta alam Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga
akhir zaman.
Alhamdulillah, kami dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan didalam makalah ini.
Untuk itu kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun guna
keberhasilan penulisan yang akan datang.
Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga terselesainya makalah ini semoga segala upaya yang
telah dicurahkan mendapat berkah dari Allah SWT. Amin.
KATA PENGANTAR................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................
B. Ruang Lingkup.....................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ................................................................................
B. Sejarah..................................................................................
C. Tujuan Rehabilitasi...............................................................
D. Filosofi..................................................................................
E. Gangguan Fungsi..................................................................
F. Pelayanan dalam Rehabilitasi Medik...................................
G. Prinsip Rehabilitasi...............................................................
H. Tim Rehabilitasi Medik........................................................
I. Rehabilitasi pasien jantung...................................................
J. Rehabilitasi Medik Pasca Stroke..........................................
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, penyakit degeneratif semakin
berkembang dan terkadang tidak terkontrol sehingga menyebabkan disfungsi
organ-organ atau alat gerak, misalnya pada stroke. Stroke jika tidak ditangani
maka akan terjadi hal yang lebih buruk atau menimbulkan kecacatan bahkan
kematian. Hal yang lebih buruk bukan saja dengan kondisi kesehatan, akan tetapi
juga memperburuk kondisi spiritual, sosial, atau bahkan ekonomi. Pada
kenyataannya, penanggulangan penyandang cacat ini masih bukan suatu prioritas
kesehatan. Selain prioritas, yang menjadi masalah lain adalah minimnya
pengetahuan masyarakat mengenai apa itu rehabilitasi medis dan ruang
lingkupnya. Jadi sebagai tindakan promotif dan preventif dalam kesehatan maka
masyarakat perlu mengetahui rehabilitasi medis beserta ruang lingkupnya.
Dalam kamus kedokteran Dorland edisi 29 menyebutkan bahwa
rehabilitasi adalah pemulihan ke bentuk atau fungsi yang normal setelah terjadi
luka atau sakit, atau pemulihan pasien yang sakit atau cedera pada tingkat
fungsional optimal di rumah dan masyarakat, dalam hubungan dengan aktivitas
fisik, psikososial, kejuruan dan rekreasi. Jika seseorang mengalami luka, sakit,
atau cedera maka tahap yang harus dilewati adalah penyembuhan terlebih dulu.
Setelah penyembuhan atau pengobatan dijalani maka masuk ke tahap pemulihan.
Tahap pemulihan inilah yang disebut dengan rehabilitasi. Jadi, rehabilitasi medis
adalah cabang ilmu kedokteran yang menekankan pada pemulihan fungsional
pasien agar aktivitas fisik, psikososial, kejuruan, dan rekreasinya bisa kembali
normal.
Mengenai sejarah singkat rehabilitasi medis, menurut data yang tersedia
di Department of Physical Medicine and Rehabilitation, Mayo Clinic, Rochester,
Amerika Serikat, pada tahun 1916 terdapat wabah polio yang menyerang New
York. Wabah tersebut dapat mengakibatkan kecacatan sementara bahkan seumur
hidup jika tidak cepat ditangani, maka dibentuklah Georgia Warm Springs Young
Foundation pada 1924 sebagai tanggapan terhadap wabah polio ini untuk
menanggulangi akibat buruk yang ditimbulkan. Dengan demikian, pemulihan
fungsi alat gerak (rehabilitasi) yang dijalani pasien polio itulah titik awal yang
mendorong berdirinya rehabilitasi medis. Frank H. Krusen, MD adalah seorang
dokter yang telah berusaha keras memperoleh pengakuan agar rehabilitasi medis
dimasukkan dalam suatu bidang spesialis kedokteran pada tahun 1938.
B. Ruang Lingkup
Penyakit jantung bukan lagi menjadi penyakit yang langka. Belakangan
penderitanya justru dari kalangan muda. Hal itu dipicu karena pola hidup tidak
sehat.
Jika sudah terkena penyakit jantung, tidak ada acara lain selain mengikuti
segala aturan yang ditetapkan dokter agar tetap bertahan hidup. Karena jantung
sebagai salah satu organ vital manusia, sangat perlu dijaga dengan baik. Pasien
harus menjalani program yang disebut rehabilitasi jantung.
Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RS Awal Bros Batam
yaitu dr. Yani Christina, SpKFR mengatakan rehabilitasi jantung merupakan
serangkaian kegiatan yang diperlukan penderita penyakit jantung untuk mencapai
kondisi fisik, mental dan sosial terbaik.
“Sehingga pasien dapat mempertahankan atau mencapai kehidupan
seoptimal mungkin dalam bermasyarakat dengan usahanya sendiri,” ujar dr. Yani.
Ia menyebutkan program ini ditujukan kepada pasien dengan penderita miokrad
infark, tindakan jantung, operasi jantung, gagal jantung yang kondisi stabil, pace
maker, katup jantung, transplantasi jantung, penyakit jantung bawaan dan
penyakit gangguan vaskuler.
“Terkhusus bagi pasien yang mendapat penindakan operasi jantung, maka
rehabilitasi jantung ini dimulai dari sebelum operasi hingga pasca operasi
dilakukan,” terangnya. Program yang sengaja dirancang untuk memulihkan
gangguan jantung pasien tersebut, melibatkan tim medis yang solid dan
profesional. Terdiri dari dokter jantung, dokter rehabilitasi medik, perawat,
farmasi, fisioterapis, okupasi terapis, hingga ahli gizi dan tim dokter lainnya yang
menyangkut kondisi pasien.
Lebih lanjut, dr. Yani menjelaskan rehabilitasi medik dilakukan dalam
empat fase. Fase I adalah fase perawatan pasien. Fase ini terjadi selama perawatan
dalam rumah sakit sebagai mobilisasi mandiri secara dini pasca operasi.
Terdapat elemen – elemen kunci yang harus diperhatikan dalam fase I.
Diantaranya kepastian dan edukasi, koreksi terhadap kesalahpahaman gambaran
penyakit jantung, assessment, faktor risiko dan rencana pemulangan pasien. Untuk
fase II adalah fase pemulihan. Saat satu minggu setelah rawat jalan. Program yang
dilakukan diantaranya uji jalan 6 menit, lalu dilanjutkan dengan latihan aerobic
dan relaksasi.
“Pasien dikelompokkan ke dalam risiko rendah, sedang dan berat
berdasarkan penyakit jantung yang dideritanya. Program yang diberikan adalah
latihan teratur 3 kali seminggu selama 4-8 minggu, yang pada akhir fase II
diharapkan pasien mampu berjalan 3.000 meter dalam waktu 30 menit,” papar dr.
Yani. Di fase III, ditujukan untuk meningkatkan fungsi jantung. Melanjutkan fase
II, program fase ini rutin diisi dengan kegiatan tiga kali seminggu selama 3-6
bulan. Harapannya agar pasien mampu berjalan 3000 – 4000 meter dalam 30
menit.
“Sedangkan fase IV menjadi program latihan jangka panjang dari aktivitas
fisik untuk mempertahankan fungsi jantung dan perubahan gaya hidup,” ucap dr.
Yani. Dia menambahkan program rehabilitasi jantung memiliki tujuan yang
secara medis untuk meningkatkan fungsi jantung, mengurangi risiko kematian
mendadak dan infrak berulang, meningkatkan kapasitas kerja, mencegah
progresivitas, dan menurunkan mortalitas dan morbilitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut WHO, rehabilitasi medik adalah ilmu pengetahuan
kedokteran yang mempelajari masalah atau semua tindakan yang ditujukan
untuk mengurangi atau menghilangkan dampak keadaan sakit, nyeri, cacat
dan atau halangan serta meningkatkan kemampuan pasien mencapai integrasi
sosial.
Adapun menurut Depkes, rehabilitasi adalah proses pemulihan untuk
memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atau usaha
mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan
untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada
padanya (Depkes RI, 1983). Sehingga pelayanan rehabilitasi medik
merupakan pelayanan kesehatan terhadap gangguan fisik dan fungsi yang
diakibatkan oleh keadaan/kondisi sakit, penyakit atau cedera melalui paduan
intervensi medik, keterapian fisik dan atau rehabilitatif untuk mencapai
kemampuan fungsi yang optimal (Menkes RI, 2008).
B. Sejarah
Pada tahun 1916 terdapat wabah polio yang menyerang New York.
Wabah tersebut dapat mengakibatkan kecacatan sementara bahkan seumur
hidup jika tidak cepat ditangani, maka dibentuklah Georgia Warm Springs
Young Foundation pada 1924 sebagai tanggapan terhadap wabah polio ini
untuk menanggulangi akibat buruk yang ditimbulkan. Dengan demikian,
pemulihan fungsi alat gerak (rehabilitasi) yang dijalani pasien polio itulah
titik awal yang mendorong berdirinya rehabilitasi medik. Frank H. Krusen,
MD adalah seorang dokter yang telah berusaha keras memperoleh pengakuan
agar rehabilitasi medik dimasukkan dalam suatu bidang spesialis kedokteran
pada tahun 1938.
Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi di Indonesia dikenal sejak tahun
1947, saat Prof. Dr. R. Soeharso mendirikan Pusat Rehabilitasi untuk
penderita disabilitas, yaitu penderita buta, tuli dan cacat mental di Surakarta.
Karena tuntutan kebutuhan yang meningkat, maka pada tahun 1973, Menteri
Kesehatan mendirikan Pelayanan Rehabilitasi di RS. Dr. Kariadi Semarang,
yang merupakan suatu pilot project yang disebut Preventive Rehabilitation
Unit (PRU). Keberadaan PRU menunjukkan keberhasilan dalam peningkatan
pelayanan kesehatan, mempersingkat masa perawatan di RS, dan mengurangi
beban kerja Pusat Rehabilitasi di Surakarta.
Melalui SK Menteri Kesehatan No.134/Yan.Kes/SK/IV/1978 pada
masa PELITA II, diputuskan untuk mendirikan PRU di seluruh RS
pemerintah baik tipe A, B dan C. Istilah PRU kemudian berubah menjadi
Unit Rehabilitasi Medik (URM). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
pemerintah Menteri Kesehatan menaruh perhatian untuk memajukan
Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi.
Dalam rangka meningkatkan Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi,
Menteri Kesehatan mulai mengirim Dokter umum dari Indonesia untuk
mengikuti pendidikan menjadi Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di
Department Physical Medicine and Rehabilitation, Universitas Santo Tomas
di Manila, Filipina. Ada 12 Dokter Indonesia yang berhasil menjadi spesialis
KF & R dari Universitas tersebut. Beberapa lulusan tersebut mulai
mendirikan Organisasi Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia yang diberi
nama IDARI (Ikatan Dokter Rehabilitasi Medik Indonesia) pada bulan
Februari 1982, pada saat seminar untuk mengembangkan sumber daya
manusia di bidang Rehabilitasi Medik di Jakarta. Ketua IDARI pertama
adalah Dr. A.R. Nasution yang dilantik oleh Dr. I.G. Brataranuh, Dirjen
Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan. Setelah itu mulailah
dibicarakan mengenai pelaksanaan penerimaan peserta Program Pendidikan
Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.
C. Tujuan Rehabilitasi
o Mengatasi keadaan/kondisi sakit melalui paduan intervensi medik,
keterapian fisik, keteknisian medik dan tenaga lain yang terkait.
o Mencegah komplikasi akibat tirah baring dan atau dampak penyakitnya
yang mungkin membawa kecacatan.
o Memaksimalkan kemampuan fungsi, meningkatkan aktifitas dan
partisipasi pada difabel (sebutan bagi seseorang yang mempunyai
keterbatasan fungsional).
o Mempertahankan kualitas hidup dan mengupayakan kehidupan yang
berkualitas.
D. Filosofi
Pelayanan Rehabilitasi Medik dilakukan dengan menjunjung filosofi-filosofi
berikut:
Rehabilitasi merupakan ‘jembatan’ yang menjangkau perbedaan antara
kondisi tidak berguna-berguna, kehilangan harapan-berpengharapan
(Rehabilitation is a bridge spanning the gap between uselessness-
usefulness, hopelessness – hopefulness).
Rehabilitasi tidak hanya memperpanjang usia tetapi juga menambah
makna/kualitas dalam hidup (rehabilitation is not only to add years to life
but also add life to years).
E. Gangguan Fungsi
Menurut WHO tingkatan gangguan fungsi dapat dikategorikan sebagai
berikut:
1. Impairment, yaitu keadaan kehilangan atau ketidaknormalan dari kondisi
psikologis, fisiologis, atau struktur anatomi atau fungsi.
2. Disability, yaitu segala restriksi atau kekurangan kemampuan untuk
melakukan aktivitas dalam lingkup wajar bagi manusia yang diakibatkan
impairment.
3. Handicap, yaitu hambatan dalam individu yang diakibatkan oleh
impairment dan disability yang membatasi pemenuhan peran wajar
seseorang sesuai dengan faktor umur, seks, sosial, dan budaya.
Bertitik tolak dari kerangka pemikiran upaya rehabilitasi fisik tersebut maka
penanganan bersifat komprehensif, sehingga layanan rehabilitasi dapat
diartikan sebagai upaya terkoordinasi yang bersifat medik, sosial, edukasi dan
kekaryaan untuk melatih sesseorang ke arah tercapainya kemampuan
fungsional semaksimal mungkin, dan menjadikan individu sebagai anggota
masyarakat yang berswasembada dan berguna. Upaya rehabilitasi fisik
merupakan upaya medik untuk mencegah terjadinya impairment, disability,
dan handicap dengan memanfaatkan kemampuan yang ada.
G. Prinsip Rehabilitasi
Menurut Harsono (1996), ada beberapa prinsip rehabilitasi, yaitu:
a. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan segera sejak dokter melihat
penderita untuk pertama kalinya.
b. Tidak ada seorang pun yang boleh berbaring lebih lama dari yang
diperlukan, karena dapat mengakibatkan komplikasi.
c. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita.
d. Faktor yang terpenting adalah kontinuitas perawatan.
e. Perhatian untuk rehabilitasi diutamakan kepada sisa kemampuan yang
masih dapat diperbaiki dengan latihan.
f. Fungsi lain rehabilitasi adalah pencegahan serangan berulang.
g. Penderita merupakan subjek rehabilitasi, bukan sekedar objek.
Gagal jantung yang merupakan akhir atau akibat dari penyakit jantung
yang lainnya menunjukan insidensi dan prevalensi yang tinggi, maka program
rehabilitasi jantung di RS seyogyanya lebih memfokuskan pada kasus gagal
jantung dan usia lanjut. Rehabilitasi jantung yang mencakup latihan fisik pada
penderita gagal jantung saat ini telah diterima sebagai bagian yang tak terpisahkan
dalam tatalaksana gagal jantung yang kronis serta telah direkomendasikan oleh
berbagai perhimpunan, misalnya AHA. Program latihan fisik pada penderita gagal
jantung juga telah terbukti keamanan dan manfaatnya pada penelitian besar seperti
HF-ACTION Trial.
Dampak gejala sisa akibat stroke sangat bervariasi dan kompleks.
Rehabilitasi stroke memerlukan keterlibatan tenaga profesional dalam bentuk tim
yang membahas secara berkesinambungan perkembangan hasil dan secara
dinamis menetapkan intervensi yang tepat dan sesuai. Namun tidak semua pasien
mudah mendapatkan pelayanan rehabilitasi spesialistik. Walaupun demikian
banyak hal yang masih dapat dilakukan untuk membantu pasien dan keluarganya.
Mencegah komplikasi sekunder dan mengembalikan kemandirian pasien dapat
sekaligus meringankan beban psikososial dan ekonomi keluarga. Profesi dokter di
pelayanan kesehatan primer yang menjadi ujung tombak di masyarakat memiliki
peran yang sangat penting.
Rehabilitasi kardiovaskular komprehensif tidak hanya mencakup program
latihan fisik, tetapi harus mencakup pengkajian pasien, stratifikasi risiko, edukasi
dan konseling dan program pengontrolan faktor risiko. Walaupun manfaat
program ini sudah ditunjukan berbagai laporan dan direkomendasikan berbagai
perhimpunan ahli kardiovaskular, aplikasi program ini bagi penderita penyakit
kardiovaskular masih dianggap rendah, demikian juga yang terjadi di Indonesia
dan negaranegara lainnya. Beberapa pusat pelayanan atau RS di Indonesia selain
RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita telah memulai menjalankan
program rehabilitasi kardiovaskular ini walaupun jumlah penderita yang dilayani
masih terbatas.
DAFTAR PUSTAKA