Anda di halaman 1dari 2

AFTER CORONA

Setelah pandemik Corona ini berlalu, banyak yg bakalan berubah. Dari sisi gereja dan dogma, kita hrs
menataulang kembali konsep keberimanan kita, seperti ttg ibadah, divine healing (bagi beberapa gereja
yg punya penekanan dogma pd hal ini), akuntabilitas di ruang publik, de el el. Saya khusus menyoroti
ketiga hal tsb, krn menurut hemat saya, ketiga hal inilah yg paling dihantam oleh fenomena serangan
Covid 19.

1. IBADAH

Gereja tdk bisa lagi menakut-nakuti jemaat agar datang ke gereja, krn banyak penjelasan telah diberikan
saat ini oleh para pemimpin gereja bahwa ibadah itu tdk harus di gedung gereja. Di rumah juga bisa,
online pula. Perdebatan ttg bisa tidaknya ibadah di rumah ada banyak di medsos, baik yg argumennya
bagus maupun yg gak jelas.

So, siap²lah gereja jika jemaatnya punya banyak alasan utk tdk datang ke gereja. Gereja hrs bisa
merumuskan konsep ibadah yg bisa meyakinkan umat bahwa bersekutu bersama (di dalam gedung
gereja) itu penting, walau bukan segala-galanya.

2. DIVINE HEALING

Bagi sebagian gereja (khususnya Pentakosta dan Kharismatik--P/K) harus mulai merumuskan ulang
konsep kesembuhan ilahinya, krn hrs diakui doktrin ini tiba² raib dan tdk punya kekuatan di tengah²
pandemic Covid 19 yg terjadi saat ini.

Bahkan di media sosial, banyak kalangan, terutama yg non-P/K yg mempertanyakan dimana kuasa
kesembuhan ilahi yg diklaim dimiliki gereja (atau hamba Tuhan yg diurapi) tertentu, kemana mereka
semua? Malah ada yg bercanda dgn adanya himbauan pemerintah utk melakukan ibadah dari rumah krn
fenomena Covid 19, ibadah KKR kesembuhan ilahi pun ditunda sampai situasi aman. "Masak ibadah
kesembuhan ilahi takut sama Corona?" Kata sebagian mereka.

Konsep kesembuhan ilahi pasca Corona harus dipikirkan ulang. Gereja (terutama P/K) harus bisa
meyakinkan bahwa kesembuhan ilahi masih ada, tentunya dgn lebih seimbang, misalnya dgn lebih
menekankan pada kedaulatan Tuhan, bukan kehebatan gereja/hamba Tuhan tertentu.
3. AKUNTABILITAS DI RUANG PUBLIK

Bagian ini benar² hancur. Gereja sama sekali menjadi bulan²an. Tdk sedikit blunder dilakukan oleh para
"tokoh" gereja yg dianggap bertentangan dgn akal sehat masyarakat. Di sana-sini viral khotbah Pendeta²
yg menjadi sasaran kemarahan publik.

Betapa tidak, beberapa Pendeta tak peduli dgn imbauan pemerintah utk melakukan sosial distancing (yg
pada akhirnya mengakibatkan kesedihan krn beberapa korban Covid 19 adalah para Pendeta). Di sisi
lain, banyak org bertanya-tanya, dimana peran gereja (mega church?) dlm peperangan melawan
pandemik Corona ini?

Sementara para pengusaha Buddha dan perkumpulan Buddha Tzu Chi mendapat applaus dari
masyarakat atas sepak terjang dan bantuan mereka, gereja justru mendapat penilaian yg sangat negatif
krn tdk kedengaran kontribusinya.

Sampai² ada yg menyerukan agar org Kristen jgn lagi kasih persepuluhan ke gereja, lebih baik kasih ke
Buddha Tzu Chi saja

Pertanggungjawaban kita terhadap masyarakat benar² kritis, kepercayaan publik thd gereja (dan para
pemimpinnya) jatuh. Gereja harus mengkonsep ulang lagi pemahamannya atas tanggungjawab gereja
terhadap masyakarat dan kemanusiaan.

Jika tidak, gereja akan semakin alpha atas tanggung jawab publiknya tsb, dan karena itu akan semakin
tdk disukai masyakarat. Dari sini kita disadarkan bahwa gereja ada bukan hanya utk dirinya sendiri, tapi
utk masyarakat dan kemanusiaan, termasuk dlm hal uang yg dimiliki gereja.

So, dgn semua realita ini, mari kita bersama-sama -- sebagaimana perjuangan setiap org percaya dlm
setiap generasi yg hrs terus menerus merumuskan ulang teologi dan ekspresi berimannya agar sesuai
dgn keadaan zaman sekaligus setia pada kebenaran FT -- melakukan refleksi, retrospeksi dan rekonsepsi
agar kekeristenan yg kita imani tetap dapat memberikan jawaban atas segala perubahan zaman

Anda mungkin juga menyukai