Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KOLELITIASIS

Oleh :

Aprillia Trisnawatik

19560102

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2020
A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Kolelitiasis atau koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu,
atau pada saluran kandung empedu yang apda umumnya komposiis utamanya
adalah kolesterol (Williams, 2003 dalam Nurarif A., dan Kusuma H., 2015).
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu
adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu.
Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan
batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise
Newsletter, edisi 72, 2011).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol,
pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran
empedu adalah tipe batu pigmen, 1520% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan
komposisi yang tidak diketahui. Di negara Barat, komponen utama dari batu
empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol
lebih dari 80%.
2. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari kolelitiasis atau batu empedu belum diketahui. Satu teori
menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di
kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami
supersaturasi mengkristal dan mulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu
adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi
ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium. (Williams, 2003 dalam
Nurarif A., dan Kusuma H., 2015)
3. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Nurarif A., dan Kusuma H. (2015) manifestasi klinis dari kolelitiasis
adalah
1. Sebagian bersifat asimtomatik
2. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar ke
punggung atau region bahu kanan
3. Sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten
4. Mual dan muntah serta demam
5. Ikterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas yaitu : getah empedu yang tidak lagi dibawa ke
dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini
membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering
disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit.
6. Perubahan warna urine dan feses. Eksresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh
pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “ Clay-
colored”.
7. Regurgitasi gas : flatus dan sendawa
8. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi
vitamin A, D, E, K yang larut lemak, karena itu pasien dapat memperlihatkan
gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau sumbatan bilier
berlangsung lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal.
4. KLASIFIKASI
Menurut Wiliam (2003 dalam Nurarif A., dan Kusuma H., 2015) Menurut
gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multivokal atau mulberi dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Terjadi karena kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi
empedu.
2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen cokelat)
Berwarna coklat atau cokelat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Bentuk berlapis-lapis,
ditemukan disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi.
3. Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, seperti bubuk dan kaya akan zat hitam
yang tak terekstraksi. terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai
hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi. 

5. PATOFISIOLOGI
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol
merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu
pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam
empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga
tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air.
Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari
garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar
asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang
litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol.  Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol
keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. 
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel
sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai
benih pengkristalan.
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi
normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya
enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena
kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan
karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi
yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

  Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi
6. PATHWAY

Proses degenerasi penyakit hati Penurunan fungsi hati  metabolisme


Gangguan


Pengendapan kolestrol  Peradangan dalam, peningkatan  Peningkatan sintesis kolestrol
sekresi kolestrol kandung
 empedu
Resiko syok
Batu empedu (hipovolemik)
Resiko Infeksi
Aliran balik getah empedu 
(duktus kolekditus ke pankreas)
Menyumbat aliran getah Resiko kekurangan volume 
penkreas cairan

Port de entrée paska bedah
  
Distensi kandung empedu Iritasi lumen Cairan shif ke peritoneum 
Intervensi pembedahan
  
Bgn fundus menyentuh bgn Inflamasi Permeabilitas kapiler
abdomen kartilago

  
Peningkatan enzim SGOT & Ketidakefektifan nutrisi <
Merangsang ujjung saraf eferen Termostat di hipotalamus
SGPT kebutuhan tubuh
parasimpatis
   
Hasilkan substansi P Peningkatan suhu Bersifat iritatif di saluran cerna Rasa mual muntah 

  
Makanan tertahan di
Serabut saraf eferen Hipertermi Merangsang nervus vagal
lambung

hipotalamus 

Nyeri hebat pada kuadran atas dan nyeri Nyeri Menekan saraf parasimpatik Peristaltik menurun
tekan daerah epigastrium.
7. PENATALAKSANAAN
1. Penanganan Non Bedah
 Disolusi Medis
Harus memenuhi kriteria terapi non operatif seperti batu kolestrol
diameternya <20 mm dan batu <4 batu, fungsi kandung empedu baik,
dan duktus sistik paten.
 Endoscopic retrograde cholangio pancreatography (ERCP)
Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau
balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen
duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu besar,
batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak diatas
saluran empedu yang sempit diperlukan prosedur endoskopik
tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan
litotripsi mekanik dan litotripsi laser.
 Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Prosedur non invasif ini menggunakan gelombang kejut berulang
(repeated shock wafes) dengan gelombang suara yang diarahkan
kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau doktus koledokus
dengan maksud untuk mencegah batu tersebut menjadi sejumlah
fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh
percikan listrik, yaitu piezoelelektrik, atau oleh muatan
elektromagnetik. Energy ini di salurkan ke dalam tubuh lewat redaman
air atau kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut yang
dikonvergensikan tersebut diarahkan kepada batu empedu yang akan
dipecah.Setelah batu dipecah secara bertahap, pecahannya akan
bergeraj spontan dikandung empedu atau doktus koledokus dan
dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau
asam empedu yang diberikan peroral.
2. Penanganan Bedah
 Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
dengan kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis
akut.
 Kolesistektomi laparoskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau kandung
empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm. Kelebihan
yang diperoleh pasien luka operasi kecil (2-10mm) sehingga nyeri
pasca bedah minimal.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Kenaikan serum kolesterol
 Kenaikan fosfolipid
 Penurunan ester kolesterol
 Kenaikan protrombin serum time
 Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
 Penurunan urobilirubin
 Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 -
10.000/iu)
 Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)
2. Rontgen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen
Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung
empedu. Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan
pemeriksaan pilihan.
3. Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan
Melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier.
Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua
komponen sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan
kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari
kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan
syok septik.
4. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)
Sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus
pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut.
Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan
memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil
batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang
disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang
disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki
gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah
diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.
5. Kolangiografi Transhepatik Perkutan.
Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras
langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang
disuntikan itu relatif besar, maka semua komponen  pada sistem bilier
tersebut, yang mencakup duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan pajang
duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu, dapat dilihat garis
bentuknya dengan jelas. 
6. Pemeriksaan Pencitraan Radionuklida atau kolesentografi.
Dalam prosedur ini, peraparat radioktif disuntikan secara intravena.
Kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat ekskeresikan kedalam
sinar bilier. Memerlukan waktu panjang lebih lama untuk mengerjakannya
membuat pasien terpajan sinar radiasi.
7. USG
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan
ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan
radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika
pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya
berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada
gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang
mengalami dilatasi.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. BIODATA
 Identitas Pasien
Meliputi nama pasien, usia, jenis kelamin, alamat, suku, agama, pekerjaan,
nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.
 Identitas Penanggungjawab
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
2. KELUHAN UTAMA
Keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan
atas, mual dan muntah.
3. RIWAYAT PENYAKIT
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat pasien masuk dari rumah sakit sampai saat pengkajian di ruang rawat
inap dan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu
nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri tersebut.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya. Klien memiliki Body Mass Index (BMI) tinggi,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan
tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis
Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini menyerang sekelompok
manusia yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang
dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding
dengan tanpa riwayat keluarga dan adakah riwayat penyakit keturunan seperti
jantung, hipertermi, dan DM.
5. ADL
1. Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan biasanya dengan Gejala : anoreksia,
mual/muntah, Tidak toleran terhadap lemak dan makanan “pembentuk lemak.
Regurgitas berulang,nyeri epigastrium, tidak dapt makan, flatus dyspepsia
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan.
2. Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan
mengalami kelemahan, gelisah dan anjuran bedrest
3. Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati
4. Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat
5. Eliminasi
Gejala : perubahan warna urine dan feses
Tanda : distensi abdomen
Terba masssa pada kuadran atas
Urine pekat, gelap
Feses warna tanah liat, steatorea
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat atas abdomen, dapat menyebar ke punggung atau bahu
kanan, Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makanNyeri mulai tiba-
tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan;
tanda Murphy positif
7. Pernapasan
Tanda : peningkatan prekuensi pernapasan
Pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal
8. Keamanan : demam, menggigil
Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal (pruritus)
Kecendrungan perdarahan (kekurangn vitamin K)
9. Aspek penunjang
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin,amylase serum meningkat) 
b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
6. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum
 Kesadaran
 TTV
 Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
a) Rambut
Inspeksi : hitam/beruban, bersih/tidak
Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak, ada lesi atau tidak
b) Mata : Simetris/tidak, ada pembengkakan palpebra/tidak, konjungtiva
anemis atau tidak.
c) Hidung : Bersih, tidak ada polip, tidak ada gangguan, dan pernapasan
cuping hidung, ada deviasi septum/tidak
d) Telinga : Simetris/tidak, bersih, tidak ada penumpukan serumen.
e) Wajah : terlihat menahan nyeri/tidak, cemas, simetris atau tidak, ada
lesi/tidak
f) Mulut : Mukosa bibir kering/lembab, sianosis/tidak, terpasang alat bantu
napas/tidak.
g) Leher : Adakah pembesaran kelenjar tyroid atau tidak, ada pembendungan
vena jugularis/tidak
2) Thorax
a) Jantung :
Inspeksi : ictus cordis terlihat/tidak pada ICS 4,5 Midclavikula sinistra
Perkusi : suara pekak atau tidak
Auskultasi : ada suara murmur/ tidak, BJ I & BJ II terdengar suara
tunggal/tidak
b) Paru-paru :
Inspeksi : simestris atau tidak kanan & kiri
Palpasi : vocal fremitus terasa/tidak
Perkusi : suaranya pekak/tidak
Auskultasi : ada suara tambahan atau tidak seperti ronchi, wheezhing
3) Abdomen :
Inspeksi : ada jejas/tidak
Auskultasi : bising usus berapa x dalam 1 menit, peristaltik (+)
Perkusi : biasanya perkusinya tympani pada kasus kolelitiasis
Palpasi : ada nyeri tekan pada regio kuadran kanan atas, hepar-lien tidak
teraba.
Biasanya saat Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu.
Biasanya pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh
tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
4) Genetalia
Adakah masalah seperti adanya condiloma atau tidak, ada perubahan warna
urine, urinenya pekat, gelap
5) Ektremitas : atas dan bawah mengalami masalah atau tidak
6) Anus
ada perubahan warna feses, Fesesnya nanti warna seperti tanah liat,
7) Muskuloskeletal
7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Pre-operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis/ proses inflamasi
2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, distensi,
dan hipermotilitas gaster.
3) Ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak adekuatnya intake nutrisi, mual muntah
Diagnosa post operasi

1) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invansife (pasca tindakan


pembedahan )

8. INTERVENSI
Intervensi Diagnosa Pre-operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis/ proses inflamasi
2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, distensi,
dan hipermotilitas gaster.
3) Ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak adekuatnya intake nutrisi, mual muntah
No
Dx
Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut  Pain level 1. Kaji tingkat nyeri


 Pain control 2. Observasi reaksi
Definisi : Pengalaman nonverbal dari
 Comfort level
sensori dan emosional ketidaknyamanan
yang tidak Setelah dilakukan tindakan 3. Gunakan teknik
menyenangkan yang komunikasi terapeutik
keperawatan selama ....x
untuk mengetahui
muncul akibat kerusakan 24 jam diharapkan nyeri pengalaman nyeri
jaringan yang aktual atau dapat terkontrol dengan pasien
potensial. kriteria hasil : 4. Kontrol lingkungan
yang dapat
Batasan karakteristik : 1. Pasien tampak rileks mempengaruhi nyeri
2. Pasien mengatakan 5. Tingkatkan istirahat
 Perubahan selera 6. Berikan informasi
nyeri berkurang
makan kepada keluarga
3. Wajah pasien tidak
 Perubahan tentang nyeri seperti
tekanan darah tampak menahan sakit penyebab nyeri, berapa
 Perubahan 4. Melaporkan nyeri lama nyeri berkurang
frekuensi jantung berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan
 Perubahan RR 5. Mampu mengenali
7. Kolaborasi pemberian
 Diaforesis nyeri nalgesic untuk
 Mengekspresikan mengurangi nyeri
perilaku 8. Kolaborasikan dengan
 Dilatasi pupil dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
 Melaporkan nyeri tidak berhasil
secara verbal 9. Cek riwayat alergi
 Gangguan tidur 10. Observasi TTV
 Indikasi nyeri sebelum dan sesudah
yang dapat pemberian analgetik
11. Evaluasi efektifitas
diamati
analgesik, tanda dan
 Sikap melindungi
gejala
area nyeri
 Perilaku distraksi
 Fokus menyempit

Faktor yang berhubungan


dengan :

 Agen cedera
biologis
 Agen cidera
kimiawi
 Agen cidera fisik

2 Resiko
1. Pertahankan catatan
kekurangan/defisiensi
intake dan output yang
volume cairan  Fluid balance akurat
berhubungan dengan  Hydration 2. Monitor status hidrasi
muntah, distensi, dan  Intake 3. Monitor status nutrisi
hipermotilitas gaster.  Nutritional status :
4. Berikan cairan IV pada
food and fluid
Definisi : Setelah dilakukan tindakan suhu ruangan
keperawatan selama ....x 5. Dorong masukan oral
Berisiko mengalami 6. Dorong keluarga pasien
24 jam diharapkan
penurunan volume cairan untuk membantu pasien
defisiensi volume cairan
dehidrasi vaskular, makan
dapat tercukupi.
selular, atau intraselular 7. Monitor vital sign
Faktor risiko : kriteria hasil : 8. Monitor cairan/makanan
masuk dan hitung intake
 Kehilangan - Mempertahankan kalori harian
volume cairan urine output sesuai
dengan usia, BB, 9. Kolaborasikan
aktif
 Asupan cairan BJ urine normal, pemberian cairan IV
kurang HT normal 10.Monitor tingkat Hb dan
 Hambatan - Tekanan darah, hematokrit
mengakses cairan nadi, suhu dalam 11.Monitor berat badan
 Kurang batas normal 12.Dorong pasien untuk
pengetahuan - Tidak ada tanda
menambah intake oral
tentang dehidrasi
kebutuhan cairan - Turgor kulit
Populasi : baik,mukosa
lembap, tidak ada
 Usia eksterm rasa haus yang
 Berat badan berlebih
eksterm
 Faktor yang
mempengaruhi
kebutuhan cairan
Kondisi terkait :

 Kehilangan cairan
aktif
 Gangguan
mekanisme
pengaturan
 Gangguan yang
mempengaruhi
absorbsi cairan
 Gangguan yang
mempengaruhi
asupan cairan
 Kehilangan cairan
hebat melalui rute
normal
 Kehilangan cairan
melalui rute
abnormal
 Agens
farmaseutika

3
Ketidakseimbangan
nutrisi dari kebutuhan
tubuh berhubungan
dengan tidak adekuatnya  Nutritional status 1. Kaji status nutrisi
 Nutritional status : pasien
intake nutrisi, mual 2. Kaji intervensi mual
muntah food and fluid
3. Anjurkan pasien
 Intake makan sedikit tapi
Definisi : asupan nutrisi  Nutritional status : sering
tidak cukup untuk nutrient intake 4. Anjurkan pasien
memenuhi kebutuhan  Weight control makan selagi hangat
metabolik. Setelah dilakukan tindakan 5. Monitor adanya
keperawatan selama .... x penurunan BB
Batasan karakteristik : 6. Monitor turgor kulit
24 jam diharapkan tidak
mengalami 7. Anjurkan banyak
 Kram abdomen minum
ketidakseimbangan nutrisi.
 Nyeri abdomen Kriteria hasil : 8. Informasikan pada
 Bb 20% Lbh 1. Tidak ada tanda- klien dan keluarga
tentang manfat
dibawah badan tanda malnutrisi.
nutrisi
ideal 2. Tidak terjadi 9. Kolaborasi dengan
 Kerapuhan penurunan berat ahli gizi untuk
kapiler badan yang berarti. menentukan jumlah
 Bising usus 3. Berat badan ideal kalori dan nutrisi
hiperaktif sesuai tinggi yang dibutuhkan
pasien
 Diare badan.
10. Kolaborasi dengan
 Kurang makanan 4. Menunjukkan dokter dalam
 Membran mukosa peningkatan fungsi pemberian obat
pucat pengecapan dari 11. Anjurkan pasien
 Tonus otot menelan untuk meningkatkan
5. Menunjukkan protein dan vitamin
menurun
peningkatan fungsi C
Faktor yang berhubungan 12. Monitor
pengecapan dari
pucat,kemerahan dan
: menelan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Faktor biologis
13. Monitor lingkungan
 Faktor ekonomi selama makan
 Faktor psikologis
 Ketidakmampuan
mengabsorbsi
nutrien.
Intervensi post-operasi

1. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invansive (pasca tindakan pembedahan)


No
Dx
Diagnosa NOC NIC

1 Resiko infeksi  Immune status


berhubungan dengan  Knowledge : infection 1. Cuci tangan setiap
prosedur invansive control sebelum dan sesudah
 Risk control tindakan keperawatan
Setelah dilakukan tindakan 2. Pertahankan lingkungan
keperawatan selama ...x 24 aseptik
jam diharapkan infeksi tidak 3. Tingkatkan intake nutrisi
terjadi selama perawatan 4. Monitor tanda dan gejala
dengan kriteria hasil : infeksi
5. Dorong istirahat
- Luka insisi bebas dari 6. Dorong masukan cairan
tanda-tanda infeksi. 7. Inspeksi kondisi
- Menunjukkan luka/insisi bedah
kemampuan untuk 8. Monitor hitung
mencegah timbulnya granulosit, WBC
infeksi 9. Batasi pengunjung
- Jumlah leukosit dalam 10. Kolaborasi pemberian
batas normal antibiotik
- Menunjukkan perilaku
hidup sehat
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Y. (2010).Kuncara Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen, edisi


2.Buku kedokteran :EGC

Muttaqin, A., 2010. Pengkajian Keperawatan. Penerbit Salemba Medika:Jakarta

Nucleus Precise Newsletter. (2011). Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precise

Nurani, F A dan Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan NANDA. Yogyakarta: MediAction

Nurman, A., 2011. Penatalaksanaan Batu Empedu

T. Heather Herdman, phD, Rn. Nanda International diagnosis keperawatan definisi dan
klasifikasi 2018-2020.EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai