Anda di halaman 1dari 63

Artikel KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)

Tujuan Intruksional Umum

Memahami penanganan kehamilan ektopik terganggu

Tujuan Intruksional Khusus

1. Mengetahui dan menangani penyebab kehamilan ektopik terganggu


2. Mengetahui dan memahami patofisiologi kehamilan ektopik terganggu
3. Mengenali gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu
4. Mengetahui dan menangani bahaya dan komplikasi kehamilan ektopik
terganggu
5. Mengetahui dan memahi cara penanganan kehamilan ektopik terganggu

A. Pengertian

Ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa
Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di
luar tempat yang semestinya”.

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar


rongga uterus, Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik
berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun, frekwensi kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%. apabila tidak diatasi
atau diberikan penanganan secara tepat dan benar akan membahayakan bagi
sipenderita.

Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang


sekarang masih juga dipakai,oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan
ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal.

Kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi bila telur yang dibuahi


berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterik. Kehamilan
ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik terganggu karna kehamilan
pada pars interstisialis tubah dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus,
tetapi jelas bersifat ektopik. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau
pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan
ini disebut kehamilan ektopik terganggu.

B. Etiologi

Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari
indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi faktor resiko yang
diperkirakan sebagai penyebabnya adalah:

1. Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada


motilitas saluran telur.
2. Riwayat operasi tuba.
3. Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang.
4. Kehamilan ektopik sebelumnya.
5. Aborsi tuba dan pemakaian IUD.
6. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom.
7. Bekas radang pada tuba; disini radang menyebabkan perubahan-perubahan
pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum
ke uterus terlambat.
8. Operasi plastik pada tuba.
9. Abortus buatan.

C. Patofisiologi

Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah
dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan
embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi
tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :
1. Kemungkinan “tubal abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke
ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi
pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga
peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari
dinding tuba.
2. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai
akibat dari distensi berlebihan tuba.
3. Faktor abortus ke dalam lumen tuba.
4. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda.
5. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan
pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga
perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan
kematian.

Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah:

a. hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi,


b. abortus ke dalam lumen tuba, dan
c. ruptur dinding tuba.

Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica.
Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka
perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit,
terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping),
dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga
berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.

Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal,
karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di
pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut
berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali
kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.

Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat


fatal karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu
kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas
tertinggi. Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga
histerektomi pun diindikasikan.

Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars


interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti
koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar
lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih
utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi
kebutuhan janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan
sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligament.

D. Manifestasi Klinik

Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari


perdarahan yang banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya
gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda
tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita
sebelum hamil. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada
kehamilan ektopik terganggu.

Hal ini menunjukkan kematian janin. Kehamilan ektopik terganggu sangat


bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam rongga
perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar
sehingga sulit untuk membuat diagnosanya.
Kehamilan ektopik dapat juga ditandai dengan Amenore; gejala kehamilan
muda; Nyeri perut bagian bawah, pada ruptur tuba nyeri terjadi tiba-tiba dan
hebat, menyebabkan penderita pingsan sampai syok, pada abortus tuba nyeri
mula-mula pada satu sisi menjalar ke tempat lain, bila darah sampai ke diafragma
bisa menyebabkan nyeri bahu, bila terjadi hematokel retrouterina terdapat nyeri
defekasi; perdarahan pervaginam berwarna coklat tua.

E. Diagnosis

Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan,


antara lain dengan melihat :

1. Anamnesis dan gejala klinis


Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau
tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat
atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam
peritoneum.
2. Pemeriksaan fisik
a. Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
b. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan
ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang
bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
c. Pemeriksaan ginekologis
3. Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan
dan kiri.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun
setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.
b. USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
c. Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
d. Adanya massa komplek di rongga panggul
5. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
kavum Douglas ada darah.
6. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
7. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di
luar uterus(3,4).

F. Penanganan

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada


laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari
adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus
diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam
tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi
penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi
kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi
(pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan
pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang
berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum
terangkat.

Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus,


oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan
antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin
supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit2.

a. Penatalaksanaan medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak
integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Tindakan konservativ medik
dilakukan dengan pemberian methotrexate. Methotrexate adalah obat
sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit
trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak
sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,
methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga
menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Terapi methotrexate dosis
tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan
ektopik yang belum terganggu.
Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-
syarat berikut ini: 1) keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada tanda
robekan dari tuba, 2) tidak ada aktivitas jantung janin, 3) diagnosis
ditegakkan tanpa memerlukan laparaskopi, 4) diameter massa ektopik < 3,5
cm, 5) kadar tertinggi β-hCG < 15.000mIU/ ml, 6).
b. Penatalaksaan bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan
kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu
saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat
mungkin, seperti Salpingostomi dan Salpingotomi.

G. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :

1. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah


lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan
indikasi operasi.
2. Infeksi
3. Sterilitas
4. Pecahnya tuba falopi
5. Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio

H. Prognosis

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan


diagnosis dini dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971)
melaporkan 1 kematian dari 826 kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591
kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan
Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Penderita
mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik
kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita
yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun
angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi
cukup bulan adalah sekitar 50% (1,5)

http://octarinimayyasari.blogspot.co.id/2013/04/artikel-ket-kehamilan-ektopik-
terganggu.html?m=1/ diunduh pada tanggal 06 April 2018
Kehamilan Ektopik Terganggu ( KET )

A. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/
melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga
rahim Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu
kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba (Wibowo,
2007). Pembagian menurut lokasi:
1. Kehamilan ektopik tuba: pars interstisialis, isthmus, ampulla, infundibulum,
fimbria.
2. Kehamilan ektopik uterus: kanalis servikalis, divertikulum, kornu, tanduk
rudimenter.
3. Kehamilan ektopik ovarium:
4. Kehamilan ektopik intraligamenter
5. Kehamilan ektopik abdominal
6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus

Kehamilan ektopik yang paling banyak terjadi adalah di tuba, hal ini
disebabkan oleh adanya hambatan perjalanan ovum yang telah dibuahi ke kavum
uteri, hal ini dapat disebabkan karena :

a. Adanya sikatrik pada tuba


b. Kelainan bawaan pada tuba
c. Gangguan fisiologis pada tuba karena pengaruh hormonal ((Prawirohardjo,
2005).

B. Epidemiologi

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara


20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik
terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal
didaerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi
(Wibowo, 2007).

C. Etiologi

Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri menyebabkan


seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik, yaitu :

1. Faktor dalam lumen tuba:


a. Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba
b. Hipoplasia uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok
c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna
2. Faktor pada dinding tuba:
a. Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba
b. Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi ovum.
3. Faktor di luar dinding tuba:
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba
b. Tumor yang menekan dinding tuba
c. Pelvic Inflammatory Disease (PID)
4. Faktor lain:
a. Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun
b. Fertilisasi in vitro
c. Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
d. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
e. Infertilitas
f. Mioma uteri
g. Hidrosalping (Rachimhadhi, 2005).

D. Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba
(lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium,
rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi
tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar.

Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot
endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan
kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara
dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan
endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi korialis
dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan
merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil konsepsi
berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan
akibat invasi trofoblas.

Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami


hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-
tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium
pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel
endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan
sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi
Arias-Stella.

Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk


berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan
terkompromi. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan
ektopik adalah:

a. hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi,


b. abortus ke dalam lumen tuba, dan
c. ruptur dinding tuba.
Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica.
Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka
perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit,
terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping),
dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga
berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.

Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal,
karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di
pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut
berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali
kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.

Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat


fatal karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu
kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas
tertinggi. Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga
histerektomi pun diindikasikan.

Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars


interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti
koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar
lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih
utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi
kebutuhan janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan
sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligamen (Rachimhadhi, 2005)

E. Manifestasi klinis

Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan
haid atau amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri
abdominal atau pelvik (95%). Biasanya kehamilan ektopik baru dapat ditegakkan
pada usia kehamilan 6 – 8 minggu saat timbulnya gejala tersebut di atas. Gejala
lain yang muncul biasanya sama seperti gejala pada kehamilan muda, seperti
mual, rasa penuh pada payudara, lemah, nyeri bahu, dan dispareunia. Selain itu
pada pemeriksaan fisik didapatkan pelvic tenderness, pembesaran uterus dan
massa adneksa. (Saifiddin, 2002; Cunningham et al, 2005).

F. Diagnosis
1. Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau
tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat
atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam
peritoneum.
2. Pemeriksaan fisik
a. Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
b. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan
ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang
bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
c. Pemeriksaan ginekologis

Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris
kanan dan kiri.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+).
Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat
meningkat.
b. USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
1) Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
2) Adanya massa komplek di rongga panggul
c. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
kavum Douglas ada darah.
d. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
e. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong
gestasi di luar uterus (Mansjoer, dkk, 2001).
f. Diagnosis banding
1) Infeksi pelvik
2) Abortus iminens atau insipiens
3) Torsi kista ovarium
4) Ruptur korpus luteum
5) Appendisitis akut (Wibowo, 2007; Cunningham et al, 2005)

G. Penatalaksanaan

Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam
kondisi baik dan tenang, memiliki 2 pilihan, yaitu penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan bedah.

1. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak
integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Tindakan konservativ medik
dilakukan dengan pemberian methotrexate. Methotrexate adalah obat
sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit
trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak
sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,
methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga
menyebabkan terminasi kehamilan tersebut.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis
multipel. Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular),
sedangkan dosis multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg
(intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan
dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan
dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8.
Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada
patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9.
Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke
dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah
modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum
terganggu.
Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-
syarat berikut ini: 1) keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada tanda
robekan dari tuba, 2) tidak ada aktivitas jantung janin, 3) diagnosis
ditegakkan tanpa memerlukan laparaskopi, 4) diameter massa ektopik < 3,5
cm, 5) kadar tertinggi β-hCG < 15.000mIU/ ml, 6) harus ada informed
consent dan mampu mengikuti follow up, serta 7) tidak memiliki
kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate.
2. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan
kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu
saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat
mungkin.
a. Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil
konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga
distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15
mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik.
Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan
dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat
dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka
(tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per
laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang
belum terganggu.
b. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali
bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis,
patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan
salpingotomi.
c. Salpingektomi
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1)
kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak
menginginkan fertilitas pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4)
telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien
meminta dilakukan sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,
7) kehamilan tuba berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9) massa
gestasi berdiameter lebih dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan
anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika
yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi,
sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan
lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars
interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan
perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara
uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya
(stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi,
sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi
dipisahkan dari mesosalping.
d. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat
dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan
menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau
spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya.
Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup
besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan (Chalik,
2004).

H. Prognosis
a. Bagi kehamilan berikutnya
Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau
pasca penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah
mengalami kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain.
b. Bagi ibu
Bila diagnosis cepat ditegakkan umumnya prognosis baik, terutama bila
cukup penyediaan darah dan fasilitas operasi serta narkose (Moechtar, 1998)

http://dannysatriyo.blogspot.co.id/2012/12/kehamilan-ektopik-terganggu-
ket.html?m=1/diunduh pada tanggal 06 April 2018
Kehamilan Ektopik

A. Pengertian Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik adalah kondisi ketika pembuahan sel telur terjadi di luar
rahim (biasanya terjadi di salah satu tuba falopi).

Kehamilan berawal dari sel telur yang telah dibuahi oleh sel sperma. Dalam
proses normal, sel telur yang telah dibuahi ini akan menetap di tuba falopi selama
kurang lebih tiga hari, sebelum dilepaskan ke dalam rahim. Di dalam rahim, sel
telur ini akan terus berkembang hingga masa persalinan tiba. Namun ada
kemungkinan sel telur yang telah dibuahi menempel pada organ selain rahim dan
inilah yang disebut kehamilan ektopik.

Tuba falopi merupakan organ yang paling sering ditempeli sel telur tersebut.
Sementara organ lain yang mungkin menjadi lokasi berkembangnya kehamilan
ektopik meliputi rongga perut, ovarium, serta leher rahim atau serviks.

B. Penyebab Kehamilan Ektopik

Salah satu penyebab kehamilan ektopik yang paling umum terjadi adalah
kerusakan tuba falopi, misalnya karena proses peradangan atau inflamasi.
Kerusakan ini akan menghalangi sel telur yang telah dibuahi untuk masuk ke
rahim sehingga akhirnya menempel dalam tuba falopi itu sendiri atau organ lain.
Di samping itu, kadar hormon yang tidak seimbang atau perkembangan
abnormal pada sel telur yang sudah dibuahi terkadang dapat berperan sebagai
pemicu.

C. Faktor Risiko Kehamilan Ektopik

Terdapat sejumlah faktor yang diduga dapat memicu kehamilan ektopik. Faktor-
faktor risiko tersebut meliputi:

1. Pilihan alat kontrasepsi.


Penggunaan alat kontrasepsi jenis spiral atau intrauterine device (IUD)
bertujuan untuk mencegah kehamilan. Namun apabila kehamilan tetap terjadi,
kemungkinan besar kehamilan ini bersifat ektopik. Pernah mengalami
kehamilan ektopik sebelumnya. Wanita yang pernah mengalami kondisi ini
memiliki risiko lebih tinggi untuk kembali mengalaminya.
2. Mengidap infeksi atau inflamasi.
Wanita yang pernah mengalami inflamasi tuba falopi atau penyakit radang
panggul akibat penyakit seksual menular, seperti gonore atau chlamydia
(klamidia), memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik.
Masalah kesuburan dan pengobatannya terkadang dapat memicu kehamilan
ektopik.
3. Proses sterilisasi dan sebaliknya. Prosedur pengikatan tuba atau pembukaan
ikatan tuba yang kurang sempurna juga berisiko memicu kehamilan ektopik.

D. Gejala Kehamilan Ektopik


Pada awalnya, kehamilan ektopik cenderung tanpa gejala atau memiliki tanda
yang mirip dengan kehamilan biasa sebelum akhirnya muncul gejala lain yang
mengindikasikan kehamilan ektopik. Di antaranya adalah:
1. Sakit pada perut bagian bawah yang biasanya terjadi di 1 sisi.
2. Nyeri pada tulang panggul.
3. Perdarahan ringan dari vagina.
4. Pusing atau lemas.
5. Mual dan muntah yang disertai rasa nyeri.
6. Nyeri pada bahu.
7. Rasa sakit atau tekanan pada rektum saat buang air besar.

Jika tuba falopi sobek, akan terjadi perdarahan hebat yang mungkin memicu
hilangnya kesadaran. Kehamilan ektopik termasuk kondisi medis yang
membutuhkan penanganan darurat. Karena itu, sebaiknya Anda segera ke
rumah sakit jika mengalami gejala-gejala tersebut.

E. Diagnosis Kehamilan Ektopik

Selain menanyakan kondisi kesehatan secara umum, dokter akan mengadakan


pemeriksaan fisik pada rongga panggul. Tetapi kehamilan ektopik tidak bisa
dipastikan hanya melalui pemeriksaan fisik. Dokter juga membutuhkan USG atau
tes darah.

Metode USG yang paling akurat untuk mendeteksi kehamilan ektopik adalah
USG transvaginal. Prosedur ini akan mengonfirmasi lokasi kehamilan ektopik
sekaligus detak jantung janin.

Pada masa-masa awal kehamilan, terutama 5 hingga 6 minggu awal setelah


konsepsi, kehamilan mungkin belum bisa terdeteksi melalui USG. Pada kondisi
inilah dokter mungkin akan menganjurkan tes darah untuk mengidentifikasi
kehamilan ektopik. Tes ini digunakan untuk mendeteksi keberadaan hormon hCG
(Human chorionic gonadotropin), hormon ini diproduksi plasenta selama awal
kehamilan. Pada kehamilan ektopik, kadar hormon hCG cenderung lebih rendah
daripada kehamilan normal.

F. Langkah Penanganan Kehamilan Ektopik


Sel telur yang telah dibuahi tidak akan bisa tumbuh dengan normal jika tidak
berada dalam rahim. Karena itu, jaringan ektopik harus diangkat untuk
menghindari komplikasi yang dapat berakibat fatal.
Wanita yang dicurigai mengalami kehamilan ektopik harus segera dibawa ke
rumah sakit untuk menjalani penanganan secepatnya. Kehamilan ektopik yang
terdeteksi dini tanpa janin yang berkembang secara normal dalam rahim
umumnya ditangani dengan suntikan methotrexate. Obat ini akan menghentikan
pertumbuhan sekaligus menghancurkan sel-sel yang sudah terbentuk.
Dokter akan memantau kadar hCG pasien setelah menerima suntikan. Jika
kadar hCG dalam darah pasien tetap tinggi, hal ini biasanya mengindikasikan
bahwa pasien membutuhkan suntikan methotrexate lagi. Potensi efek samping
obat ini meliputi mual dan muntah. Sakit perut juga dapat muncul pada 3 hari atau
1 minggu setelahnya.
Kehamilan ektopik juga dapat ditangani dengan operasi. Prosedur ini
biasanya dilakukan melalui operasi lubang kunci atau laparoskopi. Tuba falopi
yang ditumbuhi jaringan ektopik akan diperbaiki jika memungkinkan.

G. Komplikasi dan Pencegahan Kehamilan Ektopik

Diagnosis yang tidak tepat dan penanganan kehamilan ektopik yang terlambat
dapat memicu perdarahan hebat dan bahkan kematian akibat sobeknya tuba falopi
atau rahim. Jika mengalami komplikasi ini, pasien harus menjalani operasi darurat
melalui bedah terbuka. Tuba falopi kemungkinan dapat diperbaiki, tapi umumnya
harus diangkat.

Penanganan dengan operasi pun memiliki risiko tersendiri. Bebererapa


komplikasi yang mungkin terjadi meliputi perdarahan, infeksi, dan kerusakan
pada organ-organ di sekitar bagian yang dioperasi.

Kehamilan ektopik tidak bisa dicegah sepenuhnya. Agar terhindar dari


kondisi ini, Anda harus menghindari atau mengurangi faktor risikonya.
Contohnya adalah dengan menjalani tes darah dan USG sebagai pendeteksian
awal atau memantau perkembangan kehamilan. Terutama bagi wanita yang
pernah mengalami kehamilan ektopik

https://www.alodokter.com/kehamilan-ektopik/diunduh pada tanggal 06 April


2018

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)

A. DEFENISI
Kehamilan ektopik terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh
di luar endometrium kavum uteri. Makna dari defenisi tersebut adalah walaupun
hasil konsepsi berimplantasi di dalam organ uterus (intra uteri) tetapi tidak
didalam endometrium misalnya di tuba, di kanalis servikalis dikatakan sebagai
kehamilan ektopik. Dengan demikian istillah kehamilan ektopik lebih tepat
daripada istilah kehamilan ekstrauterine (May dan Mahlmeister, 1994; Bobak,
2006; Wibowo, 2006).
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi di tuba (Cunningham, 2006;
Wibowo, 2006; Sepilian, 2007). Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba,
terdapat kehamilan tuba, kehamilan parsisthmika tubae, kehamilan fimbriae.
Sedangkan kehamilan di luar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan servikal,
kehamilan cornual dan kehamilan abdominal yang primer atau sekunder (May dan
Mahlmeister, 1994; Bobak, 2006; Wibowo dalam Wignjosastro, 2006;
Cunningham, 2006; Sepilian, 2007).

B. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Penyebab kehamilan ektopik bervariasi, dan sebagian besar tidak diketahui


dengan pasti. Pada dasarnya disebabkan segala hal yang menghambat perjalanan
zigot menuju kavum uteri.
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi di tuba, sehingga hal-hal yang
berkaitan dengan adanya suatu masalah di tuba dapat menjadi penyebab
terjadinyakehamilan ektopik, karena fertilisasi hasil konsepsi pada endometrium
kavum uteri akan terhalangi. Factor-faktor yang menjadi penyebab kerusakan tuba
adalah infeksi pada tuba. Hypoplasia lumen tuba sempit dan berkelok-kelok,
operasi plastic tuba atau sterilisasi yang tidak sempurna, perlekatan tuba akibat
operasi non ginekologis, AKDR (Tenori, 2006; Sepilia, 2007).

Factor lain di luar tuba yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik adalah
adanya tumor di luar tuba yang menekan tuba sehingga menyempitkan lumen
tuba, migrasi luar ovum misalnya ovum dari ovarium kanan migrasi ke tuba kiri
atau sebaliknya yang dapat memperpanjang perjalanan telur yang telah dibuahi
(Bobak dan Jensen, 1984; Gilbert dan Harmon, 1993; Sepilian, 2007;
Prawirohardjo, 2006; Wibowo, 2006).

C. Patologi
Proses implantasi hasil konsepsi di tuba paada dasarnya sama dengan yang
terjadi di kavum uteri. Namun tuba bukan merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan hasil konsepsi tersebut. Karena pembentukan desidua di tuba tidak
sempurna bahkan kadang-kadang tidak tampak, selain itu vaskularisasi kurang
baik. Kondisi tersebut menyebabakan villi korialis menembus endosalping dan
masuk kelapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Terdapat tiga kemungkinan yang terjadi dari implantasi hasil konsepsi
tersebut (Prawirohardjo, 2006; Cunningham, 2006) :
1. Hasil konsepsi mati dan kemudian diresorbsi, dalam kondisi ini seringkali
adanya yang tidak diketahui dan perdarahan yang terjadi dianggap sebagai
perdarahan haid yang terlambat. Ibu tidak mengeluh apa-apa, hanya merasa
haidnya terlambat beberapa hari.
2. Trofoblas dan vilus-vilus korealis menembus lapisan pseudokapsularis dan
menyebabakan perdarahan dalam lumen tuba. Darah tersebut menyebabkan
pembesaran tuba (hematosalping), dan dapat mengalir ke rongga peritoneum
berkumpul di kavum Douglasi dan menyebabkan hemato retrouterina. Hasil
konsepsi dapat keluar dari osteum tubae, kondisi ini disebut dengan abortus
tuba.
3. Trofoblas dan vilus-vilus korealis menembus lapisan muskularis dan
peritoneum pada dinding tuba dan menyebabkan perdarahan langsung ke
rongga peritoneum. Hal tersebut dapat menyebabakan perdarahan banyak
karena mengalir bebas dalam rongga peritoneum sehingga dapat
menyebabakan keadaan gawat pada penderita.

Implantasi yang terjadi di pars interstisialis di mana sebagian jaringannya


adalah myometrium yang tidak cepat ditembus oleh vilus korealis, sehingga
kehamilan dapat bertahan terus sampai usia kehamilan mencapai 16-20 minggu,
menyebabkan perdarahan hebat saat rupture. Rupture juga bisa terjadi apada
dinding tuba yang menghadap ke mesosalping, darah mengalir di antara dua
lapisan mesosalping dan kemudian ke ligamentum latum, sehingga menyebabkan
hematoma intraligamenter.

Bila robekan tuba kecil, konsepsi tidak dikeluarkan dari tuba dan diresorbsi
oleh tubuh. Tetapi bila robekan tuba besar, konsepsi keluar dari tuba masuk
kedalam abdomen sehingga menjadi kehamilan abdominal sekunder
(Prawirohardjo, 2006; Cunningham, 2006). Walaupun tidak berisi mudigah, tetapi
uterus tetap menunjukkan adanya tanda-tanda kehamilan, tanda ini disebuat
dengan “Arias Stella”. Setelah janin mati, ibu akan mengalami perdarahan
pervaginam yang.

http://jimmicharles.blogspot.co.id/2013/12/kehamilan-ektopik-terganggu-
ket.html?m=1/diunduh pada tanggal 06 April 2018
Waspadai Tanda dan Gejala Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

Waspadai Tanda dan Gejala Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)Kehamilan


ektopik terganggu (KET) merupakan salah satu bahaya dalam kehamilan yang
menghantui setiap wanita hamil. Gejala yang sering kali dikeluhkan oleh
penderitanya berupa perdarahan pada trimester awal kehamilan yang disertai
dengan nyeri perut hebat. Secara normal proses kehamilan terjadi ketika sel telur
yang telah dibuahi tertanam di dalam rahim dan bertambah besar juga
berkembang dengan baik karena asupan nutrisi dari pembuluh darah rahim yang
banyak. Namun berbeda dengan kehamilan normal, pada kasus kehamilan ektopik
terganggu sel telur yang telah dibuahi tidak tertanam di dalam rahim dan berada di
tempat lain di luar rahim seperti pada saluran tuba.

Pada kondisi seperti ini janin tidak akan bertumbuh karena tidak adanya
asupan nutrisi yang cukup bagi kehidupan mereka. Di dalam artikel ini selain akan
membahas apa saja tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu, kita juga akan
membahas faktor-faktor penyebab kondisi ini. Selamat membaca!

Tanda dan Gejala Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

Kehamilan ektopik pada seorang waita hamil 95% terjadi pada saluran tuba
yang menghubungkan indung telur dengan rahim seorang wanita. Pecahnya
saluran tuba merupakan salah satu kondisi gawat darurat yang membutuhkan
penegakan diagnosis juga terapi yang cepat, karena bisa membahayakan bagi
wanita yang mengalaminya. Untuk itu mari kita simak apa saja gejala-gejala yang
dikeluhkan oleh wanita dengan kehamilan ektopik terganggu

1. Nyeri perut
Gejala pertama yang akan kita bahas adalah nyeri perut. Nyeri perut yang
dikeluhkan oleh seorang wanita dengan kehamilan ektopik terganggu
biasanya berlangsung tiba-tiba atau mendadak. Hal ini disebabkan oleh
pecahnya saluran tuba tempat dimana hasil pembuahan tertanam. Tipe nyeri
perut yang dikeluhkan juga bisa bermacam-macam, bisa dirasakan pada
lokasi tertentu saja seperti pada perut kanan atau kiri bawah atau bersifat
menyeluruh dan dirasakan sama di seluruh perut. Kondisi sepeti ini dapat
menyebabkan bahaya bagi keselamatan seorang wanita jika tidak ditangani
sesegera mungkin.
2. Perdarahan dari jalan lahir
Gejala kedua yang biasa dialami oleh pasien dengan kehamilan ektopik
terganggu adalah perdarahan dari jalan lahir. Perdarahan ini biasanya hanya
berupa bercak-bercak (spotting) yang terjadi pada usia kehamilan muda yakni
di bawah 20 minggu. Selain mengalami bercak-bercak perdarahan yang dapat
dilihat dari luar, sebenarnya pada kondisi rupturnya saluran tuba seorang
wanita mengalami perdarahan dalam rongga perut yang cukup hebat.
Perdarahan ini dapat menyebabkan seorang wanita mengalami syok yang
terjadi akibat kehilangan darah dalam jumlah yang cukup banyak.
3. Abdominal pelvic tenderness
Abdominal pelvic tenderness merupakan suatu gejala yang juga
ditemukan pada wanita-wanita dengan kehamilan ektopik terganggu.
Abdominal pelvic tenderness sendiri merupakan suatu kondisi dimana daerah
perut terutama bagian bawah teraba tegang saat pemeriksaan. Kondisi ini
disebabkan oleh suatu proses peradangan pada lapisan perut bagian dalam
(peritoneum) yang terjadi akibat pecahnya saluran tuba. Abdominal pelvic
tenderness ini juga dapat terjadi secara difus (menyeluruh) maupun
terlokalisir.
4. Tanda syok
Tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu yang terakhir akan kita
bahas adalah tanda-tanda syok. Seperti yang sudah dijelaskan diatas,
pecahnya saluran tuba pada kasus kehamilan ektopik dapat menyebabkan
perdarahan hebat pada penderitanya. Kondisi perdarahan ini dapat
menyebabkan seorang wanita mengalami syok hemoragik (kondisi syok yang
disebabkan oleh perdarahan).
Seperti tanda dan gejala syok pada umumnya, seseorang yang mengalami
syok akan terlihat sangat lemas, ujung-ujung tangan dan kakinya akan teraba
dingin dan lembab. Selain itu pada pemeriksaan fisik anda mungkin dapat
menemukan kondisi dimana tekanan darah penderita menurun, nadi sulit
diraba dan pernafasan mereka terkesan cepat bahkan pada kondisi lebih lanjut
anda dapat menemukan penderita kehamilan ektopik terganggu yang pingsan
saat dibawa ke rumah sakit.

Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

Setelah tadi kita membahas mengenai tanda dan gejala apa saja yang mungkin
dialami oleh seorang wanita dengan kehamilan ektopik terganggu, sekarang kita
akan membahas mengenai apa saja faktor penyebab kondisi berbahaya ini. Pada
dasarnya penyebab terjadinya kehamilan ektopik terganggu ini memang belum
dapat dipastikn secara pasti. Untuk itu dalam artikel ini kita akan membagi faktor
risiko penyebab kehamilan ektopik terganggu menjadi tiga golongan yakni risiko
tinggi, risiko sedang dan juga risiko rendah. Mari kita bahas satu persatu.

Pertama merupakan kelompok risiko tinggi, mayoritas penderita kehamilan


ektopik terganggu memang berasal dari kelompok ini. Wanita yang masuk dalam
kelompok risiko tinggi terdiri dari wanita-wanita dengan riwayat operasi pada
saluran tuba sebelumnya terutama akibat penyakit pada saluran tuba seperti pada
Pelvic Inflamatory Disease (PID) maupun untuk upaya sterilisasi. Selain itu,
riwayat pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebelumnya dan juga
penggunaan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) yang tidak terkontrol
dengan baik juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini.

Pada kelompok risiko sedang biasanya meliputi wanita-wanita dengan


riwayat infertilitas atau susah mendapatkan momongan selama bertahun-tahun,
wanita dengan riwayat infeksi genital seperti PMS (Penyakit Menular Seksual)
dan juga wanita-wanita yang memiliki pasangan seksual lebih dari 1 orang. Tidak
jauh berbeda dengan kelompok risiko sedang, pada kelompok dengan faktor risiko
rendah didapatkan bahwa kehamilan ektopik terganggu mungkin bisa disebabkan
oleh kebiasaan bilas genital dengan berbagai produk yang belum jelas khasiatnya
dan juga kebiasaan merokok.

Setelah kita membahas mengenai apa saja faktor penyebab dan juga gejala
yang bisa dikeluhkan oleh penderita kehamilan ektopik terganggu (KET) kita
memang tidak dapat menduga apa penyebab pasti seseorang mengalami kejadian
ini. Kondisi kehamilan ektopik terganggu memang membutuhkan sejumlah
pemeriksaan khusus seperti USG untuk mendeteksinya sebelum terjadi
perburukan.

Apabila kehamilan ektopik telah terdiagnosis dan belum terjadi pecahnya


saluran tuba maka penanganan medis yang dilakukan dapat berupa terapi non
invasif guna menghancurkan hasil pembuahan yang tidak bertumbuh. Pengobatan
ini harus dilakukan oleh tenaga medis dengan memperhatikan kondisi umum
penderitanya dan tidak ada gejala penyerta lain.

Sedangkan pada kasus kehamilan ektopik terganggu sudah dapat dipastikan


pasien mengalami pecahnya saluran tuba dan penderitanya diharuskan untuk
dirawat di rumah sakit, guna mendapat perawatan atas kondisi syok yang
dialaminya berupa pemasangan infus dan juga terapi bedah guna menghentikan
proses perdarahan pada saluran tuba.

Untuk itulah pentingnya pemeriksaan kehamilan yang tidak hanya dilakukan


untuk mempersiapkan proses persalinan namun harus dilakukan sejak awal
kehamilan. Sebaiknya jika anda merasa mengalami terlambat datang bulan jangan
puas dengan hanya melakukan test pack untuk memastikan kondisi anda sedang
hamil, coba periksakan diri anda ke dokter atau bidan untuk pemeriksaan
kehamilan lebih lanjut. Akhir kata semoga artikel mengenai penyebab dan juga
tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu ini berguna bagi kita semua.

https://dedaunan.com/waspadai-tanda-dan-gejala-kehamilan-ektopik-terganggu-
ket/diunduh pada tanggal 06 April 2018

Kehamilan Ektopik Terganggu

A. Pengertian Kehamilan Ektopik Terganggu


Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/
melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga
rahim Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu
kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba (Wibowo,
2007).

Pembagian menurut lokasi:

1. Kehamilan ektopik tuba: pars interstisialis, isthmus, ampulla,


infundibulum, fimbria.
2. Kehamilan ektopik uterus: kanalis servikalis, divertikulum, kornu,
tanduk rudimenter.
3. Kehamilan ektopik ovarium:
4. Kehamilan ektopik intraligamenter
5. Kehamilan ektopik abdominal
6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus
Kehamilan ektopik yang paling banyak terjadi adalah di tuba, hal ini disebabkan
oleh adanya hambatan perjalanan ovum yang telah dibuahi ke kavum uteri, hal ini
dapat disebabkan karena :

1. Adanya sikatrik pada tuba


2. Kelainan bawaan pada tuba
3. Gangguan fisiologis pada tuba karena pengaruh hormonal ((Prawirohardjo,
2005).

Kejadian kehamilan tuba adalah 1 di antara 150 persalinan ( Amerika ). Angka


kejadian kehamilan ektopik cenderung meningkat.

Kejadian tersebut dipengaruhi oleh factor sebagai berikut:

1. Meningkatnya prevalensi penyakit tuba karena Penyakit Menular Seksual


(PMS) sehingga terjadi oklusi parsial tuba. Terjadi salpingitis, terutama
radang endosalping yang mengakibatkan menyempitnya lumen tuba dan
berkurangan silia mukosa tuba karena infeksi yang memudahkan terjadinya
inflantasi zigot didalam tuba.
2. Adhesi peritubal yang terjadi setelah infeksi seperti apendisitis atau
dometriosis. Tuba dapat tertekuk atau lumen menyempit.
3. Pernah menderita kehamilan ektopik sebelumnya. Meningkatnya resiko ini
kemungkinan karena salpingitis yang terjadi sebelumnya.
4. Meningkatnnya penggunaan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan, seperti
AKDR dan KB suntik derivate progestin.
5. Operasi memperbaiki patensi tuba, kegagalan sterilisasi, dan meningkatkan
kejadian kehamilan ektopik.
6. Abortus provokatus dengan infeksi. Makin sering tindakan abortus
provokatus makin tinggi kemungkinan terjadi sapingitis.
7. Fertilitas yang terjadi oleh obat-obatan pemacu ovulasi, fertilisasi infitro.
8. Tumor yang mengubah bentuk tuba ( mioma uteri dan tumor atneksa )
9. Teknik diagnosis lebih baik dari masa lalu sehingga dapat mendeteksi dini
kehamilan ektopik.

B. Penyebab Kehamilan Ektopik Terganggu

Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian


penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di
bagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan uterus telur mengalami hambatan
sehingga pada saan nidasi masih dituba, atau nidasinya di tuba dipermudah.

Implantasi mungkin terjadi di :

1. Ujung fimbriae tuba fallopi (dalam 17 persen kasus)


2. Di ampula (pada 55 persen kasus)
3. Di ismus (pada 25 persen kasus)
4. Di tuba bagian interstisial (pada 2 persen kasus)

C. Tanda Dan Gejala Kehamilan Ektopik Terganggu

Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, dan
penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam
kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau rupture tuba. Pada umumnya
penderita menunjukan gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin merasa nyeri
sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan
vagina uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin tidak sebesar tuanya
kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba
pada pemeriksaan bimanual.
Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau rupture tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.

1. Nyeri adalah gejala yang timbul berkaitan dengan apakah kehamilan ektopik
tersebut telah mengalami ruptur. Wanita beresiko tinggi harus menjalani
penapisan sedini mungkin sebelum mereka menjadi simtomatik. Untuk yang
lainnya, gejala kehamilan ektopik yang paling sering dialami adalah nyeri
panggul dan abdomen (95%) dan amenore disertai spoting atau perdarahan
per vaginam dalam derajat tertentu.
2. Menstruasi abnormal, sebagian banyak wanita tidak melaporkan amenre,
mereka menyalahartikan perdarahan uterus yang sering terjadi pada
kehamilan tuba sebagai menstruasi yang sebenarnya. Ketika dukungan
endokrin untuk endometrium menurun, perdarahan lebih sedikit dan kadang
kala ditemukan pada kehamilan tuba.
3. Perdarahan per vaginam, dengan matinya telur desidua yang mengalami
degenerasi dan nekrosis, selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk perdarahan.
Perdarahan ini umumnya sediki dan berwarna coklat tua, namun perdarahan
yang banyak dari per vagina harus mengarah pikiran kita ke abortus biasa.
4. Syok karena hipovolemi, tanda syok lebih jelas bila pasien duduk, juga
terdapat oliguri.
5. Pembesaran uterus, pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena
pengaruh hormone –hormon kehamilan, tetapi pada umumnya sedikit lebih
kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterine yang sama
umurnya.
6. Tumor dalam rongga panggul, dalam rongga panggul dapat teraba tumor
lunak kenyal yang disebabkan oleh kumpulan darah di tuba dan sekitarnya.
7. Perubahan darah, dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada
kehamilan ektopik terganggu karena perdarahan yang banyak ke dalam
rongga perut.

D. Diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu

Alat bantu diagnostic yang dapat digunakan ialah ultrasonografi,laparoskopi


atau kuldoskopi. Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak
tidak banyak mengalami kesukaran, tetapi pada jenis menahun atau atipik bisa
sulit sekali.

1. Anamnesa, haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-


kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah,
nyeri bahu, tenesmus, dapay dinyatakan. Perdarahan pervaginam terjadi
setelah nyeri perut bagian bawah.
2. Pemeriksaan umum, penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan
dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak
mendadak perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
3. Pemeriksaan ginekologi, tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan.
Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka
akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping
uterus dengan batas yang sukar ditemukan. Suu kadang-kadang naik,
sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.
4. Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah
merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus
jenis tidak mendadak biasannya ditemukan anemia, tetapi perlu diingat bahwa
penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.
5. Dilatasi dan kerokan, pada umumnya tidak dianjurkan,karena kemungkinan
ada kehamilan dalam uterus bersamaan kehamilan ektopik,hanya 12 sampai
19 % kerokan pada kehamilan ektopik menunjukkan reaksi desidua,
perubahan endometrium yang berupa reaksi arias-stella tidak khas untuk
kehamilan ektopik.
6. Kuldosentesis, adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah ada
kavum douglas ada darah. Cara ini amat berguna dalam membantu membuat
diagnosis kehamilan ektopik. Caranya dengan menggunakan jarum spinal
no.18 ditusukan kedalam kavum douglas dan dengan semprit 10 ml dilakukan
penghisapan. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya
disemprotkan pada kain kasa dan diperhatikan apakah darah yang dikeluarkan
merupakan; a). darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan
membeku, darah ini berasal dari vena atau arteri yang tertusuk. b). darah tua
berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan
kecil-kecil, darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
7. Ultrasonografi, berguna untuk diagnosis kehamilan ektopik. Diagnosis pasti
ialah apabila ditemukan kantong gestasi diluar uterus yang didalamnya
tampak denyut jantung janin.
8. Laparoskopi, hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain
meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam
dapat dinilai.secara sistematis dinilai keadaan uterus,ovarium,tuba,kavum
douglas dan ligamentum latum.

E. Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu

Pada umumnya penanganannya adalah laparotomi. Dalam tindakan demikian,


beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu :

1. Kondisi penderita pada saat itu


2. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya.
3. Lokasi kehamilan ektopik
4. Kondisi anatomic organ pelvis
5. Kemampuan teknik bedah mikro dokter operator
6. Kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat

Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi


pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti
hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi
penderita buruk, missal dalam keadaan syok lebih baik dilakukan salpingektomia.

Jika pasien diperiksa dan diduga kehamilan ektopik, ia harus dikirim kerumah
sakit tanpa pemeriksaan vagina. Jika ia dalam keadaan syok , harus dipasang
infuse dan dikirim secepatnya. Dapat diberikan morfin, jika wanita tersebut
kesakitan.

http://tikamustikasari.blogspot.co.id/2013/05/kehamilan-ektopik-terganggu.html?
m=1/diunduh pada tanggal 06 April 2018

Kehamilan Ektopik

A. Definisi

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi dan pertumbuhan


hasil konsepsi di luar endometrium kavum uteri.

B. Etiologi

Penyebab kehamilan ektopik ada yang diketahui dan ada pula yang tidak, atau
belum diketahui. Ada beberapa faktor penyebab kehamilan ektopik :

1. Faktor uterus :
a. Tumor uterus yang menekan tuba
b. Uterus hipoplastis
2. Faktor tuba
a. Penyempitan lumen tuba karena infeksi endosalfing
b. Tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk
c. Gangguan fungsi silia tuba
d. Operasi dan sterilisasi tuba yang tak sempurna
e. Endometriosis tuba
f. Striktur tuba
g. Divertikel tuba dan kelainan kongenital lainnya
h. Perlekatan peritubal dan lekukan tuba
i. Tumor lain menekan tuba
j. Lumen kembar dan sempit
3. Faktor ovum
a. Migrasi externa dari ovum
b. Perlekatan membran granulosa
c. Migrasi internal ovum

C. Klasifikasi

Pembagian tempat terjadinya kehamilan ektopik menurut Titus ialah :

1. Kehamilan tuba
a. Interstisial (2%)
b. Isthmus (25%)
c. Ampula (55%)
d. Fimbrial (17%)
2. Kehamilan ovarial (0,5%)
3. Kehamilan abdominal (0,1%)
a. Primer
b. Sekunder
c. Kehamilan tubo ovarial
d. Kehamilan intraligamenter
e. Kehamilan servikal
f. Kehamilan tanduk rahim rudimenter
1) Kehamilan tuba

Pada kehamilan tuba dapat terjadi nidasi di ampula, isthmus, pars interstisialis
tuba dan juga di fimbriae. Dari bentuk di atas secara sekunder dapat terjadi
kehamilan tuba adominal, tuba ovarial, atau kehamilan dalam ligamentum latum.
Kehamilan paling sering terjadi dalam ampula tuba.

Implantasi zigot dapat bersifat kolumnar dan maupun interkolumnar tuba.


Pada implantasi kolumnar terjadi implantasi zigot pada ujung atau sisi jonjot
endosalping yang relatif sedikit mendapat darah , sehingga zigot mati dan
kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel diantara dua
jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping
yang menyerupai desidua yang disebut pseudokapsul. Vili korialis dengan mudah
menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak
integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya hasil konsepsi
berkembang dan perkembangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi, dan banyaknya perdarahan akibat
invasi trofoblas. Seperti pada kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik
juga mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron
sehingga tanda-tanda kehamilan seperti Hegar dan Chadwick juga ditemukan.
Endometrium berubah jadi desidua meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel
endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan
sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular ini disebut reaksi Arias- Stella.

Tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak memungkinkan janin untuk


terus berkembang, maka kemungkinan yang dapat terjadi ialah :

1. Hasil konsepsi mati dan diresorbsi


2. Abortus ke dalam lumen tuba
3. Ruptur dinding tuba
2) Perkembangan kehamilan tuba
Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada
minggu ke 6-12, yang paling sering antara minggu ke 6-8. Berakhirnya kehamilan
tuba ada 2 cara yaitu : abortus tuba dan ruptur tuba.

3) Abortus tuba

Abortus ke dalam lumen tuba sering terjadi pada kehamilan pars


ampularis.Abortus tuba kira-kira terjadi pada minggu ke 6-12.Oleh karena zigot
bertambah besar menembus endosalping, masuk ke lumen tuba dan dikeluarkan
ke arah infundibulum.Di ampula tuba biasanya zigot tertanam kolumnar karena
lipatan-lipatan selaput lendir tinggi dan banyak. Lagipula disini rongga tuba agak
besar hingga zigot mudah tumbuh ke arah rongga tuba dan lebih mudah
menembus desidua kapsularis yang tipis dari lapisan otot tuba. Pada abortus tuba,
bila pelepasan hasil konsepsi tidak tuntas maka perdarahan akan berlangsung
terus.Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta.

Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping) dan darah akan mengalir
melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum
Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.

4) Ruptur tuba

Hal ini terutama terjadi kalau implantasi terjadi pada isthmus tuba. Di isthmus
tuba lipatan selaput lendir sedikit sehingga implantasi yang terjadi bersifat
interkolumnar. Trofoblas cepat sampai ke lapisan otot tuba dan kemungkinan
pertumbuhan ke arah tuba kecil karena rongga tuba sempit. Oleh karena itu zigot
menembus dinding tuba ke arah rongga perut atau peritoneum.

Ruptur pada isthmus tuba terjadi sebelum minggu ke 12 karena dinding tuba
tipis, tapi ruptur pada pars interstisialis terjadi lebih lambat ( 8-16 minggu ) karena
lapisan ototnya lebih tebal sehingga sering disangka sebagai kehamilan intrauterin
biasa. Ruptur bisa terjadi secara spontan atau maupun akibat trauma ringan
seperti pemeriksaan vaginal, coitus, dan defekasi. Biasanya terjadi dalam kavum
peritoneum tapi kadang-kadang ke dalam ligamentum latum.
Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, dan masih terbungkus
selaput amnion dengan plasenta yang utuh dan melekat pada dasarnya maka
kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen disebut kehamilan abdominal
sekunder. Plasentanya kemudian dapat meluas ke dinding belakang uterus,
ligamentum latum, omentum dan usus. Jika insersi dari zigot pada dinding bawah
tuba maka ruptur terjadi ke dalam ligamentum latum dan terbentuk hematom
dalam ligamentum latum atau kehamilan berlangsung terus dalam ligamentum
latum. Kehamilan tuba abdominal ialah kehamilan yang asalnya pada ujung tuba
dan kemudian tumbuh ke dalam kavum peritoneum.

Kehamilan tuba ovarial ialah kehamilan yang asalnya dari ovarium atau tuba
tapi kemudian kantongnya terjadi dari jaringan tuba maupun ovarium.

D. Gejala Klinis

Kehamilan ektopik yang masih utuh memberikan gejala yang sama dengan
kehamilan muda intrauterin. Kehamilan ektopik biasanya baru memberikan gejala
yang jelas dan khas kalau sudah terganggu. Gejala-gejalanya antara lain :

1. Nyeri perut
Nyeri perut dapat unilateral atau bilateral di abdomen bawah, kadang-kadang
sampai daerah abdomen atas. Darah yang masuk ke dalam rongga abdomen
akan merangsang peritoneum sehingga ditemukan tanda-tanda rangsangan
peritoneal ( nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, defense musculaire ).
2. Amenore
Keterlambatan haid tergantung pada usia gestasi. Adakalanya tidak terjadi
keterlambatan haid karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya,
sehingga perdarahan patologis yang disebabkan oleh kehamilan ektopik
dianggap haid biasa.
3. Perdarahan pervaginam
Perdarahan per vaginam berasal dari pelepasan desidua dari kavum uteri dan
abortus tuba.Umumnya perdarahan tidak banyak dan berwarna coklat tua.
4. Syok karena hipovolemi
5. Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus juga membesar karena pengaruh hormon
kehamilan, tapi ukurannya sedikit lebih kecil dari kehamilan intrauterin yang
sama umurnya.
6. Tumor dalam rongga panggul
Hematosalping akan teraba sebagai tumor di sebelah uterus. Dengan adanya
hematokel retrouterina maka kavum douglas akan teraba menonjol dan nyeri
pada pergerakan ( nyeri goyang porsio ).
7. Perubahan hemoglobin darah
Kadar hemoglobin turun pada kehamilan ektopik terganggu karena
perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut.

Turunnya Hb disebabkan darah diencerkan oleh air dari jaringan untuk


mempertahanankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Oleh
karena itu, mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama-tama kadar Hb belum
seberapa turunnya maka kesimpulan adanya pendarahan didasarkan atas
penurunan kadar Hb pada pemeriksaan Hb yang berturut-turut. Perdarahan juga
menimbulkan naiknya angka leukosit, yaitu pada pendarahan yang hebat angka
leukosit tinggi, sedangkan pada perdarahan sedikit demi sedikit leukosit normal
atau hanya naik sedikit.

E. Diagnosis

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu harus ditegakkan dengan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis
Kehamilan ektopik terganggu harus dipikirkan apabila seorang pasien
dalam usia reproduktif mengeluhkan nyeri perut bawah yang hebat dan tiba-
tiba, ataupun nyeri perut bawah yang gradual. Kadang-kadang nyeri menjalar
ke bahu dan leher karena perangsangan diafragma oleh darah. Disertai
keluhan perdarahan per vaginam setelah keterlambatan haid.
Adanya riwayat penggunaan AKDR, infeksi alat kandungan, penggunaan
pil kontrasepsi progesteron , riwayat operasi tuba dan riwayat faktor resiko
lainnya memperkuat dugaan KET.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
a. Tanda-tanda akut abdomen seperti defance musculaire, nyeri tekan, nyeri
lepas.
b. Tanda Cullen yaitu sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan
lebam.
c. Pada palpasi perut dan perkusi didapatkan tanda-tanda perdarahan
intraabdominal (shifting dullness)
d. Pada pemeriksaan dalam terdapat :
1) Nyeri ayun dengan menggerakkan porsio dan serviks maka pasien
akan merasa sangat sakit.
2) Douglas crise yaitu rasa nyeri hebat pada penekanan kavum
Douglas.
3) Kavum Douglas teraba menonjol karena terkumpulnya darah dan
teraba massa retro uterin (massa pelvis)
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb seri tiap 1jam menunjukkan penurunan kadar Hb.
b. Adanya leukositosis
2. Kuldosentesis (Douglas pungsi)
Gunanya untuk mengetahui apakah ada darah di kavum Douglas.Caranya
jarum besar yang dihubungkan dengan spuit ditusukkan ke dalam kavum
Douglas di tempat kavum Douglas menonjol ke forniks posterior.
Bila keluar darah berwarna coklat tua sampai hitam yang tidak membeku
atau hanya berupa bekuan-bekuan kecil di atas kain kasa maka hal ini
dianggap positif dan menunjukkan adanya hematom retro uterin.
Bila darah segar berwarna merah dan dalam beberapa menit membeku maka
hal ini dianggap negatif karena darah ini berasal dari arteri atau vena yang
kena tusuk.
a. Ultrasonografi (USG)
1) Bila dapat dilihat kantong kehamilan intra uterin maka kemungkinan
kehamilan ektopik sangat kecil. Kantong kehamilan intrauterin
sudah dapat dilihat pada kehamilan 5 minggu. Mencari kehamilan
ektopik pada usia kehamilan 5 minngu lebih sulit dibansingkan
kehamilan intrauterin.
2) Bila terlihat gerakan jantung janin di luar uterus maka merupakan
bukti pasti dari kehamilan ektopik.
3) Massa di luar kavum uteri belum tentu suatu massa dari kehamilan
ektopik.
4) Kavum uteri kosong dengan kadar β-HCG di atas 6.000mIU/ml
kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar.
b. Pemeriksaan kadar HCG
Kadar HCG membantu menegakkan diagnosis meskipun tidak ada
konsensus mengenai kadar HCG yang sugestif untuk kehamilan
ektopik.Kehamilan ektopik dapat dibedakan dari kehamilan normal
dengan pemeriksaan kadar HCG secara serial. Pada usia gestasi 6-7
minggu kadar HCG serum meningkat 2 kali lipat setiap 48 jam pada
kehamilan intrauterin normal. Peningkatan yang subnormal (<66%)
dijumpai pada 85 % kehamilan yang non viable, dan peningkatan
sebanyak 20% sangat prediktif untuk kehamilan non viable. Fenomena
ini bila disertai dengan terdeteksinya kavum uteri yang kosong,
mengindikasikan adanya kehamilan ektopik.
Secara klinis, penegakan diagnosis KET dengan pemantauan kadar
HCG serial tidak praktis karena dapat mengakibatkan keterlambatan
diagnosis. Selain itu peningkatan kadar HCG serum 2 kali lipat setiap 48
jam tidak terjadi lagi setelah minggu ke 7 kehamilan. Karena itu yang
diperiksa ialah kadar HCG kualitatif untuk diagnosis cepat kehamilan.
c. Laparaskopi
Laparaskopi ialah suatu sistem optik dan elektronik dapat dipakai
untuk melihat organ-organ di panggul. Keuntungan laparaskopi daripada
USG ialah laparaskopi dapat melihat keadaan rongga pelvis secara a vue,
ketepatan diagnostic lebih tinggi, dan kerugiannya lebih invasiv daripada
USG.
d. Kuretasi diagnostik
Kuretase dapat dikerjakan untuk membedakan kehamilan ektopik
dari abortus insipiens atau abortus inkomplet. Kuretase tersebut
dianjurkan pada kasus-kasus dimana timbul kesulitan membedakan
abortus dari kehamilan ektopik dengan kadar progesteron serum di
bawah 5ng/ml, β-HCG meningkat abnormal (<2000mU/ml) dan
kehamilan uterin tidak terdeteksi dengan USG transvaginal.

G. Diagnosis Banding
Keadaan-keadaan patologis baik di dalam maupun di luar bidang obstetri
ginekologi perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding KET. Kelainan-kelainan
yang didiagnosis banding dengan KET yaitu :
1. Abortus.
Pada abortus perdarahan lebih banyak, uterus membesar dan lunak, tidak
nyeri, dan sering ada pembukaan.
2. Radang alat-alat dalam panggul terutama salpingitis
Pada salpingitis pernah ada serangan nyeri seelumnya, nyeri bilateral,
demam, uterus tidak membesar.
3. Perdarahan karena pecahnya kista folikel atau korpus luteum
4. Kista torsi
Pada kista torsi ditemukan massa yang lebih jelas, sedangkan pada kehamilan
tuba batasnya tidak jelas.
5. Apendiksitis
Nyeri pada apendiksitis lokasinya lebih tinggi yaitu di titik Mc Burney

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Kehamilan Tuba
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara
lain lokasi kehamilan dan gejala klinis. Seorang pasien dengan kehamilan
tuba yang masih dalam kondisi baik, memiliki 3 pilihan yaitu
penatalaksanaan ekspektasi, penatalaksanaan medis, dan penatalaksanaan
bedah.
2. Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75 %
pasien dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar HCG.
Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada keadaan-keadaan berikut :
a. Kehamilan ektopik dengan kadar HCG yang menurun
b. Kehamilan tuba
c. Tidak ada perdarahan intra abdominal atau rupture
d. Diameter massa ektopik tidak melebihi 3,5cm.atau rupture
e. Diameter massa ektopik tidak melebihi 3,5cm.
3. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas
jaringan dan sel hasil konsepsi. Syarat-syarat penerima tatalaksana medis
antara lain :
a. Keadaan hemodinamik yang stabil
b. Bebas nyeri perut bawah
c. Tidak ada aktivitas jantung janin
d. Tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas
e. Harus teratur menjalani terapi
f. Harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan pasca
terapi.
g. Tidak memiliki penyakit penyerta
h. Tidak menyusui
i. Memiliki fungsi ginjal, hepar, dan profil darah yang normal
j. Tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate
1) Methotrexate
Methotrexate ialah obat sitostatik yang sering digunakan untuk terapi
keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik,
methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas dan bila diberikan pada pasien
dengan kehamilan ektopik maka diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas
sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Terapi methotrexate
mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10% dan angka kegagalan meningkat
pada usia gestasi diatas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter
lebih dari 4cm. Jika terjadi kegagalan terapi medis maka diperlukan
pengulangan terapi dan pasien harus disiapkan untuk kemungkinan menjalani
pembedahan. Efek samping methotrexate antara lain gangguan fungsi hepar,
stomatitis, gastroenteritis, dan depresi sumsum tulang.
Prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate antara lain kadar
HCG, progesteron, aktivitas jantung janin, ukuran massa hasil konsepsi, ada
tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Untuk memantau
keberhasilan terapi dibutuhkan pemeriksaan HCG serial. Pada hari-hari
pertama setelah pemberian methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami
nyeri abdomen yang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat
implantasinya dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini
dapat diatasi dengan analgetik non steroid.
Pada hari pertama pula massa hasil konsepsi akan tampak membesar
pada pemeriksaan USG akibat edema dan hematoma, sehingga jangan
dianggap sebagai kegagalan terapi.
Setelah terapi berhasil kadar HCG masih harus diawasi tiap minggunya
hingga kadarnya di bawah 5mIU/ml.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal ataupun multipel.
Dosis tunggal yang diberikan adalah 50mg/m2 (intramuskular) sedangkan
dosis multipel adalah 1mg/m2 (intramuskular) pada hari 1, 3, 5,dan hari ke 7.
Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen
pengobatan dengan dosis 0,1mg/kg (intramuskular) dan diberikan pada hari
ke 2, 4, 6, dan 8.
Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparaskopi tepat
ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah
modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum
terganggu.
2) Actinomycin
Pemberian actinomycin intravena selama 5 hari berhasil menterminasi
kehamilan ektopik pada pasien dengan kegagalan terapi methotrexate
sebelumnya.
3) Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparaskopi juga merupakan
alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Namun terapi
dengan methotrexate tetap lebih unggul.

4) Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien dengan kehamilan
tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Ada 2 macam
pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba yaitu pembedahan
konservatif, dimana integritas tuba dipertahankan.
Pada pembedahan radikal dilakukan salpingektomi. Pembedahan
konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan
salpingotomi.
5) Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi
yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba
falopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba
tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil
konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati.
Perdarahan yang terjadi umumnya dijahit dan dapat dikendalikan dengan
elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk
sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi
maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard
untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.
6) Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa
pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan
bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan
perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.
7) Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum
maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi
maupun laparoskopi.

Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:

1. kehamilan ektopik mengalami ruptur


2. pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif
3. terjadi kegagalan sterilisasi
4. telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya
5. pasien meminta dilakukan sterilisasi
6. perdarahan berlanjut pascasalpingotomi
7. kehamilan tuba berulang
8. kehamilan heterotopik
9. massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.

Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan


pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih
daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut
dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada
kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk
menghentikan perdarahan masif yang terjadi.

8) Evakuasi Fimbriae dan Fimbriaektomi


Bila terjadi kehamilan di fimbriae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi
dari fimbriae tanpa melakukan fimbriaektomi. Dengan menyemburkan cairan
di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi
dapat terdorong dan lepas dari implantasinya. Fimbriaektomi dikerjakan bila
massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi
dengan cairan bertekanan.

I. VARIAN-VARIAN KEHAMILAN EKTOPIK


1. Kehamilan Abdominal
Hampir semua kasus kehamilan abdominal merupakan kehamilan
ektopik sekunder akibat ruptur atau aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke
dalam rongga abdomen. Implantasi primer di dalam rongga abdomen sangat
jarang. Mortalitas akibat kehamilan abdominal tujuh kali lebih tinggi daripada
kehamilan tuba, dan 90 kali lebih tinggi daripada kehamilan intrauterin.
Morbiditas maternal dapat disebabkan perdarahan, infeksi, anemia,
koagulasi intravaskular diseminata (DIC), emboli paru. Pada kehamilan
abdominal yang khas, plasenta yang telah menembus dinding tuba secara
bertahap membuat perlekatan baru dengan jaringan serosa di sekitarnya,
namun juga mempertahankan perlekatannya dengan tuba. Pada beberapa
kasus, setelah ruptur tuba plasenta mengadakan implantasi di tempat yang
terpisah dari tuba dalam rongga abdomen. Kehamilan abdominal dapat juga
terjadi akibat ruptur bekas insisi seksio sesaria, dan pada kasus ini kehamilan
berlanjut di balik plika vesikouterin.
Kehamilan ekstrauterin lanjut memiliki peluang kelahiran hidup sebesar
10-25%, namun angka malformasi kongenital pada bayi ekstrauterin cukup
tinggi akibat oligohidramnios, dan hanya 50%-nya dapat bertahan hidup lebih
dari satu minggu. Kelainan kongenital yang ditemukan umumnya berupa
abnormalitas wajah, kranium dan ekstremitas.
Janin yang mati namun terlalu besar untuk diresorbsi dapat mengalami
proses supurasi, mumifikasi atau kalsifikasi dan perlemakan. Karena letak
janin yang sangat dekat dengan traktus gastrointestinal, bakteri dengan mudah
mencapai janin dan berkembang biak. Selanjutnya, janin akan mengalami
supurasi, terbentuk abses, dan abses tersebut dapat ruptur sehingga terjadi
peritonitis.
Gejala kehamilan abdominal biasanya baru terdiagnosis setelah
kehamilan lanjut, yaitu :
a. Segala tanda kehamilan ada, tapi biasanya pasien lebih menderita karena
perangsangan peritoneum, misalnya sering mual, muntah, perut
kembung, obstipasi atau diare dan nyeri perut.
b. Pada kehamilan abdominal sekunder, mungkin pasien pernah mengalami
sakit perut yang hebat disertai pusing atau pingsan yaitu waktu terjadinya
ruptur tuba.
c. Tidak ada kontraksi Braxton Hicks (tumor yang mengandung anak tidak
pernah mengeras )
d. Pergerakan anak dirasakan nyeri oleh ibuBunyi jantung anak lebih jelas
terdengar.
e. Bagian anak lebih mudah teraba karena hanya terpisah oleh dinding
perut.
f. Di samping tumor yang mengandung anak, kadang-kadang dapat diraba
tumor lain yaitu rahim yang membesar.
g. Pada pemeriksaan foto rontgen, abdomen atau USG biasanya tampak
kerangka anak yang tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa.
h. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebrae ibu.
i. Kalau sudah ada his dapat terjadi pembukaan sebesar ±1 jari dan tidak
menjadi lebih besar dan kalau kita masukkan jari ke dalam kavum uteri
ternyata uterus kosong.

Untuk menentukan diagnosis, dilakukan percobaan sebagai berikut :

1) Tes oksitosin : 2 unit oksitosin disuntikkan subkutan dan tumor yang


mengandung anak dipalpasi dengan teliti. Kalau tumor itu mengeras
maka kehamilan itu intrauterin.
2) Kalau pembukaan tidak ada, dapat dilakukan sondasi untuk
mengetahui apakah uterus kosong dan selanjutnya dibuat foto rontgen
dengan sonde di dalam rahim.
3) Dibuat histerografi dengan memasukkan lipiodol ke dalam kavum
uteri.

Pada hasil pemeriksaan USG berikut, dapat dipikirkan suatu kehamilan


abdominal :

1) tidak tampaknya dinding uterus antara kandung kemih dengan janin


2) plasenta terletak di luar uterus
3) bagian-bagian janin dekat dengan dinding abdomen ibu
4) letak janin abnormal
5) tidak ada cairan amnion antara plasenta dan janin.

Terapi

Kalau diagnosis sudah ditentukan maka kehamilan abdominal harus segera


dioperasi. Penyulit utama adalah perdarahan yang disebabkan ketidakmampuan
tempat implantasi plasenta untuk mengadakan vasokonstriksi seperti miometrium.
Sebelum operasi, cairan resusitasi dan darah harus tersedia, dan pada pasien harus
terpasang minimal dua jalur intravena yang cukup besar. Pengangkatan plasenta
membawa masalah tersendiri. Plasenta boleh diangkat hanya jika pembuluh darah
yang mendarahi implantasi plasenta tersebut dapat diidentifikasi dan diligasi.
Karena hal tersebut tidak selalu dapat dilaksanakan, dan lepasnya plasenta sering
mengakibatkan perdarahan hebat, umumnya plasenta ditinggalkan in situ. Pada
sebuah laporan kasus, plasenta yang lepas sebagian terpaksa dijahit kembali
karena perdarahan tidak dapat dihentikan dengan berbagai macam manuver
hemostasis. Dengan ditinggalkan in situ, plasenta diharapkan mengalami regresi
dalam 4 bulan. Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi adalah ileus,
peritonitis, pembentukan abses intraabdomen dan infeksi organ-organ sekitar
plasenta, serta preeklamsia persisten. Regresi plasenta dimonitor dengan
pengukuran kadar HCG serum dan pemeriksaan USG.

Pemberian methotrexate untuk mempercepat involusi plasenta tidak


dianjurkan, karena degradasi jaringan plasenta yang terlalu cepat akan
menyebabkan akumulasi jaringan nekrotik, yang selanjutnya dapat mengakibatkan
sepsis.

Embolisasi per angiografi arteri-arteri yang mendarahi tempat implantasi


plasenta adalah sebuah alternatif yang baik.

1. Kehamilan Ovarium
Kehamilan ektopik pada ovarium jarang terjadi,biasanya berakhir dengan
ruptur pada waktu hamil muda.

Pada tahun 1878, Spiegelberg merumuskan kriteria diagnosis kehamilan


ovarium:
a. tuba pada sisi ipsilateral harus utuh
b. kantong gestasi harus menempati posisi ovarium
c. ovarium dan uterus harus berhubungan melalui ligamentum ovarii
proprium
d. secara histologis, jaringan ovarium ditemukan dalam dinding kantong
gestasi

Secara umum faktor risiko kehamilan ovarium sama dengan faktor risiko
kehamilan tuba. Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih
besar daripada daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya
mengalami ruptur pada tahap awal. Manifestasi klinik kehamilan ovarium
menyerupai manifestasi klinik kehamilan tuba atau perdarahan korpus luteum.
Umumnya kehamilan ovarium pada awalnya dicurigai sebagai kista korpus
luteum atau perdarahan korpus luteum. Kehamilan ovarium terganggu
ditangani dengan pembedahan mencakup ovariektomi. Bila hasil konsepsi
masih kecil, maka reseksi parsial ovarium masih mungkin dilakukan.
Methotrexate dapat pula digunakan untuk terminasi kehamilan ovarium yang
belum terganggu.

2. Kehamilan Serviks
Kehamilan serviks juga merupakan varian kehamilan ektopik yang cukup
jarang. Etiologinya masih belum jelas, namun beberapa kemungkinan telah
diajukan. Burg mengatakan bahwa kehamilan serviks disebabkan transpor
zigot yang terlalu cepat, yang disertai oleh belum siapnya endometrium untuk
implantasi. Dikatakan pula bahwa instrumentasi dan kuretase mengakibatkan
kerusakan endometrium sehingga endometrium tidak lagi menjadi tempat
nidasi yang baik.
Sebuah pengamatan pada 5 kasus kehamilan serviks mengindikasikan
adanya hubungan antara kehamilan serviks dengan kuretase traumatik dan
penggunaan IUD pada sindroma Asherman. Pada kehamilan serviks,
endoserviks tererosi oleh trofoblas dan kehamilan berkembang dalam
jaringan fibrosa dinding serviks. Lamanya kehamilan tergantung pada tempat
nidasi.
Semakin tinggi tempat nidasi di kanalis servikalis, semakin besar
kemungkinan janin dapat tumbuh dan semakin besar pula tendensi perdarahan
hebat. Perdarahan per vaginam tanpa rasa sakit dijumpai pada 90% kasus, dan
sepertiganya mengalami perdarahan hebat. Kehamilan serviks jarang
melewati usia gestasi 20 minggu.
Prinsip dasar penanganan kehamilan serviks, seperti kehamilan ektopik
lainnya, adalah evakuasi. Karena kehamilan serviks jarang melewati usia
gestasi 20 minggu, umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi
dengan kuretase. Namun evakuasi hasil konsepsi pada kehamilan serviks
sering kali mengakibatkan perdarahan hebat karena serviks mengandung
sedikit jaringan otot dan tidak mampu berkontraksi seperti miometrium. Bila
perdarahan tidak terkontrol, sering kali histerektomi harus dilakukan..
Beberapa metode-metode nonradikal yang digunakan sebagai alternatif
histerektomi antara lain pemasangan kateter Foley, ligasi arteri hipogastrika
dan cabang desendens arteri uterina, embolisasi arteri dan terapi medis.
Kateter Foley dipasang pada kanalis servikalis segera setelah kuretase, dan
balon kateter segera dikembangkan untuk mengkompresi sumber perdarahan.
Selanjutnya vagina ditampon dengan kasa. Beberapa pakar mengusulkan
penjahitan serviks pada jam 3 dan 9 untuk tujuan hemostasis (hemostatic
suture) sebelum dilakukan kuretase.
Embolisasi angiografik arteri uterina adalah teknik yang belakangan ini
dikembangkan dan memberikan hasil yang baik. Sebelum kuretase dilakukan,
arteri uterina diembolisasi dengan fibrin, gel atau kolagen dengan bantuan
angiografi. Pada kasus tersebut, perdarahan yang terjadi saat dan setelah
kuretase tidak signifikan. Seperti pada kehamilan tuba, methotrexate pun
digunakan untuk terminasi kehamilan serviks. Methotrexate adalah modalitas
terapeutik yang pertama kali digunakan setelah diagnosis kehamilan serviks
ditegakkan. Namun pada umumnya methotrexate hanya memberikan hasil
yang baik bila usia gestasi belum melewati 12 minggu. Methotrexate dapat
diberikan secara intramuskular, intraarterial maupun intraamnion.

3. Kehamilan Ektopik Heterotopik


Kehamilan ektopik di sebuah lokasi dapat koeksis dengan kehamilan
intrauterin. Kehamilan heterotopik ini sangat langka. Hingga satu dekade
yang lalu insidens kehamilan heterotipik adalah 1 dalam 30,000 kehamilan,
namun dikatakan bahwa insidensnya sekarang telah meningkat menjadi 1
dalam 7000, bahkan 1 dalam 900 kehamilan.

F. Etiologi

Bisa terjadi dari 2 pembuahan :

1. Dua ovum : bulan ini dari ovarium kanan, bulan depan dari ovarium kiri
2. Dari satu ovarium keluar 2 ovum : bisa dari 2 folikel deGraaf atau dari 1
folikel de Graaf
3. Dalam satu ovulasi serentak keluar 2 ovum, satu dari ovarium kanan dan satu
dari ovarium kiri

Kemungkinan kehamilan heterotopik harus dipikirkan pada kasus-kasus sebagai


berikut:

1. Bila HCG tetap tinggi atau meningkat setelah dilakukan kuretase pada
abortus
2. Bila tinggi fundus uteri melampaui tinggi yang sesuai dengan usia gestasi
3. Bila terdapat lebih dari 2 korpus luteum
4. Bila terdeteksi pada USG adanya kehamilan ekstra dan intrauterin.

http://yuninadianasari.blogspot.co.id/2011/04/kehamilan-ektopik.html?
m=1/diunduh pada tanggal 06 April 2018

1. Kehamilan Ektopik Terganggu


Kehamilan ektopik terganggu (KET) merupakan suatu komplikasi
kehamilan dimana sel telur yang dibuahi dan tidak bisa menempel pada
jaringan yang semestinya. Kehamilan semestinya berada di dinding rahim,
embrio menempel pada dinding rahim. Kehamilan ektopik bukanlah
kehamilan yang normal dikarenakan kehamilan itu tidak bisa berkembang
sebab berada di tempat yang bukan sebagaimana mestinya. Kehamilan
ektopik terganggu merupakan kondisi gawat darurat yang harus segera
diketahui oleh petugas medis. Kondisi ini bisa membahayakan nyawa ibu,
kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang menjadi salah satu penyebab
mortalitas pada ibu hamil.
2. Proses Terjadinya Kehamilan Ektopik
Kanyak orang yang tidak tahu bagaimana bisa kehamilan ektopik terjadi.
Sedikitnya pengetahuan masyarakat tentang kehamilan ektopik membuat
kasus ini sering terlambat ditangani. Tak hanya itu saja, awamnya masyarakat
tentang kehamilan ektopik membuat masyarakat tidak tahu apa yang harus
dilakukannya dan mengetahui secara dini kehamilan ektopik yang
menimpanya. Akibatnya adalah kehamilan ektopik terlambat diatasi.
Berikut ini proses terjadinya kehamilan ektopik yang harus diketahui oleh
masyarakat kehamilan ektopik terganggu :
1. Setelah menstruasi, wanita akan melepaskan sel telur dari indung
telurnya. Sel telur itu adalah sel telur yang siap untuk dibuahi. Sel telur
tersebut akan berjalan menuju ke saluran telur kemudian menuju ke
Rahim.
2. Ketika setelah menstruasi wanita melakukan hubungan seksual, sperma
pasangan akan masuk ke dalam rahim dan mencari sel telur yang bisa
untuk dibuahi. Hasil pembuahan itu dinamakan dengan zigot.
3. Bila tidak ada halangan, zigot itu akan berenang dan menuju ke rongga
rahim. Ketika menuju ke rongga rahim akan ada pembelahan sel. Ketika
sampai di rongga rahim, sel ini akan menempelkan dirinya ke dinding
rahim dan bisa tumbuh lebih lanjut.
4. Sayang, tidak semua harapan bisa terwujud. Dalam perjalannya menuju
ke rahim, zigot bisa saja menemukan banyak hambatan. Hambatan itu
bisa membuat perjalanan zigot menjadi melambat dan terganggu.
Akibatnya adalah zigot akan menempel bukan di dinding rahim di dalam
rahim. Jika hal itu terjadi, kehamilan ektopik terganggu bisa terjadi. Zigot
itu bisa tumbuh di tempat-tempat seperti :
a. Saluran telur.
Lokasi ini adalah lokasi paling sering ditemukannya kehamilan ektopik.
Daerahnya adalah daerah ampula. Daerah ampula adalah daerah yang
lebar di saluran telur. Zigot itu banyak yang berhenti di saluran telur
tepatnya berada di daerah ampula.
b. Rongga perut
c. Ovarium atau indung telur
d. Kornu uteri
e. Leher rahim atau serviks.
f. Zigot bisa berubah menjadi embrio bukan pada tempatnya, namun
ketika usianya lebih dari tiga bulan zigot itu tidak bisa berkembang
lagi sehingga akan menimbulkan keluhan pada ibu hamil tersebut.
Penanganan medis harus segera dilakukan sedini mungkin, jangan
sampai medis terlambat mengatasi hal tersebut.

G. Gejala

Ibu yang sedang hamil dan berada di trimester pertama sebaiknya tahu apa
saja gejala dari kehamilan ektopik ini. Semakin dini wanita hamil menyadari
bawah kehamilannya merupakan hamil ektopik semakin cepat pula penanganan
medis dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Jika terlambat
diatasi, wanita akan memiliki saluran tuba yang pecah. Jika saluran tuba pecah,
saluran tuba itu harus diangkat dan akibatnya wanita akan susah hamil di
kemudian harinya.
Tindakan medis yang dilakukan jika diketahui secara dini kehamilan ektopik
adalah dengan menjaga saluran tuba tetap utuh. Berikut ini gejala dari wanita yang
mengalami kehamilan ektopik .

1. Nyeri
Wanita hamil yang mengalami gejala kehamilan ektopik terganggu akan
merasakan nyeri terutama di bagian perut bawah. Nyeri itu bisa sangat tajam
kemudian bisa melebar ke bagian perut. Nyeri itu akan semakin terasa hebat
jika digunakan untuk berjalan, bergerak dan juga beraktivitas meskipun hanya
aktivitas yang ringan saja.
2. Pendarahan
Wanita yang hamil namun mengalami pendarahan seperti menstruasi, bisa
dikatakan bahwa dirinya terkena hamil ektopik. Pendarahan yang dialami itu
bisa sangat bervariasi misalnya saja hanya timbul bercak darah saat hamil
berwarna cokelat atau bahkan menstruasi seperti darah segar. Wanita yang
hamil namun mengeluarkan bercak cokelat atau darah secara teratur sebaiknya
segera menemui dokter sesegera mungkin.
Alasannya adalah jika tidak ditangani dengan segera kehamilan ektopik ini
bisa menyebabkan pendarahan di dalam tubuh ibu hamil.
3. Sakit Panggul
Wanita yang mengalami kehamilan ektopik akan merasakan sakit di
bagian panggul. Sakit panggul itu hanya ada di salah satu sisi saja dan itu
merupakan sakit yang tiba-tiba.
4. Pingsan

Pingsan merupakan tanda bahwa ibu hamil mengalami hamil ektopik.


Pingsan itu bisa terjadi ketika ibu hamil sudah tidak bisa menahan nyeri dan
sakit pada bagian panggul serta nyeri di bagian bawah perutnya.

5. Hipotensi
Wanita dengan hamil ektopik akan mengalami tekanan darah rendah atau
hipotensi.
6. Sakit Perut
Selain nyeri wanita akan mengalami kram perut atau sakit perut dimana,
seperti tanda-tanda kehamilan. Namun hal tersebut dirasakan perutnya seperti
diremas-remas. Rasa sakit itu semakin sering dirasakan oleh wanita sehingga
wanita akan kepayahan menghadapi itu semua.
7. Kulit Pucat

Akibat pendarahan yang dialaminya, wanita dengan hamil ektopik akan


kekurangan darah dan mengalami anemia. Salah satu tanda jika dia terkena
anemia adalah dia akan memiliki kulit yang pucat.

8. Denyut Nadi Meningkat


Wanita yang mengalami hamil ektopik akan mengalami denyut nadi
meningkat. Denyut nadi ini bisa di cek di bagian pergelangan tangan atau di
bagian leher.

J. Faktor Risiko

Ada orang yang rentan mengalami kehamilan ektopik terganggu. Faktor


risiko itu banyak yang tidak disadari oleh kebanyakan orang. Faktor itu tidak
boleh diremehkan, orang yang memiliki faktor risiko kehamilan ektopik, bisa
membuat dirinya terkena risiko fatal berupa pecahnya saluran telur yang dijadikan
sebagai lokasi untuk tempat menempelnya embrio tersebut.

Berikut ini berbagai macam risiko yang bisa menyebabkan seseorang terkena
hamil ektopik :

1. Infeksi Saluran Telur


Wanita yang mengalami infeksi di saluran telur biasanya akan
mengalami kehamilan ektopik. Alasannya adalah saat akan melewati saluran
telur dan menuju rahim, zigot terhalang oleh kuman dan virus yang ada di
saluran telur.
Akibatnya zigot tersebut terpaksa berhenti di saluran telur dan menempel
di sana, kemudian zigot berkembang menjadi embrio.
2. Radang Panggul
Wanita yang mengalami penyakit radang panggul sangat rentan untuk
terkena kehamilan ektopik. Radang itu bisa membuat wanita merasakan nyeri
pada panggulnya. Radang panggul itu bisa menghalangi lajunya zigot menuju
ke rahim.
3. Pernah Mengalami Kehamilan Ektopik
Wanita yang pernah mengalami hamil ektopik sebelumnya juga bisa
mengalami hamil ektopik lagi. Jadi berhati-hatilah bagi wanita yang pernah
mengalami kehamilan ektopik. Misalnya saja hamil ektopik pertama berada
di ovarium kanan, kemudian di hamil ektopik selanjutnya hamil ektopik bisa
berada di ovarium di sebelah kiri. Oleh sebab itu faktor kehati-hatian sangat
diperlukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
4. Operasi Tuba
Wanita yang pernah menjalani operasi tuba fallopi juga rentan untuk
terkena kehamilan ektopik. Alasannya adalah tuba yang telah dioperasi tidak
memungkinkan zigot untuk menempel di dinding rahim. Akibatnya adalah
zigot itu menempel pada tempat lainnya bukan menempel di rahim.
5. Endometriosis
Orang yang mengalami gejala endometriosis bisa terkena kehamilan
ektopik. Wanita yang mengalami endometriosis adalah wanita yang sering
merasakan sakit luar biasa ketika menstruasi datang dan terjadi.
6. Kontrasepsi
Wanita yang menggunakan kontrasepsi kemudian hamil dan dia masih
mengalami menstruasi, sehingga tidak sadar jika dirinya hamil bisa jadi
kehamilan yang dikandungnya adalah kehamilan ektopik. Wanita tersebut
mengalami menstruasi dikarenakan zigot tidak menempel pada dindIng rahim
namun menempel di tempat yang lainnya. Oleh sebab itu cara mencegah
kehamilan tanpa KB lebih dianjurkan daripada menggunakan kontrasepsi,
karena bisa mneyebabkan kehamilan ektopik.
7. Cacat Bawaan
Wanita yang mengalami cacat bawaan di saluran telurnya bisa terkena
kehamilan ektopik.
8. Penyakit Menular Seksual (PMS)
Wanita yang pernah mengalami penyakit menular seksual (PMS) bisa
terkena kehamilan ektopik. Hal itu diakibatkan oleh kuman dan virus yang
ada di dalam tyubuhnya. PMS itu misalnya saja gonorrhea, klamidia dan
masih banyak lagi lainnya.

H. Proses Diagnosa Kehamilan Ektopik Terganggu

Pihak medis membutuhkan data pendukung dan pemeriksaan pendukung agar


pihak medis mengetahui apakah pasiennya mengalami kehamilan ektopik atau
tidak. Kehamilan ektopik terganggu membutuhkan beberapa pemeriksaan dan
diagnosa. Hasil dari pemeriksaan itu akan menunjukkan apakah pasien tersebut
mengalami hamil ektopik atau tidak.

Berikut ini berbagai macam pemeriksaan yang akan dilakukan untuk mendeteksi
kehamilan ektopik :

Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan pertama yang akan dilakukan


untuk mengetahui apakah kehamilan ektopik ada pada pasien. Pemeriksaan
laborat mencakup pemeriksaan-pemeriksaan di bawah ini :

1. Pemeriksaan darah dengan mengambil sampel darah pasien.


2. Pemeriksaan berapa kadar hormon progesterone pasien.
3. Memeriksa kadar HCG pasien.
Pada ciri-ciri orang hamil hormon HCG akan meningkat, namun jika
mengalami hamil ektopik, hormon HCG yang ada di dalam tubuhnya tidak
akan bertambah atau meningkat.
4. Memeriksa golongan darah pasien.

a. Penanganan
Dokter akan melakukan tindakan medis dengan sesegera mungkin.
Berikut ini berbagai pengobatan yang akan dilakukan oleh dokter dalam
mengatasi kehamilan ektopik :
b. Obat-Obatan
Langkah pertama yang akan dilakukan adalah dengan memberikan obat-
obatan. Obat-obatan tersebut fungsinya adalah menahan laju pertumbuhan
embrio, obat suntik juga akan diberikan kepada ibu hamil. Tujuannya adalah
dengan obat suntik tersebut diharapkan bisa terserap ke dalam tubuh ibu
hamil, obat itu bisa menjaga keutuhan tuba falopi dan menjaganya agar tidak
pecah atau rusak.
Tuba falopi yang pecah dan rusak bisa disebabkan oleh embrio yang
terus tumbuh dan membesar. Kondisi tuba yang sempit tidak memungkinkan
embrio untuk terus berkembang menjadi janin.
c. Operasi
Jika pemberian obat tidak berhasil dan embrio terus berkembang, dokter
akan melakukan tindakan pembedahan atau operasi. Operasi ini dirasa paling
aman dan memiliki angka keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pemberian obat-obatan. Operasi ini akan dilakukan oleh wanita yang
mengalami kehamilan ektopik terganggu lebih dari beberapa minggu. Operasi
yang biasa dilakukan untuk mengatasi hamil ektopik adalah operasi
laparaskopi dengan membentuk sayatan kecil yang ada di bawah perut.
Operasi ini juga akan dilakukan jika kondisi tuba sudah pecah dan
menimbulkan pendarahan. Jika tuba sudah pecah bukan laparoskopi saja yang
dilakukan, namun operasi besar untuk mengangkat saluran tuba yang telah
pecah agar tidak menimbulkan infeksi di dalam perut.
I. Efek Kehamilan Ektopik
Wanita yang pernah mengalami hamil ektopik atau sedang mengalami hamil
ektopik tentu akan bertanya-tanya apa saja yang menjadi dampak dari kehamilan
ektopik ini. Mereka banyak yang khawatir dan takut jika kejadian buruk akan
menimpanya setelah kehamilan ektopik tersebut.

Berikut ini berbagai dampak yang akan terjadi pada wanita yang mengalami hamil
ektopik :

Wanita yang pernah mengalami hamil ektopik akan kembali subur, wanita
akan kembali subur sebanyak 60 persen. Namun sebanyak 10 persen akan
mengalami masalah kesuburan. Masalah kesuburan adalah masalah yang harus
diwaspadai oleh wanita. Masalah kesburan ini akan terjadi pada wanita yang
mengalami dua kali kehamilan ektopik. Dua kali kehamilan ektopik itu terlambat
dideteksi sehingga, menyebabkan kedua saluran tuba pecah sehingga masalah
kesuburan pun akan terjadi.

Kehamilan ektopik ini hanya bisa bertahan sampai trimester pertama saja atau
tiga bulan, setelah itu janin tidak akan bisa berkembang lagi. Jika petugas medis
tidak tanggap terhadap kehamilan ektopik terganggu melebihi trimester pertama,
hal itu bisa sangat membahayakan nyawa ibu. Sayangnya, dokter ahli kebidanan
tidak bisa mendeteksi adanya kehamilan ektopik ini terutama dokter atau bidan
yang tidak dilengkapi dengan USG. Ibu yang tidak terdeteksi bahwa terkena
kehamilan ektopik akan mengalami kondisi gawat darurat dan harus masuk ke
UGD, jika hal ini terjadi biasanya dokter UGD lah yang mengetahui bahwa ibu
telah terkena kehamilan ektopik. Oleh sebab itulah, semua kalangan dokter
sebaiknya tahu mana kehamilan ektopik dan mana yang bukan.
https://hamil.co.id/masalah-kehamilan/kehamilan-ektopik/kehamilan-ektopik-
terganggu

Anda mungkin juga menyukai