A. Pengertian
Ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa
Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di
luar tempat yang semestinya”.
B. Etiologi
Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari
indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi faktor resiko yang
diperkirakan sebagai penyebabnya adalah:
C. Patofisiologi
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah
dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan
embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi
tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :
1. Kemungkinan “tubal abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke
ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi
pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga
peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari
dinding tuba.
2. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai
akibat dari distensi berlebihan tuba.
3. Faktor abortus ke dalam lumen tuba.
4. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda.
5. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan
pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga
perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan
kematian.
Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica.
Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka
perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit,
terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping),
dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga
berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.
Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal,
karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di
pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut
berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali
kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.
D. Manifestasi Klinik
E. Diagnosis
F. Penanganan
a. Penatalaksanaan medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak
integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Tindakan konservativ medik
dilakukan dengan pemberian methotrexate. Methotrexate adalah obat
sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit
trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak
sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,
methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga
menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Terapi methotrexate dosis
tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan
ektopik yang belum terganggu.
Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-
syarat berikut ini: 1) keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada tanda
robekan dari tuba, 2) tidak ada aktivitas jantung janin, 3) diagnosis
ditegakkan tanpa memerlukan laparaskopi, 4) diameter massa ektopik < 3,5
cm, 5) kadar tertinggi β-hCG < 15.000mIU/ ml, 6).
b. Penatalaksaan bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan
kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu
saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat
mungkin, seperti Salpingostomi dan Salpingotomi.
G. Komplikasi
H. Prognosis
http://octarinimayyasari.blogspot.co.id/2013/04/artikel-ket-kehamilan-ektopik-
terganggu.html?m=1/ diunduh pada tanggal 06 April 2018
Kehamilan Ektopik Terganggu ( KET )
A. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/
melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga
rahim Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu
kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba (Wibowo,
2007). Pembagian menurut lokasi:
1. Kehamilan ektopik tuba: pars interstisialis, isthmus, ampulla, infundibulum,
fimbria.
2. Kehamilan ektopik uterus: kanalis servikalis, divertikulum, kornu, tanduk
rudimenter.
3. Kehamilan ektopik ovarium:
4. Kehamilan ektopik intraligamenter
5. Kehamilan ektopik abdominal
6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus
Kehamilan ektopik yang paling banyak terjadi adalah di tuba, hal ini
disebabkan oleh adanya hambatan perjalanan ovum yang telah dibuahi ke kavum
uteri, hal ini dapat disebabkan karena :
B. Epidemiologi
C. Etiologi
D. Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba
(lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium,
rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi
tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar.
Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot
endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan
kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara
dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan
endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi korialis
dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan
merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil konsepsi
berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan
akibat invasi trofoblas.
Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal,
karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di
pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut
berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali
kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.
E. Manifestasi klinis
Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan
haid atau amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri
abdominal atau pelvik (95%). Biasanya kehamilan ektopik baru dapat ditegakkan
pada usia kehamilan 6 – 8 minggu saat timbulnya gejala tersebut di atas. Gejala
lain yang muncul biasanya sama seperti gejala pada kehamilan muda, seperti
mual, rasa penuh pada payudara, lemah, nyeri bahu, dan dispareunia. Selain itu
pada pemeriksaan fisik didapatkan pelvic tenderness, pembesaran uterus dan
massa adneksa. (Saifiddin, 2002; Cunningham et al, 2005).
F. Diagnosis
1. Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau
tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat
atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam
peritoneum.
2. Pemeriksaan fisik
a. Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
b. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan
ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang
bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
c. Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris
kanan dan kiri.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+).
Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat
meningkat.
b. USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
1) Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
2) Adanya massa komplek di rongga panggul
c. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
kavum Douglas ada darah.
d. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
e. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong
gestasi di luar uterus (Mansjoer, dkk, 2001).
f. Diagnosis banding
1) Infeksi pelvik
2) Abortus iminens atau insipiens
3) Torsi kista ovarium
4) Ruptur korpus luteum
5) Appendisitis akut (Wibowo, 2007; Cunningham et al, 2005)
G. Penatalaksanaan
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam
kondisi baik dan tenang, memiliki 2 pilihan, yaitu penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan bedah.
1. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak
integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Tindakan konservativ medik
dilakukan dengan pemberian methotrexate. Methotrexate adalah obat
sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit
trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak
sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,
methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga
menyebabkan terminasi kehamilan tersebut.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis
multipel. Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular),
sedangkan dosis multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg
(intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan
dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan
dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8.
Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada
patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9.
Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke
dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah
modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum
terganggu.
Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-
syarat berikut ini: 1) keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada tanda
robekan dari tuba, 2) tidak ada aktivitas jantung janin, 3) diagnosis
ditegakkan tanpa memerlukan laparaskopi, 4) diameter massa ektopik < 3,5
cm, 5) kadar tertinggi β-hCG < 15.000mIU/ ml, 6) harus ada informed
consent dan mampu mengikuti follow up, serta 7) tidak memiliki
kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate.
2. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan
kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu
saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat
mungkin.
a. Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil
konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga
distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15
mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik.
Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan
dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat
dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka
(tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per
laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang
belum terganggu.
b. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali
bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis,
patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan
salpingotomi.
c. Salpingektomi
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1)
kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak
menginginkan fertilitas pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4)
telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien
meminta dilakukan sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,
7) kehamilan tuba berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9) massa
gestasi berdiameter lebih dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan
anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika
yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi,
sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan
lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars
interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan
perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara
uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya
(stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi,
sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi
dipisahkan dari mesosalping.
d. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat
dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan
menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau
spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya.
Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup
besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan (Chalik,
2004).
H. Prognosis
a. Bagi kehamilan berikutnya
Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau
pasca penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah
mengalami kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain.
b. Bagi ibu
Bila diagnosis cepat ditegakkan umumnya prognosis baik, terutama bila
cukup penyediaan darah dan fasilitas operasi serta narkose (Moechtar, 1998)
http://dannysatriyo.blogspot.co.id/2012/12/kehamilan-ektopik-terganggu-
ket.html?m=1/diunduh pada tanggal 06 April 2018
Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah kondisi ketika pembuahan sel telur terjadi di luar
rahim (biasanya terjadi di salah satu tuba falopi).
Kehamilan berawal dari sel telur yang telah dibuahi oleh sel sperma. Dalam
proses normal, sel telur yang telah dibuahi ini akan menetap di tuba falopi selama
kurang lebih tiga hari, sebelum dilepaskan ke dalam rahim. Di dalam rahim, sel
telur ini akan terus berkembang hingga masa persalinan tiba. Namun ada
kemungkinan sel telur yang telah dibuahi menempel pada organ selain rahim dan
inilah yang disebut kehamilan ektopik.
Tuba falopi merupakan organ yang paling sering ditempeli sel telur tersebut.
Sementara organ lain yang mungkin menjadi lokasi berkembangnya kehamilan
ektopik meliputi rongga perut, ovarium, serta leher rahim atau serviks.
Salah satu penyebab kehamilan ektopik yang paling umum terjadi adalah
kerusakan tuba falopi, misalnya karena proses peradangan atau inflamasi.
Kerusakan ini akan menghalangi sel telur yang telah dibuahi untuk masuk ke
rahim sehingga akhirnya menempel dalam tuba falopi itu sendiri atau organ lain.
Di samping itu, kadar hormon yang tidak seimbang atau perkembangan
abnormal pada sel telur yang sudah dibuahi terkadang dapat berperan sebagai
pemicu.
Terdapat sejumlah faktor yang diduga dapat memicu kehamilan ektopik. Faktor-
faktor risiko tersebut meliputi:
Jika tuba falopi sobek, akan terjadi perdarahan hebat yang mungkin memicu
hilangnya kesadaran. Kehamilan ektopik termasuk kondisi medis yang
membutuhkan penanganan darurat. Karena itu, sebaiknya Anda segera ke
rumah sakit jika mengalami gejala-gejala tersebut.
Metode USG yang paling akurat untuk mendeteksi kehamilan ektopik adalah
USG transvaginal. Prosedur ini akan mengonfirmasi lokasi kehamilan ektopik
sekaligus detak jantung janin.
Diagnosis yang tidak tepat dan penanganan kehamilan ektopik yang terlambat
dapat memicu perdarahan hebat dan bahkan kematian akibat sobeknya tuba falopi
atau rahim. Jika mengalami komplikasi ini, pasien harus menjalani operasi darurat
melalui bedah terbuka. Tuba falopi kemungkinan dapat diperbaiki, tapi umumnya
harus diangkat.
A. DEFENISI
Kehamilan ektopik terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh
di luar endometrium kavum uteri. Makna dari defenisi tersebut adalah walaupun
hasil konsepsi berimplantasi di dalam organ uterus (intra uteri) tetapi tidak
didalam endometrium misalnya di tuba, di kanalis servikalis dikatakan sebagai
kehamilan ektopik. Dengan demikian istillah kehamilan ektopik lebih tepat
daripada istilah kehamilan ekstrauterine (May dan Mahlmeister, 1994; Bobak,
2006; Wibowo, 2006).
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi di tuba (Cunningham, 2006;
Wibowo, 2006; Sepilian, 2007). Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba,
terdapat kehamilan tuba, kehamilan parsisthmika tubae, kehamilan fimbriae.
Sedangkan kehamilan di luar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan servikal,
kehamilan cornual dan kehamilan abdominal yang primer atau sekunder (May dan
Mahlmeister, 1994; Bobak, 2006; Wibowo dalam Wignjosastro, 2006;
Cunningham, 2006; Sepilian, 2007).
Factor lain di luar tuba yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik adalah
adanya tumor di luar tuba yang menekan tuba sehingga menyempitkan lumen
tuba, migrasi luar ovum misalnya ovum dari ovarium kanan migrasi ke tuba kiri
atau sebaliknya yang dapat memperpanjang perjalanan telur yang telah dibuahi
(Bobak dan Jensen, 1984; Gilbert dan Harmon, 1993; Sepilian, 2007;
Prawirohardjo, 2006; Wibowo, 2006).
C. Patologi
Proses implantasi hasil konsepsi di tuba paada dasarnya sama dengan yang
terjadi di kavum uteri. Namun tuba bukan merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan hasil konsepsi tersebut. Karena pembentukan desidua di tuba tidak
sempurna bahkan kadang-kadang tidak tampak, selain itu vaskularisasi kurang
baik. Kondisi tersebut menyebabakan villi korialis menembus endosalping dan
masuk kelapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Terdapat tiga kemungkinan yang terjadi dari implantasi hasil konsepsi
tersebut (Prawirohardjo, 2006; Cunningham, 2006) :
1. Hasil konsepsi mati dan kemudian diresorbsi, dalam kondisi ini seringkali
adanya yang tidak diketahui dan perdarahan yang terjadi dianggap sebagai
perdarahan haid yang terlambat. Ibu tidak mengeluh apa-apa, hanya merasa
haidnya terlambat beberapa hari.
2. Trofoblas dan vilus-vilus korealis menembus lapisan pseudokapsularis dan
menyebabakan perdarahan dalam lumen tuba. Darah tersebut menyebabkan
pembesaran tuba (hematosalping), dan dapat mengalir ke rongga peritoneum
berkumpul di kavum Douglasi dan menyebabkan hemato retrouterina. Hasil
konsepsi dapat keluar dari osteum tubae, kondisi ini disebut dengan abortus
tuba.
3. Trofoblas dan vilus-vilus korealis menembus lapisan muskularis dan
peritoneum pada dinding tuba dan menyebabkan perdarahan langsung ke
rongga peritoneum. Hal tersebut dapat menyebabakan perdarahan banyak
karena mengalir bebas dalam rongga peritoneum sehingga dapat
menyebabakan keadaan gawat pada penderita.
Bila robekan tuba kecil, konsepsi tidak dikeluarkan dari tuba dan diresorbsi
oleh tubuh. Tetapi bila robekan tuba besar, konsepsi keluar dari tuba masuk
kedalam abdomen sehingga menjadi kehamilan abdominal sekunder
(Prawirohardjo, 2006; Cunningham, 2006). Walaupun tidak berisi mudigah, tetapi
uterus tetap menunjukkan adanya tanda-tanda kehamilan, tanda ini disebuat
dengan “Arias Stella”. Setelah janin mati, ibu akan mengalami perdarahan
pervaginam yang.
http://jimmicharles.blogspot.co.id/2013/12/kehamilan-ektopik-terganggu-
ket.html?m=1/diunduh pada tanggal 06 April 2018
Waspadai Tanda dan Gejala Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Pada kondisi seperti ini janin tidak akan bertumbuh karena tidak adanya
asupan nutrisi yang cukup bagi kehidupan mereka. Di dalam artikel ini selain akan
membahas apa saja tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu, kita juga akan
membahas faktor-faktor penyebab kondisi ini. Selamat membaca!
Kehamilan ektopik pada seorang waita hamil 95% terjadi pada saluran tuba
yang menghubungkan indung telur dengan rahim seorang wanita. Pecahnya
saluran tuba merupakan salah satu kondisi gawat darurat yang membutuhkan
penegakan diagnosis juga terapi yang cepat, karena bisa membahayakan bagi
wanita yang mengalaminya. Untuk itu mari kita simak apa saja gejala-gejala yang
dikeluhkan oleh wanita dengan kehamilan ektopik terganggu
1. Nyeri perut
Gejala pertama yang akan kita bahas adalah nyeri perut. Nyeri perut yang
dikeluhkan oleh seorang wanita dengan kehamilan ektopik terganggu
biasanya berlangsung tiba-tiba atau mendadak. Hal ini disebabkan oleh
pecahnya saluran tuba tempat dimana hasil pembuahan tertanam. Tipe nyeri
perut yang dikeluhkan juga bisa bermacam-macam, bisa dirasakan pada
lokasi tertentu saja seperti pada perut kanan atau kiri bawah atau bersifat
menyeluruh dan dirasakan sama di seluruh perut. Kondisi sepeti ini dapat
menyebabkan bahaya bagi keselamatan seorang wanita jika tidak ditangani
sesegera mungkin.
2. Perdarahan dari jalan lahir
Gejala kedua yang biasa dialami oleh pasien dengan kehamilan ektopik
terganggu adalah perdarahan dari jalan lahir. Perdarahan ini biasanya hanya
berupa bercak-bercak (spotting) yang terjadi pada usia kehamilan muda yakni
di bawah 20 minggu. Selain mengalami bercak-bercak perdarahan yang dapat
dilihat dari luar, sebenarnya pada kondisi rupturnya saluran tuba seorang
wanita mengalami perdarahan dalam rongga perut yang cukup hebat.
Perdarahan ini dapat menyebabkan seorang wanita mengalami syok yang
terjadi akibat kehilangan darah dalam jumlah yang cukup banyak.
3. Abdominal pelvic tenderness
Abdominal pelvic tenderness merupakan suatu gejala yang juga
ditemukan pada wanita-wanita dengan kehamilan ektopik terganggu.
Abdominal pelvic tenderness sendiri merupakan suatu kondisi dimana daerah
perut terutama bagian bawah teraba tegang saat pemeriksaan. Kondisi ini
disebabkan oleh suatu proses peradangan pada lapisan perut bagian dalam
(peritoneum) yang terjadi akibat pecahnya saluran tuba. Abdominal pelvic
tenderness ini juga dapat terjadi secara difus (menyeluruh) maupun
terlokalisir.
4. Tanda syok
Tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu yang terakhir akan kita
bahas adalah tanda-tanda syok. Seperti yang sudah dijelaskan diatas,
pecahnya saluran tuba pada kasus kehamilan ektopik dapat menyebabkan
perdarahan hebat pada penderitanya. Kondisi perdarahan ini dapat
menyebabkan seorang wanita mengalami syok hemoragik (kondisi syok yang
disebabkan oleh perdarahan).
Seperti tanda dan gejala syok pada umumnya, seseorang yang mengalami
syok akan terlihat sangat lemas, ujung-ujung tangan dan kakinya akan teraba
dingin dan lembab. Selain itu pada pemeriksaan fisik anda mungkin dapat
menemukan kondisi dimana tekanan darah penderita menurun, nadi sulit
diraba dan pernafasan mereka terkesan cepat bahkan pada kondisi lebih lanjut
anda dapat menemukan penderita kehamilan ektopik terganggu yang pingsan
saat dibawa ke rumah sakit.
Setelah tadi kita membahas mengenai tanda dan gejala apa saja yang mungkin
dialami oleh seorang wanita dengan kehamilan ektopik terganggu, sekarang kita
akan membahas mengenai apa saja faktor penyebab kondisi berbahaya ini. Pada
dasarnya penyebab terjadinya kehamilan ektopik terganggu ini memang belum
dapat dipastikn secara pasti. Untuk itu dalam artikel ini kita akan membagi faktor
risiko penyebab kehamilan ektopik terganggu menjadi tiga golongan yakni risiko
tinggi, risiko sedang dan juga risiko rendah. Mari kita bahas satu persatu.
Setelah kita membahas mengenai apa saja faktor penyebab dan juga gejala
yang bisa dikeluhkan oleh penderita kehamilan ektopik terganggu (KET) kita
memang tidak dapat menduga apa penyebab pasti seseorang mengalami kejadian
ini. Kondisi kehamilan ektopik terganggu memang membutuhkan sejumlah
pemeriksaan khusus seperti USG untuk mendeteksinya sebelum terjadi
perburukan.
https://dedaunan.com/waspadai-tanda-dan-gejala-kehamilan-ektopik-terganggu-
ket/diunduh pada tanggal 06 April 2018
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, dan
penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam
kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau rupture tuba. Pada umumnya
penderita menunjukan gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin merasa nyeri
sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan
vagina uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin tidak sebesar tuanya
kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba
pada pemeriksaan bimanual.
Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau rupture tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.
1. Nyeri adalah gejala yang timbul berkaitan dengan apakah kehamilan ektopik
tersebut telah mengalami ruptur. Wanita beresiko tinggi harus menjalani
penapisan sedini mungkin sebelum mereka menjadi simtomatik. Untuk yang
lainnya, gejala kehamilan ektopik yang paling sering dialami adalah nyeri
panggul dan abdomen (95%) dan amenore disertai spoting atau perdarahan
per vaginam dalam derajat tertentu.
2. Menstruasi abnormal, sebagian banyak wanita tidak melaporkan amenre,
mereka menyalahartikan perdarahan uterus yang sering terjadi pada
kehamilan tuba sebagai menstruasi yang sebenarnya. Ketika dukungan
endokrin untuk endometrium menurun, perdarahan lebih sedikit dan kadang
kala ditemukan pada kehamilan tuba.
3. Perdarahan per vaginam, dengan matinya telur desidua yang mengalami
degenerasi dan nekrosis, selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk perdarahan.
Perdarahan ini umumnya sediki dan berwarna coklat tua, namun perdarahan
yang banyak dari per vagina harus mengarah pikiran kita ke abortus biasa.
4. Syok karena hipovolemi, tanda syok lebih jelas bila pasien duduk, juga
terdapat oliguri.
5. Pembesaran uterus, pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena
pengaruh hormone –hormon kehamilan, tetapi pada umumnya sedikit lebih
kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterine yang sama
umurnya.
6. Tumor dalam rongga panggul, dalam rongga panggul dapat teraba tumor
lunak kenyal yang disebabkan oleh kumpulan darah di tuba dan sekitarnya.
7. Perubahan darah, dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada
kehamilan ektopik terganggu karena perdarahan yang banyak ke dalam
rongga perut.
Jika pasien diperiksa dan diduga kehamilan ektopik, ia harus dikirim kerumah
sakit tanpa pemeriksaan vagina. Jika ia dalam keadaan syok , harus dipasang
infuse dan dikirim secepatnya. Dapat diberikan morfin, jika wanita tersebut
kesakitan.
http://tikamustikasari.blogspot.co.id/2013/05/kehamilan-ektopik-terganggu.html?
m=1/diunduh pada tanggal 06 April 2018
Kehamilan Ektopik
A. Definisi
B. Etiologi
Penyebab kehamilan ektopik ada yang diketahui dan ada pula yang tidak, atau
belum diketahui. Ada beberapa faktor penyebab kehamilan ektopik :
1. Faktor uterus :
a. Tumor uterus yang menekan tuba
b. Uterus hipoplastis
2. Faktor tuba
a. Penyempitan lumen tuba karena infeksi endosalfing
b. Tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk
c. Gangguan fungsi silia tuba
d. Operasi dan sterilisasi tuba yang tak sempurna
e. Endometriosis tuba
f. Striktur tuba
g. Divertikel tuba dan kelainan kongenital lainnya
h. Perlekatan peritubal dan lekukan tuba
i. Tumor lain menekan tuba
j. Lumen kembar dan sempit
3. Faktor ovum
a. Migrasi externa dari ovum
b. Perlekatan membran granulosa
c. Migrasi internal ovum
C. Klasifikasi
1. Kehamilan tuba
a. Interstisial (2%)
b. Isthmus (25%)
c. Ampula (55%)
d. Fimbrial (17%)
2. Kehamilan ovarial (0,5%)
3. Kehamilan abdominal (0,1%)
a. Primer
b. Sekunder
c. Kehamilan tubo ovarial
d. Kehamilan intraligamenter
e. Kehamilan servikal
f. Kehamilan tanduk rahim rudimenter
1) Kehamilan tuba
Pada kehamilan tuba dapat terjadi nidasi di ampula, isthmus, pars interstisialis
tuba dan juga di fimbriae. Dari bentuk di atas secara sekunder dapat terjadi
kehamilan tuba adominal, tuba ovarial, atau kehamilan dalam ligamentum latum.
Kehamilan paling sering terjadi dalam ampula tuba.
3) Abortus tuba
Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping) dan darah akan mengalir
melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum
Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.
4) Ruptur tuba
Hal ini terutama terjadi kalau implantasi terjadi pada isthmus tuba. Di isthmus
tuba lipatan selaput lendir sedikit sehingga implantasi yang terjadi bersifat
interkolumnar. Trofoblas cepat sampai ke lapisan otot tuba dan kemungkinan
pertumbuhan ke arah tuba kecil karena rongga tuba sempit. Oleh karena itu zigot
menembus dinding tuba ke arah rongga perut atau peritoneum.
Ruptur pada isthmus tuba terjadi sebelum minggu ke 12 karena dinding tuba
tipis, tapi ruptur pada pars interstisialis terjadi lebih lambat ( 8-16 minggu ) karena
lapisan ototnya lebih tebal sehingga sering disangka sebagai kehamilan intrauterin
biasa. Ruptur bisa terjadi secara spontan atau maupun akibat trauma ringan
seperti pemeriksaan vaginal, coitus, dan defekasi. Biasanya terjadi dalam kavum
peritoneum tapi kadang-kadang ke dalam ligamentum latum.
Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, dan masih terbungkus
selaput amnion dengan plasenta yang utuh dan melekat pada dasarnya maka
kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen disebut kehamilan abdominal
sekunder. Plasentanya kemudian dapat meluas ke dinding belakang uterus,
ligamentum latum, omentum dan usus. Jika insersi dari zigot pada dinding bawah
tuba maka ruptur terjadi ke dalam ligamentum latum dan terbentuk hematom
dalam ligamentum latum atau kehamilan berlangsung terus dalam ligamentum
latum. Kehamilan tuba abdominal ialah kehamilan yang asalnya pada ujung tuba
dan kemudian tumbuh ke dalam kavum peritoneum.
Kehamilan tuba ovarial ialah kehamilan yang asalnya dari ovarium atau tuba
tapi kemudian kantongnya terjadi dari jaringan tuba maupun ovarium.
D. Gejala Klinis
Kehamilan ektopik yang masih utuh memberikan gejala yang sama dengan
kehamilan muda intrauterin. Kehamilan ektopik biasanya baru memberikan gejala
yang jelas dan khas kalau sudah terganggu. Gejala-gejalanya antara lain :
1. Nyeri perut
Nyeri perut dapat unilateral atau bilateral di abdomen bawah, kadang-kadang
sampai daerah abdomen atas. Darah yang masuk ke dalam rongga abdomen
akan merangsang peritoneum sehingga ditemukan tanda-tanda rangsangan
peritoneal ( nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, defense musculaire ).
2. Amenore
Keterlambatan haid tergantung pada usia gestasi. Adakalanya tidak terjadi
keterlambatan haid karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya,
sehingga perdarahan patologis yang disebabkan oleh kehamilan ektopik
dianggap haid biasa.
3. Perdarahan pervaginam
Perdarahan per vaginam berasal dari pelepasan desidua dari kavum uteri dan
abortus tuba.Umumnya perdarahan tidak banyak dan berwarna coklat tua.
4. Syok karena hipovolemi
5. Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus juga membesar karena pengaruh hormon
kehamilan, tapi ukurannya sedikit lebih kecil dari kehamilan intrauterin yang
sama umurnya.
6. Tumor dalam rongga panggul
Hematosalping akan teraba sebagai tumor di sebelah uterus. Dengan adanya
hematokel retrouterina maka kavum douglas akan teraba menonjol dan nyeri
pada pergerakan ( nyeri goyang porsio ).
7. Perubahan hemoglobin darah
Kadar hemoglobin turun pada kehamilan ektopik terganggu karena
perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut.
E. Diagnosis
1. Anamnesis
Kehamilan ektopik terganggu harus dipikirkan apabila seorang pasien
dalam usia reproduktif mengeluhkan nyeri perut bawah yang hebat dan tiba-
tiba, ataupun nyeri perut bawah yang gradual. Kadang-kadang nyeri menjalar
ke bahu dan leher karena perangsangan diafragma oleh darah. Disertai
keluhan perdarahan per vaginam setelah keterlambatan haid.
Adanya riwayat penggunaan AKDR, infeksi alat kandungan, penggunaan
pil kontrasepsi progesteron , riwayat operasi tuba dan riwayat faktor resiko
lainnya memperkuat dugaan KET.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
a. Tanda-tanda akut abdomen seperti defance musculaire, nyeri tekan, nyeri
lepas.
b. Tanda Cullen yaitu sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan
lebam.
c. Pada palpasi perut dan perkusi didapatkan tanda-tanda perdarahan
intraabdominal (shifting dullness)
d. Pada pemeriksaan dalam terdapat :
1) Nyeri ayun dengan menggerakkan porsio dan serviks maka pasien
akan merasa sangat sakit.
2) Douglas crise yaitu rasa nyeri hebat pada penekanan kavum
Douglas.
3) Kavum Douglas teraba menonjol karena terkumpulnya darah dan
teraba massa retro uterin (massa pelvis)
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb seri tiap 1jam menunjukkan penurunan kadar Hb.
b. Adanya leukositosis
2. Kuldosentesis (Douglas pungsi)
Gunanya untuk mengetahui apakah ada darah di kavum Douglas.Caranya
jarum besar yang dihubungkan dengan spuit ditusukkan ke dalam kavum
Douglas di tempat kavum Douglas menonjol ke forniks posterior.
Bila keluar darah berwarna coklat tua sampai hitam yang tidak membeku
atau hanya berupa bekuan-bekuan kecil di atas kain kasa maka hal ini
dianggap positif dan menunjukkan adanya hematom retro uterin.
Bila darah segar berwarna merah dan dalam beberapa menit membeku maka
hal ini dianggap negatif karena darah ini berasal dari arteri atau vena yang
kena tusuk.
a. Ultrasonografi (USG)
1) Bila dapat dilihat kantong kehamilan intra uterin maka kemungkinan
kehamilan ektopik sangat kecil. Kantong kehamilan intrauterin
sudah dapat dilihat pada kehamilan 5 minggu. Mencari kehamilan
ektopik pada usia kehamilan 5 minngu lebih sulit dibansingkan
kehamilan intrauterin.
2) Bila terlihat gerakan jantung janin di luar uterus maka merupakan
bukti pasti dari kehamilan ektopik.
3) Massa di luar kavum uteri belum tentu suatu massa dari kehamilan
ektopik.
4) Kavum uteri kosong dengan kadar β-HCG di atas 6.000mIU/ml
kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar.
b. Pemeriksaan kadar HCG
Kadar HCG membantu menegakkan diagnosis meskipun tidak ada
konsensus mengenai kadar HCG yang sugestif untuk kehamilan
ektopik.Kehamilan ektopik dapat dibedakan dari kehamilan normal
dengan pemeriksaan kadar HCG secara serial. Pada usia gestasi 6-7
minggu kadar HCG serum meningkat 2 kali lipat setiap 48 jam pada
kehamilan intrauterin normal. Peningkatan yang subnormal (<66%)
dijumpai pada 85 % kehamilan yang non viable, dan peningkatan
sebanyak 20% sangat prediktif untuk kehamilan non viable. Fenomena
ini bila disertai dengan terdeteksinya kavum uteri yang kosong,
mengindikasikan adanya kehamilan ektopik.
Secara klinis, penegakan diagnosis KET dengan pemantauan kadar
HCG serial tidak praktis karena dapat mengakibatkan keterlambatan
diagnosis. Selain itu peningkatan kadar HCG serum 2 kali lipat setiap 48
jam tidak terjadi lagi setelah minggu ke 7 kehamilan. Karena itu yang
diperiksa ialah kadar HCG kualitatif untuk diagnosis cepat kehamilan.
c. Laparaskopi
Laparaskopi ialah suatu sistem optik dan elektronik dapat dipakai
untuk melihat organ-organ di panggul. Keuntungan laparaskopi daripada
USG ialah laparaskopi dapat melihat keadaan rongga pelvis secara a vue,
ketepatan diagnostic lebih tinggi, dan kerugiannya lebih invasiv daripada
USG.
d. Kuretasi diagnostik
Kuretase dapat dikerjakan untuk membedakan kehamilan ektopik
dari abortus insipiens atau abortus inkomplet. Kuretase tersebut
dianjurkan pada kasus-kasus dimana timbul kesulitan membedakan
abortus dari kehamilan ektopik dengan kadar progesteron serum di
bawah 5ng/ml, β-HCG meningkat abnormal (<2000mU/ml) dan
kehamilan uterin tidak terdeteksi dengan USG transvaginal.
G. Diagnosis Banding
Keadaan-keadaan patologis baik di dalam maupun di luar bidang obstetri
ginekologi perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding KET. Kelainan-kelainan
yang didiagnosis banding dengan KET yaitu :
1. Abortus.
Pada abortus perdarahan lebih banyak, uterus membesar dan lunak, tidak
nyeri, dan sering ada pembukaan.
2. Radang alat-alat dalam panggul terutama salpingitis
Pada salpingitis pernah ada serangan nyeri seelumnya, nyeri bilateral,
demam, uterus tidak membesar.
3. Perdarahan karena pecahnya kista folikel atau korpus luteum
4. Kista torsi
Pada kista torsi ditemukan massa yang lebih jelas, sedangkan pada kehamilan
tuba batasnya tidak jelas.
5. Apendiksitis
Nyeri pada apendiksitis lokasinya lebih tinggi yaitu di titik Mc Burney
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Kehamilan Tuba
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara
lain lokasi kehamilan dan gejala klinis. Seorang pasien dengan kehamilan
tuba yang masih dalam kondisi baik, memiliki 3 pilihan yaitu
penatalaksanaan ekspektasi, penatalaksanaan medis, dan penatalaksanaan
bedah.
2. Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75 %
pasien dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar HCG.
Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada keadaan-keadaan berikut :
a. Kehamilan ektopik dengan kadar HCG yang menurun
b. Kehamilan tuba
c. Tidak ada perdarahan intra abdominal atau rupture
d. Diameter massa ektopik tidak melebihi 3,5cm.atau rupture
e. Diameter massa ektopik tidak melebihi 3,5cm.
3. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas
jaringan dan sel hasil konsepsi. Syarat-syarat penerima tatalaksana medis
antara lain :
a. Keadaan hemodinamik yang stabil
b. Bebas nyeri perut bawah
c. Tidak ada aktivitas jantung janin
d. Tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas
e. Harus teratur menjalani terapi
f. Harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan pasca
terapi.
g. Tidak memiliki penyakit penyerta
h. Tidak menyusui
i. Memiliki fungsi ginjal, hepar, dan profil darah yang normal
j. Tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate
1) Methotrexate
Methotrexate ialah obat sitostatik yang sering digunakan untuk terapi
keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik,
methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas dan bila diberikan pada pasien
dengan kehamilan ektopik maka diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas
sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Terapi methotrexate
mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10% dan angka kegagalan meningkat
pada usia gestasi diatas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter
lebih dari 4cm. Jika terjadi kegagalan terapi medis maka diperlukan
pengulangan terapi dan pasien harus disiapkan untuk kemungkinan menjalani
pembedahan. Efek samping methotrexate antara lain gangguan fungsi hepar,
stomatitis, gastroenteritis, dan depresi sumsum tulang.
Prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate antara lain kadar
HCG, progesteron, aktivitas jantung janin, ukuran massa hasil konsepsi, ada
tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Untuk memantau
keberhasilan terapi dibutuhkan pemeriksaan HCG serial. Pada hari-hari
pertama setelah pemberian methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami
nyeri abdomen yang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat
implantasinya dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini
dapat diatasi dengan analgetik non steroid.
Pada hari pertama pula massa hasil konsepsi akan tampak membesar
pada pemeriksaan USG akibat edema dan hematoma, sehingga jangan
dianggap sebagai kegagalan terapi.
Setelah terapi berhasil kadar HCG masih harus diawasi tiap minggunya
hingga kadarnya di bawah 5mIU/ml.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal ataupun multipel.
Dosis tunggal yang diberikan adalah 50mg/m2 (intramuskular) sedangkan
dosis multipel adalah 1mg/m2 (intramuskular) pada hari 1, 3, 5,dan hari ke 7.
Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen
pengobatan dengan dosis 0,1mg/kg (intramuskular) dan diberikan pada hari
ke 2, 4, 6, dan 8.
Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparaskopi tepat
ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah
modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum
terganggu.
2) Actinomycin
Pemberian actinomycin intravena selama 5 hari berhasil menterminasi
kehamilan ektopik pada pasien dengan kegagalan terapi methotrexate
sebelumnya.
3) Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparaskopi juga merupakan
alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Namun terapi
dengan methotrexate tetap lebih unggul.
4) Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien dengan kehamilan
tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Ada 2 macam
pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba yaitu pembedahan
konservatif, dimana integritas tuba dipertahankan.
Pada pembedahan radikal dilakukan salpingektomi. Pembedahan
konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan
salpingotomi.
5) Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi
yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba
falopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba
tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil
konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati.
Perdarahan yang terjadi umumnya dijahit dan dapat dikendalikan dengan
elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk
sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi
maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard
untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.
6) Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa
pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan
bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan
perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.
7) Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum
maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi
maupun laparoskopi.
Terapi
1. Kehamilan Ovarium
Kehamilan ektopik pada ovarium jarang terjadi,biasanya berakhir dengan
ruptur pada waktu hamil muda.
Secara umum faktor risiko kehamilan ovarium sama dengan faktor risiko
kehamilan tuba. Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih
besar daripada daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya
mengalami ruptur pada tahap awal. Manifestasi klinik kehamilan ovarium
menyerupai manifestasi klinik kehamilan tuba atau perdarahan korpus luteum.
Umumnya kehamilan ovarium pada awalnya dicurigai sebagai kista korpus
luteum atau perdarahan korpus luteum. Kehamilan ovarium terganggu
ditangani dengan pembedahan mencakup ovariektomi. Bila hasil konsepsi
masih kecil, maka reseksi parsial ovarium masih mungkin dilakukan.
Methotrexate dapat pula digunakan untuk terminasi kehamilan ovarium yang
belum terganggu.
2. Kehamilan Serviks
Kehamilan serviks juga merupakan varian kehamilan ektopik yang cukup
jarang. Etiologinya masih belum jelas, namun beberapa kemungkinan telah
diajukan. Burg mengatakan bahwa kehamilan serviks disebabkan transpor
zigot yang terlalu cepat, yang disertai oleh belum siapnya endometrium untuk
implantasi. Dikatakan pula bahwa instrumentasi dan kuretase mengakibatkan
kerusakan endometrium sehingga endometrium tidak lagi menjadi tempat
nidasi yang baik.
Sebuah pengamatan pada 5 kasus kehamilan serviks mengindikasikan
adanya hubungan antara kehamilan serviks dengan kuretase traumatik dan
penggunaan IUD pada sindroma Asherman. Pada kehamilan serviks,
endoserviks tererosi oleh trofoblas dan kehamilan berkembang dalam
jaringan fibrosa dinding serviks. Lamanya kehamilan tergantung pada tempat
nidasi.
Semakin tinggi tempat nidasi di kanalis servikalis, semakin besar
kemungkinan janin dapat tumbuh dan semakin besar pula tendensi perdarahan
hebat. Perdarahan per vaginam tanpa rasa sakit dijumpai pada 90% kasus, dan
sepertiganya mengalami perdarahan hebat. Kehamilan serviks jarang
melewati usia gestasi 20 minggu.
Prinsip dasar penanganan kehamilan serviks, seperti kehamilan ektopik
lainnya, adalah evakuasi. Karena kehamilan serviks jarang melewati usia
gestasi 20 minggu, umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi
dengan kuretase. Namun evakuasi hasil konsepsi pada kehamilan serviks
sering kali mengakibatkan perdarahan hebat karena serviks mengandung
sedikit jaringan otot dan tidak mampu berkontraksi seperti miometrium. Bila
perdarahan tidak terkontrol, sering kali histerektomi harus dilakukan..
Beberapa metode-metode nonradikal yang digunakan sebagai alternatif
histerektomi antara lain pemasangan kateter Foley, ligasi arteri hipogastrika
dan cabang desendens arteri uterina, embolisasi arteri dan terapi medis.
Kateter Foley dipasang pada kanalis servikalis segera setelah kuretase, dan
balon kateter segera dikembangkan untuk mengkompresi sumber perdarahan.
Selanjutnya vagina ditampon dengan kasa. Beberapa pakar mengusulkan
penjahitan serviks pada jam 3 dan 9 untuk tujuan hemostasis (hemostatic
suture) sebelum dilakukan kuretase.
Embolisasi angiografik arteri uterina adalah teknik yang belakangan ini
dikembangkan dan memberikan hasil yang baik. Sebelum kuretase dilakukan,
arteri uterina diembolisasi dengan fibrin, gel atau kolagen dengan bantuan
angiografi. Pada kasus tersebut, perdarahan yang terjadi saat dan setelah
kuretase tidak signifikan. Seperti pada kehamilan tuba, methotrexate pun
digunakan untuk terminasi kehamilan serviks. Methotrexate adalah modalitas
terapeutik yang pertama kali digunakan setelah diagnosis kehamilan serviks
ditegakkan. Namun pada umumnya methotrexate hanya memberikan hasil
yang baik bila usia gestasi belum melewati 12 minggu. Methotrexate dapat
diberikan secara intramuskular, intraarterial maupun intraamnion.
F. Etiologi
1. Dua ovum : bulan ini dari ovarium kanan, bulan depan dari ovarium kiri
2. Dari satu ovarium keluar 2 ovum : bisa dari 2 folikel deGraaf atau dari 1
folikel de Graaf
3. Dalam satu ovulasi serentak keluar 2 ovum, satu dari ovarium kanan dan satu
dari ovarium kiri
1. Bila HCG tetap tinggi atau meningkat setelah dilakukan kuretase pada
abortus
2. Bila tinggi fundus uteri melampaui tinggi yang sesuai dengan usia gestasi
3. Bila terdapat lebih dari 2 korpus luteum
4. Bila terdeteksi pada USG adanya kehamilan ekstra dan intrauterin.
http://yuninadianasari.blogspot.co.id/2011/04/kehamilan-ektopik.html?
m=1/diunduh pada tanggal 06 April 2018
G. Gejala
Ibu yang sedang hamil dan berada di trimester pertama sebaiknya tahu apa
saja gejala dari kehamilan ektopik ini. Semakin dini wanita hamil menyadari
bawah kehamilannya merupakan hamil ektopik semakin cepat pula penanganan
medis dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Jika terlambat
diatasi, wanita akan memiliki saluran tuba yang pecah. Jika saluran tuba pecah,
saluran tuba itu harus diangkat dan akibatnya wanita akan susah hamil di
kemudian harinya.
Tindakan medis yang dilakukan jika diketahui secara dini kehamilan ektopik
adalah dengan menjaga saluran tuba tetap utuh. Berikut ini gejala dari wanita yang
mengalami kehamilan ektopik .
1. Nyeri
Wanita hamil yang mengalami gejala kehamilan ektopik terganggu akan
merasakan nyeri terutama di bagian perut bawah. Nyeri itu bisa sangat tajam
kemudian bisa melebar ke bagian perut. Nyeri itu akan semakin terasa hebat
jika digunakan untuk berjalan, bergerak dan juga beraktivitas meskipun hanya
aktivitas yang ringan saja.
2. Pendarahan
Wanita yang hamil namun mengalami pendarahan seperti menstruasi, bisa
dikatakan bahwa dirinya terkena hamil ektopik. Pendarahan yang dialami itu
bisa sangat bervariasi misalnya saja hanya timbul bercak darah saat hamil
berwarna cokelat atau bahkan menstruasi seperti darah segar. Wanita yang
hamil namun mengeluarkan bercak cokelat atau darah secara teratur sebaiknya
segera menemui dokter sesegera mungkin.
Alasannya adalah jika tidak ditangani dengan segera kehamilan ektopik ini
bisa menyebabkan pendarahan di dalam tubuh ibu hamil.
3. Sakit Panggul
Wanita yang mengalami kehamilan ektopik akan merasakan sakit di
bagian panggul. Sakit panggul itu hanya ada di salah satu sisi saja dan itu
merupakan sakit yang tiba-tiba.
4. Pingsan
5. Hipotensi
Wanita dengan hamil ektopik akan mengalami tekanan darah rendah atau
hipotensi.
6. Sakit Perut
Selain nyeri wanita akan mengalami kram perut atau sakit perut dimana,
seperti tanda-tanda kehamilan. Namun hal tersebut dirasakan perutnya seperti
diremas-remas. Rasa sakit itu semakin sering dirasakan oleh wanita sehingga
wanita akan kepayahan menghadapi itu semua.
7. Kulit Pucat
J. Faktor Risiko
Berikut ini berbagai macam risiko yang bisa menyebabkan seseorang terkena
hamil ektopik :
Berikut ini berbagai macam pemeriksaan yang akan dilakukan untuk mendeteksi
kehamilan ektopik :
a. Penanganan
Dokter akan melakukan tindakan medis dengan sesegera mungkin.
Berikut ini berbagai pengobatan yang akan dilakukan oleh dokter dalam
mengatasi kehamilan ektopik :
b. Obat-Obatan
Langkah pertama yang akan dilakukan adalah dengan memberikan obat-
obatan. Obat-obatan tersebut fungsinya adalah menahan laju pertumbuhan
embrio, obat suntik juga akan diberikan kepada ibu hamil. Tujuannya adalah
dengan obat suntik tersebut diharapkan bisa terserap ke dalam tubuh ibu
hamil, obat itu bisa menjaga keutuhan tuba falopi dan menjaganya agar tidak
pecah atau rusak.
Tuba falopi yang pecah dan rusak bisa disebabkan oleh embrio yang
terus tumbuh dan membesar. Kondisi tuba yang sempit tidak memungkinkan
embrio untuk terus berkembang menjadi janin.
c. Operasi
Jika pemberian obat tidak berhasil dan embrio terus berkembang, dokter
akan melakukan tindakan pembedahan atau operasi. Operasi ini dirasa paling
aman dan memiliki angka keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pemberian obat-obatan. Operasi ini akan dilakukan oleh wanita yang
mengalami kehamilan ektopik terganggu lebih dari beberapa minggu. Operasi
yang biasa dilakukan untuk mengatasi hamil ektopik adalah operasi
laparaskopi dengan membentuk sayatan kecil yang ada di bawah perut.
Operasi ini juga akan dilakukan jika kondisi tuba sudah pecah dan
menimbulkan pendarahan. Jika tuba sudah pecah bukan laparoskopi saja yang
dilakukan, namun operasi besar untuk mengangkat saluran tuba yang telah
pecah agar tidak menimbulkan infeksi di dalam perut.
I. Efek Kehamilan Ektopik
Wanita yang pernah mengalami hamil ektopik atau sedang mengalami hamil
ektopik tentu akan bertanya-tanya apa saja yang menjadi dampak dari kehamilan
ektopik ini. Mereka banyak yang khawatir dan takut jika kejadian buruk akan
menimpanya setelah kehamilan ektopik tersebut.
Berikut ini berbagai dampak yang akan terjadi pada wanita yang mengalami hamil
ektopik :
Wanita yang pernah mengalami hamil ektopik akan kembali subur, wanita
akan kembali subur sebanyak 60 persen. Namun sebanyak 10 persen akan
mengalami masalah kesuburan. Masalah kesuburan adalah masalah yang harus
diwaspadai oleh wanita. Masalah kesburan ini akan terjadi pada wanita yang
mengalami dua kali kehamilan ektopik. Dua kali kehamilan ektopik itu terlambat
dideteksi sehingga, menyebabkan kedua saluran tuba pecah sehingga masalah
kesuburan pun akan terjadi.
Kehamilan ektopik ini hanya bisa bertahan sampai trimester pertama saja atau
tiga bulan, setelah itu janin tidak akan bisa berkembang lagi. Jika petugas medis
tidak tanggap terhadap kehamilan ektopik terganggu melebihi trimester pertama,
hal itu bisa sangat membahayakan nyawa ibu. Sayangnya, dokter ahli kebidanan
tidak bisa mendeteksi adanya kehamilan ektopik ini terutama dokter atau bidan
yang tidak dilengkapi dengan USG. Ibu yang tidak terdeteksi bahwa terkena
kehamilan ektopik akan mengalami kondisi gawat darurat dan harus masuk ke
UGD, jika hal ini terjadi biasanya dokter UGD lah yang mengetahui bahwa ibu
telah terkena kehamilan ektopik. Oleh sebab itulah, semua kalangan dokter
sebaiknya tahu mana kehamilan ektopik dan mana yang bukan.
https://hamil.co.id/masalah-kehamilan/kehamilan-ektopik/kehamilan-ektopik-
terganggu