Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan dari masa anak-

anak ke masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum

serta perkembangan kognitif dan sosial (Ratnaningsih et al., 2019). Remaja

dikategorikan sebagai kelompok penduduk yang berusia 10-24 tahun (Yatim,

2015). Pada usia remaja perilaku merupakan salah satu proses pengembangan

jati diri dimana banyak faktor yang mempengaruhi usia tersebut diantaranya,

kematangan mental, emosi dan fisik (Lailatul et al., 2015).

Kelompok remaja adalah kelompok yang sangat berisiko tinggi terhadap

dunia luar yang pada umumnya memiliki pengaruh buruk salah satunya yaitu

merokok, karena di usia remaja atau usia yang belum memiliki kematangan

emosional yang stabil sangat rentan terpengaruh terhadap kelompok sebayanya

(Lailatul et al., 2015). Pada era globalisasi seperti sekarang ini banyak sekali

pergaulan yang menjerumuskan remaja ke hal-hal yang bersifat negatif seperti

pengunaan obat-obat terlarang, minum-minuman keras, dan salah satu yang

paling sering dilakukan oleh para remaja adalah merokok. Para remaja

biasanya merokok di lingkungan rumah, sekolah, warung makan, halte bus dan

tempat-tempat lainnya. Walaupun remaja dilarang untuk merokok, tetapi

mereka tetap saja melanggar larangan tersebut (Soetjiningsih, 2018).


WHO (World Health Organization) memperkirakan bahwa persentase

penduduk dunia yang mengkonsumsi tembakau mencapai 57% pada penduduk

Asia dan Australia (WHO, 2015). Prevalensi perokok secara berturut-turut di

Amerika Serikat dan Inggris pada remaja laki-laki adalah 25% dan 27% serta

pada wanita adalah 21% dan 25% (Aminullah, 2018) . Riset Kesehatan Dasar

pada tahun 2018 menyebutkan bahwa di Indonesia terjadi peningkatan angka

perokok pada tahun 2007 hingga tahun 2013 sebesar 2,5% dan terjadi

penurunan pada tahun 2013 hingga tahun 2018 sebesar 2,1%. Data Riskesdas

tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi perokok pada remaja usia 10-18

tahun mengalami peningkatan dari tahun 2013 (7,20%) ke tahun 2018

(9,10%). Angka tersebut masih sangat jauh dari target RPJMN (Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional) tahun 2019 yaitu sebesar 5,4%,

dimana angka kejadian perokok pada laki-laki usia >15 tahun di tahun 2018

masih berada pada angka yang tinggi yaitu (62,9%) dan masih menjadi

prevalensi perokok tertinggi pada laki-laki di dunia (Riskesdas, 2018).

Hasil Riskesdas Provinsi Bali (2018), menunjukkan persentase

penduduk umur 15-19 tahun yang merokok tiap harinya 20,2%, dengan rata-

rata jumlah konsumsi rokok sebanyak 8,2 batang perhari. Persentase perokok

tertinggi ditemukan di Kota Denpasar 62,1%, diikuti Kabupaten Tabanan

43,1%, Klungkung 47,4%, Badung 44,0%, Jembrana 44,6%, Gianyar 52,1%,

Bangli 38,0%, Karangasem 51,0% dan Kabupaten Buleleng 58,1%.

Berdasarkan data tersebut Kabupaten Klungkung menempati urutan ke-5

perokok untuk usia 15-19 tahun di Bali setelah Kabupaten Karangasem. Dinas
Kesehatan Kabupaten Klungkung menyebutkan bahwa, berdasarkan hasil

survei PISPK (Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga) yang

telah dilakukan dari tahun 2018-2019 didapatkan jumlah perokok pada remaja

dengan kelompok usia 13-21 tahun di kecamatan dawan yaitu mencapai

38,94%. Dimana jumlah perokok di kecamatan dawan merupakan jumlah

tertinggi pada kelompok remaja diantara empat kecamatan yang ada di

kabupaten klungkung.

Perilaku merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, salah

satunya dari segi kesehatan. Merokok dapat menyebabkan beberapa penyakit

seperti kanker paru, kanker mulut, penyakit jantung, penyakit saluran

pernapasan kronik, hingga kelainan kehamilan (Aminullah, 2018). Menurut

Yayasan Kanker Indonesia (2015), 90% kasus kanker paru-paru ternyata

disebabkan oleh rokok, 30% diantaranya merokok menjadi penyebab kematian

pada kasus kanker mulut kerongkongan, usus, pancreas, ginjal, kandung kemih

dan lambung dan 70% merokok berhubungan dengan bronchitis kronis, serta

80% lainnya berkaitan dengan kasus emfisema (Notoatmodjo, 2017). Remaja

yang merokok cenderung lebih konsumtif karena ketika mereka mempunyai

uang lebih, mereka akan membeli rokok dibandingkan dengan sarana

penunjang pembelajaran (Ratnaningsih et al., 2019). WHO (2015)

menyebutkan bahwa hampir enam juta orang meninggal setiap tahunnya akibat

penyakit yang disebabkan rokok, dan enam ratus ribu orang meninggal akibat

terpapar asap rokok. Diperkirakan jumlah kematian akibat konsumsi rokok


akan meningkat hingga lebih dari delapan juta orang pada tahun 2030 bila hal

ini tidak segera ditangani.

Ada banyak alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada

remaja. Selain faktor dari dalam diri individu seperti rasa ingin tahu terhadap

merokok, hal lain yang juga mendukung remaja untuk merokok adalah dari

faktor lingkungan, salah satunya adalah pengaruh dari interaksi teman

sebayanya. Selama masa remaja, seorang individu mulai menghabiskan lebih

banyak waktu dengan teman sebayanya dari pada dengan orang tua

(Aminullah, 2018). Hal ini menunjukkan bahwa teman sebaya mempunyai

peran yang sangat penting bagi remaja. Kelompok teman sebaya menyediakan

suatu lingkungan, yaitu lingkungan tempat dimana remaja dapat melakukan

interaksi sosial dengan nilai yang mereka tetapkan sendiri. Namun apabila

nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai negatif, maka

akan menimbulkan penyimpangan bagi perilaku remaja (Suharno, 2016).

Perilaku merokok merupakan perilaku yang memiliki nilai negatif.

Remaja beranggapan bahwa merokok merupakan hal yang harus mereka

lakukan dalam pergaulan karena dengan merokok mereka merasa diakui oleh

teman sebayanya. Ketika beberapa teman mulai merokok terutama dalam

kelompok, maka remaja akan cenderung ikut terpengaruh dan memulai

kebiasaan tersebut agar mereka tetap bisa diterima dalam kelompok tersebut

(Suharno, 2016).

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah

kesehatan masyarakat akibat rokok. Fokus kebijakan diarahkan pada


perlindungn masyarakat akibat konsumsi rokok dan asap rokok orang lain,

terutama pada anak-anak dan remaja. Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk

mengurangi prevalensi merokok di Indonesia antara lain keikutsertaan tenaga

kesehatan salah satunya yaitu, perawat dapat melakukan KIE melalui media

masa secara teratur, serta perawat dapat melakukan kampanye melalui Hari

Tanpa Tembakau Sedunia. Peran perawat juga dapat mengembangkan

Kawasan Tanpa Rokok di berbagai daerah dengan cara bekerja sama dengan

pemerintah untuk melindungi masyarakat dari bahaya rokok, menyusun dan

memproses Rancangan Peraturan Pemerintah ( RPP ) tentang pengamanan

bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan

sesuai dengan pasal 113 dan 116 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan. Usaha pemerintah lainnya yang dapat dilakukan oleh perawat yaitu

membuat baseline data prevalensi rokok serta melakukan pemantauan

prevalensi dan kecenderungan konsumsi tembakau di masyarakat dengan

berbagai survei, seperti RISKESDAS ( Riset Kesehatan Dasar ), Susenas,

Survei lain seperti Global Youth Tobacco Survey, Global Adult Tobacco

Survey dan membuat sistem informasi untuk memonitor masalah kesehatan

akibat tembakau dan rokok (Widyawathi et al., 2014).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tiga SMP

Negeri yang ada di Kecamatan Dawan didapatkan jumlah siswa dari kelas VII-

IX sebanyak 1.823 siswa dimana jumlah siswa laki-laki terbanyak terdapat di

kelas IX dengan total keseluruhan pada 3 SMP yaitu sebanyak 322 siswa laki-

laki. Hasil wawancara dan pengamatan langsung terhadap 15 siswa laki-laki


dari ketiga SMP tersebut, bahwa 10 anak diantaranya berperilaku merokok

dalam keseharian, dan 8 dari siswa tersebut mengatakan merokok untuk

mengikuti pergaulan tanpa sepengetahuan dari orang tua. Hal yang sama juga

dipaparkan oleh guru Bimbingan Konseling (BK) di ketiga sekolah tersebut,

bahwa ditemukan hampir 10-12 siswa laki-laki dalam satu bulan yang

tertangkap tangan tengah merokok di sekitar lingkungan sekolah. Hasil

pengamatan di lapangan pada saat jam istirahat dan saat siswa pulang sekolah

terdapat beberapa siswa yang merokok di warung dekat sekolah agar tidak

terlihat oleh guru.

Berdasarkan uraian data latar belakang yang telah dipaparkan di atas,

maka peneliti tertarik untuk mengangkat topik penelitian dengan judul

‘‘Hubungan Interaksi Teman Sebaya dengan Perilaku Merokok Pada Remaja

Putra di SMP Negeri Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung’’.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah

peneliti sebagai berikut : ‘‘Apakah ada hubungan interaksi teman sebaya

dengan perilaku merokok pada remaja putra di SMP Negeri Kecamatan

Dawan Kabupaten Klungkung ?’’


C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan interaksi teman

sebaya dengan perilaku merokok pada remaja putra di SMP Negeri

Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi interaksi teman sebaya pada remaja putra di SMP Negeri

Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung.

b. Mengidentifikasi perilaku merokok pada remaja putra di SMP Negeri

Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung.

c. Menganalisa hubungan interaksi teman sebaya dengan perilaku merokok

pada remaja putra di SMP Negeri Kecamatan Dawan Kabupaten

Klungkung.

D. Manfaat Penelitian

1. Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai upaya tenaga kesehatan

utamanya bidang keperawatan dalam membuat program penyuluhan setiap

bulanya untuk menjadi pengawas agar perilaku remaja merokok dapat

berkurang.

2. Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam

menekan angka perokok dikalangan remaja awal serta diharapkan bisa


menjadi sumber informasi dan motivasi bagi remaja untuk dapat

mengurangi perilaku merokok.

3. Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi dan bisa

dijadikan sebagai informasi terkait dengan perilaku merokok pada siswa di

sekolah serta dapat digunakan sebagai refrensi dan bahan masukan dalam

kegiatan proses belajar pada program metodologi penelitian.

4. Pengembangan Ilmu Keperawatan

Penelitian ini diharapkan bermanfaat terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya dalam ilmu keperawatan sebagai sumber mengenai

hubungan interaksi teman sebaya dengan perilaku merokok pada remaja.

E. Keaslian Penelitian

Hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah :

1. Jumiyanti et al. (2015), yang melakukan penelitian dengan judul hubungan

interaksi teman sebaya dan motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa

SMP. Metode penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif dengan desain

Korelasional, kemudian dianalisis menggunakan statistik parametrik

korelasi product moment. Sampel penelitian sebanyak 90 siswa. Hasil

penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara interaksi

teman sebaya dengan prestasi belajar dengan indeks rxy= 0,434 > rtabel =

0,207; maka Ho ditolak dan Ha diterima, ada hubungan yang signifikan

antara motivasi belajar dengan prestasi belajar dengan indeks r xy = 0,349 >
rtabel = 0,207; maka Ho ditolak dan Ha diterima, ada hubungan yang

signifikan antara interaksi teman sebaya dan motivasi belajar dengan

prestasi belajar dengan indeks rxy = 0,446 > rtabel = 0,207; maka Ho ditolak

dan Ha diterima.

2. Adhyastama (2015), yang melakukan penelitian dengan judul hubungan

antara interaksi teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa.

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kuantitatif dengan jumlah

responden 118 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah

skala interaksi teman sebaya yang berjumlah 29 item dan skala penyesuaian

sosial berjumlah 32 item. Teknik analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah korelasi product moment. Berdasarkan hasil analisis

data diporeleh koefisien korelasi ® sebesar 0,523; p= 0,000 (p<0,01),

sehingga hipotesis yang diajukan diterima. Artinya bahwa ada hubungan

positif yang sangat signifikan antara interaksi teman sebaya dengan

penyesuaian sosial. Sumbangan efektif antara interaksi teman sebaya dengan

penyesuaian sosial menunjukkan bahwa koefisien determinan (r2) sebesar

0,273, sehingga variabel interaksi teman sebaya memberikan sumbangan

efektif sebesar 27,3% dalam mempengaruhi penyesuain sosial pada siswa,

sedangkan sisanya 72,7% dipengaruhi oleh variabel lain dari luar interaksi

teman sebaya.

3. Sari et al. (2016), yang melakukan penelitian dengan judul hubungan pesan

iklan ’’merokok membunuhmu’’ dengan perilaku merokok pada siswa di

smp negeri 29 banjarmasin. Metode penelitian yang digunakan yaitu


korelasional dengan menggunakan cross sectional dengan jumlah sampel

sebanyak 51 siswa laki-laki dan menggunakan teknik simple random

sampling. Pengumpulan data menggunakan instrument berupa kuisoner

pasan iklan ’’merokok membunuhmu’’ dan perilaku merokok, kemudian

dianalisis menggunakan uji korelasi Spearmen Rank (Rho) dengan nilai

signifikan p<0,05. Hasil penelitian menunjukkan pesan iklan ’’merokok

membunuhmu’’ diperhatikan oleh responden 96,1% dan perilaku merokok

dalam kategori tidak merokok sebesar 43,1%. Uji korelasi Spearman Rank

diperoleh hasil p= 0,360>0,05 dengan hasil r=0,131 yang bermakna tidak

ada hubungan antara pesan iklan’’merokok membunuhmu’’ dengan perilaku

merokok.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja merupakan masa peralihan atau transisi dari anak-anak

menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai dengan

21 tahun dan ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan

psikososial (Dewi, 2012). Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut

adolescence adalah berasal dari Bahasa adolescence yang artinya tumbuh

atau tumbuh untuk menjadi dewasa atau tumbuh untuk mencapai

kematangan tetapi ada sebagian yang beranggapan dan memandang bahwa

masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan

(Dewi, 2012).

2. Penggolongan Remaja

Menurut Poltekkes Depkes Jakarta I (2012), penggolongan remaja

dibagi dalam beberapa tahap, diantaranya :

a. Remaja Awal

Pada tahap ini, remaja mulai berfokus pada pengambilan

keputusan, baik didalam rumah maupun disekolah. Remaja mulai

menunjukkan cara berfikir logis sehingga sering menanyakan

kewenangan dan standar dimasyarakat maupun disekolah. Remaja juga


mulai menggunakan istilah-istilah sendiri dan mempunyai pandangan,

seperti : olahraga yang lebih baik untuk bermain, memilih kelompok

bergaul, pribadi seperti apa yang diinginkan, dan mengenal cara untuk

berpenampilan menarik.

b. Remaja Menengah

Pada tahap ini, terjadi peningkatan tahap interaksi dengan

kelompok, sehingga tidak selalu tergantung dengan keluarga dan

terjadi eksplorasi seksual. Pada tahap ini remaja sering mengajukan

pertanyaan, menganalisis secara lebih menyeluruh, dan berpikir

tentang bagaimana cara mengembangkan identitas. Pada masa ini

remaja juga mulai mempertimbangkan kemungkinan masa depan,

tujuan, dan membuat rencana sendiri.

c. Remaja Akhir

Pada tahap ini, remaja lebih berkonsentrasi pada rencana yang

akan datang dan meningkatkan pergaulan. Selama masa remaja akhir,

proses berpikir secara kompleks digunakan untuk memfokuskan diri

pada masalah-masalah idealisme, toleransi, keputusan untuk karir dan

pekerjaan, serta peran orang dewasa dalam masyarakat.

Penggolongan remaja menurut Thornburg dalam Dewi (2012),

terbagi dalam tiga (3) tahap yaitu :

1) Remaja Awal (usia 13-14 tahun), masa remaja awal umumnya

individu telah memasuki pendidikan dibangku tingkat Sekolah

Menengah Pertama (SMP).


2) Remaja Tengah (usia 15-17 tahun), masa remaja tengah, individu

sudah memasuki Sekolah Menengah Atas (SMA).

3) Remaja Akhir (usia 18-21 tahun), umumnya mereka sudah

memasuki Perguruan Tinggi atau lulus SMA atau sudah bekerja.

3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja

Setiap tahap usia manusia pasti ada tugas-tugas perkembangan yang

harus dilalui. Bila seseorang gagal dalam melalui tugas perkembangan

pada usia yang sebenarnya maka pada tahap perkembangan berikutnya

akan terjadi masalah pada diri seseorang tersebut. Untuk mengenal

kepribadian remaja maka perlu diketahui tugas-tugas perkembangannya.

Menurut Dewi (2012), tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain :

a. Remaja dapat menerima keadaan fisiknya

Remaja merasa kurang percaya diri terhadap keadaan fisiknya.

Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru

penampilan orang lain atau tokoh tertentu.

b. Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orang tua

Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering

disertai perilaku “pemberontakan” dan melawan keinginan orang tua.

Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam

keluarga dan tidak dapat diselesaikan dirumah, maka remaja akan

mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah.


c. Remaja mampu bergaul lebih matang dengan putra maupun putri

Pada masa remaja, seharusnya menyadari akan pentingnya

pergaulan. Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang

harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin

maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini.

Ada sebagian besar remaja yang tetap tidak berani bergaul dengan

lawan jenisnya sampai akhir usia remaja. Hal tersebut menunjukkan

adanya ketidakmatangan dalam perkembangan remaja tersebut.

d. Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri

Banyak remaja yang belum mengetahui kemampuannya. Bila

remaja ditanya mengenai kelebihan dan kekurangannya pasti mereka

akan lebih cepat menjawab tentang kekurangan yang dimilikinya

dibandingkan dengan kelebihan yang dimilikinya. Bila hal tersebut

tidak diselesaikan pada masa remaja ini tentu saja akan menjadi

masalah untuk perkembangan selanjutnya (masa dewasa atau bahkan

sampai tua sekalipun).

e. Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma

Skala nilai dan norma biasanya diperoleh remaja melalui proses

identifikasi dengan orang yang dikaguminya terutama dari tokoh

masyarakat maupun dari bintang-bintang yang dikaguminya.

4. Ciri-Ciri Remaja

Remaja mengalami perubahan-perubahan, baik fisik maupun psikis.

Perubahan yang paling jelas pada remaja adalah perubahan fisik, dimana
tubuh berkembang sehingga mencapai tubuh orang dewasa yang turut

disertai dengan perkembangan reproduksi.Remaja juga mengalami

perkembangan secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak layaknya

orang dewasa.Dan mereka mencoba melepaskan diri dari orang tua dan

mulai menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa

(Soetjiningsih, 2018). Menurut Hurlock dalam Saputro (2018), ciri-ciri

remaja adalah sebagai berikut :

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Perkembangan fisik yang begitu cepat disertai dengan cepatnya

perkembangan mental, terutama pada masa awal remaja.Semua

perkembangan ini menimbulkan perlunya penyesuaian mental serta

perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Pada fase ini, remaja bukan lagi seorang anak dan bukan juga

orang dewasa.Apabila remajaberperilaku seperti anak-anak, ia akan

diajari untuk bertindak sesuai dengan umurnya. Apabila remaja

berusaha berperilaku sebagaimana orang dewasa, remaja seringkali

dituduh terlalu besar ukurannya dan dimarahi karena mencoba

bertindak seperti orang dewasa.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja

sejajar dengan tingkat perubahan fisik.Selama awal masa remaja,

ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan


sikap juga berlangsung pesat.Kalau perubahan fisik menurun, maka

perubahan sikap dan perilaku juga menurun.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode perkembangan mempunyai masalahnya masing-

masing, namun masalah masa remaja sering menjadi persoalan yang

sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan.

Ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut

cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa

penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pencarian identitas dimulai pada akhir masa anak-anak,

penyesuaian dengan standar kelompok menjadi lebih penting daripada

bersikap individualistis. Pada awalnya penyesuaian diri dengan

kelompok bagi remaja sangatlah penting, namun lama kelamaan

mereka menginginkan identitas diri yaitu ingin menjadi pribadi yang

berbeda dengan orang lain.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Anggapan bahwa remaja suka berbuat semaunya sendiri, yang

tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak,

menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi

kehidupan remaja yang takut bertanggung jawab dan bersikap tidak

simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.


g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Masa remaja cenderung memandang dirinya sendiri dan orang

lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya,

terlebih dalam hal harapan dan cita-cita. Harapan dan cita-cita yang

tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi

keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang

merupakan ciri dari awal masa remaja. Remaja akan sakit hati dan

kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak

berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkannya sendiri.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi

gelisah untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.

Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah

cukup.Remaja mulai memusatkan dirinya pada perilaku yang

dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum-minuman

keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks

bebas yang cukup meresahkan. Mereka menganggap bahwa perilaku

yang seperti ini akan memberikan citra yang sesuai dengan yang

diharapkan mereka.

5. Masalah-Masalah yang Terjadi Pada Remaja

Banyak sekali masalah-masalah yang akan dihadapi seseorang pada

saat remaja. Seorang remaja bisa saja mengalami masalah yang sulit dan

memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan masalah tersebut


(Santrock, 2017). Misalnya saat berusia 13 tahun ia akan mulai

menunjukkan perilaku mengganggu orang lain, pada usia 14 tahun ia sudah

melakukan kenakalan-kenakalan yang nyata dan pada usia 16 tahun

masalahnya akan bertambah parah karena ia semakin sering melakukan

kesalahan. Hal ini terjadi karena masa remaja adalah masa pembuktian diri

kepada orang lain, maka remaja akan melakukan apapun agar dirinya

diakui walaupun apa yang ia lakukan sebenarnya salah. Berikut adalah

masalah-masalah yang sering terjadi pada remaja (Santrock, 2017) :

a. Penggunaan obat terlarang, alcohol dan merokok

Pada remaja tertarik menggunakan obat-obatan karena mereka

yakinbahwa obat-obatan dapat membantu mereka beradaptasi terhadap

lingkungan yang selalu berubah.Mereka menganggap merokok dan

minum-minuman keras dapat mengurangi stress. Remaja dapat

merasakan perasaan tenang, gembira saat memakai obat.Namun

penggunaan obat untuk memperoleh kepuasan pribadi dan kemampuan

beradaptasi yang sementara dapat menimbulkan dampak yang sangat

merugikankarena dapat menimbulkan masalah kesehatan dalam jangka

panjang.

b. Kenakalan remaja

Kenakalan remaja mengarah pada perilaku, mulai dari perilaku

yang tidak dapat diterima secara sosial, pelanggaran, hingga tindakan

kriminal. Kenakalan ini biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang

gagal dalam menjalani tugas perkembangannya, baik pada saat remaja


maupun masa anak-anak yang tidak terselesaikan dengan baik pada

tahap perkembangan sebelumnya.

c. Gangguan depresi dan bunuh diri

Pada masa remaja, gejala-gejala depresi dapat dilihat dalam

berbagai cara seperti kecenderungan untuk mengenakan pakaian hitam,

menulis kata-kata mengerikan, atau senang mendengarkan lagu-lagu

yang bertema sedih. Timbulnya perasaan depresi akan membuat remaja

menjadi bosandan enggan untuk melanjutkan hidupnya, sehingga

muncul ide-ide untuk melakukan bunuh diri dan usaha-usaha untuk

bunuh diri di masa remaja.

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Remaja

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan perkembangan

remaja antara lain adalah pengaruh keluarga, pengaruh gizi, gangguan

emosional, jenis kelamin, status ekonomi, kesehatan, dan pengaruh bentuk

tubuh. Disamping itu pengaruh lingkungan juga mempengaruhi

perkembangan fisik remaja. Seberapa jauh perubahan pada masa remaja

akan mempengaruhi perilaku sebagaian besar, tergantung pada

kemampuan dan kemauan anak remaja untuk mengungkapkan keprihatinan

dan kecemasannya kepada orang lain sehingga dengan begitu ia dapat

memperoleh pandangan baru yang lebih baik (Dewi, 2012).

Menurut Gunarsa dalam Dewi (2012), bahwa secara umum ada dua

(2) faktor yang mempengaruhi perkembangan individu (bersifat

dichotomy) yakni (1) endogen dan (2) exogen.


a. Faktor endogen (nature)

Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan-perubahan

fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat

herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya, misalnya postur

tubuh (tinggi badan), bakat-minat, kecerdasan, kepribadian, dan

sebagainya.

b. Faktor exogen (nurture)

Pandangan faktor exogen menyatakan bahwa perubahan dan

perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

berasal dari luar diri individu itu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa

lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

c. Interaksi antara endogen dan exogen

Dalam kenyataannya masing-masing faktor tersebut tak dapat

dipisahkan.Kedua faktor ini saling berpengaruh sehingga terjadi

interaksi antara faktor internal maupun eksternal, yang kemudian

membentuk dan mempengaruhi perkembangan individu. Dengan

demikian, sebenarnya faktor yang ketiga ialah kombinasi dari kedua

faktor itu.
B. Perilaku Merokok

1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia

sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang

ada dalam diri manusia (Novita & Franciska, 2013).

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia

adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung,

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2017).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Novita & Franciska (2013), faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku adalah sebagai berikut :

a. Faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor anteseden terhadap

perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku, yang

termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan,

tradisi, norma sosial, dan pengalaman.


b. Faktor pemungkin atau pendukung (enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku

yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana, yang

termasuk dalam faktor ini adalah keterampilan, fasilitas, sarana, atau

prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku

seseorang atau masyarakat.

c. Faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor penguat merupakan faktor penyerta perilaku atau yang

datang sesudah perilaku itu ada. Hal-hal yang termasuk dalam faktor

ini adalah keluarga, teman, petugas kesehatan, dan sebagainya.

3. Pengertian Rokok

Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan

dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya

atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa

tambahan (Kurniafitri, 2015).

Menurut Komalasari dalam Tulenan et al. (2015), Perilaku merokok

adalah tingkah laku seorang yang dimulai dengan membakar sebatang

rokok yang terdiri dari bahan baku kertas, tembakau, cengkeh dan saus

dimana terkandung nikotin dan tar kemudian menghisap asap yang berasal

dari pembakaran rokok tersebut kemudian masuk ke dalam paru-paru.

Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap setiap hari, maka semakin

berat perilaku merokok seseorang.


Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat memberikan

kenikmatan bagi perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan

dampak buruk baik bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang

disekitarnya (Novita & Franciska, 2013).

4. Tipe-Tipe Perilaku Merokok

Menurut Martin & Pear (2015), terdapat tiga dimensi perilaku yang

dapat diukur, yaitu :

a. Durasi, mengacu pada lamanya waktu yang digunakan untuk

melakukan perilaku. Dimensi ini dapat digunakan untuk mengetahui

lamanya seseorang berperilaku merokok.

b. Frekuensi, yakni seberapa sering individu melakukan perilaku dalam

suatu waktu. Dimensi ini dapat digunakan untuk mengetahui sejauh

mana perilaku merokok pada seseorang sering muncul atau tidak,

dengan menghitung jumlah kegiatan merokok yang muncul setiap

harinya.

c. Intensitas, yakni seberapa dalam daya yang dikeluarkan individu untuk

melakukan perilaku. Dimensi ini dapat digunakan untuk mengetahui

seberapa banyak seseorang menghisap rokok yang dapat dilihat

berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap setiap harinya.

Menurut Tomkins dalam Poltekkes Depkes Jakarta I (2012),

menyebutkan terdapat empat perilaku merokok, yaitu :

a. Perilaku perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif, yaitu dengan

merokok seseorang akan merasakan lebih positif dalam dirinya.


Perilaku perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif dibagi

menjadi tiga yaitu :

1) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambahkan

atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya

setelah minum kopi atau makan.

2) Simulation to pick them up, merokok hanya dilakukan untuk

menyenangkan perasaan.

3) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan hanya diperoleh

dengan memegang rokok. Misalnya perokok hanya lebih senang

berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jari sebelum

ia menyalahkan dengan api atau menghisapnya.

b. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif. Banyak orang

merokok untuk mengurangi perasaan negatif dalam dirinya. Misalnya,

merokok bila marah, gelisah, merokok disaat perasaan tidak enak akan

membuat perasaan mereka lebih nyaman.

c. Perilaku merokok yang adiktif. Perokok yang sudah kecanduan akan

menambah dosis rokok yang digunakannya sedikit demi sedikit,

terutama ketika efek dari rokok yang dihisapnya mulai berkurang. Hal

ini dilakukan hingga individu mendapatkan efek ketenangan

sepertiyang diharapkan.

d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Perokok disini

menggunakan rokok bukan karena untuk mengendalikan perasaan


mereka, melainkan karena sudah menjadi kebiasaan atau rutinitas

individu.

Menurut Smet dalam Noviyeni (2019), tipe - tipe perokok

berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap digolongkan menjadi tiga tipe,

yaitu:

a. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.

b. Perokok sedang yang menghisap 5 -14 batang rokok dalam sehari.

c. Perokok ringan menghisap 1 - 4 batang rokok dalam sehari.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Remaja Merokok

Saktyowati dalam Wijayati (2014), mengatakan bahwa usia paling

rawan seseorang untuk memulai merokok adalah usia remaja (10-19

tahun). Hal itu disebabkan usia remaja merupakan peralihan dari anak-

anak menuju dewasa. Pada masa remaja, umumnya remaja suka mencoba-

coba hal yang baru, meskipun belum tahu akibatnya. Adapun hal-hal yang

dapat menyabakan seseorang merokok adalah sebagai berikut :

a. Pengaruh orang tua

Mulyadi dalam Wijayati (2014), menyatakan hal yang paling kuat

pengaruhnya adalah jika orang tua sendiri menjadi contoh, yaitu sebagai

perokok berat maka anak-anaknya sangat memungkinkan untuk

mencontohnya. Remaja akan lebih cepat berperilaku sebagai perokok

jika ibu atau ayah sebagai perokok berat karena orang tua merupakan

cerminan bagi anaknya. Apabila orang tua memberikan contoh yang

buruk, maka anak juga akan mencontoh hal tersebut.


Saktyowati dalam Wijayati (2014), mengatakan salah satu

temuannya tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang

berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak

begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik

yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak

muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Perilaku

merokok lebih banyak di dapati pada mereka yang tinggal dengan satu

orang tua (single parent).

b. Pengaruh interaksi teman sebaya

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja

merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah

perokok juga dan demikian sebaliknya. Berdasarkan fakta tersebut ada

dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh

teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi

oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi

perokok.Remaja perokok mempunyai sekurang-kurangnya satu atau

lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok

Saktyowati dalam Wijayati (2014).

c. Faktor kepribadian

Saktyowati dalam Wijayati (2014), mengatakan orang mencoba

untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari

rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Merokok

juga memberi image bahwa merokok dapat menunjukkan kejantanan


(kebanggaan diri) dan menunjukkan kedewasaan. Individu juga merokok

dengan alasan sebagai menghilangkan stress. Remaja mulai merokok

berkaitan dengan adanya krisis psikososial yang dialami pada

perkembangannya yaitu pada masa ketika mereka sedang mencari jati

dirinya.

d. Pengaruh iklan

Melihat iklan di media masa yang menampilkan gambaran bahwa

perokok adalah lambang kejantanan atau glamour (kemewahan),

membuat remaja sering terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang

ada di dalam iklan tersebut. Penelitian WHO juga menyebutkan bahwa

iklan rokok secara tidak langsung mendorong para remaja untuk

bereksperimen dengan tembakau dan mencoba rokok. WHO juga

menyatakan sudah terbukti bahwa larangan menyeluruh terhadap iklan

produk tembakau mengurangi konsumsi tembakau (Wijayati, 2014).

Iklan merupakan suatu media untuk menyampaikan informasi

kepada masyarakat terhadap suatu produk dan iklan memiliki fungsi

untuk menyampaikan informasi, membujuk, atau untuk mengingatkan

masyarakat terhadap produk rokok dengan melihat iklan yang ada di

televisi dan media massa, remaja mulai mengenal dan mencoba untuk

merokok karena gencarnya iklan rokok yang beredar di masyarakat,

ditambah dengan adanya image yang dibentuk oleh iklan rokok sehingga

terlihat seakan orang yang merokok adalah orang yang sukses dan

tangguh yang dapat melalui rintangan apapun. Iklan, promosi, ataupun


sponsor merupakan kegiatan yang dilakukan oleh para produsen rokok

untuk mempermudah produsen rokok dalam mempengaruhi remaja dan

anak-anak. Pengaruh iklan sangat mempengaruhi dalam kehidupan

remaja. Terkadang remaja yang menjadi perokok pemula tersebut akibat

melihat iklan rokok di lingkungan mereka, karena remaja belum

mengerti benar mengenai bahaya yang disebabkan oleh rokok ataupun

penyakit yang dapat timbul karena rokok, sehingga orang tua dapat

memberi pemahaman terhadap anak-anaknya tentang merokok

(Wijayati, 2014).

6. Kandungan Rokok

Menurut Surodjo & Langi (2013), rokok memiliki beberapa

kandungan zat yang berbahaya, diantaranya yaitu :

a. Akrolein adalah zat berbentuk cair yang tidak berwarna dan diperoleh

dengan mengambil cairan dari gliseril atau mengeringkannya. Zat ini

berbahaya bagi kulit, mata, dan pernafasan. Zat ini merupakan

penyebab terbesar terjadinya kanker paru-paru pada perokok karena

sifatnya yang menghambat metabolisme tubuh ketika terhisap.

b. Tara dalah hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-

paru. Tar dan asap rokok merangsang jalan nafas, tertimbun di saluran

tersebut sehingga menyebabkan batuk-batuk dan sesak nafas, tar yang

menempel di jalan nafas dapat menyebabkan kanker jalan nafas, lidah,

atau bibir
c. Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran

darah. Zat ini bersifat karsinogen dan mampu memicu kanker paru-

paru yang mematikan. Kandungan nikotin dalam asap rokok antara 0,5

- 3 mg, dan semuanya diserap sehingga didalam cairan darah atau

plasma antara 40-50 mg/ml. Nikotin merangsang bangkitnya hormon

adrenalin yang menyebabkan jantung berdebar-debar, meningkatkan

tekanan darah serta kadar kolesterol dalam darah yang berhubungan

erat dengan terjadinya serangan jantung

d. Gas CO (karbon monoksida) juga berpengaruh negatif terhadap jalan

nafas dari pembuluh darah. Karbon monoksida lebih mudah terikat

pada hemoglobin daripada oksigen. Oleh sebab itu, darah yang

mengandung kadar karbon monoksida akan mengurangi daya

angkutnya terhadap oksigen dan seseorang dapat meninggal karena

keracunan karbon monoksida. Pada orang yang tidak merokok tetapi

menghisap asap rokok (perokok pasif) tidak akan sampai terjadi

keracunan karbon monoksida, namun pengaruh karbon monoksida

yang dihirupnya sedikit demi sedikit akan berpengaruh negatif pada

jalan nafas dan pembuluh darah. Pada sebuah penelitian menunjukkan

bobot karbon monoksida yang diencerkan mencapai 30.000 ppm, lebih

dari 4 kali lipat kandungan karbon monoksida pada asap knalpot mobil.

e. Amonia yaitu gas tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan

hidrogen. Memiliki bau yang sangat tajam dan merangsang. Begitu

kerasnya racun yang ada pada amonia sehingga jika masuk sedikit ke
dalam peredaran darah, akan mengakibatkan seseorang pingsan atau

koma.

f. Asid formik yaitu cairan tidak berwarna yang berbau tajam dan bisa

bergerak bebas serta menyebabkan lepuh.

g. Hidrogen sianida (HCN)yaitu gas tidak berwarna, tidak berbau dan

tidak berasa. Zat ini yang merupakan zat paling ringan, mudah

terbakar, serta sangat efisien untuk menghalangi pernafasan dan

merusak saluran pernafasan. Sianida juga merupakan suatu zat yang

mengandung racunyang sangat berbahaya yang dapat menimbulkan

kematian.

h. Nitro oksida yaitu gas tidak berwarna dan jika dihisap bisa

menyebabkan hilangnya keseimbangan dan menimbulkan rasa sakit.

Zat ini awalnya digunakan untuk membius saat operasi.

i. Formaldehid yaitu gas tidak berwarna dan berbau tajam yang

digunakan sebagai pembasmi hama serta pengawet mayat.

j. Fenol yaitu zat yang terdiri dari campuran kristal dan distilasi zat-zat

organik, misalnya kayu dan arang. Fenol bisa terikat didalam protein

dan menghalangi kerja enzim.

k. Asetol yaitu zat yang merupakan hasil dari pemanasan aldehid yang

menguap dengan alkohol.

l. Hidrogen sulfide yaitugas yang tidak berwarna, memiliki bau tajam,

sangan beracun, mudah terbakar dan bersifat korosif. Zat ini dapat

meracuni beberapa sistem didalam tubuh.


m. Peridina yaitu cairan tidak berwarna dan berbau tajam yang mampu

mengubah alcohol menjadi pelarut dan pembunuh hama.

n. Metal klorida yaitucampuran zat bervalensia satu dengan unsur utama

hydrogen dan karbon. Zat ini beracun dan uapnya bersifat sama dengan

pembius.

o. Methanol yaitu cairan ringan yang mudah menguap dan terbakar. Jika

diminum dan dihisap akan menyebabkan kebutaan dan kematian.

7. Dampak Perilaku Merokok

Menurut Atkinson dalam Wijayati (2014), bahaya merokok bagi

pelajar yang paling ditakutkan adalah dalam hal kesehatan jasmani.Rokok

mengandung lebih dari 4000 zat kimia beracun yang dapat mengakibatkan

berbagai macam penyakit, seperti kanker, gangguan pernafasan kronis,

stroke, penyakit jantung, gangguan fungsi seksual, bronchitis, batuk dan

masih banyak lagi penyakit yang diakibatkan karena merokok.

Efek penyakit yang ditimbulkan oleh perokok aktif memang tidak

langsung dirasakan pada saat itu juga, tetapi biasanya penyakit akibat

merokok dirasakan ketika sudah dewasa atau tua. Wanita yang merokok

kemungkinan besar akan mengalami keguguran bahkan melahirkan bayi

cacat. Selain dari segi kesehatan, terdapat dampak merokok terhadap

norma sosial dan kejiwaan seorang perokok. Pelajar yang merokok bisa

saja dijauhi oleh banyak teman karena kebiasaan buruknya ini. Peristiwa

seperti ini tentu akan mempengaruhi kejiwaan seorang pelajar. Ia bisa saja

menjadi tidak percaya diri, merasa dikucilkan atau malah akan menjadi
pemarah dan pemberontak. Seorang perokok juga mempunyai masalah

pada keuangan mereka dengan adanya kebiasaan remaja yang merokok,

banyak hal yang dapat dilakukan oleh remaja untuk mendapatkan uang

agar tetap bisa merokok. Salah satu diantaranya adalah membohongi orang

tua untuk mendapatkan uang dengan berbagai alasan kebutuhan sekolah

(Wijayati, 2014).

C. Interaksi Teman Sebaya

1. Pengertian Interaksi Teman Sebaya

Para ahli psikolog sosial seperti Forsyth dalam Regina et al. (2015),

menyebutkan Interaksi adalah kegiatan yang saling mempengaruhi diantara

anggota kelompok. Sementara menurut Bonner dalam Regina et al. (2015),

mendefinisikan interaksi sosial sebagai suatu hubungan antara dua orang

atau lebih, sehingga kelakuan individu yang satu mempengaruhi,

mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, dan sebaliknya.

Haditomo dalam Jumiyanti et al. (2015) mengartikan teman sebaya

adalah teman setingkat dalam perkembangan, tetapi tidak perlu

samausianya, yaitu sekumpulan orang yang memiliki keadaan atau tingkat

perkembangan yang setingkat dengan usia tidak harus sama.

Menurut Ali dalam Amin et al. (2016), teman sebaya memegang

peranan penting dalam kehidupan remaja. Remaja sangat ingin diterima

dan dipandang sebagai anggota kelompok teman sebaya, baik di sekolah


maupun di luar sekolah. Oleh karenanya, mereka cenderung bertingkah

laku seperti tingkah laku kelompok sebayanya.

Menurut Santrock dalam Wijayati (2014), teman adalah tempat

memperoleh informasi yang tidak terdapat didalam keluarga, tempat

menambah kemampuan dan tempat kedua setelah keluarga yang

mengarahkan dirinya menuju perilaku yang baik serta memberikan

masukan koreksi terhadap kekurangan yang dimilikinya, tentu saja akan

membawa dampak positif bagi remaja yang bersangkutan. Remaja memilki

kecenderungan bahwa teman sebaya adalah tempat untuk belajar bebas dari

orang dewasa, belajar menyesuaikan diri dengan standar kelompok, belajar

berbagi rasa, bersikap sportif, belajar, bekerjasama, menerima dan

melaksanakan tanggung jawab.

Interaksi teman sebaya adalah proses timbal balik antara individu

dengan kelompok sosialnya yang seusia, yang di dalamnya mencakup

adanya keterbukaan dalam kelompok, kerjasama dalam kelompok dan

frekuensi hubungan individu dengan kelompok, yang mana interaksi teman

sebaya tersebut dapat mengajarkan kepada anak tentang cara bergaul di

lingkungan baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat

(Regina et al., 2015).

2. Ciri-Ciri Teman Sebaya

Teman sebaya mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakan

dengan jenis kelompok lain. Ciri-ciri dari teman sebaya menurut Santosa

dalam Amin et al. (2016) yaitu :


a. Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas

b. Bersifat sementara

c. Teman sebaya mengajarkan individu tentang kebudayaan luas

d. Anggotanya adalah individu yang sebaya

3. Peran Teman Sebaya

Yusuf dalam Amin et al. (2016), mengemukakan peranan teman

sebaya bagi remaja adalah memberikan kesempatan bagi remaja untuk ;

a. Belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain

b. Belajar mengontrol tingkah laku sosial

c. Belajar mengembangkan ketrampilan, dan minat yang relevandengan

usianya

d. Belajar saling bertukar perasaan dan masalah.

4. Fungsi Teman Sebaya

Menurut Santoso dalam Amin et al. (2016), mengatakan bahwa ada

enam fungsi pertemanan yaitu :

a. Mengajarkan kebudayaaan

b. Mengajarkan mobilitas sosial

c. Membantu peranan sosial yang baru

d. Kelompok sebaya sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru

bahkan untuk masyarakat

e. Kelompok sebaya individu dapatmencapai kebebasan sendiri

f. Kelompok sebaya anak-anak mempunyai organisasi sosial yang baru.


5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Teman Sebaya

Monk's & Blair dalam Wijayanti (2016), ada beberapa faktor yang

cenderung menimbulkan munculnya interaksi teman sebaya pada remaja,

yaitu:

a. Umur, konformitas semakin besar dengan bertambahnya usia, terutama

terjadi pada usia 15 tahun atau belasan tahun.

b. Keadaan sekeliling, kepekaan pengaruh dari teman sebaya lebih besar

dari pada perempuan.

c. Kepribadian ekstrovet, anak-anak yang tergolong ekstrovet lebih

cenderung mempunyai interaksi dengan teman lebih banyak dari pada

anak introvet.

d. Jenis kelamin, kecenderungan laki-laki untuk berinteraksi dengan

teman lebih besar dari pada anak perempuan.

e. Besarnya kelompok, pengaruh kelompok menjadi semakin besar bila

besarnya kelompok bertambah.

f. Keinginan untuk mempunyai status, adanya suatu dorongan untuk

memiliki status, kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya interaksi

diantara teman sebayanya. Individu akan menemukan kekuatan dalam

mempertahankan dirinya di dalam perebutan tempat dari dunia orang

dewasa.

g. Interaksi orang tua, suasana rumah yang tidak menyenangkan dan

adanya tekanan dari orang tua mejadi dorongan indivudu dalam

berinteraksi dengan teman sebayanya.


h. Pendidikan, pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam

interaksi teman sebaya karena orang yang berpendidikan tinggi

mempunyai wawasan dan pengetahuan luas yang akan mendukung

dalam pergaulannya.

Menurut Mappiare dalam Murisal (2012), faktor-faktor yang

mempengaruhi kelompok teman sebaya adalah:

a. Penampilan dan perbuatan, meliputi : tampang yang baik, atau paling

tidak rapi serta aktif dalam urusan kelompok.

b. Kemampuan fikir, meliputi : mempunyai inisiatif, banyak memikirkan

kepentingan kelompok dan mengemukakan pikiran.

c. Sikap, sifat dan perasaan, meliputi : bersikap sopan, memperhatikan

orang lain, penyabar atau dapat menahan jika berada dalam keadaan

yang tidak menyenangkan, suka menyumbangkan pengetahuan pada

orang lain terutama anggota kelompok.

d. Pribadi, meliputi: jujur dan dapat dipercaya, bertanggung jawab dan

suka menjalankan pekerjaan, mentaati peraturan-peraturan kelompok,

mampu menyesuaikan diri secara tepat dalam berbagai situasi dan

pergaulan sosial.

e. Pemurah, suka bekerja sama dan membantu anggota kelompok.

6. Aspek-Aspek Kelompok Teman Sebaya

Adapun aspek-aspek kelompok teman sebaya menurut Santosa

dalam Murisal (2012), yaitu:


a. Adanya perkembangan proses sosialisasi. Individu mencari kelompok

yang sesuai dengan keinginan, bisa saling berinteraksi satu sama lain

dan merasa diterima dalam kelompok.

b. Kebutuhan untuk menerima penghargaan. Secara psikologis, individu

butuh penghargaan dari orang lain agar mendapat kepuasan dari apa

yang telah dicapai. Individu bergabung dengan teman sebaya yang

mempunyai kebutuhan psikologis yang sama yaitu ingin dihargai.

c. Perlu perhatian dari orang lain. Seseorang perlu perhatian dari orang

lain terutama yang merasa senasib. Hal tersebut dapat ditemui dalam

kelompok sebaya, ketika individu merasa sama dengan lainnya,

individu tidak merasakan perbedaan status. Perhatian yang dibutuhkan

individu dapat ditemui dalam kelompok sebaya.

d. Ingin menemukan dunianya. Kelompok sebaya remaja dapat

menemukan dunia yang berbeda dengan dunia orang dewasa,

mempunyai persamaan disegala bidang. Misalnya, pembicaraan tentang

hobi dan hal menarik lainya.


BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI


OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan

antarvariabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti)

(Nursalam, 2015).
Faktor yang cenderung menimbulkan
munculnya interaksi teman sebaya pada
remaja :
Umur
Keadaan sekeliling
Kepribadian ekstrovet
Jenis kelamin
Besarnya kelompok
Keinginan untuk mempunyai status
Interaksi orang tua
Pendidikan

Faktor yang mempengaruhi Remaja


perilaku merokok :
Pengaruh orang tua
Prilaku Merokok
Tipe perokok Padabanyaknya
berdasarkan
2. Faktor interaksi teman sebaya
Pengaruh interaksi teman s Remaja
rokok yang dihisap yaitu :
Faktor kepribadian Perokok berat
Pengaruh iklan Perokok sedang
Perokok ringan

Sumber : Saktyowati dalam Wijayati (2014), Monk's & Blair dalam Wijayanti (2016), Smet dalam
Noviyeni (2019).
Keterangan :

= diteliti = alur pikir

= tidak diteliti = berhubungan

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Hubungan Interaksi Teman Sebaya Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja
Putra Di SMP Negeri Kecamatan Dawan
Kabupaten Klungkung

B. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian. Menurut La Biondo-Wood & Haber dalam Nursalam

(2015), hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antar dua

atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam

penelitian. Adapun hipotesis dalam penelitian ini antara lain :

1. H0 ditolak : tidak terdapat hubungan antara interaksi teman sebaya dengan

prilaku merokok pada remaja putra di SMP Negeri Kecamatan Dawan

Kabupaten Klungkung..

2. Ha diterima : terdapat hubungan antara interaksi teman sebaya dengan

prilaku merokok pada remaja putra di SMP Negeri Kecamatan Dawan

Kabupaten Klungkung.
C. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel adalah uraian tentang batasan variabel

yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoadmojo, 2018).

Tabel 3.1
Definisi Operasional Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya dengan Perilaku
Merokok Pada Remaja Putra
Kategori hasil Skala
Variabel Definisi Operasional Alat ukur
pengukuran ukur
Variabel bebas : Hubungan individu dengan kuesioner 1. Terpengaruh : Ordinal
Interaksi teman kelompok sosialnya dengan bila skor ≥ 4
sebaya tingkat usia relatif sama yang 2. Tidak
saling mempengaruhi satu terpengaruh :
sama lainnya. bila skor < 4

Variabel terikat : Tindakan yang dilakukan kuesioner 1. Tinggi : > 69 Ordinal


Perilaku merokok seseorang berupa menyalakan 2. Sedang : 46 - 69
api pada rokok yang kemudian 3. Rendah : <46
dihisap untuk mendapatkan
efek dari zat yang ada pada
rokok tersebut yang dilakukan
tiap hari atau kadang-kadang
dengan minimal 1 batang per
hari.

Anda mungkin juga menyukai