Anda di halaman 1dari 86

LAPORAN TUGAS AKHIR

PERANCANGAN ALAT PEMINDAH PLAT PINTU LEMARI ES


PADA LINI INJECTION PU DOOR A
DI PT SHARP ELECTRONICS INDONESIA

Disusun oleh:
NOVITA EKA PUTRI
15/380787/SV/08594

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN


SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
LEMBAR NOMOR PENGESAHAN

DEPARTEMEN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi persyaratan kelulusan


Program Studi Diploma Teknik Mesin
Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada

Judul :PERANCANGAN ALAT PEMINDAH PLAT


PINTU LEMARI ES PADA LINI INJECTION
PU DOOR A DI PT SHARP ELECTRONICS
INDONESIA
Nomor Persoalan :
Mata Kuliah Pendukung :
Nama Mahasiswa :Novita Eka Putri
NIM :15/380787/SV/08594

Yogyakarta, 21 Agustus 2018


Dosen Pembimbing Tugas Akhir

I. Aris Hendaryanto, S.T., M.Eng.


NIU. 1120120021/361
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Sang Hyang Adi-Buddha, Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberkati penulis dengan Dharma-Nya, sehingga laporan
tugas akhir dengan judul Perancangan Alat Pemindah Plat Pintu Lemari Es pada
lini injection PU door A di PT Sharp Electronics Indonesia dapat tersusun untuk
memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Diploma III di Program Studi
Diploma Teknik Mesin, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Sekolah Vokasi,
Universitas Gadjah Mada.
Dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini penulis menemukan berbagai
kesulitan dan hambatan, namun dengan arahan dan bimbingan dari dosen
pembimbing juga dukungan dari pihak-pihak terkait maka tugas akhir ini dapat
diselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan laporan tugas
akhir ini.
Ucapan terima kasih ini ditujukan kepada:
1. Bapak Ir. Suryo Darmo, M.T. selaku Ketua Departemen Teknik Mesin,
Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada.
2. Bapak Aris Hendaryanto, S.T., M.Eng. selaku dosen pembimbing tugas akhir
penulis.
3. Bapak Dede selaku Supervisor Departemen Maintenance sekaligus
pembimbing tugas akhir penulis di PT. Sharp Electronics Indonesia.
4. Seluruh dosen, staff, dan karyawan Departemen Teknik Mesin, Universitas
Gadjah Mada.
5. Kedua orang tua penulis yang telah memfasilitasi dan mengingatkan penulis
selama pengerjaan laporan tugas akhir hingga selesai.
6. Lucia, Yoanni, dan Gabriel selaku teman-teman penulis yang telah
memberikan dukungan dan motivasi selama pengerjaan laporan tugas akhir.
Penulis menyadari keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan tugas akhir ini dan masih
mungkin untuk dapat dikembangkan. Penulis sangat terbuka dengan adanya
masukan berupa kritik maupun saran untuk perbaikan penelitian di waktu yang
akan datang. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, 21 Agustus 2018

Novita Eka Putri


ABSTRACT

PT Sharp Electronics Indonesia is one of manufacturing companies who


produce refrigerator unit. During the production process in PT Sharp Electronics
Indonesia there are ineffective time of production caused by material moving
process from conveyor to centering unit which is still using manual process. To
resolve the problem, it was done by create an automatic loader tool of door plate.
This tool is using vacuum pad, pneumatic system, electric motor, and timing
belt and timing pulley. In the design, selection vacuum pad’s diameter, pneumatic
cylinder’s bore diameter,electric motor, timing belt and timing pulley was included,
also do mechanical’s structure calculation. The next process is create the design of
loader tool of door plate. During the process of design is also needs to determine
the material and size of components which are used in loader tool of door plate.
This tool can increase the efectiveness of production’s time. The
components which are used are vacuum pad’s diameter 25 mm, pneumatic’s
cylinder bore diameter 50 mm, timing belt type TBO H150, timing pulley type ATPA
H150 with the diameter of transmision shaft is 20 mm, motor’s power 0,4 kW, and
the value of stress in the frame’s construction is 0,003 kg/mm2.
Key word : vacuum pad, cylinder pneumatic, timing belt, timing pulley,transmision
shaft, motor’s power, frame’s construction
INTISARI

PT Sharp Eletronics Indonesia adalah salah satu perusahaan manufaktur


yang memproduksi lemari es. Dalam proses produksi di PT Sharp Electronics
Indonesia masih ditemukan tidak efektifnya waktu produksi yang disebabkan oleh
proses pemindahan material plat pintu lemari es dari konveyor ke centering unit
yang masih menggunakan proses manual. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan
perancangan alat pemindah plat pintu lemari es secara otomatis.
Alat ini menggunakan vacuum pad, sistem pneumatik, motor listrik, dan
timing belt dan timing pulley. Dalam perancangan ini meliputi penentuan diameter
vacuum pad, diameter bore silinder pneumatik, motor listrik, timing belt dan timing
pulley, serta melakukan perhitungan mekanika struktur. Proses selanjutnya adalah
membuat desain alat pemindah plat pintu lemari es. Dalam proses desain juga perlu
ditentukan material dan ukuran komponen yang digunakan dalam alat pemindah
plat pintu lemari es.
Hasil dari perancangan ini menghasilkan alat yang dapat meningkatkan
efisiensi waktu produksi. Komponen yang digunakan yaitu vacuum pad diameter
25 mm, silinder pneumatik diameter bore 50 mm, timing belt tipe TBO H150,
timing pulley tipe ATPA H150 dengan lubang poros transmisi diameter 20 mm,
daya motor 0,4 kW, dan nilai tegangan pada rangka batang 0,003 kg/mm2.
Kata kunci : vacuum pad, silinder pneumatik, timing belt, timing pulley, poros
transmisi, daya motor, rangka batang
HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Novita Eka Putri
NIM : 15/380787/SV/08594
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis yang berjudul
“Perancangan Alat Pemindah Plat Pintu Lemari Es Di PT Sharp Electronics
Indonesia” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya
tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik
jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Yogyakarta, 21 Agustus 2018

Novita Eka Putri


DAFTAR ISI

LAPORAN TUGAS AKHIR ................................................................................ i

LEMBAR NOMOR PENGESAHAN ................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

ABSTRACT .......................................................................................................... vi

INTISARI ............................................................................................................ vii

HALAMAN PERNYATAAN............................................................................ viii

DAFTAR ISI......................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Tujuan Perancangan ............................................................................. 2

1.3 Batasan Masalah .................................................................................... 2

1.4 Manfaat Tugas Akhir ............................................................................ 2

1.5 Metode Pengumpulan Data ................................................................... 2

1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................ 3

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 4

2.1 Latar Belakang ....................................................................................... 4

2.2 Beban Nominal dan Beban Kerja ......................................................... 4

2.3 Suaian ...................................................................................................... 7

2.3.1 Jenis Suaian .......................................................................................... 7

2.4 Momen Inersia Penampang .................................................................. 8

2.5 Poros Transmisi ................................................................................... 11


2.6 Pengertian Sistem Vakum ................................................................... 12

2.7 Kekuatan Vakum ................................................................................. 12

2.8 Prinsip Kerja Vacuum Ejector ............................................................ 12

2.9 Aplikasi Komponen Vakum ................................................................ 14

2.9.1 Fitting ................................................................................................. 14

2.9.2 Vacuum Pad ........................................................................................ 16

2.10 Area Pemvakuman ............................................................................... 17

2.11 Silinder Pneumatik .............................................................................. 18

2.11.1 Definisi Silinder Pneumatik ............................................................ 18

2.11.2 Gaya Piston ....................................................................................... 19

2.12 Motor Listrik Induksi 3 Pasa .............................................................. 20

2.12.1 Pemilihan Motor Listrik .................................................................. 21

2.13 Timing Pulley dan Timing Belt ............................................................ 22

2.13.1 Timing Pulley .................................................................................... 22

2.13.2 Timing Belt ........................................................................................ 24

2.13.3 Pemilihan Timing Belt...................................................................... 25

2.14 Fastener atau Alat Pengikat ................................................................ 29

2.15 Bantalan ................................................................................................ 31

2.15.1 Bantalan Gelinding .......................................................................... 31

2.15.2 Bantalan Gelinding Radial .............................................................. 32

2.16 Kopling .................................................................................................. 33

2.16.1 Kopling Fleksibel ............................................................................. 33

2.17 Linear Motion System ........................................................................... 34

2.18 Frame T-Slot Aluminium .................................................................... 35

2.19 Linear Bushing ..................................................................................... 36


2.20 Rack ....................................................................................................... 36

BAB III GAMBAR PERANCANGAN MESIN ............................................... 38

3.1 Diagram Alir ......................................................................................... 38

3.2 Identifikasi Masalah ............................................................................ 39

3.3 Pengumpulan Data............................................................................... 39

3.4 Perumusan Masalah ............................................................................ 39

3.5 Perencanaan Desain ............................................................................. 40

3.6 Pengecekan Desain ............................................................................... 40

3.7 Analisa dan Pembahasan .................................................................... 40

3.8 Kesimpulan ........................................................................................... 41

3.9 Rencana Cara Kerja Alat .................................................................... 41

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ...................................................... 44

4.1 Vacuum Pad dan Fitting ...................................................................... 44

4.2 Pemilihan Motor Penggerak ............................................................... 44

4.3 Pemilihan Silinder Pneumatik ............................................................ 48

4.4 Poros Transmisi ................................................................................... 49

4.5 Timing Belt dan Timing Pulley ............................................................ 49

4.6 Pemilihan Ukuran Baut ....................................................................... 52

4.7 Perhitungan Mekanika Struktur ........................................................ 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 58

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 58

5.2 Saran ..................................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 59

LAMPIRAN ......................................................................................................... 60
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola beban .................................................................................... 5


Gambar 2.2 Diagram Smith untuk Fe 590 ....................................................... 6
Gambar 2.3 Arahan untuk konstruksi. ............................................................. 8
Gambar 2.4 Batang dengan beban ke bawah. .................................................. 9
Gambar 2.5 Tegangan akibat bending dan puntir ............................................ 10
Gambar 2.6 Jarak Y1 dan Y2 terhadap garis netral .......................................... 11
Gambar 2.7 Standard vacuum ejector CV-10LS. ............................................ 13
Gambar 2.8 Prinsip kerja vacuum ejector ........................................................ 13
Gambar 2.9 Mounting position ........................................................................ 14
Gambar 2.10 Spring fitting .............................................................................. 15
Gambar 2.11 Vakum untuk material tidak berpori .......................................... 17
Gambar 2.12 Bagian silinder kerja tunggal ..................................................... 19
Gambar 2.13 Bagian silinder kerja ganda ........................................................ 19
Gambar 2.14 Motor listrik ............................................................................... 20
Gambar 2.15 Horizontal conveying drives ...................................................... 22
Gambar 2.16 Timing belt ................................................................................. 24
Gambar 2.17 Grafik nilai tooth resistance tipe H ............................................ 27
Gambar 2.18 Jenis kerusakan pada baut .......................................................... 29
Gambar 2.19 Arah beban pada bantalan .......................................................... 31
Gambar 2.20 Bantalan peluru alur satu baris ................................................... 32
Gambar 2.21 Bantalan peluru alur satu baris dengan plat lindung .................. 32
Gambar 2.22 Roller chain coupling ................................................................. 33
Gambar 2.23 Linear motion system ................................................................. 34
Gambar 2.24 Linear motion using ball ............................................................ 34
Gambar 2.25 Rack ............................................................................................ 36
Gambar 2.26 Aplikasi pada clamp plates ........................................................ 37
Gambar 3.1 Alat pemindah plat pintu lemari es .............................................. 41
Gambar 3.2 Pandangan depan alat pemindah plat pintu lemari es .................. 42
Gambar 3.3 Pandangan samping alat pemindah plat pintu lemari es .............. 43
Gambar 3.4 Pandangan atas alat pemindah plat pintu lemari es ...................... 43
Gambar 4.1 Rangka batang segitiga ................................................................ 55
Gambar 4.2 Rangka batang .............................................................................. 55
Gambar 4.3 Rangka batang momen D ............................................................. 56
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tegangan-Desain Dalam N/mm2 ............................................................................... 7


Tabel 2.2 Dimensi fitting ................................................................................. 15
Tabel 2.3. Jenis-jenis vacuum pad ................................................................... 16
Tabel 2.4 Theoritical lifting force .................................................................... 18
Tabel 2.5 Service factor ................................................................................... 21
Tabel 2.6 Number of teeth in mesh on driver pulley ........................................ 23
Tabel 2.7 Koefisien gesek sabuk dan puli........................................................ 25
Tabel 2.8 Load factor (F1)................................................................................ 26
Tabel 2.9 Teeth in mesh factor (F2) ................................................................. 26
Tabel 2.10 Ratio factor (F3) ............................................................................. 26
Tabel 2.11 Breaking strength sabuk tipe H...................................................... 28
Tabel 2.12 Data teknis high tension bolts ........................................................ 30
Tabel 2.13 Spesifikasi frame T-Slot aluminium .............................................. 35
Tabel 4.1 Data massa frame T-Slot.................................................................. 45
Tabel 4.2 Data massa keseluruhan komponen ................................................. 46
Tabel 4.3 Ukuran penampang baja profil kanal u ............................................ 53
Tabel 4.4 Massa total yang ditahan baut .......................................................... 54
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring perkembangan zaman, persaingan industri elektronik telah maju
dengan amat pesat. Dengan meningkatnya kebutuhan produk elektronik dan
permintaan pasar dunia, para pelaku industri mencoba berbagai inovasi untuk
meningkatkan produktivitas produk elektronik mereka dengan waktu yang relatif
lebih cepat dan tepat agar kebutuhan dunia akan produk elektronik bisa terpenuhi.
PT Sharp Electronics Indonesia adalah salah satu perusahaan elektronik
yang memproduksi lemari es. Dalam proses produksi di PT Sharp Electronics
Indonesia masih terjadi penurunan jumlah produksi. Target produksi lemari es
adalah 1500 pcs per hari. Dalam produksi lemari es, target yang sudah ditetapkan
tidak tercapai atau hanya mencapai sebanyak 1100 pcs per hari. Kurangnya tingkat
produktivitas disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu dalam proses
pembuatan pintu lemari es.
Selama ini dalam proses pembuatan satu buah pintu lemari es, proses
pemindahan pintu lemari es dari konveyor ke centering unit terbilang lambat
dikarenakan masih menggunakan proses manual yaitu dengan menggunakan
operator. Dalam proses penanganan peminimalan waktu produksi di PT Sharp
Electronics Indonesia, dilakukan perancangan alat pemindah plat pintu lemari es
secara otomatis.
Pada alat ini akan digunakan pneumatik dan motor listrik. Sehingga perlu
diketahui besarnya silinder pneumatik dan daya motor yang digunakan agar sesuai
dengan beban yang dipindahkan. Dengan alat tersebut diharapkan dapat
mempersingkat waktu pemindahan dan pengurangan operator dalam industri dan
efisiensi waktu produksi menjadi lebih optimal.
1.2 Tujuan Perancangan
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan tujuan
penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Merancang alat pemindah plat pintu lemari es sebagai sarana untuk
meningkatkan efisiensi waktu produksi dan pengurangan operator dalam proses
pemindahan material.
2. Mampu menentukan sistem transmisi mesin.
3. Mampu menentukan diameter silinder pneumatik yang digunakan.
4. Mampu menentukan daya motor listrik yang diperlukan mesin.
1.3 Batasan Masalah
Berhubungan dengan sangat luasnya persoalan dalam permasalahan
perancangan, maka akan dibatasi ruang lingkup tugas akhir ini yaitu:
1. Proses desain alat pemindah plat pintu lemari es model SJ 236 di PT Sharp
Electronics Indonesia.
2. Sistem transmisi yang digunakan dalam mesin.
3. Diameter silinder pneumatik yang digunakan dalam mesin.
4. Daya motor yang digunakan sebagai penggerak utama mesin.
1.4 Manfaat Tugas Akhir
Manfaat dari pengerjaan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan tentang
perancangan desain, pneumatik, daya motor, poros transmisi, sabuk, puli, dan
kekuatan rangka batang statis tak tentu.
2. Secara praktis, mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama
proses perkuliahan, khususnya dalam bidang perancangan desain.
1.5 Metode Pengumpulan Data
Dalam menyelesaikan perencanaan dan penulisan tugas akhir ini digunakan
empat dasar metode, yaitu:
1. Metode Studi Kepustakaan
Metode ini dilakukan dengan mencari buku-buku untuk memperoleh referensi
dasar-dasar teori yang mendukung dalam pembuatan tugas akhir.
2. Metode wawancara
Metode ini dilakukan dengan cara tanya jawab secara langsung kepada pihak-
pihak yang menunjang untuk perancangan alat ini.
3. Metode pengamatan
Metode ini merupakan suatu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati secara langsung proses pemindahan plat pintu lemari es yang
dilakukan oleh operator. Dilakukan pengamatan terhadap mesin lain yang
memiliki prinsip kerja yang hampir mirip dengan perancangan alat ini.
4. Metode Analisa Data
Setelah semua data yang diperoleh di lapangan terkumpul, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan penyusunan data dan perancangan alat.
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan tugas akhir ini, digunakan sistematika penulisan dengan
urutan sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang, tujuan perancangan, batasan masalah,
manfaat tugas akhir, metode pengumpulan data, dan sistematika
penulisan.
BAB II Landasan Teori
Bab ini berisi landasan teori terkait penelitian yang dilakukan, teori
disesuaikan dengan pembahasan yang telah disampaikan pada
perkuliahan.
BAB III Metode Penelitian
Pada bab ini akan diterangkan bagaimana prinsip kerja alat pemindah
plat pintu lemari es dan gambar setiap komponen yang digunakan.
BAB IV Analisa dan Hasil Perancangan
Bab ini membahas proses perhitungan dan pemilihan komponen.
BAB V Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari penyusunan laporan tugas
akhir.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Latar Belakang


Nama elemen mesin atau elemen pesawat telah lama dipakai untuk
menunjukkan elemen konstruksi mesin, seperti baut dan sekrup, pasak, poros,
kopling, bantalan, roda gigi, dan sebagainya. Untuk mengkonstruksi mesin, perlu
diketahui tujuan dirancangnya konstruksi tersebut guna menentukan fungsi elemen
dan syarat yang harus dipenuhi oleh elemen ini. Berikut ini beberapa contoh fungsi
elemen antara lain ialah:
1. Fungsi Menyambung
Elemen mesin yang memiliki fungsi sebagai penyambung ialah mengantarkan
dan meneruskan gaya yang tidak disertai gerakan. Elemen mesin yang berfungsi
sebagai penyambung merupakan karakteristik dari sambungan kelingan,
sambungan las, sambungan ulir sekrup, dan lain-lain.
2. Fungsi Merangkaikan
Elemen mesin yang memiliki fungsi sebagai perangkai ialah menghantarkan
atau memindahkan gaya yang disertai gerakan. Elemen mesin yang berfungsi
sebagai perangkai merupakan karakteristik dari kopling dan poros, rem,
bantalan gelinding, roda gigi, sabuk, dan rantai.
3. Fungsi Mendukung
Elemen mesin yang memiliki fungsi sebagai pendukung ialah meneruskan gaya
tanpa disertai gerakan. Hal tersebut merupakan karakteristik dari kerangka dan
pondasi. (Stolk dan Kros, 1981)
2.2 Beban Nominal dan Beban Kerja
Beban elemen mesin di bawah keadaan kerja kebanyakan terdiri dari gaya
dan momen yang berubah-ubah secara periodik. Jalannya perubahan dalam beban
itu dapat digambarkan dalam sebuah pola beban yang dapat dilihat pada Gambar
2.1 sebagai berikut:
Gambar 2.1 Pola Beban
(Stolk dan Kros, 1981)
Beban nominal, yaitu gaya atau kopel, adalah beban yang diperoleh lewat
kalkulasi dari data rencana yang diberikan. Untuk menentukan ukuran elemen
mesin dipergunakan hubungan yang diketahui dari ilmu keelastikan. Hubungan
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tarikan dan Tekanan
Untuk tarikan dan tekanan, tegangan normal nominal dapat ditulis dengan
persamaan sebagai berikut:
F
σ=A (2.1)

Keterangan:
F =Gaya normal (N)
A =Luas penampang normal yang memberi tahanan terhadap gaya normal
(mm2)
σt =Tegangan tarik (N/mm2)
2. Putus Geser
Untuk putus geser, tegangan putus geser normal dapat ditulis dengan persamaan
sebagai berikut:
F
τ=A (2.2)

Keterangan:
𝜏 =Tegangan geser (N/mm2)
F =Gaya geser (N)
A =Luas penampang normal yang memberi tahanan terhadap gaya geser
(mm2)
Hasil rangkaian uji lelah dengan suatu jenis baja dapat dilukiskan dengan
berbagai cara dalam diagram. Sebuah diagram yang sangat banyak dipergunakan
ketika membuat konstruksi teknik mesin dinamakan diagram lelah Smith. Gambar
2.2 menunjukkan diagram lelah Smith untuk Fe 590 menurut DIN 17100 untuk
tarikan-tekanan, lengkung, dan puntiran. (Stolk dan Kros, 1981)

Gambar 2.2 Diagram Smith untuk Fe 590


(Stolk dan Kros, 1981)
Tegangan ijin dari material baja menurut C. Bach dapat dilihat pada Tabel
2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tegangan-Desain dalam N/mm2
(Stolk dan Kros, 1981)

2.3 Suaian
Dalam membuat suatu elemen mesin, untuk mencapai suatu ukuran tertentu
yang telah ditentukan sebagai contoh yaitu ukuran 65 mm sebagai ukuran nominal,
suatu ukuran yang ditunjukkan pada gambar dengan keterangan ukuran yaitu
65±0,1 mm. Maka nilai ukuran yang diukur harus terletak antara ukuran batas
terkecil yaitu 64,9 mm dan ukuran batas terbesar yaitu 65,1 mm. Selisih antara
ukuran batas terbesar dan ukuran batas terkecil adalah bentangan ukuran, yang
dinamakan toleransi ukuran.
2.3.1 Jenis Suaian
Tergantung pada besarnya ruang bebas dibedakan tiga jenis suaian, yaitu:
1. Suaian Longgar
Suaian longgar merupakan jenis suaian dengan ruang bebas yang selalu positif,
misalnya baut dalam mur, poros dalam bantalan. Jadi suaian longgar diterapkan
apabila elemen harus dimungkinkan untuk bergerak terus-menerus.
2. Suaian Ketat
Suaian ketat merupakan jenis suaian dengan ruang bebas yang selalu negatif.
Diterapkan apabila tidak diperbolehkan ada gerakan relatif, misalnya ban di
sekeliling roda, roda pada poros.
3. Suaian Peralihan
Suaian peralihan merupakan jenis suaian yang dapat memberikan baik ruang
bebas positif maupun ruang bebas negatif. Suaian peralihan diterapkan kalau
sebenarnya diperlukan suaian mati tetapi yang tidak dapat atau sulit untuk
dipasang. (Stolk dan Kros, 1981)
Berikut ini merupakan arahan suaian untuk konstruksi dapat dilihat pada
Gambar 2.3 sebagai berikut:

Gambar 2.3 Arahan untuk Konstruksi


(Stolk dan Kros, 1981)
2.4 Momen Inersia Penampang
Bila suatu alat mengalami bending atau puntiran, maka penampang alat
tersebut akan mengalami tegangan baik tegangan bending maupun tegangan geser
puntir. Untuk menghitung tegangan-tegangan tersebut maka perlu diketahui
besarnya kelembaman (inersia) dari penampang terhadap pengaruh momen.
Kelembaman tersebut disebut momen inersia penampang.
Arah gaya F ke bawah

Gambar 2.4 Batang dengan Beban ke Bawah


(Darmo, 2003)
Pada Gambar 2.4, dapat dilihat bahwa akibat gaya F yang arahnya ke
bawah, maka batang akan bengkok ke arah bawah seperti dilukiskan dengan garis
putus-putus. Penampang ABCD akan mengalami putaran terhadap sumbu X-X.
Jika nilai momen inersia penampang besar, maka semakin sulit penampang tersebut
diputar dan semakin sulit batang dibengkokkan. Dengan kata lain batang tersebut
semakin sulit rusak akibat beban bending. (Darmo, 2003)
Untuk kasus diatas, momen inersia penampang dengan sumbu putar X-X
besarnya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
1
I = IXX = 12 × b × h3 (2.3)

Keterangan:
I =Momen inersia penampang (mm4)
b =Panjang (mm)
h =Lebar (mm3)
Akibat gaya F yang arahnya ke bawah, maka batang akan bengkok ke arah
bawah seperti dilukiskan dengan garis putus-putus pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Tegangan Akibat Bending dan Puntir
(Darmo, 2003)
Gambar 2.5 menunjukkan bahwa pada titik-titik sepanjang sisi DC akan
mengalami tarik sehingga mengalami tegangan tarik bending, sedangkan titik-titik
sepanjang sisi AB mengalami tekan sehingga mengalami tegangan tekan bending.
Rumus tegangan bending dapat dituliskan dengan persamaan sebagai
berikut:
1. Tegangan Tarik Bending
M×Y1
σb(+) = + (2.4)
I

2. Tegangan Tekan Bending


M×Y2
σb(−) = − (2.5)
I

Keterangan:
M =Momen yang dialami batang (kg.mm)
Y1 =Jarak dari garis (bidang) netral terhadap titik yang ditinjau yang
mengalami tarik (mm)
Y2 =Jarak dari garis (bidang) netral terhadap titik yang ditinjau yang
mengalami tekan (mm)
Garis (bidang) netral adalah garis (bidang) tempat titik-titik yang tegangan
bending-nya sama dengan nol. (Darmo, 2003)
Gambar 2.6 Jarak Y1 dan Y2 Terhadap Garis Netral
(Darmo, 2003)
2.5 Poros Transmisi
Poros ini berfungsi untuk memindahkan tenaga mekanik salah satu elemen
mesin ke elemen mesin yang lain. Dalam hal ini elemen mesin menjadi terpuntir
(terputar) dan dibengkokkan. Di samping itu bobot diri poros, bobot elemen mesin,
seperti roda gigi, tarikan sabuk, dan lain-lain akan melengkungkan poros tersebut.
(Stolk dan Kros, 1981)
Untuk mengetahui momen puntir pada poros, dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
P
Mw = (2.6)
ω
Untuk mengubah rpm ke rad/s, digunakan persamaan sebagai berikut:

ω = rpm × 60 rad/s (2.7)

Keterangan:
Mw =Momen puntir (N.m)
P =Daya (kW)
ω =Kecepatan sudut (konstan) poros
Untuk mengetahui momen tahanan penampang poros berbentuk lingkaran
terhadap puntiran harus sama dengan Ww atau dapat dilihat pada persamaan sebagai
berikut:
Mw
Ww = (2.8)
τw
Keterangan:
Ww =Momen tahanan terhadap puntir (mm3)
τw =Tegangan putus geser (N/mm2)
Karena Ww ≈ 0,2d3 , garis tengah diameter poros. Maka diameter poros
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
3 W
d= √ w (2.9)
0,2

Keterangan:
d =Diameter poros (mm)
2.6 Pengertian Sistem Vakum
Vakum berasal dari bahasa latin, Vacuus, yang memiliki arti Kosong. Kata
dasar dari kata vacuum tersebut merupakan Vakum yang ideal atau Vakum yang
sempurna (Vacuum perfect), tekanan mutlak ini seperti temperatur mutlak, dalam
dunia nyata Sistem Vakum tidak dapat dinyatakan, tetapi merupakan suatu acuan
dalam pengukuran tekanan. Vakum merupakan suatu kondisi dari udara atau gas
sekitar lingkungan tertentu dimana tekanan udara dibawah tekanan atmosfir. Untuk
menghasilkan vakum diperlukan udara dari sistem. (Manual Handbook Convum
Product)
2.7 Kekuatan Vakum
Kekuatan vakum yang digunakan untuk mencengkram suatu objek terjadi
karena adanya perbedaan tekanan antara tekanan atmosfir dan tekanan vakum, dan
gaya tekanan-tekanan di daerah pada ruang hampa (area yang menerima tekanan,
area mencengkram). Akibatnya, bahkan ketika kekuatan pencekraman berada pada
vakum maksimal, tekanan vakum tidak dapat lebih tinggi daripada tekanan
atmosfir. (Manual Handbook Convum Product)
2.8 Prinsip Kerja Vacuum Ejector
Untuk menghasilkan vakum, digunakan udara bertekanan yang terkompresi
dan udara terkompresi tersebut yang kemudian dikeluarkan oleh nosel, itulah
sebabnya disebut ejektor. Gambar vacuum ejector dapat dilihat pada Gambar 2.7
sebagai berikut:
Gambar 2.7 Standard Vacuum Ejector CV-10LS
(Manual Handbook Convum Product)
Udara yang berasal dari kompresor disuplai melalui supply port dan
melewati nosel. Nosel adalah bagian dari vakum ejektor yang memiliki fungsi
sebagai jalur aliran udara dan mengubah tekanan udara tekan yang dipasok ke
penggerak vakum ke dalam aliran kecepatan tinggi. Kemudian udara terkompresi
dengan kecepatan tinggi tersebut mengalir ke ruang diffuser. Akibat dari aliran
udara terkompresi berkecepatan tinggi tersebut mengakibatkan terjadinya
penurunan tekanan (prinsip Bernoulli) dan udara mengalir melalui port vakum
(pembangkit vakum) yang kemudian baik udara tekan dan udara dari port vakum
tercampur di ruang diffuser dan udara tercampur tersebut keluar melalui diffuser
yang memiliki tugas memperlambat aliran udara berkecepatan tinggi tersebut dan
juga berfungsi untuk melepaskan udara ke atmosfir dan meningkatkan kembali
tekanan secara perlahan. (Manual Handbook Convum Product)
Prinsip kerja Vacuum Ejector dapat dilihat pada Gambar 2.8 sebagai
berikut:

Gambar 2.8 Prinsip Kerja Vacuum Ejector


(Parker Vacuum Generators Technical Catalog UK)
2.9 Aplikasi Komponen Vakum
Komponen vakum banyak digunakan untuk aplikasi pengangkatan atau
pemindahan suatu objek yang menggunakan aplikasi vakum sebagai prosesnya.
Terdapat berbagai jenis dan desain vacuum pad yang masing-masing
memiliki keunggulan di area tertentu. (Manual Handbook Convum Product)
Sebelum dilakukan pemilihan vacuum pad, terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan seperti:
1. Permukaan benda yang diangkat
2. Temperatur ruangan
3. Porositas
4. Beban dan ukuran benda yang diangkat
5. Arah pengangkatan
Gambar arah pengangkatan vacuum pad dapat dilihat pada Gambar 2.9
sebagai berikut:

Gambar 2.9 Mounting Position


(Manual Handbook Convum Product)
2.9.1 Fitting
Dalam proses pemilihan komponen vakum, penulis menggunakan standar
berdasarkan katalog Convum. Convum mengkategorikan fitting pad menjadi tiga
jenis, yaitu:
1. Locking fitting
Fitting jenis standar.
2. Fitting with spring
Fitting jenis ini dilengkapi dengan pegas dan cocok digunakan untuk benda
kerja yang mudah mengalami kerusakan.
3. Non-rotation fitting with spring
Fitting jenis ini dilengkapi dengan pegas dengan konstruksi non-rotasi dan
digunakan pada benda yang posisi nya tetap ketika pemindahan atau
pengangkatan benda. Gambar dan data ukuran untuk fitting dengan jenis Non-
rotation fitting with spring dapat dilihat pada Gambar 2.10 dan Tabel 2.2
sebagai berikut:

b c

Gambar 2.10 Spring Fitting


(Manual Handbook Convum Product)
Tabel 2.2 Dimensi Fitting
(Manual Handbook Convum Product)
Pada Gambar 2.10, gambar a menunjukkan spring fitting dengan tipe
female thread, gambar b menunjukkan spring fitting dengan tipe barb fitting,
gambar c menunjukkan spring fitting dengan tipe push in connector. (Manual
Handbook Convum Product)
2.9.2 Vacuum Pad
Vacuum pad merupakan salah satu komponen yang berfungsi membantu
proses penciptaan ruang hampa pada suatu area yang berfungsi untuk mengangkat
atau memindahkan benda. Jenis-jenis vacuum pad dapat dilihat pada Tabel 2.3
sebagai berikut:
Tabel 2.3 Jenis-Jenis Vacuum Pad
(Manual Handbook Convum Product)
Pemilihan jenis vacuum pad didasarkan pada material dan permukaan benda
yang diangkat. Menurut Manual Handbook Convum Product, jenis material seperti
plat tergolong kedalam non-porous materials (material tidak berpori). Non-porous
materials merupakan tipe material dimana benda kerja tersebut tidak memiliki pori-
pori pada permukaannya. Aplikasi vacuum pad pada Non-porous materials dapat
dilihat pada Gambar 2.11 sebagai berikut:

Gambar 2.11 Vakum untuk Material Tidak Berpori


(Manual Handbook Convum Product)
Untuk mengetahui ukuran diameter vacuum pad yang sesuai untuk
mengangkat atau memindahkan benda digunakan persamaan sebagai berikut:
m×9,8×s×1000
d = 2√ (2.10)
π×n×P

Keterangan:
d = diameter pad (mm)
m = Massa benda (kg)
s = Safety factor
n = Jumlah pad
P = Tekanan vakum (-kPa)
2.10 Area Pemvakuman
Area pemvakuman untuk satu buah pad dapat diketahui dengan berdasarkan
diameter pad yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
3,14×d2
A= (2.11)
4×100

Keterangan:
A =Area vakum (cm2)
d =Diameter pad (mm)
Luas area vacuum pad berbeda-beda tergantung dari ukuran diameter pad.
Data luas area pemvakuman dapat dilihat pada Tabel 2.4 sebagai berikut:
Tabel 2.4 Theoritical Lifting Force
(Manual Handbook Convum Product)

Hasil luas area pemvakuman diatas tidak menunjukkan luas area yang
sebenarnya. Pada saat proses pemvakuman sedang berlangsung, terjadi penyusutan
dan perubahan bentuk pada pad tersebut. Penyusutan dan perubahan disebabkan
oleh beberapa faktor seperti tebal pad, tingkat pemvakuman, dan lain-lain. Sering
dijumpai pada umumnya terjadi perubahan peningkatan diameter pad sekitar 10%.
(Manual Handbook Convum Product)
2.11 Silinder Pneumatik
2.11.1 Definisi Silinder Pneumatik
Silinder pneumatik adalah aktuator atau perangkat mekanis yang
menggunakan kekuatan udara bertekanan (udara yang terkompresi) untuk
menghasilkan kekuatan dalam gerakan bolak-balik piston secara linier (gerakan
keluar-masuk). Berikut ini adalah dua tipe silinder pneumatik yang paling umum
atau sering digunakan di dunia industri :
1. Silinder Kerja Tunggal (single acting cylinder)
Merupakan jenis silinder yang hanya memiliki satu port untuk masuknya udara
bertekanan. Silinder ini menggunakan kekuatan udara bertekanan untuk
mendorong ataupun menekan piston dalam satu arah saja (umumnya keluar)
dan menggunakan pegas pada sisi yang lain untuk mendorong piston kembali
pada posisi semula. Gambar silinder kerja tunggal dapat dilihat pada Gambar
2.12 sebagai berikut:

Gambar 2.12 Bagian Silinder Kerja Tunggal


(Subhan dan Satmoko, 2016)
2. Silinder Kerja Ganda (double acting cylinder)
Merupakan silinder yang memiliki dua port untuk instroke dan outstroke.
Silinder jenis ini menggunakan kekuatan udara bertekanan untuk mendorong
piston keluar dan mendorong piston untuk kembali ke posisi awal (menarik
kedalam). (Subhan dan Satmoko, 2016)
Gambar silinder ganda dapat dilihat pada Gambar 2.13 sebagai berikut:

Gambar 2.13 Bagian Silinder Kerja Ganda


(Subhan dan Satmoko, 2016)
2.11.2 Gaya Piston
Gaya piston yang dihasilkan oleh silinder bergantung pada tekanan udara,
diameter silinder dan tahanan gesekan dari komponen perapat. (Marthen dan Noor,
2012)
Gaya piston secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
F=P×A (2.12)
Untuk silinder kerja ganda, digunakan persamaan sebagai berikut:
a. Langkah Maju
π
F = D2 × 4 × P (2.13)

b. Langkah Mundur
π
F = (D2 − d2 ) × 4 × P (2.14)

Keterangan:
F =Gaya piston (N)
D =Diameter piston (m)
d =Diameter batang piston (m)
A =Luas penampang piston yang dipakai (m2)
P =Tekanan kerja (Pa)
2.12 Motor Listrik Induksi 3 Pasa
Motor listrik termasuk kedalam kategori mesin listrik dinamis dan
merupakan sebuah perangkat elektromagnetik yang mengubah energi listrik
menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini digunakan untuk, misalnya, memutar
impeller pompa, fan atau blower, menggerakan kompresor, mengangkat bahan, dan
lain-lain di industri dan digunakan juga pada peralatan listrik rumah tangga seperti
mixer, bor listrik, dan kipas angin. (www.habetec.com)
Gambar bagian-bagian motor listrik dapat dilihat pada Gambar 2.14
sebagai berikut:

Gambar 2.14 Motor Listrik (www.habetec.com)


2.12.1 Pemilihan Motor Listrik
Dalam proses pemilihan motor listrik, penulis menggunakan standar
berdasarkan Manual Handbook Geared Motors Mitsubishi.
Transmisi daya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
P = PO × 𝑆𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 (2.15)
Keterangan:
P =Transmisi daya (kW)
PO =Daya yang dibutuhkan (kW)
Nilai service factor dapat dilihat pada Tabel 2.5 sebagai berikut:
Tabel 2.5 Service Factor
(Mitsubishi Geared Motors Product Catalog)

Untuk mengetahui daya yang dibutuhkan, digunakan persamaan sebagai


berikut:
m×mr×V
PO = (2.16)
6120×η

Keterangan :
P𝐎 = Power required for tranvelling carriage (kW)
m = Mass (kg)
m𝐫 = Travelling resistance (about 0.02 to 0.03)
V = Travelling speed (m/min)
η =Efisiensi motor
Kecepatan perpindahan (V) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
πDN
V= (2.17)
1000
Keterangan:
D =Diameter of sprocket, etc. (mm)
N = Rotation speed of sprocket, etc. (r/min)
2.13 Timing Pulley dan Timing Belt
Untuk proses pemilihan timing pulley dan timing belt, kedua komponen
tersebut telah ditetapkan oleh pihak Perusahaan dikarenakan ketersediaan barang di
inventori yaitu timing pulley dan timing belt tipe H, sehingga seluruh proses
perancangan dihitung dengan mengambil sampel tipe H.
2.13.1 Timing Pulley
Puli adalah suatu peralatan mesin yang berfungsi untuk meneruskan
putaran dari motor penggerak kebagian yang lain yang akan digerakkan, mengatur
kecepatan atau dapat mempercepat dan memperlambat putaran keluaran yang
diperlukan dengan cara mengatur diameternya.
Puli biasanya dipasang pada sebuah poros, puli tidak dapat bekerja sendiri
maka dari itu dibutuhkan pula sebuah sabuk sebagai penerus putaran dari motor.
(Yanis dan Leonardo, 2015)
Gambar aplikasi dari puli dan sabuk dapat dilihat pada Gambar 2.15
sebagai berikut:

Gambar 2.15 Horizontal Conveying Drives


(Megadyne Open End Belt)
Menurut Manual Handbook Misumi Selection of Ttiming Belts, timing
pulley merupakan jenis puli yang memiliki gigi bergerigi pada profilnya. Dalam
pemilihan timing pulley dan timing belt, perlu diketahui terlebih dahulu kecepatan
linier dan percepatan linier pada timing pulley. Kecepatan linier pada sabuk dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
π×d×N
V= (2.18)
60
Keterangan:
V =Kecepatan linier (m/s)
d =Diameter poros (mm)
N =Kecepatan putaran motor (rpm)
Adapun percepatan linier dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
V
a= (2.19)
t

Keterangan:
a =Percepatan linier (m/s2)
t =Waktu (s)
Untuk mengetahui ukuran timing pulley yang akan digunakan, perlu
diketahui terlebih dahulu temporary pitch pulley dan jumlah gigi pada timing
pulley. Adapun jumlah gigi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
π×d1
z1 = (2.20)
p

Keterangan:
z1 =Jumlah gigi puli
p =Pitch puli (mm)
d1 =Diameter pitch puli (mm)
Jumlah gigi hasil perhitungan harus lebih besar atau sama dengan jumlah
gigi minimal yang sudah ditentukan oleh produsen. Data jumlah gigi minimal untuk
puli tipe H dapat dilihat pada Tabel 2.6 sebagai berikut:
Tabel 2.6 Number of Teeth in Mesh on Driver Pulley
(Manual Handbook Misumi Selection of Timing Belts)
Setelah mengetahui jumlah gigi pada timing pulley, proses selanjutnya
adalah dilakukan perhitungan kecepatan putar, dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
6000×V
N1 = (2.21)
p×z1

Keterangan:
N =Kecepatan putar (rpm)
V =Kecepatan sabuk (m/s)
p =Pitch puli (mm)
z1 =Jumlah gigi puli
2.13.2 Timing Belt
Sabuk adalah suatu peralatan mesin yang digunakan untuk meneruskan
daya dari puli I ke puli II (sebagai transmisi), sabuk digunakan sebagai transmisi
karena jarak antara dua buah poros tidak memungkinkan untuk menggunakan
transmisi langsung dari roda gigi.
Sabuk gigi merupakan jenis sabuk yang tersusun dari kawat tarik dari
baja, kawat kaca atau serat nilon dengan bungkus bahan buatan dan diperlengkapi
dengan gigi yang suai dalam rongga dalam puli. (Stolk dan Kros, 1981)

Gambar 2.16 Timing Belt


(Megadyne Open End Belt)
Timing belt jenis Open end belt merupakan sabuk yang memiliki fungsi
khusus yaitu untuk membalikkan gerakan dan diaplikasikan ketika gerakan rotasi
perlu diubah menjadi gerakan linier dengan tingkat akurasi posisi yang tinggi
dibutuhkan. (Megadyne Open End Belt)
Keuntungan dari penggunaan Open end belt adalah:
1. Tingkat akurasi posisi yang tinggi saat membalikkan gerakan.
2. Dapat digunakan untuk berbagai aplikasi.
3. Tingkat kebisingan atau noise rendah akibat getaran karena karakteristik
material karet menyerap hal tersebut.
4. Biaya operasi rendah karena bebas perawatan dan umur pemakaian yang tahan
lama.
5. Gerakan yang kompak dan ringan karena kinerja sabuk performanya tinggi.
2.13.3 Pemilihan Timing Belt
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan
ukuran timing belt, panjang timing belt, dan jarak antar poros yang akan
diaplikasikan.
1. Pemilihan ukuran timing belt
a. Peripheral Force
Fu = (m × a) + (m × g × μ) (2.22)
Keterangan:
Fu =Peripheral force (N)
m =Massa (kg)
a =Percepatan (m/s2)
g =Gravitasi (9.8 m/s2)
μ =koefisien gesek
Nilai koefisien gesek pada sabuk dan puli dapat dilihat dengan
berdasarkan Tabel 2.7 sebagai berikut:
Tabel 2.7 Koefisien Gesek Sabuk dan Puli
(A Textbook of Machine Design)
b. Lebar Sabuk
Untuk mengetahui lebar sabuk, perlu diketahui terlebih dahulu safety factor
pada timing belt. Nilai safety factor dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
F1 +F3
Fs = (2.23)
F2

Nilai dari load factor, teeth in mesh factor, dan ratio factor dapat dilihat pada
Tabel 2.8, Tabel 2.9, dan Tabel 2.10 sebagai berikut:
Tabel 2.8 Load Factor (F1)
(Manual Handbook Misumi Selection of Timing Belts)

Tabel 2.9 Teeth in Mesh Factor (F2)


(Manual Handbook Misumi Selection of Timing Belts)

Tabel 2.10 Ratio Factor (F3)


(Manual Handbook Misumi Selection of Timing Belts)

Kemudian untuk mengetahui lebar sabuk, dilakukan perhitungan dengan


menggunakan persamaan sebagai berikut:
Fu ×Fs ×10
b= (2.24)
Fp,spec ×zm
Keterangan:
Fu =Peripheral force (N)
Fs =Safety factor
Fp,spec =Transmittable force per tooth per unit (N/cm)
zm =Number of teeth in mesh on driver pulley
Nilai Fp,spec untuk timing belt tipe H dapat dilihat pada Gambar 2.17
sebagai berikut:

Gambar 2.17 Grafik Nilai Tooth Resistance Tipe H


(Manual Handbook Misumi Selection of Timing Belt)
c. Pre Tensioning
Uji ketegangan dilakukan dengan maksud untuk menjamin kekuatan
tegangan minimum pada sisi kendur sabuk. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk memastikan transmisi daya antara gigi pada puli dan sabuk saling
bertautan dengan halus.
Berikut merupakan dua dampak negatif yang terjadi jika terjadi kesalahan
pengaturan yaitu:
1. Too low pre tension
a. Gigi-gigi pada sisi kendur sabuk menumpuk atau mengesampingkan
gigi-gigi pada puli yang digerakkan.
b. Terjadi keausan antara permukaan gigi pada sabuk dan pada puli.
2. Excessive pre tension
a. Mengakibatkan bantalan yang terpasang dengan poros menerima
beban lebih berat.
b. Kerusakan gigi-gigi pada sabuk meningkat.
Ketegangan harus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan untuk menghindari
terjadinya sabuk kendur saat beroperasi dan pastikan nilai pre tension tidak
melebihi dari nilai maksimum pre tension atau sama dengan nilai peripheral
force. (www.brecoflex.com)
Untuk mengetahui nilai pre tension, dilakukan perhitungan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
Fp = 2Fu (2.25)
d. Meshing Check
Breaking strength (𝐵𝑠) adalah kemampuan material untuk menahan
tegangan tarik. Nilai breaking strength seperti ditunjukkan pada Tabel 2.11
merupakan nilai maksimum material menahan tegangan sebelum putus atau
terjadi deformasi.
Tabel 2.11 Breaking Strength Sabuk Tipe H
(Manual Handbook Misumi Selection of Timing Belts)

Maka dengan demikian, tegangan tarik yang terjadi pada sabuk dapat
diketahui dengan melakukan perhitungan sesuai dengan persamaan sebagai
berikut:
BS
σBS = Fp (2.26)
Fu +
2

Keterangan:
σBS =Nilai tegangan tarik (N)
Bs =Nilai kekuatan tarik (N)
Hasil dari σBS harus lebih besar dari 11.
2.14 Fastener atau Alat Pengikat
Untuk mengikat suatu konstruksi, diperlukan komponen yang harus
disambung atau diikat untuk menghindari terjadinya getaran terhadap sesama
komponen, atau mungkin bisa terlepas dari bagian yang disambung akibat kendur
bahkan bisa jadi bagian yang disambung tersebut terlepas akibat pengikatnya putus.
(Sanda, 2011)
Pemilihan baut dan mur sebagai alat pengikat harus dilakukan dengan
seksama untuk mendapatkan ukuran yang tepat, apabila dalam pemilihan baut dan
mur terjadi kesalahan dapat berakibat baut putus, bengkok, dan lain-lain
sebagaimana ditunjukan pada Gambar 2.18 sebagai berikut :

Gambar 2.18 Jenis Kerusakan pada Baut


(Sanda, 2011)
Untuk menentukan ukuran baut dan mur, terdapat beberapa faktor yang
harus diperhatikan, yaitu :
1. Sifat gaya yang bekerja pada baut
2. Syarat kerja
3. Kekuatan bahan
4. Ketelitian
5. dan lain-lain
Gaya-gaya yang bekerja pada baut dapat berupa beban statis aksial murni,
beban aksial bersama dengan beban puntir, beban geser, dan beban tumbukan
aksial. Berikut merupakan data tegangan ijin baut yang dapat dilihat Tabel 2.12
sebagai berikut:
Tabel 2.12 Data Teknis High Tension Bolts
(Peraturan Pembebanan Bangunan Baja Indonesia)

Menurut Khurmi dan Gupta, dalam perhitungan pembebanan aksial murni,


berlaku persamaan sebagai berikut :
P
σt = A (2.27)

Keterangan :
σt =Tegangan tarik yang terjadi pada diameter inti baut (kg/mm2)
P =Beban tarik aksial (kg)
A =Luas penampang baut (mm2)
Luas penampang baut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
π
A = 4 × dc 2 (2.28)

Keterangan :
dc =Diameter inti baut (mm)
Pada umumnya diameter inti dapat dihitung menggunakan persamaan
sebagai berikut :
dc = 0,8d (2.29)
Keterangan :
d =Diameter mayor (mm)
Bila dihitung dengan tegangan yang diijinkan (σa ), maka diperoleh
persamaan sebagai berikut :
P
σt = (2.30)
(π/4)(0,8d)2
2.15 Bantalan
Bantalan merupakan elemen yang bertugas untuk menumpu poros. Dalam
bantalan pada umumnya bekerja gaya reaksi. Apabila gaya reaksi ini jauh lebih
banyak mengarah tegak lurus pada garis sumbu poros, bantalan dinamakan bantalan
radial. Jika gaya reaksi tersebut jauh lebih mengarah sepanjang garis sumbu poros,
maka disebut sebagai bantalan aksial. (Stolk dan Kros, 1981)
Arah gaya yang bekerja pada bantalan dapat dilihat pada Gambar 2.19
sebagai berikut:

Gambar 2.19 Arah Beban Pada Bantalan


(Puspawan, Nuramal, dkk, 2017)
2.15.1 Bantalan Gelinding
Bantalan gelinding disebut sebagai komponen penumpu poros yang
didalamnya terdapat elemen yang menggelinding di antara dua buah cincin. Elemen
tersebut dapat berbentuk peluru, rol (berbentuk silinder, berbentuk kerucut, atau
berbentuk tong), dan jarum. Bantalan gelinding terbagi menjadi beberapa bagian,
yaitu bantalan peluru, bantalan rol, bantalan tong, dan sebagainya. Dalam bantalan,
terjadi kerja tekanan kontak yang tinggi dan terjadi gesekan gelinding. Gesekkan
memainkan peranan penting pada semua bantalan. Gesekkan ini tidak saja memberi
kerugian langsung dalam energi, melainkan kerja gesekan diubah menjadi kalor
yang menyebabkan temperatur bantalan menjadi lebih tinggi daripada temperatur
sekelilingnya. Hal tersebut mengakibatkan bantalan bekerja dengan panas sehingga
menyebabkan bantalan tersebut hancur. Untuk mengatasi gesekan besar yang
timbul di area bantalan, maka selalu ditambahkan bahan pelumas. (Stolk dan Kros,
1981)
2.15.2 Bantalan Gelinding Radial
Sebuah bantalan peluru terdiri dari dua buah cincin jalan (cincin dalam
dan cincin luar), diantaranya terdapat peluru dengan sangkar. Pada bantalan peluru
alur, bidang jalannya dibengkokkan dalam arah aksial dengan jari-jari yang hanya
sedikit lebih besar daripada jari-jari peluru. Sehingga terdapat tepi yang mencegah
jatuhnya peluru dan yang memungkinkan blok mampu menerima gaya radial dan
gaya aksial yang agak besar. Karena itu, bantalan peluru alur cocok untuk semua
arah beban. Gambar 2.20 memperlihatkan penampang sebuah bantalan peluru alur
satu baris dengan sangkar peluru baja dan Gambar 2.21 diperoleh dengan plat
lindung atau dengan perapat karet. Sangkar peluru berfungsi untuk memisahkan
benda gelinding yang satu dari yang lain, sehingga tidak dapat meluncur yang satu
pada yang lain. Dengan jalan ini, keausan dibatasi. (Stolk dan Kros, 1981)

Gambar 2.20 Bantalan Peluru Alur Satu Baris

Gambar 2.21 Bantalan Peluru Alur Satu Baris Dengan Plat Lindung Atau Cincin
Perapat Karet
Pada aplikasinya penulis menggunakan bantalan gelinding radial yang
diterpasang pada rumah bantalan. Kedua komponen ini umumnya disebut sebagai
pillow block.
2.16 Kopling
Salah satu bagian penting dari sebuah unit mesin adalah kopling. Kopling
berfungsi sebagai sambungan dua buah poros atau sebagai sambungan poros
dengan elemen mesin yang dengan terus-menerus atau kadang-kadang harus ikut
berputar dengan poros tersebut. Sehubungan dengan tujuannya, terdapat
bermacam-macam prinsip kopling. Dalam proses perancangan alat, digunakan
kopling fleksibel. Kopling fleksibel merupakan salah satu macam kopling yang
dapat mengatasi ketidak simetris-an sumbu dan ketidaktelitian ketika proses
pemasangan dan sebagainya, maka dengan demikian dipasang kopling yang dapat
bergerak atau yang fleksibel. (Stolk dan Kros, 1981)
2.16.1 Kopling Fleksibel
Kopling yang banyak digunakan adalah kopling roda gigi. Hal ini
dikarenakan kopling roda gigi dapat memindahkan momen yang sangat besar.
Kopling fleksibel bekerja dengan toleransi kefleksibelan sedikit dalam arah aksial
dan dalam arah radial. Penyimpangan dalam letak poros dengan sendirinya
mengakibatkan peluncuran dan aus sehingga pelumasan gigi dan perapatan yang
tepat sangat diperlukan. (Stolk dan Kros, 1981)
Pada aplikasinya, kopling yang penulis gunakan merupakan kopling roda
gigi yang dilengkapi dengan transmisi rantai atau disebut sebagai roller chain
coupling yang dapat dilihat pada Gambar 2.22 sebagai berikut:

Gambar 2.22 Roller Chain Coupling


(us.misumi-ec.com)
2.17 Linear Motion System
Komponen linear motion adalah komponen yang bergerak secara linier
dengan memanfaatkan elemen yang dapat berputar seperti bola atau roller. Tidak
diperlukan perhitungan dimensi untuk masing-masing komponennya karena linear
motion merupakan komponen yang terinstal sebagai satu kesatuan unit. (Bosch
Rexroth AG, 2006)
Gambar linear motion system dapat dilihat pada Gambar 2.23 dan
Gambar 2.24 sebagai berikut:

Gambar 2.23 Linear Motion System


(Bosch Rexroth AG, 2006)

Gambar 2.24 Linear Motion Using Ball


(Bosch Rexroth AG, 2006)
Terdapat beberapa keuntungan yang didapatkan dengan penggunaan
linear motion, yaitu:
1. Akurasi posisi tinggi
2. Umur panjang dengan akurasi pergerakkan tinggi
2 Kecepatan pergerakkan yang cepat dengan penggerak rendah
3 Beban merata
4 Instalasi mudah
2.18 Frame T-Slot Aluminium
Menurut Bosch Rexroth, pembingkaian rangka banyak diaplikasikan karena
tidak membutuhkan biaya yang besar, lebih fleksibel, dan memiliki fungsi yang
lebih baik dibanding baja dan hal yang terpenting adalah pengerjaannya yang
mudah.
Frame T-Slot dapat dikatakan lebih mudah dalam pengerjaannya karena
proses pembingkaian desain dari T-Slot hanya membutuhkan baut yang disisipkan
ke slot T dan dikencangkan. Rangka dapat dibingkai dengan cepat dan mudah
dengan hanya dengan menggunakan beberapa alat perkakas. Kemudian setelah
pemasangan, dapat ditambahkan berbagai macam aksesoris dan komponen yang
diinginkan. Ketika keseluruhan rangka sudah selesai terbingkai, hasil dari rangka
tersebut adalah sebuah struktur yang kuat dan ringan.
Profil aluminium yang sudah terekstrusi ini memiliki kekuatan yang tinggi,
anti gores dan tahan korosi, tidak membutuhkan pengecatan, dan bebas perawatan.
(Bosch Rexroth)
Penulis menggunakan frame T-Slot ukuran 30 × 30 berdasarkan katalog
Misumi. Adapun spesifikasi dan sifat mekanik dari frame T-Slot aluminium dapat
dilihat pada Tabel 2.13 sebagai berikut:
Tabel 2.13 Spesifikasi Frame T-Slot Aluminium
(Manual Handbook Misumi Aluminium Extrusions)
2.19 Linear Bushing
Menurut Linear Guide General Catalog, Linear bushing merupakan
komponen yang berfungsi untuk membantu pergerakan lurus pada sebuah sistem
yang kerjanya dibantu oleh poros yang memiliki profil silindris. Linear bushing
merupakan komponen yang membantu pergerakan lurus dengan ketahanan gesekan
yang baik dan dapat memberikan pergerakan yang akurat dan fleksibel.
2.20 Rack
Rack atau clamp plates digunakan untuk mengikat bagian ujung sabuk pada
timing belt jenis open end belt. Gampar clamp plates tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.25 sebagai berikut:

Gambar 2.25 Rack


(Manual Handbook Misumi Timing Belt Clamp Plates)
Menurut Manual Handbook Misumi Timing Belt Clamp Plates, dianjurkan
dalam penjepitan sabuk minimal 6 gigi pada masing-masing sisi ujung sabuk seperti
terlihat pada Gambar 2.26 sebagai berikut:
Gambar 2.26 Aplikasi pada Clamp Plates
BAB III
GAMBAR PERANCANGAN MESIN

3.1 Diagram Alir

Mulai

Identifikasi Masalah

Pengumpulan Data

Perumusan Masalah

Perencanaan Desain

Pengecekan Tidak
Desain

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan

Selesai
3.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan pada Bab I, identifikasi
yang dapat dirangkum adalah bagaimana melakukan perancangan suatu alat yang
akan digunakan untuk memindahkan material plat pintu lemari es model SJ 236 di
PT Sharp Electronics Indonesia. Alat yang akan dibuat dirancang untuk
meningkatkan efisiensi waktu produksi dan mengurangi jumlah operator.
3.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam perancangan alat pemindah plat
pintu lemari es model SJ 236 adalah metode pengamatan langsung, studi literatur
dan metode wawancara yang dilakukan dengan pembimbing lapangan dan manager
departemen maintenance di PT Sharp Electronics Indonesia. Berikut ini merupakan
data yang diambil secara langsung di Perusahaan:
1. Tekanan angin :6 bar
2. Jumlah jam kerja :12 jam
3. Jarak perpindahan :2,17 m
4. Takt time yang direncanakan :16 detik
5. Jenis material :Metal sheet
6. Jenis sabuk dan puli tersedia :Timing belt dan timing pulley tipe H
7. Persediaan motor :Motor gearbox 0,4 kW
8. Linear rail dan linear block :HSR 25A
9. Massa yang dipindahkan :41,27 kg
10. Massa keseluruhan komponen :160,327 kg
3.4 Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan solusi untuk menjawab permasalahan yang
terjadi pada lini injection PU door A di PT Sharp Electronics Indonesia. Rumusan
masalah yang diperoleh pada perancangan alat pemindah plat pintu lemari es model
SJ 236 merancang alat yang menggunakan vacuum pad sebagai penyedot material
plat pintu, silinder pneumatik sebagai komponen yang bergerak naik dan turun,
daya motor sebagai penggerak utama, sistem transmisi sabuk dan puli sebagai
komponen yang meneruskan transmisi dari motor.
3.5 Perencanaan Desain
Perencanaan desain merupakan proses pembuatan desain sementara yang
dilakukan dalam proses perancangan. Perencanaan desain meliputi perancangan
mekanis komponen-komponen yang dirancang dan rencana kerja alat. Dalam
perencanaan desain ini, dilakukan pembuatan gambar 3D menggunakan software
Pro Engineer dan pembuatan gambar 2D menggunakan software Inventor 2015.
3.6 Pengecekan Desain
Pengecekan desain merupakan kegiatan perbaikan yang dilakukan dosen
pembimbing tugas akhir yang meliputi aturan dalam pembuatan drawing baik 3D
maupun 2D, keterangan pada setiap komponen, dan lain-lain. Pengecekan desain
juga meliputi proses perencanaan pembuatan komponen yang direncanakan pada
rancangan. Jika terjadi ketidaksesuaian letak komponen dan ukuran komponen
maka dilakukan proses perencanaan desain ulang.
3.7 Analisa dan Pembahasan
Analisa dan pembahasan merupakan proses yang melibatkan perhitungan
dan pemilihan komponen yang akan rencanakan. Berikut ini merupakan langkah-
langkah dalam proses analisa dan pembahasan:
1. Perhitungan komponen vacuum pad
Perhitungan komponen vacuum pad dilakukan berdasarkan pada katalog
Convum.
2. Perhitungan daya motor
Perhitungan daya motor dilakukan berdasarkan pada katalog Mitsubishi.
3. Perhitungan silinder pneumatik
Perhitungan dan pemilihan silinder pneumatik dilakukan berdasarkan pada
katalog SMC.
4. Perhitungan poros transmisi
5. Perhitungan timing belt dan timing pulley
Perhitungan dan pemilihan timing belt dan timing pulley dilakukan
berdasarkan pada katalog MISUMI.
6. Perhitungan ukuran baut
Perhitungan ukuran baut dilakukan berdasarkan massa keseluruhan komponen
yang ditahan oleh baut sebagai pengikat.
7. Perhitungan mekanika struktur
Perhitungan mekanika struktur dilakukan untuk mengetahui kekuatan rangka
batang yang menahan keseluruhan komponen pada posisi tertentu. Hasil dari
perhitungan ini kemudian dibandingkan dengan tabel atau data yang didapat
dari sumber buku, jurnal, dan lain-lain.
Hasil perhitungan pada proses analisa dan pembahasan kemudian
dibandingkan dan disesuaikan dengan komponen standar yang tersedia di katalog
maupun perusahaan.
3.8 Kesimpulan
Kesimpulan merupakan proses pengambilan keputusan akhir ukuran
keseluruhan komponen yang telah dirancang
3.9 Rencana Cara Kerja Alat
Berikut ini adalah desain dari alat pemindah plat pintu lemari es untuk
lemari es tipe 2 pintu.

Gambar 3.1 Alat Pemindah Plat Pintu Lemari Es


Pada PT Sharp Electronics Indonesia tekanan standar yang disalurkan ke
setiap mesin yaitu 6 bar. Pada alat ini silinder pneumatik diletakkan pada plat
bawah. Alat ini bekerja dengan menggunakan bantuan sensor inframerah. Ketika
plat pintu lemari es dijalankan di atas konveyor hingga sensor inframerah
mendeteksi objek, maka batang silinder pneumatik akan turun dibarengi dengan
mulai bekerjanya vacuum ejector, ketika vacuum pad sudah menyentuh plat maka
pemvakuman terjadi dan batang silinder pneumatik akan naik kemudian motor akan
berputar 1500 rpm yang terhubung dengan gearbox atau reducer rasio 1:20.
Reducer akan memutar roda gigi A diameter 25 mm. Roda gigi A akan meneruskan
transmisi daya melalui roda gigi B diameter 20 mm. Roda gigi B akan meneruskan
transmisi daya melalui poros ke head pulley dan bergerak secara linier dengan jarak
2170 mm atau posisi dimana letak centering unit berada. Untuk mencapai posisi
tersebut, digunakan sensor proximity yang mendeteksi material plat yang terletak
pada kanal U atas. Pada plat atas terdapat linear block yang menjadi pencekam
antara komponen alat dengan linear rail yang berfungsi sebagai penahan
keseluruhan beban alat. Setelah sensor proximity mendeteksi adanya objek,
kemudian batang silinder akan turun kembali dan terjadi vacuum release. Setelah
vacuum release batang silinder akan naik kembali dan kembali ke posisi home. Alat
ini diharapkan dapat mempercepat proses pemindahan material dan mengurangi
operator di perusahaan. Gambar alat pemindah plat pintu lemari es dapat dilihat
pada Gambar 3.1, Gambar 3.2, Gambar 3.3 dan Gambar 3.4 sebagai berikut:
Silinder Pneumatik Kanal U
Linear Shaft
Atas
Sensor
Cahaya

Linear Block
Plat Atas

Bushing
Plat Bawah

Kanal U
Bawah
Support Plat Linear Rail

Support Base
Piston
Support Rod Cylinder Mounting Shaft

Gambar 3.2 Pandangan Depan Alat Pemindah Plat Pintu Lemari Es


Roller Chain
Coupling
Support U

Poros Dia.20
Pillow
Roller Chain Block
Coupling

Rack

Bottom
Clamp Belt

Motor Listrik Siku L


25x25

Support Plat
Motor

Tumpuan
Motor Siku L Siku L
25x25 Fitting 40x40

Gambar 3.3 Pandangan Samping Alat Pemindah Plat Pintu Lemari Es


Baja 40x40

Timing Belt Balok 70x70


Timing Pulley Baja Hollow
30x30
Kerangka Support
Kotak

Frame T-
Slot
Siku L
Kerangka

Balok
Hollow Lingkaran
Poros Dia.20

Gambar 3.4 Pandangan Atas Alat Pemindah Plat Pintu Lemari Es


BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN

Perhitungan komponen dilakukan untuk mengetahui ukuran komponen-


komponen yang digunakan pada perencanaan desain alat pemindah plat pintu
lemari es. Berikut ini merupakan langkah-langkah proses perhitungan komponen:
4.1 Vacuum Pad dan Fitting
Diameter vacuum pad dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
2.10. Dalam proses perhitungan ukuran vacuum pad, digunakan faktor keamanan
yaitu 4 (Horizontal lifting) dan tekanan angin -60 kPa. Dilakukan perhitungan
sebanyak dua kali karena masing-masing massa freezer dan refrigerator berbeda.
Perhitungan diameter vacuum pad dapat dihitung sebagai berikut:
(1,63×9,8×4×1000)
dAtas = 2√ =18,42 mm
(π×4×60)

(2,41×9,8×4×1000)
dBawah = 2√ =22,40 mm
(π×4×60)

Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui ukuran vacuum pad yang


dibutuhkan yaitu 18,42 mm untuk mengangkat plat pintu freezer dan 22,40 mm
untuk mengangkat plat pintu refrigerator. Kemudian dengan melihat material plat
pintu model SJ 236, sehingga untuk meminimalisir penyok pada plat dilakukan
pemilihan fitting dengan tipe non-rotation fitting with spring. Kemudian
berdasarkan Manual Handbook Convum Product pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3,
dapat diambil kesimpulan digunakan vacuum pad dengan diameter yaitu ∅25 mm
dengan penamaan order PFG 25-U. Spesifikasi dari vacuum pad dan fitting dapat
ditulis sesuai dengan penamaan order yaitu NAPFTH 25-15 U-O.
4.2 Pemilihan Motor Penggerak
Langkah pertama dalam pemilihan motor penggerak adalah menghitung
massa keseluruhan benda yang dipindahkan. Langkah-langkah proses perhitungan
massa adalah sebagai berikut :
1. Massa vacuum pad dan fitting
Berdasarkan Manual Handbook Convum Product, diketahui bahwa massa
NAPFTH 25-15 pada Tabel 2.2 adalah 0,069 kg/pc. Dalam perencanaan desain
digunakan 8 buah vacuum pad sehingga massa total dapat dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut:
mvp = m × n
mvp = 0,069 kg × 8 pcs
mvp total = 0,48 kg
2. Massa frame T-Slot
Berdasarkan katalog Misumi pada Tabel 2.13, diketahui bahwa massa frame T-
Slot adalah 0,9 kg/m. Dalam perencanaan desain digunakan 9 frame T-Slot
dengan ukuran panjang yang berbeda-beda sehingga massa total dapat dilihat
pada Tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Massa Frame T-Slot
No Panjang frame Jumlah Massa/pc Massa total (kg)

(m) (kg)

1 1,3 2 1,17 2,34


2 1,05 2 0,945 1,89
3 0,68 3 0,612 1,83
4 0,364 1 0,36 0,36
5 0,1425 1 0,12 0,12
Massa total: 6,54

3. Massa linear bushing


Berdasarkan katalog THK, diketahui bahwa massa linear guide ball bushing
tipe LMF 25 adalah 0,305 kg/pc.
Pada aplikasinya digunakan 4 linear guide bushing sehingga massa total dapat
dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
mlbush = m × n
mlbush = 0,305 kg × 4 pcs
mlbush total = 1,22 kg
4. Massa linear block
Berdasarkan katalog THK, diketahui bahwa massa linear block tipe HSR 25A
adalah 0,59 kg/pc. Dalam perencanaan desain digunakan 4 linear block
sehingga massa total dapat dihitung menggunakan pada persamaan sebagai
berikut:
mlblock = m × n
mlblock = 0,59 kg × 4 pcs
mlblock total = 2,36 kg
5. Massa silinder pneumatik
Berdasarkan katalog SMC, diketahui bahwa massa dasar silinder pneumatik
JMB 50 adalah 0,62 kg. Dalam perencanaan desain digunakan silinder
pneumatik dengan diameter bore 50 mm dan stroke 200 mm. Maka dengan
demikian massa total dapat dihitung dengan menggunakan pada persamaan
sebagai berikut:
Massa dasar :0,62 kg
Massa cylinder stroke :0,19/50 mm stroke
Maka massa total silinder pneumatik dapat dihitung menggunakan persamaan
sebagai berikut:
0,19×200
m = 0,62 + ( )
50

m = 1,38 kg
Seluruh hasil perhitungan, dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2 Data Massa Keseluruhan Komponen

Massa
No Nama Komponen Jumlah
Total(kg)

1 Fitting 8 0,48

2 Air cylinder 1 1,38

3 Frame T Slot 9 6,54

4 Pelat refrigerator 1 2,41


Lanjutan Tabel 4.2 Data Massa Keseluruhan Komponen

Massa
No Nama Komponen Jumlah
Total(kg)

5 Pelat evaporator 1 1,63

6 Plat atas 1 7,91

7 Plat bawah 1 9,07

8 Support base piston 1 0,13

9 Support rod cylinder 1 0,09

10 LMF 25 4 1,22

11 Siku L 25x25 28 0,756

12 Siku L 40x40 8 0,076

13 Linear shaft 4 5,36

14 Linear block 4 2,36

15 Rack 1 0,24

16 Bottom clamp belt 1 1,31

17 Mounting shaft 4 0,08

18 Support plat 6 0,245

19 Sambungan Rod 1 0,69

Massa Total: 41,27 kg

Langkah pertama untuk mengetahui daya yang dibutuhkan adalah


menghitung kecepatan linier menggunakan persamaan 2.17. Proses perhitungan
kecepatan linier dapat dihitung sebagai berikut:
π×25×75
V= 6120×η

V = 5,88 m/min
Langkah kedua yang dilakukan untuk mengetahui daya yang dibutuhkan
adalah dengan menghitung daya motor yang dibutuhkan menggunakan persamaan
2.16. Proses perhitungan daya motor dapat dihitung sebagai berikut:
41,27×0,03×5,88
PO = 6120×0,85
7,28
PO = 5202

PO = 0,0014 kW
Berdasarkan hasil perhitungan, daya yang dibutuhkan dalam perencanaan
desain adalah 0,0014 kW. Kemudian dengan mempertimbangkan safety factor
motor pada Tabel 2.5, sehingga 0,0014 kW × 1,4 (service factor) = 0,00196 kW.
Dikarenakan ketersediaan motor di Perusahaan, maka motor yang digunakan yaitu
motor gearbox dengan daya 0,4 kW.
4.3 Pemilihan Silinder Pneumatik
Perhitungan silinder pneumatik dilakukan untuk mengetahui diameter bore
silinder pneumatik yang direncanakan menggunakan persamaan 2.13. Proses
perhitungan diameter bore silinder dapat dihitung sebagai berikut:
π
F = 4 × D2 × P
π
404,45 = 4 × D2 × 600000
404,45
= D2
471×103

8,6 × 10−4 = D2

D = √8,6 × 10−4
D = 0.029 m atau 29 mm
Hasil perhitungan menunjukkan diameter bore silinder pneumatik yang
direncanakan adalah 29 mm atau dibulatkan menjadi 30 mm. Sehingga dengan
mempertimbangkan safety factor pada silinder pneumatik, sehingga 30 mm ×
70% (safety factor) = 51 mm. Berdasarkan katalog SMC, dilakukan pemilihan
diameter silinder pneumatik adalah diameter 50 mm dengan stroke 200 mm.
4.4 Poros Transmisi
Perhitungan poros transmisi dilakukan untuk mengetahui diameter poros
yang direncanakan untuk meneruskan momen dari roda gigi ke puli menggunakan
persamaan 2.6. Proses perhitungan diameter poros transmisi dapat dihitung sebagai
berikut:
0,4×103
Mw = 2π
75×
60

Mw = 50,95 Nm
Langkah kedua adalah menghitung momen tahanan penampang poros
terhadap puntiran menggunakan persamaan 2.8. Berdasarkan Tabel 2.1 ,nilai
tegangan ijin untuk puntiran pada material Fe 590 adalah 29...40. Dilakukan
pengambilan nilai tengah puntiran pada poros yaitu 35 N/mm2. Proses perhitungan
momen tahanan pada poros dapat dihitung sebagai berikut:
50,95×103
Ww =
35
Ww = 1455,7 mm3
Langkah ketiga adalah menghitung diameter poros menggunakan
persamaan 2.9. Proses perhitungan diameter poros dapat dihitung sebagai berikut:
3 1455,7
d= √ 0,2

d = 19,37 mm dibulatkan menjadi 20 mm


Berdasarkan hasil perhitungan dan Gambar 2.3, diameter poros transmisi
yang direncanakan untuk meneruskan momen adalah diameter 20 mm dan suaian
longgar g6.
4.5 Timing Belt dan Timing Pulley
Perhitungan timing belt dan timing pulley dilakukan untuk mengetahui tipe
timing belt dan timing pulley yang direncanakan. Langkah pertama yang dilakukan
adalah menghitung kecepatan linier yang direncanakan pada alat dengan
menggunakan persamaan 2.18. Proses perhitungan kecepatan linier dapat dihitung
sebagai berikut:
π×20×75
V=
60
V = 80 mm/s
Langkah kedua adalah menghitung percepatan menggunakan persamaan
2.19. Proses perhitungan ercepatan dapat dihitung sebagai berikut:
80
a=
16
a = 5 mm/s2
Langkah ketiga untuk mengetahui gaya yang terjadi di sekeliling sabuk dan
puli adalah menghitung gaya tersebut menggunakan persamaan 2.22. Berdasarkan
Tabel 2.7, nilai koefisien gesek sabuk dan puli adalah 0,3. Proses perhitungan gaya
dapat dihitung sebagai berikut:
Fu = (41,27 × 5 × 10−3 ) + (41,27 × 9,8 × 0,3)
Fu = 121,53 N
Langkah keempat untuk mengetahui dimensi puli adalah menghitung
jumlah gigi pada puli menggunakan persamaan 2.20. Dilakukan pemilihan diameter
pitch puli sementara yaitu ∅80,85 mm dan nilai jumlah gigi minimal dapat dilihat
pada Tabel 2.6. Proses perhitungan jumlah gigi pada puli dapat dihitung sebagai
berikut:
π×80,85
z1 =
12,7

z1 = 19,98 > 14
z1 = 20
Langkah kelima adalah menghitung kecepatan putar pada puli
menggunakan persamaan 2.21. Proses perhitungan kecepatan putar pada puli dapat
dihitung sebagai berikut:
6000×80
N1 =
12.7×20
N1 = 1889,7 rpm
Langkah keenam untuk mengetahui lebar sabuk yaitu merencanakan safety
factor yang direncanakan pada desain. Nilai safety factor dapat dilihat pada Tabel
2.8, Tabel 2.9, dan Tabel 2.10. Safety factor dapat dihitung menggunakan
persamaan 2.23. Proses perhitungan safety factor pada sabuk dapat dihitung sebagai
berikut:
1.4+0
Fs =
1
Fs = 1.4
z1 20
F2 = 1 karena zm = = = 10
2 2

Langkah ketujuh yaitu menghitung lebar sabuk yang direncanakan. Nilai


Fp,spec dapat dilihat pada Gambar 2.17. Berdasarkan hasil perhitungan kecepatan
putar pada puli yaitu 1889,7 rpm, sehingga dapat diambil nilai Fp,spec yaitu 12. Lebar
sabuk dapat dihitung menggunakan persamaan 2.24. Proses perhitungan lebar
sabuk dapat dihitung sebagai berikut:
121,53×1.4×10
b=
12×10
b = 14,18 mm × 0.04 inch
b = 0.56 inch
Berdasarkan hasil perhitungan, sabuk yang direncanakan adalah sabuk tipe
056. Maka dengan demikian berdasarkan Tabel 2.11 dapat diambil kesimpulan
digunakan sabuk dengan tipe 075.
Langkah kedelapan untuk mengetahui tegangan pada sabuk yaitu
menghitung pre tension pada sabuk menggunakan persamaan 2.25. Proses
perhitungan pre tension dapat dihitung sebagai berikut:
Fp = 2 × 121,53
Fp = 243,06 N
Langkah kesembilan untuk mengetahui tegangan pada sabuk yaitu
menghitung tegangan tarik yang terjadi pada sabuk menggunakan persamaan 2.26.
Nilai BS atau breaking strength untuk sabuk 075 dapat dilihat pada Tabel 2.11
yaitu 8710 N. Proses perhitungan σBS dapat dihitung sebagai berikut:
8710
σBS = 243,06
121,53+
2

σBS = 35,83 N
Berdasarkan hasil perhitungan σBS menunjukkan bahwa sabuk tipe H075
memenuhi syarat karena nilai tegangan 35,83 > 11 atau melampaui nilai standar
minimal. Kemudian dengan mempertimbangkan efisiensi yaitu H075 × 80%.
Maka dapat diambil kesimpulan direncanakan timing pulley dengan pitch diameter
80,85 dan jumlah gigi yaitu 20 dan timing belt dengan tipe H150. Berdasarkan
katalog Misumi Timing Belt dan Timing Pulley, dapat dituliskan penamaan order
untuk timing belt yaitu TBO H-150 dan dapat dituliskan penamaan order untuk
timing pulley yaitu ATPA H150 A-N20.
4.6 Pemilihan Ukuran Baut
Proses perhitungan ukuran baut dilakukan untuk mengetahui ukuran baut
yang mampu menahan keseluruhan beban terhadap kerangka. Untuk menghitung
diameter pada baut perlu diketahui terlebih dahulu beban yang ditahan oleh baut.
Pada proses perhitungan, digunakan baut dengan grade A325 High Tension Bolt
kg kg
yang memiliki tegangan geser ijin yaitu 1225 cm2 dan tegangan tarik ijin 3080 cm2

atau dapat dilihat pada Tabel 2.12.


Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mengetahui ukuran baut
adalah dengan menghitung massa yang ditahan oleh baut. Proses perhitungan massa
dapat dihitung sebagai berikut:
1. Massa kanal u
Digunakan kanal U dengan material baja. Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui
bahwa massa kanal U 100 adalah 9,36 kg/m. Dalam perencanaan desain,
digunakan dua buah kanal U atas dan dua buah kanal U bawah dengan panjang
masing-masing kanal yaitu 2,32 m. Berikut ini merupakan Tabel 4.3 ukuran
penampang baja profil kanal u.
Tabel 4.3 Ukuran Penampang Baja Profil Kanal U
(Badan Standarisasi Nasional)

2. Linear rail
Dalam perencanaan desain digunakan dua linear rail dengan panjang rail 2,32
m. Berdasarkan katalog THK, diketahui massa linear rail adalah 3,3 kg/m.
Massa linear rail dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
m = 3,3 × 2,32 m
m = 7,656 kg × 2 pcs
m = 15,312 kg
3. Massa support u
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan di Perusahaan, berat support u adalah
8,6 kg. Dalam perencanaan desain digunakan dua buah support u.
4. Massa hollow lingkaran
Dalam perencanaan desain digunakan lima buah hollow lingkaran.
5. Massa balok
Dalam perencanaan desain digunakan balok dengan jumlah sebanyak 10 buah.
Massa keseluruhan komponen dapat dilihat pada Tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4 Massa Total yang Ditahan Baut

No Nama Komponen Jumlah Massa Total (kg)

1 Keseluruhan alat - 41,27

2 Kanal u atas 2 43,24

2 Kanal u bawah 2 43

3 Linear rail 2 15,312

4 Support u 2 17,12

5 Hollow lingkaran 5 0,007

6 Balok 10 0,42

Massa Total: 160,327

Langkah kedua untuk mengetahui ukuran baut yaitu dengan menghitung


diameter baut yang digunakan menggunakan persamaan 2.30. Proses perhitungan
baut dapat dihitung sebagai berikut:
160,327
1225 = π
( )(0,8d)2
4

d = √0,26 = 0,5 cm atau 5 mm


Berdasarkan hasil perhitungan, direncanakan baut untuk menahan beban
keseluruhan komponen seberat 160,327 kg digunakan baut M5. Dengan
mempertimbangkan safety factor pada baut sehingga M5 × 95% = 10,95 mm,
maka dapat diambil kesimpulan digunakan baut M12 × 1,75.
4.7 Perhitungan Mekanika Struktur

270
480

D
RD

450 69,38 kg

Gambar 4.1 Rangka Batang Segitiga


Rangka batang yang tersusun pada alat pemindah plat dapat disederhanakan
konstruksinya menjadi seperti Gambar 4.1. Untuk mencari momen di simpul B,
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
∑ MB = 0
(69,38 × 450) − (R D × (480 − 270)) = 0
31221
= RD
210
R D = 148,6 kg
Untuk mencari momen di simpul A dan simpul C, gambar rangka batang
segitiga dapat disederhanakan menjadi seperti Gambar 4.2.

RC
270

RD
148,6 kg
210

RA
Gambar 4.2 Rangka Batang
Nilai momen di simpul A dan simpul C dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
∑ MA = 0
(R C × 480) − (148,6 × 210) = 0
31206
RC =
480
R C = 65,01 kg
∑ Mc = 0
(R A × 480) − (148,6 × 270) = 0
40122
RC =
480
R C = 83,58 kg
Untuk mencari momen di simpul D yang menerima pembebanan besar dan
kemungkinan terjadi defleksi, gambar penyederhanaan rangka dapat dilihat pada
Gambar 4.3. Maka dilakukan perhitungan sebagai berikut:

RC RA
270 210

Gambar 4.3 Rangka Batang Momen D


MD = R C × 270
MD = 65,01 × 270
MD = 17552,7 kg/mm
Batang yang digunakan merupakan batang dengan profil kotak pejal ukuran
70 × 70 sehingga nilai I (momen inersia) dapat dihitung menggunakan persamaan
2.3. Proses perhitungan momen inersia dapat dihitung sebagai berikut:
1
I = 12 × 70 × 703

I = 2000833,3 mm4
Berdasarkan hasil perhitungan, tegangan tarik yang terjadi pada batang
dapat dihitung menggunakan persamaan 2.4. Proses perhitungan dapat dihitung
sebagai berikut:
17552,7×35
σB(+) = 2000833,3

σB(+) = 0,307 kg/mm2


Hasil tegangan tarik pada batang segitiga menunjukkan nilai 0,307 kg/mm2
atau 3,0086 N/mm2. Perbandingan hasil perhitungan dilakukan dengan
menggunakan diagram Smith pada Gambar 2.2. Nilai tegangan diatas tidak
melampaui nilai batas tegangan tarik pada diagram sehingga batang tersebut aman
untuk konstruksi. Kemudian dengan mempertimbangkan batas tegangan ijin pada
konstruksi yang dapat dilihat pada Tabel 2.1, nilai tegangan diatas masuk batas
toleransi yang sudah ditetapkan untuk material baja Fe 590 yaitu untuk tegangan
tarik golongan II yaitu 100 N/mm2 sampai 140 N/mm2.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Alat pemindah plat pintu lemari es otomatis ini berhasil dirancang untuk
meningkatkan efisiensi waktu produksi dan dapat mengurangi jumlah
operator.
2. Diameter bore silinder pneumatik yang digunakan adalah 50 mm.
3. Baut yang digunakan untuk menahan keseluruhan beban menggantung adalah
baut M12.
4. Timing belt yang digunakan adalah H150 dengan jarak antar poros 2170 mm.
5. Timing pulley yang digunakan adalah ATPA H150 N20.
6. Daya motor yang digunakan adalah motor gearbox dengan daya 0,4 kW.
7. Konstruksi rangka batang segitiga yang menopang beban menggantung aman
digunakan karena hasil perhitungan tegangan tarik adalah 3,0086 N/mm2
dibawah tegangan tarik luluh yang diijinkan yaitu 100-140 N/mm2.
5.2 Saran
1. Perlu diperhitungkan beban dinamis pada bantalan sehingga safety factor dan
umur pakai pada bantalan dapat dipertimbangkan kembali lebih lanjut.
2. Perlu diperhitungkan penentuan ukuran linear motion yang digunakan agar
pengambilan komponen dari gudang sesuai dengan kebutuhan dan
seperlunya.
DAFTAR PUSTAKA
Darmo, S. (2003). MEKANIKA STRUKTUR I. Yogyakarta.

KHURMI, R., & GUPTA, J. (2005). A TEXTBOOK OF MACHINE DESIGN. RAM NAGAR, NEW
DELHI: EURASIA PUBLISHING HOUSE(PVT.) LTD.

REXROTH, B. (2011). ALUMINIUM FRAMING. BOSCH REXROTH CORP.

STOLK, J., & KROS, C. (1994). ELEMEN KONSTRUKSI DARI BANGUNAN MESIN.
ERLANGGA.

SULARSO, & SUGA, K. (2006). DASAR PERENCANAAN DAN PEMILIHAN ELEMEN MESIN.
JAKARTA: PT PRADNYA PARAMITA.
LAMPIRAN
Tabel Ukuran Ulir, Baut dan Nut

Designation Pitch Major Effective Minor or core Depth of Stress

mm or or pitch diameter thread area


2
nominal diameter (d ) mm (bolt) mm
c

diameter Nut and mm

Nut and Bolt

Bolt (dp ) mm Bolt Nut

(d = D)

mm

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Coarse series

M 0.4 0.1 0.400 0.335 0.277 0.292 0.061 0.074

M 0.6 0.15 0.600 0.503 0.416 0.438 0.092 0.166

M 0.8 0.2 0.800 0.670 0.555 0.584 0.123 0.295

M1 0.25 1.000 0.838 0.693 0.729 0.153 0.460

M 1.2 0.25 1.200 1.038 0.893 0.929 0.158 0.732

M 1.4 0.3 1.400 1.205 1.032 1.075 0.184 0.983

M 1.6 0.35 1.600 1.373 1.171 1.221 0.215 1.27

M 1.8 0.35 1.800 1.573 1.371 1.421 0.215 1.70

M2 0.4 2.000 1.740 1.509 1.567 0.245 2.07

M 2.2 0.45 2.200 1.908 1.648 1.713 0.276 2.48

M 2.5 0.45 2.500 2.208 1.948 2.013 0.276 3.39

M3 0.5 3.000 2.675 2.387 2.459 0.307 5.03

M 3.5 0.6 3.500 3.110 2.764 2.850 0.368 6.78

M4 0.7 4.000 3.545 3.141 3.242 0.429 8.78

M 4.5 0.75 4.500 4.013 3.580 3.688 0.460 11.3


M5 0.8 5.000 4.480 4.019 4.134 0.491 14.2

M6 1 6.000 5.350 4.773 4.918 0.613 20.1

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

M7 1 7.000 6.350 5.773 5.918 0.613 28.9

M8 1.25 8.000 7.188 6.466 6.647 0.767 36.6

M 10 1.5 10.000 9.026 8.160 8.876 0.920 58.3

M 12 1.75 12.000 10.863 9.858 10.106 1.074 84.0

M 14 2 14.000 12.701 11.546 11.835 1.227 115

M 16 2 16.000 14.701 13.546 13.835 1.227 157

M 18 2.5 18.000 16.376 14.933 15.294 1.534 192

M 20 2.5 20.000 18.376 16.933 17.294 1.534 245

M 22 2.5 22.000 20.376 18.933 19.294 1.534 303

M 24 3 24.000 22.051 20.320 20.752 1.840 353

M 27 3 27.000 25.051 23.320 23.752 1.840 459

M 30 3.5 30.000 27.727 25.706 26.211 2.147 561

M 33 3.5 33.000 30.727 28.706 29.211 2.147 694

M 36 4 36.000 33.402 31.093 31.670 2.454 817

M 39 4 39.000 36.402 34.093 34.670 2.454 976

M 42 4.5 42.000 39.077 36.416 37.129 2.760 1104

M 45 4.5 45.000 42.077 39.416 40.129 2.760 1300

M 48 5 48.000 44.752 41.795 42.587 3.067 1465

M 52 5 52.000 48.752 45.795 46.587 3.067 1755

M 56 5.5 56.000 52.428 49.177 50.046 3.067 2022

M 60 5.5 60.000 56.428 53.177 54.046 3.374 2360

Fine series

M8×1 1 8.000 7.350 6.773 6.918 0.613 39.2

M 10 × 1.25 1.25 10.000 9.188 8.466 8.647 0.767 61.6

M 12 × 1.25 1.25 12.000 11.184 10.466 10.647 0.767 92.1

M 14 × 1.5 1.5 14.000 13.026 12.160 12.376 0.920 125


M 16 × 1.5 1.5 16.000 15.026 14.160 14.376 0.920 167

M 18 × 1.5 1.5 18.000 17.026 16.160 16.376 0.920 216

M 20 × 1.5 1.5 20.000 19.026 18.160 18.376 0.920 272

M 22 × 1.5 1.5 22.000 21.026 20.160 20.376 0.920 333

M 24 × 2 2 24.000 22.701 21.546 21.835 1.227 384

M 27 × 2 2 27.000 25.701 24.546 24.835 1.227 496

M 30 × 2 2 30.000 28.701 27.546 27.835 1.227 621

M 33 × 2 2 33.000 31.701 30.546 30.835 1.227 761

M 36 × 3 3 36.000 34.051 32.319 32.752 1.840 865

M 39 × 3 3 39.000 37.051 35.319 35.752 1.840 1028


Spesifikasi Linear Motion System THK
Spesifikasi Pillow Block MISUMI
Spesifikasi Roller Chain Coupling MISUMI
Spesifikasi Linear Bushing THK
Spesifikasi Timing Belt Clamp Plates MISUMI
Spesifikasi Silinder Pneumatik SMC
Spesifikasi Timing Pulley MISUMI
Spesifikasi Timing Belt MISUMI

Anda mungkin juga menyukai