Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Politik dan tata kelola pembangunan adalah dua hal yang berkaitan, dengan adanya
pembangunan maka suatu wilayah akan mengalami kemajuan dalam berbagai aspek.
Politik memiliki peran yang penting terhadap pembangunan karena semua aspirasi
masyarakat akan dipertimbangkan dan akan diputuskan bersama demi mencapai
kebijaksanaan dan kesepakatan bersama.

Menurut Andrew (Khairul, 2009; 31) politik adalah kegiatan suatu bangsa yang
bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-
peraturan umum yang mengatur kehidupannya. Joyce Mitchel dalam Philipus (2004;
92) mengemukakan bahwa politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau
perbuatan kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya. David Easton juga
mengemukakan dalam Philipus (2004; 90) bahwa politik merupakan semua aktivitas
yang mempengaruhi kebijaksanaan itu dilakukan.

Berdasarkan berbagai definisi politik yang dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa


politik adalah suatu aktivitas yang mempengaruhi pengambilan keputusan dan
pelaksanaan kebijaksanaan antara masyarakat dan pemerintah untuk tujuan bersama.
Tata Kelola dinyatakan sebagai upaya sistematis dalam suatu proses untuk mencapai
tujuan organisasi, melalui fungsi-fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,
dan tindak lanjut peningkatan.

Menurut Siagian dalam buku tentang konsep dan teori pembangunan yang ditulis
oleh Dr.Drajat Tri Hartono, pembangunan merupakan suatu usaha atau rangkaian
usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh
suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan
bangsa. Tata Kelola Pembangunan berarti suatu proses pembangunan melalui fungsi-

1
fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan tindak lanjut peningkatan untuk
melakukan perubahan dan dilakukan secara sadar oleh masyarakat dan pemerintah.

1.2 Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Menjelaskan tata kelola pembangunan di Indonesia


2. Mengetahui peran politik terhadap tata kelola pembangunan
3. Menjelaskan hubungan antara politik dan tata kelola pembangunan
4. Menjelaskan pengaruh politik terhadap tata kelola pembangunan
5. Mengetahui contoh kasus pengaruh politik terhadap tata kelola pembangunan

1.3 Manfaat

Adapun manfaat yang yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.

1. Dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang kewenangan


pemerintah maupun masyarakat dalam tata kelola pembangunan
2. Dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang aspek, kebijakan
maupun implementasi terkait tata kelola pembangunan
3. Dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang pengaruh politik
terhadap tata kelola pembangunan

2
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Tata Kelola Pemerintahan

Tata kelola pemerintahan atau good governance adalah segala sesuatu yang terkait
dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau
mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari (Dr. Sedarmayanti, Dra., M.Pd, Good Governance
(Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung: PT.
Mandar Maju, 2003, Hal.3). Good governance tidak hanya mencakup lembaga
pemerintahan namun juga lembaga non pemerintahan. Selain itu, World Bank tata
kelola pemerintahan adalah penyelenggara manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab serta sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dana investasi juga pencegahan korupsi baik secara
politik mapun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta menciptakan legal
dan political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

Adapun 4 indikator yang mencirikan tata kelola pemerintahan yang baik, sebagai
berikut:

1. Transparansi (keterbukaan menyampaikan informasi atau aktivitas yang


dilakukan).
2. Partisipasi (keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dalam merencanakan
kebijakan).
3. Akuntabilitas (bentuk pertanggungjawaban atas peraturan yang telah dibuat).

3
4. Koordinasi (mekanisme yang memastikan bahwa seluruh pemangku
kebijakan yang memiliki kepentingan bersama telah memiliki kesamaan
pandangan).

2.1.1 Konsep Tata Kelola Pembangunan

Tata kelola pemerintahan mencakup pengelolaan dan penyelenggaraan


pemerintahan yang baik, hal tersebut dapat ditinjau dari segi fungsional
maupun pemerintahan.

 Dari segi fungsional, yaitu dari aspek governance mengenai


keefisiensian dan keefektifan fungsi pemerintah dalam upaya
mencapai tujuan yang telah digariskan atau justru sebaliknya dimana
pemerintahan tidak berfungsi secara efektif dan terjadi inefisiensi
(Ibid.,Hal. 4). Untuk itu, diperlukan tiga kaki yaitu:

1. Economic governance, yang meliputi proses pembuatan


keputusan (decision making process) yang memfasilitasi terhadap
equity (kesetaraan), poverty (kesejahteraan) dan quality of life
( kualitas hidup).

2. Political governance, adalah proses keputusan untuk formulasi


kebijakan .

3. Administrative governance, adalah sistem implementasi proses


kebijakan.

 Dari segi pemerintah (government) dapat dilihat dari aspek sebagai


berikut, yaitu:

1. Hukum, yaitu kebijakan yang ditujukan pada perlindungan


kebebasan sosial, politik dan ekonomi.

2. Administrative competence and transparency, yaitu kemampuan


membuat perencanaan dan melakukan implementasi secara efisien,
kemampuan melakukan penyederhanaan organisasi, penciptaan
displin dan model administratif serta keterbukaan informasi.

4
3. Desentralisasi, yaitu desentralisasi regional dan dekonsentrasi di
dalam departemen.

4. Penciptaan pasar yang kompetitif, yaitu penyempurnaan


mekanisme pasar, peningkatan peran pengusaha kecil dan segmen lain
dalam sektor swasta, deregulasi dan kemampuan pemerintah dalam
mengelola kebijakan makro ekonomi (Ibid, Hal. 9).

2.1.2 Karakteristik Tata Kelola Pemerintahan

Adapun karakteristik dari tata kelola pemerintahan yang baik (good


governance) adalah sebagai berikut:

1. Partisipasi, dimana setiap warga negara mempunyai suara dalam


pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.

2. Aturan Hukum, yaitu kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan


tanpa perbedaan, terutama hukum hak asasi manusia.

3. Transparansi, yaitu transparansi yang dibangun atas dasar


kebebasan arus informasi. Prose lembaga dan informasi secara
langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.

4. Responsif, yaitu lembaga dan proses harus mencoba untuk


melayani setiap stakeholders.

5. Consensus Orientation, yaitu tata kelola pemerintahan menjadi


perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan
terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan
maupun prosedur.

6. Efektivitas dan efisiensi, yaitu proses dan lembaga menghasilkan


sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber
yang tersedia sebaik mungkin.

5
7. Akuntabilitas, yaitu para pembuat keputusan dalam pemerintahan,
sektor swasta dan masyarakat bertanggung jawab kepada publik dan
lembaga stakeholders.

8. Strategic Vision, yaitu para pemimpin dan publik harus mempunyai


persfektif good governance dan pengembangan manusia yang luas
serta jauh ke depan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan.

2.2. Tata Kelola Pemerintahan di Indonesia

Dewasa ini permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia semakin kompleks.
Oknum-oknum organisasi pemerintah yang seharusnya menjadi panutan bagi
rakyatnya, banyak yang tersandung masalah hukum. Eksistensi pemerintahan yang
baik atau good governance nyatanya masih terbilang jauh bila dibandingkan dengan
kenyataannya. Indonesia harus segera memperbaiki itu dengan membuat revolusi
disetiap bidangnya, dikarenakan saat ini setiap produk yang dihasilkan hanya
mewadahi kepentingan partai politik, fraksi dan sekelompok orang saja.

Sebagai negara yang menganut bentuk kekuasaan demokrasi. Maka kedaulatan


berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar seperti
disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 1 ayat (2).
Negara seharusnya memfasilitasi keterlibatan warga dalam proses kebijakan publik.
Menjadi salah satu bentuk pengawasan rakyat pada negara dalam rangka
mewujudkan good governance.

Makna dari governance dan good governance pada dasarnya tidak diatur dalam
sebuah undang-undang (UU). Tetapi dapat dimaknai bahwa governance adalah tata
pemerintahan, penyelenggaraan negara, atau management (pengelolaan) yang artinya
kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah.
Governance itu sendiri memiliki unsur kata kerja yaitu governing yang berarti fungsi
pemerintah bersama instansi lain (LSM, swasta dan warga negara) yang dilaksanakan
secara seimbang dan partisipatif. Sedangkan good governance adalah tata
pemerintahan yang baik atau menjalankan fungsi pemerintahan yang baik, bersih dan
berwibawa (struktur, fungsi, manusia, aturan, dan lain-lain). Clean government
adalah pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Good corporate adalah tata

6
pengelolaan perusahaan yang baik dan bersih. Governance without goverment berarti
bahwa pemerintah tidak selalu di warnai dengan lembaga, tapi termasuk dalam
makna proses pemerintah (Prasetijo, 2009).

Istilah good governance lahir sejak berakhirnya Orde Baru dan digantikan dengan
gerakan reformasi. Sejak itu pula sering diangkat menjadi wacana atau tema pokok
dalam setiap kegiatan pemerintahan. Namun meski sudah sering terdengar ditelinga
legislatif, pengaturan mengenai good governance belum diatur secara khusus dalam
bentuk sebuah produk, UU misalnya. Hanya terdapat sebuah regulasi yaitu UU No.
28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme yang mengatur penyelenggaraan negara dengan Asas Umum
Pemerintahan Negara yang Baik (AUPB).

Good governance sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baik maka
harus memiliki beberapa bidang yang dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai,
yang meliputi (Efendi, 2005):

1. Politik

Politik merupakan bidang yang sangat riskan dengan lahirnya masalah karena
seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Konsep
politik yang kurang bahkan tidak demokratis yang berdampak pada berbagai
persoalan di lapangan. Krisis politik yang saat ini terjadi di Indonesia dewasa
ini tidak lepas dari penataan sistem politik yang kurang demokratis. Maka
perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut berbagai masalah
penting seperti:

a. UUD NRI 1945 yang merupakan sumber hukum dan acuan pokok
penyelenggaraan pemerintahan maka dalam penyelenggaraannya
harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance.
Konsep good governance itu dilakukan dalam pemilihan presiden
langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR,
kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan
penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia.

7
b. Perubahan UU Politik dan UU Keormasan yang lebih menjamin
partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.

c. Reformasi agraria dan perburuhan.

d. Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI.

e. Penegakan supremasi hokum.

2. Ekonomi

Ekonomi Indonesia memang sempat terlepas dari krisis global yang bahkan
bisa menimpa Amerika Serikat. Namun keadaan Indonesia saat ini masih
terbilang krisis karena masih banyaknya pihak yang belum sejahtera dengan
ekonomi ekonomi rakyat. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi bisa melahirkan
berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja
pemerintahan secara menyeluruh. Permasalahan krisis ekonomi di Indonesia
masih berlanjut sehingga perlu dilahirkan kebijakan untuk segera .

3. Sosial

Masyarakat yang sejahtera dengan terwujudnya setiap kepentingan


masyarakat yang tercover dalam kepentingan umum adalah perwujudan nyata
good governance. Masyarakat selain menuntut perealisasian haknya juga
harus memikirkan kewajibannya dengan berpartisipasi aktif dalam
menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Hal ini sebagai langkah nyata
menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan. Namun keadaan Indonesia saat ini masih
belum mampu memberikan kedudukan masyarakat yang berdaya di hadapan
negara. Karena diberbagai bidang yang didasari kepentingan sosial masih
banyak timbul masalah sosial. Sesuai dengan UUD NRI Pasal 28 bahwa
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Masyarakat
diberikan kesempatan untuk membentuk golongan dengan tujuan tertentu
selama tidak bertentangan dengan tujuan negara. Namun konflik antar
golongan yang masih sering terjadi sangat kecil kemungkinan good

8
governance bisa ditegakkan. Maka good governance harus ditegakkan
dengan keadaan masyarakat dengan konflik antar golongan tersebut.

4. Hukum

Dalam menjalankan pemerintahan pejabat negara memakai hukum sebagai


istrumen mewujudkan tujuan negara. Hukum adalah bagian penting dalam
penegakan good governance. Setiap kelemahan sistem hukum akan
memberikan influence terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan,
karena good governanance tidak akan dapat berjalan dengan baik dengan
hukum yang lemah. Penguatan sistem hukum atau reformasi hukum
merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance. Hukum
saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan
dan kalangan kapitalis lainnya. Kenyataan ini yang membuat
ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.

Selanjutnya, banyak hal mendasar di Indonesia yang harus diperbaiki, yang


berpengaruh terhadap clean and good governance, diantaranya (Efendi, 2005):

1. Integritas Pelaku Pemerintahan

Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para pelaku
pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan
untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi.

2. Kondisi Politik dalam Negeri

Jangan menjadi dianggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang


dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya good governance konsep politik
yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di
lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan.

3. Kondisi Ekonomi Masyarakat

Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak
teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.

9
4. Kondisi Sosial Masyarakat

Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan


berbagai kebijakan pemerintahan. Khususnya dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan yang merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat
juga menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan. Namun jika masyarakat yang belum berdaya
di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya
seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan
good governance bisa ditegakkan.

5. Sistem Hukum

Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan negara.


Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance.
Kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja
pemerintahan secara keseluruhan. Good governance tidak akan berjalan
dengan baik di atas sistem hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan
sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi
terwujudnya good governance.

2.3 Hubungan Politik dan Tata Kelola Pemerintahan

Secara tidak langsung politik menjadi hambatan dan masalah. Baik tidaknya tata
kelola pemerintahan tergantung dengan sistem politik yang ada. Sistem politik
tersebut dapat berdampak pada persoalan di lapangan. Di Indonesia sendiri, sistem
politiknya memiliki konsep demokrasi yang artinya memberikan perlakuan sama
kepada semua anggota kelompok (orang-orang pada lembaga pemerintahan) baik
kelompok mayoritas maupun kelompok minoritas, dalam hak dan kemampuan
masing-masing mereka untuk ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam hal ini pun warga negara/rakyat memiliki andil dan peran besar dalam
penyelenggaraan sistem politik. Peran ini menyangkut tentang pengembangan
lembaga-lembaga politik formal yang ada di Indonesia, baik yang beroperasi di
daerah/lokal maupun pusat.

10
Transisi demokrasi yang sedang menjadi fase perkembangan sistem politik di
Indonesia saat ini memberikan harapan perubahan. Demokrasi diharapkan mampu
menciptakan tata pemerintahan yang baik (good governance), berupa peningkatan
akuntabilitas pemerintahan, partisipasi masyarakat yang lebih besar dalam
pembuatan dan kontrol kebijakan, serta efisiensi dan efetivitas pelayanan dan
pembangunan. Pemilihan langsung presiden merupakan aktualisasi sistem demokrasi
yang partisipatif, dimana rakyat secara langsung memilih presidennya.

Penciptaan good governance dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas,


responsivitas dan transparansi. Akuntabilitas sebagai perujudan tata pemerintahan
yang baik dapat berbentuk akuntabilitas program, akuntabilitas keuangan,
akuntabilitas politik dan akuntabilitas hukum (Ibid, Hal.23).

Adapun ciri-ciri prinsip sistem politik demokrasi, yaitu:

1. Adanya perubahan dalam mekanisme politik yakni antara kehidupan politik


pemerintah dan kehidupan politik masyarakat
2. Adanya pengawasan terhadap administrasi negara
3. Peradilan atau hukum yang bebas dan tidak memihak pada salah satu
pihak/golongan
4. Adanya perlindungan atas hak-hak dasar manusia atau disebut dengan hak
asasi manusia
5. Peraturan atau kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah dibuat oleh
suatu badan perwakilan politik dan tanpa adanya paksaan maupun ancaman
dari lembaga pemerintah lainnya
6. Pejabat pemerintah yang terpilih ditempatkan pada posisi dan departemen
yang sesuai dengan kemampuan mereka, penempatan ini menggunakan suatu
konsep yang disebut dengan merit sistem dan poli sistem
7. Jika terjadi suatu pertikaian dalam lembaga politik, maka akan diselesaikan
dengan jalan damai bukan kompromi
8. Adanya pemberian jaminan terhadap kebebasan individu, namun tetap
disertai dengan batas-batas tertentu (seperti pada kebebasan pers)
9. Penerapan dan pelaksanaan Undang-Undang Dasar yang demokratis

11
10. Persetujuan merupakan prinsip penting dalam sistem politik demokrasi
khususnya dalam menetapkan suatu keputusan yang menyangkut kepentingan
umum.

12
BAB III

PEMBAHASAN

Hubungan Kerjasama Pemerintah dengan Pihak Swasta dalam Pembangunan


Infrastruktur di Indonesia

Sejak otonomi daerah 1999 jumlah daerah di Indonesia saat ini telah bertambah
menjadi 34 provinsi dan 508  kabupaten/kota. Penambahan jumlah daerah otonomi
merupakan hasil dari semangat otonomi daerah yang bertujuan untuk memberikan
kesempatan bagi daerah untuk membangun daerahnya dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan apabila pemerintah daerah
mampu menerapkan kebijakan lokal secara bijaksana dengan mamaksimalkan
pelayanan publik. Penyediaan pelayanan publik salah satunya melalui penyediaan
infrastruktur bagi masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 yang kemudian direvisi


menjadi Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, penyediaan infrastruktur bagi
masyarakat meliputi infrastruktur ekonomi dan sosial.  Ini meliputi infrastruktur
transportasi, jalan, sumber daya air dan irigasi, air minum, sistem pengelolaan air
limbah setempat, sistem pengelolaan persampahan, telekomunikasi dan informatika,
konservasi energi, fasilitas perkotaan, fasilitas pendidikan, fasilitas sarana dan
prasarana olahraga serta kesenian, fasilitas kesehatan, kawasan,pariwisata, lembaga
permasyarakatan, dan perumahan rakyat. Namun, tidak semua pembangunan
infrastruktur ini dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, khususnya daerah otonom
baru yang masih belum diimbangi dengan kapasitas SDM dan finansial yang
memadai untuk melaksanakan kegiatan tersebut sehingga penyediaan infrastruktur di
daerah masih dapat dikatakan belum maksimal bahkan sangat minim. Sebagai
contoh, akibat tidak lengkapnya sarana pendidikan maka anak-anak yang tinggal di
daerah-daerah terpencil kesulitan untuk pergi ke sekolah karena tidak tersedianya

13
akses menuju ke sekolah dimana mereka harus pergi ke sekolah dengan melewati
jembatan gantung yang tidak aman. Contoh kasus ini terjadi di daerah Lebak Banten,
yang mana setelah 10 tahun baru memiliki jembatan permanen. Pembangunan
jembatan ini merupakan bantuan dari IKANAS yang bekerjasama dengan alumni
ITB dan PT SMI  dengan biaya sebesar Rp.260 juta (news.detik.com, 27Agustus
2016).

Namun lain halnya dengan DKI Jakarta yang secara finansial dan SDM dapat
dikatakan lebih mampu masih belum bisa memperbaiki infrastruktur yang sudah ada
sehingga sampai dengan saat ini masih harus menghadapi persoalan-persoalan
kompleks seperti permasalahan banjir, polusi udara dan suara, penyediaan
pemukiman, pengelolaan sampah,dan lain-lain.    Berbagai persoalan yang ada
tersebut tentunya perlu ditanggapi dengan serius oleh pemerintah pusat dan daerah
(kabupaten/kota). Namun, bagaimana pemerintah khususnya pemerintah daerah
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dengan adanya berbagai
persoalan tersebut. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menata dan
membangun daerah kabupaten/kota melalui  pengembangan kapasitas (capacity
building), partisipasi masyarakat (community participation), dan  kerjasama
pemerintah dan swasta (public private partnership). Tulisan pada artikel ini 
membahas  hubungan kerjasama pemerintah dan swasta dalam pembangunan
infrastruktur  untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kerjasama Pemerintah dengan Pihak Swasta (Public Private Partnership/PPP)

Otonomi daerah telah membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk


mengembangkan kebijakan lokal secara bijaksana. Namun implementasi kebijakan
tersebut belum maksimal diterapkan karena keberadaan  daerah-daerah otonom baru
tidak diiringi dengan kapasitas sumber daya manusia dan finansial yang memadai.
Dengan demikian banyak terjadi keterlambatan dalam pembangunan terutama
pembangunan infrastruktur.

Oleh karena itu pemerintah daerah perlu mencari solusi atas persoalan tersebut
dengan melibatkan berbagai stakeholder terkait dalam pelaksanaan pembangunan,

14
misalnya pihak swasta, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan Non
Governmental Organisation (NGO), serta dan lain-lain. Keterlibatan berbagai pihak
ini memiliki peran penting untuk membantu pemerintah mengingat tidak semua
aktivitas pembangunan mampu dikerjakan oleh pemerintah sendiri terutama dalam
hal ketersediaan skill SDM dan finansial sehingga perlu keterlibatan pihak swasta.
Bentuk kerjasama yang melibatkan pihak swasta ini dikenal dengan public private
partnership (PPP).

Menurut William J. Parente dari USAID Environmental Services Program, PPP


adalah an agreement or contract, between a public entity and a private party, under
which : (a) private party undertakes government function for specified period of
time, (b) the private party receives compensation for performing the function,
directly or indirectly, (c) the private party is liable for the risks arising from
performing the function and, (d) the public facilities, land or other resources may be
transferred or made available to the private party.

PPP ini merupakan hubungan kerjasama pemerintah dengan publik dalam


pelaksanaan pembangunan  melalui investasi dengan melibatkan pemerintah, pihak
swasta, masyarakat, dan NGO. Masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi
dalam pelaksanaan pembangunan. Peran dan fungsi permerintah sebagai suatu
institusi resmi dituntut untuk lebih transparan, akuntabel, responsif, efektif dan
efisien dalam penciptaan good governance. Tentunya dalam hal ini tidak terlepas
dari fungsi pengawasan pemerintah terhadap sektor swasta yang terlibat dalam
pelaksanaan pembangunan.

Lebih lanjut ada tiga hal yang mendorong pemerintah untuk melakukan kerjasama
pemerintah dan swasta (PPP) karena masalah keterbatasan dana, efisiensi dan
efektivitas pemerintahan, dan pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat.
Sebagai suatu daerah yang baru berkembang tentunya pemerintah daerah  tidak dapat
mengandalkan sumber daya yang ada (keuangan dan SDM). Disini pemerintah
daerah butuh menarik pihak swasta untuk melakukan investasi tidak hanya dalam
bentuk dana tetapi juga  peningkatan skill  SDMnya untuk membangun dan

15
memelihara infrastruktur yang belum dan sudah tersedia dalam rangka
menyejahterakan masyarakat.

Namun dalam pelaksanaan pembangunan yang melibatkan PPP ini dapat


memberikan dampak positif dan negatif.  Dampak positif dari PPP  yakni adanya
pembagian risiko antara pihak pemerintah dan swasta, penghematan biaya, perbaikan
tingkat pelayanan, dan  multiplier effect (manfaat ekonomi yang lebih luas misalnya
penciptaan lapangan kerja, pengurangan tingkat kriminalitas, peningkatan
pendapatan). Sementara dampak negatif  dari PPP apabila tidak tepat sasaran justru
terjadi penambahan biaya, adanya situasi politik nasional yang tidak stabil turut
mempengaruhi proses PPP misalnya tertundanya pelaksanaan proyek kegiatan, 
pelayanan yang kurang prima, terjadi bias dalam proses seleksi proyek kegiatan
misalnya penentuan pemenang tender, hilangnya kontrol pemerintah dalam proses
pelaksanaan kegiatan, dan sebagainya.

Oleh karena itu untuk menghindari dampak-dampak negatif yang akan muncul maka
dalam  proses PPP  haruslah mengikuti payung hukum yang jelas baik mengenai
pembagian insentif  dan tanggung jawab masing-masing pihak. Dengan demikian
harus ada perjanjian kontrak yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab masing-
masing pihak dimana ada ketentuan pembagian risiko dan timbal balik finansial yang
didapat oleh pihak-pihak yang terlibat.

Bentuk PPP

Keterlibatan pihak swasta yang mampu menyediakan keuangan dan tenaga ahli
setidaknya membantu fungsi pemerintah sebagai motor pelaksana pembangunan.
Selain itu melalui PPP juga menciptakan sistem pemerintahan yang bersih karena
dalam hal ini pemerintah juga bisa melaksanakan fungsi kontrol terhadap sektor
swasta yang terlibat. Namun perlu diingat, hubungan yang terjalin antara pemerintah
dan sektor swasta haruslah memiliki hubungan yang saling menguntungkan dan
harus diikat dalam suatu kontrak untuk jangka waktu tertentu. Disinilah peran dan
fungsi pemerintah untuk mengontrol pelaksanaan pembangunan diperlukan.
Sebagaimana kita sadari bahwa sudah jelas dengan adanya keterlibatan pihak swasta

16
adalah  untuk meraih keuntungan sebagai konsekuensi dalam pembangunan. Namun
keuntungan yang didapat oleh pihak swasta ini sudah seharusnya tidak merugikan
pembangunan. Oleh karena itu perlunya adanya pengawasan dari pemerintah dan
pembatasan waktu.

Proses kerjasama yang terjalin antara pemerintah dan pihak swasta dapat dilakukan
dalam beberapa cara yaitu melalui service contract, management contract, lease
contract, concession, BOT (Build Operation Transfer), Joint Venture Agreement, dan
Community Based Provision. Namun dalam proses kerjasama yang dilakukan ini
terdapat beberapa keunggulan dan kelemahannya.

Service contract  merupakan kerjasama pemerintah dengan  pihak swasta untuk


melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam jangka waktu satu sampai dengan tiga
tahun. Pihak swasta memiliki posisi sebagai pemilik asset dan penanggung jawab
risiko keuangan secara penuh. Di dalam proses ini tidak terlalu membutuhkan
komitmen politik, biaya recovery, regulasi dan informasi dasar. Sementara kapasitas
pemerintah pun dikategorikan sedang (tidakmemerlukan skill khusus). Contohnya 
pengumpulan dan pembuangan sampah, pengerukan kali, penarikan dan
pengumpulan tagihan air, perawatan pipa air, kesemuanya ini dapat dimitrakan
kepada pihak swasta. 

Selanjutnya adalah management contract.  Kerjasama ini tidak jauh berbeda dengan
service contract. Namun yang membedakannya adalah kerjasama ini dilakukan pada
tingkatan operasional manajemen dan maintenance dengan jangka waktu tiga sampai
dengan delapan tahun. Posisi pihak swasta adalah sebagai pemilik asset, investor,
dan bertanggung jawab atas  risiko finansial  dalam batasan minimal. Di dalam
proses seleksi hanya ada satu kali kompetisi dan tidak ada pembaharuan perjanjian.
Keunggulan dari management contract adanya keterlibatan pihak swasta yang lebih
kuat. Namun kelemahannya manajemen tidak memiliki pengawasan yang kuat secara
menyeluruh (meliputi keuangan, kebijakan pegawai,dan sebagainya). Contohnya
tidak jauh berbeda dengan service contract seperti pengelolaan fasilitas umum
(rumah sakit, sekolah, tempat parkir).

17
Lease contract yaitu kerjasama pemerintah yang pihak swasta dalam jangka waktu
sepuluh sampai dengan lima belas tahun dimana tanggung jawab manajemen,
operasional dan pembaharuan kontrak lebih spesifik. Pemilik modal adalah sektor
publik (pemerintah) namun pihak swasta turut menanggung risiko keuangan (risiko
menengah). Kelemahannya akan menimbulkan potensi konflik antara pihak swasta
sebagai operator pelaksana dan sektor publik (pemerintah) sebagai pemilik modal.
Contohnya pengelolaan taman hiburan, bandara, dan armada bis, dan sebagainya.

Concession merupakan kerjasama yang melibatkan pemerintah/publik dan swasta


sebagai pemilik modal dalam jangka waktu 20 sampai dengan 30 tahun. Posisi pihak
swasta sebagai penanggung jawab operasional, pemodal, memelihara,dan
menanggung risiko secara penuh. Keunggulannya pihak swasta mendapatkan
kompensasi penuh. Di sisi lain sektor publik/pemerintah  mendapatkan manfaat
peningkatan efisiensi operasional dan komersial dalam investasi dan pengembangan
SDMnya. Namun untuk mengembangkan investasi dan infrastruktur dalam jangka
waktu yang lama perlu komitmen politik, regulasi, kapasitas pemerintah, recovery
cost, dan analisis kemampuan yang tinggi. Contohnya PPP yang bersifat
comncession  adalah pembangunan jalan tol, pelabuhan laut dan udara, rumah sakit,
stadion olahraga, dan sebagainya.

Build Operate Transfer (BOT) merupakan kejasama PPP yang investasi dan
komponen utamanya adalah peningkatan pelayanan publik dengan jangka waktu 10
sampai dengan 30 tahun. Posisi pihak swasta sebagai penanggung jawab operasi,
pemelihara, pemodal, dan penanggung jawab risiko  serta pihak swasta juga akan
mendapatkan imbalan sesuai dengan parameter produksinya. Sistem ini efektif untuk
mengembangkan kapasitas SDM, namun kelemahannya untuk meningkatkan
efisiensi operasional membutuhkan jaminan sehingga diperlukan analisis
kemampuan, kapasitas pemerintah, komitmen politik, regulasi yang tinggi dan
recovery cost  yang bervariasi. Contohnya pembangunan jalan tol, pelabuhan udara
dan laut, pembangkit listrik, dan sebagainya. Contoh ini tidak jauh berbeda dengan
lease contract.

18
Joint Venture Agreement adalah PPP dimana investasi dan risikonya ditanggung
bersama antara pemerintah dan pihak swasta. Disini tidak ada batasan waktu hanya
berdasarkan kesepakatan saja.  Kerjasama ini melibatkan berbagai pihak mulai dari 
pemerintah, non pemerintah, swasta, dan sebagainya atau stakeholder  terkait.
Masing-masing pihak saling berkontribusi. Kunggulan dari joint venture  dapat
saling berbagi dalam menyumbangkan sumber daya yang ada (finansial dan
SDMnya). Namun kelemahannya ada peluang penyalahgunaan investasi dimana
pemerintah memberikan subsidi kepada pihak swasta atau pihak lainnya dalam
pelaksanaan kerjasama tersebut yang seharusnya dihindari.

Community Based Provision (CBP) merupakan kerjasama


perorangan/keluarga/perusahaan kecil merupakan kerjasama
perorangan/keluarga/perusahaan kecil  yang merepresentasikan kepentingan tertentu
dengan menegosiasikannya kepada pemerintah dan NGO. Posisi NGO sebagai
mediator antara masyarakat (perorangan/keluarga/perusahaan) dengan pemerintah.
Contohnya pengelolaan bank sampah di lingjkungan tertentu (RT, RW atau
kompleks perumahan) yang bertujuan untuk mendaur ulang sampah  demi
kelestarian lingkungan dan memanfaatkannya sebagai tujuan ekonomi.

Berdasarkan beberapa jenis PPP yang telah dijelaskan tersebut maka dari beberapa
keunggulan dan kelemahan yang dimilikinya tidak dapat ditentukan jenis PPP yang
tepat. Kesemuanya ini tergantung pada jenis kegiatan atau proyek, manfaat
kegiatannya, jangka waktu pembangunannya hingga baru bisa ditentukan jenis PPP
yang dibutuhkan.

Keunggulan dan Kelemahan PPP dalam Pembangunan Infrastruktur di


Indonesia

PPP dapat dikatakan merupakan suatu alternatif atas persoalan pembangunan


infrastruktur di Indonesia, terutama bagi daerah-daerah otonom baru untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah yang memiliki dana
terbatas dan kapasitas SDM yang kurang memadai  dapat tetap melakukan
pembangunan infrastruktur daerahnya melalui kerjasama dengan pihak swasta.

19
Sebagai contoh dalam proyek pembangunan jalan tol dibutuhkan dana yang besar.
Sementara pemerintah daerah memiliki kemampuan keuangan yang terbatas ,maka
proyek tersebut dapat dimitrakan kepada pihak swasta  untuk mengerjakannya.
Pemerintah membuat dan menetapkan kerangka kerjanya sementara pihak swasta
sebagai pemodal dan pelaksana proyek tersebut.  Atas biaya dan modal yang telah
dikeluarkan oleh pihak swasta maka pengguna jalan tol dibebani biaya untuk
penggunaan fasilitasnya. Fee yang diterima pihak swasta tentunya memiliki jangka
waktu tertentu berdasarkan perjanjian “concession” tersebut.  Pada batas waktu
perjanjian maka hasil proyek tersebut menjadi milik pemerintah. Berdasarkan contoh
ini semua pihak sama-sama diuntungkan dalam proses PPP.

Namun penerapan PPP di Indonesia juga masih lemah karena regulasi yang saling
tumpang tindih sehingga menyulitkan pihak swasta untuk melakukan investasi, 
prosedur birokrasi yang masih berbelit-belit, perencanaan tata ruang wilayah dan
daerah yang belum tertata dengan baik, desain perencanaan teknis yang tidak matang
sehingga menyulitkan pihak swasta dalam proses pengerjaan. Salah satu contoh
dalam pembangunan jalan tol sering terjadi perbaikan akibat proses perencanaan
yang tidak matang. Dengan demikian dalam proses PPP maka perlu kesiapan dan
kematangan dari pemerintah atau pemerintah daerah untuk menyiapkan regulasi dan
kerangka kerja yang matang sehingga dalam proses pelaksanaan kegiatan tersebut
dapat terealisasi secara maksimal dan memberikan keuntungan kepada berbagai
pihak terkait. (Nyimas Latifah Letty Aziz)

20
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Tidak semua pembangunan infrastruktur ini dapat dilakukan oleh pemerintah daerah,
khususnya daerah otonom baru yang masih belum di imbangi dengan kapasitas SDM
dan finansial yang memadai untuk melaksanakan kegiatan tersebut sehingga
penyediaan infrastruktur di daerah masih dapat dikatakan belum maksimal bahkan
sangat minim. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menata dan
membangun daerah kabupaten/kota melalui pengembangan kapasitas, partisipasi
masyarakat dan kerjasama pemerintah dan swasta. Pemerintah daerah harus
melakukan kerjasama dengan swasta dalam hal membangun fasilitas dan
infrastruktur di daerah. Kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta disebut
Public Private Partnership (PPP).

4.2 Saran

Pemerintah daerah dalam hal membangun infrastruktur di suatu daerah harus


melakukan kerjasama dengan pihak swasta ataupun pihak terkait. Karena dalam hal
itu pemerintah daerah tidak bisa melakukan pembangun infrastruktur sendiri karena
kendala biaya dan aturan. Dengan melakukan kerjasama dengan pihak lain maka
pembangunan infrastruktur akan lancar.

21
DAFTAR PUSTAKA

Khairul Muluk. 2009. Peta Konsep Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah.Jurnal


Politik. 2(3) : 30.

Bintang. 2018. Pengertian Tata Kelola Pemerintahan Definisi Menurut Para Ahli
Serta Konsep Karakteristik.
https://www.scribd.com/document/370483181/Pengertian-Tata-Kelola-
Pemerintahan-Definisi-Menurut-Para-Ahli-Serta-Konsep-Karakteristik dikutip pada
10 April 2019.

Anonim. 2018. 4 Indikator Penting Tata Kelola Pemerintahan yang Baik.


https://blog.gamatechno.com/4-indikator-penting-tata-kelola-pemerintahan-yang-
baik/ dikutip pada 10 April 2019.

Kuswanto, Goto. 2012. Pelaksanaan Good Governance di Indonesia.


https://www.banyumaskab.go.id/read/15538/pelaksanaan-good-governance-di-
indonesia#.XK4S5qQxXDc dikutip pada 10 April 2019.

Anonim. 2017. Sistem Politik Demokrasi di Indonesia. https://guruppkn.com/sistem-


politik-demokrasi dikutip pada 10 April 2019.

Aziz, Nyimas Latifah Letty. 2016. Hubungan Kerjasama Pemerintah dengan Pihak
Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur di Indonesia.
http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-1/politik-lokal/1107-hubungan-
kerjasama-pemerintah-dengan-pihak-swasta-dalam-pembangunan-infrastruktur-di-
indonesia dikutip pada 10 April 2019.

22

Anda mungkin juga menyukai