Anda di halaman 1dari 28

PAPER NAMA : Arvind a/l Chelvaray

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100463


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

PAPER

EKTOPIA LENTIS

Disusun oleh:

Arvind a/l Chelvaray


130100463

Pembimbing:
Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha, yang telah
memberikan berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis M.Ked(Oph), Sp.M(K)
selaku supervisor yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah
ini.
Makalah ini berjudul “Ektopia Lentis” dimana tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk memberikan informasi mengenai berbagai hal yang
berhubungan dengan Astigmstisma. Dengan demikian diharapkan makalah ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam proses pembelajaran serta
diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem pelayanan kesehatan secara
optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan
yang bersifat membangun dan saran – saran yang akhirnya dapat memberikan
manfaat bagi makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 12 Juni 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
1.3. Manfaat 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Anatomi Lensa 3
2.2. Ektopia Lentis 6
2.2.1. Definisi 6
2.2.2. Epidemiologi 6
2.2.3. Etiologi 7
2.2.4. Klasifikasi 7
2.2.5. Manifestasi Klinis 7
2.2.6. Patofisiologi 8
2.2.7. Diagnosis 9
2.2.8. Diagnosis Banding 12
2.2.9. Penatalaksanaan 12
2.2.10.Komplikasi 13
2.2.11.Prognosis 13
BAB 3 KESIMPULAN 14
DAFTAR PUSTAKA 15

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Mata 3


Gambar 2 Anatomi Lensa 4
Gambar 3 Gambaran Ektopia Lentis 5
Gambar 4 Ektopia lentis et pupillae temporal 7
Gambar 5 Ektopia lentis pada sindrom marfan 9
Gambar 6 Dislokasi lensa supratemporal pada Sindrom Marfan 16
Gambar 7 Gambaran Pasien Homosystinuria 17
Gambar 8 Gambaran Microspherophakia dan dislokasi lensa rendah 18

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lensa mata merupakan struktur globuler yang transparan, terletak di


belakang iris, di depan badan kaca. Lensa berbentuk lengkung cakram, tidak
mengandung pembuluh darah, dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm.
Komponennya terdiri dari 65% air dan 35% protein. Lensa diliputi oleh kapsula
lentis yang bekerja sebagai membran semi permeabel yang melarutkan air dan
elektrolit untuk makanannya. Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks yang
terdiri dari lamel-lamel yang panjang dan konsentris. Secara fisiologik lensa
mempunyai sifat tertentu, yaitu kenyal atau lentur karena memegang peranan
terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, dan jernih (transparan)
karena diperlukan sebagai media penglihatan yang berfungsi memfokuskan berkas
cahaya ke retina.1,2
Kondisi lensa mata yang mengalami kesalahan letak disebut ektopia lentis.
Ektopia lentis adalah suatu kondisi lensa mata yang mengalami kesalahan letak
karena zonula Zinni melemah atau rusak. Zonula Zinni merupakan ratusan string
seperti serat yang memegang lensa yang tersuspensi dalam posisi dan
memungkinkan untuk berubah bentuk untuk penglihatan dekat atau jauh. Lensa
mengalami dislokasi dan berada sepenuhnya di luar tempat lensa, di ruang depan,
bebas mengambang di vitreous atau langsung pada retina. Kelemahan zonula
Zinni menyebabkan pergeseran lensa. Lensa menjadi lebih bundar dan mata
menjadi lebih miopik.1,2
Berryat melaporkan kasus pertama dislokasi lensa pada tahun 1749 dan
kemudian Stellwag menciptakan istilah ektopia lentis pada tahun 1856
(menggambarkan pasien dengan dislokasi lensa bawaan). Ektopia lentis adalah
kondisi yang langka. Angka insiden dalam populasi umum di Indonesia dan Asia
belum diketahui. Penyebab paling umum dari ektopia lentis adalah trauma, yang
menyumbang hampir setengah dari semua kasus dislokasi lensa. Ektopia lentis

1
dapat menyebabkan gangguan visual ditandai, yang bervariasi dengan tingkat
perpindahan lensa dan etiologi kelainan. Laki – laki tampaknya lebih rentan
terhadap trauma okular daripada perempuan, sehingga yang dominan pada ektopia
lentis adalah laki-laki. Frekuensi pria dan wanita bervariasi dengan etiologi
perpindahan lensa. Ektopia lentis dapat terjadi pada semua usia dan mungkin pada
saat lahir atau mungkin terjadi di akhir hidup seseorang.2.3

1.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah yang berjudul Penyakit Stargardt ini antara
lain:
1. Membahas mengenai definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi,
gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan dan
prognosis dari Ektopia Lentis.
2. Menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik senior di Departmen Ilmu
Penyakit Mata RS USU Medan.

1.3. Manfaat

Hasil makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah


wawasan baik bagi penulis maupun pembaca terkait dengan Ektopia Lentis, serta
dapat menjadi sumber referensi untuk makalah selanjutnya.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Lensa

Gambar 1 Anatomi Mata3


Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, nukleus dan korteks. Di belakang iris, lensa
ditahan di tempatnya oleh zonula zinni (ligamentum suspensorium lentis), yang
melekat pada ekuator lensa menghubungkannya dengan korpus siliaris. Zonula
zinni berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliaris. Zonula
zinni melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan
1,25 pada bagian posterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuos
sedangkan di sebelah posteriornya, vitreus. Lensa dan vitreus dipisahkan oleh
membrana hyaloidea.2
Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-
lamel panjang yang konsentris. Permukaan lensa pada bagian posterior lebih
cembung dari pada permukaan anterior. Pada saat baru lahir jarak ekuator lensa
sekitar 6,4 mm dan jarak anterioposterior 3,5 mm dan beratnya sekitar 90 mg.
Pada lensa dewasa jarak ekuator sekitar 9 mm dan jarak anteroposterior 5 mm dan
beratnya sekitar 255 mg. Lensa tidak mempunyai persarafan dan pembuluh darah.
Selama embriogenesis mendapatkan perdarahan dari pembuluh darah hyaloid dan
setelah itu secara total suplainya tergantung pada humor akuous dan vitreus.

3
Lensa terdiri dari tiga bagian yaitu kapsul elastis dan epitelium lensa yang terletak
pada permukaan anterior lensa, korteks dan nucleus.2,3
Gambar 2 Anatomi Lensa2
Kapsul lensa adalah membrana basalis yang elastis dan transparan tersusun
atas kolagen tipe IV yang dilapisi oleh sel epitel. Lapisan terluar dari kapsul lensa,
lamela zonuler, adalah bagian yang melekat pada serat zonula. Kapsul lensa lebih
tebal di bagian anterior dan posterior bagian preequator, lebih tipis di bagian
sentral polis posterior.2,3
Ketika serat baru diproduksi, serat tersebut akan memadat bersama dengan
serat yang terbentuk sebelumnya. Hal ini menyebabkan serat yang pertama
terbentuk akan berada di bagian sentral.2,3
Lensa memiliki mekanisme untuk mengatur keseimbangan air dan
elektrolit, yang berfungsi untuk mengatur transparansi lensa. Ketidakseimbangan
hidrasi seluler dapat menyebabkan opasifikasi. Lensa manusia mengandung
hampir 66% air dan 33% protein. Korteks lensa lebih terhidrasi dibandingkan
nukleus. Lensa juga memiliki mekanisme untuk mengubah fokus gambar dari
jauh menjadi dekat dan sebaliknya, disebut dengan akomodasi. Lensa akan
mengubah bentuk sesuai dengan muskulus siliaris. Sesuai dengan pertambahan
usia, maka lensa akan menjadi lebih rigid, dan terjadi perubahan kurvatura
anterior. Mekanisme perubahan bentuk lensa saat akomodasi terjadi pada
permukaan kapsul anterior di bagian sentral, yang lebih tipis dibandingkan dengan
permukaan perifer. Selain itu serat zonula bagian anterior berinsersio lebih dekat
dengan aksis visual dibandingkan dengan serat zonula posterior.2,3

4
2.2. Ektopia Lentis
2.2.1 Definisi
Ektopia lentis didefinisikan sebagai lepasnya atau malposisi dari lensa
kristalin mata dari posisi normalnya akibat zonula Zinii melemah atau rusak.1
Kondisi ini dapat juga dikatakan terjadinya dislokasi, subluksasi,
tersubluksasi, luksasi, atau terluksasi tergantung denga derajat lepasnya zonular.
Lensa mengalami dislokasi dan berada sepenuhnya di luar tempat lensa, di ruang
depan, bebas mengambang di vitreous atau langsung pada retina. Kelemahan
zonula Zinnii menyebabkan pergeseran lensa.4,5
Ektopia lentis dapat karena herediter atau didapat, dan trauma adalah
penyebab terbanyak dari ektopia lentis yang didapat. Ektopia lentis herediter
biasanya diasosiasikan dengan kondisi sistemik, termasuk sindrom Marfan,
sindrom Weil-

Marchesani, hiperlisinemia, dan defisiensi sulfat oksida.6

Gambar 3 Ektopia Lentis. Dislokasi lensa traumatik (katarak) [kiri], dislokasi ke


dalam vitreus sekunder akibat trauma [kanan]2

2.2.2 Epidemiologi
a. Frekuensi
Ektopia lentis merupakan kondisi yang jarang terjadi sehingga sulit sekali
mengumpulkan data insidensi penderitanya. Di Amerika, insidensi ektopia lentis
pada populasi umum tidak diketahui. Hal yang diketahui ialah bahwa penyebab

5
tersering ektopia lentis ialah trauma pada mata, yang menyumbang hampir
setengah kasus dislokasi lensa.2

b. Mortalitas/Morbiditas
Ektopia lentis dapat menyebabkan gangguan pengihatan yang bervariasi
derajat keparahannya bergantung pada disposisi lensa yang terjadi dan
abnormalitas penyebab yang mendasari.7
c. Seks
Laki-laki lebih berpeluang terkena trauma daripada perempuan sehingga
insidensi ektopia lentis pada laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.2,7
d. Usia
Ektopia lentis dapat terjadi pada semua umur. Disposisi lensa dapat terjadi
saat lahir atau saat onset tertentu dalam kehidupan.2

2.2.3 Etiologi
Ektopia lentis dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti
kondisi herediter atau didapat, dalam hal ini didapat karena disebabkan oleh
kejadian traumatika. Kebanyakan kasus ektopia lentis disebabkan oleh kejadian
traumatika. Etiologi ektopia lentis yang berbeda inilah yang menentukan
pengelompokan ektopia lentis.8,9
Saat trauma tumpul terjadi pada mata, ekspansi yang cepat dari mata pada
sebuah bidang ekuator dapat mengikuti kompresi yang terjadi. Ekspansi yang
cepat ini dapat merusak serat-serat zonula, menyebabkan dislokasi atau subluksasi
lensa. Lensa mungkin terdislokasi ke berbagai arah, termasuk ke arah posterior
yakni ke rongga vitrous atau ke arah posterior yakni ke bilik mata depan.7
Ektopia lentis herediter (bawaan) adalah kondisi okuler yang ditandai
dengan derajat tinggi dari kelainan refraksi, terutama ditemukannya kondisi
miopia dan astigmatisme. Hal ini akan mengalami kesulitan untuk
dikompensasikan, terutama bagi anak-anak, yang memiliki ambliopia ametropik.
Ektopia lentis herediter ini sendiri terbagi menjadi ektopia lentis herediter tanpa
manifestasi sistemik dan dengan manifestasi sistemik.7,8,9

6
Pada ektopia lentis herediter tanpa manifestasi sistemik atau juga dikenal
dengan ektopia lentis terisolasi terdapat kerusakan genetik pada kromosom 15,
sehingga ektopia lentis ini bersifat autosomal herediter. Terjadinya kerusakan
genetik pada kromosom 15 ini menyebabkan disfungsi zonular. Akan ditemukan
lensa terdisposisi ke arah superiotemporal.9
Kelainan ektopia lentis herediter lain adalah ektopia lentis et pupillae.
Pada kondisi ini terjadi dislokasi kedua lensa dan pupil, dengan arah yang
berlawanan. Kelainan ini biasanya terjadi bilateral tetapi asimetrik. Pupil
berbentuk ireguler, biasanya bercelah-celah. dan mengalami kesalahan letak dari
posisi normalnya. Dislokasi lensa dapat membuat pupil menjadi setengah
diameternya bahkan dapat menghilangkan diameter pupil sama sekali. Iris juga
akan ditemukan atropik dengan adanya efek pada iris. Abnormalitas okuler yang
berkaitan dengan ektopia lentis et pupillae termasuk miopia aksis, ablasio retina,
pembesaran diameter kornea, katarak, dan akan tampak proses iris yang terlihat
lebih prominen di sudut anterior terlihat dari gonioskopi.7,9
Dislokasi dari pupil sering diasosiasikan dengan penyakit mata yang
progresif tapi dapat juga ditemukan pada kelainan kongenital yang tidak progresif.
Istilah ektopia lentis et pupillae ditemukan pada publikasi ilmiah di Jerman pada
abad ke-20 yang menunjukkan adanya adanya autosomal resesif dengan kondisi
multipel meskipun tidak berpengaruh pada saudara kandung tetapi kondisi ini juga
sering ditemukan pada kerabat-kerabat keluarga. Kedua mata biasanya terkena,

namun kondisi ini dapat juga ditemukan unilateral. Pada dislokasi lensa dan pupil

7
ini atau dikenal dengan istilah ektopia lentis et pupillae akan didapatkan
ketajaman penglihatan yang tergantung pada konfigurasi dari dilokasi pupil dan
lensa.9
Gambar 4 Ektopia lentis et pupillae temporal9
Ektopia lentis herediter dengan manifestasi sistemik biasanya disertai
dengan adanya gangguan metabolisme sejak lahir (misalnya homosistinuria,
kelainan resesif dengan defek mental dan ciri skeletal. Lensa biasanya bergeser ke
bawah), sindrom tertentu (sindrom Marfan, kelainan dominan dengan
abnormalitas skeletal dan jantung dan resiko diseksi aneurisma aorta. Lensa
biasanya bergeser ke arah atas), Sindrom Weill-Marshecani, katarak hipermatur,
peradangan uvea, tumor intraokuler, tekanan bola mata yang tinggi seperti pada
buftalmus.5,7
Sindroma Marfan terjadinya mutasi pada gene fibrillin-1 (FBN 1) yang
mengakibatkan kelainan pada jaringan ikat. Beberapa mutasi titik yang
melibatkan gen fibrillin pada kromosom 15 dan 21 telah dilaporkan dan mungkin
berkaitan dengan serat zonular yang secara anatomis berkurang fungsionalnya.
Pada beberapa kondisi, mutasi dari gen ini dikenal juga dengan istilah
fibrilinopati. Fibrilinopati ini dapat terjadi dalam kondisi yang parah pada
neonatus (biasanya terjadi pada usia 2 tahun) hinggan ektopia lentis sederhana
yang tidak berhubungan dengan kelainan sistemik.9,10
Sindrom ini merupakan gangguan herediter dengan manifestasi pada mata,
otot, dan jantung dan merupakan penyebab herediter paling sering pada ektopia
lentis. Gangguan ini terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat keluarga
sebelumnya (sekitar 15% kasus).7
Sindrom ini diturunkan sebagai sifat autosomal dominan dengan
ekspresivitas bervariasi dan memiliki prevalensi sekitar 5 per 100.000. Ciri yang
menonjol dari sindrom Marfan adalah bertubuh tinggi, arachnodactyly,
kelemahan sendi, deformitas dinding dada, prolapsus katup mitral, dilatasi aorta,
miopia aksis, dan peningkatan kejadian ablasio retina. Sekitar 50-80% pasien
dengan sindroma Marfan mengalami ektopia lentis; dislokasi lensa terjadi pada

8
sekitar 75% pasien dengan
sindrom Marfan dan biasanya
bilateral, simetris, dan
superiotemporal.2, 8,9,10

Gambar 5 Ektopia lentis pada sindrom marfan11


Homosistinuria adalah penyebab paling umum kedua dari ektopia lentis
yang bersifat diturunkan. Homosistinuria adalah kelainan resesif yang diakibatkan
oleh kurangnya sistationin beta sintase. Serat-serat zonula mempunyai
konsenterasi yang tinggi dari sistin, defisiensi sistin dapat mengganggu
perkembangan normal zonula; serat-serat zonula yang mengalami defisiensi sistin
cenderung rapuh dan mudah rusak. Kekurangan integritas zonular sekunder akibat
defek enzimatik dianggap sebagai penyebab utama dari perpindahan lensa.2,7,9,11
Pada penderita homositinuria mengalami gangguan pada metabolisme
metionin ejak lahir. Level serum homosistin dan metionin meningkat pada
penderitanya. Penderita biasanya memiliki kulit yang terang dengan rambut kasar,
osteoporosis, retardasi mental (hampir 50%), gangguan kejang, habitus marfanoid,
dan sirkulasi yang buruk. Penderita dengan homosistinuria juga dapat mengalami
episode tromboembolik, dan setiap tindakan pembedahan dan pembiusan umum
pada penderita ini merupakan ancaman utama untuk terjadinya tromboembolisme.

9
Ektopia lentis dengan luksasi akan ditemukan dan biasanya bersifat bilateral,
simetris, dan inferonasal.9,10,11
Selain sindroma Marfan dan homosistinuria, ada pula sindroma Weil-
Marchesani yaitu kelianan bawaan pada jaringan ikat yang hingga saat ini belum
diketahui penyebabnya. Sindroma ini ditandai dengan malformasi skeletal
(misalnya, perawakan pendek, brachycephaly, mobilitas sendi terbatas,
penampilan otot yang berkembang dengan baik) dan kelainan okuler (misalnya,
ektopia lentis, mikrosferofakia, miopia lentikuler). Kelainan lentikuler yang
menonjol yaitu mikrosferofakia.1
Ektopia lentis juga dapat disebabkan oleh defisiensi sulfit oksidase yang
merupakan gangguan metabolisme sulfur yang bersifat autosomal resesif;
gangguan ini amat jarang terjadi. Selain ektopia lentis, manifestasi lain yang dapat
terjadi pada penderita ini adalah retardasi mental berat, kejang, dan kelainan
sistem saraf pusat yang berkembang dalam tahun pertama kehidupan.2
Beberapa kondisi ektopia lentis juga dapat terjadi pada ganguan mata
primer di bawah ini:
 Glaukoma kongenital/buphthalmos
 Sindrom pseudoeksfoliasi
 Sifilis/uveitis kronis
 Retinitis pigmentosa
 Megalokornea
 Katarak hipermatur
 Tumor intraokuler
 Miopia2
Beberapa penyakit di bawah ini merupakan penyakit sistemik yang kadang-
kadang bermanifestasikan ektopia lentis:
 Ehlers-Danlos
 Penyakit Crouzon
 Sindrom Refsum
 Sindrom Kniest

10
 Mandibulofacial dysostosis
 Sturge-Weber syndrome
 Sindrom Conradi
 Sindrom Pfaundler
 Sindrom Pierre Robin
 Sindrom Wildervanck
 Deformitas Sprengel2

2.2.4 Klasifikasi
Dislokasi lensa dapat diklasifasikan berdasarkan luksasi anterior dan
luksasi posterior. Bila zonula Zinnii putus sebagian maka lensa akan mengalami
subluksasi dan bila seluruh zonula Zinnii putus maka lensa akan mengalami
luksasi kedepan (luksasi anterior) atau luksasi ke belakang (luksasi
posterior).8,9,13,14
Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinni sehingga
lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien
menderita kelainan pada zonula Zinni yang rapuh seperti pada Sindrom Marfan.
Pada subluksasi kadang – kadang penderita tidak memberikan keluhan kecuali
keluhan myopia atau astigmat. Hal ini disebabkan karena zonula Zinni putus
sebagian maka lensa bebas mencembung. Selain itu dapat pula ditemukan
penurunan penglihatan diplopia, monokular dan iridodonesis (iris tremulans).
8,9,13,14

1. Luksasi Anterior
Trauma atau kelainan kongenital yang mengakibatkan seluruh zonula
putus disertai perpindahan letak lensa ke depan akan memberikan keluhan
penurunan tajam penglihatan yang mendadak. Akibat kedudukan lensa di dalam
bilik mata depan akan terjadi gangguan pengaliran humor akuous sehingga terjadi
serangan glaukoma kongestif. Pasien akan mengeluh rasa sakit yang sangat,

11
muntah, mata merah dengan blefarospasme. Pada pemeriksaan akan ditemukan
edema kelopak, injeksi siliar, edema kornea dengan pupil lebar disertai terlihatnya
lensa di dalam bilik mata depan.2,13,14,15

2. Luksasi Posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa
posterior akibat putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga
lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior
fundus okuli 4. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya
akibat lensa mengganggu lapangan pandang. Mata ini akan menunjukkan gejala
afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa + 10.0 D untuk jauh, bilik mata
depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada di polus posterior
dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik
ataupun uveitis fakotoksik.13,16

3. Subluksasi lensa
Akibat putusnya sebagian zonula Zinii, sehingga mengakibatkan lensa
berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien
menderita kelainan pada zonula Zinni yang rapuh seperti pada Sindrom Marfan.
Pada subluksasi kadang – kadang penderita tidak memberikan keluhan kecuali
keluhan myopia atau astigmat. Hal ini disebabkan karena zonula Zinni putus
sebagian maka lensa bebas mencembung. Selain itu dapat pula ditemukan
penurunan penglihatan diplopia, monokular dan iridodonesis (iris tremulans).16

2.2.5 Manifestasi Klinis


Secara umum gejala dan tanda yang dapat terjadi mengiringi ektopia lentis
adalah sebagai berikut:
Gejala
Mata merah, nyeri, perubahan penglihatan yang diinduksi oleh miopia,
astigmatisme (akibat dorongan atau rotasi lensa), dan sejumlah masalah refraksi,
diplopia monokuler.12

12
Tanda
• Disposisi sebagian atau keseluruhan lensa
• Fakodonesis dan iridodonesis
• Abnormalitas zonula
• Abnormalitas sudut bilik mata tergantung dari posisi lensa
• Prolapsus vitrous
Gejala utama dari ektopia lentis adalah penurunan ketajaman penglihatan
karena subluksasi progresif dari lensa yang dapat menyebabkan perubahan
refraksi dan astigmatisme. Fakia dan afakia intermiten disebabkan oleh perubahan
dari lensa yang tersubluksasi juga dapat terjadi. Sehingga, dapat ditemukan
astigmatisme parah dan kondisi afakia yang dapat menyebabkan terjadinya
ambliopia. Diplopia monokuler juga dapat terjadi. Berpindahnya lensa menuju
ruang anterior dapat menginduksi terjaadi glaukoma sudut tertutup akut dan
perpindahan menuju ruang vitreous dapat menyebabkan protein-induced uveitis,
traksi vitreoretinal, dan lepasnya retina (retinal detachment). Uveitis pada ektopia
lentis mungkin terjadi disebabkan oleh dua mekanisme yang berbeda iridosiklitis
dapat terjadi karena iritasi kontak antara badan silier dan iris. Uveitis jenis ini
terbilang akut, sementara, dan sering berulang, serta responsif terhadap steroid
topikal. Uveitis fakolitik dengan atau tanpa glaukoma sekunder dapat terjadi
karena dilokasi posterios yang dapat menyebabkan kapsula lensa rupture.12,16,17

2.2.6 Patofisiologi
Gangguan atau disfungsi dari serat zonular lensa, apapun penyebabnya
(baik trauma maupun kondisi yang diturunkan), adalah patofisiologi yang
mendasari terjadinya ektopia lentis. Tingkat kerusakan zonular menentukan
tingkat perpindahan lensa.2,15,19
Apabila zonula Zinii putus sebagian akibat suatu mekanisme traumatik,
maka lensa akan mengalami subluksasi dan apabila seluruh zonula Zinii putus
karena penyebab yang sama, maka lensa akan mengalami luksasi kedepan (luksasi
anterior) atau luksasi ke belakang (luksasi posterior).2,15,19

13
Selain oleh karena proses traumatik, subluksasi lensa dapat juga terjadi
secara spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula Zinn yang rapuh
seperti pada sindroma Marfan, sindroma Ehlers-Danlos, dan homosistinuria.16,17,19
Pada sindroma Marfan, terjadi abnormalitas fibrilin yang merupakan
komponen jaringan ikat dari zonula dimana abnormalitas tersebut diperantarai
oleh mutasi titik, melibatkan gen fibrillin pada kromosom 15 dan 21 membuat
serat zonular kehilangan fungsionalnya.2,4 Kehilangan fungsional ini dalam artian
bahwa Ikatan dengan zonula biasanya masih utuh tetapi pembentukannya
abnormal dan lemah.12 Hal inilah yang memacu terjadinya ektopia lentis
(subluksasi lensa).19,20
Pada penderita homosistinuria, terjadi defisiensi sistin pada serat-serat
zonula pada arah tertentu. Oleh karena serat-serat zonula diketahui mempunyai
konsenterasi sistin yang tinggi untuk menunjang perkembangannya, defisiensi
sistin dapat mengganggu perkembangan normal zonula; serat-serat zonula yang
mengalami defisiensi sistin cenderung rapuh dan mudah rusak.19,20

2.2.7 Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis akan didapatkan gangguan penglihatan yang biasanya
muncul meliputi:
 Mata merah yang terasa nyeri (sekunder akibat trauma)
 Penurunan ketajaman penglihatan jarak jauh (sekunder akibat
astigmatisme atau miopia)
 Visus jarak dekat yang buruk (kehilangan daya akomodasi)
 Diplopia monokuler
Tanyakan jika ada riwayat trauma mata. Cari riwayat yang rinci mengenai
penyakit sistemik yang mungkin berhubungan.
 Penyakit jantung (misalnya, sindroma Marfan)
 Gangguan skeletal seperti sindrom Marfan, sindrom Weil-Marchesani,
atau homosistinuria

14
 Riwayat keluarga yang bersangkutan, kerabat, retardasi mental, atau
kematian yang tidak dapat dijelaskan pada usia muda (misalnya, kondisi
autosomal resesif, termasuk homosistinuria, hiperlisinemia, ektopia lentis
et pupillae, atau defisiensi sulfit oksidase)19,20
Pemeriksaan Fisik
Oleh karena keterkaitan adanya gangguan sistemik yang berkaitan dengan
ektopia lentis, maka seorang dokter harus melakukan pemeriksaan fisik secara
komprehensif pada penderita apalagi dalam kondisi dimana etiologi yang
mendasari belum ditentukan. Pemeriksaan mata sebaiknya mencakup pemeriksaan
berikut:
Visus
 Ektopia lentis berpotensi menurunkan visus.
 Ketajaman visus bervariasi sesuai dengan derajat malposisi lensa.
 Ambliopia adalah penyebab umum dari visus yang menurun pada ektopia
lentis kongenital dan dapat dicegah serta diobati.13,19
Pemeriksaan Okular Eksternal
 Perhatian terhadap anatomi orbita penting untuk mengevaluasi malformasi
herediter (misalnya, enoftalmos dengan penampilan wajah miopati yang
terlihat pada pasien dengan sindrom Marfan).
 Mengukur diameter kornea (adanya megalokornea dikaitkan dengan
sindrom Marfan).
 Strabismus tidak jarang terjadi (sekunder akibat ambliopia).2,13,19

Retinoskopi dan Refraksi


 Pemeriksaan retinoskopi dan refraksi yang hati-hati merupakan hal yang
penting, karena sering ditemukannya miopia dengan astigmatisme pada
pemeriksaan ini.
 Keratometri dapat membantu memastikan derajat astigmatisme
kornea.2,13,19

Pemeriksaan dengan Slit Lamp


 Mengevaluasi posisi lensa, dan mengidentifikasi fakodonesis atau katarak.

15
 Mengukur tekanan intraokular. Peningkatan tekanan intraokuler dapat
mengindikasikan adanya glaukoma sekunder. Penyebab glaukoma pada
ektopia lentis meliputi blok pupil, fakoanafilaktik dan fakolitik, resesi
sudut pasca trauma, kurang berkembangnya struktur sudut, dan lensa
berada dalam ruang anterior.2,13,19

Pemeriksaan fundus
 Ablasio retina merupakan salah satu konsekuensi serius dari dislokasi
lensa.13,19
Pemeriksaan laboratoris
Lakukan evaluasi diagnostik dan laboratoris yang sesuai jika dicurigai
adanya suatu kondisi herediter (misalnya, evaluasi jantung untuk sindrom Marfan,
pemeriksaan kadar homosistin atau metionin serum dan urin untuk
homosistinuria).8
Pemeriksaan Radiologis
Echografi: Pengukuran panjang aksial mungkin bermanfaat (pasien
dengan sindrom Marfan memiliki bola mata yang berukuran besar).8

2.2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding ektopia lentis didasarkan pada beberapa gangguan yang
dapat menimbulkan manifestasi disposisi dari lensa, di antaranya:
1. Sindrom Marfan

16
Sindrom Marfan merupakan penyakit sistemik paling sering dikaitkan
dengan ektopia lentis. Sindrom ini ditranmisikan sebagai sifat dominan autosomal
dengan ekspresi variabel dan memiliki prevalensi sekitar 5 per 100.000 pasien
Sindrom Marfan. Mutasi poin yang melibatkan gen pada kromosom 15 fibrillin
dan 21 telah dijelaskan dan mungkin berhubungan dengan serat kompeten
zonular. Gejala yang menonjol dari sindrom Marfan termasuk perawakannya
tinggi, arachnodactyly, kelemahan sendi, prolaps katup mitral, dilatasi aorta,
miopia aksial, dan peningkatan kejadian ablasio retina. Ektopia Lentis terjadi pada
sekitar 75% pasien dengan sindrom Marfan dan biasanya bilateral, simetris, dan
supertemporal.13
Gambar 6 Dislokasi lensa supratemporal dengan serat zonular terpasang pada
mata kanan seorang pasien dengan sindrom Marfan.13

2. Homocystinuria

Homocystinuria adalah penyebab paling umum kedua yang menyebabkan


ektopia lentis herediter. Homocystinuria terjadi dalam 1 per 100,000 orang.
Homocystinuria merupakan defek metabolisme bawaan yang paling sering

17
disebabkan oleh tidak adanya enzim cystathionine b-synthetase (enzim yang
mengubah homosistein untuk cystathionine). Pasien biasanya memiliki kulit yang
cerah dengan rambut kasar, osteoporosis, retardasi mental (hampir 50% pasien),
gangguan kejang, marfanoid habitus, dan sirkulasi yang buruk. Fenomena
Thromboembolic merupakan ancaman utama bagi kelangsungan hidup, terutama
setelah anestesi umum. Luxation lensa biasanya bilateral, simetris, dan
inferonasal, dan wujud di hampir 90% dari pasien. Integritas kerusakan zonular
sekunder karena tidak adanya enzim sebagai penyebab utama dari perpindahan
lensa. Diagnosis ditegakan dengan deteksi disulfida dan homosistein dalam urin

pasien.13
Gambar 7 Menunjukan pasien Homosystinuria dengan dislokasi lensa ke
anterior13

3. Sindrom Weill-Marchesani
Sindrom Weil-Marchesani adalah sindrom langka yang ditandai dengan
kelainan tulang (misalnya, perawakan pendek, brachycephaly, mobilitas sendi
yang terbatas, penampilan otot berkembang dengan baik) dan kelainan okular
(misalnya, ectopia lentis, microspherophakia, lenticular miopia). Pola pewarisan
belum dipahami dengan baik. Microspherophakia adalah fitur yang paling
menonjol dari sindrom ini. Insiden tinggi subluksasi lensa terjadi inferior, sering

18
berkembang untuk menyelesaikan dislokasi. Glaukoma pupil adalah umum, oleh
karena itu iridotomies sinar laser profilaksis perifer dianjurkan.14
Gambar 8 Menunjukkan Microspherophakia dan dislokasi lensa rendah pada
pasien dengan sindrom Weil-Marchesani.14

2.2.9 Penatalaksanaan
Manajemen multidisiplin yang melibatkan ahli penyakit dalam dan anak
sangatlah penting pada penderita ektopia lentis dengan penyakit sistemik.
Penanganan ektopia lentis dengan penyakit sistemik berdasarkan penyakit yang
menyertai. Seperti pembatasan diet yang mungkin akan efektif pada pasien
dengan homosistinuria. Pada sindrom Marfan dilakukan perbaikan dari aneurisma
aorta terdiseksi. Jika ada kondisi herediter, konseling genetik serta semua kerabat
dengan risiko yang berpotensi juga harus diperiksa.21
Beberapa penangangan dasar yang penting dalam penanganan ektopia
lentis adalah:
 Penglihatan kabur yang disebabkan oleh dislokasi lensa dapat dikoreksi
dengan kacamata atau lensa kontak
 Penggunaan kacamata afakik (pemrefraksi di sekitar lensa),
dikombinasikan dengan sulfas atropin 1% OD untuk melebarkan pupil,
langkah ini diambil sebagai cara alternatif
 Pada kasus-kasus yang berat, lensa mungkin perlu dilakukan pelepasan.
Semua cara ini harus dilakukan untuk menghindari pembedahan hingga
ada cara yang lebih baik untuk mendapatkan penglihatan yang adekuat
karena ditakutkannya komplikasi dari pembedahan. Artificial lense dapat
digunakan setelah tindakan.21
Manajemen pembedahan pada ektopia lentis adalah salah satu tantangan
yang berat bagi para dokter-dokter bedah mata. Dimulai dari evaluasi klinis
hingga ke pendekatan pembedahan, pasien ektopia lentis dibutuhkan pemeriksaan
tambahan untuk menentukan metodologi tambahan teknik, dan peralatan
pembedahan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Perbaikan secara terus-
menerus dari teknik pembedahan dan peralatan prostetik yang akan membantu

19
meningkatkan kualitas dari pembedahan yang telah dilakukan selain itu mencegah
terjadinya komplikasi lebih lanjut.11,21

2.2.10 Komplikasi
Komplikasi okular yang paling umum dari ektopia lentis adalah glaukoma
ambliopia, uveitis, dan ablasio retina, pengobatan yang tepat untuk kondisi
spesifik tersebut harus dilakukan.20
Pada luksasi anterior, lensa mendorong iris atau memasuki bilik mata
depan. Keadaan ini dapat menyebabkan glaukoma, uveitis, ataupun kerusakan
pada kornea. Uveitis (peradangan pada mata/uvea) menyebabkan konstriksi pupil
(miosis) dan memenjarakan lensa di bilik mata depan, menyebabkan obstruksi
aliran akuos humor dan akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler;
memacu terjadinya glaukoma sekunder (sudut tertutup). Pilihan non-bedah seperti
penggunaan miotik/siklopglegik untuk mengkonstriksikan pupil dan mencegah
lensa terluksasi ke bilik mata depan, dapat dilakukan. Sedangkan glaukoma
sekunder (sudut tertutup) dapat menyebabkan sinekia anterior perifer, bersama
dengan glaukoma sudut terbuka kronis dalam jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan kerusakan pada sistem aliran trabekula.19,20,21

2.2.11 Prognosis
Tergantung pada derajat dislokasi lensa, usia onset, dan komplikasi yang
terkait sekunder, prognosis kebanyakan pasien adalah dubia ad bonam. Pasien
yang memiliki trauma terkait ektopia lentis mungkin memiliki komplikasi yang
lebih mengancam jiwa lainnya (tergantung pada beratnya trauma).8

20
BAB 3
KESIMPULAN

Ektopia lentis adalah suatu kondisi lensa mata yang mengalami kesalahan


letak karena zonula Zinni melemah atau rusak. Zonula Zinni merupakan ratusan
string seperti serat yang memegang lensa yang tersuspensi dalam posisi dan
memungkinkan untuk berubah bentuk untuk penglihatan dekat atau jauh. Lensa
mengalami dislokasi dan berada sepenuhnya di luar tempat lensa, di ruang depan,
bebas mengambang di vitreous atau langsung pada retina. Kelemahan zonula
Zinni menyebabkan pergeseran lensa. Lensa menjadi lebih bundar dan mata
menjadi lebih miopik.1,4,6,7
Kelainan ini desebabakan oleh beberapa hal, yaitu trauma, gangguan
metabolisme sejak lahir (misalnya homosistinuria, kelainan resesif dengan defek
mental dan cirri skeletal. Lensa biasanya bergeser ke bawah), sindrom tertentu
(sindrom Marfan, kelainan dominan dengan abnormalitas skeletal dan jantung dan
resiko diseksi aneurisma aorta. Lensa biasanya bergeser ke arah atas), Sindrom

21
Weill-Marshecani, katarak hipermatur, peradangan uvea, tumor intraokuler,
tekanan bola mata yang tinggi seperti pada buftalmus.5,9,10,11,12
Bila zonula Zinni putus sebagian maka lensa akan mengalami subluksasi
dan bila seluruh zonula Zinni putus maka lensa akan mengalami luksasi kedepan
(luksasi anterior) atau luksasi ke belakang (luksasi posterior). Gejala ektopia lentis
adalah dislokasi parsial, miopia atau astigmat. Penurunan penglihatan, diplopia
monokular dan iridodonesis (iris tremulans).2,4,17,18,19
Pemeriksaan tamabahan untuk ektopia lentis adalah pemeriksaan visus
pemeriksaan eksternal okular, pemeriksaan senter / slit lamp retinoskopi dan
refraksi. Penatalaksanaan ektopia lentis adalah koreksi optik, lensektomi dan
implantasi lensa phakic. Komplikasi dari ektopia lentis adalah glaukoma
sekunder, uveitis posterior dan kebutaan. Prognosis ektopia lentis adalah dubia ad
bonam.19,20,21

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology. Lens and Cataract. Section 11. San


Fransisco: MD Association, 2012 ;202-210
2. M Riorden-Eva, P., & Augsburger, J. J. Vaughan & Asbury's General
Ophthalmology, 19e. New York, N.Y., McGraw-Hill Education LLC,
2018;.410-415
3. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta: 2005. 110-119
4. Binder DR, Herring IP, Gerhard T.Prevelance of Ectopian Lentis Journal
of the American Medical Association. 2007. 231 (1): 89–93
5. Bjereggard R. Dislocated Lens [Internet]. Harvard Health. 2019 .Available
from: https://www.health.harvard.edu/a_to_z/dislocated-lens-a-to-z
6. Kim SY, Choung HK, Kim SJ. Long-Term Results of Lensectomy in
Children With Ectopia Lentis. Journal of Pediatric Ophthalmology &
Strabismus. 2008;45:13-19.

22
7. The Marfan Foundation. Ectopia Lentis Syndrome. 2012, (Online).
(https://www.marfan.org/ectopia-lentis-syndrome)
8. Konradsen T, Kugelberg M, Zetterström C. Visual outcomes and
complications in surgery for ectopia lentis in children. Journal of Cataract
Refraction Surgery. 2007;33(5):819-24.
9. Wentzloff JN, Kaldawy RM, Chen TC. Weill-Marchesani syndrome.
Journal of Pediatric Ophthalmology Strabismus. 2006;43(3):192.
10. Ganesh A, Smith C, Chan W, dkk. Immunohistochemical evaluation of
conjunctival fibrillin-1 in Marfan syndrome. Arch Ophthalmology.
2006;124(2):205-9.
11. Eifrig CW. Ectopia Lentis [Internet]. MedScape. 2019. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1211159-overview
12. Morrison JC, Pollack IP. Glaucoma science and practice. Thieme Medical
Publisher. 2003; 232-238
13. Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV, Becker B. Ectopia Lentis. In:
Becker-Shaffer's diagnosis and therapy of the glaucomas. Edinburgh:
Mosby/Elsevier; 2009. p. 231–232.
14. Omulecki W, Wilczynski M, Gerkowicz M. Management of bilateral
ectopia lentis et pupillae syndrome. Ophthalmic Surg Lasers Imaging. Jan-
Feb 2006;37(1):68-71.
15. Nelson L. Ectopia lentis in childhood. J Pediatric Ophthalmol Strabismus.
Jan-Feb 2008;45(1):12. [Medline].
16. Hoffman RS., et al. Management of the subluxated crystalline lens. J
Cataract Refract Surg 2009.39:1904–1915
17. Eifrig CW. Ectopia lentis. (Online), 2011
(http://emedicine.medscape.com/article/1211159-overview)
18. Lahm P. Ectopia Lentis- Diagnosis And Treatment. Stockholm. 2012. 5-8
19. Morkin M. Ectopia Lentis. EyeWiki. American Academy of
Ophtalmology 2019. Available from:
https://eyewiki.aao.org/Ectopia_Lentis

23
20. Hsu, Hugo Y., Sean L. Edelstein, and John T. Lind. "Surgical management
of non-traumatic pediatric ectopia lentis: A case series and review of the
literature." Saudi Journal of Ophthalmology 26.3 (2012): 315-321.
21. Chandra, A., and D. Charteris. "Molecular pathogenesis and management
strategies of ectopia lentis." Eye 28.2 (2014): 162-168

24

Anda mungkin juga menyukai