Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“Rehabilitasi Medis Pada Pasien


Penderita Jantung dan Pasca Stroke”

Rp.
14.000

Oleh :
IMI WULANDARI
NIM. 160101009

Dosen Pembimbing :
PRASETYA NINGSIH, S.St, M.KES

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES PIALA SAKTI
PARIAMAN
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmat dan
izin-nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Rehabilitasi Medis Pada
Pasien Penderita Jantung”.
Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi
semesta alam Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga
akhir zaman.
Alhamdulillah, kami dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan didalam makalah ini.
Untuk itu kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun guna
keberhasilan penulisan yang akan datang.
Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga terselesainya makalah ini semoga segala upaya yang
telah dicurahkan mendapat berkah dari Allah SWT. Amin.

Pariaman, Juli 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................
B. Ruang Lingkup.....................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ................................................................................
B. Sejarah..................................................................................
C. Tujuan Rehabilitasi...............................................................
D. Filosofi..................................................................................
E. Gangguan Fungsi..................................................................
F. Pelayanan dalam Rehabilitasi Medik...................................
G. Prinsip Rehabilitasi...............................................................
H. Tim Rehabilitasi Medik........................................................
I. Rehabilitasi pasien jantung...................................................
J. Rehabilitasi Medik Pasca Stroke..........................................
BAB III PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
 Seiring dengan perkembangan zaman, penyakit degeneratif semakin
berkembang dan terkadang tidak terkontrol sehingga menyebabkan disfungsi
organ-organ atau alat gerak, misalnya pada stroke. Stroke jika tidak ditangani
maka akan terjadi hal yang lebih buruk atau menimbulkan kecacatan bahkan
kematian. Hal yang lebih buruk bukan saja dengan kondisi kesehatan, akan tetapi
juga memperburuk kondisi spiritual, sosial, atau bahkan ekonomi. Pada
kenyataannya, penanggulangan penyandang cacat ini masih bukan suatu prioritas
kesehatan. Selain prioritas, yang menjadi masalah lain adalah minimnya
pengetahuan masyarakat mengenai apa itu rehabilitasi medis dan ruang
lingkupnya. Jadi sebagai tindakan promotif dan preventif dalam kesehatan maka
masyarakat perlu mengetahui rehabilitasi medis beserta ruang lingkupnya.
Dalam kamus kedokteran Dorland edisi 29 menyebutkan bahwa
rehabilitasi adalah pemulihan ke bentuk atau fungsi yang normal setelah terjadi
luka atau sakit, atau pemulihan pasien yang sakit atau cedera pada tingkat
fungsional optimal di rumah dan masyarakat, dalam hubungan dengan aktivitas
fisik, psikososial, kejuruan dan rekreasi. Jika seseorang mengalami luka, sakit,
atau cedera maka tahap yang harus dilewati adalah penyembuhan terlebih dulu.
Setelah penyembuhan atau pengobatan dijalani maka masuk ke tahap pemulihan.
Tahap pemulihan inilah yang disebut dengan rehabilitasi. Jadi, rehabilitasi medis
adalah cabang ilmu kedokteran yang menekankan pada pemulihan fungsional
pasien agar aktivitas fisik, psikososial, kejuruan, dan rekreasinya bisa kembali
normal.
Mengenai sejarah singkat rehabilitasi medis, menurut data yang tersedia
di Department of Physical Medicine and Rehabilitation, Mayo Clinic, Rochester,
Amerika Serikat, pada tahun 1916 terdapat wabah polio yang menyerang New
York. Wabah tersebut dapat mengakibatkan kecacatan sementara bahkan seumur
hidup jika tidak cepat ditangani, maka dibentuklah Georgia Warm Springs Young
Foundation pada 1924 sebagai tanggapan terhadap wabah polio ini untuk
menanggulangi akibat buruk yang ditimbulkan. Dengan demikian, pemulihan
fungsi alat gerak (rehabilitasi) yang dijalani pasien polio itulah titik awal yang
mendorong berdirinya rehabilitasi medis. Frank H. Krusen, MD adalah seorang
dokter yang telah berusaha keras memperoleh pengakuan agar rehabilitasi medis
dimasukkan dalam suatu bidang spesialis kedokteran pada tahun 1938.

B. Ruang Lingkup
Penyakit jantung bukan lagi menjadi penyakit yang langka. Belakangan
penderitanya justru dari kalangan muda. Hal itu dipicu karena pola hidup tidak
sehat.
Jika sudah terkena penyakit jantung, tidak ada acara lain selain mengikuti
segala aturan yang ditetapkan dokter agar tetap bertahan hidup. Karena jantung
sebagai salah satu organ vital manusia, sangat perlu dijaga dengan baik. Pasien
harus menjalani program yang disebut rehabilitasi jantung.
Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RS Awal Bros Batam
yaitu dr. Yani Christina, SpKFR mengatakan rehabilitasi jantung merupakan
serangkaian kegiatan yang diperlukan penderita penyakit jantung untuk mencapai
kondisi fisik, mental dan sosial terbaik.
“Sehingga pasien dapat mempertahankan atau mencapai kehidupan
seoptimal mungkin dalam bermasyarakat dengan usahanya sendiri,” ujar dr. Yani.
Ia menyebutkan program ini ditujukan kepada pasien dengan penderita miokrad
infark, tindakan jantung, operasi jantung, gagal jantung yang kondisi stabil, pace
maker, katup jantung, transplantasi jantung, penyakit jantung bawaan dan
penyakit gangguan vaskuler.
“Terkhusus bagi pasien yang mendapat penindakan operasi jantung, maka
rehabilitasi jantung ini dimulai dari sebelum operasi hingga pasca operasi
dilakukan,” terangnya. Program yang sengaja dirancang untuk memulihkan
gangguan jantung pasien tersebut, melibatkan tim medis yang solid dan
profesional. Terdiri dari dokter jantung, dokter rehabilitasi medik, perawat,
farmasi, fisioterapis, okupasi terapis, hingga ahli gizi dan tim dokter lainnya yang
menyangkut kondisi pasien.
Lebih lanjut, dr. Yani menjelaskan rehabilitasi medik dilakukan dalam
empat fase. Fase I adalah fase perawatan pasien. Fase ini terjadi selama perawatan
dalam rumah sakit sebagai mobilisasi mandiri secara dini pasca operasi.
Terdapat elemen – elemen kunci yang harus diperhatikan dalam fase I.
Diantaranya kepastian dan edukasi, koreksi terhadap kesalahpahaman gambaran
penyakit jantung, assessment, faktor risiko dan rencana pemulangan pasien. Untuk
fase II adalah fase pemulihan. Saat satu minggu setelah rawat jalan. Program yang
dilakukan diantaranya uji jalan 6 menit, lalu dilanjutkan dengan latihan aerobic
dan relaksasi.
“Pasien dikelompokkan ke dalam risiko rendah, sedang dan berat
berdasarkan penyakit jantung yang dideritanya. Program yang diberikan adalah
latihan teratur 3 kali seminggu selama 4-8 minggu, yang pada akhir fase II
diharapkan pasien mampu berjalan 3.000 meter dalam waktu 30 menit,” papar dr.
Yani. Di fase III, ditujukan untuk meningkatkan fungsi jantung. Melanjutkan fase
II, program fase ini rutin diisi dengan kegiatan tiga kali seminggu selama 3-6
bulan. Harapannya agar pasien mampu berjalan 3000 – 4000 meter dalam 30
menit.
“Sedangkan fase IV menjadi program latihan jangka panjang dari aktivitas
fisik untuk mempertahankan fungsi jantung dan perubahan gaya hidup,” ucap dr.
Yani. Dia menambahkan program rehabilitasi jantung memiliki tujuan yang
secara medis untuk meningkatkan fungsi jantung, mengurangi risiko kematian
mendadak dan infrak berulang, meningkatkan kapasitas kerja, mencegah
progresivitas, dan menurunkan mortalitas dan morbilitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Menurut WHO, rehabilitasi medik adalah ilmu pengetahuan
kedokteran yang mempelajari masalah atau semua tindakan yang ditujukan
untuk mengurangi atau menghilangkan dampak keadaan sakit, nyeri, cacat
dan atau halangan serta meningkatkan kemampuan pasien mencapai integrasi
sosial.
Adapun menurut Depkes, rehabilitasi adalah proses pemulihan untuk
memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atau usaha
mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan
untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada
padanya (Depkes RI, 1983). Sehingga pelayanan rehabilitasi medik
merupakan pelayanan kesehatan terhadap gangguan fisik dan fungsi yang
diakibatkan oleh keadaan/kondisi sakit, penyakit atau cedera melalui paduan
intervensi medik, keterapian fisik dan atau rehabilitatif untuk mencapai
kemampuan fungsi yang optimal (Menkes RI, 2008).

B. Sejarah
Pada tahun 1916 terdapat wabah polio yang menyerang New York.
Wabah tersebut dapat mengakibatkan kecacatan sementara bahkan seumur
hidup jika tidak cepat ditangani, maka dibentuklah Georgia Warm Springs
Young Foundation pada 1924 sebagai tanggapan terhadap wabah polio ini
untuk menanggulangi akibat buruk yang ditimbulkan. Dengan demikian,
pemulihan fungsi alat gerak (rehabilitasi) yang dijalani pasien polio itulah
titik awal yang mendorong berdirinya rehabilitasi medik. Frank H. Krusen,
MD adalah seorang dokter yang telah berusaha keras memperoleh pengakuan
agar rehabilitasi medik dimasukkan dalam suatu bidang spesialis kedokteran
pada tahun 1938.
Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi di Indonesia dikenal sejak tahun
1947, saat Prof. Dr. R. Soeharso mendirikan Pusat Rehabilitasi untuk
penderita disabilitas, yaitu penderita buta, tuli dan cacat mental di Surakarta.
Karena tuntutan kebutuhan yang meningkat, maka pada tahun 1973, Menteri
Kesehatan mendirikan Pelayanan Rehabilitasi di RS. Dr. Kariadi Semarang,
yang merupakan suatu pilot project yang disebut Preventive Rehabilitation
Unit (PRU). Keberadaan PRU menunjukkan keberhasilan dalam peningkatan
pelayanan kesehatan, mempersingkat masa perawatan di RS, dan mengurangi
beban kerja Pusat Rehabilitasi di Surakarta.
Melalui SK Menteri Kesehatan No.134/Yan.Kes/SK/IV/1978 pada
masa PELITA II, diputuskan untuk mendirikan PRU di seluruh RS
pemerintah baik tipe A, B dan C. Istilah PRU kemudian berubah menjadi
Unit Rehabilitasi Medik (URM). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
pemerintah Menteri Kesehatan menaruh perhatian untuk memajukan
Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi.
Dalam rangka meningkatkan Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi,
Menteri Kesehatan mulai mengirim Dokter umum dari Indonesia untuk
mengikuti pendidikan menjadi Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di
Department Physical Medicine and Rehabilitation, Universitas Santo Tomas
di Manila, Filipina. Ada 12 Dokter Indonesia yang berhasil menjadi spesialis
KF & R dari Universitas tersebut. Beberapa lulusan tersebut mulai
mendirikan Organisasi Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia yang diberi
nama IDARI (Ikatan Dokter Rehabilitasi Medik Indonesia) pada bulan
Februari 1982, pada saat  seminar untuk mengembangkan sumber daya
manusia di bidang Rehabilitasi Medik di Jakarta. Ketua IDARI pertama
adalah Dr. A.R. Nasution yang dilantik oleh Dr. I.G. Brataranuh, Dirjen
Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan. Setelah itu mulailah
dibicarakan mengenai pelaksanaan penerimaan peserta Program Pendidikan
Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.
C. Tujuan Rehabilitasi
o Mengatasi keadaan/kondisi sakit melalui paduan intervensi medik,
keterapian fisik, keteknisian medik dan tenaga lain yang terkait.
o Mencegah komplikasi akibat tirah baring dan atau dampak penyakitnya
yang mungkin membawa kecacatan.
o Memaksimalkan kemampuan fungsi, meningkatkan aktifitas dan
partisipasi pada difabel (sebutan bagi seseorang yang mempunyai
keterbatasan fungsional).
o Mempertahankan kualitas hidup dan mengupayakan kehidupan yang
berkualitas.

D. Filosofi
Pelayanan Rehabilitasi Medik dilakukan dengan menjunjung filosofi-filosofi
berikut:
 Rehabilitasi merupakan ‘jembatan’ yang menjangkau perbedaan antara
kondisi tidak berguna-berguna, kehilangan harapan-berpengharapan 
(Rehabilitation is a bridge spanning the gap between uselessness-
usefulness, hopelessness – hopefulness).
 Rehabilitasi tidak hanya memperpanjang usia tetapi juga menambah
makna/kualitas dalam hidup (rehabilitation is not only to add years to life
but also add life to years).

E. Gangguan Fungsi
Menurut WHO tingkatan gangguan fungsi dapat dikategorikan sebagai
berikut:
1. Impairment, yaitu keadaan kehilangan atau ketidaknormalan dari kondisi
psikologis, fisiologis, atau struktur anatomi atau fungsi.
2. Disability, yaitu segala restriksi atau kekurangan kemampuan untuk
melakukan aktivitas dalam lingkup wajar bagi manusia yang diakibatkan
impairment.
3. Handicap, yaitu hambatan dalam individu yang diakibatkan oleh
impairment dan disability yang membatasi pemenuhan peran wajar
seseorang sesuai dengan faktor umur, seks, sosial, dan budaya.

Bertitik tolak dari kerangka pemikiran upaya rehabilitasi fisik tersebut maka
penanganan bersifat komprehensif, sehingga layanan rehabilitasi dapat
diartikan sebagai upaya terkoordinasi yang bersifat medik, sosial, edukasi dan
kekaryaan untuk melatih sesseorang ke arah tercapainya kemampuan
fungsional semaksimal mungkin, dan menjadikan individu sebagai anggota
masyarakat yang berswasembada dan berguna. Upaya rehabilitasi fisik
merupakan upaya medik untuk mencegah terjadinya impairment, disability,
dan handicap dengan memanfaatkan kemampuan yang ada.

F. Pelayanan dalam Rehabilitasi Medik


 Pelayanan Fisioterapi
Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan
atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan
gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan
penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektroterapeutis, dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi.
 Pelayanan Terapi Wicara
Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan
atau kelompok untuk memulihkan dan mengupayakan
kompensasi/adaptasi fungsi komunikasi, bicara dan menelan dengan
melalui pelatihan remediasi, stimulasi dan fasilitasi (fisik,
elektroterapeutis, dan mekanis).

 Pelayanan Terapi Okupasi


Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan
atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, memulihkan fungsi
dan atau mengupayakan kompensasi/adaptasi untuk aktifitas seharti-hari
(Activity Day Life), produktifitas dan waktu luang melalui pelatihan
remediasi, stimulasi dan fasilitasi.
 Pelayanan Ortotis-Prostetis
Adalah salah satu bentuk pelayanan keteknisian medik yang ditujukan
kepada individu untuk merancang, membuat dan mengepas alat bantu guna
pemeliharaan dan pemulihan fungsi, atau pengganti anggota gerak.

G. Prinsip Rehabilitasi
Menurut Harsono (1996), ada beberapa prinsip rehabilitasi, yaitu:
a. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan segera sejak dokter melihat
penderita untuk pertama kalinya.
b. Tidak ada seorang pun yang boleh berbaring lebih lama dari yang
diperlukan, karena dapat mengakibatkan komplikasi.
c. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita.
d. Faktor yang terpenting adalah kontinuitas perawatan.
e. Perhatian untuk rehabilitasi diutamakan kepada sisa kemampuan yang
masih dapat diperbaiki dengan latihan.
f. Fungsi lain rehabilitasi adalah pencegahan serangan berulang.
g. Penderita merupakan subjek rehabilitasi, bukan sekedar objek.

H. Tim Rehabilitasi Medik


Tim rehabilitasi medik dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin
ilmu, diantaranya:
 Dokter rehabilitasi medik sebagai ketua tim yang menyusun program
rehabilitasi.
 Perawat rehabilitasi, melakukan positioning yang benar, untuk mencegah
komplikasi serta memperpendek masa pemulihan. Latihan buang air
besar/kecil, aktivitas sehari-hari, transfer, mobilisasi bersama fisioterapis
dan terapi okupasi dilakukan di bangsal.
 Fisioterapist, memeriksa dan mengevaluasi gangguan motorik dan sensorik
yang mempengaruhi fungsi dan menyesuaikan program fisioterapi secara
individu sesuai keadaan pasien.
 Okupational Terapist, memeriksa, mengevaluasi dan menyusun program
yang berhubungan dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS)
misalnya cara makan, menulis, berpakaian, membersihkan diri sendiri, dan
lain-lain.
 Pekerja sosial medik, mengadakan penilaian terhadap kebutuhan penderita
dan keluarganya selama dirawat, di rumah dan di masyarakat serta sumber
daya yang dipunyainya.
 Speech therapist (terapi wicara) yaitu mengevaluasi masalah-masalah
komunikasi.
 Psikologi, mengevaluasi keadaan psikologi penderita secara tuntas,
termasuk keluarganya.
 Ortotik-prostetik, mengevaluasi dan mengadakan alat-alat bantu yang telah
disesuaikan guna memperbaiki aktivitas.
 Penderita dan keluarga, melengkapi tim rehabilitasi. Diskusi yang
memadai mengenai penyakit dan defisit neurologis adalah penting untuk
mengetahui gangguan fungsional yang sebenarnya.
 Rohaniawan.

I. Rehabilitasi pasien jantung


1. Kenapa Melakukan Rehabilitasi Jantung
Program rehabilitasi pada penderita gangguan jantung merupakan
program multi fase yang dirancang untuk memulihkan gangguan
jantung, terutama gangguan pembuluh darah jantung.
Pada program ini pasien dilatih agar dapat kembali menjalankan
hidup secara optimal dan produktif. Karena program ini didasarkan pada
pengetahuan fisiologis, psikologis, sosial, vocational dan rekreasional.
Program ini meliputi terapi latihan, konseling psikologis, terapi perilaku
menuju gaya hidup sehat.
2. Manfaat Mengikuti Rehabilitasi
• Menurunkan tekanan darah
• Menjaga agar berat badan tetap stabil
• Menjaga kadar kolesterol yang sehat
• Menurunkan kadar gula
• Menurunkan stres
• Depresi dan anxietas
• Meningkatkan sirkulasi
• Kekuatan otot
• Meningkatkan semangat untuk tetap sehat
3. Apa Yang Diperoleh Dalam Rehabilitasi
Dalam proses rehabilitasi, dokter instalasi rehabilitasi biasanya
akan memeriksa dan mempelajari berkas-berkas bawaan pasien, setelah
semuanya dilakukan, dokter akan mengatur tahap berikutnya yakni tes
pembebanan jantung, hingga melakukan rehabilitasi yang terbagi atas tiga
fase, yaitu:
4. Perawatan Rehabilitasi Fase I
Dalam perawatan fase I, dokter instalasi rehabilitasi akan
bekerjasama secara terpadu dengan instalasi lainnya untuk memantau
pasien dengan monitor dan infus sejak dirawat baring. Secara berangsur-
angsur pasien biasanya akan dipandu untuk melakukan gerakan-gerakan
kedua tangan dan tungkai untuk kemudian duduk. Lalu tidak sampai 1
minggu pasien akan dipindah dari ruang gawat ke ruang peralihan.
Pada ruang peralihan pasien akan dilatih oleh staf rehabilitasi
perawat, ahli fisioterapi, serta dokter spesialisasi jantung untuk
melakukan kegiatan seperti, jalan, dan senam ringan.
Di minggu ke II pasien akan melanjutkan latihan berupa:
gimnasium dengan sepeda beban, senam ringan yang diberikan secara
bertahap.
Di samping latihan rutin, RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita (RSJPDHK) akan memberikan panduan untuk
menanggulangi rasa takut dan cemas berlebihan dan cara menghitung
denyut nadi yang benar. Ini dilakukan agar anda dapat kembali pada
kehidupan sebelum sakit, dan bahagia berkumpul lagi dengan keluarga.
Setelah berlatih selama II bulan pasien diharapkan
mengalami peningkatan kemampuan, sehingga dapat dinilai sehat seperti
pra-sakit. Sehingga dapat dinyatakan lulus dalam mengikuti fase II
Rehabilitasi Fase II
Pada fase ini, latihan yang tetap melalui pemantauan pengawas perawat
dan dokter bukan lagi berpusat diruangan gimnasium melainkan di luar
ruangan secara berkelompok. Meski dilakukan di lapangan/outdoor,
program ini akan dinilai sehingga pasien harus aktif melapor kepada
petugas rehabilitasi ataupun dokter instalasi rehabilitasi. Dari hasil laporan
yang diberikan pasien, dokter akan menentukan apakah ada latihan yang
harus ditambah atau dikurangi. Setelah 1 bulan, dokter instalasi
rehabilitasi akan melakukan tes evaluasi pada pasien.
Rehabilitasi Fase III
Pada tahap ini, pasien akan melanjutkan program sendiri selama III bulan.
Namun setiap bulannya pasien diharuskan untuk melakukan kontrol
sebagai fungsi pengawasan dan evaluasi lanjutan oleh dokter instalasi
rehabilitasi.
5. Tujuan Rehabilitasi Jantung
 Medical Goals  adalah untuk meningkatkan kapasitas fungsional,
Mengontrol faktor risiko, mencegah progresivitas penyakit,
mengurangi risiko kematian mendadak, dan perawatan ulang.
 Psychological Goals adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan
kepercayaan diri, mengatasi kecemasan dan depresi, fungsi seksual
menjadi lebih baik.
 Social Goals dapat bekerja kembali hingga melakukan aktifitas
kehidupan sehari hari secara mandiri.
 Health Service Goals bertujuan untuk mengurangi waktu perawatan,
penggunaan obat-obatan, dan perawatan ulang.
J. Rehabilitasi Medik Pasca Stroke
1. Pengertian Stroke & Pasca Stroke
Pasca stroke merupakan suatu tahap yang akan dijalani apabila pasien
telah mengalami stroke sebelumnya. Stroke merupakan masalah yang
besar dan serius. Sebagai penyebab kecacatan terbanyak kedua pada
individu usia di atas 60 tahun, stroke menimbulkan beban psikososial serta
biaya yang sangat besar.
2. Solusi Bagi Pasien Pasca Stroke
Bagi pasien pasca stroke diperlukan intervensi rehabilitasi medik agar
mereka mampu mandiri untuk mengurus dirinya sendiri dan melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa harus terus menjadi beban bagi
keluarganya. Namun tidak semua pasien mendapat kesempatan
melanjutkan program rehabilitasi stroke setelah pulang dari perawatan.
Sebagian besar disebabkan karena tidak tersedianya fasilitas rehabilitasi
medik di sekitar tempat tinggal pasien. Secara umum rehabilitasi stroke
fase subakut dan kronis dapat ditangani melalui tatalaksana rehabilitasi
medis sederhana yang tidak memerlukan peralatan canggih. Berfokus pada
upaya untuk mencegah komplikasi immobilisasi yang dapat membawa
dampak kepada perburukan kondisi dan mengembalikan kemandirian
dalam aktivitas sehari-hari. Diharapkan pasien dapat mencapai hidup yang
lebih berkualitas. Pelayanan Kesehatan Primer sangat penting perannya.
3. Sindrome stroke
Patologi stroke dapat dibagi dalam 2 kategori yaitu hemoragik dan
iskemia. Gejala klinis stroke bervariasi tergantung pada bagian otak yang
sirkulasinya terganggu. Secara umum stroke memberikan gambaran klinis
dengan pola yang khas, dengan variasi secara individual tergantung pada
ukuran pembuluh darah, pola aliran atau luasnya disrupsi aliran darah ke
otak.
4. Gangguan fungsi akibat stroke
Dalam rehaebilitasi medis, istilah fungsi merujuk pada
kemampuan/ketrampilan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari,
aktivitas hiburan atau hobi, pekerjaan, interaksi sosial dan perilaku lain
yang dibutuhkan. Aktivitas sehari-hari seseorang tentu sangat luas,
individu yang satu berbeda dengan individu lain. Aktivitas sehari-hari
yang perlu dinilai adalah kemampuan dasar dalam melakukan aktivitas
perawatan diri sendiri yaitu makan-minum, mandi, berpakaian, berhias,
menggunakan toilet, kontrol buang air kecil dan besar, berpindah tempat
(transfer), mobilitas-jalan dan menggunakan tangga.
5. Proses Pemulihan setelah Stroke
Proses pemulihan setelah stroke dibedakan atas pemulihan neurologis
(fungsi saraf otak) dan pemulihan fungsional (kemampuan melakukan
aktivitas fungsional).
Pemulihan neurologis terjadi awal setelah stroke. Mekanisme yang
mendasari adalah pulihnya fungsi sel otak pada area penumbra yang
berada di sekitar area infark yang se- sungguhnya, pulihnya diaschisis dan
atau terbukanya kembali sirkuit saraf yang sebelumnya tertutup atau tidak
digunakan lagi. Kemampuan fungsional pulih sejalan dengan pemulihan
neurologis yang terjadi.
Setelah lesi otak menetap, pemulihan fungsional masih dapat terus terjadi
sampai batas-batas tertentu terutama dalam 3-6 bulan pertama setelah
stroke. Hal itulah yang menjadi fokus utama rehabilitasi medis, yaitu
untuk mengembalikan kemandirian pasien mencapai kemampuan
fungsional yang optimal. Proses pemulihan fungsional terjadi berdasarkan
pada proses reorganisasi atau plastisitas otak melalui:
A. Proses Substitusi
Proses ini sangat tergantung pada stimuli eksternal yang diberikan melalui
terapi latihan menggunakan berbagai metode terapi. Pencapaian hasilnya
sangat tergantung pada intaknya jaringan kognitif, visual dan
proprioseptif, yang membantu terbentuknya proses belajar dan plastisitas
otak.
b. Proses Kompensasi
Proses ini membantu menyeimbangkan keinginan aktivitas fungsional
pasien dan kemampuan fungsi pasien yang masih ada. Hasil dicapai
melalui latihan berulang-ulang untuk suatu fungsi tertentu, pemberian alat
bantu dan atau ortosis, perubahan perilaku, atau perubahan lingkungan.
6. Intervensi Rehabilitasi Medis pada Stroke
Secara umum rehabilitasi pada stroke dibedakan dalam beberapa fase.
Pembagian ini dalam rehabilitasi medis dipakai sebagai acuan untuk
menentukan tujuan (goal) dan jenis intervensi rehabilitasi yang akan
diberikan, yaitu:
1. Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca serangan stroke
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya
dalam perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di
unit stroke.
1. Stroke fase subakut: antara 2 minggu-6 bulan pasca stroke
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan
diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan
penanganan rehabilitasi yang intensif. Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien
pulang dengan gejala sisa yang sangat ringan, dan sebagian kecil lainnya
(sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat berat dan
memerlukan perawatan orang lain sepenuhnya. Namun sekitar 80% pasien
pulang dengan gejala sisa yang bervariasi beratnya dan sangat memerlukan
intervensi rehabilitasi agar dapat kembali mencapai kemandirian yang
optimal.
Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali untuk belajar
melakukan aktivitas dasar merawat diri dan berjalan. Dengan atau tanpa
rehabilitasi, sistim saraf otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke.
Reorganisasi otak yang terbentuk tergantung sirkuit jaras otak yang pal-
ing sering digunakan atau tidak digunakan. Melalui rehabilitasi,
reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar mencapai kemampuan
fungsional optimal yang dapat dicapai oleh pasien, melalui sirkuit yang
memungkinkan gerak yang lebih terarah dengan menggunakan
energi/tenaga se-efisien mungkin. Hal tersebut dapat tercapai melalui
terapi latihan yang terstruktur, dengan pengulangan secara kontinyu serta
mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak.
Prinsip-prinsip rehabilitasi stroke:
1. Bergerak
2. Terapi latihan gerak, sebaiknya latihan gerak fungsional.
3. Jangan biarkan pasien melakukan kegiatan gerak yang abnormal
4. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah
tercapai
5. Persiapkan pasien dalam kondisi prima
6. Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang oleh
kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris yang
utuh.
Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk:
1. Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring
2. Menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memung- kinkan pemulihan
fungsional yang paling optimal
3. Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari
4. Mengembalikan kebugaran fisik dan mental
5. Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke

7. Rehabilitasi Stroke Fase Kronis


Program latihan untuk stroke fase kronis tidak banyak berbeda dengan fase
sebelumnya. Hanya dalam fase ini sirkuit-sirkuit gerak/aktivitas sudah
terbentuk, membuat pembentukan sirkuit baru menjadi lebih sulit dan lambat.
Hasil latihan masih tetap dapat berkembang bila ditujukan untuk
memperlancar sirkuit yang telah terbentuk sebelumnya, membuat gerakan
semakin baik dan penggunaan tenaga semakin efisien. Latihan endurans dan
penguatan otot secara bertahap terus ditingkatkan, sampai pasien dapat
mencapai aktivitas aktif yang optimal.
BAB III
PENUTUP

Gagal jantung yang merupakan akhir atau akibat dari penyakit jantung
yang lainnya menunjukan insidensi dan prevalensi yang tinggi, maka program
rehabilitasi jantung di RS seyogyanya lebih memfokuskan pada kasus gagal
jantung dan usia lanjut. Rehabilitasi jantung yang mencakup latihan fisik pada
penderita gagal jantung saat ini telah diterima sebagai bagian yang tak terpisahkan
dalam tatalaksana gagal jantung yang kronis serta telah direkomendasikan oleh
berbagai perhimpunan, misalnya AHA. Program latihan fisik pada penderita gagal
jantung juga telah terbukti keamanan dan manfaatnya pada penelitian besar seperti
HF-ACTION Trial.
Dampak gejala sisa akibat stroke sangat bervariasi dan kompleks.
Rehabilitasi stroke memerlukan keterlibatan tenaga profesional dalam bentuk tim
yang membahas secara berkesinambungan perkembangan hasil dan secara
dinamis menetapkan intervensi yang tepat dan sesuai. Namun tidak semua pasien
mudah mendapatkan pelayanan rehabilitasi spesialistik. Walaupun demikian
banyak hal yang masih dapat dilakukan untuk membantu pasien dan keluarganya.
Mencegah komplikasi sekunder dan mengembalikan kemandirian pasien dapat
sekaligus meringankan beban psikososial dan ekonomi keluarga. Profesi dokter di
pelayanan kesehatan primer yang menjadi ujung tombak di masyarakat memiliki
peran yang sangat penting.
Rehabilitasi kardiovaskular komprehensif tidak hanya mencakup program
latihan fisik, tetapi harus mencakup pengkajian pasien, stratifikasi risiko, edukasi
dan konseling dan program pengontrolan faktor risiko. Walaupun manfaat
program ini sudah ditunjukan berbagai laporan dan direkomendasikan berbagai
perhimpunan ahli kardiovaskular, aplikasi program ini bagi penderita penyakit
kardiovaskular masih dianggap rendah, demikian juga yang terjadi di Indonesia
dan negaranegara lainnya. Beberapa pusat pelayanan atau RS di Indonesia selain
RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita telah memulai menjalankan
program rehabilitasi kardiovaskular ini walaupun jumlah penderita yang dilayani
masih terbatas.
DAFTAR PUSTAKA

Menkes RI. 2008. Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit.


www.google.com. Diakses 12 Maret 2013 pukul 16.15 WIB.
Husnul, M.. 2008. Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik. www.google.com.
Diakses 12 Maret 2013 pukul 16.35 WIB.
Ridwan, dr.. 2011. Rehabilitasi Medis. www.google.com. Diakses 12 Maret 2013
pukul 17.00 WIB.
WHO. Rehabilitation of patients with cardiovascular disease. Report of WHO
Expert Committee. Geneva: WHO; 1964. Report No.: 270.
WHO. Rehabilitation after cardiovascular disease with special emphasis on
developing countries. Geneva: WHO; 1993. Report No.: 831.
Balady GJ, Williams MA, Ades PA, Bittner V, Comoss P, Foody JM, et al.
AHA/AACVPR Scientific Statement: Core Components of Cardiac
Rehabilitation/ Secondary Prevention Programs: 2007 Update. Circulation
2007;115:2675-82.
Wenger NK. Current Status of Cardiac Rehabilitation. J Am Coll Cardiol 2008
2008;51:1619-31.

Anda mungkin juga menyukai