Disusun oleh:
NOVITA EKA PUTRI
15/380787/SV/08594
Puji syukur penulis haturkan kepada Sang Hyang Adi-Buddha, Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberkati penulis dengan Dharma-Nya, sehingga laporan
tugas akhir dengan judul Perancangan Alat Pemindah Plat Pintu Lemari Es pada
lini injection PU door A di PT Sharp Electronics Indonesia dapat tersusun untuk
memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Diploma III di Program Studi
Diploma Teknik Mesin, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Sekolah Vokasi,
Universitas Gadjah Mada.
Dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini penulis menemukan berbagai
kesulitan dan hambatan, namun dengan arahan dan bimbingan dari dosen
pembimbing juga dukungan dari pihak-pihak terkait maka tugas akhir ini dapat
diselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan laporan tugas
akhir ini.
Ucapan terima kasih ini ditujukan kepada:
1. Bapak Ir. Suryo Darmo, M.T. selaku Ketua Departemen Teknik Mesin,
Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada.
2. Bapak Aris Hendaryanto, S.T., M.Eng. selaku dosen pembimbing tugas akhir
penulis.
3. Bapak Dede selaku Supervisor Departemen Maintenance sekaligus
pembimbing tugas akhir penulis di PT. Sharp Electronics Indonesia.
4. Seluruh dosen, staff, dan karyawan Departemen Teknik Mesin, Universitas
Gadjah Mada.
5. Kedua orang tua penulis yang telah memfasilitasi dan mengingatkan penulis
selama pengerjaan laporan tugas akhir hingga selesai.
6. Lucia, Yoanni, dan Gabriel selaku teman-teman penulis yang telah
memberikan dukungan dan motivasi selama pengerjaan laporan tugas akhir.
Penulis menyadari keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan tugas akhir ini dan masih
mungkin untuk dapat dikembangkan. Penulis sangat terbuka dengan adanya
masukan berupa kritik maupun saran untuk perbaikan penelitian di waktu yang
akan datang. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
LAMPIRAN ......................................................................................................... 60
DAFTAR GAMBAR
Keterangan:
F =Gaya normal (N)
A =Luas penampang normal yang memberi tahanan terhadap gaya normal
(mm2)
σt =Tegangan tarik (N/mm2)
2. Putus Geser
Untuk putus geser, tegangan putus geser normal dapat ditulis dengan persamaan
sebagai berikut:
F
τ=A (2.2)
Keterangan:
𝜏 =Tegangan geser (N/mm2)
F =Gaya geser (N)
A =Luas penampang normal yang memberi tahanan terhadap gaya geser
(mm2)
Hasil rangkaian uji lelah dengan suatu jenis baja dapat dilukiskan dengan
berbagai cara dalam diagram. Sebuah diagram yang sangat banyak dipergunakan
ketika membuat konstruksi teknik mesin dinamakan diagram lelah Smith. Gambar
2.2 menunjukkan diagram lelah Smith untuk Fe 590 menurut DIN 17100 untuk
tarikan-tekanan, lengkung, dan puntiran. (Stolk dan Kros, 1981)
2.3 Suaian
Dalam membuat suatu elemen mesin, untuk mencapai suatu ukuran tertentu
yang telah ditentukan sebagai contoh yaitu ukuran 65 mm sebagai ukuran nominal,
suatu ukuran yang ditunjukkan pada gambar dengan keterangan ukuran yaitu
65±0,1 mm. Maka nilai ukuran yang diukur harus terletak antara ukuran batas
terkecil yaitu 64,9 mm dan ukuran batas terbesar yaitu 65,1 mm. Selisih antara
ukuran batas terbesar dan ukuran batas terkecil adalah bentangan ukuran, yang
dinamakan toleransi ukuran.
2.3.1 Jenis Suaian
Tergantung pada besarnya ruang bebas dibedakan tiga jenis suaian, yaitu:
1. Suaian Longgar
Suaian longgar merupakan jenis suaian dengan ruang bebas yang selalu positif,
misalnya baut dalam mur, poros dalam bantalan. Jadi suaian longgar diterapkan
apabila elemen harus dimungkinkan untuk bergerak terus-menerus.
2. Suaian Ketat
Suaian ketat merupakan jenis suaian dengan ruang bebas yang selalu negatif.
Diterapkan apabila tidak diperbolehkan ada gerakan relatif, misalnya ban di
sekeliling roda, roda pada poros.
3. Suaian Peralihan
Suaian peralihan merupakan jenis suaian yang dapat memberikan baik ruang
bebas positif maupun ruang bebas negatif. Suaian peralihan diterapkan kalau
sebenarnya diperlukan suaian mati tetapi yang tidak dapat atau sulit untuk
dipasang. (Stolk dan Kros, 1981)
Berikut ini merupakan arahan suaian untuk konstruksi dapat dilihat pada
Gambar 2.3 sebagai berikut:
Keterangan:
I =Momen inersia penampang (mm4)
b =Panjang (mm)
h =Lebar (mm3)
Akibat gaya F yang arahnya ke bawah, maka batang akan bengkok ke arah
bawah seperti dilukiskan dengan garis putus-putus pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Tegangan Akibat Bending dan Puntir
(Darmo, 2003)
Gambar 2.5 menunjukkan bahwa pada titik-titik sepanjang sisi DC akan
mengalami tarik sehingga mengalami tegangan tarik bending, sedangkan titik-titik
sepanjang sisi AB mengalami tekan sehingga mengalami tegangan tekan bending.
Rumus tegangan bending dapat dituliskan dengan persamaan sebagai
berikut:
1. Tegangan Tarik Bending
M×Y1
σb(+) = + (2.4)
I
Keterangan:
M =Momen yang dialami batang (kg.mm)
Y1 =Jarak dari garis (bidang) netral terhadap titik yang ditinjau yang
mengalami tarik (mm)
Y2 =Jarak dari garis (bidang) netral terhadap titik yang ditinjau yang
mengalami tekan (mm)
Garis (bidang) netral adalah garis (bidang) tempat titik-titik yang tegangan
bending-nya sama dengan nol. (Darmo, 2003)
Gambar 2.6 Jarak Y1 dan Y2 Terhadap Garis Netral
(Darmo, 2003)
2.5 Poros Transmisi
Poros ini berfungsi untuk memindahkan tenaga mekanik salah satu elemen
mesin ke elemen mesin yang lain. Dalam hal ini elemen mesin menjadi terpuntir
(terputar) dan dibengkokkan. Di samping itu bobot diri poros, bobot elemen mesin,
seperti roda gigi, tarikan sabuk, dan lain-lain akan melengkungkan poros tersebut.
(Stolk dan Kros, 1981)
Untuk mengetahui momen puntir pada poros, dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
P
Mw = (2.6)
ω
Untuk mengubah rpm ke rad/s, digunakan persamaan sebagai berikut:
2π
ω = rpm × 60 rad/s (2.7)
Keterangan:
Mw =Momen puntir (N.m)
P =Daya (kW)
ω =Kecepatan sudut (konstan) poros
Untuk mengetahui momen tahanan penampang poros berbentuk lingkaran
terhadap puntiran harus sama dengan Ww atau dapat dilihat pada persamaan sebagai
berikut:
Mw
Ww = (2.8)
τw
Keterangan:
Ww =Momen tahanan terhadap puntir (mm3)
τw =Tegangan putus geser (N/mm2)
Karena Ww ≈ 0,2d3 , garis tengah diameter poros. Maka diameter poros
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
3 W
d= √ w (2.9)
0,2
Keterangan:
d =Diameter poros (mm)
2.6 Pengertian Sistem Vakum
Vakum berasal dari bahasa latin, Vacuus, yang memiliki arti Kosong. Kata
dasar dari kata vacuum tersebut merupakan Vakum yang ideal atau Vakum yang
sempurna (Vacuum perfect), tekanan mutlak ini seperti temperatur mutlak, dalam
dunia nyata Sistem Vakum tidak dapat dinyatakan, tetapi merupakan suatu acuan
dalam pengukuran tekanan. Vakum merupakan suatu kondisi dari udara atau gas
sekitar lingkungan tertentu dimana tekanan udara dibawah tekanan atmosfir. Untuk
menghasilkan vakum diperlukan udara dari sistem. (Manual Handbook Convum
Product)
2.7 Kekuatan Vakum
Kekuatan vakum yang digunakan untuk mencengkram suatu objek terjadi
karena adanya perbedaan tekanan antara tekanan atmosfir dan tekanan vakum, dan
gaya tekanan-tekanan di daerah pada ruang hampa (area yang menerima tekanan,
area mencengkram). Akibatnya, bahkan ketika kekuatan pencekraman berada pada
vakum maksimal, tekanan vakum tidak dapat lebih tinggi daripada tekanan
atmosfir. (Manual Handbook Convum Product)
2.8 Prinsip Kerja Vacuum Ejector
Untuk menghasilkan vakum, digunakan udara bertekanan yang terkompresi
dan udara terkompresi tersebut yang kemudian dikeluarkan oleh nosel, itulah
sebabnya disebut ejektor. Gambar vacuum ejector dapat dilihat pada Gambar 2.7
sebagai berikut:
Gambar 2.7 Standard Vacuum Ejector CV-10LS
(Manual Handbook Convum Product)
Udara yang berasal dari kompresor disuplai melalui supply port dan
melewati nosel. Nosel adalah bagian dari vakum ejektor yang memiliki fungsi
sebagai jalur aliran udara dan mengubah tekanan udara tekan yang dipasok ke
penggerak vakum ke dalam aliran kecepatan tinggi. Kemudian udara terkompresi
dengan kecepatan tinggi tersebut mengalir ke ruang diffuser. Akibat dari aliran
udara terkompresi berkecepatan tinggi tersebut mengakibatkan terjadinya
penurunan tekanan (prinsip Bernoulli) dan udara mengalir melalui port vakum
(pembangkit vakum) yang kemudian baik udara tekan dan udara dari port vakum
tercampur di ruang diffuser dan udara tercampur tersebut keluar melalui diffuser
yang memiliki tugas memperlambat aliran udara berkecepatan tinggi tersebut dan
juga berfungsi untuk melepaskan udara ke atmosfir dan meningkatkan kembali
tekanan secara perlahan. (Manual Handbook Convum Product)
Prinsip kerja Vacuum Ejector dapat dilihat pada Gambar 2.8 sebagai
berikut:
b c
Keterangan:
d = diameter pad (mm)
m = Massa benda (kg)
s = Safety factor
n = Jumlah pad
P = Tekanan vakum (-kPa)
2.10 Area Pemvakuman
Area pemvakuman untuk satu buah pad dapat diketahui dengan berdasarkan
diameter pad yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
3,14×d2
A= (2.11)
4×100
Keterangan:
A =Area vakum (cm2)
d =Diameter pad (mm)
Luas area vacuum pad berbeda-beda tergantung dari ukuran diameter pad.
Data luas area pemvakuman dapat dilihat pada Tabel 2.4 sebagai berikut:
Tabel 2.4 Theoritical Lifting Force
(Manual Handbook Convum Product)
Hasil luas area pemvakuman diatas tidak menunjukkan luas area yang
sebenarnya. Pada saat proses pemvakuman sedang berlangsung, terjadi penyusutan
dan perubahan bentuk pada pad tersebut. Penyusutan dan perubahan disebabkan
oleh beberapa faktor seperti tebal pad, tingkat pemvakuman, dan lain-lain. Sering
dijumpai pada umumnya terjadi perubahan peningkatan diameter pad sekitar 10%.
(Manual Handbook Convum Product)
2.11 Silinder Pneumatik
2.11.1 Definisi Silinder Pneumatik
Silinder pneumatik adalah aktuator atau perangkat mekanis yang
menggunakan kekuatan udara bertekanan (udara yang terkompresi) untuk
menghasilkan kekuatan dalam gerakan bolak-balik piston secara linier (gerakan
keluar-masuk). Berikut ini adalah dua tipe silinder pneumatik yang paling umum
atau sering digunakan di dunia industri :
1. Silinder Kerja Tunggal (single acting cylinder)
Merupakan jenis silinder yang hanya memiliki satu port untuk masuknya udara
bertekanan. Silinder ini menggunakan kekuatan udara bertekanan untuk
mendorong ataupun menekan piston dalam satu arah saja (umumnya keluar)
dan menggunakan pegas pada sisi yang lain untuk mendorong piston kembali
pada posisi semula. Gambar silinder kerja tunggal dapat dilihat pada Gambar
2.12 sebagai berikut:
b. Langkah Mundur
π
F = (D2 − d2 ) × 4 × P (2.14)
Keterangan:
F =Gaya piston (N)
D =Diameter piston (m)
d =Diameter batang piston (m)
A =Luas penampang piston yang dipakai (m2)
P =Tekanan kerja (Pa)
2.12 Motor Listrik Induksi 3 Pasa
Motor listrik termasuk kedalam kategori mesin listrik dinamis dan
merupakan sebuah perangkat elektromagnetik yang mengubah energi listrik
menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini digunakan untuk, misalnya, memutar
impeller pompa, fan atau blower, menggerakan kompresor, mengangkat bahan, dan
lain-lain di industri dan digunakan juga pada peralatan listrik rumah tangga seperti
mixer, bor listrik, dan kipas angin. (www.habetec.com)
Gambar bagian-bagian motor listrik dapat dilihat pada Gambar 2.14
sebagai berikut:
Keterangan :
P𝐎 = Power required for tranvelling carriage (kW)
m = Mass (kg)
m𝐫 = Travelling resistance (about 0.02 to 0.03)
V = Travelling speed (m/min)
η =Efisiensi motor
Kecepatan perpindahan (V) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
πDN
V= (2.17)
1000
Keterangan:
D =Diameter of sprocket, etc. (mm)
N = Rotation speed of sprocket, etc. (r/min)
2.13 Timing Pulley dan Timing Belt
Untuk proses pemilihan timing pulley dan timing belt, kedua komponen
tersebut telah ditetapkan oleh pihak Perusahaan dikarenakan ketersediaan barang di
inventori yaitu timing pulley dan timing belt tipe H, sehingga seluruh proses
perancangan dihitung dengan mengambil sampel tipe H.
2.13.1 Timing Pulley
Puli adalah suatu peralatan mesin yang berfungsi untuk meneruskan
putaran dari motor penggerak kebagian yang lain yang akan digerakkan, mengatur
kecepatan atau dapat mempercepat dan memperlambat putaran keluaran yang
diperlukan dengan cara mengatur diameternya.
Puli biasanya dipasang pada sebuah poros, puli tidak dapat bekerja sendiri
maka dari itu dibutuhkan pula sebuah sabuk sebagai penerus putaran dari motor.
(Yanis dan Leonardo, 2015)
Gambar aplikasi dari puli dan sabuk dapat dilihat pada Gambar 2.15
sebagai berikut:
Keterangan:
a =Percepatan linier (m/s2)
t =Waktu (s)
Untuk mengetahui ukuran timing pulley yang akan digunakan, perlu
diketahui terlebih dahulu temporary pitch pulley dan jumlah gigi pada timing
pulley. Adapun jumlah gigi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
π×d1
z1 = (2.20)
p
Keterangan:
z1 =Jumlah gigi puli
p =Pitch puli (mm)
d1 =Diameter pitch puli (mm)
Jumlah gigi hasil perhitungan harus lebih besar atau sama dengan jumlah
gigi minimal yang sudah ditentukan oleh produsen. Data jumlah gigi minimal untuk
puli tipe H dapat dilihat pada Tabel 2.6 sebagai berikut:
Tabel 2.6 Number of Teeth in Mesh on Driver Pulley
(Manual Handbook Misumi Selection of Timing Belts)
Setelah mengetahui jumlah gigi pada timing pulley, proses selanjutnya
adalah dilakukan perhitungan kecepatan putar, dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
6000×V
N1 = (2.21)
p×z1
Keterangan:
N =Kecepatan putar (rpm)
V =Kecepatan sabuk (m/s)
p =Pitch puli (mm)
z1 =Jumlah gigi puli
2.13.2 Timing Belt
Sabuk adalah suatu peralatan mesin yang digunakan untuk meneruskan
daya dari puli I ke puli II (sebagai transmisi), sabuk digunakan sebagai transmisi
karena jarak antara dua buah poros tidak memungkinkan untuk menggunakan
transmisi langsung dari roda gigi.
Sabuk gigi merupakan jenis sabuk yang tersusun dari kawat tarik dari
baja, kawat kaca atau serat nilon dengan bungkus bahan buatan dan diperlengkapi
dengan gigi yang suai dalam rongga dalam puli. (Stolk dan Kros, 1981)
Nilai dari load factor, teeth in mesh factor, dan ratio factor dapat dilihat pada
Tabel 2.8, Tabel 2.9, dan Tabel 2.10 sebagai berikut:
Tabel 2.8 Load Factor (F1)
(Manual Handbook Misumi Selection of Timing Belts)
Maka dengan demikian, tegangan tarik yang terjadi pada sabuk dapat
diketahui dengan melakukan perhitungan sesuai dengan persamaan sebagai
berikut:
BS
σBS = Fp (2.26)
Fu +
2
Keterangan:
σBS =Nilai tegangan tarik (N)
Bs =Nilai kekuatan tarik (N)
Hasil dari σBS harus lebih besar dari 11.
2.14 Fastener atau Alat Pengikat
Untuk mengikat suatu konstruksi, diperlukan komponen yang harus
disambung atau diikat untuk menghindari terjadinya getaran terhadap sesama
komponen, atau mungkin bisa terlepas dari bagian yang disambung akibat kendur
bahkan bisa jadi bagian yang disambung tersebut terlepas akibat pengikatnya putus.
(Sanda, 2011)
Pemilihan baut dan mur sebagai alat pengikat harus dilakukan dengan
seksama untuk mendapatkan ukuran yang tepat, apabila dalam pemilihan baut dan
mur terjadi kesalahan dapat berakibat baut putus, bengkok, dan lain-lain
sebagaimana ditunjukan pada Gambar 2.18 sebagai berikut :
Keterangan :
σt =Tegangan tarik yang terjadi pada diameter inti baut (kg/mm2)
P =Beban tarik aksial (kg)
A =Luas penampang baut (mm2)
Luas penampang baut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
π
A = 4 × dc 2 (2.28)
Keterangan :
dc =Diameter inti baut (mm)
Pada umumnya diameter inti dapat dihitung menggunakan persamaan
sebagai berikut :
dc = 0,8d (2.29)
Keterangan :
d =Diameter mayor (mm)
Bila dihitung dengan tegangan yang diijinkan (σa ), maka diperoleh
persamaan sebagai berikut :
P
σt = (2.30)
(π/4)(0,8d)2
2.15 Bantalan
Bantalan merupakan elemen yang bertugas untuk menumpu poros. Dalam
bantalan pada umumnya bekerja gaya reaksi. Apabila gaya reaksi ini jauh lebih
banyak mengarah tegak lurus pada garis sumbu poros, bantalan dinamakan bantalan
radial. Jika gaya reaksi tersebut jauh lebih mengarah sepanjang garis sumbu poros,
maka disebut sebagai bantalan aksial. (Stolk dan Kros, 1981)
Arah gaya yang bekerja pada bantalan dapat dilihat pada Gambar 2.19
sebagai berikut:
Gambar 2.21 Bantalan Peluru Alur Satu Baris Dengan Plat Lindung Atau Cincin
Perapat Karet
Pada aplikasinya penulis menggunakan bantalan gelinding radial yang
diterpasang pada rumah bantalan. Kedua komponen ini umumnya disebut sebagai
pillow block.
2.16 Kopling
Salah satu bagian penting dari sebuah unit mesin adalah kopling. Kopling
berfungsi sebagai sambungan dua buah poros atau sebagai sambungan poros
dengan elemen mesin yang dengan terus-menerus atau kadang-kadang harus ikut
berputar dengan poros tersebut. Sehubungan dengan tujuannya, terdapat
bermacam-macam prinsip kopling. Dalam proses perancangan alat, digunakan
kopling fleksibel. Kopling fleksibel merupakan salah satu macam kopling yang
dapat mengatasi ketidak simetris-an sumbu dan ketidaktelitian ketika proses
pemasangan dan sebagainya, maka dengan demikian dipasang kopling yang dapat
bergerak atau yang fleksibel. (Stolk dan Kros, 1981)
2.16.1 Kopling Fleksibel
Kopling yang banyak digunakan adalah kopling roda gigi. Hal ini
dikarenakan kopling roda gigi dapat memindahkan momen yang sangat besar.
Kopling fleksibel bekerja dengan toleransi kefleksibelan sedikit dalam arah aksial
dan dalam arah radial. Penyimpangan dalam letak poros dengan sendirinya
mengakibatkan peluncuran dan aus sehingga pelumasan gigi dan perapatan yang
tepat sangat diperlukan. (Stolk dan Kros, 1981)
Pada aplikasinya, kopling yang penulis gunakan merupakan kopling roda
gigi yang dilengkapi dengan transmisi rantai atau disebut sebagai roller chain
coupling yang dapat dilihat pada Gambar 2.22 sebagai berikut:
Mulai
Identifikasi Masalah
Pengumpulan Data
Perumusan Masalah
Perencanaan Desain
Pengecekan Tidak
Desain
Kesimpulan
Selesai
3.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan pada Bab I, identifikasi
yang dapat dirangkum adalah bagaimana melakukan perancangan suatu alat yang
akan digunakan untuk memindahkan material plat pintu lemari es model SJ 236 di
PT Sharp Electronics Indonesia. Alat yang akan dibuat dirancang untuk
meningkatkan efisiensi waktu produksi dan mengurangi jumlah operator.
3.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam perancangan alat pemindah plat
pintu lemari es model SJ 236 adalah metode pengamatan langsung, studi literatur
dan metode wawancara yang dilakukan dengan pembimbing lapangan dan manager
departemen maintenance di PT Sharp Electronics Indonesia. Berikut ini merupakan
data yang diambil secara langsung di Perusahaan:
1. Tekanan angin :6 bar
2. Jumlah jam kerja :12 jam
3. Jarak perpindahan :2,17 m
4. Takt time yang direncanakan :16 detik
5. Jenis material :Metal sheet
6. Jenis sabuk dan puli tersedia :Timing belt dan timing pulley tipe H
7. Persediaan motor :Motor gearbox 0,4 kW
8. Linear rail dan linear block :HSR 25A
9. Massa yang dipindahkan :41,27 kg
10. Massa keseluruhan komponen :160,327 kg
3.4 Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan solusi untuk menjawab permasalahan yang
terjadi pada lini injection PU door A di PT Sharp Electronics Indonesia. Rumusan
masalah yang diperoleh pada perancangan alat pemindah plat pintu lemari es model
SJ 236 merancang alat yang menggunakan vacuum pad sebagai penyedot material
plat pintu, silinder pneumatik sebagai komponen yang bergerak naik dan turun,
daya motor sebagai penggerak utama, sistem transmisi sabuk dan puli sebagai
komponen yang meneruskan transmisi dari motor.
3.5 Perencanaan Desain
Perencanaan desain merupakan proses pembuatan desain sementara yang
dilakukan dalam proses perancangan. Perencanaan desain meliputi perancangan
mekanis komponen-komponen yang dirancang dan rencana kerja alat. Dalam
perencanaan desain ini, dilakukan pembuatan gambar 3D menggunakan software
Pro Engineer dan pembuatan gambar 2D menggunakan software Inventor 2015.
3.6 Pengecekan Desain
Pengecekan desain merupakan kegiatan perbaikan yang dilakukan dosen
pembimbing tugas akhir yang meliputi aturan dalam pembuatan drawing baik 3D
maupun 2D, keterangan pada setiap komponen, dan lain-lain. Pengecekan desain
juga meliputi proses perencanaan pembuatan komponen yang direncanakan pada
rancangan. Jika terjadi ketidaksesuaian letak komponen dan ukuran komponen
maka dilakukan proses perencanaan desain ulang.
3.7 Analisa dan Pembahasan
Analisa dan pembahasan merupakan proses yang melibatkan perhitungan
dan pemilihan komponen yang akan rencanakan. Berikut ini merupakan langkah-
langkah dalam proses analisa dan pembahasan:
1. Perhitungan komponen vacuum pad
Perhitungan komponen vacuum pad dilakukan berdasarkan pada katalog
Convum.
2. Perhitungan daya motor
Perhitungan daya motor dilakukan berdasarkan pada katalog Mitsubishi.
3. Perhitungan silinder pneumatik
Perhitungan dan pemilihan silinder pneumatik dilakukan berdasarkan pada
katalog SMC.
4. Perhitungan poros transmisi
5. Perhitungan timing belt dan timing pulley
Perhitungan dan pemilihan timing belt dan timing pulley dilakukan
berdasarkan pada katalog MISUMI.
6. Perhitungan ukuran baut
Perhitungan ukuran baut dilakukan berdasarkan massa keseluruhan komponen
yang ditahan oleh baut sebagai pengikat.
7. Perhitungan mekanika struktur
Perhitungan mekanika struktur dilakukan untuk mengetahui kekuatan rangka
batang yang menahan keseluruhan komponen pada posisi tertentu. Hasil dari
perhitungan ini kemudian dibandingkan dengan tabel atau data yang didapat
dari sumber buku, jurnal, dan lain-lain.
Hasil perhitungan pada proses analisa dan pembahasan kemudian
dibandingkan dan disesuaikan dengan komponen standar yang tersedia di katalog
maupun perusahaan.
3.8 Kesimpulan
Kesimpulan merupakan proses pengambilan keputusan akhir ukuran
keseluruhan komponen yang telah dirancang
3.9 Rencana Cara Kerja Alat
Berikut ini adalah desain dari alat pemindah plat pintu lemari es untuk
lemari es tipe 2 pintu.
Linear Block
Plat Atas
Bushing
Plat Bawah
Kanal U
Bawah
Support Plat Linear Rail
Support Base
Piston
Support Rod Cylinder Mounting Shaft
Poros Dia.20
Pillow
Roller Chain Block
Coupling
Rack
Bottom
Clamp Belt
Support Plat
Motor
Tumpuan
Motor Siku L Siku L
25x25 Fitting 40x40
Frame T-
Slot
Siku L
Kerangka
Balok
Hollow Lingkaran
Poros Dia.20
(2,41×9,8×4×1000)
dBawah = 2√ =22,40 mm
(π×4×60)
(m) (kg)
m = 1,38 kg
Seluruh hasil perhitungan, dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2 Data Massa Keseluruhan Komponen
Massa
No Nama Komponen Jumlah
Total(kg)
1 Fitting 8 0,48
Massa
No Nama Komponen Jumlah
Total(kg)
10 LMF 25 4 1,22
15 Rack 1 0,24
V = 5,88 m/min
Langkah kedua yang dilakukan untuk mengetahui daya yang dibutuhkan
adalah dengan menghitung daya motor yang dibutuhkan menggunakan persamaan
2.16. Proses perhitungan daya motor dapat dihitung sebagai berikut:
41,27×0,03×5,88
PO = 6120×0,85
7,28
PO = 5202
PO = 0,0014 kW
Berdasarkan hasil perhitungan, daya yang dibutuhkan dalam perencanaan
desain adalah 0,0014 kW. Kemudian dengan mempertimbangkan safety factor
motor pada Tabel 2.5, sehingga 0,0014 kW × 1,4 (service factor) = 0,00196 kW.
Dikarenakan ketersediaan motor di Perusahaan, maka motor yang digunakan yaitu
motor gearbox dengan daya 0,4 kW.
4.3 Pemilihan Silinder Pneumatik
Perhitungan silinder pneumatik dilakukan untuk mengetahui diameter bore
silinder pneumatik yang direncanakan menggunakan persamaan 2.13. Proses
perhitungan diameter bore silinder dapat dihitung sebagai berikut:
π
F = 4 × D2 × P
π
404,45 = 4 × D2 × 600000
404,45
= D2
471×103
8,6 × 10−4 = D2
D = √8,6 × 10−4
D = 0.029 m atau 29 mm
Hasil perhitungan menunjukkan diameter bore silinder pneumatik yang
direncanakan adalah 29 mm atau dibulatkan menjadi 30 mm. Sehingga dengan
mempertimbangkan safety factor pada silinder pneumatik, sehingga 30 mm ×
70% (safety factor) = 51 mm. Berdasarkan katalog SMC, dilakukan pemilihan
diameter silinder pneumatik adalah diameter 50 mm dengan stroke 200 mm.
4.4 Poros Transmisi
Perhitungan poros transmisi dilakukan untuk mengetahui diameter poros
yang direncanakan untuk meneruskan momen dari roda gigi ke puli menggunakan
persamaan 2.6. Proses perhitungan diameter poros transmisi dapat dihitung sebagai
berikut:
0,4×103
Mw = 2π
75×
60
Mw = 50,95 Nm
Langkah kedua adalah menghitung momen tahanan penampang poros
terhadap puntiran menggunakan persamaan 2.8. Berdasarkan Tabel 2.1 ,nilai
tegangan ijin untuk puntiran pada material Fe 590 adalah 29...40. Dilakukan
pengambilan nilai tengah puntiran pada poros yaitu 35 N/mm2. Proses perhitungan
momen tahanan pada poros dapat dihitung sebagai berikut:
50,95×103
Ww =
35
Ww = 1455,7 mm3
Langkah ketiga adalah menghitung diameter poros menggunakan
persamaan 2.9. Proses perhitungan diameter poros dapat dihitung sebagai berikut:
3 1455,7
d= √ 0,2
z1 = 19,98 > 14
z1 = 20
Langkah kelima adalah menghitung kecepatan putar pada puli
menggunakan persamaan 2.21. Proses perhitungan kecepatan putar pada puli dapat
dihitung sebagai berikut:
6000×80
N1 =
12.7×20
N1 = 1889,7 rpm
Langkah keenam untuk mengetahui lebar sabuk yaitu merencanakan safety
factor yang direncanakan pada desain. Nilai safety factor dapat dilihat pada Tabel
2.8, Tabel 2.9, dan Tabel 2.10. Safety factor dapat dihitung menggunakan
persamaan 2.23. Proses perhitungan safety factor pada sabuk dapat dihitung sebagai
berikut:
1.4+0
Fs =
1
Fs = 1.4
z1 20
F2 = 1 karena zm = = = 10
2 2
σBS = 35,83 N
Berdasarkan hasil perhitungan σBS menunjukkan bahwa sabuk tipe H075
memenuhi syarat karena nilai tegangan 35,83 > 11 atau melampaui nilai standar
minimal. Kemudian dengan mempertimbangkan efisiensi yaitu H075 × 80%.
Maka dapat diambil kesimpulan direncanakan timing pulley dengan pitch diameter
80,85 dan jumlah gigi yaitu 20 dan timing belt dengan tipe H150. Berdasarkan
katalog Misumi Timing Belt dan Timing Pulley, dapat dituliskan penamaan order
untuk timing belt yaitu TBO H-150 dan dapat dituliskan penamaan order untuk
timing pulley yaitu ATPA H150 A-N20.
4.6 Pemilihan Ukuran Baut
Proses perhitungan ukuran baut dilakukan untuk mengetahui ukuran baut
yang mampu menahan keseluruhan beban terhadap kerangka. Untuk menghitung
diameter pada baut perlu diketahui terlebih dahulu beban yang ditahan oleh baut.
Pada proses perhitungan, digunakan baut dengan grade A325 High Tension Bolt
kg kg
yang memiliki tegangan geser ijin yaitu 1225 cm2 dan tegangan tarik ijin 3080 cm2
2. Linear rail
Dalam perencanaan desain digunakan dua linear rail dengan panjang rail 2,32
m. Berdasarkan katalog THK, diketahui massa linear rail adalah 3,3 kg/m.
Massa linear rail dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
m = 3,3 × 2,32 m
m = 7,656 kg × 2 pcs
m = 15,312 kg
3. Massa support u
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan di Perusahaan, berat support u adalah
8,6 kg. Dalam perencanaan desain digunakan dua buah support u.
4. Massa hollow lingkaran
Dalam perencanaan desain digunakan lima buah hollow lingkaran.
5. Massa balok
Dalam perencanaan desain digunakan balok dengan jumlah sebanyak 10 buah.
Massa keseluruhan komponen dapat dilihat pada Tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4 Massa Total yang Ditahan Baut
2 Kanal u bawah 2 43
4 Support u 2 17,12
6 Balok 10 0,42
270
480
D
RD
450 69,38 kg
RC
270
RD
148,6 kg
210
RA
Gambar 4.2 Rangka Batang
Nilai momen di simpul A dan simpul C dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
∑ MA = 0
(R C × 480) − (148,6 × 210) = 0
31206
RC =
480
R C = 65,01 kg
∑ Mc = 0
(R A × 480) − (148,6 × 270) = 0
40122
RC =
480
R C = 83,58 kg
Untuk mencari momen di simpul D yang menerima pembebanan besar dan
kemungkinan terjadi defleksi, gambar penyederhanaan rangka dapat dilihat pada
Gambar 4.3. Maka dilakukan perhitungan sebagai berikut:
RC RA
270 210
I = 2000833,3 mm4
Berdasarkan hasil perhitungan, tegangan tarik yang terjadi pada batang
dapat dihitung menggunakan persamaan 2.4. Proses perhitungan dapat dihitung
sebagai berikut:
17552,7×35
σB(+) = 2000833,3
KHURMI, R., & GUPTA, J. (2005). A TEXTBOOK OF MACHINE DESIGN. RAM NAGAR, NEW
DELHI: EURASIA PUBLISHING HOUSE(PVT.) LTD.
STOLK, J., & KROS, C. (1994). ELEMEN KONSTRUKSI DARI BANGUNAN MESIN.
ERLANGGA.
SULARSO, & SUGA, K. (2006). DASAR PERENCANAAN DAN PEMILIHAN ELEMEN MESIN.
JAKARTA: PT PRADNYA PARAMITA.
LAMPIRAN
Tabel Ukuran Ulir, Baut dan Nut
(d = D)
mm
Coarse series
Fine series