PEMBAHASAN
Prinsip kerja PLTN hampir mirip dengan cara kerja pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU) berbahan bakar fosil lainnya. Jika PLTU menggunakan boiler
untuk menghasilkan energi panasnya, PLTN menggantinya dengan menggunakan
reaktor nuklir.
9
10
yaitu di dalam reaktor terjadi reaksi fisi bahan bakar uranium sehingga
menghasilkan energi panas, kemudian air di dalam reaktor dididihkan, energi
kinetik uap air yang didapat digunakan untuk memutar turbin sehingga
menghasilkan listrik untuk diteruskan ke jaringan transmisi,. Reaksi nuklir ini
terjadi di dalam reaktor nuklir. Reaktor dirancang untuk memproduksi energi listrik
melalui PLTN, dan hanya memanfaatkan energi panas yang timbul dari reaksi fisi.
Sedangkan kelebihan neutron dalam teras reaktor akan dibuang atau diserap
menggunakan batang kendali. Karena memanfaatkan panas hasil fisi, reaktor
tersebut dirancang berdaya termal tinggi dari orde ratusan hingga ribuan MW.
Secara singkat, proses pemanfaatan panas hasil fisi untuk menghasilkan
energi listrik di dalam PLTN adalah sebagai berikut :
• Bahan bakar nuklir melakukan reaksi fisi sehingga melepaskan energi dalam
bentuk panas yang sangat besar
• Panas dari hasil reaksi nuklir tersebut dimanfaatkan untuk menguapkan air
pendingin, dapat berupa pendingin primer maupun sekunder, bergantung pada
tipe reakor nuklir yang digunakan.
• Uap air yang dihasilkan ini dipakai untuk memutar turbin sehingga
menghasilkan energi kinetik.
• Energi kinetik dari turbin ini selanjutnya dipakai untuk memutar generator
sehingga menghasilkan arus listrik.
Agar dapat lebih mudah memahami bagaimana terjadinya reaksi fisi
didalam reaktor PLTN, pada sub-bab ini akan disampaikan tentang bagaimana
struktur atom didalam uranium dan apakah itu reaksi fisi.
Unsur uranium memiliki jumlah proton 92 buah atau dengan kata lain nomer
atom Uranium adalah 92. Namun di alam, terdapat 3 jenis unsur yang memiliki
jumlah proton 92 buah, masing-masing memiliki jumlah neutron sebanyak 142,
143, dan 148 buah. Unsur yang memiliki 143 buah neutron ini disebut dengan
Uranium-235, sedangkan yang memiliki 148 buah neutron disebut dengan
Uranium-238. Suatu unsur yang memiliki nomer atom sama namun jumlah neutron
yang berbeda biasa disebut dengan isotop. Gambar berikut adalah struktur dari atom
Uranium dan tabel yang menjelaskan tentang isotopnya. Uranium yang terdapat di
alam bebas sebagian besar adalah Uranium yang sulit bereaksi, yaitu Uranium-238.
Hanya 0,7 persen saja Uranium yang mengandung isotop Uranium-235. Sedangkan
bahan bakar Uranium yang digunakan di PLTN adalah Uranium yang kandungan
Uranium-235 nya sudah ditingkatkan menjadi 3-5 %.
lebih besar agar dapat terjadi reaksi fisi ini. Reaksi fisi terjadi saat neutron
menumbuk Uranium-235 dan saat itu pula atom Uranium akan terbagi menjadi 2
buah atom Kr dan Br. Saat terjadi reaksi fisi juga akan dihasilkan energi panas yang
sangat besar. Dalam aplikasinya di PLTN, energi hasil reaksi fisi ini dijadikan
sumber panas untuk menghasilkan uap air. Uap air yang dihasilkan digunakan
untuk memutar turbin dan membuat generator menghasilkan listrik.
Pada saat Uranium-235 ditumbuk oleh neutron, akan muncul juga 2-3
neutron baru. Kemudian neutron ini akan menumbuk lagi Uranium-235 lainnya dan
muncul lagi 2-3 neutron baru lagi. Reaksi seperti ini akan terjadi terus menerus
secara perlahan di dalam reaktor nuklir. Neutron yang terjadi akibat reaksi fisi
sebenarnya bergerak terlalu cepat, sehingga untuk menghasilkan reaksi fisi yang
terjadi secara berantai kecepatan neutron ini harus diredam dengan menggunakan
suatu media khusus. Ada berbagai macam media yang digunakan sampai saat ini
antara lain air ringan/tawar, air berat, atau pun grafit. Secara umum kebanyakan
teknologi PLTN di dunia menggunakan air ringan (Light Water Reactor, LWR).
Perlu diperhatikan disini bahwa di dalam reaktor nuklir, bahan bakar
Uranium yang digunakan dijaga agar tidak sampai terbakar atau mengeluarkan api.
Sebisa mungkin posisi bahan bakarnya diatur sedemikian hingga agar nantinya
hasil reaksi fisi ini masih bisa diolah kembali untuk dijadikan bahan bakar baru
untuk digunakan pada teknologi PLTN di masa yang akan datang.
Gambar 3.1.3 Banyaknya bahan bakar yang diperlukan dalam 1 tahun untuk
masing-masing pembangkit listrik berkapasitas 1000 MW.
14
lokasi PLTN, dan kemudian hanya 5 tempat yang dinyatakan sebagai lokasi yang
potensial untuk pembangunan PLTN.
Pada perkembangan selanjutnya setelah dilakukan beberapa studi tentang
beberapa lokasi PLTN, maka diambil suatu keputusan bahwa Semenanjung Muria
adalah lokasi yang paling ideal dan diusulkan agar digunakan sebagai lokasi
pembangunan PLTN yang pertama di Indonesia. Disusul kemudian dengan
pelaksanaan studi kelayakan tentang introduksi PLTN yang pertama pada tahun
1978 dengan bantuan Pemerinatah Itali, meskipun demikian, rencana pembangunan
PLTN selanjutnya terpaksa ditunda, untuk menunggu penyelesaian pembangunan
dan pengoperasian reaktor riset serbaguna yang saat ini bernana “GA Siwabesy”
berdaya 30 MWth di Puspiptek Serpong.
Pada tahun 1985 pekerjaan dimulai dengan melakukan reevaluasi dan
pembaharuan studi yang sudah dilakukan dengan bantuan International Atomic
Energy Agency (IAEA), Pemerintah Amerika Serikat melalui perusahaan Bechtel
International, Perusahaan Perancis melalui perusahaan SOFRATOME, dan
Pemerintah Itali melalui perusahaan CESEN. Dokumen yang dihasilkan dan
kemampuan analitis yang dikembangkan dengan program bantuan kerjasama
tersebut sampai saat ini masih menjadi dasar pemikiran bagi perencanaan dan
pengembangan energi nuklir di Indonesia khususnya di Semenanjung Muria.
Pada tahun 1989, Pemerintah Indonesia melalui Badan Koordinasi Energi
Nasional (BAKOREN) memutuskan untuk melakukan studi kelayakan yang
komprehensif termasuk investigasi secara mendalam tentang calon tapak PLTN di
Semenanjung Muria Jawa-Tengah. Pelaksanaan studi itu sendiri dilaksanakan di
bawah koordinasi BATAN, dengan arahan dari Panitia Teknis Energi (PTE),
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan dilakukan bersama-sama oleh
beberapa instansi lain di Indonesia.
Pada bulan Agustus tahun 1991, sebuah perjanjian kerja tentang studi
kelayakan telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan
Perusahaan Konsultan NEWJEC Inc. Perjanjian kerja ini berjangka waktu 4,5 tahun
dan meliputi pelaksanaan pekerjaan tentang pemilihan dan evaluasi tapak PLTN,
serta suatu studi kelayakan yang komprehensif tentang kemungkinan pembangunan
16
berbagai jenis PLTN dengan daya total yang dapat mencapai 7000 MWe. Sebagian
besar kontrak kerja ini digunakan untuk melakukan pekerjaan teknis tentang
penelitian pemilihan dan evaluasi tapak PLTN di lokasi tapak di Semenanjung
Muria.
Pada 2 tahapan pekerjaan yang pertama (Step 1-2) sudah dilakukan dengan
baik pada tahun 1992 dan 1993. Pada fase ini 3 buah calon tapak yang spesifik
sudah berhasil dilakukan dengan studi perbandingan dan ditentukan rangkingnya.
Sebagai kesimpulan didapatkan bahwa calon tapak terbaik adalah tapak PLTN
Ujung Lemah abang. Kemudian tahapan kegiatan investigasi akhir (Step-3)
dilakukan dengan mengevaluasi calon tapak terbaik tersebut untuk melakukan
konfirmasi apakah calon tapak tersebut betul dapat diterima dan memenuhi standar
internasional. Studi tapak PLTN ini akhirnya dapat diselesaikan pada tahun 1995.
Secara keseluruhan, studi tapak PLTN di Semanjung Muria dapat diselesaikan pada
bulai Mei tahun 1996. Selain konfirmasi kelayakan calon tapak di Semanjung
Muria, hasil lain yang penting adalah bahwa PLTN jenis air ringan dengan kapasitas
antara 600 s/d 900 MWe dapat dibangun di Semenanjung Muria dan kemudian
dioperasikan sekitar tahun 2004 sebagai solusi optimal untuk mendukung sistem
kelistrikan Jawa-Bali.
Pada tahun-tahun selanjutnya masih dilakukan lagi beberapa studi tambahan
yang mendukung studi kelayakan yang sudah dlakukan, antara lain studi penyiapan
“Bid Invitation Specification” (BIS), studi pengembangan dan evaluasi tapak
PLTN, studi perencanaan energi dan kelistrikan nasional dan studi pendanaan
pembangunan PLTN. Selain itu juga dilakukan beberapa kegiatan yang mendukung
aktivitas desain dan pengoperasian PLTN dengan mengembangkan penelitian di
beberapa fasilitas penelitian BATAN, antara lain penelitian teknologi dan
keselamatan PLTN, proteksi radiasi, bahan bakar nuklir dan limbah radioaktif serta
menyelenggarakan kerjasama internasional dalam bentuk partisipasi desain PLTN.
Akibat krisis multidimensi yang terjadi pada tahun 1998, maka dipandang
layak dan perlu untuk melakukan evaluasi kembali tentang kebutuhan (demand)
dan penyediaan (supply) energi khususnya kelistrikan di Indonesia. Untuk itu suatu
studi perancanaan energi dan kelistrikan nasional jangka panjang “Comprehensive
17
membutuhkan sekitar 1 metrik ton bahan bakar dan menghalkan limbah sebanyak
kira-kira 70 liter per hari. Sampai tahun 1980, AS telah menghasilkan 36 juta ton
limbah dengan radiasi rendah dan 8.300 ton limbah dengan radiasi tinggi. Jumlah
ini sebenarnya menghasilkan dampak radiologis yang setingkat dengan ratusan juta
ton sampah yang dihasilkan oleh PLTU. Hanya karena konsentrasi radiasi yang
tinggi, limbah PLTN membutuhkan suatu penanganan yang khusus. Selama ini, sisa
bahan bakar dengan radiasi tinggi disimpan sementara di kolam-kolam
penampungan sehingga efek radiasi yang ditimbulkannya dapat diabaikan, tetapi
dengan semakin meningkatnya pemakain PLTN dalam produksi listrik, kebutuhan
akan suatu metode penyimpanan permanen yang tepercaya terasa semakin
mendesak. Meskipun sejauh ini belum ada satu cara yang dapat diterima secara
meluas, beberapa metode yang diusulkan meliputi penyimpanan di tambang garam,
lapisan granit, dibawah lapisan air tanah atau di dasar laut. Satu syarat mutlak yang
telah dipenuhi oleh lokasi-lokasi ini terjaminnya kestabilan geologis untuk masa-
masa yang akan datang.
Untuk PLTN, satu tambahan pertimbangan adalah adanya ancaman
terorisme, meskipun sampai sekarang belum ada realisasinya. Meskipun menurut
para ahli penggelapan Plutonium untuk pembuatan bom nuklir sederhana lebih
merupakan fiksi daripada kenyataan, hendaknya hal ini diperhitungkan juga dalam
pemilihan jenis Pembangkit Tenaga Listrik dan lokasinya di masa mendatang.
Tetapi dengan sikap waspada dan hati-hati yang selama ini dianut dalam lingkup
penggunaan bahan nuklir dan fakta bahwa untuk Indonesia risiko ini adalah lebih
kecil daripada di negara-negara lain yang lebih maju dan liberal, agaknya untuk saat
ini hal tersebut hanya akan merupakan pertimbangan minor saja.
ke 21 nanti keduanya tidak akan berbeda jauh. Walaupun demikian harga PLTN
tetap di bawah PLTU. Satu referensi mengungkapkan bahwa rendahnya harga
PLTN tersebut dimungkinkan oleh adanya subsidi dari pemerintah setempat untuk
memacu penggunaan teknologi baru ini. Tanpa subsidi tersebut, biaya sebuah
PLTN mencapai 30-100% lebih mahal daripada PLTU. Tetapi teknologi maju yang
didapat bisa dijadikan justifikasi untuk memilih teknologi tersebut meskipun
dengan biaya yang lebih mahal.
Ketiga adalah kelompok masyarakat yang cukup paham tentang nuklir tetapi
mereka menolak kehadiran PLTN karena mereka melihat PLTN dari kacamata
berbeda sehingga keluar argument-argumen yang berbeda pula. Termasuk dalam
kelompok ini adalah beberapa pejabat dan mantan pejabat pemerintah yang pernah
berhubungan dengan masalah keenergian, kelistrikan, dan penukliran.
1. Tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (selama operasi normal), gas rumah
kacahnya dikeluarkan ketika Generator Diesel Darurat dinyalakan dan hanya
sedikit menghasilkan gas.
2. Tidak mencemari udara - tidak menghasilkan gas-gas berbahaya sepert karbon
monoksida, sulfur dioksida, aerosol, mercury, nitrogen oksida, partikulate atau
asap fotokimia.
3. Sedikit menghasilkan limbah padat (selama operasi normal).
4. Biaya bahan bakar rendah, karena hanya sedikit bahan bakar yang diperlukan.
5. Ketersedian bahan bakar yang melimpah, karena sangat sedikit bahanbakar yang
diperlukan.